• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAHAN KAJIAN 6 BIMBINGAN DAN KONSELING KELOMPOK PENDALAMAN MATERI 6.2 IMPLEMENTASI BIMBINGAN KELOMPOK

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAHAN KAJIAN 6 BIMBINGAN DAN KONSELING KELOMPOK PENDALAMAN MATERI 6.2 IMPLEMENTASI BIMBINGAN KELOMPOK"

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

i

No Kode: DAR6./PROFESIONAL/006/2/2018

BAHAN KAJIAN 6

BIMBINGAN DAN KONSELING KELOMPOK

PENDALAMAN MATERI 6.2

IMPLEMENTASI BIMBINGAN KELOMPOK

Penulis:

Kusnarto Kurniawan, M.Pd., Kons Sigit Hariyadi, S.Pd., M.Pd

PPG DALAM JABATAN

Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi 2018

Halaman Judul

(2)

ii

Daftar Isi

Halaman Judul ... i Daftar Isi... ii A. Pendahuluan ... iii B. Capaian Pembelajaran ... iv

C. Sub Capaian Pembelajaran... iv

D. Uraian Materi ... 1

1. Standar Prosedur Operasional Bimbingan Kelompok ... 1

2. Rencana Pelaksanaan Layanan Bimbingan Kelompok ... 2

3. Tahapan-Tahapan Bimbingan Kelompok ... 7

4. Teknik Bimbingan Kelompok ... 9

a. Diskusi Kelompok ... 10 b. Sosiodrama ... 14 c. Psikodrama ... 18 d. Homeroom ... 26 E. Rangkuman ... 30 F. Tugas ... 31 G. Tes Formatif ... 32 Daftar Pustaka ... 36

(3)

iii

A. Pendahuluan

Layanan bimbingan kelompok merupakan pendekatan kelompok dengan berbagai keuntungan yang ada. Walaupun demikian masih banyak ruang yang dapat dilakukan dalam upayan meningkatkan efektivitas layanan. Beberapa strategi yang dapat dilakukan antara lain adalah dengan mengkombinasikan teknik-teknik intervensi lainnya. Beberapa teknik intervensi yang dapat dilakukan disesuaikan dengan kebutuhan akan tujuan layanan bimbingan dan konseling kelmpok yang dilakukan. Oleh karenanya dalam modul ini akan dibahas secara singkat beberapa teknik modifikasi perilaku yang biasa dilakukan dalam pelaksanaan layanan bimbingan kelompok.

Setelah mempelajari modul ini diharapkan peserta dapat: menjelaskan dan mengaplikasikan teknik-teknik dalam bimbingan kelompok meliputi diskusi kelompok, sosiodrama, psikodrama, dan homeroom. Supaya penguasaan modul cepat, tepat, dan berguna, maka Saudara disarankan mengikuti langkah-langkah belajar sebagai berikut:

1) Pahami tujuan yang harus dikuasai dalam mempelajari modul ini 2) Baca secara keseluruhan modul ini

3) Kerjakan tugas dengan baik dan selesaikan tes formatif dengan benar.

4) Keberhasilan proses pembelajaran Saudara dalam modul ini sangat tergantung kepada kesungguhan usaha Saudara untuk menguasai modul ini secara menyeluruh.

Selamat belajar, semoga Saudara sukses memahami pengetahuan yang diuraikan dalam modul ini dan mempraktikkan sesuai tahapan-tahapan dengan lancar.

(4)

iv

B. Capaian Pembelajaran

Mampu mengelola (merancang, menyusun, mengorganisasi, melaksanakan, memonitor, dan mengevaluasi) layanan dasar, layanan responsif, perencanaan individual dan peminatan, dan dukungan sistem secara individual, kelompok, klasikal, dan kelas besar/lintas kelas dengan menggunakan metode, teknik, dan multimedia yang relevan serta memperhatikan kebutuhan sasaran layanan yang berasal dari keberagaman sosial budaya pada jenis, jalur dan jenjang satuan pendidikan

C. Sub Capaian Pembelajaran

Setelah mempelajari modul ini, peserta/mahasiswa:

1. Mampu merancang bimbingan kelompok sesuai standar prosedur operasional dengan teknik yang sesuai.

2. Mampu melaksanakan bimbingan kelompok sesuai dengan tahapan-tahapan serta teknik yang sesuai.

3. Mahasiswa dapat mengaplikasikan teknik diskusi kelompok pada bimbingan kelompok.

4. Mahasiswa dapat mengaplikasikan teknik sosiodrama pada bimbingan kelompok.

5. Mahasiswa dapat mengaplikasikan teknik psikodrama pada bimbingan kelompok.

6. Mahasiswa dapat mengaplikasikan teknik homeroom pada bimbingan kelompok.

(5)

1

D. Uraian Materi

1. Standar Prosedur Operasional Bimbingan Kelompok

Bimbingan kelompok dapat dilaksanakan dengan baik manakala direncanakan dengan baik. Proses merencanakan sampai dengan melakukan laporan bimbingan kelompok merupakan standar prosedur yang harus dilakukan oleh Guru Bimbingan dan Konseling atau Konselor. Prayitno & Amti (2004) menjelaskan standar prosedur operasional bimbingan kelompok meliputi perencanaan, pelaksanaan, evaluasi, analisis hasil evaluasi, tindak lanjut, dan laporan. Penjelasan keenam prosedur tesebut sebagai berikut: 1) Perencanaan kegiatan yang dilakukan adalah mengidentifikasi topik yang akan dibahas dalam bimbingan kelompok, membentuk kelompok, menyusun jadwal kegiatan, menetapkan prosedur layanan, menetapkan fasilitas layanan, dan menyiapkan kelengkapan administrasi. 2) Pelaksanaan bimbingan kelompok, yang dilakukan guru bimbingan dan konseling adalah mengkomunikasikan rencana layanan bimbingan kelompok, mengorganisasikan kegiatan layanan bimbingan kelompok, menyelenggarakan layanan bimbingan kelompok meliputi tahap: pembentukan, peralihan, kegiatan, dan pengakhiran. 3) Evaluasi bimbingan kelompok: menetapkan materi evaluasi, menetapkan prosedur evaluasi, menyusun instrumen evaluasi, mengoptimalisasikan instrumen evaluasi, dan mengolah hasil aplikasi instrumen. 4) Analisis hasil evaluasi: menetapkan norma/standar analisis, melakukan analisis, dan menafsirkan hasil analisis, 5) Tindak lanjut: menetapkan jenis dan arah tindak lanjut, mengkomunikasikan rencana tindak lanjut kepada pihak terkait, dan melaksanakan tindak lanjut. 6) Laporan: menyusun laporan bimbingan kelompok, menyampaikan laporan kepada pihak terkait, dan mendokumentasikan laporan.

Prosedur bimbingan kelompok menurut (Depdikbud, 2016) meliputi pra bimbingan, pelaksanaan, dan pasca bimbingan. Pra bimbingan: menyusun RPL bimbingan kelompok dan pembentukan kelompok. Pelaksanaan: pembukaan, transisi, inti, penutupan. Pasca bimbingan: mengevaluasi

(6)

2

perubahan yang dicapai, menetapkan tindak lanjut kegiatan yang dibutuhkan, dan menyusun laporan bimbingan kelompok.

2. Rencana Pelaksanaan Layanan Bimbingan Kelompok

Rencana Pelaksanaan Layanan Bimbingan Kelompok merupakan perangkat yang harus disusun oleh guru bimbingan dan konseling sebelum melaksanakan layanan bimbingan kelompok. Dikembangkan sesuai topik yang telah dirumuskan dari hasil identifikasi kebutuhan peserta didik dalam aspek pribadi, sosial, belajar, dan karir. Rencana Pelaksanaan Layanan Bimbingan Kelompok sekurang-kurangnya memuat identitas, topik, komponen layanan, bidang layanan, fungsi, tujuan, materi, sasaran, tanggal pelaksanaan, waktu, metode/teknik, media/alat, sumber bacaan, uraian kegiatan, dan evaluasi.

Berikut alternatif contoh Rencana Pelaksanaan Layanan Bimbingan Kelompok (Depdikbud, 2016) yang susunannya dimodifikasi oleh penulis.

Logo, Nama Sekolah, Alamat Sekolah

RENCANA PELAKSANAAN LAYANAN

BIMBINGAN KELOMPOK

SEMESTER… (GANJIL/GENAP) TAHUN PELAJARAN…

A Topik

B Komponen Layanan Layanan dasar / responsive

C Bidang Layanan Bidang Pribadi-sosial/belajar/ karir

D Fungsi Layanan Dapat dipilih dari uraian fungsi layanan E

Tujuan Tujuan dapat disusun dengan berdasarkan topik atau Permasalahan

F Materi Dipilih sesuai dengan tujuan yang akan dicapai, dan menyatu dalam suatu teknik tertentu. Dapat pula dalam bentuk uraian materi yang dibaca peserta

(7)

3

didik/ dijelaskan oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor secara garis besar

G Sasaran Layanan Tingkat kelas peserta didik/konseli. Semester berapa H

Tanggal Pelaksanaan Diisi sesuai dengan tanggal pelaksanaan di suatu kelas tertentu

I

Waktu

Ditulis sesuai dengan kebutuhan kegiatan bimbingan (misalnya: 1 X 40 menit/2 X 45 menit/sesuai jumlah jam yang diperlukan)

J

Metode dan Teknik

Dipilih sesuai dengan tujuan dan materi yang digunakan (diskusi kelompok, sosiodrama, psikodrama, atau teknik inovasinya misalnya games, mind mapping, expressive writing, art therapy, drawing therapy dan lain-lain).

K Media/Alat Pemilihan media/alat yang akan melengkapi

penyampaian materi agar mudah diikuti oleh peserta didik/konseli

L Sumber Bacaan Sumber bacaan yang menjadi materi bimbingan jika diperlukan (buku, internet, artikel, dsb)

M Uraian Kegiatan 1. Tahap Awal

a. Pernyataan Tujuan

a. Guru bimbingan dan konseling atau konselor menyapa peserta didik/konseli dengan kalimat yang membuat siswa bersemangat

b. Guru bimbingan dan konseling atau konselor menyampaikan tentang tujuan bimbingan yaitu sesuai dengan tujuan khusus yang akan dicapai meliputi aspek afektif, kognitif dan psikomotor.

b. Penjelasan tentang

langkah-Menjelaskan proses pelaksanaan kegiatan bimbingan. Apabila menggunakan teknik yang sudah dipilih maka, guru bimbingan dan konseling

(8)

4 langkah kegiatan kelompok (Pembentu kan kelompok)

atau konselor perlu menjelaskan langkah-langkah kegiatan, tugas dan tanggung jawab siswa

c. Mengarahkan kegiatan (konsolidasi)

Memberikan penjelasan tentang kegiatan yang akan dilakukan secara operasional dan menanyakan kepada peserta didik/konseli tentang kegiatan yang akan dilakukannya.

.

2. Tahap Peralihan (Transisi)

Guru bimbingan dan konseling atau

konselor menanyakan kalau kalau ada siswa yang belum mengerti dan memberikan penjelasannya (Storming)

a. Guru bimbingan dan konseling atau konselor menanyakan kesiapan kelompok dalam melaksanakan tugas

b. Guru bimbingan dan konseling atau konselor memberi kesempatan bertanya kepada setiap kelompok tentang tugas-tugas yang belum mereka pahami

c. Guru bimbingan dan konseling atau konselor menjelaskan kembali secara singkat tentang tugas dan tanggung jawab peserta dalam melakukan kegiatan.

Guru bimbingan dan konseling atau konselor menyiapkan siswa untuk

melakukan komitmen tentang kegiatan yang

a. Guru bimbingan dan konseling atau konselor menanyakan kesiapan para peserta untuk melaksanakan tugas.

b. setelah semua peserta menyatakan siap, kemudian guru bimbingan dan konseling atau konselor memulai masuk ke tahap kerja

(9)

5 akan dilakukannya

(Norming)

3. Tahap Inti/Kerja

Proses/kegiatan yang dialami peserta didik dalam suatu kegiatan bimbingan

berdasarkan teknisk tertentu

(Eksperientasi)

Uraian ini berisi tentang pelaksanaan tahapan kegiatan peserta didik/konseli (’Do’) sebagai operasionalisasi teknik dalam mencapai tujuan. Pada tahap ini guru bimbingan dan konseling atau konselor harus memastikan keselarasan antara tujuan yang akan dicapai, metode yang dipilih, dengan materi yang digunakan.

Pengungkapan perasaan, pemikiran dan pengalaman

tentang apa yang terjadi dalam kegiatan

bimbingan (refleksi)

1. Refleksi Identifikasi. Uraian ini berisi kegiatan guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam mengidentifikasi respon anggota kelompok melalui pertanyaan yang mengungkap pengalaman peserta tentang apa yang terjadi pada saat mengikuti kegiatan (What Happened). Pertanyaan-pertanyaan pada refleksi identifikasi mengacu kepada pengukuran pencapaian apa yang diketahui (pengenalan).

2. Refleksi Analisis

Uraian ini berisi kegiatan guru bimbingan dan konseling atau konselor dalam mengajak konseli untuk menganalisis dan memikirkan (think) sebab sebab mengapa mereka menunjukkan perilaku tertentu dan apa yang akan dilakukan selanjutnya (so what).

3. Refleksi Generalisasi

(10)

6

konseling atau konselor mengajak peserta membuat rencana tindakan untuk memperbaiki perilaku yang dianggap sebagai kelemahan dirinya (Plan). Selanjutnya guru bimbingan dan konseling atau konselor mengajukan pertanyaan tentang rencana tindakan untuk memperbaiki perilaku sebagai tanda peserta didk memiliki kesadaran untuk berubah (Now What).

Contoh pertanyaan:

rencana apa yang akan dilakukan ? kapan akan dimulai ?

langkah terdekat apa yang akan dilakukan ? 4. Tahap Pengakhiran (Terminasi)

Menutup kegiatan dan tindak lanjut

a. Guru bimbingan dan konseling atau konselor memberikan penguatan terhadap aspek-aspek yang ditemukan oleh peserta dalam suatu kerja kelompok

b. Merencanakan tindak lanjut, yaitu mengembangkan aspek kerjasama

c. Akhir dari tahap ini adalah menutup kegiatan layanan secara simpatik (Framming)

N Evaluasi

1. Evaluasi Proses Evaluasi ini dilakukan oleh guru bimbingan dan konseling atau konselor dengan melihat proses yang terjadi dalam kegiatan bimbingan kelompok, meliputi :

a. Guru bimbingan dan konseling atau konselor terlibat dalam menumbuhkan antusiasme peserta dalam mengikuti kegiatan.

(11)

7

membangun dinamika kelompok

c. Guru bimbingan dan konseling atau konselor memberikan penguatan dalam didik membuat langkah yang akan dilakukannya

2. Evaluasi Hasil Evaluasi setelah mengikut bimbingan kelompok antara lain :

a. Mengajukan pertanyaan untuk mengungkap pengalaman konseli dalam bimbingan kelompok

b. Mengamati perubahan perilaku peserta setelah bimbingan kelompok.

c. Konseli mengisi instrumen penilaian dari guru bimbingan dan konseling atau konselor.

…...….., …………... Mengetahui :

Kepala Sekolah, Guru BK/ Konselor

... ...

3. Tahapan-Tahapan Bimbingan Kelompok

Terdapat empat tahapan bimbingan kelompok yaitu pembukaan, transisi, inti, dan penutupan (Depdikbud, 2016). Uraian langkah setiap tahap disajikan dalam tabel sebagai berikut:

(12)

8

Tabel 1. Tahapan Bimbingan Kelompok

No. Tahap Kegiatan

1. Pembukaan 1. Menciptakan suasana saling mengenal, hangat, dan rileks,

2. Menjelaskan tujuan dan manfaat bimbingan kelompok secara singkat,

3. Menjelaskan peran masing-masing anggota dan pembimbing pada proses bimbingan kelompok yang akan dilaksanakan,

4. Menjelaskan aturan kelompok dan mendorong anggota untuk berperan penuh dalam kegiatan kelompok,

5. Memotivasi anggota untuk saling mengungkapkan diri secara terbuka,

6. Memotivasi anggota untuk mengungkapkan harapannya dan membantu merumuskan tujuan bersama.

2. Transisi 1. Melakukan kegiatan selingan berupa permainan kelompok,

2. Mereview tujuan dan kesepakatan bersama, 3. Memotivasi anggota untuk terlibat aktif dan

mengambil manfaat dalam tahap inti,

4. Mengingatkan anggota bahwa kegiatan akan segera memasuki tahap inti.

3. Inti 1. Mendorong tiap anggota untuk mengungkapkan topik yang perlu dibahas,

2. Menetapkan topik yang akan dibahas sesuai dengan kesepakatan bersama,

3. Mendorong tiap anggota untuk terlibat aktif saling membantu,

(13)

9

4. Melakukan kegiatan selingan yang bersifat menyenangkan mungkin perlu diadakan

5. Mereview hasil yang dicapai dan menetapkan pertemuan selanjutnya, apabila dibutuhkan. 4. Penutupan 1. Mengungkap kesan dan keberhasilan yang

dicapai oleh setiap anggota,

2. Merangkum proses dan hasil yang dicapai, 3. Mengungkapkan kegiatan lanjutan yang penting

bagi anggota kelompok,

4. Menyatakan bahwa kegiatan akan segera berakhir,

5. Menyampaikan pesan dan harapan.

4. Teknik Bimbingan Kelompok

Teknik bimbingan kelompok dipilih sesuai dengan topik permasalahan yang akan dibicarakan dalam bimbingan kelompok. Banyak teknik bimbingan kelompok yang bisa dipakai, karena pembatasan halaman, pada modul ini hanya dibahas empat teknik yaitu diskusi kelompok, sosiodrama, psikodrama, dan homeroome. Teknik-teknik lain silahkan dipelajari sendiri di luar modul ini.

Penggunaan/implementasi teknik-teknik bimbingan kelompok dalam keseluruhan tahapan bimbingan kelompok dilaksanakan pada tahap inti. Pada tahap inti diuraikan secara detail tahapan yang dilakukan (sesuai teknik yang dipakai) dan dijelaskan pula kegiatan yang harus dilakukan pemimpin kelompok. Pada tahap pembukaan, transisi, dan penutup disesuaikan dengan tujuan dan hal-hal lain terkait teknik yang digunkan.

Keempat teknik (diskusi kelompok, sosiodrama, psikodrama, dan homeroome) dijelaskan sebagai berikut:

(14)

10 a. Diskusi Kelompok

1) Konsep Dasar

Metode diskusi kelompok adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dimana seorang guru memberi kesempatan kepada siswa (kelompok siswa) untuk mengadakan percakapan guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternatif pemecahan atas masalah.

Dijelaskan bahwa diskusi kelompok adalah suatu percakapan ilmiah oleh beberapa orang yang tergabung dalam suatu kelompok untuk saling bertukar pendapat suatu masalah atau bersama-sama mencari pemecahan mendapatkan jawaban atau kebenaran atas suatu masalah (Damayanti, Sudarmanto, & Rusman, 2013). Diskusi kelompok dapat pula diartikan sebagai percakapan yang sudah direncanakan antara tiga orang atau lebih dengan tujuan untuk memecahkan masalah atau untuk memperjelas suatu persoalan, di bawah pimpinan seorang pemimpin (Romlah, 2006).

Sukerteyasa, Koyan, & Suarni (2014) menyatakan bahwa diskusi kelompok merupakan suatu proses yang teratur yang melibatkan sekelompok orang dalam interaksi tatap muka yang informal dengan berbagai pengalaman atau informasi, pengambilan kesimpulan atau pemecahan masalah. Diskusi kelompok merupakan suatu proses bimbingan dimana murid-murid akan mendapatkan suatu kesempatan untuk menyumbangkan pikiran masing-masing dalam memecahkan masalah bersama. Dalam diskusi ini tetanam pula tanggung jawab dan harga diri (Djumhur & Surya, 1975)

Jadi diskusi kelompok adalah suatu percakapan yang dilakukan oleh tiga orang atau lebih melalui proses bertukar pikiran dan argumentasi kearah pemecahan masalah secara bersama-sama. Proses diskusi kelompok ini dapat dilakukan melalui forum diskusi diikuti oleh semua siswa di dalam kelas, dapat pula dibentuk kelompok-kelompok lebih kecil. Yang perlu diperhatikan ialah para siswa dapat melibatkan dirinya untuk ikut berpartisipasi secara aktif di dalam forum diskusi kelompok.

(15)

11 2) Tujuan

Dalam pelaksanaan bimbingan kelompok, diskusi kelompok tidak hanya untuk memecahkan masalah, melainkan juga untuk mencerahkan suatu persoalan serta untuk pengembangan pribadi. Dinkmeyer dan Muro menyebutkan tiga macam tujuan diskusi kelompok yaitu (1) untuk mengembangkan pengertian terhadap diri sendiri; (2) mengembangkan kesadaran tentang diri (self) dan orang lain; (3) mengembangkan pandangan baru mengenai hubungan antara manusia (Romlah, 2006).

Diskusi kelompok dapat dikatakan sebagai jantungnya bimbingan kelompok karena hampir semua teknik bimbingan kelompok menggunakan diskusi sebagai cara kerjanya, misalnya permainan peranan, karya wisata, permainan simulasi, pemecahan masalah, homeroom, dan pemahaman diri melalui proses kelompok.

3) Tipe Diskusi Kelompok

Diskusi Kelompok dapat dilakukan dengan beberapa bentuk. Pengunaan model atau bentuk dari diskusi kelompok disesuaikan dnegan kebutuhan dari tema dan bentuk kelompok yang ada. Beberapa bentuk atau tipe diskusi kelompok dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. The social problem meeting

Para siswa berbincang-bincang memecahkan masalah sosial di kelasnya atau di sekolahnya dengan harapan setiap siswa akan merasa terpanggil untuk mempelajari dan bertingkah laku sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku.

b. The open-ended meeting

Para siswa berbincang-bincang mengenai masalah apa saja yang hubungannya dengan kehidupan mereka sehari-hari dengan kehidupan mereka di sekolah dengan sesuatu yang terjadi di lingkungan sekitar mereka.

c. The educational-diagnosis meeting

Para siswa berbincang-bincang mengenai pelajaran di kelas dengan maksud untuk saling mengoreksi pemahaman mereka atas pelajaran yang

(16)

12

telah diterima agar masing-masing anggota memperoleh pemahaman yang baik/benar.

Selain bentuk-bentuk atau tipe diskusi kelompok di atas tipe kelompok diskusi juga dapat diklasifikasikan menjadi beberapa bentuk lain. Sebagaimana Sukardi & Kusmawati (2008) membagi tipe kelompok diskusi berdasarkan tujuan-tujuan tertentu sebagaimana berikut:

a. Dilihat dari jumlah anggota

Jika dilihat dari jumlah anggota, diskusi kelompok berbentuk kelompok besar dan kelompok kecil. Kelompok besar berjumlah 20 orang atau lebih. Sedangkan kelompok kecil berjumlah kurang dari 20 orang, biasanya sekitar 2-12 orang.

b. Dilihat dari pembentukan

Jika dilihat dari pembentukannya, diskusi kelompok berbentuk formal dan informal. Dalam bentuk formal, proses pembentukannya sengaja untuk dibentuk suatu diskusi kelompok. Sedangkan yang informal, proses terbentuknya diskusi secara spontan dan tanpa direncanakan. c. Dilihat dari tujuan

Jika dilihat dari tujuan diskusi kelompok ada dua macam yaitu pemecahan masalah dan terapi anggota. Pemecahan masalah memiliki ciri utama menekankan pada hasil diskusi, sedangkan terapi anggota menekankan pada proses diskusi.

d. Dilihat dari waktu diskusi

Jika dilihat dari waktu dalam diskusi, diskusi kelompok ada dua bentuknya, marathon dan singkat/regular. Marathon dilakukan secara terus menerus tanpa jeda waktu selama 5-12 jam, sedangkan singkat atau regular dilakukan 1-2 jam dan dilakukan secara berulang-ulang.

e. Dilihat dari masalah yang dibahas

Jika dilihat dari masalah yang dibahas, diskusi kelompok ada dua macam yaitu sederhana dan kompleks/rumit. Sederhana mempunyai ciri utama masalah yang dipecahkan relatif mudah, sedangkan kompleks/rumit masalah yang dipecahkan cukup sulit.

(17)

13 f. Dilihat dari aktivitas kelompok

Jika dilihat dari aktifitas kelompok, diskusi kelompok ada dua macam, yaitu terpusat pada pemimpin dan demokratis (terbagi ke semua anggota). Diskusi yang terpusat pada pemimpin cenderung anggotanya yang kurang aktif akan tetapi pemimpin yang lebih aktif. Sedangkan demokrasi, anggota dan pemimpin sama-sama aktif dalam memberikan saran dan pendapat.

4) Prosedur Diskusi Kelompok

Menurut Tatiek Romlah (2006), pelaksanaan diskusi kelompok meliputi tiga langkah yaitu perencanaan, pelaksanaan, dan penilaian.

1. Perencanaan, meliputi

a. Merumuskan tujuan diskusi

b. Menentukan jenis diskusi (diskusi kelas, kelompok kecil, atau panel) c. Melihat pengalaman dan perkembangan siswa

d. Memperhitungkan waktu yang tersedia untuk kegiatan diskusi

e. Mengemukakan hasil yang diharapkan dari diskusi, misalnya rangkuman, kesimpulan atau pemecahan masalah.

2. Pelaksanaan

Fasilitator memberikan tugas yang harus didiskusikan, waktu yang tersedia untuk mendiskusikan tugas itu dan memberitahu cara melaporkan tugas serta menunjuk pengamat diskusi apabila diperlukan.

3. Penilaian

Fasilitator meminta pengamat melaporkan hasil pengamatannya, memberikan komentar mengenai proses diskusi dan membicarakannya dengan kelompok.

(18)

14 b. Sosiodrama

1) Konsep Dasar

Kepribadian seseorang adalah keseluruhan peranan yang diperankannya dalam kehidupan sehari-hari dalam lingkungan keluarga, masyarakat dan pekerjaan. seseorang dikatakan mempunyai penyesuaian diri yang baik apabila ia dapat berperilaku sesuai dengan perananan yang dimilikinya baik sebgai individu maupun makhluk sosial. Pribadi seorang individu berkembang melalui proses bagaimana Ia mereaksikan terhadap stimulus-stimulus dari lua dirinya dan bagaimana melakukan peranannya dalam hubungan dengan perasaan orang lain dan dari status yang ia terima dalam menghadapi situasi yang berbeda-beda. Hal inilah yang menjadi salah satu dasar dari berkembangnya konsep bermain peran baik itu sosiodrama maupun psikodrama.

Bermain peran (role playing) dapat dipahami sebagai dramatisasi tingkah laku untuk memfasilitasi peserta didik/konseli melakukan dan menafsirkan suatu peran tertentu. Role playing atau bermain peran adalah metode pembelajaran sebagai bagian dari simulasi yang diarahkan untuk mengkreasi peristiwa sejarah, mengkreasi peristiwa-peristiwa aktual, atau kejadian-kejadian yang mungkin muncul pada masa mendatang (Kanti & Sugiyo, 2014).

Menurut pendapat Moreno salah satu faktor penting yang menentukan dalam permainan peran yang akan menghasilkan perubahan perilaku adalah pengurangan hambatan-hambatan (Romlah, 2006). Hambatan biasa timbul adalah perasaan takut dikritik, takut dihukum atau ditertawakan. Permainan peran menyediakan kondisi yang dapat menghilangkan takut atau cemas karena dalam permaianan peran individu dapat mengekspresikan dirinya secara bebas tanpa takut kena “sanksi sosial” terhadap perbuatannya.

Siswa akan menyadari dan melakukan perilaku yang sudah jelas dan biasa dilakukan, menemukan bahwa perilaku itu tidak efektif untuk dilakukan dan mengetahui sebab-sebabnya, mencoba perilaku baru yang lebih efektif dan akhirnya melaksanakan pola-pola perilaku baru yang ditemukan tersebut dalam

(19)

15

kehidupan sehari-hari. Melalui role playing, siswa dapat memperoleh pengalaman-pengalaman yang dapat dipraktekkan dalam hal pribadi danhubungannya dengan sosial, termasuk ketika menghadapi konflik-konflik yang muncul.

Sebagai bagian dari teknik role playing sosiodrama sendiri dipahami sebagai dramatisasi dari persoalan-persoalan yang dapat timbul dalam pergaulan dengan orang lain. Termasuk konflik yang sering dialami dalam pergaulan sosial. Untuk itu digunakan role playing, yaitu beberapa orang mengisi peranan tertentu dan memainkan suatu adegan tentang pergaulan sosial yang mengandung persoalan yang harus diselesaikan (Winkel & Hastuti, 2005). Sosiodrama sebagai sebuah permainan peranan digunakan untuk memecahkan masalah sosial yang timbul dalam hubungan antar manusia. Konflik-konflik atau permasalahan sosial yang dilakukan dalam konsep drama adalah konflik-konflik yang tidak mendalam dan tidak menyangkut gangguan kepribadian.

Dari sini dapat dipahami bahwa melalui sosiodrama atau permainan peran ini konseli atau setiap anggota kelompok akan diajak untuk melakukan serangkaian peran yang mencerminkan kehidupan nyata atau perilaku-perilaku sosial yang menjadi kepedulian bersama setiap anggota. Dari peran yang dimainkan dilakukan diskusi dan pembahasan secara mendalam untuk mendapatkan insight sehingga menjadi bahan pembelajaran sekaligus refleksi bagi setiap anggota.

2) Tujuan Sosiodrama

Dalam penggunaan teknik sosiodrama terdapat beberapa tujuan dan manfaat yang dapat diperoleh. Dijelaskan bahwa tujuan metode sosiodrama adalah agar siswa dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain, dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab, dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok secara spontan, dan merangsang kelas untuk berfikir dan memecahkan masalah (Kusumaningrum, 2014). Dari apa yang disampaikan dipahami bahwa sosiodrama tidak hanya mengajarkan konteks keterampilan sosial pada anggota melainkan nilai sosial psikologi

(20)

16

dalam diri. Penggunaan sosiodrama tidak hanya menegaskan pada tujuan kognisi tetapi lebih kepada nilai atau sikap afeksi sebagai upaya pengembangan pribadi sekaligus pemecahan masalah serupa yang mungkin dialami oleh anggota kelompok.

Sedangkan Romlah (2006) menegaskan bahwa sosiodrama merupakan kegiatan yang bertujuan untuk mendidik atau mendidik kembali dari kegiatan penyembuhan. Terkait dalam penelitian ini tujuan sosiodrama bertujuan untuk memudahkan siswa dalam memahami etika bergaul dengan lawan jenis. Selain konsep-konsep yang telah dijelaskan sebelumnya akan tujuan dari sosiodrama beberapa manfaat yang dapat diperoleh akan penggunaan teknik sosiodrama dalam konseling antara lain:

1) Membantu peserta didik/konseli memperoleh pemahaman yang tepat tentang permasalahan sosial yang dialaminya.

2) Dapat mengembangkan keterampilan interaksi sosial yang efektif sehingga diharapkan nanti tidak canggung menghadapi situasi dalam kehidupan sehari-hari.

3) Menghilangkan perasaan kurang percaya diri dan rendah diri yang tidak sesuai dengan keadaan diri.

4) Membiasakan diri untuk sanggup menerima dan menghargai orang lain.

3) Prosedur Teknik Sosiodrama

Secara umum tahapan atau prosedur daalam sosiodrama setiap individu akan memerankan suatu peranan tertentu dalam suatu situasi masalah sosial. Dalam kesempatan itu, individu akan menghayati secara langsung situasi masalah yang dihadapinya. Kemudian diadakan diskusi mengenai cara-cara pemecahan masalahnya. Sedangkan menurut Winkel & Hastuti (2005) menjelaskan secara rinci langkah-langkah metode sosiodrama adalah dengan urutan (a) Menentukan persoalan, (b) Menentukan para pemeran drama untuk membawa adegan sesuai dengan situasi, (c) para pemain membawakan adegan secara spontan, (d) para pemain melaporkan apa yang mereka rasakan selama drama, (e) para penyaksi berdiskusi.

(21)

17

Romlah (2006) menjelaskan pelaksanaan layanan konseling dengan metode sosiodrama secara umum mengikuti langkah-langkah persiapan, membuat skenario sosiodrama, menentukan kelompok yang akan memainkan sosiodrama, menentukan kelompok penonton dan menjelaskan tugasnya, pelaksanaan sosiodrama, evaluasi dan diskusi, ulangan permainan. Secara lebih detail pembagian tahapan kegiatan dijelaskan sebagai berikut:

1) Persiapan, yaitu mengemukakan masalah dan tema yang akan disosiodramakan. Kemudian diadakan tanya jawab untuk memperjelas masalah dan peranan-peranan yang akan dimainkan. 2) Membuat skenario sosiodrama. Terkait dengan tahap ini, sebelum

bermain peran, konselor telah menyiapkan skenario sosiodrama terlebih dahulu dan di dalam memainkan peran siswa tidak perlu menghafal naskah, mempersiapkan diri, dan sebagainya. Siswa hanya melihat judul dan garis besar dari isi skenarionya berkaitan etika bergaul dengan lawan jenis.

3) Menentukan kelompok yang akan memainkan sosiodrama, sesuai dengan kebutuhan skenarionya konselor memilih individu yang akan memegang peran tertentu. Dalam tahap ini, sebelumnya konselor mengemukakan garis besar dari skenario tersebut. Kemudian memilih kelompok siswa yang akan memerankan peran, serta mengatur situasi tempat bersama-sama dengan siswa yang terlibat peran tersebut.

4) Menentukan kelompok penonton dan menjelaskan tugasnya. Kelompok penonton adalah anggota kelompok lain yang tidak ikut menjadi pemain (apabila ada). Tugas kelompok penonton adalah untuk mengobservasi pelaksanaan permainan. Hasil observasi kelompok penonton merupakan bahan diskusi. Selain diperoleh dari kelompok yang kebetulan tidak bermain, penelituan kelompok penonton atau kelompok pengamat juga dapat ditunjuk konselor dari luar anggota kelompok. Ditegaskan bahwa siswa yang tidak ikut memerankan peran atau kelompok pengamat diminta supaya

(22)

18

mendengarkan dan mengikuti dengan teliti semua pembicaraan, tindakan-tindakan serta keputusan-keputusan yang dilakukan para pemeran. Setelah pementasan selesai, konselor mengatur diskusi untuk mengaplikasikan apa yang dilakukan oleh siswa yang bermain peran sesuai dengan isi skenario.

5) Pelaksanaan sosiodrama. Pemimpin kelompok atau konselor memberikan kebebasan kepada anggota kelompok yang mendapat peran untuk melaksanakan peran yang dimainkan. Dalam permainan ini diharapkan terjadi identifikasi antara pemain maupun penonton dengan peran-peran yang dimainkannya. Siswa diberi kesempatan untuk mengekspresikan penghayatan mereka pada saat memainkan peran.

6) Evaluasi dan diskusi. Setelah selesai permainan diadakan diskusi mengenai pelaksanaan permainan berdasarkan hasil observasi dan tanggapan-tanggapan penonton. Dalam tahapan ini diskusi diarahkan untuk membicarakan tanggapan mengenai bagaimana pemain membawakan peranya sesuai ciri-ciri masing-masing peran, cara memecahkan masalah, dan kesan-kesan pemain dalam memerankan perannya.

7) Ulangan permainan. Dari hasil diskusi dapat ditentukan apakah perlu diadakan ulangan permainan atau tidak.

c. Psikodrama 1) Konsep Dasar

Sejak kita kecil kita telah terbiasa dengan bermain dalam dunia kita sendiri. Semisal saat dahulu anak perempuan sering bermain dengan boneka atau mainan atau saat kita sering berdandan layaknya orang dewasa. Begitu juga dengan anak laki-laki yang senang bermain perang-perangan. Konsep drama sebenarnya telah kita kenal jauh lama sebelum masa ini. Drama yang

(23)

19

dimainkan merupakan padangan anak kecil terhadap dunia nyata. Begitulah pengalaman pribadi diungkapkan dalam drama dan dimainkan oleh orang lain.

Pengalaman-pengalaman melalui drama akan menimbulkan pemahaman serta kesadaran bahwa pengalaman perseorangan bukanlah suatu milik pribadi yang tidak diketahui oleh orang lain. Disinilah konsep dasar psikodrama secara mudah dipahami. Psikodrama memberikan kesempatan bagi orang untuk melihat kehidupan pribadi dengan cara berbeda setelah kehidupan pribadi itu didramakan dan bahkan diperankan oleh orang lain yang berada dalam kelompok bersama (Prawitasari, 2011). Hal ini akan membuat pribadi tersebut merasa bahwa pengalamanya bukanlah sesuatu yang mempribadi tetapi juga pengelaman banyak orang dan dapat dipahami oleh banyak orang pula.

Psikodrama merupakan permainan peran yang dimaksudkan agar individu yang bersangkutan dapat memperoleh pengertian lebih tentang dirinya, dapat menemukan konsep pada dirinya, menyatakan kebutuhan-kebutuhannya, dan menyatakan reaksinya terhadap tekanan-tekanan terhadap dirinya (Corey, 2012). Psikodrama dipahami sebagai prosedur penangan yang digunakan sebagai tempat belajar dan saling mendukung di antara anggota kelompok di bawah bimbingan seorang terapis/konselor. Dalam aplikasinya seorang terapi juga dapat berperan sebagai suber dukungan bagi anggota kelompok. Terapi memposisikan dirinya sejajar dengan anggota sebagai mitra dalam upaya yang dilakukan.

Psikodrama dalam bimbingan kelompok digunakan untuk memecahkan masalah-masalah psikis yang dialami oleh individu. Dalam teknik ini siswa memerankan suatu peranan tertentu tentang konflik atau ketegangan dapat dikurangi atau dihindarkan. Dipertegas lebih jauh dijelaskan bahwa Psikodrama merupakan dramatisasi dari persoalan-persoalan yang berkaitan dengan gangguan serius dalam kesehatan mental partisipan, sehingga tujuannya ialah perombakan dalam struktur kepribadian seseorang. Psikodrama bersifat kegiatan terapi dan ditangani oleh seorang ahli psikoterapi (Winkel & Hastuti, 2005).

Pelaksanaan psikodrama tersebut membutuhkan latar atau panggung yang bebas dari paksaan dan batasan kehidupan sehari-hari sehingga, pada saat

(24)

20

yang sama, memberikan keamanan bagi ekspresi diri dan eksplorasi. Hal ini biasanya dilakukan oleh kelompok terapi yang juga melibatkan pengaturan adegan sehingga individu juga berusaha menciptakan atau menciptakan kembali suasana fisik dan emosional yang dikehendaki, tindakan menjadi berubah. Tindakan yang terjadi disitu adalah berpusat pada masa kini (present centered) berubah menjadi disini dan kini, dan seolah-olah berlangsung untuk pertama kali.

Panduan Operasional Penyelenggaraan Bimbingan dan Konseling Sekolah Menengah Atas tahun 2016 menyebutkan bahwa Psikodrama merupakan upaya memfasilitasi peserta didik/konseli memperoleh pengertian yang lebih baik tentang dirinya sendiri, menemukan konsep diri, menyatakan kebutuhan, dan menyatakan reaksi terhadap tekanan diri melalui penghayatan situasi dramatis yang diperankannya.

2) Tujuan Psikodrama

Tujuan psikodrama adalah membantu peserta didik/konseli memperoleh pengertian yang baik tentang diri sendiri sehingga dapat menemukan konsep diri, kebutuhan-kebutuhan, dan reaksi-reaksi yang tepat terhadap tekanan yang dialaminya.

3) Komponen dalam Psikodrama

Metode psikodrama terdiri dari beberapa komponen pokok, yaitu: panggung permainan, pimpinan permainan (director), pemeran utama atau individu yang menjadi pusat psikodrama (protagonist), individu-individu yang membantu pemimpin psikodrama dan pemeran utama dalam pelaksanaan psikodrama (auxiliary egos), dan penonton (Haskell dalam Romlah, 2006). Berikut adalah penjelasan mengenai psikodrama:

a. Panggung permainan

Penggung permainan mewakili ruang hidup peran utama psikodrama. Panggung atau tempat permainan hendaknya cukup luas untuk memberi ruang gerak yang cukup bagi pemeran utama, pemimpin, dan individu-individu lain

(25)

21

yang berperan dalam psikodrama tersebut. Tempat permainan harus merupakan tiruan atau paling tidak secara simbolis mewakili adegan-adegan yang diuraikan klien. Apabila tidak ada panggung, sebagian ruangan dapat dijadikan panggung asal diberi batas yang jelas, dan para pemegang peran keluar masuk tempat itu.

b. Pemimpin psikodrama (Director)

Pemimpin psikodrama mempunyai 3 peranan, yaitu sebagai produser, katalisator/fasilitator, dan pengamat atau penganalisis. Pemimpin membantu pemilihan pemegang peran utama, dan kemudian menentukan teknik psikodrama yang mana yang paling tepat untuk mengekplorasi masalah individu tersebut merencanakan pelaksanaannya, menyiapkan situasi yang tepat, dan memperhatikan dengan cermat perilaku pemain utama selama psikodrama berlangsung.

Dalam usaha bimbingan, director dalam psikodrama ini tidak mesti mereka yang ahli persutradaraan. Mungkin bisa menggunakan naskah atau cerita karya orang lain untuk didramakan.

Pemimpin kelompok juga harus mempunyai keberanian. Sebab teknik-teknik yang digunakan mengandung beberapa resiko yang kadang-kadang belum diketahui. Ia harus mempunyai keberanian untuk mencoba teknik-teknik yang diperkirakan mempunyai pengaruh yang kuat pada anggota kelompok.

Seorang pemimpin harus mempunyai karisma, ia harus mempunyai antusiasme dan spontanitas. Dengan menggunakan karismanya, seorang pemimpin harus mampu mendorong anggota-anggota kelompoknya untuk dapat mengontrol dan berani menanggung resiko dalam mencoba perilaku baru. Seorang pemimpin harus mempunyai kepercayaan kepada diri sendiri, pengetahuan mengenai diri sendiri, dan pengalaman klinis.

c. Peran utama (Protagonis)

Pemegang peran utama adalah individu yang dipilih oleh kelompok danpemimpin kelompok untuk memerankan kembali kejadian penting yang dialami mulai dari kejadian waktu lampau, apa yang terjadi sekarang, dan

(26)

22

situasi yang diperkirakan atau terjadi. Dalam psikodrama protagonis didorong untuk memerankan lakon seperti keadaan yang pernah atau akan dialami.

Pola drama yang akan dimainkan harus mengandung atau berhubungan dengan kasus yang dialami oleh klien, dimana dalam pelaksanaanya terdapat situasi-situasi yang menimbulkan kekecewaan, ketakutan, kesusahan, kegembiraan, yang semua itu di atur dan diarahkan oleh seorang director atau pembimbing. Pemeran utama berkewajiban mengajar pemain lain yang terpilih bagaimana mereka harus membawakan perannya.

Pemimpin kelompok dapat memberikan saran-saran bagaimana sekenario masalah dimainkan, tetapi pemeran utamalah yang menentukan apakah ia akan mengikuti saran tersebut atau tidak. Pada akhir psikodrama, pemimpin dan pemeran utama dapat menyarankan peran yang berbeda terhadap adegan yang sama untuk melihat apakah pemeran utama dapat bereaksi lebih efektif.

Konsep dasar pendapat Moreno adalah bahwa pemain utama merupakan alat dari kelompok. Apa yang di perankannya bersama dengan pemeran lainnya merupakan wakil masalah kelompok. Dengan demikian psikodrama lebih merupakan proses kelompok daripada hanya alat untuk menyembuhkan individu melalui kelompok.

d. Pemeran pembantu (Auxiliary)

Pemeran pembantu atau pembantu terapis adalah siapa saja dalam kelompok yang membantu pemimpin kelompok dan pemeran utama dalam produksi psikodrama. Fungsi pemeran pembantu adalah mendorong pemeran utama agar terlibat secara mendalam ke hal-hal yang terjadi saat ini. Dengan bantuan yang efektif dari pembantu terapis, psikodrama dapat menjadi alat yang efektif untuk mengubah perilaku.

e. Penonton

Penonton dalam psikodrama adalah anggota-anggota kelompok yang tidak menjadi pemeran utama atau peran pembantu. Penonton memberikan dukungan yang sangat bernilai dan memberikan balikan kepada pemeran utama. Setelah permainan selesai diadakan diskusi, dan penonton diminta

(27)

23

reaksinya secara spontan mengenai apa yang dilihatnya dan memberikan pandangan dan sumbangan pikiran. Berbagai reaksi dan sumbangan dari penonton tersebut akan membantu pemeran utama memahami akibat perilakunya terhadap orang lain. Dengan demikian proses pengujian kenyataan telah berlangsung.

4) Prosedur Teknik Psikodrama

Prosedur khusus dalam psikodrama diberikan untuk mendukung perkembangan ekspresi, kesadaran, pengetahuan, akan akibat perilaku seseorang tehadap perubahan perilaku yang diinginkan. Beberapa prosedur yang umum digunakan adalah role presentation, role reversal, soliloquy, aside, doubling, amplifying, mirror dan modelling (Prawitasari, 2011).

Role presentation atau penyajian peran dilakukan dengan cara mengenalkan peran sederhana yang merupakan representasi dari kehidupan sehari-hari yang dilakukan oleh konseli. Selain itu hal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan secara simbolik akan aspek-aspek pribadi (intrapersonal) atau interpersonal secara dramatisir untuk dapat melihat dari sudut pandang berbeda. Berbeda dengan role reversal, konseli diajak untuk dihadapkan cara menukar peran dengan orang lain untuk melihat konflik dan aspek-aspek yang muncul melalui kaca mata yang berbeda.

Dalam soliloquy, individu yang berperan sebagai protagonis berlaku berpura-pura sendiri dan tidak seorangpun mendengarkannya walaupun sudah dinyatakan dengan keras. Soliloquy sendiri adalah istilah untuk seseorang yang berbicara tentang apa yang dia pikirkan, tanpa atau seolah-olah tidak ada yang mendengarkan. Biasanya terjadi di dalam drama dan teater serta dikenal dengan istilah monolog. Prosedur ini digunakan konselor atau terapis sebagai sutradara untuk melihat ketidak selarasan atau selarasnya antara perkataan dengan perilaku yang terwujud. Sedangkan aside adalah membolehkan protagonis untuk menyuarakan perasaan dan atau pikirannya yang seakan tidak tepat kalau diucapkan dengan keras pada kehidupan asli. Dalam bahasa sederhana kita sehari-hari sering kali memikirkan sesuatu tetapi tidak disampaikan, aside merasionalkan hal itu untuk diutarakan saat psikodrama.

(28)

24

Doubling merupakan sisi lain dari protagonis, dalam konsep ini para pemeran pendukung atau pembantu menyatu dengan protagonis dengan menirukan gerakan dan perkataan layaknya protagonis (double protagonis). Dalam hal ini double adalah terapis pendukung bagi protagonis untuk sadar sepenuhnya dalam mengekspresikan dirinya. Sedangkan amplifying seperti halnya namanya pelantangan maka peranya adalah menyuarakan secara keras atau lantang tentang apa yang disampaikan oleh protagonis sebagai konsep yang sederhana dari double. Hal ini sangat berguna bagi pemalu dalam kelompok.

Cermin atau mirror adalah suatu metode umpan balik supaya konseli melihat refleksi dirinya. Cermin bersifat pengulangan dan berfungsi bagi konseli untuk melihat kembali apa yang sudah dilakukan dan melihat secara lebih obyektif terhadap perilakunya. Modelling dalam aplikasinya adalah bentuk permodelan atau demontrasi alternatif oleh anggota kelompok bagi konseli. Modelling disini tidak bertujuan untuk mengajari secara langsung konseli tentang apa yang harus dilakukan. Model lebih kepada upaya menyajikan wawasan atau bentuk perilaku lain yang ada dalam kontek yang sama sebagai pengalaman baru dari sudut pandang yang berbeda.

Dalam pendapat yang lain secara proseduratif Romlah (2006) menjelaskan pelaksanaan psikodrama terdiri melalui tiga tahap, yaitu: tahap persiapan, tahap pelaksanaan, dan tahap diskusi atau tahap berbagi pendapat dan perassaan. Berikut ini adalah uraian mengenai langkah-langkah pelaksanaan psikodrama:

a. Tahap Persiapan

Tahap persiapan dilakukan untuk memotivasi anggota kelompok agar mereka siap berpartisipasi secara efektif dalam permainan, menentukan tujuan-tujuan permainan, dan menciptakan perasaan aman dan saling percaya dalam kelompok. Cara yang dapat dipakai untuk menyiapkan kelompok adalah:

1) Pemimpin kelompok memberikan uraian singkat mengenai hakikat dan tujuan psikodrama, dan anggota kelompok diminta untuk mengajukan pertanyaan bila ada hal-hal yang belum jelas.

(29)

25

2) Pemimpin kelompok mewawancarai tiga anggota kelompok secara singkat dalam situasi kelompok.

3) Anggota kelomppok membentuk kelompok-kelompok kecil dan diberi waktu beberapa menit untuk membicarakan konflik-konflik yang pernah mereka alami yang ingin mereka kemukakan dalam permnainan psikodrama.

Selain cara-cara yang berstruktur, tahap persiapan dapat dilakukan dengan menanyakan kepada kelompok siapa yang dengan suka rela ingin mengungkapkan masalahnya untuk dipsikodramakan. Teknik apapun yang dipakai, yang penting adalah bahwa anggota kelompok mengetahui bahwa mereka aman dan tidak akan dipaksa untuk memainkan masalahnya. Yang terpenting dalam tahap ini pemimpin kelompok dapat menciptakan suasana yang dapat mendorong spontanitas.

b. Tahap Pelaksanaan

Tahap pelaksanaan terdiri dari kegiatan dimana pemain utama dan pemain pembantu memperagakan permainannya. Dengan bantuan pemimpin kelompok dan anggota kelompok yang lain pemeran utama memperagakan masalahnya. Satu kejadian dapat di peragakan dalam beberapa adegan. Adegan-adegan yang dibuat berdasarkan masalah-masalah yang diungkapkan pemeran utaman. Psikodrama biasanya berkembang dari hal-hal yang bersifat permukaan ke arah hal-hal-hal-hal yang lebih mendalam dan merupakan sumber masalah klien. Lama pelaksanaan psikodrama berbeda-beda bergantung pada penilaian pemimpin kelompok terhadap tingkat keterlibatan emosional pemain utama dan anggota-anggota kelompok yang lain.

c. Tahap Diskusi

Dalam tahap diskusi atau tahap bertukar pendapat dan kesan, para anggota kelompok diminta untuk memberikan tanggapan dan sumbangan pikiran terhadap permainana yang dilakukan oleh pemeran utama. Peranan pemimpin kelompok dalam tahap ini adalah memimpin diskusi dan

(30)

26

mendorong agar sebanyak mungkin anggota kelompok memberikan balikannya.

Tahap diskusi ini penting karena merupakan rangkaian proses perubahan perilaku pemeran utama kearah keseimbangan pribadi. Menurut Blatner terdapat tiga cara dalam proses pencapaian keseimbangan pribadi pemeran utama, yaitu: mengembangkan pemahaman dan penguasaan terhadap konflik dan masalah yang dihadapi, memperoleh dukungan dan balikan dari kelompok, dan mengadakan latihan perubahan perilaku baru (Romlah, 2006).

d. Homeroom 1) Konsep Dasar

Menurut Pietrofesa, dkk. (1980) dalam Romlah (2006) teknik penciptaan suasana kekeluargaan (homeroom) adalah teknik untuk mengadakan pertemuan dengan sekelompok siswa di luar jam-jam pelajaran dalam suasana kekeluargaan, dan dipimpin oleh guru atau konselor. Dalam hal ini yang ditekankan adalah terciptanya suasana yang penuh kekeluargaan seperti suasana di rumah yang menyenangkan dan akrab, sehingga siswa merasa aman dan diharapkan siswa bersedia mengungkapkan masalahnya yang tidak dapat diungkapkan di kelas pada waktu jam pelajaran bidang studi.

Homeroom dipahami pula sebagai suatu program kegiatan yang dilakukan dengan tujuan agar guru dapat lebih mengenal murid-muridnya lebih baik, sehingga dapat membantunya secara efisien (Djumhur & Surya, 1975). Mugiarso (2004) mendefinisikan homeroom sebagai teknik bimbingan kelompok yang bertujuan agar guru atau petugas bimbingan dapat mengenal murid-murid secara lebih tepat sehingga dapat membantunya secara lebih efektif. Dalam bahasan yang sederhana homeroom dapat kita pahami sebagai suatu program pembimbingan siswa dengan cara menciptakan situasi atau hubungan bersifat kekeluargaan.

(31)

27

Dari berbagai karakteristik di atas, dapat disimpulkan bahwa homeroom merupakan salah satu teknik dalam bimbingan kelompok yang dilakukan oleh guru atau guru pembimbing dan siswanya dengan menciptakan suasana kekeluargaan yang bertujuan untuk mengenal lebih dekat siswanya sehingga dapat membantunya menjadi lebih efektif.

2) Tujuan Teknik Homeroom

Ditegaskan bahwa kegiatan homeroom dilakukan dengan tujuan agar guru dapat mengenal murid-muridnya lebih baik, sehingga dapat membantunya secara efisien (Djumhur & Surya, 1975). Ditinjau dari pelaksanaan program bimbingan, kegiatan homeroom mempunyai dua fungsi yaitu menyediakan program bimbingan yang sistematis dan merupakan suatu proses penyaringan yang efektif terhadap siswa-siswa yang mempunyai masalah yang lebih mendalam yang perlu dikirim ke konselor (Romlah, 2006). Berhubung kegiatan homeroom ini erat kaitannya dengan suasana kekeluargaan maka kondisi kekeluargaan ini sifatnya bebas dan menyenangkan untuk siswa sehingga dengan begitu siswa akan mampu bersosialisasi dan terbuka dengan orang lain.

Suasana bebas tanpa tekanan memungkinkan murid-murid untuk melepaskan perasaannya dan mengutarakan pendapatnya yang tidak mungkin tercetuskan dalam pertemuan-pertemuan formal. Selain itu juga homeroom ini membantu siswa untuk menghadapi dan mengatasi masalahnya. Sementara itu, Djumhur & Surya (1975) menyatakan dalam program homeroom ini hendaknya diciptakan suatu situasi yang bebas dan menyenangkan, sehingga murid-murid dapat mengutarakan perasaannya seperti di rumah.

Berhubung homeroom merupakan salah satu teknik dalam bimbingan kelompok, maka fungsi utama dari homeroom ini yaitu untuk meningkatkan kemampuan komunikasi dan sosialisasi murid. Apalagi bila guru atau guru pembimbing mampu menciptakan suasana yang menyenangkan, maka situasi tersebut akan membuat siswa lebih terbuka dalam mengungkapkan masalahnya seperti di rumah.

(32)

28

Lebih jauh berikut disajikan tujuan dari penggunaan teknik homeroom pada aplikasi pelayanan konseling secara umum, antara lain:

a. Menjadikan peserta didik akrab dengan lingkungan baru

b. Untuk memahami diri sendiri (mampu menerima kekurangan dan

kelebihan diri sendiri) dan memahami orang lain dengan (lebih) baik

c. Untuk berpartisipasi dalam kegiatan kelompok

d. Untuk mengembangkan sikap positif dan kebiasaan belajar

e. Untuk menjaga hubungan sehat dengan orang lain

f. Untuk mengembangkan minat dan keterlibatan dalam kegiatan

ekstrakurikuler

g. Untuk membantu peserta didik dalam memilih bidang spesialisasi

h. Sadar akan kepentingan sendiri

Dari berbagai pendapat di atas tentang tujuan homeroom, dapat disimpulkan bahwa tujuan homeroom antara lain:

a. Membantu mengatasi masalah siswa b. Mengakrabkan siswa dengan situasi baru

c. Memahami diri dan menghargai pendapat orang lain d. Melatih sosialisasi dan komunikasi dalam kelompok e. Mengembangkan minat siswa

3) Prosedur Teknik Homeroom

Menurut Djumhur & Surya (1975) dalam kesempatan homeroom itu diadakan tanya jawab, merencanakan suatu kegiatan, menampung pendapat, dan sebagainya. Pada kegiatan homeroom dapat dibagi dalam dua kelompok yaitu kelompok besar (antara 25-30 orang) dan kelompok kecil (antara 5-10 orang). Homeroom dilaksanakan berdasarkan suatu jadwal tertentu dalam ruang-ruang yang telah ditentukan. Kegiatan homeroom dilakukan dalam suatu situasi dan suasana yang bebas serta menyenangkan. Program homeroom dilakukan secara periodik dapat pula secara insidental sesuai dengan kebutuhan.

(33)

29

Menurut Romlah (2006) pelaksanaan homeroom dapat pula dilakukan oleh guru, akan tetapi guru tersebut perlu mendapat latihan khusus agar dapat melaksanakannya dengan baik. Guru perlu dilatih keterampilan bimbingan tentang cara menciptakan lingkungan yang menyenangkan dan suasa yang bersahabat agar siswa dapat lebih terbuka dalam mengungkapkan perasaannya. Guru juga harus mempunyai minat dan motivasi untuk membantu siswa, peka terhadap reaksi siswa, menjadi pengamat dan pendengar yang terlatih dan memberikan respon yang membantu siswa. Latihan ketrampilan untuk guru yang akan membantu pelaksanaan homeroom dapat dilakukan oleh konselor sekolah yang telah mendapat pendidikan khusus. Materi yang diberikan saat latihan misalnya mendengarkan secara aktif, cara merespon perasaan, dinamika kelompok, cara merespon terhadap ungkapan non verbal, cara menggunakan teknik reinforcement secara sistematis dan sebagainnya.

Hal-hal yang dibicarakan dalam kegiatan homeroom antara lain pemilihan lanjutan sekolah, pembagian kerja dalam kegiatan kelompok, pemilihan pekerjaan, penggunaan waktu senggang, perencanaan masa depan, dan hal lain yang dikemukakan siswa. Waktu pelaksanaan kegiatan dapat dijadwalkan satu minggu satu kali pertemuan atau dua minggu satu kali satu jam pelajaran dan didiskusikan dengan kepala sekolah serta guru-guru lain atau menggunakan jam pelajaran yang kosong.

Dari penjelasan diatas, dapat disimpulkan bahwa secara umum teknik pelaksanaan homeroom yaitu:

1. Menentukan jenis kelompok (kelompok besar dan kelompok kecil). 2. Membuat jadwal dan menentukan tempatnya.

3. Pelaksanaan kegiatan homeroom. Kegiatan homeroom dilaksanakan dalam suasana yang menyenangkan, agar bisa membantu siswa dalam mengembangkan wawasannya dan mengembangkan kemampuan bersosialisasinya. Karena homeroom dapat bersifat preventif, kuratif dan korektif.

(34)

30

E. Rangkuman

Dalam bimbingan kelompok terdapat beberapa teknik yang dapat digunakan diantaranya adalah diskusi kelompok, sosiodrama, psikodrama, dan homeroom. Metode diskusi kelompok adalah suatu cara penyajian bahan pelajaran dimana seorang guru memberi kesempatan kepada siswa (kelompok siswa) untuk mengadakan percakapan guna mengumpulkan pendapat, membuat kesimpulan atau menyusun berbagai alternative pemecahan atas masalah.

Sosiodrama atau permaian peran mengisyaratkan setiap anggota kelompok diajak untuk melakukan serangkaian peran yang mencerminkan kehidupan nyata atau perilaku-perilaku sosial yang menjadi kepedulian bersama setiap anggota. Dari peran yang dimainkan dilakukan diskusi dan pembahasan secara mendalam untuk mendapatkan insight sehingga menjadi bahan pembelajaran sekaligus refleksi bagi setiap anggota. Sedangkan psikodrama merupakan permainan peran yang dimaksudkan agar individu yang bersangkutan dapat memperoleh pengertian lebih tentang dirinya, dapat menemukan konsep pada dirinya, menyatakan kebutuhan-kebutuhannya, dan menyatakan reaksinya terhadap tekanan-tekanan terhadap dirinya. Perbedaan yang paling mendasar dalam sosiodrama dan psikodrama dalah bagaimana nilai sosial ditekankan lebih dalam sosiodrama sedangkan psikodrama pengembangan diri melalui konsep psikis akan pemenuhan kebutuhan menjadi dasar perlakuan.

Teknik penciptaan suasana kekeluargaan (homeroom) adalah teknik untuk mengadakan pertemuan dengan sekelompok siswa di luar jam-jam pelajaran dalam suasana kekeluargaan, dan dipimpin oleh guru atau konselor. Dalam hal ini yang ditekankan adalah terciptanya suasana yang penuh kekeluargaan seperti suasana di rumah yang menyenangkan dan akrab, sehingga siswa merasa aman dan diharapkan siswa bersedia mengungkapkan masalahnya yang tidak dapat diungkapkan di kelas pada waktu jam pelajaran bidang studi.

(35)

31

F. Tugas

1. Susun standar prosedur operasional bimbingan kelompok berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan atau standar kompetensi kemandirian peserta didik atau kasus/kejadian nyata di sekolah. Sistematika penyajian dalam bentuk tabel dengan isi: nomor, komponen, kegiatan, uraian kegiatan.

2. Susun rencana pelaksanaan layanan bimbingan kelompok berdasarkan hasil identifikasi kebutuhan atau standar kompetensi kemandirian peserta didik atau kasus/kejadian nyata di sekolah dengan menggunakan teknik bimbingan kelompok yang sesuai!

3. Susun transkrip/skenario tahapan bimbingan kelompok dengan teknik yang sesuai topik (sesuai rplbk nomor 2) sehingga sangat jelas implementasi teknik bimbingan yang digunakan!

Rubrik Penilaian

Aspek Bobot

Standar prosedur operasional bimbingan kelompok 30% Rencana pelaksanaan layanan bimbingan kelompok 30% Transkrip/skenario bimbingan kelompok dengan teknik yang sesuai

(36)

32

G. Tes Formatif

1. Perhatikan pernyataan-pernyataan di bawah ini:

1. Mendorong tiap anggota untuk mengungkapkan topik yang perlu dibahas

2. Menetapkan topik yang akan dibahas sesuai dengan kesepakatan bersama

3. Mendorong tiap anggota untuk terlibat aktif saling membantu 4. Melakukan kegiatan selingan berupa permainan kelompok 5. Mereview tujuan dan kesepakatan bersama

6. Memotivasi anggota untuk terlibat aktif dan mengambil manfaat dalam tahap inti

Langkah-langkah tahap inti pada pelaksanaan kegiatan bimbingan kelompok ditunjukkan nomor ....

a. 1,2,3 b. 4,5,6 c. 1,3,5 d. 4,5,6

2. Bimbingan kelompok bertujuan membantu peserta didik/konseli memperoleh pemahaman yang tepat tentang permasalahan sosial yang dialaminya dan dapat mengembangkan keterampilan interaksi sosial yang efektif, maka tepat menggunakan teknik ....

a. Diskusi kelompok b. Sosiodrama c. Psikodrama d. Home room

3. Bimbingan kelompok bertujuan mengenal peserta didik/konseli lebih dekat sehingga dapat membantunya secara efektif dan efsien, maka tepat menggunakan teknik ....

(37)

33 b. Sosiodrama

c. Psikodrama d. Home room

4. Bimbingan kelompok bertujuan membantu peserta didik/konseli memperoleh pengertian yang baik tentang diri sendiri sehingga dapat menemukan konsep diri, kebutuhan-kebutuhan, dan reaksi-reaksi yang tepat terhadap tekanan yang dialaminya, maka tepat menggunakan teknik ....

a. Diskusi kelompok b. Sosiodrama c. Psikodrama d. Home room

5. Perhatikan pernyataan di bawah ini:

1. untuk mengembangkan pengertian terhadap diri sendiri

2. agar siswa dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain 3. mengembangkan kesadaran tentang diri (self) dan orang lain 4. dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab

5. mengembangkan pandangan baru mengenai hubungan antara manusia 6. dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok

secara spontan

Tujuan bimbingan kelompok teknik diskusi kelompok ditunjukkan nomor ....

a. 1,2,3 b. 4,5,6 c. 1,3,5 d. 2,4,6

6. Program homeroom diciptakan suatu situasi yang bebas dan menyenangkan, sehingga murid-murid dapat mengutarakan perasaannya seperti di rumah. Fungsi utama dari homeroom yaitu untuk meningkatkan ....

(38)

34

a. kemampuan komunikasi dan sosialisasi murid b. kemampuan komunikasi dan koordinasi murid c. kemampuan sosialisasi dan koordinasi murid d. kemampuan berpendapat dan argumentasi murid

7. Perhatikan pernyataan di bawah ini:

1. untuk mengembangkan pengertian terhadap diri sendiri

2. agar siswa dapat menghayati dan menghargai perasaan orang lain 3. mengembangkan kesadaran tentang diri (self) dan orang lain 4. dapat belajar bagaimana membagi tanggung jawab

5. mengembangkan pandangan baru mengenai hubungan antara manusia 6. dapat belajar bagaimana mengambil keputusan dalam situasi kelompok

secara spontan

Tujuan bimbingan kelompok teknik sosiodrama ditunjukkan nomor .... a. 1,2,3

b. 4,5,6 c. 1,3,5 d. 2,4,6

8. Para siswa berbincang-bincang memecahkan masalah sosial di kelasnya atau di sekolahnya dengan harapan setiap siswa akan merasa terpanggil untuk mempelajari dan bertingkah laku sesuai dengan kaidah-kaidah yang berlaku.

Diskusi kelompok dengan penjelasan tersebut di atas, menggunakan tipe/bentuk ....

a. The social problem meeting b. The open-ended meeting

c. The educational-diagnosis meeting d. The educational-dialogis meeting

(39)

35

9. Penyajian peran dilakukan dengan cara mengenalkan peran sederhana yang merupakan representasi dari kehidupan sehari-hari yang dilakukan oleh konseli. Selain itu hal ini dapat dilakukan dengan cara melakukan secara simbolik akan aspek-aspek pribadi (intrapersonal) atau interpersonal secara dramatisir untuk dapat melihat dari sudut pandang berbeda.

Psikodram dengan penjelasan seperti di atas menggunakan teknik .... a. role reversal

b. amplifying c. role presentation d. modelling

10. Tujuan bimbingan kelompok untuk: 1) Menghilangkan perasaan kurang percaya diri dan rendah diri yang tidak sesuai dengan keadaan diri. Dan 2) Membiasakan diri untuk sanggup menerima dan menghargai orang lain. Apabila tujuan bimbingan kelompok seperti yang disebutkan di atas, maka teknik bimbinga kelompok yang digunakan ....

a. Psikodrama b. Sosiodrama c. Diskusi kelompok d. Hoomrome

(40)

36

Daftar Pustaka

Corey, G. (2012). Theory and Practice of Group Counseling, Eighth Edition. USA: BROOKS/COLE. https://doi.org/10.1016/B978-012673031-9/50018-6 Damayanti, F. L., Sudarmanto, R. G., & Rusman, T. (2013). Penerapan Model

Diskusi Kelompok dengan Menggunakan Media Handout untuk Meningkatkan Aktivitas dan Kreativitas. Jurnal Studi Sosial, 1(4). Djumhur, I., & Surya, M. (1975). Bimbingan dan Penyuluhan di Sekolah.

Bandung: CV Ilmu.

Kanti, W. N., & Sugiyo, S. (2014). Efektivitas Layanan Bimbingan Kelompok dengan Teknik Role Playing untuk Meningkatkan Komunikasi Interpersonal. Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application, 3(4).

Kusumaningrum, I. (2014). Meningkatkan Perilaku Prososial Rendah Melalui Layanan Penguasaan Konten dengan Teknik Sosiodrama. Indonesian Journal of Guidance and Counseling: Theory and Application, 3(3). Mugiarso, H. (2004). Bimbingan dan konseling. Semarang: UPT MKK UNNES. Prawitasari, J. E. (2011). Psikologi Klinis Pengantar Terapan Mikro dan Makro.

Erlangga. Jakarta: Erlangga.

Prayitno, E. A., & Amti, E. (2004). Dasar-Dasar Bimbingan dan Konseling. Rineka Cipta. Jakarta: Rineka Cipta.

Romlah, T. (2006). Teori dan Praktek Bimbingan dan Konseling. Malang: Universitas Negeri Malang.

Sukardi, D. K., & Kusmawati, N. (2008). Proses Bimbingan dan Konseling di sekolah. Jakarta: Rineka Cipta.

Sukerteyasa, I. P., Koyan, I. W., & Suarni, N. K. (2014). Pengaruh Penerapan Metode Diskusi Kelompok Berbasis Asesmen Diri (Self asessment) Dan Sikap Sosial Terhadap Prestasi Belajar Pkn Siswa Kelas XI SMK Negeri 4 Denpasar. Jurnal Penelitian Dan Evaluasi Pendidikan Indonesia, 4.

Winkel, W. S., & Hastuti, M. M. S. (2005). Bimbingan dan konseling di institusi pendidikan. Yogyakarta: Media Abadi.

(41)

37

Lampiran Kunci Jawaban Tes Formatif

1. A 2. B 3. D 4. B 5. C 6. A 7. D 8. A 9. C 10. B

Gambar

Tabel 1. Tahapan Bimbingan Kelompok

Referensi

Dokumen terkait

Corpus alienum di esofagus dapat berupa benda yang tajam, tumpul atau makanan yang tersangkut dan terjepit di esofagus karena tertelan, baik secara sengaja

Setelah admin melakukan login maka akan menampilkan menu-menu yang dapat diolah oleh admin seperti menu daftar anggota, menu data buku, menu transaksi yang meliputi

Kepada para peserta lelang yang keberatan atas penetapan pemenang ini diberikan kesempatan untuk mengajukan sanggahan secara tertulis sesuai ketentuan, yang ditetapkan dalam

anggota masyarakat setempat serta pendeta Jemaat GPM Negeri Soya. Sumber data sekunder yang dipakai dalam penelitian ini adalah. sejumlah dokumen-dokumen negri atau desa

listrik ( tariff adjustment ) pada tarif tenaga listrik yang disediakan oleh PT Perusahaan Listrik Negara (Persero).. sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri

Metode yang digunakan oleh orang tua dalam memberikan pendidikan seksualitas sangat bervariasi tergantung pada gangguan yang dialami anak, perkembangan mereka dan perilaku

Sejalan dengan itu, penulisan diarahkan dengan menyediakan perhitungan dengan menggunakan ratio-ratio sebagai salah satu teknik analisis penilaian laporan keuangan yang

Sebagai Negara yang memiliki hutan hujan tropis yang sangat luas penelitian mengenai keanekaragaman, karakteristik populasi maupun pola distribusi Jamur kelas Basidiomycetes