• Tidak ada hasil yang ditemukan

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA, LANDASAN TEORI, KERANGKA PEMIKIRAN DAN HIPOTESIS PENELITIAN

2.1. Tinjauan Pustaka

Mengingat minyak sawit adalah minyak nabati yang digunakan sebagai bahan mentah untuk memproduksi minyak goreng, sedangkan minyak goreng merupakan sembilan bahan pokok, maka sejak semula pemasaran minyak sawit dalam negeri mendapat perhatian dari pemerintah. Pada tahun 1970-an, kapasitas pengolahan minyak goreng dalam negeri adalah terbatas, sehingga penyaluran minyak kelapa sawit ke dalam negeri juga terbatas. Setelah itu pemerintah memberi fasilitas dan mendorong pembangunan pabrik pengolahan minyak goreng, sampai akhirnya terjadi kelebihan kapasitas. Untuk mengalokasikan CPO milik PTP Nusantara diserahkan kepada Kantor Pemasaran Bersama (KPB), sementara yang melakukan pengawasan terhadap harga adalah Menteri Perindustrian dan Perdagangan (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003).

Perumusan kebijaksanaan pengembangan dan pengelolaan industri minyak goreng mestilah dilakukan dengan perspektif “agribisnis”. Industri minyak goreng hanyalah salah satu komponen dari sistem agribisnis yang sangat luas, mulai dari usaha pertanian kelapa dan kelapa sawit bahan baku dari minyak goreng hingga industri yang menggunakan minyak goreng sebagai salah satu faktor produksinya maupun pedagang yang memasarkan minyak goreng untuk konsumsi rumah tangga. Kerangka berpikir yang mesti dijadikan sebagai pegangan ialah bahwa permasalahan industri pengolahan minyak goreng tidak hanya terletak pada industri minyak goreng itu sendiri, tetapi juga terletak di luar industri pengolahan minyak goreng tersebut (Amang, dkk, 1996).

(2)

Minyak goreng merupakan salah satu bahan makanan pokok yang dikonsumsi oleh seluruh lapisan masyarakat Indonesia, baik yang berada di pedesaan maupun di perkotaan. Oleh karena itu, minyak goreng dapat dikategorikan sebagai komoditas yang cukup strategis, karena pengalaman selama ini menunjukan bahwa kelangkaan minyak goreng dapat menimbulkan dampak ekonomis dan politis yang cukup berarti bagi perekonomian nasional. Sehubungan dengan itu, untuk menjamin ketersediaan minyak goreng dalam negeri yang dapat mencukupi kebutuhan masyarakat luas, pemerintah menerapkan kebijaksanaan khusus menyangkut taaniaga minyak goreng. Kebijaksanaan itu antara lain dalam bentuk pajak ekspor (Rantetana dan Sumaryanto, 1996).

Penelitian-penelitian sebelumnya

Susanto (2004) telah melakukan penelitian tentang ”Analisis Penawaran dan Permintaan Minyak Sawit Indonesia: Dampaknya terhadap Industri Minyak Goreng Indonesia”, dengan menggunakan analisis deskriptif dan analisis kuantitatif dengan pendekatan ekonometrika. Adapun hasil dari penelitian tersebut menyatakan bahwa apabila terjadi kenaikan harga bahan baku industri minyak goreng (CPO) maka harga minyak gorengpun akan naik, atau dengan kata lain harga minyak goreng berbanding lurus dengan harga CPO domestik. Secara teoritis hal ini sangat wajar, karena dengan naiknya salah satu harga input produksi maka perusahaan yang rasional akan menaikkan harga outputnya agar tetap dapat mempertahankan keuntungannya.

(3)

Pada penelitian yang dilakukan oleh Irawan (2006) yang melakukan penelitian tentang ”Integrasi Pasar Beras Indonesia” dengan menggunakan pendekatan model kointegrasi menghasilkan suatu kesimpulan bahwa pasar beras domestik dan pasar beras internasional saling terintegrasi yang berimplikasi bahwa setiap perubahan yang terjadi dalam pasar beras internasional akan berimbas pada harga pasar beras domestik.

Pada penelitian yang dilakukan oleh Marciano dan Suyanto (2006) tentang “Hubungan Jangka Panjang dan Jangka Pendek Ekonomi Makro dan Pasar Modal di Indonesia” dengan menggunakan pendekatan model Error Correction Model (ECM) menghasilkan suatu kesimpulan bahwa kebijakan tinkat suku bunga sebagai salah satu instrumen moneter memiliki dampak jangka pendek dan jangka panjang terhadap harga-harga saham di pasar mdal Indonesia.

Sedangkan penelitian yang dilakukan oleh Salomo dan Hutabarat (2007) tentang ”Peranan Perdagangan Internasional Sebagai Salah Satu Sumber Pertumbuhan Ekonomi Indonesia” dengan menggunakan pendekatan model kointegrasi menghasilkan suatu kesimpulan bahwa krisis sangat berpengaruh pada laju pertumbuhan ekonomi Indonesia secara keseluruhan pada tahun 2006, walau kemungkinan di waktu yang akan datang pengaruh akan hilang.

2.2. Landasan Teori

Minyak dan lemak nabati maupun hewani mempunyai sifat yang dapat saling menggantikan. Oleh karenanya, pola perdagangan produk minyak sawit (MKS/IKS) harus dibahas dalam konteks ekonomi minyak dan lemak dunia secara totalitas (Pahan, 2007).

(4)

Minyak kelapa sampai dengan tahun 1970-an merupakan pemasok utama minyak goreng dalam negeri. Produksi kopra yang cenderung turun menyebabkan tidak terjaminnya pasokan bahan baku bagi industri minyak goreng sehingga menimbulkan krisis minyak pada awal tahun 1970-an. Untuk mengatasi krisis ini, pemerintah mengambil kebijakan dengan mengatur pemasaran minyak di dalam negeri, terutama pengaturan kerja dan pengaturan alokasi penggunaan produksi. Pada tahun 1978, pemerintah mengeluarkan peraturan mengenai penetapan harga dengan tujuan menjaga stabilitas harga minyak goreng pada tingkat konsumen, mendorong ekspor produksi minyak nabati yang telah diproses, melindungi dan meningkatkan pendapatan petani kopra, serta menjamin keuntungan yang wajar bagi pabrik dan perkebunan (Pahan, 2007).

Dalam hal penetapan harga ada beberapa faktor internal yang mempengaruhi penetapan harga meliputi tujuan pemasaran perusahaan, strategi bauran pemasaran, dan organisasi pemasaran. Sebelum menetapkan harga, perusahaan seharusnya menetukan strategi atas produk tersebut. Jika perusahaan telah memilih pasar sasarannya dan mempromosikannya dengan baik, maka strategi bauran pemasarannya, termasuk harga, akan berjalan dengan baik. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi keputusan penetapan harga meliputi sifat penawaran dan permintaan, persaingan, dan elemen-elemen lingkungan lainnya. Ketika biaya menjadi dasar penetapan batas bawah harga, pasar dan permintaan menjadi dasar penetapan batas atasnya. Baik konsumen maupun pembeli industri menyamakan harga suatu produk atau jasa dengan manfaat dari memilikinya. Jadi, sebelum menetapkan harga, seorang pemasar harus memahami hubungan antara harga dan permintaan atas produknya (Kotler dan Amstrong, 2001).

(5)

Pengaturan alokasi produksi minyak kelapa sawit dalam negeri diatur melalui surat keputusan bersama (SKB) 3 Menteri, yaitu Menteri Pertanian, Menteri Perindustrian dan Menteri Perdagangan Nomor 275/KPB/XII/78 tanggal 16 Desember 1978 yang mengatur hal-hal sebagai berikut :

1. Jumlah produksi dan rencana ekspor.

2. Kapasitas dan kebutuhan masing-masing unit industri pengolahan lanjutan, seperti minyak goreng, sabun, dan lain-lain.

3. Pengawasan penyaluran minyak kelapa sawit ke industri pengolahan lanjutan. 4. Harga ditetapkan oleh pemerintah.

Berdasarkan SKB 3 Menteri tersebut, pengaturan alokasi produksi minyak kelapa sawit berdasarkan penggunaan dan harganya ditentukan sebagai berikut : 1. Harga minyak kelapa sawit untuk pembuatan minyak goreng ditetapkan di

Belawan.

2. Harga minyak kelapa sawit untuk operasi pasar berdasarkan minyak goreng dikurangi dengan biaya operasional.

3. Harga minyak kelapa sawit untuk industri hilir sama dengan harga ekspor FOB Belawan.

Alokasi Keperluan minyak kelapa sawit dalam negeri diatur oleh pemerintah melalui surat keputusan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri No. 22/DAGRI KP/T/83 yang merupakan perubahan dan penyesuaian surat keputusan yang pernah ditetapkan sebelumnya (1979), yaitu tentang pedoman dan petunjuk pelaksanaan teknis SKB 3 Menteri tentang tataniaga minyak sawit kebutuhan dalam negeri (Pahan, 2007).

(6)

Syarat-syarat penyerahan minyak kelapa sawit (MKS) dari produsen kepada industri dilaksanakan berdasarkan surat keputusan Dirjen Perdagangan Dalam Negeri yang pada pokoknya mengatur harga dan cara penyerahan MKS dari produsen kepada industri pengolah menurut lokasi industri maing-masing. MKS yang diperdagangkan berasal dari 2 sumber yaitu perkebunan negara (PNP/PTP) dan perkebunan swasta (PBSN/PBSA). Sesuai dengan kesepakatan di antara PNP/PTP, pemasaran MKS yang berasal dari mereka harus melalui Kantor Pemasaran Bersama (KPB), baik untuk konsumen dalam negeri maupun luar negeri. Untuk kebutuhan dalam negeri, KPB bisa langsung menjual ke industri pengolahan melalui jatah alokasi yang telah ditetapkan. Untuk konsumen luar negeri, pemasarannya melalui broker lokal yang selanjutnya berhubungan dengan badan pemasaran di luar negeri. Sementara, MKS dari perusahaan swasta, pemasaran untuk konsumen dalam negeri tetap harus melalui KPB, sedangkan untuk luar negeri dapat langsung berhubungan dengan importir atau agen luar negeri (Gambar 1) (Pahan, 2007).

(7)

merupakan saluran pemasaran untuk PNP/PTP merupakan saluran pemasaran untuk swasta

Gambar 1. Saluran Pemasaran Minyak Kelapa Sawit Indonesia menurut SKB 3 Menteri Nomor 275/KPB/XII/78

Dilihat dari harga minyak kelapa sawit yang bersifat fluktuatif, hal ini lebih disebabkan oleh goncangnya pasokan yang disebabkan oleh faktor internal yaitu terganggunya produksi minyak kelapa sawit dan kopra di dalam negeri serta faktor eksternal yaitu harga minyak kelapa sawit di pasar internasional yang tinggi sehingga merangsang ekspor minyak kelapa sawit dalam jumlah besar. Pembentukan harga minyak kelapa sawit sangat ditentukan oleh situasi perdagangan di luar negeri (Pahan, 2007).

Perusahaan Swasta PNP/PTP

Importir Luar Negeri

Broker Lokal

Badan Pemasaran Luar Negeri

Kantor Pemasaran Bersama

Konsumen Luar Negeri

Konsumen Dalam Negeri

(8)

Analisis kenaikan harga minyak kelapa sawit di pasar dunia biasanya selalu diakibatkan oleh isu jelek yang mengakibatkan gagalnya panen komoditi lain seperti kedelai, bunga matahari dan canola. Naiknya harga minyak kelapa sawit terutama disebabkan oleh berkurangnya pasokan minyak nabati lainnya (Pahan, 2007).

Upaya untuk menentukan harga minyak sawit untuk dijual ke luar negeri dapat dilakukan melalui open tender atau dengan cara competitive bidding. Cara melalui Competitive bidding dapat diatur pemerataan daerah pemasaran dan pengarahan pemasaran ke pasar-pasar baru. Karena itu dalam strategi pemasaran seharunya diusahakan penjualan langsung antara produsen dengan konsumen. Jika ada keluhan antara kedua belah pihak dapat segera dikomunikasikan dan dirundingkan jalan keluarnya (Mangoensoekarjo dan Semangun, 2003).

Secara umum dapat diindikasikan bahwa pengembangan agribisnis kelapa sawit masih mempunyai prospek, ditinjau dari prospek harga, ekspor dan pengembangan produk. Secara internal, pengembangan agribisnis kelapa sawit didukung potensi kesesuaian dan ketersediaan lahan, produktivitas yang masih dapat meningkat dan semakin berkembangnya industri hilir. Dengan prospek dan potensi ini, arah pengembangan agribisnis kelapa sawit adalah pemberdayaan di hulu dan penguatan di hilir (Tambunan, 2003).

Pada penelitian ini alat analisis yang digunakan adalah model pendekatan kointegrasi. Kointegrasi adalah adalah suatu alat uji yang dilakukan untuk mendeteksi stabilitas hubungan jangka panjang dua variabel atau lebih. Model ini juga menggambarkan peramalan dari hubungan data runtut waktu untuk peramalan jangka pendek (Sudjono, 2007).

(9)

Ada beberapa permasalahan pokok yang muncul dari data runtut waktu. Permasalahan pokok pertama yang dihadapi oleh data runtun waktu adalah mengenai apakah data tersebut stasioner atau tidak. Data yang stasioner maksudnya adalah data yang memiliki nilai rata-rata dan varian observasi yang konstan. Apabila data yang diperoleh tidak konstan maka dikhawatirkan regresi yang kita buat adalah regresi palsu (Pratomo dan Hidayat, 2007).

Permasalahan kedua dari data runtun waktu adalah munculnya fenomena

random walk terutama untuk data runtun waktu finansial seperti harga saham.

Misalnya saja harga suatu saham pada esok hari merupakan harga hari ini ditambah dengan error term-nya. Oleh karena banyaknya masalah yang dapat muncul dari data yang tidak stasioner, maka sebelum diregresi ada baiknya data tersebut telah stasioner. Dari data yang stasioner nantinya akan diperoleh kointegrasi, yakni dimana diperoleh kondisi keseimbangan jangka panjang dan juga dapat dianalisis keseimbangan jangka pendeknya dengan menggunakan analisis Error Correction Model (ECM) (Pratomo dan Hidayat, 2007).

Adapun cara menganalisisis dengan pendekatan model kointegrasi menurut Greene (2003) dipaparkan sebagai berikut. Dalam analisis kointegrasi ada 3 langkah uji yang harus dilakukan yaitu :

1. Uji akar unit 2. Uji kointegrasi

3. Melihat Error Correction Model (ECM).

Langkah awal adalah membuat model persamaan regresi. Adapun model regresinya adalah sebagai berikut :

t t

t X

(10)

1. Uji Akar Unit

Setelah ada model persamaan kemudian dilakukan uji kar unit sebagai langkah pertama dalam uji kointegrasi. Dalam hal ini diasumsikan bahwa variabel Y dan X stasioner sehingga menghasilkan error term yang juga stationer. Uji stationarity dari variabel-variabel Y dan X dapat dilakukan melalui analisis

Auxiliary Regression (1)

Dalam hal ini diasumsikan bahwa error term nya stationer (random, dengan expected value 0 dan variance σ2). Jika -1<ρ<1, maka proses Auxiliary

Regression (1) tersebut adalah stasioner.

Uji stasioner melalui proses Auxiliary Regression (1)nya diperkenalkan oleh Dickey-Fuller (1987). Jika diketahui Auxiliary Regression (1) :

H0 :  = 1 menyatakan bahwa variabel Y non stasioner, sehingga penolakan terhadap H0 membuktikan bahwa variabel Y stationer. Cara pengujiannya melalui:

Dimana H0 : λ = 0 setara dengan ρ = 1

Jika setelah turunan pertama variabel tidak juga stasioner maka dilakukan dengan menggunakan uji Augmented Dickey Fuller (ADF), dimana dapat dinyatakan dalam persamaan berikut :

∆Yt = 0+ 1T + ( 1– 1) Yt-1 +

k i 1 βi∆Yt-i + Єt ………(1) t t t y e y 1t t t y e y 1t t t t t y y y e y1 11

t t t t t y e y e y       1 1 1

(11)

Dimana: ∆ = first difference operator,

Yt = variabel harga pada waktu t 0, 1 ,βi = koefsien

T = time trend

k = jumlah lag

Єt = error term

Jika hipotesa nol (Ho) 1 = 1 – 1 = 0 diterima, maka Yt dikatakan tidak

stasioner.

Setelah dilakukan uji stasioner kemudian akan dilakukan uji kointegrasi. Jika terbukti bahwa X dan Y mencapai kondisi stationer pada jumlah derivasi yang sama (level yang sama/orde yang sama), maka uji diteruskan ke uji kointegrasi.

2. Uji Kointegrasi

Langkah kedua yang harus dilakukan adalah menentukan apakah dalam persamaan yang digunakan terdapat kointegrasi atau tidak. Uji Kointegrasi bertujuan mengetahui apakah terdapat hubungan jangka panjang antara variabel X dengan Y, sehingga dapat digunakan dalam sebuah persamaan (Munadi, 2007).

Kointegrasi menyatakan bahwa pada jangka panjang (long-term) variabel-variabel dalam regresi tidak akan bergerak semakin menjauh (perbedaan pada kombinasi linearnya tidak semakin besar atau stasioner).

(12)

Eagle dan Granger (1987) menyarankan metode uji dengan 2 langkah: 1. Estimasi persamaan dan simpan error term.

2. Estimasi regresi auxiliary yaitu Auxiliary Regression (1) error term

Auxiliary regression:

H0 : θ = 1 menyatakan bahwa error term non stationer, sehingga penolakan terhadap H0 membuktikan bahwa error term stationer dimana Y dan X terkointegrasi. Jika ada kointegrasi antara variabel Y dan X maka uji dilanjutkan ke uji error correction model (ECM) namun bila tidak terdapat kointegrasi antara variabel Y dan X, maka pengujian hanya sampai pada uji kointegrasi saja atau dapat dilanjutkan dengan menambah beberapa variabel lain yang berhubungan dengan variabel yang telah dikointegrasikan.

3. Error Correction Model (ECM)

Jika terbukti ada kointegrasi antara variabel Y dan X langkah ke tiga adalah membuat error correction model untuk menguji apakah memang tidak terdapat hubungan antar variabel tersebut atau hanya terdapat disekuilibrium error dari sampel yang diobservasi.

Error correction model adalah model yang menunjukkan apakah error

atau deviasi dari Long Run ekuilibrium akan dikoreksi secara gradual melalui

a series of partial Short Run adjustment. Artinya, jika proses koreksi berjalan,

maka hubungan kedua variabel tersebut akan converge ke cointegrating

relationship-nya dengan tetap membiarkan Short Run dynamics-nya.

t t

t

(13)

Dari model regresi :

Kurangkan dari kedua sisi, tambahkan dan kurangkan dari sisi kanan, maka akan diperoleh :

Dari :

Untuk menguji proses stasioner tersebut, maka persamaan di atas dimodifikasi menjadi :

Pada Long Run ekuilibrium :

= merupakan speed of adjustment, sedangkan β = menunjukkan Short Run dynamics

2.3. Kerangka Pemikiran

Jual beli TBS tandan buah segar terjadi antara perkebunan rakyat, Pola PIR dan perusahaan swasta yang mempunyai pabrik pengolahan kelapa sawit (PKS). Dalam penentuan harga TBS ada dua cara, yakni dengan cara lama dan cara baru. Cara lama yaitu dengan penetapan harga TBS yang langsung ditetapkan oleh pihak pengegelola (pembeli) terhadap pihak penjual. Sedangkan cara baru dengan menerapkan humus harga TBS yang ditetapkan pemerintah, dimana harga pembelian TBS ditetapkan setip bulan berdasarkan harga riil rata-rata tertimbang CPO sesuai realisasi penjualan ekspor dan lokal.

t t t X Y 1  t Y 1Xt1

t t

t t t X Y X Y  1 1

t t

t t t X Y X Y 1 1

t t

t t t t t t t t t t X Y X Y X Y X X Y Y                     1 1 1 1 1 1 0 

(14)

Harga CPO (Crude Palm Oil) di pasar internasional dapat dikatakan memiliki hubungan dengan dengan harga CPO di pasar domestik. Tren penggunaan minyak sawit mentah sebagai bahan baku bahan bakar nabati (biodiesel) telah mendorong secara signifikan permintaan CPO di pasar internasional. Industri pangan dan industri biodisel sekarang mulai memperebutkan bahan baku CPO yang menyebabkan harga minyak goreng di dalam negeri melambung tinggi. CPO makin digandrungi dunia industri, selain diolah untuk menghasilkan berbagai produk turunan di bidang pangan, negara-negara maju menganggap CPO diolah menjadi biodisel sebagai pengganti minyak bumi, yang akhirnya membuat harga CPO di pasar internasional cukup tinggi.

Seiring dengan hal di atas maka minyak sawit mentah (CPO) Indonesia mengalir deras membanjiri pasar ekspor. Pihak prosesor minyak goreng domestik kesulitan memperoleh CPO dan akhirnya menyebabkan harga minyak goreng naik secara signifikan.

Untuk itu maka dilakukan penelitian untuk mengetahui lebih jauh bagaimana hubungan antara harga CPO internaional, harga CPO domestik dan harga minyak goreng domestik. Pada penelitian ini alat analisis yang digunakan adalah model kointegrasi dengan menggunakan program Eviews 5.0. Kointegrasi adalah adalah suatu alat uji yang dilakukan untuk mendeteksi stabilitas hubungan jangka panjang antara harga CPO internasional, harga CPO domestik dan harga minyak goreng domestik.

(15)

Gambar 2. Skema Kerangka Pemikiran Harga Tandan Buah Segar

(TBS)

Pasar Domestik

Harga Minyak Goreng Domestik

Pasar Internasional Harga Crude Palm Oil

(16)

2.4. Hipotesis Penelitian

Adapun hipotesis penelitian adalah :

1. Ada kointegrasi harga minyak goreng domestik dengan harga CPO (Crude

Palm Oil) internasional.

2. Ada kointegrasi harga minyak goreng domestik dengan harga CPO (Crude

Palm Oil) domestik.

3. Ada kointegrasi harga CPO (Crude Palm Oil) domestik dengan harga CPO (Crude Palm Oil) internasional.

Gambar

Gambar 1. Saluran Pemasaran Minyak Kelapa Sawit Indonesia menurut SKB 3 Menteri Nomor 275/KPB/XII/78
Gambar 2. Skema Kerangka PemikiranHarga Tandan Buah Segar

Referensi

Dokumen terkait

Sebelum teknik guludan ini diperkenalkan, penanaman mangrove pada lahan-lahan yang tergenang air yang cukup dalam dilakukan dengan menggunakan drum bekas minyak tanah

Jika tekanan darah dalam ventrikel kanan lebih besar dari darah di atrium kanan, daun katup akan menutup dan mencegah aliran balik ke dalam atrium kanan.. Katup bikuspid

Judul Skripsi : Pengaruh Jenis Nutrisi Terhadap Pertumbuhan Tiga Kultivar Sawi Pakchoy (Brassica rapasinensi L.) Pada Budidaya Hidroponik Sistem NFT.. Skripsi ini

Skripsi ini ditulis dalam rangka memenuhi sebagai persyaratan untuk memperoleh gelar sarjana pendidikan pada Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar Fakultas

Pertumbuhan, hasil dan kualitas pucuk teh yang baik pada ketinggian 980 m dpl menunjukkan bahwa perkebunan daerah sedang merupakan tempat yang optimal bagi tanaman teh.. Hal ini

Banyak anak yang bertanya soal yang tidak mereka ketahui sehingga kelas menjadi gaduh.. Memberikan penjelasan terkait soal yang belum dipahami di

Dikatakan semakin baik karena lamanya penjualan persediaan barang dagang dapat dijual dalam jangka waktu yang relatif semakin singkat sehingga perusahaan tidak

Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh senyawa 2’,4’-dimetil-3,4- metilendioksikalkon dari 2,4-dimetilasetofenon dan piperonal melalui reaksi kondensasi Claisen-Schmidt