BAB IV
PEMECAHAN MASALAH
4.1. Metodologi Pemecahan Masalah
Untuk dapat mencapai hasil yang diinginkan dalam menentukan parameter kinerja bagi PT Indonesia Power Unit Bisnis Pembangkitan Kamojang sehingga parameter tersebut dapat digunakan dalam mengendalikan kinerja perusahaan yang bermuara pada peningkatan daya saing perusahaan, maka diperlukan suatu metodologi pemecahan masalah yang tersistematis yang mampu menghasilkan solusi atau rekomendasi yang paling sesuai dengan kondisi lingkungan PT Indonesia Power baik internal maupun eksternal.
Langkah awal dari penelitian ini adalah melakukan diagnosa terhadap PT. Indonesia Power mengenai permasalahan dalam perusahaan ataupun terhadap kondisi kondisi yang dapat menimbulkan potensi permasalahan. Langkah ini dapat dibagi menjadi dua, pertama, formulasi profil serta proses bisnis perusahaan yang bertujuan untuk mendapatkan pemahaman integral tentang PT Indonesia Power pada umumnya dan UBP Kamojang pada khususnya. Formulasi tersebut disusun dengan menggunakan teknik pengumpulan data data primer maupun skunder yang dimiliki oleh perusahaan. Selanjutnya formulasi permasalahan dapat disusun dalam bentuk pertanyaan mengenai sistem pengukuran kinerja pada unit bisnis serta indikator yang dapat mendukung sistem pengukuran kinerja tersebut.
Untuk dapat menjawab permasalahan tersebut, dasar teori yang akan digunakan sebagai referensi adalah Performance Prism dan juga pustaka pustaka lainnya yang terkait dengan manajemen kinerja. Berdasar referensi tersebut, metode penelitian yang digunakan adalah performance prism, dengan pertimbangan metode ini merupakan sistem pengukuran kinerja yang paling komprehensif sampai dengan saat ini dan mencakup berbagai aspek kepentingan stakeholders, satu hal yang dipandang paling
sesuai dengan bentuk perusahaan PT Indonesia Power yang tercatat sebagai satu Badan Usaha Milik Negara anak perusahaan PT. PLN (Persero). Performance prism mengharuskan adanya pengidentifikasian terhadap stakeholder utama mengenai aspek aspek berikut (Neely, Adams, & Kennerley, 2002): 1. Stakeholders Satisfaction, dilakukan untuk mengetahui faktor faktor apa saja yang mampu menimbulkan nilai tambah bagi stakeholders.
2. Stakeholders Contribution, dilakukan untuk mengetahui kontribusi yang dapat diberikan oleh stakeholders kepada perusahaan.
3. Strategy, dilakukan untuk mengetahui strategi apakah yang sesuai untuk dapat mewujudkan kepuasan bagi stakeholders, dan di sisi lain dapat mengoptimalkan kontribusi stakeholders tersebut bagi perusahaan.
4. Process, dibutuhkan untuk mengetahui proses yang mendukung pencapaian strategi yang telah ditetapkan.
5. Capability, dibutuhkan untuk menentukan kapabilitas yang perlu dimiliki agar dapat melaksanakan proses mendukung strategi yang diimplementasikan.
Setelah lima aspek tersebut telah diidentifikasi maka akan dilakukan identifikasi terhadap Key Performance Indicator (KPI) yang akan digunakan sebagai parameter kinerja PT. Indonesia Power UBP Kamojang. Hasil identifikasi tersebut akan diverifikasi dan divalidasi oleh para ahli yang telah tergabung dalam tim evaluator kinerja unit bisnis.
Pembobotan terhadap parameter kinerja dilakukan oleh wakil‐wakil sesuai bidang tugasnya dalam struktur organisasi melalui media kuesioner. Hasil tabulasi kuesioner yang ada diolah lebih lanjut berdasar metode Analytic Hierarchy Process (AHP) dengan menggunakan perangkat lunak “Expert Choice V.11”. Bobot yang didapat akan diterapkan dalam sistem pengukuran kinerja dipadu dengan scoring berdasar metode Objective Matrix (OMAX). Diharapkan dari hasil pengolahan data ini akan diperoleh pembobotan dan scoring KPI yang sesuai dengan lingkungan bisnis PT. Indonesia
Power UBP Kamojang. Berikut di bawah ini adalah skema metodologi pemecahan masalah.
Diagnosis Perusahaan
Analisa deskriptif permasalahan ataupun kondisi kondisi yang dapat menimbulkan potensi permasalahan
dalam perusahaan
Formulasi Profil & Proses Bisnis Perusahaan
Bertujuan untuk mendapatkan pemahaman integral tentang perusahaan. Formulasi disusun menggunakan teknik pengumpulan data primer
dan skunder yang dimiliki oleh perusahaan
Formulasi Permasalahan
Permasalahan perusahaan dapat dirumuskan dalam bentuk pertanyaan berikut: Bagaimanakah
perencanaan dan desain sistem pengukuran kinerja pada unit bisnis berdasar performance prism, serta parameter apa saja yang akan
digunakan dalam sistem tersebut?
Studi Pustaka
Literatur yang digunakan adalah; The Performance Prism (Neely et al,
2002), Manajemen Kinerja (Wibisono, 2006), dan referensi
lainnya yang relevan
Perumusan Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah performance prism, dengan pertimbangan metode ini merupakan metode pengukuran
kinerja yang komprehensif dan mencakup berbagai aspek kepentingan stakeholders
Identifikasi Stakeholders Satisfaction
Dilakukan untuk mengetahui faktor faktor apa sajakah yang mampu
menimbulkan value bagi stakeholders
Identifikasi Proses
Dibutuhkan untuk mengetahui proses proses yang dapat mendukung pencapaian strategi yang telah ditetapkan oleh perusahaan
Identifikasi Kapabilitas
Dibutuhkan untuk menentukan kapabilitas yang perlu dimiliki agar dapat melaksanakan proses guna mendukung implementasi strategi
Identifikasi Strategi
Dilakukan untuk mengetahui strategi apakah yang sesuai untuk dapat mewujudkan kepuasan stakeholder dan mengoptimalkan kontribusinya
Identifikasi Stakeholders Contribution
Dilakukan untuk mengetahui kontribusi yang dibutuhkan perusahaan dari para stakeholdernya
Identifikasi dan Verifikasi Parameter Kinerja
Identifikasi dilakukan dengan melakukan wawancara dengan responden dan studi terhadap sistem pengukuran kinerja yang telah
dijalankan perusahaan, selanjutnya akan dilakukan verfikasi untuk memilah parameter kinerja yang sesuai
Pembobotan dan Scoring Parameter Kinerja
Bobot masing masing parameter kinerja ditentukan melalui tabulasi kuesioner terhadap responden ahli yang diolah lebih lanjut dengan GAP Analysis dan AHP. Bobot tersebut akan digunakan dalam pola
penilaian kinerja unit dengan menggunakan metode OMAX
Rekomendasi dan Saran
Diharapkan penelitian ini menghasilkan rekomendasi yang dapat dipergunakan oleh perusahaan dalam penerapan sistem manajemen kinerja secara lebih terarah guna mendukung pencapaian tujuan dan
4.2. Analisa dan Pembahasan
Sesuai dengan tema penulisan yakni redesain sistem pengukuran kinerja, maka terdapat beberapa tahapan fundamental yang harus ditempuh sebagaimana dikemukakan oleh Wibisono (2006a). Tahap-tahap tersebut adalah tahap fondasi, tahap informasi dasar, tahap perancangan, tahap penerapan, dan tahap penyegaran, yang digambarkan dalam bagan berikut.
Gambar 4.2. Tahapan Fundamental Perancangan Sistem Manajemen Kinerja
Fondasi : Pedoman Prinsip INFO RM ASI LIN GK UN G AN USAH A
VISI M ISI STR ATE GI
K ERAN GK A K ERJ A (FR AM E WO RK) SISTEM M ANAJEM EN K INERJA
INDUSTRI, PEM ERINT AH DAN M ASY AR AK AT PASAR DAN PESAIN G PRODUK DAN JASA VARIAB EL
K INERJA KETERK AIT A N KAJI B ANDIN G (BENCHM ARK ) K E L U ARA N O R G A NIS A S I K E MA MP U A N S U MBE R P R O S ES INT E RNAL S E B A B AK IB AT BO BO T K E BE RP E N G A RUH AN INT E RNAL E K S T ER N A L
PENG K AJIAN ULANG DAN PEM UTAK HIRAN
TA HAP 0 IN F O RMAS I DAN P E NG ETA HU AN TERK IN I TA H A P 2 : P E R ANCAN G AN TA H A P 3 : P E NE RAP AN TA H A P 4 : P E NYE G A RA N TA H A P 1 : INF O RM ASI DA S A R TIND AK L ANJU T SOSIAL ISASI P E LATIHAN
L AP ORAN SUM B ER DAYA PM S SA AT INI DIS P L A Y RAS IO M /B MO D IF IK A S I PR OS E S E VALU AS I P E NG U K URAN DIA G NO S IS TINDAK LANJUT
Tampak dalam gambar tersebut, tahap 0 adalah pembentukan fondasi atau pedoman prinsip. Wibisono (2006a) lebih lanjut menjelaskan bahwa fondasi yang dimaksud adalah Kemitraan, Pemberdayaan, Perbaikan kinerja yang terintegrasi, dan Tim yang mandiri. Dalam hal ini, sistem pengukuran kinerja berbasis Performance Prism pun secara tersirat mengutamakan fondasi kemitraan terutama di antara para stakeholder perusahaan. Ini dapat dilihat pada lima perspektif yang terdapat pada Performance Prism yang bersinergi secara bersama untuk pencapaian kinerja perusahaan.
Tahap selanjutnya adalah Informasi Dasar, penulis memandang pada tahapan inilah “state of the art” sebuah sistem pengukuran kinerja terletak karena pembentukan informasi dasar akan sangat mempengaruhi apakah sebuah sistem pengukuran kinerja berada pada jalur yang semestinya dan dapat membantu pencapaian tujuan sebuah perusahaan. Sebuah perumusan informasi yang salah mungkin akan membuat waktu yang digunakan dalam pencapaian tujuan menjadi lebih lama atau bahkan tidak tercapai sama sekali, sebaliknya apabila informasi tersebut diperoleh dari hasil perumusan dan pengolahan yang tepat. Performance Prism memberikan kerangka informasi inti yang harus didapat oleh perusahaan dari para stakeholder‐nya untuk kemudian dijabarkan dalam sistem pengukuran kinerja. Perumusan informasi dalam kerangka Performance Prism (Neely, Adams, & Kennerley, 2002) diawali dengan melakukan identifikasi terhadap stakeholder perusahaan mengenai Stakeholders Satisfaction dan Stakeholders Contribution.
Tahap Ketiga merupakan tahap penerapan dengan menuangkan informasi dasar untuk membentuk visi dan misi perusahaan dan menjalankan strategi yang sesuai, yang selanjutnya disusun secara sistematis pada kerangka kerja (framework) sistem pengukuran kinerja. Sejalan pula dengan hal tersebut, pada kerangka kerja Performance Prism, Stakeholder Satisfaction dan Stakeholders Contribution berusaha dicapai dengan melakukan identifikasi strategi yang sesuai, melakukan pengendalian terhadap proses proses terkait strategi tersebut dan memenuhi kapabilitas yang dipersyaratkan untuk
pembuatan variabel atau parameter pengukuran dapat disusun dengan tetap mempertahankan keterkaitan antara parameter dengan hasil identifikasi serta melakukan benchmark sebagai bahan pembanding kinerja perusahaan. Pada saat penerapan ini harus diuji apakah Sistem Manajemen Kinerja tersebut telah dapat mengakomodasikan 4 hal utama yaitu pengukuran, evaluasi, diagnosis dan tindak lanjut yang diperlukan jika kinerja perusahaan/organisasi menyimpang dari standar yang telah ditetapkan (Wibisono; 2006a).
Tahap terakhir dari siklus sistem pengukuran kinerja adalah Tahap Penyegaran yang merupakan evaluasi berkelanjutan terhadap sistem yang sedang berjalan yang ditujukan untuk melihat apakah sistem yang ada masih sesuai dengan perubahan perubahan yang terjadi di lingkungan stakeholder perusahaan.
4.2.1. Identifikasi 5 Sisi Performance Prism pada PT. Indonesia Power UBP Kamojang
Sebelum dilakukan identifikasi performance prism, terlebih dahulu harus diketahui siapa saja yang menjadi stakeholder sebuah perusahaan, dan secara umum stakeholder dibagi dalam lima kelompok utama yaitu; Investor, Pelanggan, Pegawai, Supplier, serta Pemerintah dan Lingkungan sekitar. Berikut adalah gambar stakeholder PT. Indonesia Power UBP Kamojang. Gambar 4.3. Stakeholder PT Indonesia Power UBP Kamojang PT. Indonesia Power UBP Kamojang Kantor Pusat PENDANAAN PT. PLN P3B PELANGGAN Karyawan UBP Kamojang & Pers.
Pegawai PEGAWAI Mitra dan pabrikan
penyedia barang & jasa SUPPLIER Pemerintah & masyarakat sekitar pembangkitan PEMERINTAH & LINGKUNGAN
Selanjutnya identifikasi lima sisi Performance Prism akan dilakukan berdasar kelompok stakeholder tersebut, yang masing masing akan meliputi identifikasi Stakeholder Satisfaction, identifikasi Stakeholder Contribution, identifikasi Strategy, identifikasi Process, dan identifikasi Capability. Adapun proses identifikasi tersebut dapat dipandu berdasar lima pertanyaan berikut;
1. Apakah yang diinginkan serta dibutuhkan kelompok stakeholder dari PT. Indonesia Power UBP Kamojang?
2. Apakah yang diinginkan serta dibutuhkan PT. Indonesia Power UBP Kamojang dari kelompok stakeholder ini?
3. Strategi apakah yang dapat digunakan untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan tersebut?
4. Proses manakah yang berhubungan dengan pelaksanaan strategi di atas? dan 5. Kapabilitas apa yang harus dikembangkan dan dipelihara oleh PT. Indonesia
Power UBP Kamojang?
4.2.1.1. Kelompok Stakeholder 1: Kantor Induk
Sebagai sebuah unit bisnis pembangkitan, PT Indonesia Power UBP Kamojang tidak memiliki hubungan langsung dengan investor, dan untuk kepentingan perancangan sistem manajemen kinerja, kelompok stakeholder investor digantikan oleh Kantor Induk PT. Indonesia Power yang dalam hubungan kerjanya merupakan penyedia dana bagai proses operasional unit bisnis. Pun demikian secara tidak langsung Kantor Induk memiliki kepentingan terhadap performa unit salah satunya untuk menarik Investor dalam melakukan investasi di bidang pembangkitan listrik.
Berikut adalah tabel yang berisikan identifikasi terhadap Kantor Induk sebagai kelompok stakeholder pertama.
Tabel 4.1. Identifikasi Performance Prism terhadap Kelompok Kantor Induk
A. •
• Konsistensi pemenuhan harapan oleh manajemen • Distribusi hasil kegiatan dan kinerja
• Optimalisasi laba
• Ketaatan terhadap kebijaksanaan perusahaan
B. • Modal kerja dan modal pengembangan (Anggaran)
• Pembagian resiko secara bersama • Sumbang saran dan umpan balik
C. • Efisiensi dan efektivitas biaya
• Penciptaan pembangkit prima • Penyusunan RKA unit jangka panjang
• Pengelolaan sumber daya untuk menghasilkan laba • Evaluasi pemenuhan kewajiban terhadap pusat
D. •
• Tata administrasi dan keuangan perusahaan • Perencanaan dan tata kelola perusahaan •
• Pengelolaan aneka usaha
E. • Kepemimpinan
•
• Manajemen resiko
• Fokus pasar dan positioning • Manajemen pemeliharaan (ProHAR)
• Pengendalian administrasi (Teleska; ProDIN)
Kelengkapan dan ketepatan data sebagai alat evaluasi Apakah yang diinginkan serta
dibutuhkan kelompok stakeholder
dari PT. Indonesia Power UBP Kamojang?
KANTOR INDUK
NO URAIAN KELOMPOK STAKEHOLDER
Apakah yang diinginkan serta
dibutuhkan PT. Indonesia Power UBP Kamojang dari kelompok
stakeholder ini?
Strategi apakah yang dapat digunakan
untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan tersebut?
Proses manakah yang berhubungan
dengan pelaksanaan strategi di atas?
Pemeliharaan dan perawatan peralatan pembangkitan
Kapabilitas apa yang harus
dikembangkan dan dipelihara oleh PT. Indonesia Power UBP Kamojang?
Tinjauan dan evaluasi manajemen terhadap kinerja perusahaan
Sistem Pengendalian keuangan (APARCM, ProTAN, ProANG, ProMON)
4.2.1.2. Kelompok Stakeholder 2: Pelanggan
Kelompok berikutnya adalah pelanggan. Dalam sistem Single Buyer Multi Seller yang diberlakukan di Indonesia, pelanggan tunggal sistem jual beli energi listrik tidak lain adalah PT. PLN (Persero) yang dalam hal ini ditangani langsung oleh P3B sebagai penyalur dari pembangkitan kepada bagian distribusi. Sedangkan pelanggan lainnya merupakan pelanggan dari sektor non‐core business dan jumlahnya sangatlah sedikit. Di dalam UBP Kamojang, pelanggan tersebut merupakan pelanggan tidak tetap dari bisnis aneka usaha, antara lain penginapan, penyewa peralatan, dan lain‐lain. Berikut tabel identifikasi pelanggan.
Tabel 4.2. Identifikasi Performance Prism terhadap Kelompok Pelanggan
A. • Ketepatan - Kualitas produk sesuai harapan
• •
• Mudah - Kemudahan untuk melakukan transaksi
B. • Laba - margin keuntungan untuk re-investasi
• Pertumbuhan - peningkatan penjualan •
•
C. • Peningkatan jam operasi pembangkit
• Perumusan harga secara tepat • Pelayanan terhadap pelanggan utama • Peningkatan kualitas produk
• Peningkatan keandalan pembangkit
D. • Tata operasional dan niaga pembangkitan
• Pemeliharaan pembangkitan
• Bidding energi dan kontrak kapasitas pembangkit • Pembinaan jaringan kerja
• Perencanaan dan tata kelola perusahaan
E. • Sistem manajemen mutu
• Sistem operasi dan niaga (ProNIA) • Manajemen hubungan pelanggan • Manajemen harga
• Pelayanan teknis
Proses manakah yang berhubungan
dengan pelaksanaan strategi di atas?
Kapabilitas apa yang harus
dikembangkan dan dipelihara oleh PT. Indonesia Power UBP Kamojang? Apakah yang diinginkan serta
dibutuhkan PT. Indonesia Power UBP Kamojang dari kelompok
stakeholder ini?
Strategi apakah yang dapat digunakan
untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan tersebut?
Opini - umpan balik dan saran untuk kemajuan perusahaan
Kepercayaan - akses terhadap informasi yang dibutuhkan perusahaan
NO URAIAN
Murah - harga yang wajar sesuai dengan produk dan jasa
Apakah yang diinginkan serta
dibutuhkan kelompok stakeholder
dari PT. Indonesia Power UBP Kamojang?
PELANGGAN
Cepat - Ketepatan atau kecepatan serta keandalan pengiriman produk
KELOMPOK STAKEHOLDER
4.2.1.3. Kelompok Stakeholder 3: Pegawai
Pegawai merupakan aset yang sangat berharga bagi perusahaan, dalam hal ini yang termasuk dalam kelompok stakeholder PT Indonesia Power UBP Kamojang adalah 325 karyawan dan karyawati yang tercatat sebagai pegawai tetap perusahaan. Pegawai tersebut terikat dalam sebuah wadah yakni Persatuan Pegawai UBP Kamojang, yang berdiri sebagai mitra bagi perusahaan. Suara pegawai seringkali diwakili oleh perwakilan mereka dalam Persatuan Pegawai, dan komunikasi intens antara Perusahaan dan Pegawai terbina dalam wadah ini. Adapun identifikasi terhadap kelompok stakeholder ini dapat dilihat pada tabel di halaman berikut.
Tabel 4.3. Identifikasi Performance Prism terhadap Kelompok Pegawai
A. •
• •
• Upah - Total paket kompensasi
B. • Tenaga - Keahlian, produktivitas, fleksibilitas • Hati - Loyalitas, komitmen, pengalaman, moral • Pikiran - Kualifikasi, pengetahuan, kerjasama •
C. • Membangun budaya perusahaan yang dibutuhkan
• Mempertahankan dan membentuk SDM unggul • Menarik dan merekrut SDM terbaik
• Pengembangan saluran komunikasi pegawai • Penciptaan iklim kondusif dalam bekerja
D. • Monitoring penerapan budaya perusahaan
• Pendidikan dan pelatihan pegawai • Mentoring calon calon pegawai (Co-OP) • Pembangunan dan pemeliharaan KKC
• Pengawasan keamanan dan keselamatan kerja • Pengukuran dan Penilaian kinerja pegawai
E. • Sistem Pengelolaan SDM (P3JJ)
• IP-HAPPPI
• Training Need Analysis • Punish & Reward System • Standar rekruitmen
• Sistem keamanan dan keselamatan kerja • 360oemployee valuation
• Sistem renumerasi
KELOMPOK STAKEHOLDER
Tujuan - minat kerja, desain pekerjaan, kebanggaan terhadap pencapaian, dukungan perusahaan
Suara - sumbang saran, kontribusi, keragaman, budaya Keahlian - Keahlian yang bermanfaat, Ketersediaan dan kualitas diklat, akses terhadap pengetahuan dan bimbingan
Perhatian - penghargaan, perlakuan wajar dan pasti, lingkungan fisik, kebijakan, moral dan prospek
PEGAWAI
NO URAIAN
Apakah yang diinginkan serta
dibutuhkan kelompok stakeholder
dari PT. Indonesia Power UBP Kamojang?
Apakah yang diinginkan serta
dibutuhkan PT. Indonesia Power UBP Kamojang dari kelompok
stakeholder ini?
Strategi apakah yang dapat digunakan
untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan tersebut?
Proses manakah yang berhubungan
dengan pelaksanaan strategi di atas?
Kapabilitas apa yang harus
dikembangkan dan dipelihara oleh PT. Indonesia Power UBP Kamojang?
4.2.1.4. Kelompok Stakeholder 4: Supplier
Supplier yang dimaksud di sini terdiri dari dua golongan yaitu pabrikan atau vendor material pemeliharaan dan atau peralatan serta mitra mitra penyedia barang & jasa yang bertindak sebagai broker dalam pengadaan barang dan jasa tersebut. Sebagai BUMN, ini sejalan dengan amanat pemerintah untuk mengangkat rekanan dalam rangka menaikkan taraf hidup masyarakat utamanya golongan ekonomi menengah ke bawah.
Tabel 4.4. Identifikasi Performance Prism terhadap Kelompok Supplier
A. • Laba - margin keuntungan untuk re-investasi
• Pertumbuhan - peningkatan penjualan •
•
B. • Ketepatan - Kualitas produk sesuai harapan
• •
• Mudah - Kemudahan untuk melakukan transaksi
C. •
• Kepastian dan keamanan pengadaan barang/jasa •
D. • Realisasi kebutuhan belanja barang dan jasa
• Penerimaan dan pelunasan tagihan • Pengukuran dan penilaian kinerja suplier • Permintaan anggaran tunai
• Penerimaan pekerjaan dan atau barang
E. • Keahlian negosiasi pembelian
• E-procurement
• Sistem pengelolaan pembayaran (APARCM) • Akreditasi dan audit suplier
• Database harga pengadaan barang/jasa KELOMPOK STAKEHOLDER
Opini - umpan balik dan saran untuk kemajuan perusahaan
Pengembangan performa supplier - kualitas, pengiriman, pelayanan
Kepercayaan - akses terhadap informasi yang dibutuhkan perusahaan
Murah - harga yang wajar sesuai dengan produk dan jasa
Cepat - Ketepatan atau kecepatan serta keandalan pengiriman produk
SUPLIER
Percepatan waktu pemenuhan kewajiban terhadap suplier dan rekanan
NO URAIAN
Apakah yang diinginkan serta
dibutuhkan kelompok stakeholder
dari PT. Indonesia Power UBP Kamojang?
Apakah yang diinginkan serta
dibutuhkan PT. Indonesia Power UBP Kamojang dari kelompok
stakeholder ini?
Strategi apakah yang dapat digunakan
untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan tersebut?
Proses manakah yang berhubungan
dengan pelaksanaan strategi di atas?
Kapabilitas apa yang harus
dikembangkan dan dipelihara oleh PT. Indonesia Power UBP Kamojang?
4.2.1.5. Kelompok Stakeholder 5: Pemerintah & Komunitas Lainnya
Stakeholder kelima terdiri dari dua golongan yaitu Pemerintah dan Lingkungan sekitar PT Indonesia Power UBP Kamojang. Seiring dengan semangat otonomi daerah, pemerintah dan lingkungan yang dimaksud adalah Pemerintah Daerah di mana PT Indonesia Power UBP Kamojang berlokasi serta masyarakat dan organisasi sekitar pembangkitan. Namun demikian, Pemerintah Indonesia dan badan regulator lainnya pun tidak bisa turut diabaikan mengingat dua kelompok ini juga memegang peranan penting dalam perkembangan dan kelangsungan usaha perusahaan.
Tabel 4.5. Identifikasi Performance Prism terhadap Kelompok Pemerintah & Komunitas Lainnya.
A. • Hukum - Perusahaan taat terhadap peraturan
• •
• Kerja - Porsi pekerjaan terhadap komunitas sekitar
• • •
B. •
• Berdasar - peraturan memiliki dasar penerapan
• Jelas - peraturan tidak membingungkan
• Saran - saran penerapan dari badan pengatur
• Reputasi - Reputasi positif dan kuat di lingkungan
• Keahlian - keahlian khusus yang dimiliki komunitas
• Supplier - Ketersediaan suplier handal dari komunitas
•
C. • Pengembangan community development
• Ketaatan terhadap peraturan yang berlaku
• Kepedulian dan tanggung jawab
• Pembinaan dan pengawasan lingkungan sekitar
D. •
• Seleksi pendanaan dan donasi
• Pemutakhiran peraturan yang berlaku
• Review dan persiapan peraturan yang akan berlaku
• Pemeliharaan saluran komunikasi eksternal
• Perencanaan kebutuhan sumber daya lokal
E. • Sistem manajemen lingkungan
• Standar seleksi pendanaan dan donasi
• •
• Database peraturan peraturan terkini
Proses manakah yang berhubungan
dengan pelaksanaan strategi di atas?
Kapabilitas apa yang harus
dikembangkan dan dipelihara oleh PT. Indonesia Power UBP Kamojang? Apakah yang diinginkan serta
dibutuhkan PT. Indonesia Power UBP Kamojang dari kelompok
stakeholder ini?
Strategi apakah yang dapat digunakan
untuk memenuhi keinginan dan kebutuhan tersebut?
Penegakan hukum - peraturan diterapkan dan dapat menjamin usaha
Dukungan - dari komunitas terhadap usaha dan proses bisnis perusahaan
NO URAIAN
Apakah yang diinginkan serta
dibutuhkan kelompok stakeholder
dari PT. Indonesia Power UBP Kamojang?
Hubungan dengan regulator, pemda, tokoh komunitas serta lembaga penekan lainnya (LSM)
PEMERINTAH DAN KOMUNITAS LAINNYA
Keamanan - Perusahaan menjamin elemennya tidak membahayakan
Jujur - Perusahaan mengkomunikasikan apa yang dikerjakan dan melaksanakan komitmennya Konsisten - Perusahaan mempertahankan dan menumbuhkan sumbangsih terhadap komunitas
Penyediaan dan pengembangan keahlian dan lapangan pekerjaan
Perencanaan kebutuhan program community development
KELOMPOK STAKEHOLDER
Sejahtera - Perusahaan berperan dalam peningkatan kesejahteraan komunitas sekitar
Integritas - Perusahaan berprilaku secara jujur, bertanggungjawab, dan dermawan
4.2.2. Identifikasi dan Verifikasi KPI
Setelah identifikasi stakeholder berdasar kerangka performance prism selesai dilakukan, langkah berikutnya adalah menuangkan identifikasi tersebut dalam indikator atau parameter pengukuran kinerja. Langkah pertama, penulis mengumpulkan berbagai pendapat mengenai KPI yang seharusnya diukur dalam usaha mencapai kinerja perusahaan yang baik. Data ini diperoleh dengan jalan melakukan brainstorming
terhadap responden yang dianggap kompeten dan memiliki pengetahuan pada masing masing fungsi manajemen di dalam PT Indonesia Power UBP Kamojang sesuai bidangnya.
Berdasar hasil brainstorming tersebut dan dengan mempertimbangkan parameter pengukuran kinerja yang selama ini dijalankan di PT Indonesia Power UBP Kamojang, penulis mengumpulkan beberapa item KPI dan melakukan pengklasifikasian sesuai dengan kerangka dasar performance prism yang telah dibentuk sebelumnya.
Sedangkan sebagai validasi dalam rangka mendapatkan hasil penelitian yang akurat dan handal, kerangka KPI yang telah dirumuskan oleh penulis didiskusikan kembali dengan tim ahli yang selama ini ditunjuk untuk melakukan pemantauan terhadap kinerja UBP Kamojang, sehingga didapat suatu daftar KPI dengan batasan batasan yang saling terkait sebagai suatu proses untuk menciptakan nilai bagi para stakeholder. Adapun daftar KPI setelah divalidasi oleh tim ahli PT Indonesia Power UBP Kamojang adalah sebagaimana tertera dalam halaman berikutnya.
46
Tabel. 4.6. Daftar Parameter Kinerja PT Indonesia Power UBP Kamojang berdasar Performance Prism
A. • • Tingkat kepuasan pelanggan (Survey) • Tingkat kepuasan pegawai (Survey)
• Benchmark daya kompetisi (kualitas/layanan/nilai) • Perputaran pegawai keluar dan masuk
• Tingkat kegagalan berulang • Tingkat komplain pelanggan • Profil alasan pegawai keluar (interview)
• Jumlah dan bobot temuan audit dari Pusat • Tingkat penghematan pembelian • Tingkat keluhan pegawai
• Tingkat pencapaian laba • Retur atau kegagalan pembelian • Relevansi dan kualitas pendidikan dan pelatihan
• Performa laporan keuangan
B. • Deviasi persetujuan anggaran oleh kantor pusat • Analisa profitabilitas pelanggan • Penjualan per biaya kepegawaian
• • Loyalitas pelanggan • Output / Produktivitas pegawai
• Nilai bisnis yang hilang (akibat kompetitor) • Absensi pegawai
• • Umpan balik dan saran dari customer • Umpan balik dari pegawai / PP
• Penerimaan data forecast permintaan energi • Pengembangan performa pegawai
• Tingkat sosialisasi peraturan dan kebijakan pusat • Akurasi forecast permintaan • Kemauan untuk menambah keahlian
C. • • Tren penyediaan energi listrik • Tingkat penerapan budaya perusahaan
• Tren kenaikan penjualan / Rencana Operasi Harian • Tingkat keahlian pegawai • Jam kerja operasi pembangkit dalam setahun • Tingkat kualitas tegangan dan frekuensi • Tingkat penerimaan pegawai baru
• Pembuatan dan evaluasi RJP unit dalam laporan • • Tingkat inovasi pegawai
• Jumlah pemakaian sendiri energi listrik • Tren temuan audit bidang kepegawaian & SDM
• Rasio laba bersih dengan biaya • Tingkat gangguan/derating operasi pembangkitan • Tingkat performa saluran komunikasi pegawai • Jumlah kewajiban yang berhasil diselesaikan • Deviasi negatif capacity factor thd load factor
D. • Tingkat kerusakan berulang • Ketersediaan Energi Listrik (EAF) • Laporan dan kuesioner budaya perusahaan
• Tingkat kecepatan masa pemeliharaan • • Tingkat pendidikan dan pelatihan pegawai
• • Hasil uji calon calon pegawai (CoOP)
• Tingkat ketidaksiapan tak terencana (EFOR) • Tingkat penggunaan KKC • Respon per bagian dlm penyelesaian masalah • Frekuensi ketidaksiapan mendadak (SOF) • Tingkat kecelakaan kerja
• Jumlah penghasilan aneka usaha • Temuan audit internal bidang operasi dan niaga • Pencapaian target kinerja per pegawai • Tingkat biaya operasi dan pemeliharaan per KwH • Penambahan nilai penjualan energi / ROH
E. • Konsistensi penggunaan sistem dan aplikasi • Tingkat penerapan SMM • Tingkat pemanfaatan sistem P3JJ
• Laporan manajemen resiko • Tingkat penerapan ProNIA • Konsistensi penerapan IP HAPPPI
• Penilaian terhadap brand • Penerimaan kas dari penjualan • Konsistensi penyusunan TNA
• Tren temuan audit pusat • Harga jual komparatif (benchmark) • Tingkat penerapan punish & reward system
• Tingkat respon teknis terhadap keluhan pelanggan • Pemenuhan standar rekrutment • Tingkat penerapan SMK3 Ketepatan penyampaian laporan per bagian sesuai
permintaan kantor pusat
Stakeholder Contribution Measures
Stakeholder-related Strategy Measures
Stakeholder-related Process Measures
Stakeholder-related Capability Measures
Ketepatan permintaan pengiriman alokasi tunai minggu I & III / bulan
Deviasi realisasi dengan anggaran biaya & pengeluaran lainnya
Temuan audit internal bidang pemeliharaan dan administrasi keuangan
NO URAIAN INDUK PERUSAHAAN DAN INVESTORKELOMPOK STAKEHOLDER PT INDONESIA POWER UBP KAMOJANGPELANGGAN PEGAWAI
Faktor terencana terhadap ketidaksiapan energi (POF) Tingkat kecepatan masuk dalam jaringan interkoneksi Stakeholder Satisfaction Measures
Sumbang saran atau bimbingan permasalahan pada unit oleh pusat
A. • Tingkat kepuasan supplier (Survey) • Tingkat pengulangan ketidakpatuhan peraturan • Tren pembelanjaan rata rata per rekanan • Tingkat dukungan terhadap komunitas lokal • Rata rata retensi suplier (masa kerja) • Tingkat aktivitas kelompok penekan • Tingkat perubahan kontrak/spesifikasi • Persepsi masyarakat terhadap perusahaan
• Tingkat investasi infrastruktur lokal •
B. • Kontribusi supplier terhadap efisiensi dan penerimaan • Tingkat respon terhadap permintaan perusahaan
• Tingkat komplain terhadap performa supplier • Tingkat sumbangsih pemerintah thd pengembangan
• Tingkat ketidaktepatan kualitas • Tingkat sumbangsih komunitas thd pengembangan
• Tingkat keterlambatan pengiriman • Jumlah dan kualitas rekruitmen lokal
• Tingkat permasalahan purna jual • Nilai dan kualitas pengadaan lokal
• Tingkat sumbang saran supplier terhadap perbaikan • Tingkat gangguan dari komunitas lokal
C. • Tren performa supplier • Jumlah dan nilai program community development
• Tingkat pembatalan kontrak • Tren temuan audit kepatuhan
• Tren waktu pembayaran • Tingkat respon perusahaan terhadap lingkungan
• Tren waktu penyelesaian kontrak •
•
D. • Tingkat penyelesaian rencana kebutuhan •
• Jangka waktu pembayaran
• Jangka waktu proses pembuatan kontrak • Proporsi pengalokasian dana dan donasi • Jangka waktu penyelesaian berita acara • Temuan atas audit kepatuhan
• Tingkat kelengkapan anggaran tunai • Tingkat respon terhadap peraturan yang baru
• Tingkat respon terhadap supplier • Tingkat kemudahan penyampaian inf. eksternal
• Temuan internal audit terkait proses logistik • Tingkat penggunaan sumber daya lokal
E. • Nilai tambah dari negosiasi pembelian • Tingkat penerapan SML
• Jumlah kontrak diproses melalui e-proc • Pemenuhan standar seleksi pendanaan & donasi
• Tingkat kepatuhan prosedur APARCM •
• Raport suplier
• Tingkat kelengkapan database harga • Tingkat kelengkapan database peraturan
• Jumlah keahlian dan lapangan kerja bagi lingkungan Stakeholder-related Capability Measures
Stakeholder Satisfaction Measures
Stakeholder Contribution Measures
Stakeholder-related Strategy Measures
Stakeholder-related Process Measures
Kualitas hubungan dengan lingkungan sekitar dan regulator
Jumlah deviasi rencana & realisasi program community development
Tren temuan internal audit terkait proses pengadaan barang & jasa
Tingkat pemenuhan kewajiban perusahaan terhadap lingkungan dan pemerintah
SUPLIER DAN REKANAN PEMERINTAH DAN KOMUNITAS LAINNYA
Tingkat penciptaan pekerjaan (langsung/tak langsung)
KELOMPOK STAKEHOLDER PT INDONESIA POWER UBP KAMOJANG
NO URAIAN
Adapun batasan‐batasan sebagai kriteria yang akan digunakan sebagai validasi hasil kuesioner adalah peta hubungan antar parameter kinerja dengan kerangka dasar performance prism (terlampir). Bagan ini dirancang untuk menentukan apakah KPI berdasar tabulasi penilaian yang diberikan oleh para responden ahli melalui kuesioner dapat digunakan lebih lanjut atau tidak. Apabila salah satu KPI ternyata tidak konsisten terhadap kriteria tersebut maka KPI terkait tidak akan digunakan, sebaliknya KPI akan diberikan bobot berdasar metode Analytic Hierarchy Process (AHP) apabila memenuhi kriteria. Namun untuk lebih mengerucutkan KPI pada kerangka yang sesuai, sebelumnya penulis menggunakan model Gauging Absence Pre‐requisite (GAP) analysis untuk menentukan tingkat kebutuhan perusahaan terhadap KPI tersebut pada masa ini. Sebagaimana dijelaskan oleh Wibisono (2006b) bahwa analisa tersebut dapat digunakan untuk menentukan perbedaan antar prasyarat yang diinginkan terhadap kondisi lingkungan perusahaan.
4.2.3. Pembobotan KPI dan Pengukuran Kinerja
Parameter parameter kinerja yang telah dirumuskan dituangkan dalam bentuk kuesioner dan disebarkan kepada tujuh responden ahli yang masing masing mewakili fungsi manajemen yaitu fungsi Operasi dan Niaga, fungsi Pemeliharaan, fungsi Perencanaan dan Enjiniring, fungsi Logistik, fungsi Keuangan, fungsi Sistem dan SDM, serta fungsi Humas. Guna mencegah bias terhadap pertanyaan pertanyaan dalam kuesioner, maka dalam pola pengisian kuesioner penulis mengadakan wawancara langsung terhadap masing masing responden, dan responden melakukan pembobotan terhadap isi kuesioner pada saat yang bersamaan. Tabulasi dalam hal ini dilakukan setelah seluruh kuesioner telah terkumpul sebagaimana dalam lampiran. Pada tabulasi tersebut, bobot rata rata masing masing KPI dapat dtentukan dan dilakukan pengolahan lebih lanjut dengan menggunakan GAP Analysis untuk menentukan prioritas kebutuhan perusahaan terhadap masing‐masing parameter kinerja.
Penulis membagi masing masing dimensi performance prism pada lima interval yang mewakili lima kategori permasalahan menurut Kochtar sebagaimana dikutip Wibisono (2006b):
Kategori 1 : Ini mengindikasikan permasalahan serius yang harus segera dipecahkan dalam jangka pendek, dan pemecahan masalahnya akan segera berdampak terhadap keuntungan perusahaan.
Kategori 2 : Mengindikasikan permasalahan serius sebagai prasyarat dan karenanya akan lebih tepat diselesaikan dengan pengembangan yang sesuai dan logis serta rencana implementasi.
Kategori 3 : Bukan merupakan permasalahan serius, dan dapat segera diselesaikan. Jika berhasil, akan mendatangkan keuntungan jangka pendek.
Kategori 4 : Bukan merupakan permasalah serius, meskipun dapat segera dipecahkan memiliki kecenderungan tidak akan mendatangkan keuntungan dalam jangka pendek. Oleh karenanya, ini akan diselesaikan apabila merupakan prasyarat dari hal lainnya. Kategori 5 : Ini bukanlah titik permasalahan sesungguhnya, merupakan pertanyaan yang berhubungan dengan identifikasi terhadap situasi tertentu yang dapat digantikan oleh pertanyaan lainnya.
Dengan demikian, parameter kinerja dengan bobot yang tertinggi akan masuk dalam ketegori 1, sebaliknya parameter kinerja dengan bobot yang terkecil masuk dalam kategori 5, dan parameter lainnya sesuai intervalnya akan dialokasikan pada masing masing kategori lainnya. Berikut adalah hasil pengkategorian parameter kinerja di UBP Kamojang.
Tabel 4.7. Kategori GAP Analysis terhadap Parameter Kinerja
Tabel 4.7. (Lanjutan) Kategori GAP Analysis terhadap Parameter Kinerja
Tabel 4.7. (Lanjutan) Kategori GAP Analysis terhadap Parameter Kinerja
Sesuai dengan GAP Analysis, KPI yang akan diolah lebih lanjut adalah yang masuk dalam kategori 1 dan 2. Akan tetapi parameter yang lolos pun masih harus diuji konsistensinya terhadap peta performance prism PT Indonesia Power UBP Kamojang yang telah dibuat sebelumnya, dan diperoleh 67 KPI sebagaimana dalam bagan bagan berikut:
Deviasi realisasi dengan anggaran biaya & pengeluaran lainnya
Jam kerja operasi pembangkit dalam setahun
Pembuatan dan evaluasi RJP unit dalam laporan
Jumlah pemakaian sendiri energi listrik
Rasio laba bersih dengan biaya / Harga Pokok Produksi
Jumlah kewajiban yang berhasil diselesaikan
Tingkat kerusakan berulang
Tingkat kecepatan masa pemeliharaan
Temuan audit internal bidang pemeliharaan
dan keuangan
Respon per bagian dlm penyelesaian masalah
Jumlah penghasilan aneka usaha
Tingkat biaya operasi dan pemeliharaan per
KwH PROCESS STRATEGY
STAKEHOLDER SATISFACTION
Ketepatan penyampaian laporan per bagian sesuai peraturan Tingkat kegagalan berulang Jumlah dan bobot temuan audit dari
Pusat Tingkat pencapaian laba Performa laporan keuangan
STAKEHOLDER CONTRIBUTION
Deviasi persetujuan anggaran oleh kantor pusat
Ketepatan permintaan pengiriman alokasi tunai minggu I & III / bln Sumbang saran atau bimbingan permasalahan pada unit oleh pusat
Tingkat sosialisasi peraturan dan kebijakan pusat CAPABILITY Konsistensi penggunaan sistem dan aplikasi Laporan manajemen resiko Penilaian terhadap brand
Tren temuan audit pusat
54
Tren penyediaan energi listrik
Tren kenaikan penjualan / Rencana Operasi Harian
Tingkat kualitas tegangan dan frekuensi
Tingkat kecepatan masuk dalam jaringan interkoneksi
Tingkat gangguan dan derating operasi pembangkitan
Deviasi negatif capacity factor terhadap load factor Ketersediaan Energi Listrik (EAF) Faktor terencana terhadap ketidaksiapan energi (POF) Tingkat ketidaksiapan tak terencana (EFOR)
Frekuensi ketidaksiapan mendadak (SOF)
Temuan audit internal bidang operasi dan
niaga
Penambahan nilai penjualan energi / ROH
PROCESS STRATEGY
STAKEHOLDER SATISFACTION
Tingkat kepuasan pelanggan (Survey)
Benchmark daya kompetisi (kualitas/layanan/nilai) Tingkat komplain pelanggan Tingkat penghematan pembelian Retur atau kegagalan pembelian
CAPABILITY Tingkat penerapan SMM Tingkat penerapan ProNIA Penerimaan per penjualan
Harga jual komparatif (benchmark)
STAKEHOLDER CONTRIBUTION
Analisa profitabilitas pelanggan Loyalitas pelanggan Nilai bisnis yang hilang (akibat
kompetitor) Umpan balik dan saran dari
customer Penerimaan data forecast
permintaan energi Akurasi forecast permintaan
Tingkat respon teknis terhadap keluhan
pelanggan
Gambar 4.6. Peta Konsistensi antar KPI pada Lingkup Stakeholder Pegawai
56
Gambar 4.7. Peta Konsistensi antar KPI pada Lingkup Stakeholder Supplier
Gambar 4.8. Peta Konsistensi antar KPI pada Lingkup Stakeholder Pemerintah & Komunitas Lainnya
Nampak dalam peta konsistensi antar KPI pada Lingkup Stakeholder Pelanggan dilakukan pencoretan satu KPI yaitu penerimaan data forecast permintaan energi. Ini dikarenakan KPI tersebut tidak terkait dengan salah satu strategi ataupun proses dalam mewujudkan kebutuhan pelanggan. Daftar KPI yang akan dipergunakan dalam sistem pengukuran kinerja UBP Kamojang dengan demikian dapat disusun sebagai berikut:
Tabel 4.8. Parameter Kinerja PT Indonesia Power UBP Kamojang
STAKEHOLDER : KANTOR INDUK
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 STAKEHOLDER : PELANGGAN 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28 29
Jam kerja operasi pembangkit dalam setahun
Tingkat biaya operasi dan pemeliharaan per KwH Tingkat kerusakan berulang
Tingkat kecepatan masa pemeliharaan
Rasio laba bersih dengan biaya / Harga Pokok Produksi
NO
Performa laporan keuangan Tingkat pencapaian laba
Tingkat kepuasan pelanggan (Survey)
Benchmark daya kompetisi (kualitas/layanan/nilai)
KEY PERFORMANCE INDICATOR
Ketepatan permintaan pengiriman alokasi tunai minggu I & III / bln
Tren temuan audit pusat
Jumlah kewajiban yang berhasil diselesaikan Tingkat sosialisasi peraturan dan kebijakan pusat
Konsistensi penggunaan sistem dan aplikasi Laporan manajemen resiko
Respon per bagian dlm penyelesaian masalah
Tingkat komplain pelanggan Tingkat penghematan pembelian Tingkat kualitas tegangan dan frekuensi Nilai bisnis yang hilang (akibat kompetitor)
Faktor terencana terhadap ketidaksiapan energi (POF) Tingkat ketidaksiapan tak terencana (EFOR)
Frekuensi ketidaksiapan mendadak (SOF)
Tingkat kecepatan masuk dalam jaringan interkoneksi Tingkat gangguan dan derating operasi pembangkitan Ketersediaan Energi Listrik (EAF)
Harga jual komparatif (benchmark) Tingkat penerapan SMM
Tabel 4.8. (Lanjutan) Parameter Kinerja PT Indonesia Power UBP Kamojang STAKEHOLDER : PEGAWAI 30 31 32 33 34 35 36 37 38 39 40 41 42 43 44 STAKEHOLDER : SUPPLIER 45 46 47 48 49 50 51 52 53 54 55 56
STAKEHOLDER : PEMERINTAH & LINGKUNGAN
57 58 59 60 61 62 63 64 65 66 67
Tingkat inovasi pegawai
NO KEY PERFORMANCE INDICATOR
Tingkat penerapan budaya perusahaan Tingkat keahlian pegawai
Penjualan per biaya kepegawaian Output / Produktivitas pegawai
Tingkat pendidikan dan pelatihan pegawai Tingkat kepuasan pegawai (Survey)
Relevansi dan kualitas pendidikan dan pelatihan Pengembangan performa pegawai
Kemauan untuk menambah keahlian
Pemenuhan standar rekrutment Tingkat penerapan SMK3
Tingkat penerapan punish & reward system Tingkat kecelakaan kerja
Pencapaian target kinerja per pegawai
Tingkat ketidaktepatan kualitas Tingkat keterlambatan pengiriman Tingkat perubahan kontrak/spesifikasi Tingkat kepuasan supplier (Survey)
Tren temuan internal audit terkait proses pengadaan barang & jasa Tingkat penyelesaian rencana kebutuhan
Jangka waktu pembayaran Tren performa supplier Tren waktu pembayaran
Persepsi masyarakat terhadap perusahaan Tingkat pengulangan ketidakpatuhan peraturan Temuan internal audit terkait proses logistik Nilai tambah dari negosiasi pembelian Jumlah kontrak diproses melalui e-proc
Tingkat respon perusahaan terhadap lingkungan
Tingkat pemenuhan kewajiban prshn thd lingkungan & pemerintah Tingkat gangguan dari komunitas lokal
Tingkat penciptaan pekerjaan (langsung/tak langsung) Tingkat sumbangsih pemerintah thd pengembangan
Tingkat penerapan SML
Kualitas hubungan dengan lingkungan sekitar dan regulator Temuan atas audit kepatuhan
Tingkat respon terhadap peraturan yang baru
Pembobotan akhir terhadap KPI dilakukan terhadap 67 item tersebut di atas dengan menggunakan model AHP yang diselenggarakan dengan software bantuan yaitu expert choice versi 11. Pada model ini terlebih dahulu disusun hirarki performance prism sebagaimana gambar di bawah ini.
60
Selanjutnya responden ahli kembali diminta untuk melakukan pengisian kuesioner expert choice pada tingkat satu guna membedakan pembobotan kepentingan di antara kelima stakeholder PT Indonesia Power UBP Kamojang dengan hasil sebagai berikut. Gambar 4.10. Hasil Pembobotan Hirarki Performance Prism Level Satu
Tampak dalam grafik tersebut, pembobotan kelima stakeholder PT Indonesia Power UBP Kamojang memiliki inkonsistensi 0,01 dan dengan demikian tingkatan tersebut masih dapat diterima karena berada dibawah batas inkonsistensi matriks sebesar 0,1. Dari grafik juga dapat dilihat bahwa stakeholder yang dianggap memiliki posisi terpenting adalah pelanggan, kantor induk, pegawai, dan selanjutnya berturut turut adalah pemerintah & komunitas lainnya serta supplier dan rekanan atau mitra kerja lainnya.
Bobot masing masing KPI akan didapat dengan mengkombinasikan masing masing hirarki, sebagaimana gambar di bawah ini.
Gambar 4.11. Hasil Pembobotan Parameter Kinerja PT. Indonesia Power UBP
Kamojang
Gambar 4.11. (Lanjutan) Hasil Pembobotan Parameter Kinerja PT. Indonesia Power
UBP Kamojang
Dapat dilihat inkonsistensi KPI di atas masih di bawah 0,1 atau tepatnya 0,01 yang berarti bahwa KPI tersebut dapat diterima konsistensinya. EAF dalam hal ini merupakan parameter kinerja dengan bobot yang paling tinggi sedangkan parameter kinerja dengan bobot terendah tersebar pada stakeholder rekanan dan mitra kerja, yaitu terdiri dari tingkat kepuasan supplier, tingkat perubahan kontrak, tren performa supplier, tren temuan audit bidang pengadaan, jangka waktu pembayaran, dan nilai tambah yang didapat dari negosiasi pembelian.
Parameter kinerja di atas dapat digunakan sebagai patokan awal untuk menentukan pencapaian kinerja PT Indonesia Power UBP Kamojang. Prestasi perusahaan akan dihitung berdasar bobot KPI tersebut, KPI yang lebih berpengaruh terhadap pencapaian tujuan perusahaan tentunya akan memiliki bobot yang lebih tinggi dibandingkan dengan yang lainnya, namun bukan berarti KPI lainnya diabaikan. Dan dalam perjalanan perusahaan, parameter parameter ini harus dievaluasi secara berkala
dan dilakukan perubahan apabila dipandang tidak lagi mewakili lingkungan usaha PT Indonesia Power UBP Kamojang.
Selanjutnya model pengukuran kinerja berdasar performance prism tersebut diatas dapat dipadukan dengan model scoring system seperti halnya OMAX (Objective Matrix) sebagaimana fungsinya untuk menyamakan skala nilai dari masing masing indikator, sehingga pengelola perusahaan akan mampu mengukur dan menentukan tingkat pencapaian terhadap masing masing parameter yang ada. OMAX merupakan model pengukuran terkelompok, berdasar tujuan, dan sekaligus alat untuk mendorong motivasi. Adapun skema penilaian berdasar model OMAX dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gambar 4.12. Skema Penilaian berdasar Objective Matrix (OMAX)
Sebagaimana dijabarkan oleh Parsons (2001), OMAX memiliki keunggulan dikarenakan empat hal berikut:
• Kemampuan untuk menormalisasi satuan satuan dari spesifikasi pengukuran yang berbeda.
• Fleksibilitas dalam mengakomodasi kualitas pengukuran, waktu, keamanan, prilaku pegawai, produktivitas, dan hasil.
• Orientasi keluaran dibandingkan secara sederhana dengan aktivitas pengukuran, dan
• Kemampuan untuk melakukan pengukuran kontra prestasi dan menggabungkannya dalam satu produk yang menyeluruh.
Skema OMAX di atas terbagi menjadi tiga bagian yaitu bagian A, B dan C (Anggadinata, 1997) yang masing masing dapat dijelaskan sebagai berikut.
Bagian A, merupakan bagian Defining atau menentukan faktor faktor yang mempengaruhi kinerja perusahaan. Dalam hal ini telah didapat KPI 1 sampai dengan 67 yang masing masing mewakili kelompok stakeholder PT Indonesia Power UBP Kamojang. Baris Performance merupakan hasil pencapaian kinerja aktual UBP Kamojang pada masing masing KPI tersebut.
Bagian B, adalah bagian Quantifying, di bagian ini ditentukan pembagian level pencapaian kinerja dari level 10 sampai dengan level terendah atau nol. Level 10 merupakan pencapaian tertinggi atau target yang telah ditentukan oleh perusahaan melalui mekanisme kontrak antara General Manager UBP dengan Direktur PT. Indonesia Power. Tingkat pencapaian awal saat matriks dioperasikan diletakkan pada level 3, dan dibawah level 3 adalah pencapaian yang lebih buruk dari kinerja awal atau saat matriks dioperasikan. Besaran matriks dapat diperoleh dengan membagi interval antara level 10 sampai dengan level 3 dan interval level 3 sampai dengan level 0.
Bagian C, adalah bagian Monitoring sebagai analisa terhadap score, weight dan value dari masing masing KPI. Baris level atau score diisikan sesuai dengan posisi level pencapaian KPI yang telah ditentukan di bagian B. Baris weight diisi bobot masing masing KPI yang dalam hal ini telah ditentukan di atas berdasar perhitungan dengan metode AHP. Sedangkan baris value merupakan hasil penilaian atau pengalian antara baris level dengan bobot KPI.
Index merupakan jumlah seluruh nilai (value) dari setiap kriteria yang menyatakan indikator pencapaian kinerja (performance indicator). Peningkatan kinerja dapat
ditentukan dari besarnya kenaikan indikator pencapaian yang terjadi antara yang sekarang dengan yang sebelumnya.
Secara lebih jelas, Riggs dan Felix sebagaimana dikutip oleh Ghebrit (2004) menyusun sepuluh urutan untuk mengoperasikan OMAX yaitu:
1. Identifikasi kriteria kriteria mayor dan model atau rumusan pengukuran yang sesuai untuk setiap kriteria tersebut. Dalam hal ini perusahaan atau unit bisnis telah menggunakan kerangka dasar performance prism sebagaimana telah dibahas sebelumnya dengan menggunakan rumusan pengukuran terlampir. 2. Tingkatan kinerja saat ini dihitung dan dikorespondesikan dalam nilai 3 pada
level 1 sampai dengan 10. Dengan demikian nilai atau tingkat 3 merupakan kinerja unit bisnis yang menjadi patokan atau hasil kinerja sebelum dilakukan penilaian baru, dan tingkat 10 merupakan kinerja tujuan atau yang ditargetkan. 3. Kinerja tujuan untuk setiap kriteria ditentukan berdasar tujuan perusahaan itu
sendiri, dan diusulkan di PT Indonesia Power, kinerja tujuan merupakan kesepakatan atau kontrak kinerja antara direksi dengan unit bisnis yang akan fleksibel menyesuaikan dengan perubahan perubahan lingkungan stakeholder. Target kuantitatif yang disepakati dalam kontrak diisikan pada tingkat 10. 4. Menggunakan skala linear, jenjang pencapaian tujuan akan ditentukan dan
diisikan dalam tingkatan antara tiga sampai dengan sepuluh.
5. Pada saat yang bersamaan, fleksibilitas kontra prestasi turut diidentifikasi dan diisikan di bawah tingkat tiga. Tingkatan minimum dikorespondensikan dengan tingkat nol.
6. Dikarenakan beberapa kriteria lebih penting dari yang lainnya, pembobotan pun dilakukan pada masing masing parameter kinerja, yang jumlah kesemuanya akan mencapai 100. Dalam model yang diusulkan, pembobotan ini telah dilakukan dengan menggunakan metode AHP.
7. Pada setiap penutupan periode pengukuran, hasil aktual untuk setiap kriteria atau parameter kinerja dihitung dan ditempatkan dalam baris “performance”.
8. Isi dari baris “performance” diasosiasikan dengan tingkat/nilai dari 0 sampai dengan 10 secara vertikal sebagaimana telah dirumuskan sebelumnya pada langkah tiga sampai lima. Hasil penilaian ini diisikan dalam baris “level”. 9. Setiap “level” dikalikan dengan bobot untuk setiap kriteria untuk mendapatkan “value” pada baris terbawah tabel OMAX. 10. Penjumlahan dari seluruh “value” adalah indeks kinerja. Pergerakan dari indeks tersebut merupakan total pergerakan pencapaian kinerja unit bisnis. Sebagai ilustrasi model penilaian di atas, berikut adalah simulasi penilaian dengan satu contoh parameter kinerja yang mewakili masing masing lima kelompok stakeholder PT. Indonesia Power UBP Kamojang.
Langkah 1. Parameter kinerja berbasis Performance Prism ditentukan dan disusun
definisi definisi terkait parameter tersebut sebagaimana tabel di bawah ini (Lampiran B).
Tabel 4.9. Contoh Definisi Parameter Kinerja PT Indonesia Power UBP Kamojang
NAMA KPI Temuan Audit Pusat
DEFINISI KPI Tingkat kemajuan hasil audit yang dilakukan oleh kontrol
internal Kantor Pusat
KODE / NOMOR 14
KATEGORI Higher is better
SATUAN Prosentase
PERIODE PENGUKURAN Triwulan FORMULA / CARA
PENGUKURAN (Nila Audit Saat Ini - Nilai Audit Sebelumnya)Nilai Audit Periode Sebelumnya x 100%
NAMA KPI Ketersediaan Energi Listrik
DEFINISI KPI Ekuivalen availability factor dengan memperhitungkan
dampak dari derating pembangkit
KODE / NOMOR 23
KATEGORI Higher is better
SATUAN Prosentase (%)
PERIODE PENGUKURAN Triwulan FORMULA / CARA
PENGUKURAN
∑ [Daya Terpasang x EAF Mesin]
Daya Terpasang x 100%
EAFmesin = EAFUBP =
x 100% ∑ [Dependable Capacity x Jam Tersedia]
[Daya Terpasang x Jam Periode]
Tabel 4.9. (Lanjutan) Contoh Definisi Parameter Kinerja PT Indonesia Power UBP
Kamojang
NAMA KPI Inovasi Pegawai
DEFINISI KPI Tingkat inovasi pegawai terhadap pekerjaan dan unit bisnis
KODE / NOMOR 38
KATEGORI Higher is better
SATUAN Skala 1 sampai dengan 100
PERIODE PENGUKURAN Triwulan FORMULA / CARA
PENGUKURAN Nilai karya tulis inovasi yang berhasil diterapkan
NAMA KPI Pemenuhan Kualitas
DEFINISI KPI Tingkat ketidaksesuaian kualitas antara pesanan dengan
pengadaan barang/jasa
KODE / NOMOR 47
KATEGORI Lower is better
SATUAN Prosentase
PERIODE PENGUKURAN Setiap penilaian barang dan jasa FORMULA / CARA
PENGUKURAN Total Pengadaan Barang/JasaNilai Barang/Jasa Cacat x 100%
NAMA KPI Persepsi Masyarakat
DEFINISI KPI Persepsi yang dimiliki oleh masyarakat sekitar terhadap
perusahaan / unit bisnis
KODE / NOMOR 58
KATEGORI Higher is better
SATUAN Skala 1 sampai dengan 5
PERIODE PENGUKURAN Triwulan FORMULA / CARA
PENGUKURAN Kualitatif
Langkah 2. Hasil pencapaian kinerja UBP Kamojang untuk masa penilaian sebelumnya
pada lima parameter di atas, secara berturut turut adalah 90%, 89%, 70, 75%, dan 0. Dua nilai terakhir merupakan penilaian baru dan karenanya dimulai dari nilai terkecil yang disepakati. Kelima nilai tersebut selanjutnya akan diisikan pada baris level 3 (tiga).
Langkah 3. Awal masa penilaian kinerja saat ini, Direktur PT. Indonesia Power dengan General Manager UBP Kamojang membuat kesepakatan atau kontrak kinerja yang merupakan target unit bisnis atas lima parameter kinerja tersebut. Angka kontrak tersebut akan diisikan dalam level 10. Adapun nilai target UBP Kamojang atas lima parameter di atas, secara berturut turut adalah 95%, 93%, 80, 0%, dan 5.
Langkah 4. Interval level 3 sampai dengan 10 ditentukan dengan menggunakan skala
ΔXL‐H = L H L H x x y y − − Keterangan : ΔXL‐H = Interval angka antara level High dan Low xH = Level High xL = Level Low yH = Angka pada level High yL = Angka pada level Low
Langkah 5. Angka pencapaian kinerja terburuk yang pernah dicatat oleh unit bisnis
seluruh PT. Indonesia Power dicatat pada level 0 (nol). Adapun untuk kelima bidang parameter tersebut, angka yang diisikan adalah ‐10%, 80%, 0, 75%, dan 0. Interval level 0 sampai dengan 3 sebagai pencapaian kontraprestasi ditentukan sebagaimana langkah 4. Langkah 6. Pembobotan untuk kelima parameter yang telah ditentukan masing masing adalah 0,5%; 4,9%; 1%; 0,4%; dan 1,5% dan diisikan pada baris weight.
Langkah 7. Pada akhir masa penilaian saat ini, PT. Indonesia Power UBP Kamojang
berhasil memperoleh pencapaian aktual yang dihitung berdasar formula parameter kinerja, sebagai berikut: temuan audit pusat (93,5%), EAF (95%), inovasi pegawai (75), kualitas supply barang (6%), dan persepsi masyarakat (4). Pencapaian ini diisikan dalam baris performance.
Langkah 8. Pencapaian aktual pada baris performance diasosiasikan dengan interval tiap
tiap level. Hasil untuk kelima parameter contoh tersebut adalah secara berturut turut 7, 10, 6, 9, dan 8 yang diisikan dalam baris level.
Langkah 9. Baris value merupakan hasil perkalian antara level dan weight, dan dalam
ilustrasi ini nilai pencapaian kinerja untuk kelima parameter contoh adalah 0,04 untuk temuan audit pusat (Stakeholder Kantor Induk), 0,49 untuk EAF (Stakeholder Pelanggan), 0,06 untuk inovasi pegawai (Stakeholder Pegawai), 0,04 untuk kualitas supply barang (Stakeholder Supplier), dan 0,12 untuk persepsi masyarakat (Stakeholder Pemerintah & Komunitas Lainnya).
Langkah 10. Sehingga akan didapat indeks kinerja PT. Indonesia Power UBP Kamojang
dan mencerminkan kinerja unit secara utuh apabila ke‐67 parameter digunakan seluruhnya dalam ilustrasi ini.
Kesepuluh langkah di atas dapat digambarkan dalam model penilaian sebagaimana dalam tabel berikut.
Tabel 4.10. Ilustrasi Penghitungan Indeks Pencapaian Kinerja PT. Indonesia Power UBP Kamojang KPI 14 23 38 47 58 Performance 93,5% 95,0% 75,0 6% 4,0 10 95,0% 93,0% 80,0 0,0% 5,0 9 94,3% 92,4% 78,6 10,7% 4,3 8 93,6% 91,9% 77,1 21,4% 3,6 7 92,9% 91,3% 75,7 32,1% 2,9 6 92,1% 90,7% 74,3 42,9% 2,1 5 91,4% 90,1% 72,9 53,6% 1,4 4 90,7% 89,6% 71,4 64,3% 0,7 3 90,0% 89,0% 70,0 75,0% 0,0 2 56,7% 86,0% 46,7 75,0% 0,0 1 23,3% 83,0% 23,3 75,0% 0,0 Level 0 -10,0% 80,0% 0,0 75,0% 0,0 Level 7 10 6 9 8 Weight 0,5% 4,9% 1,0% 0,4% 1,5% Value 0,04 0,49 0,06 0,04 0,12 INDEX 0,74
Dengan sistem pengukuran kinerja berdasar kerangka performance prism yang didukung dengan model penilaian OMAX sebagaimana di atas, perusahaan dapat melakukan pemantauan terhadap seluruh aspek kinerjanya dan segera melakukan pembenahan apabila pencapaian kinerja tersebut berada pada level yang rendah. Dalam hal ini perusahaan harus membuat kesepakatan misalnya dengan indikator warna terhadap posisi atau level pencapaian kinerja, misalnya Level 10, 9 dan 8 diwakili warna hijau yang berarti kinerja telah mencapai performa yang diharapkan, Level 4 sampai dengan 7 dengan warna kuning yang mengartikan perusahaan harus
lebih memperhatikan aspek kinerja tersebut karena berada dalam posisi yang rendah, dan level 3 ke bawah diwakili dengan warna merah yang mengartikan pencapaian kinerja yang sangat buruk karena lebih jelek dari pencapaian sebelumnya dan harus sesegera mungkin untuk dapat dibenahi.