ters Am mak ini gen poh Kan ber anta kas zoll Indigofe sebar secara merika Selata kanan ternak adalah mem nangan air, d hon tropis ndungan pro rkisar antara ara 22%-46% Menuru sar sebesar 2 lingeriana m Taksono divisi sub divi kelas bangsa suku marga jenis fera zollinge a geografis an. Banyak s k, pupuk hij miliki kandun dan tahan ter
memiliki k otein kasar b 22%-29%, % (Hassen e Ga ut Hassen et 24,3%, sedan mempunyai omi tanaman : Spe isi : Ang : Dic : Ros : Leg : Ind : Ind TINJAU Indigofe eriana adala di Afrika t spesies di A
jau atau seb ngan protein rhadap salini kandungan n beberapa spe sedangkan k et al., 2007). ambar 1. Ind Sumber al. (2008) I ngkan menu protein kasa n I. zollinger ermatophyta giospermae cotyledonae sales guminosae digofera digofera zolli UAN PUSTA era zollinger ah genus d tropis, Asia Afrika dan As bagai tanama n yang tingg itas. Indigofe nutrisi yang esies Indigofe kandungan s digofera zoll : Abdullah (20 Indigofera s urut Abdullah ar sekitar 23, riana sebaga ingeriana AKA riana dengan sekit a, Australia,
sia telah dila an penutup. gi, toleran te fera sp. adala g baik untu fera sp. dilap serat (NDF) lingeriana 010) sp. mempun h dan Suhar ,40%-27,60% ai berikut : tar 700 spe , Amerika U aporkan berg Khas dari l erhadap mus ah tanaman l uk ternak r porkan tergo tergolong re nyai kandung rlina (2010) %. esies yang Utara, dan guna untuk leguminosa sim kering, leguminosa ruminansia. long tinggi endah yaitu gan protein Indigofera
3 Menurut Skerman (1982), ciri-ciri legume Indigofera sp. adalah tinggi kandungan protein dan toleran terhadap kekeringan dan salinitas menyebabkan sifat agronominya sangat diinginkan. Saat akar terdalamnya dapat tumbuh kemampuannya untuk merespon curah hujan yang kurang dan ketahanan terhadap herbivore merupakan potensi yang baik sebagai tanaman penutup tanah untuk daerah semi-kering dan daerah kering. Interval defoliasi tanaman ini yaitu 60 hari dengan intensitas defoliasi 100 cm dari permukaan tanah pada batang utama dan 10 cm dari pangkal percabangan pada cabang tanaman. Produksi bahan kering (BK) total Indigofera sp. adalah 21 ton/ha/tahun dan produksi bahan kering daun total 5 ton/ha/tahun (Hassen et al., 2008). Menurut Tarigan dan Ginting (2011), Indigofera sp. dapat digunakan sebagai bahan pakan sumber protein dengan kandungan tanin yang rendah yaitu sebesar 0,8 g/kg bahan kering.
Lamtoro (Leucaena leucocephala)
Lamtoro (Leucena leucocephala) merupakan salah satu leguminosa pohon yang mengandung protein tinggi dan karotenoid yang sangat potensial sebagai pakan ternak. Lamtoro merupakan legum pohon yang produktif menghasilkan hijauan, tahan pemotongan, pengembalaan berat, dan sebagai pakan tambahan bermutu tinggi. Tanaman lamtoro dapat diberikan kepada ternak dalam bentuk hijauan segar, kering, tepung, silase, dan pelet. Lamtoro sangat baik sebagai pakan ternak, dikarenakan daun lamtoro kaya akan protein, karoten, vitamin, dan mineral (Soeseno dan Soedaharoedjian, 1992). Menurut Mtenga dan Laswai (1994) lamtoro memiliki kandungan protein yang tinggi (21%), kandungan asam aminonya cukup tinggi dan juga memiliki antinutrisi seperti mimosin dan tanin. Wood et al. (2003) menyatakan bahwa terjadi penurunan kadar mimosin daun lamtoro akibat pemanasan pada suhu 60°C dari 3,2% menjadi 2,5% dan pada pemanasan 145°C turun menjadi 1,8%. Selain itu, terjadi inaktivasi mimosin akibat proses pelleting. Menurut Laconi dan Widiyastuti (2010), detoksifikasi secara fisik dan kimia mampu menurunkan kandungan mimosin daun lamtoro dengan perendaman selama 12 jam dalam air pada suhu kamar dapat mereduksi kandungan mimosin lebih dari 50%.
gam kon men itu tida men diam pen pan pak men mem bah yan pro baik (Ri Pelet be mal, namun p nsumsi paka nyebabkan k Onwudike ak lebih dari Menuru nggiling bah meter, panja ngolahan bah nas dan teka kan, mempe ngurangi pen Menuru miliki kom hannya, hija ng dapat dig otein kasar se k dibanding zqiani, 2011 G erbasis daun pemberian d an, dan efis kerontokan
(1995) mere i 50% total ra
ut Pond et han baku yan ang dan dera han baku ran anan. Ransum ermudah pe nyusutan (D ut Abdullah mposisi baha auan yang b gunakan seb ebesar 25,66 gkan dengan 1) Gambar 2. Le Sumber n lamtoro le daun lamtoro siensi pakan dan reddish ekomendasik ansum. al. (1995) ng kemudian ajat kekerasa nsum secara m dalam be enanganan Dozier, 2001) (2010), hij an yang leb berpotensi di bagai pakan 6%. Perform n kelinci ya eucaena leuc r : flickriver.co ebih disukai o dapat meng n. Daun lam pada kelinc kan penggun Pelet pelet adal n dipadatkan an yang berb mekanik ya entuk pelet d sehingga m ). auan dapat bih padat d iproses men sumber pro ma kelinci ya ang diberi cocephala om i oleh kelin gurangi pertu mtoro menga ci (Onwudik naan daun l lah ransum n menggunak beda. Pelet m ang didukung dapat menin menurunkan dibentuk m dan tidak m njadi pelet a otein karena ang diberi pa pakan berup nci dibandin umbuhan bo andung mim ke, 1995). O lamtoro dala yang dibu kan die deng merupakan h g oleh faktor ngkatkan nu biaya pro menjadi pele mengubah adalah I. zol a memiliki akan berupa pa butiran ngkan daun obot badan, mosin yang Oleh karena am ransum uat dengan gan bentuk, hasil proses r kadar air, trisi dalam oduksi dan et sehingga kandungan llingeriana kandungan pelet lebih atau mash
5 Kelinci New Zealand White
Kelinci memiliki potensi cukup baik untuk dikembangkan sebagai penghasil daging yang dapat dijadikan alternatif sumber protein hewani bagi masyarakat, selain itu bulu dan kotorannya dapat dimanfaatkan serta dijadikan hewan peliharaan. Kelinci termasuk hewan herbivora non ruminan yang memiliki sistem pencernaan monogastrik dengan perkembangan sekum seperti alat pencernaan ruminansia, sehingga kelinci disebut pseudo-ruminansia (Cheeke dan Patton, 1982). Kelinci dapat mencerna serat kasar, terutama selulosa, dengan bantuan bakteri yang hidup di dalam sekumnya (Farrel dan Raharjo, 1984).
Klasifikasi kelinci menurut Lebas et al. (1986) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animal
Phylum : Chordata Sub phylum : Vertebrata Ordo : Logomorph Family : Lepotidae Sub family : Leporine Genus : Oryctolagus
Species : Orytolagus cuniculus
Bangsa kelinci yang biasanya paling banyak digunakan sebagai hewan penelitian adalah New Zealand White. Kelinci ini memiliki beberapa keunggulan antara lain : sifat produksi tinggi, siklus hidup yang pendek, daya tahan tubuh yang lebih baik terhadap penyakit, adaptif terhadap lingkungan yang baru, dan tidak memerlukan tempat yang luas. Kelinci New Zealand White ini termasuk dalam bangsa medium yang memiliki bobot hidup antara 3,5-4 kg dan mencapai bobot dewasa pada umur 5-6 bulan (Cheeke et al., 1987).
Kebutuhan Nutrisi Kelinci
Kebutuhan nutrisi untuk kelinci harus terpenuhi untuk mencapai hasil yang baik supaya kelinci calon pejantan atau betina dapat tumbuh normal dan sehat. Kandungan nutrisi pakan yang diberikan harus berkualitas baik dan seimbang untuk menunjang pertumbuhannya. Menurut Cheeke dan Patton (1982), kandungan protein kasar dalam ransum untuk kelinci tidak boleh melebihi 2% dari kadar serat kasar,
artinya bahwa kadar serat kasar ransum tidak boleh terlalu rendah dibandingkan dengan kadar protein ransumnya.
Tabel 1. Kebutuhan Nutrien Kelinci
Nutrien Kebutuhan nutrien kelinci
Pertumbuhan Hidup pokok Bunting Laktasi Digestible Energy (kcal/kg) 2500 2200 2500 2700
Serat kasar (%) 14 15-16 14 12
Protein kasar (%) 15 13 18 18
Lemak (%) 3 3 3 5
Ca (%) 0,50 0,60 0,80 1,10
P (%) 0,30 0,40 0,50 0,80
Sumber: Cheeke et al. (1987)
Konsumsi Ransum
Banyaknya pakan yang dikonsumsi akan mempengaruhi kondisi ternak, karena dengan mengetahui tingkat konsumsi pakan dapat ditentukan banyaknya zat makanan yang masuk ke dalam tubuh ternak dan digunakan untuk keperluan pertumbuhan dan produksi (Parakkasi, 1999). Faktor-faktor yang mempengaruhi tingkat konsumsi ransum pada ternak kelinci adalah temperatur lingkungan, kesehatan, bentuk ransum, imbangan zat makanan, cekaman, bobot badan, dan kecepatan pertumbuhan (NRC, 1977).
Menurut Church dan Pond (1980), faktor yang mempengaruhi konsumsi ransum adalah bobot badan, individu ternak, dan suhu lingkungan. Konsumsi ransum akan semakin rendah bila kadar proteinnya semakin rendah sehingga metabolisme jaringan ikat tidak seimbang. Sebaliknya bila kadar protein ransum terlalu tinggi akan menurunkan kecernaan zat makanan lainnya (Cheeke, 1987).
Menurut Rizqiani (2011), konsumsi bahan kering kelinci lokal peranakan New Zealand White yang diberi pelet ransum komplit yaitu sebesar 117,78 g/ekor/hari. Menurut Okerman (1994), kebutuhan konsumsi bahan kering ransum pelet pada kelinci sebanyak 5% dari bobot badan. Jumlah pakan yang diberikan bergantung pada periode pemeliharaan, harus memenuhi jumlah yang dibutuhkan oleh kelinci sesuai dengan tingkat umur atau bobot badan kelinci. Pemberian pakan ditentukan berdasarkan kebutuhan bahan kering (Tabel 2).
7 Tabel 2. Kebutuhan Bahan Kering Kelinci
Status Bobot Badan (kg) Kebutuhan Bahan Kering (% BB) (g/ekor/hari) Muda 1,8-3,2 6,2-5,4 112-173 Dewasa 2,3-6,8 4,0-3,0 92-204 Bunting 2,3-6,8 5,0-3,7 115-251 Menyusui 4,5 11,5 520 Sumber : NRC (1977)
Pertambahan Bobot Badan Kelinci
Pertambahan bobot badan merupakan salah satu kriteria yang dapat digunakan untuk mengevaluasi kualitas bahan pakan, karena pertumbuhan yang diperoleh dari suatu percobaan merupakan salah satu indikasi pemanfaatan zat-zat makanan dari ransum yang diberikan. Dari data pertambahan bobot badan akan diketahui nilai suatu bahan pakan bagi ternak (Church dan Pond, 1980).
Pertambahan bobot badan erat hubungannya dengan pertumbuhan. Pertumbuhan adalah proses pertambahan ukuran fisik individu yang mencakup pertambahan jumlah sel, volume, jenis maupun substansi sel yang terkandung didalamnya dan bersifat tidak kembali. Pertumbuhan biasanya diukur dengan bertambahnya bobot hidup yang diiringi dengan perubahan ukuran tubuh. Pertumbuhan ternak umumnya mengikuti pola kurva berbentuk sigmoid yang merupakan hubungan antara umur, bobot tubuh, dan pola pertumbuhan yang terjadi pada kelinci sejak setelah lahir (Sanford, 1980).
Thalib et al. (2001) menyatakan bahwa pertumbuhan bobot tubuh ternak sangat dipengaruhi oleh kuantitas dan kulitas ransum, maksudnya penilaian pertambahan bobot badan tubuh ternak sebanding dengan ransum yang dikonsumsi. Menurut Rasyid (2009) salah satu faktor yang mempengaruhi pertambahan bobot badan adalah konsumsi pakan. Konsumsi pakan dan kecernaan pakan yang tinggi akan menghasilkan pertambahan bobot badan yang lebih tinggi. Hal ini disebabkan oleh semakin banyak nutrien yang diserap oleh tubuh ternak tersebut.
Rizqiani (2011) menyatakan bahwa pertambahan bobot badan harian kelinci lokal peranakan New Zealand White dengan pemberian pelet ransum komplit menghasilkan pertambahan bobot badan sebesar 17,60 g/ekor/hari. Di daerah tropis
pertambahan bobot hidup hanya 10-20 g/ekor/hari sehingga pemotongan dilakukan pada umur 20 minggu. Pertumbuhan dan perkembangan yang maksimum ditentukan oleh faktor genetik, tetapi makanan merupakan faktor esensial untuk mencapai bobot maksimal (Cheeke, 1987).
Efisiensi Pakan Kelinci
Efisiensi ransum merupakan perbandingan antara pertambahan bobot badan dan konsumsi pakan. Menurut Card dan Nesheim (1972), nilai efisiensi penggunaan pakan menunjukkan banyaknya pertambahan bobot badan yang dihasilkan dalam satu kilogram pakan. Menurut Cheeke et al. (2000), efisiensi dapat berkisar antara 0,25–0,28. Nilai efisiensi pakan kelinci lokal peranakan New Zealand White dengan pemberian pelet ransum komplit pada penelitian Rizqiani (2011) yaitu 0,15. Parakkasi (1999) menyatakan bahwa penambahan protein dalam ransum dapat meningkatkan pertambahan bobot badan sedangkan penambahan serat dalam ransum dapat menurunkan bobot badan. Penelitian Fernandez dan Fraga (1996) melaporkan efisiensi pakan pada kelinci yang diberikan pakan mengandung lemak nabati lebih tinggi dibandingkan kelinci yang diberi pakan yang mengandung lemak hewani. Pakan berkualitas rendah dapat memperlambat pertambahan bobot hidup dan memperkecil efisiensi penggunaan ransum (Lebas et al., 1986).
Bobot Potong dan Karkas Kelinci
Bobot potong merupakan bobot hidup akhir ternak sebelum dipotong pada saat kelinci sudah siap dipotong pada umur dan bobot badan yang ditentukan. Bobot potong yang tinggi menghasilkan bobot karkas yang tinggi pula (Muryanto dan Prawirodigdo, 1993). Hal ini disebabkan proporsi bagian tubuh yang menghasilkan daging akan bertambah selaras dengan ukuran bobot tubuh ternak.
Karkas adalah tubuh ternak setelah dilakukan pemotongan yang dihilangkan kepala, kaki dari bagian carpus dan tarsus, darah serta organ-organ internal (Soeparno 1992). Produksi karkas dinyatakan dalam bobot dan persentasenya, dimana persentase karkas merupakan hasil dari perbandingan bobot karkas dengan bobot tubuh kosong atau bobot potongnya. Zotte (2002) menyatakan bahwa faktor yang mempengaruhi bobot karkas dibedakan menjadi 3, yaitu faktor genetik, biologi, dan pakan. Kualitas karkas dan daging dipengaruhi oleh faktor sebelum dan sesudah
9 pemotongan. Faktor yang menentukan adalah bobot karkas, jumlah daging yang dihasilkan dan kualitas daging dari karkas yang bersangkutan (Soeparno dan Sumadi, 1991).
Menurut Yurmiaty (1991), semakin banyak jumlah ransum yang dikonsumsi semakin baik pula pertumbuhan seekor ternak yang selanjutnya akan berpengaruh pada bobot karkas, karena bobot karkas mempunyai kaitan yang erat dengan bobot potong yang dihasilkan. Menurut Gillespie (2004), bobot hidup sekitar 1,8-2,1 kg menghasilkan karkas dengan persentase karkas sebesar 50%-59%. Hasil penelitian dari Rohmatin (2010) yang menggunakan kelinci jantan lokal menghasilkan persentase karkas sebesar 50,89%-52,65%.
Kadar Lemak Daging Kelinci
Tingkat perlemakan dapat menentukan kapan ternak seharusnya dipotong. Pemotongan ternak sebaiknya dilakukan menjelang dewasa. Lemak akan ditimbun selama pertumbuhan dan perkembangan, karkas ternak dewasa dapat mengandung lemak sekitar 30%-40%, dengan meningkatnya berat karkas maka proporsi otot dan tulang menurun, sedangkan proporsi lemak meningkat (Soeparno, 1992). Perletakan dan distribusi lemak mempunyai arti ekonomi dalam produksi daging, karena lemak menambah bobot daging karkas dan penyebarannya turut menentukan mutu daging. Depot lemak merupakan komponen karkas yang masak lambat, dimana persentase depot lemak meningkat dengan bertambahnya bobot hidup (De Blass et al., 1977).
Perletakan lemak tubuh pada kelinci disekitar rusuk, sepanjang tulang belakang, daerah paha, sekitar leher, ginjal dan jantung. Pertumbuhan lemak pada ternak kelinci berlangsung bila berumur lebih dari dua bulan yaitu pada bobot sekitar 1,5-2,0 kg, tetapi lemak yang dikandungnya lebih kecil dibandingkan dengan ternak lainnya (Bogart, 1977). De Blass et al. (1977) melakukan penelitian dengan menggunakan kelinci betina Spanish giant, yang dipotong pada umur 3, 4, dan 5 bulan, ternyata dengan meningkatnya umur potong kadar lemaknya meningkat 34,1%, 37,85% dan 43,97% dari bobot lemak awalnya.
Penentuan kadar lemak dalam analisis proksimat menggunakan metode Soxhlet. Penentuan kadar lemak menggunakan metode ini, selain lemak juga dihasilkan fosfolipida, sterol, asam lemak bebas, karotenoid dan pigmen yang lain, sehingga hasil analisisnya sering disebut dengan lemak kasar (Sudarmadji et al.,
1989). Kadar lemak daging kelinci pada paha kanan kelinci lokal peranakan New Zealand White yang diperoleh oleh Rizqiani (2011) yang menggunakan metode Soxhlet adalah sebesar 0,65%.
Organ Dalam Kelinci
Hati merupakan organ terbesar dan secara metabolisme paling kompleks di dalam tubuh. Fungsi hati antara lain : mensekresikan empedu, mengatur aktivitas karbohidrat, metabolisme protein, metabolisme lemak, pembentukan darah, menyimpan vitamin, mengatur produksi panas, serta mengatur kadar protein dan gula dalam darah (Thakur dan Puranik, 1981; Leach, 1961). Steven et al. (1974) menyatakan bahwa persentase bobot hati kelinci berkisar antara 2,45%-3,29%.
Jantung adalah suatu struktur muskular berongga yang berbentuk menyerupai kerucut dan terbagi menjadi bagian kanan dan bagian kiri. Jantung terdiri dari empat rongga dengan empat katup sebagai alat pemompa darah. Jantung mendapat nutrisi dan oksigen dari darah yang mengalir melalui pembuluh darah koroner. Besarnya jantung bergantung pada jenis, umur, besar dan pekerjaan (Ressang, 1984)
Ginjal adalah alat tubuh yang mempunyai daya saring dan serap kembali (Ressang, 1984). Ginjal terletak dibagian dalam rongga perut pada kedua sisi tulang belakang. Ginjal mempunyai fungsi mengeluarkan limbah sisa metabolisme, mengatur konsentrasi air dan garam, menjaga keasaman plasma darah, sebagai organ endokrin menghasilkan hormon-hormon eritropietin, renin, dan prostaglandin. (Hernomoadi et al., 1994). Ressang (1984) menyatakan bahwa pembesaran dan pengecilan bobot ginjal dapat diakibatkan oleh bertambahnya aktivitas ginjal dalam menyeimbangkan susunan darah yang mengandung racun.
Data persentase bobot hati, jantung, dan ginjal pada penelitian yang dilakukan oleh Rohmatin (2010) yaitu sebesar 2,31%-2,76%; 0,21%-0,23%; dan 0,52%-0,59% untuk kelinci lokal peranakan New Zealand White yang diberi ransum komplit dengan bobot 1723-2015 g.
Persentase Non Karkas Kelinci
Berat non karkas sangat mempengaruhi berat karkas, karena semakin meningkat berat non karkas maka perolehan karkas yang dihasilkan akan semakin menurun. Hal ini disebabkan jumlah non karkas yang dihasilkan lebih banyak dari
11 pada jumlah karkas dari ternak tersebut. Menurut Rao et al. (1977), kepala dan kaki merupakan organ yang masak dini, pertumbuhan dan perkembangan kepala terjadi sangat cepat, sedangkan setelah dewasa pertumbuhannya menjadi lambat. Cheeke et al. (2000) menyatakan bahwa bobot kulit kelinci dipengaruhi oleh kandungan protein pakan, dimana dengan tercukupinya asupan protein maka akan meningkatkan bobot potong dan selanjutnya akan berpengaruh terhadap bobot kulit.
Bobot saluran pencernaan berhubungan dengan nilai retensi makanan didalam saluran pencernaan, ransum yang bermutu rendah cenderung memerlukan waktu yang lama, hal ini sehubungan dengan usaha ternak yang bersangkutan untuk memenuhi kebutuhan nutrisinya. Perkembangan saluran pencernaan dipengaruhi oleh adanya perubahan anatomis dan enzimatis, hal ini berhubungan dengan jenis pakan yang dikonsumsi (Mulyaningsih et al., 1984). Sistem pencernaan pada kelinci terdiri dari saluran pencernaan dan kelenjar pencernaan yang meliputi kelenjar ludah, pankreas dan hati (Thakur dan Puranik, 1981).
Persentase bobot kepala, kaki, kulit dan saluran pencernaan yang dilaporkan oleh Rohmatin (2010), yaitu 9,99%-10,34%; 2,81%-3,19%; 10,02%-10,705%; 13,55%-15,42% yang menggunakan kelinci lokal peranakan New Zealand White yang diberi ransum komplit dengan bobot 1723-2015 g.
Income Over Feed Cost (IOFC)
Analisis ekonomi sangat penting dalam usaha peternakan, karena tujuan akhir usaha adalah untuk mendapatkan keuntungan. Salah satu perhitungan yang dapat digunakan adalah Income Over Feed Cost yaitu pendapatan yang diterima setelah dikurangi biaya pakan selama pemeliharaan (Setyono, 2006). Pendapatan merupakan salah satu tujuan utama dalam usaha peternakan, dengan mengetahui jumlah pendapatan yang diterima maka seorang peternak dapat mengetahui apakah biaya pakan yang dikeluarkan selama pemeliharaan ternak cukup ekonomis atau tidak. Faktor yang dapat berpengaruh penting dalam perhitungan IOFC adalah pertambahan bobot badan selama pemeliharaan, konsumsi pakan dan harga pakan (Mulyaningsih, 2006).