• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VII REFLEKSI DAN KESIMPULAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB VII REFLEKSI DAN KESIMPULAN"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

257

Fakta-fakta dan analisis di dalam disertasi ini melahirkan satu kesimpulan umum yaitu bahwa keberadaan Jemaat Eli Salom Kele’i adalah sebuah hasil konstruksi sosial dan konstruksi budaya keagamaan di tengah kegelisahan sosial akibat konflik Poso dan formalitas agama institusional. Kesimpulan ini hendak mengkritik teori Marx tentang agama sebagai ilusi dan proyeksi. Dengan menggeser fokus dari konflik kelas ke konflik kultural kita menemukan agama sebagai salah satu tipe khas tindakan sosial. Kesimpulan ini memperkuat pemikiran Weber tentang agama sebagai aksi sosial, rasionalitas, dan legitimasi. Sekali lagi ditegaskan bahwa tindakan-tindakan keagamaan pada level aktor-aktor individual adalah tipe khusus tindakan sosial. Pemahaman ini diperoleh dari sudut pandang makna yang dimiliki oleh tindakan itu. Orang-orang sangat dipengaruhi oleh agama ketika mereka dikelilingi oleh ekspektasi-ekspektasi keduniaan mereka, yakni harapan akan kehidupan yang lebih baik di dunia ini. Oleh karena itu tindakan keagamaan selalu bersifat historis dan sosiologis. Selanjutnya, tindakan yang termotivasi secara keagamaan tersebut bersifat rasional. Dalam teorinya tentang tindakan sosial, Weber membedakan antara dua jenis rasionalitas, yaitu tindakan yang memiliki karakter kalkulabel yang termotivasi oleh rasionalitas purposif dan tindakan yang bermakna di dalam dirinya sendiri yang termotivasi oleh rasionalitas nilai. Tindakan sosial Jemaat Eli Salom Kele’i pada tataran aktor lebih condong pada tindakan rasionalitas nilai. Sedangkan pada tataran interaksi sosial, jemaat Eli Salom Kele’i adalah suatu mobilisasi perilaku

(2)

kolektif yang berbasiskan kepercayaan fundamental untuk mengatasi ketegangan-ketegangan interaksi dan struktur sosial dalam masyarakat. Dengan kata lain, kemunculan Jemaat Eli Salom kele’i di satu pihak merupakan sebuah mekanisme redefinisi kolektif terhadap kehancuran struktur sosial di Poso akibat kerusuhan dan konflik berdarah, dan di pihak lain koreksi terhadap formalisme agama institusional. Fakta ini dicirikan oleh dua kondisi faktual, yaitu terjadinya modifikasi relasi manusia dengan sesamanya dan terbentuknya kultus yang memisahkan diri dari induk organisasi keagamaan.

Tesis-tesis di dalam disertasi ini mempertajam kembali teori-teori fungsional agama dari para sosiolog klasik yaitu bahwa agama bersifat historis dan sosiologis. Agama adalah bagian dari proses historis dan struktur sosial sebuah masyarakat. Oleh karena itu perilaku keagamaan, baik secara individual apalagi kolektif selalu hanya dapat dipahami dalam konteks sosio historisnya. Agama yang fungsional adalah agama yang menjadi bagian dari sejarah pergolakan masyarakat. Selama agama memposisikan diri seperti ini maka ia akan tetap hidup. Sebaliknya ketika agama semakin menjadi sebuah sistem organisasi dan sistem simbol dan pemikiran yang abstrak-dogmatis serta terpisah dari pergolakan sosial maka agama itu akan mati.

Fakta dan analisisnya membuktikan secara logis bahwa aksi-aksi kolektif yang muncul melalui keberadaan dan perkembangan Jemaat Eli Salom Kele’i adalah tindakan rasional yang melibatkan para aktor kolektif, teregulasi oleh item-item kultural, dan bersifat rasional dan situasional. Para aktor ini adalah mereka yang terlibat dalam proses sejarah dan perubahan sosial di Poso dan yang melahirkan krisis multi dimensional. Item-item kultural ditafsirkan secara

(3)

teologis dan melahirkan kepercayaan fundamental, nilai-nilai, dan norma-norma sosial. Berdasarkan tesis-tesis yang telah disebutkan sebelumnya maka ada tiga tujuan tindakan sosial keagamaan dari para aktor kolektif jemaat Eli Salom Kele’i. Pertama, dalam kondisi krisis sosial di mana terjadi ketegangan-ketegangan dan konflik-konflik sosial mereka memobilisir diri untuk menyusun kembali tatanan nilai dan norma yang hancur akibat konflik Poso dengan berdasarkan keyakinan-keyakinan fundamental atau kepercayaan keagamaan.1 Secara sosiologis Jemaat Eli Salom Kele’i tidak

dapat disebut sebagai sebuah gerakan sempalan agama yang bertujuan untuk menyimpangkan dan menodai ajaran-ajaran Gereja Kristen Sulawesi Tengah. Dalam tipologi Ernst Troeltsch ia adalah salah satu tipe perkembangan sosiologis gereja yang muncul ketika agama mengalami formalisme yang kaku di tengah krisis dan perubahan struktur sosial. Dalam tipologi Neil Smelser ia adalah sebuah tipe gerakan sosial yang berbasiskan perilaku kolektif yang berorientasi nilai. Di bawah kondisi kondusifitas yang dihasilkan oleh konflik Poso, para aktor yaitu orang-orang Kele’i menafsirkan secara teologis dan mengembangkan secara kolektif nilai-nilai budaya lokal untuk menjadi komponen-komponen dasar tindakan sosial mereka.2 Oleh sebab itu gerakan Jemaat Eli Salom Kele’i

sebagai sebuah gerakan sosial berorientasi nilai telah didorong oleh keinginan yang rasional untuk mengartikan kembali secara kolektif keadaan sosial yang tidak terstruktur lagi, baik di Poso pada umummnya dan di Kele’i pada khususnya. Kedua, jemaat Eli Salom Kele’i adalah kumpulan

1 Lihat kembali Neil Smelser, Theory of Collective Behavior (New York: The

Free Press, 1962), 23., dan lihat juga Bryan Wilson, Magic and the Millenium: A Sociolgical Study of religious Movements (New York: Harper & Row, Publishers, 1973) 1 – 8.

2 Kedua nilai itu adalah Mombetubunaka dan Mosintuwu. Untuk jelasnya

(4)

aktor-aktor kolektif yang merasa terdorong untuk mendefinsikan kembali diri mereka sendiri dan hubungan-hubungan mereka dengan lingkungan sosial di sekitarnya. Para anggota persekutuan Jemaat tersebut berkontribusi pada pembentukan sebuah identitas kolektif melalui proses konstruksi sistem tindakan yang berbasiskan kepercayaan-kepercayaan Kristen. Konstruksi identitas kolektif ini didefinisikan dan diartikulasikan secara bersama melalui praktek-praktek ritual, perilaku hidup sosial, dan produk-produk kultural.3 Ketiga, perubahan sosial yang cepat dan

ketegangan-ketegangan struktural dalam masyarakat Poso pasca konflik 1998 – 2003 membuat pengetahuan dan pengalaman keagamaan yang teoritis formal menjadi kering dan tidak bermakna. Dimensi spiritual dan intuisi keagamaan tidak dapat lagi diisi oleh obligasi-obligasi keagamaan dan abstraksi-abstraksi dogmatis. Orang-orang menjadi haus dan dahaga dengan pengalaman keagamaan yang eksistensial dan otentik. Untuk menangkap pengalaman keagamaan yang seperti itu orang-orang Kele’i yang sederhana lebih mengandalkan intuisi ketimbang rasionalitas. Itulah sebabnya pengalaman keagamaan Marliana Pulanga terasa lebih dipahami ketimbang khotbah-khotbah di Gereja GKST Yerusalem Kele’i. Berdasarkan hal ini maka elemen-elemen mistikal seharusnya mendapat tempat dan perhatian yang cukup dalam praktek-praktek keagamaan di Gereja Kristen Sulawesi Tengah. Diskursus dogmatis, formalitas ritual, dan birokrasi institusional gereja bukan menjadi kebutuhan utama warga gereja, apalagi ketika mereka menghadapi kebutuhan untuk menginterpretasi dunia sosial mereka dan mengkonstruksi makna tindakan sosial dan identitas di tengah

3 Lihat kembali Alberto Melluci, dalam Dalam: Hank Johnston and Bert

Klandermans (Ed.), Social Movements and Culture (Minneapolis: Univ. of Minnesota Press, 1995.), 41 – 57.

(5)

masyarakat yang bergolak. Apa yang menjadi kebutuhan mereka adalah praktek keagamaan yang membuka ruang seluas-luasnya bagi pengalaman-pengalaman meditatif, kontemplatif, intuitif dan reflektif. Praktek keagamaan yang seperti ini mensyaratkan keseimbangan antara aspek kognitif dan afektif manusia. Oleh karena itu Gereja Kristen Sulawesi Tengah perlu menghindari model-model ibadah yang formalistik dan indoktrinatif serta mengembangkan model ibadah yang lebih partisipatif dan reflektif.

Hal tersebut di atas melahirkan satu kesimpulan umum bahwa rasionalitas tindakan sosial orang-orang yang ikut dalam Jemaat Eli Salom Kele’i melibatkan dua kesadaran, yaitu kesadaran intelektual dan kesadaran intuisi. Kesadaran intelektual bersentuhan dengan rekonstruksi tatanan nilai dan identitas kolektif, sementara kesadaran intuisi bersentuhan dengan dimensi spiritual yang melahirkan kepercayaan fundamental.

Elemen-elemen keagamaan ini bersumber dari pengalaman-pengalaman mistik keagamaan dan item-item kultural. Pengalaman mistik keagamaan berkontribusi pada kepercayaan fundamental dan item-tem kultural menjadi bahan baku bagi pembentukan sistem nilai dan norma tindakan sosial. Kepercayaan fundamental datang dari kepekaan intuitif akan kehadiran Tuhan dalam diri setiap orang. Manusia bukan hanya makhluk insani tetapi juga ilahi karena adanya hembusan nafas Tuhan di dalam setiap tarikan dan hembusan nafasnya. Kepercayaan fundamental ini menurunkan kepercayaan bahwa setiap orang mempunyai potensi di dalam dirinya untuk mengenal dan mengalami Tuhan secara langsung dan pribadi. Kepercayaan ini mengartikan bahwa setiap orang ikut serta dalam sifat-sifat Tuhan seperti kesucian, kekudusan, kekekalan, dan cinta kasih.

(6)

Inilah yang menyebabkan adanya kesadaran akan Tuhan di dalam hati batin manusia dan yang dapat memotivasi manusia untuk mencari dan menyatukan eksistensinya dengan Tuhan. Cara atau jalan yang terbaik untuk mendekatkan diri kepada Tuhan dan menyatukan eksistensi denganNya adalah pengosongan diri dan penyucian hati dari perasaan benci, dendam, marah, dengki, penyucian tubuh dari kekuatan-kekuatan magis dan makanan atau minuman yang mengotori tubuh serta menghindarkan diri dari perilaku yang merendahkan orang lain. Kepercayaan fundamental tersebut direfleksikan ke dalam nilai-nilai utama sebagai elemen dasar tindakan sosial. Nilai-nilai mombetubunaka dan mosintuwu

yang diambil dari konsepsi budaya tradisional

diinterpretasikan secara teologis dan dioperasionalisasikan dalam norma-norma tingkah laku sehari-hari. Jadi, kepercayaan fundamental Jemaat Eli Salom kele’i adalah adanya hubungan dan kesatuan eksistensial antara manusia dengan Tuhan dan antara manusia dengan sesamanya. Oleh karena itu setiap orang harus memandang dirinya dan sesamanya sebagai bagian dari sebuah kesatuan hakekat. Itulah kehidupan yang ada dalam persekutuan dengan Tuhan.

Referensi

Dokumen terkait

Aplikasi Pengduan Masyarakat Berbasis Web site Pada Kantor Harian Palopo Pos dapat mempermudah redaktur halaman ruang publik untuk menampung semua aduan

Halaman Create Message menampilkan text field untuk nomor tujuan, kunci, dan juga isi pesan yang ingin dikirimkam. Ada beberapa menu layout yang akan muncul ketika

Ditinjau dari sudut metode yang dipakai maka penelitian ini dapat digolongkan dalam jenis penelitian hukum sosiologis (empiris), di mana yang dimaksud dengan penelitian

memiliki kemampuan yang lebih tinggi dalam mengungkapkan informasi melalui Internet Financial Reporting , nilai perusahaan yang.. tinggi merupakan

Halaman Laporan digunakan untuk melihat hasil akhir dari proses perhitungan data inflasi dengan nilai peramalan terbaik berdasarkan nilai error terkecil yang diperoleh

Materi penyuluhan ini antara lain sebagai berikut: makanan 4 sehat 5 sempurna, manfaat mengonsumsi hasil tani Dukuh Cangkol Duwur dari segi kesehatan, manfaat

Agama adalah kepercayaan kepada Tuhan yang dinyat akan dengan mengadakan hubungan dengan Dia mel al ui upacara, penyembahan dan permohonan dan membent uk sikap hidup

Kisah pertemuan Yesus dengan rombongan orang-orang yang keluar dari kota Nain untuk memakamkan seorang anak muda yang diharapkan memberi jalan keluar bagi