• Tidak ada hasil yang ditemukan

Orang Tua dan Anak Dalam Kota Modern

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "Orang Tua dan Anak Dalam Kota Modern"

Copied!
4
0
0

Teks penuh

(1)

Orang Tua dan Anak dalam Kota Modern Lukas 7:11-16.

Pdt. Ebenhaizer I Nuban Timo

Pertama-tama saya mengucapkan selamat merayakan Bulan Keluarga untuk semua keluarga dan rumah tangga GMIT. 1 Memiliki dan hidup dalam keluarga merupakan kekayaan

yang patut kita terima dengan perasaan syukur. Memang keluarga tidak memecahkan semua masalah dalam hidup. Tetapi keluarga dan rumah tangga yang sehat menjadi basis dari berbagai upaya kita mencari jalan keluar dari berbagai kemelut dan masalah yang terjadi dalam hidup.

Dalam rangka memaknai perayaan Bulan Keluarga untuk minggu ini saya mengajak semua kita merenungkan permasalahan berikut. Kalau sebuah keluarga tanpa anak dan keluarga yang punya banyak anak tetapi kehadiran anak-anak dalam keluarga itu hanya mendatangkan dukacita dan beban bagi orang tuanya, manakah dari dua hal ini yang lebih menyedihkan?

Tentu dua keadaan ini tidak bisa kita bandingkan dengan mudah. Keluarga atau rumah tangga yang tidak memiliki anak-anak pasti membuat suami-istri bersedih. Keceriaan dan kehangatan sepertinya tidak nampak dalam rumah tangga tersebut. Dalam rumah tangga atau perkawinan di mana anak-anak hanya suka membuat onar dan masalah, juga membangkitkan kesedihan tersendiri bagi orang tua atau suami-istri dalam rumah tangga itu. Tiap kasus dalam kehidupan keluarga dan rumah tangga mendatangkan sukacita atau dukacita tersendiri bagi anggota-anggota di dalam rumah tangga itu.

Jadi kalau pertanyaan di atas saya ajukan sekali lagi, rasanya jawaban yang bisa kita berikan adalah sama. Orang tua dalam keluarga yang tidak mempunyai anak pasti mengalami kesedihan. Begitu juga rumah tangga di mana anak-anaknya menjadi beban, pastilah membuat orang tua dari keluarga itu sedih. Terus terang, ada banyak suami-istri berdoa sambil menangis meminta Tuhan memberikan anak dalam rumah tangga dan perkawinan mereka. Tetapi ada juga orang tua yang diam-diam mencucurkan banyak air mata. Bantal tidur mereka basah akibat berjam-jam larut dalam kesedihan karena perilaku dan hidup anak-anak mereka.

Kesedihan dan air mata ada di mana-mana termasuk juga dalam keluarga dan rumah tangga. Perkawinan yang tidak punya anak mendatangkan kesedihan bagi suami-istri. Keluarga di mana anak-anaknya selalu membuat onar dan menciptakan masalah, juga membuat orang tuanya sedih dan menangis. Kesedihan sepertinya akan terus ada dan membayang-bayangi setiap sisi dan sektor kehidupan. Yang perlu kita buat bukanlah mengabaikan masalah yang membuat kita sedih, melainkan menghadapi masalah itu dan mencari jalan keluar. Sebagai para pengikut Kristus, kita tidak boleh keluar di jalan kalau ada masalah dalam rumah tangga dan perkawinan. Kita haruslah mencari jalan keluar dari masalah yang mengganggu dan merongrong sukacita dan kebahagiaan hidup berumah tangga.

(2)

Dilema antara mencari jalan keluar atau mengambil sikap keluar di jalan pada saat ada masalah dalam rumah tangga atau keluarga, juga merupakan hal yang muncul dalam peristiwa yang Yesus hadapi ketika Ia memasuki kota Nain seperti yang disaksikan Lukas 7:11-16.

Di Nain ada sebuah rumah tangga. Cerita hidup keluarga itu tidak seindah dalam novel atau film-film romantisme. Rumah tangga itu milik seorang janda. Entah sudah berapa lama ibu dalam rumah tangga itu ditinggal mati suaminya. Kita juga tidak tahu apa penyebab kematian suaminya. Bisa saja sang suami meninggal dunia karena sakit. Itu membuat si istri terbelit banyak hutang karena membiayai pengobatan sang suami.

Hidup memang tidak selamanya untung. Ia kadang-kadang membawa kita ke jalan buntu. Berharap sang suami sembuh, ternyata kekasih hatinya meninggal dunia. Beruntunglah karena si janda tidak sendirian. Ada padanya seorang anak laki-laki. Teks Alkitab berbahasa Indonesia menyebutkan identitas anak laki-laki itu dengan sebutan anak muda. Rasanya, anak laki-laki janda itu sudah terbilang dewasa, setidak-tidaknya sudah melampaui usia 15 – 17 tahun.

Anak muda ini menjadi tumpuan harapan ibunya, si janda tadi. Rasanya, si ibu tidak takut melihat daftar hutang keluarga selepas kematian sang suami karena padanya ada seorang anak laki-laki, pemuda yang sehat. Bersama dengan anak laki-laki diberikan Allah dalam perkawinan dia dengan suaminya, si janda tetap optimis memandang hari esok.

Tetapi bayangan si ibu tentang hari esok penuh harapan bersama anak laki-laki muda miliknya tidak kesampaian. Ke hadiran si anak laki-laki muda itu bukannya membuat si ibu berbahagia, tersenyum dan tertawa menjalani hidup pasca kematian sang suami. Si ibu justru sedih dan menangis. Anak laki-laki muda miliknya itu ternyata tidak bertindak dan berperilaku seperti yang diharapkan si ibu dalam menghadapi masalah utang-piutang dalam keluarga. Ia justru membuat masalah rumah tangga dan keluarganya makin berat dan rumit. Ia bukan memberikan jalan keluar bagi ibunya. Dia hanya suka jalan-jalan di luar ketika ibunya bergumul dengan masalah dan persoalan pasca kematian sang suami.

Mula-mula ibu itu hanya menangis di kamar tidurnya. Airmata kesedihan dan kekecewaan karena sikap dan perilaku si anak terus menetes membasahi bantal dan selimutnya. Tetapi lama kelamaan, ibu itu tidak tahan menangis hanya di dalam kamar. Kesedihan dan air mata si ibu akhirnya diketahui orang-orang sekampung. Menurut cerita dalam Lukas 7:11-16, si ibu mengusung keluar jenazah anaknya menuju ke pinggiran kota untuk dimakamkan. Ia pergi bersama dengan rekan-rekan sekampung. Mereka berjalan dengan muka muram, mata yang basah karena menangis dan hati yang bersedih karena meratap.

Anak muda yang satu ini bukannya menjadi kebanggaan orang tua. Ia tidak menghadirkan diri sebagai pemberi harapan bagi orang-orang sekampung. Anak muda ini justru membuat ibunya sedih dan orang-orang yang sekampung dengan dia menangis. Mengapa begitu? Lukas melaporkan penyebab ibu dan orang-orang sekampungnya sedih dan menangis. Anak muda itu mati. Ia tidak memberi jalan keluar bagi kemelut, masalah dan persoalan yang dihadapi keluarga dan kotanya. Itu sebabnya, ibu dan orang-orang yang sekota dengan dia keluar dan menapaki jalan untuk menguburkannya.

(3)

Yang terjadi justru ia menambah masalah dan persoalan. Bersama anak muda ini, ibu dan orang-orang sekampung tidak menemukan jalan keluar dari penderitaan hidup. Itu sebabnya, mereka beriringan membawa anak muda itu keluar untuk dikuburkan.

Kisah pertemuan Yesus dengan rombongan orang-orang yang keluar dari kota Nain untuk memakamkan seorang anak muda yang diharapkan memberi jalan keluar bagi persoalan keluarga dan kehidupan kotanya, bukan sekedar sebuah kisah tempoe doeloe saja. Kisah seperti ini masih saja kita temukan dalam banyak rumah dan tangga dan di banyak kota masa kini di mana kita hidup.

Banyak orang tua mengeluh, kecewa, sedih dan menangis melihat gaya hidup, perilaku dan sepak terang anak-anak mereka. Anak-anak muda itu dianggap cuek, masa bodoh, malas, mabuk-mabukan dan berperi-laku di bawah standar. Mereka suka bergaya dan bergaul tanpa memperhatikan kaidah-kaidah moral, etika dan spiritual. Orang-orang muda ini bukannya memberi jalan keluar bagi orang tua dan masyarakat menghadapi banyak masalah. Mereka justru suka keluar di jalan dan hidup sesukanya. Orang-orang tua mempersalahkan orang-orang muda.

Kalau orang-orang muda ditanya mengapa mereka menjalani hidup seperti itu, mereka justru mempersalahkan orang tua. Para senior dianggap tidak tanggap dan kurang memberi ruang bagi pemuda untuk berekspresi. Perilaku cuek dan masa bodoh yang mereka tunjukkan adalah bentuk protes terhadap kunkungan dan gaya otoriter yang ditunjukan orang-orang tua terhadap mereka. “Kami lebih suka keluar jalan karena kami tidak betah tinggal di rumah, kami tertekan dengan berbagai aturan dan pembatasan,” begitulah jawaban klise dari orang-orang muda.

Kehidupan bersama masa kini di dalam keluarga dan juga dalam komunitas kota selalu saja diwarnai oleh pertentangan dan sikap saling menuding antara orang muda dan orang tua. Kaum muda sering melabelkan diri sebagai pembawa perubahan dan pembaharuan. Sebuah label yang bersifat menyudutkan orang tua atau para senior. Sementara orang tua mencap anak-anak muda sebagai generasi yang masih hijau dan sembrono. Akibat dari polarisasi atau pengelompokan masayarakat dalam dua kubu ini terjadilah kehidupan dalam keluarga dan kota seperti apa yang digambarkan Lukas: anak muda itu mati, sedangkan ibu dan orang-orang tua se kampungnya sedih dan menangis. Keluarga dan kota di mana orang tuanya terus meratap dan anak-anak mudanya mati, tentulah bukan merupakan kota yang kita dambakan. Keluarga dan kota seperti itu tidak akan bertumbuh dengan subur.

Lukas bercerita bahwa Yesus datang ke kota itu. Ia bertemu dengan penduduknya, yakni orang-orang tua yang berjalan keluar sambil menangis untuk memakamkan seorang anak muda, karena anak muda itu tidak memberikan jalan keluar bagi kemelut dalam kehidupan bersama. Yesus sungguh prihatin dengan kenyataan itu, yakni orang-orang tua yang menangisi anak-anak muda dan anak-anak muda yang mati atau yang tidak berkesempatan untuk meringankan beban hidup keluarga dan masyarakatnya. Dalam keprihatinanNya, Yesus melakukan dua hal. Ia berkata kepada si ibu dan orang-orang tua lainnya: “Jangan menangis!” Dan kepada anak muda itu Ia memberi perintah: “Bangkitlah!”

(4)

dari sekedar menangis. Mereka perlu memberi ruang yang lebih besar kepada orang-orang muda untuk bekerja. Mengerti dan memahami perasaan dan cita-cita orang muda, mendorong dan membimbing mereka mewujudkan mimpi-mimpi itu harus menjadi sikap yang ditunjukan orang tua. Jika tidak begitu, maka orang-orang muda pastilah mengalami nasib seperti saudaranya di Nain, yakni mati.

Kepada pemuda di Nain yang akan segera dikuburkan, Yesus memberi perintah: “Bangkitlah!” Sikap orang-orang muda yang bermalas-malasan, cuek dan masa bodoh terhadap masalah persoalan persoalan yang dihadapi ayah dan ibu dalam rumah tangga, atau yang menimpa orang-orang dalam kampung tidak boleh terus dibudidayakan. Gaya hidup berfoya-foya, mau serba mewah dari orang-orang muda padahal penghasilan orang tua sangat minim tidak boleh terus dipelihara.

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk menentukan dan mengetahui potensi mengembang pada tanah lempung dan tekanan mengembang tanah lempung dengan metoda free swelling test

Sementara itu penelitian PISA (The Programme for International Student Assessment) juga memberikan informasi hasil kemampuan siswa di bidang sains yang relatif

Parameter lainnya seperti kecepatan arus, oksigen terlarut, pH, nitrat, klorofil, fosfat dan suhu tetap memberikan pengaruh terhadap kelimpahan kima meskipun secara tidak

Dari lubuk hati yang paling dalam, saya mengucapkan terima kasih kepada Master Cheng Yen dan kepada semua relawan Tzu Chi Indonesia, ke depan kita akan terus bersama demi

Manfaat dari dilaksanakannya Ujian Nasional yaitu: (1) pemetaan mutu satuan dan/atau program pendidikan, (2) seleksi masuk jenjang pendidikan berikutnya, (3) penentuan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa kondisi terbaik hidrolisis enzim yaitu pada konsentrasi enzim selulase 5% v/v selama 12 jam pada hidrolisat asam sulfat 1%

Manfaat dari kerja sama yang saling ketergantungan antarsiswa di dalam pembelajaran kooperatif berasal dari empat faktor diungkapkan oleh Slavin (dalam Eggen dan Kauchak, 2012:

The research is focused on the development a tool for converting IOTNE into IOTED and apply the tool to obtain EDM in the Indonesian industrial sector based on the 2008