• Tidak ada hasil yang ditemukan

Evaluasi Pelaksanaan Quality Control Terhadap Produk Akhir

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Evaluasi Pelaksanaan Quality Control Terhadap Produk Akhir"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

Evaluasi Pelaksanaan Quality Control Terhadap Produk Akhir

Studi Kasus Pada Perusahaan Batako UD Lestari Yogyakarta

Winanto Nawarcono *)

Abstract

The purpose of this study was to determine whether the defective product at its brick "UD Lestari" Yogyakarta is still within control limits and whether the factors that cause damage to the company's product blocks " UD Lestari" Yogyakarta.

The collection of data using observation and interview techniques. Data analysis technique used is the control chart for attributes or "P-Chart" by calculating the mean of the damage (P), calculate the standard deviation (Sp) and the quality standards set limits (UCL / Upper Control Limit and LCL / Lower Control Limit).Results from analysis of data about the quality control carried out by the brick company "UD Lestari”, that the implementation of quality control in the company's brick "UD Lestari"is not good, so that the resulting product can not meet the quality standards set by the company, ie of 4.50%. Although the difference in the average percentage of damage to brick against the standards set by smaller companies, which in 2009 amounted to 0.5%, amounting to 0.32% in 2010 and in 2011 for 0.49%. Damage that occurs in the final product is also caused by a lack of rigor and discipline workers who handle the production process

Keywords: Damaged Products, Quality Control, Control Limit, Control

Chart, and Acceptance Sampling

A. PENDAHULUAN

Dalam dunia usaha masalah pengendalian kualitas merupakan salah satu aspek yang tidak kalah pentingnya dengan aspek yang lainnya dalam usaha untuk mencapai keberhasilan suatu perusahaan. Aspek pengendalian kualitas ini berpengaruh besar, dimana konsumen akan lebih bebas dalam menentukan pembelian barang baik dalam memilih kualitas, harga maupun jenis barang.

__________________________

*)

(2)

Dengan demikian faktor pengawasan produksi dimulai dari awal sampai selesai menjadi produk jadi, menjadi sangat penting sekali bagi perusahaan untuk dilaksanakan dengan tujuan untuk kepuasan konsumen, penggunaan biaya yang serendah-rendahnya dan selesai tepat pada waktunya. Peningkatan mutu produk merupakan faktor utama dalam daya saing. Perusahaan semestinya terus menerus melakukan usaha untuk memperkuat daya saing produk di tingkat harga maupun di tingkat mutu yang dilakukan melalui penekanan biaya produksi, peningkatan mutu produk dan sebagainya.

Dari analisa di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian tentang “Evaluasi Pelaksanaan Quality Control Terhadap Produk Akhir Studi Kasus Pada Perusahaan Batako UD Lestari Yogyakarta”. Berdasarkan latar belakang masalah di atas, penulis merumuskan permasalahan, yaitu :

1. Apakah produk rusak pada perusahaan batako “UD Lestari” Yogyakarta masih dalam batas kontrol ?

2. Faktor apakah yang menyebabkan produk rusak pada perusahaan batako “UD Lestari” Yogyakarta ?

Adapun batasan masalah dalam rangka mengidentifikasi permasalahan tersebut diatas, adalah sebagai berikut : penelitian dilakukan pada perusahaan batako “UD Lestari” di Yogyakarta dan data perusahaan yang diperlukan diambil selama tiga tahun terakhir yaitu tahun 2009 sampai 2011.

B. LANDASAN TEORI

Pengertian proses produksi menurut Agus Ahyari, (2002:12) adalah : “Merupakan cara, methode maupun teknik bagaimana kegiatan penambahan faedah atau penciptaan faedah tersebut dilaksanakan.” Sedangkan menurut Zulian Yamit, (2002:116), proses produksi dapat didefinisikan sebagai berikut : “Suatu kegiatan dengan melibatkan tenaga manusia, bahan serta peralatan untuk menghasilkan produk yang berguna.”.

Adapun pengertian production planning and control menurut Sofyan Assauri, (1993:122) : “Production planning and control adalah penentuan dan penetapan

(3)

kegiatan-kegiatan produksi yang akan dilakukan untuk mencapai tujuan pabrik tersebut dan melaksanakan pengawasan dari proses dan hasil produksi agar apa yang direncanakan dapat terlaksanakan dan tujuan yang diharapkan dapat tercapai.”

Berdasarkan pengertian tersebut, maka tujuan production control adalah agar tujuan perusahaan dapat dicapai sesuai dengan rencana, yaitu economically (penghematan),

on time (waktu yang tepat), aceptable (dapat dipertanggungjawabkan) dengan jalan

merencanakan yang setepat mungkin dan mengadakan pengawasan yang sebaik-baiknya.

Tindakan penetapan standar merupakan tindakan pertama dalam proses pengawasan kualitas. Penetapan standar adalah merupakan suatu penetapan yang sangat hati-hati dari norma-norma tertentu seperti kekuatan, bentuk, dimensi dan pengolahan dari suatu produk. Quality Control atau pengawasan kualitas mempunyai pengaruh yang cukup besar terhadap hasil produksi dan merupakan salah satu fungsi yang terpenting dari suatu perusahaan. Dalam menentukan standar kualitas perlu juga diketahui beberapa faktor yang mempengaruhi suatu produk, yaitu fungsi suatu produk, wujud luar dan biaya dari barang tersebut.

Metode statistik pada dasarnya merupakan cara untuk mengumpulkan dan menganalisa data dalam menentukan dan mengawasi kualitas produksi. Teknik pengawasan kualitas secara statistik ini adalah penggunaan tabel (chart), dan prinsip-prinsip statistik serta tindakan para pekerja di dalam mengawasi proses produksi atau pengolahan.

Pengawasan kualitas secara statistik ini meliputi penganalisaan sampel dan menarik kesimpulan mengenai sifat dari keseluruhan barang (populasi) di mana sampel diambil. Dengan menggunakan sampling dan penarikan kesimpulan secara statistik (statistical inference), maka teknik pengawasan kualitas secara statistik ini dapat dipergunakan untuk menerima atau menolak dari produk yang telah dihasilkan, atau dapat dipergunakan untuk mengawasi proses dan sekaligus kualitas produk yang sedang dikerjakan. Teknik pengawasan kualitas secara statistik dapat dibagi menjadi dua golongan sebagai berikut :

(4)

1. Metode Acceptance Sampling

Metode ini untuk memeriksa atribut, di sini dihitung resiko produsen dan resiko konsumen. Resiko produsen adalah resiko yang ditanggung produsen karena produk baik tidak lolos dari pemeriksaan. Sedangkan resiko konsumen adalah resiko yang ditanggung konsumen karena dari produk yang rusak tersebut ada produk yang lolos dan terbeli oleh konsumen. Cara sampling diklasifikasikan berdasarkan cara-cara pemeriksaan karakteristik, yaitu berdasarkan Atribut dan berdasarkan Variabel. Berdasarkan Atribut, apabila pemeriksaan bersifat kualitatif, yaitu hanya merupakan penentuan memuaskan atau tidak memuaskan, maka hal ini dikatakan pemeriksaan atribut. Pemeriksaan ini hanya memberikan sedikit data untuk dapat memperkirakan besarnya penyesuaian yang diperlukan pada proses ini. Berdasarkan Variabel, apabila pemeriksaan bersifat atas karakteristik secara kuantitatif, yaitu melakukan pengukuran secara teliti yang menunjukkan seberapa jauh baik buruknya suatu komponen.

2. Metode Penggunaan Control Chart

Control Chart didasarkan atas prinsip bahwa variasi kualitas tidak dapat dipisahkan terhadap setiap proses produksi. Penggunaan control chart dalam urut-urutan proses produksi akan dapat menunjukkan apakah produk yang dibuat mengarah pada out of control. Pada umumnya lebih dahulu harus dilihat variasi yang terjadi pada proses produksi, dan variasi ini digolongkan dalam dua bagian yaitu : Variasi berdasarkan berbagai kemungkinan dan Variasi karena sebab-sebab tertentu yang diketahui. Untuk variasi yang berdasarkan berbagai kemungkinan ini dapat disebabkan oleh hal yang sangat kompleks, sehingga baru dapat dirasakan bila kejandiannya dilihat secara keseluruhan. Untuk variasi karena sebab-sebab tertentu, dapat diketahui penyebabnya, misalnya : perbedaan para karyawan, perbedaan mesin dan alat lainnya dan perbedaan bahan dan kombinasinya

Pengawasan dengan menggunakan control chart dapat ditetapkan pada : 1. Control chart yang dipakai pada sifat barang.

Biasanya menggunakan P-Chart, dan berguna untuk mengontrol banyaknya prosentase cacat atau rusak dari suatu hasil produk.

(5)

Rumus yang dipergunakan : P + 3 Sp di mana : (Zulian Yamit, 2002:349)

x P =

n P = mean dari kerusakan

x = banyaknya barang yang rusak

n = banyaknya barang dalam tiap sampel P(1-P)

Sp =

n di mana :

Sp : Deviasi standar

Batasan pengawasan terhadap terjadinya kerusakan adalah : UCL = P + 3 Sp

LCL = P – 3 Sp

Hasil perhitungan UCL dan LCL inilah yang menunjukkan variasi karena sebab kemungkinan, dan nilai-nilai ini yang digunakan untuk standar penilaian sampel. Apabila sampel berada di luar batas ini, pasti ada sebab yang mengakibatkan kerusakan. Dengan demikian dapat ditentukan sebab-sebab terjadinya kerusakan dan melakukan tindakan perbaikan sebelum terjadi kerusakan yang lebih besar. Tindakan tersebut misalnya : mengadakan pelatihan kepada para pekerja dan atau memeriksa peralatan produksi secara rutin

2. Control chart untuk faktor barang.

Digunakan sebagai pengukur diterima atau tidaknya sampel individual. Teknik pengawasannya adalah sebagai berikut : menentukan mean (P) dari sampel, menentukan deviasi standar (Sp) dan menentukan batasan toleransi UCL dan LCL Dari hasil pemeriksaan kemungkinan yang dapat terjadi adalah :

1. Mean sampel berada dalam batasan ukuran standar yang ditetapkan, berarti hasil pemeriksaan dapat diterima dan populasi sampel dinyatakan baik.

(6)

2. Mean sampel berada diluar batasan ukuran standar yang ditetapkan, berarti hasil pemeriksaan tidak bisa diterima dan populasinya dinyatakan tidak baik.

Jika batas-batas standar tersebut digambarkan maka akan tampak seperti gambar di bawah ini :

Gambar 1.

Control Chart dan Distribusi Normal Sampel Populasi Batas Pengawasan Atas

P + 3 Sp --- P + 2 Sp --- P + 1 Sp ---

Mean distribusi sampling

--- P – 1 Sp --- P – 2 Sp --- P- 3 Sp

Batas Pengawasan Bawah C. METODE PENELITIAN

a. Variabel Penelitian

Variabel dalam penelitian ini adalah pengendalian kualitas. b. Definisi Operasional

1. Evaluasi, adalah penilaian pelaksanaan quality control terhadap produk akhir

pada perusahaan batako “UD Lestari” Yogyakarta. 2. Quality Control, merupakan suatu proses yang sistematis atau kegiatan yang

meliputi penetapan standar kualitas.

3. Produk akhir, adalah barang yang dibuat dan menjadi hasil akhir dari suatu proses produksi. Produk akhir dalam penelitian ini adalah batako.

4. Produk rusak, adalah batako yang bentuknya tidak sempurna, tidak utuh, serta mudah retak.

(7)

5. Batas kontrol, merupakan batas pengendalian mutu barang hasil produksi, yang ditunjukkan dengan batas kontrol atas dan batas kontrol bawah dari penyimpangan terhadap mutu yang ditentukan.

c. Teknik Pengumpulan Data

Dalam pengumpulan data penulis menggunakan beberapa cara sebagai berikut : 1. Observasi, yaitu mengumpulkan data dengan jalan pengamatan langsung

terhadap objek penelitian.

2. Wawancara, yaitu mengumpulkan data dengan jalan mengadakan tanya jawab dengan karyawan yang terlibat di dalamnya.

d. Teknik Analisis Data

Adapun teknik analisis yang digunakan adalah control chart untuk atribut atau

“P-Chart” dengan rumus sebagai berikut : (Zulian Yamit, 2002:349)

1. Menghitung mean dari kerusakan dengan rumus : x

P = n di mana :

P : mean dari kerusakan

x : banyaknya barang yang rusak n : banyaknya barang

2. Menghitung deviasi standar dengan rumus : P(1-P)

Sp =

n di mana : Sp : Deviasi standar

3. Menentukan batas daerah standar kualitas dengan rumus : P (1 - P)

UCL = P + 3 n

(8)

P (1 - P) LCL = P – 3

n di mana :

Upper Control Limit (UCL) : batas kontrol atas Lower Control Limit (LCL) : batas kontrol bawah

D. HASIL DAN PEMBAHASAN

Didalam melakukan analisis data, penulis akan mengetengahkan data ataupun informasi yang diperoleh dari hasil penelitian yang dilakukan di perusahaan batako “UD Lestari“. dalam melakukan pengawasan kualitas berdasarkan sifat-sifat barang, digunakan P-chart yaitu untuk mengetahui banyaknya (%) barang yang rusak atau cacat. Berikut disajikan data atau hasil produksi dan data kerusakan produksi yang diperoleh dari pengambilan data di perusahaan batako “UD Lestari” dari tahun 2009 sampai tahun 2011.

Tabel 1.

Hasil Produksi Batako UD Lestari Tahun 2009, 2010, 2011

Hasil Produksi (bh) Bulan

Tahun 2009 Tahun 2010 Tahun 2011 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 5400 4800 5200 5200 5400 5000 5400 5400 5000 5400 5200 5200 5450 4840 5310 5260 5440 5030 5420 5470 5200 5440 5225 5400 5500 4900 5360 5300 5500 5250 5550 5510 5300 5520 5260 5440

(9)

Tabel 2.

Jumlah Produk Rusak pada Produk Batako Tahun 2009

Bulan Hasil Produksi (bh) Jumlah yang rusak (bh) Kerusakan (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 5400 4800 5200 5200 5400 5000 5400 5400 5000 5400 5200 5200 207 160 217 156 432 250 360 243 150 225 468 312 3.83 3.33 4.17 3 8 5 6.67 4.50 3 4.17 9 6 62600 3180

Sumber : Bagian produksi UD Lestari

Setelah penulis menyajikan data pada tabel 2 di atas, maka selanjutnya penulis akan menghitung besarnya kerusakan produk akhir :

1. Menghitung Mean dari kerusakan x P = n 3180 = = 0.05 = 5% 62600

2. Menghitung deviasi standar P(1-P) Sp = n 0.05 ( 1 – 0.05 ) = = 0.003017283 5217

(10)

3. Menentukan batas daerah standar kualitas P (1 - P) UCL = P + 3 n = 0.05 + 3 ( 0.003017283 ) = 0.059051849 = 5.91 % P (1 - P) LCL = P - 3 n = 0.05 - 3 ( 0.009051849 ) = 0.040948151 = 4.10 %

Dari hasil perhitungan di atas, dapat dilihat rata-rata kerusakan yang terjadi pada produk akhir adalah sebesar 5%, sedangkan batas pengawasan atas adalah 5.91% dan 4.10% untuk batas pengawasan bawah. Jika digambarkan dalam P-Chart, akan tampak sebagai berikut :

Gambar 2.

P-Chart pada Kerusakan Batako Tahun 2009 % kerusakan 5.91 5 4.10 12 bl UCL = 5.91% P = 5% LCL = 4.10%

(11)

Pada gambar tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa dengan melihat kerusakan pada produk akhir menunjukkan pengawasan yang dilaksanakan dalam perusahaan kurang efektif. Hal ini terlihat pada bulan ke lima dan kesebelas yang jatuh diluar batas pengawasan. Kerusakan yang terjadi pada bulan kelima disebabkan oleh keteledoran karyawan bagian produksi dalam proses pencampuran bahan baku. Sedangkan kerusakan yang terjadi pada bulan kesebelas disebabkan oleh faktor alam, seperti hujan.

Tabel 3.

Jumlah Produk Rusak pada Produk Batako Tahun 2010

Bulan Hasil Produksi (bh) Jumlah yang rusak (bh) Kerusakan (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 5450 4840 5310 5260 5440 5030 5420 5470 5200 5440 5225 5400 193 194 294 146 209 464 300 168 392 218 193 291 3.54 4 5.54 2.77 3.85 9.22 5.54 3.07 7.54 4 3.69 5.39 63485 3062

Sumber : Bagian produksi UD Lestari

Setelah penulis menyajikan data pada tabel 3 di atas, maka selanjutnya penulis akan menghitung besarnya kerusakan produk akhir :

1. Menghitung Mean dari kerusakan x P = n 3062 = = 0.048231865 = 4.82% 63485

(12)

P(1-P) Sp = n 0.048231865 ( 1 – 0.048231865 ) = = 0.002945674 5290

3. Menentukan batas daerah standar kualitas P (1 - P) UCL = P + 3 n = 0.048231865 + 3 ( 0.002945674) = 0.057068887 = 5.71 % P (1 - P) LCL = P - 3 n = 0.048231865 - 3 ( 0.002945674) = 0.039394843 = 3.94%

Dari hasil perhitungan di atas, dapat dilihat rata-rata kerusakan yang terjadi pada produk akhir adalah sebesar 4.82%, sedangkan batas pengawasan atas adalah 5.71% dan 3.94% untuk batas pengawasan bawah. Jika digambarkan dalam P-Chart, akan tampak sebagai berikut :

(13)

Gambar 3

P-Chart pada Kerusakan Batako Tahun 2010 % kerusakan 5.71 4.82 3.94 12 bl UCL = 5.71% P = 4.82% LCL = 3.94%

Pada gambar tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa dengan melihat kerusakan pada produk akhir menunjukkan pengawasan yang dilaksanakan dalam perusahaan kurang efektif. Hal ini terlihat pada bulan ke enam yang jatuh diluar batas pengawasan. Kerusakan yang terjadi pada bulan kelima disebabkan oleh keteledoran karyawan bagian produksi dalam proses pencampuran bahan baku.

Tabel 4.

Jumlah Produk Rusak pada Produk Batako Tahun 2011

Bulan Hasil Produksi (bh) Jumlah yang rusak (bh) Kerusakan (%) 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 5500 4900 5360 5300 5500 5250 5550 5510 5300 5520 5260 5440 220 126 268 416 330 233 333 142 454 237 180 272 4 2.57 5 7.85 6 4.44 6 2.57 8.57 4.29 3.42 5 64390 3211

(14)

Setelah penulis menyajikan data pada tabel 4 di atas, maka selanjutnya penulis akan menghitung besarnya kerusakan produk akhir :

1. Menghitung Mean dari kerusakan x P = n 3211 = = 0.049867991 = 4.99% 64390

2. Menghitung deviasi standar P(1-P) Sp = n 0.049867991 ( 1 – 0.049867991 ) = = 0.002971363 5366

3. Menentukan batas daerah standar kualitas

P (1 - P) UCL = P + 3 n = 0.049867991 + 3 ( 0.002971363 ) = 0.05878208 = 5.88% P (1 - P) LCL = P - 3 n = 0.049867991 - 3 ( 0.002971363 ) = 0.040953902 = 4.10%

(15)

Dari hasil perhitungan di atas, dapat dilihat rata-rata kerusakan yang terjadi pada produk akhir adalah sebesar 4.99%, sedangkan batas pengawasan atas adalah 5.88% dan 4.10% untuk batas pengawasan bawah. Jika digambarkan dalam P-Chart, akan tampak sebagai berikut :

Gambar 4

P-Chart pada Kerusakan Batako Tahun 2011 % kerusakan 5.88 4.99 4.10 12 bl

Pada gambar tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa dengan melihat kerusakan pada produk akhir menunjukkan pengawasan yang dilaksanakan dalam perusahaan kurang efektif. Hal ini terlihat pada bulan ke empat dan ke sembilan yang jatuh di luar batas pengawasan. Kerusakan yang terjadi tersebut disebabkan oleh keteledoran karyawan bagian produksi dalam proses pencampuran bahan baku.

Berdasarkan hasil analisa terhadap data-data tersebut di atas, rata-rata tingkat kerusakan yang ada pada perusahaan batako “UD Nanang” untuk tahun 2009 sebesar 5%, tahun 2010 sebesar 4.82% dan tahun 2011 sebesar 4.99%, sedangkan standar yang telah ditetapkan perusahaan sebesar 4.50%.

Tabel 5.

Perbandingan Tingkat Kerusakan Batako Tahun 2009, 2010, 2011 Tahun 2009 2010 2011 Tingkat Kerusakan 5 % 4.82 % 4.99 % UCL = 5.88% P = 4.98% LCL = 4.10%

(16)

Kenyataan menunjukkan hasil produk tahun 2009, 2010 dan 2011 berada di bawah standar yang ditetapkan, walaupun selisih tingkat persentase rata-rata dari kerusakan batako terhadap standar yang ditetapkan oleh perusahaan kecil, yaitu pada tahun 2009 sebesar 0.5%, tahun 2010 sebesar 0.32% dan tahun 2011 sebesar 0.49%.

E. KESIMPULAN

Berdasarkan pada hasil analisa terhadap data-data mengenai pengawasan kualitas yang dilaksanakan oleh perusahaan batako “UD Lestari”, maka penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :

1. Pelaksanaan quality control di perusahaan batako “UD Lestari” masih kurang baik, sehingga produk yang dihasilkan kualitasnya belum dapat memenuhi standar yang telah ditetapkan oleh perusahaan, yaitu sebesar 4.50%. Walaupun selisih tingkat persentase rata-rata dari kerusakan batako terhadap standar yang ditetapkan oleh perusahaan kecil, yaitu pada tahun 2009 sebesar 0.5%, tahun 2010 sebesar 0.32% dan tahun 2011 sebesar 0.49%.

2. Kerusakan yang terjadi pada produk akhir juga disebabkan oleh kurangnya ketelitian dan kedisiplinan pekerja yang menangani proses produksi

F. DAFTAR PUSTAKA

Agus Ahyari, 1999. Manajemen Produksi Pengendalian Produksi, Edisi 4, Yogyakarta: BPFE - UGM.

Agus Ahyari, 2002. Manajemen Produksi Perencanaan Sistem Produksi, Edisi 4, Yogyakarta: BPFE - UGM.

Agus Ahyari, 2002. Manajemen Produksi Pengendalian Produksi, Edisi 4, Yogyakarta: BPFE - UGM.

EK. A. Abdurrachman, 1982. Ensiklopedia Ekonomi Keuangan Perdagangan, Cetakan Kelima, Jakarta: Penerbit Pradnya Paramita.

(17)

Indriyo Gitosudarmo, 1998. Sistem Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Yogyakarta: BPFE – UGM.

Soehardi Sigit, 1999. Peranan Masalah dan Hipotesis Dalam Skripsi dan Penelitian, Yogyakarta: STIE GAMA.

Soehardi Sigit, 1999. Pengantar Metodologi Penelitian Sosial – Bisnis – Manajemen, Yogyakarta: FE Universitas Sarjana Wiyata.

Sofyan Assauri, 1993. Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi 4, Jakarta: BPFE - UI.

T. Hani Handoko, 2003. Manajemen, Edisi 2, Yogyakarta: BPFE – UGM.

T. Hani Handoko, 2003. Dasar-Dasar Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi 1, Yogyakarta: BPFE – UGM.

Zulian Yamit, 2002. Manajemen Produksi dan Operasi, Edisi Pertama, Yogyakarta: Ekonisia – FE UII.

Referensi

Dokumen terkait

Sport Socialization. Siedentop banyak membahas model ini dalam buku yang berjudul “ Quality PE Through Posi- tive Sport Experiences: Sport Educa- tion ”. Inspirasi

Berdasarkan sifat rambat gelombang primer tersebut, maka gelombang primer itu dapat merambat pada inti bumi bagian luar yang berfasa cair dan Inti bumi bagian

sahabat itu dikenal dari riwayat-riwayat yang disampaikan oleh sejumlah banyak sahabat yang.. tidak mungkin mereka sepakat untuk berdusta, seperti sahabat yang

Dengan kata lain, dapat disimpulkan bahwa peningkatan produksi keripik pare ke depan lebih menjanjikan dari pada keripik sayur lainnya, disamping pula ada

kompetensi dikutip dari silabus, keseluruhan tujuan memenuhi tuntutan kompetensi yang tertuang dalam kata keja yang digunakan dalam kompetensi dasar, tujuan memenuhi

Prosedur analisis dan pemecahan masalah yang berkaitan dengan data kalimat luas yang mengandung klausa relatif adalah prosedur yang diungkapkan Paton dan Bogdan

tercapainya ketentraman dan ketertiban umum. Sehingga dalam proses manajemen pembuangan sampah harus diiringi oleh pola manajemen yang baik agar berhasil mencapai