• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Tentang Teori tenaga kerja. Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. 1. Pengertian Tentang Teori tenaga kerja. Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan"

Copied!
23
0
0

Teks penuh

(1)

16

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Tinjauan Umum Tentang Tenaga kerja

1. Pengertian Tentang Teori tenaga kerja

Tenaga kerja termasuk kedalam penduduk usia kerja. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat.1 Pekerja/buruh menurut Pasal 1 angka 3 Undang-undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan

“setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain”.2

Berkaitan dengan hukum perburuan atau tenaga kerja bukanlah orang yang bekerja sendiri namun orang yang bekerja pada pihak lain karena peryataan tersebut terlaluluas maka dibuat pembatasan. Hukum perburuhan (pekerja) adalah sebagaian peraturan-peraturan yang mengatur segala hal dasar dalam hal mengatur hubungan kerja antara buruh (pekerja) dengan perusahaan atau majikan dalam semua bentuk hubungan kerja.3 Secara singkat tenaga kerja dapat diartikan bagian dari penduduk dalam hal ini penduduk dalam usia kerja.

Menurut DR. Payaman Simanjuntak dalam bukunya “ tenaga kerja atau biasa disebut dengan istilah Manpower adalah penduduk atau warga

1 Lihat Ketentuan Pasal 1 ayat 2 Undang-Undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 4279 Tahun 2003

2 Ibid Pasal 1 angka 3

3 Zainal Asikin, S H. H.agusfiar Wahab. Lalu Husni S.H. Zaeni Asyhadie, S H. , Dasar-dasar

(2)

17

yang sudah bekerja, sedang mencari pekerjaan ataupun orang yang sedang melakukan pekerjaaan dan melakukan sesuatu kegiatan lainnya seperti ibu rumah tangga dan sekolah kalo dalam pendidikan”. Tenaga kerja (manpower) terdirir dari angkatan kerja dan bukan angkatan kerja 4

Angkatan kerja terdiri dari : 1. Golongan yang bekerja dan

2. Golongan yang menganggur atau yang sedang mencari pekerjaan Bukan Angkatan kerja terdiri :

1. Golongan yang bersekolah

2. Gol yang mengurus rumah tangga 3. Gol lain-lain atau penerima pendapatan5

2. Jenis Tenaga Kerja

Pada umumnya tenaga kerja dapat dibagi menjadi 3 macam yaitu tenaga kerja yang terdidik, tenaga kerja yang terlatih, tenaga kerja yang tidak terlatih. Adapun penjelasan terkait dengan 3 golongan tenaga kerja menurut jenis pekerjaan dalam teori ketenagakerjaan tersebut akan dipaprkan berikut ini:

1) Tenaga kerja yang terdidik.

Tenaga kerja terdidik yang dimaksud adalah tenaga kerja yang sudah memperoleh pendidikan formal dalam suatu bidang-bidang tertentu, akan tetapi mereka belum pernah dilatih dalam

4 Sendjun H.Manulag, S.H , pokok-pokok hukum ketenagakerjaan Indonesia, penerbit rineka cipta Jakarta, cetakan ke dua hlm 3

(3)

18

bidang tersebut. Dapat diartikan juga bahwa tenaga kerja terdidik ini sebagai tenaga kerja yang belum berpengalaman dalam bidang-bidang tertentu.

2) Tenaga kerja terlatih.

Hal yang dimaksud tenaga kerja terlatih ini mereka yang telah bekerja dan mengikuti pelatihan sesuai dengan bidangnya. Dapat diartikan juga bahwa tenaga kerja terlatih ini sebagai tenaga kerja yang sudah berpengalaman,

3) Tenaga kerja yang tidak terlatih.

Tenaga kerja yang dimaksud adalah merupakan bagian terbesar dari seluruh tenaga kerja Indonesia yang ada. Pada dasarnya mereka yang mengenyam pendidikan formal pada tingkat bawah dan tidak mempunyai suatu keahlian dalam bidang-bidang tertentu yang dikarenakan belum adanya pengalaman kerja. Pada hal ini dapat dicontohkan seorang pelajar tingkat SD, SMP, SMA, atau pelajar yang drop out.

3. Hak dan Kewajiban Tenaga Kerja

Menurut ketentuan undang-undang Nomor 13 Tahun 2013 tentang ketenagakerjaan pada pasal 1 angka 14 adalah perjanjian kerja yaitu “ perjanjian antara pekerja/buruh dengan pengusaha pemberi kerja yang didalamnya memuat syart-syarat kerja, hak dan kewajiban para pekerja”

a) Adapun hak-hak kerja diatur dalam UU Ketenagakerjaan sebagai berikut :

(4)

19

1. Tenaga kerja memiliki hak yang sama dan kesempatan tanpa pembedaan untuk memperoleh pekerjaan dan keahidupan yang layak tanpa ada perbedaan jenis kelamin, suku, ras, agama, dan budaya sesuai dengan minat dan kemampuan tenaga kerja yang berkaitan termasuk dalam perlakuan yang sama dalam penyandang disabilitas. (pasal 5 UU No 13/2003)

2. Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan, meningkatkan, dan mengembangkan potensi kerja sesuai dengan bidangnya atau kemampuannya dalam pelatihan kerja. (pasal 11)

3. Ternaga kerja berhak mendapatkan pengakuan potensi kerja setelah dari pelatihan kerja yang diselenggarakan pemerintah atau lembaga lainnya.(pasa 18 ayat (1) )

4. Setiap tenaga kerja memilki hak dan kesempatan yang sama untuk memilih pindah pekerjaan dan mendapatakan penghasilan yang layak baik dalam negeri maupun luar negeri.Setiap tenaga kerja berhak mendapatkan waktu istirahat dan cuti, dan berhak melaksanakan ibadah yang diwajibkan agama yang dianutnya.(pasal 31)

5. Setiap pekerja/buruh perempuan yang dalam masa haid merasakan sakit dan memberitahukan kepada atasan, tidak wajib bekerja pada hari pertama dan kedua. (pasal 81 ayat (1) )

6. Pekerja/buruh perempuan berhak memperoleh waktu istirahat sebelum dan sesudah melahirkan, bagi pekerja yang mengalami

(5)

20

keguguran sesuai dengan surat keterangan dokter atau bidan kandungan. (pasal 82)

7. Mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat.(pasal 86)

8. Berhak memperoleh penghasilan yang memenuhi kehidupan yang layak bagi kemanusiaan.(pasal 88 ayat (1) )

9. Pekerja perempuan yang kerja antara pukul 23.00 – 07.00 wajib mendapatkan makanan , minuman bergizi dan menjaga kesusilaan dan keamanan selama di tempat kerja. Berhak mendaptkan antar jemput (pasal 76 ayat (3) (4) )

10. Memperoleh jaminan sosial untuk setiap tenaga kerja. (pasal 99) 11. Berhak membentuk anggota serikat pekerja atau buruh.(pasal 104) 12. Pekerja atau serikat buruh berhak melakukan mogok kerja yang

dilakukan secara sah dan tertib apabila tidak tercapainya kesepakatan di dalam penyelesaian tersebut.6

13. Pengusaha dilarang melakukan PHK kepada pekerja dalam keadaan cacat tetap, sakit akibat kecelakaan kerja, atau sakit karena hubungan kerja yang menurut dokter waktu penyembuhkan belum bisa dipastikan. (pasal 153 (j) )

b) Kewajiban tenaga kerja adalah sebagai berikut :

6 Abdul Khakim, 2007, penghantar Hukum Ketenagakerjaan Indonesia, PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hal 103

(6)

21

1. Wajib melakukan pekerjaan sesuai dengan isi perjanjian yang telah dibuat dan dosepakati oleh para pihak.

2. Wajib mentataati aturan darti perusahaan atau atasan dan peraturan tersebut wajib ditaati dan dituangkan dalam tartib.

3. Kewajiban untuk membayar ganti rugi jika pekerja melakukan kelalaian yang dimana dapat menimbulkan kerugian, kehilangan, kerusakan, atau kejadian lainnya.

4. Kewajiban untuk bertindak sebagai pekerja yang baik sesuai dengan perjanjian. Pekerja wajib melaksanakan apa yang harus dilakukan atau yang tidak boleh dilakukan menurut Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku.7

4. Pengertian Tentang Teori Ketenagakerjaan

Dengan istilah buruh yang sudah popular dan sampai sekarang

masih sering dipakai. Istilah pekerja/buruh, diindetifikasikan sebagai kera keras, pendidikan rendah dan penghasilanpun rendah. memiliki konsekuensi, istilah hukum perburuhan menjadi tidak sesuai. Perburuhan berasal dari kata “buruh”, yang secara etimologis diartikan dengan keadaan memburuh, yaitu keadaan seorang buruh yang bekerja pada orang lain. Dengan demikian, hukum perburuhan lebih sempit cakupannya daripada hukum ketenagakerjaan karena hanya menyangkut selama tenaga kerja (buruh) melakukan pekerjaan, sedangkan hukum ketenagakerjaan berasal dari kata dasar “tenagakerja” yang artinya “segala hal yang

(7)

22

berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja”.

Dalam UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan merumuskan pengertian istilah Ketenagakerjaan adalah segala hal yang istilah Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama, dan sesudah masa kerja.8

Ketenagakerjaan atau tenaga kerja merupakan salah satu faktror produksi. Tidak lepas dari tenaga kerja atau buruh yang segala sesuatunya saling berhubungan ketika membicarakan ketenagakerjaan. Tanpa adanya tenga kerja perekonomian akan lumpuh ataupun tidak akan berjalan, dikarenakan tenaga kerja sangat penting dalam kegiatan perekonomian.

“ketentuan Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan adalah segala hal yang berhubungan dengan tenaga kerja pada waktu sebelum, selama dan sesudah masa kerja”

Ketenagakerjaan secara garis besar membahas terkait segala hal yang berhubungan tenaga kerja, baik dari sebelum maupun setelah waktu bekerja.

Menurut Adam Smith dalam teori klasik tentang ketenagakerjaan bahwa manusia sebagai faktor utama dalam bidang produksi yang dimana menentukan kemakmuran berbangsa. Seperti hal nya alam dikaitkan dengan tanah, tidak akan pernah ada kalau tidak SDM yang bisa mengelolanya dengan baik dan bermanfaat bagi kehidupan bermasyarakat. Bahwa alokasi SDM sebagai pemula pertumbuhan ekonomi yang efektif.

8 Lihat Ketentuan Pasal 1 Undang-Undang No 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Lembar Negara Republik Indonesia Nomor 4279 Tahun 2003

(8)

23

Ketika ekonomi sudah tumbuh maka akomodasi modal baru akan dibutuhkan untuk mempertahankan ekonomi tetap tumbuh dan stabil.9 B. Kajian Umum Tentang Tenaga Kerja Penyandang Disabilitas

1. Pengertian Penyandang Disabilitas

Menurut pusat bahasa istilah atau penyebutan untuk disabilitas di bakukan dalam glosariium. Presfektif internasional sesuai dengan CRPD bahwa penyebutan penyandangt disabilitas pengganti dari istilah penyandang cacat. Hal tersebut jauh lebih fleksibel dan jauh dari istilah keracuanan bahasa atau terjadinya falasi untuk penerjemah penyusunan naskah CRPD.10 Penyandang Cacat, dapat menjadi modal dasar dalam mempermudah penyusunan naskah akademik draft RUU tentang pengesahan CRPD.11

Menurut KBBI (kamus besar bahasa Indonesia) seseorang yang mengalami keterbatasan fisik atau menyandang (menderitri kata serapan bahasa Inggris disability yang berarti cacat atau ketidakmampuan.

Ketentuan dalam Undang-undang HAM, bahwa penyandang disabilitas yaitu suatu kelompok yang memiliki keterbatasan sangat rentan akan tetapi berhak untuk mendaptkan hak yang smaa tanpa adanya diskriminasi, dan harusn adanya perlindungan yang khusus akan keterbatasannya.

9 Rizqi Dwi, Teori Klasik Adam Smith ,https://www.academia.edu. Diakses tanggal 29 Mei 2020 pukul 10.47

10 Saharuddin daming. 2011. Tantangan dan Peluang Perwujudan Hak Penyandang Disabilitas Pasca Ratifikasi CRPD. Hal. 5-9

11 Saharuddin daming. 2011. Tantangan dan Peluang Perwujudan Hak Penyandang Disabilitas Pasca Ratifikasi CRPD. Hal. 5-9(DPR RI)

(9)

24

Organisasi Kesehatan Sudunia yang disebut WHO membagi penyandang disabilitas dalam 3 kelompok diantaranya impairment, handicap dan disability. Secara singkat Who memberikan definsisi bahwa disabilitas seseorang yang memiliki keterbatasan fisik untuk melakukan aktivitas secara batas normal. Impairment yaitu seseorang yang memiliki ganguan fungsi psikilogis yang sering disebut juga anatonis. Handicap seseorang mengalami kerugian akibat dari impraiment dan disability. Disability dimana seseorang sulit melakukan aktivitas secara normal yang diakibatkan dari terganggunya impraiment.12

Orang-orang penyandang disabilitas adalah termasuk mereka yang memiliki keterbatasan fisik ataupun mental yang kemungkinan jangka panjang ataupun permanen, yang dapat mengganguu berfikir atau menghambat seseorang kurang berpartisipasi penuh dalam kehidupan bermasyarakat dengan yang mempunyai fisik normal. Untuk penyebutan cacat, atau keterbatasan fisik sering sekali terjadi di masyrakat lingkungan kerja tetapi dalam kepemerintahan pun masih menggunakan penyebutan tersebut. Hal tersebut mengganggu atau merupakan rintangan dan hambatan baginya untuk melakukan kegiatan secara layaknya.13

Penyebutan atau pengertian kelompok rentan tidak dijelaskan secara rinci ataupun eksplisit dalam ketentuan perundang-undangan, yang

12 http://al-islam.faa.im/about.xhtml ,Disabilitas dan Pandangan Masyarakat, diunduh tgl 07 juni 2020.(DPR GO.ID)

13 Uning Pratimaratri, Jaminan Aksesibilitas Bagi Penyandang Cacat Sebagai Perlindungan Hak Asasi Manusia, Bandung, PT. Refika Aditama, 2005, hlm. 253

(10)

25

tercantum dalam UU Nomor 39 thn 1999 tentang HAM yang termuat dalam pasal 5 (3) menyebutkan bahwa :

“ Setiap orang yang termasuk dalam masyrakat rentan berhak memperoleh perlakuan yabg sama tanpa diskriminasi dan perlindungan lebih dengan kekhususannya”

Penjelasan dalam pasal ini dimaksud dengan kelompok masyarakat rentan antara lain, orang lanjut usia, anak-anak, fakir miskinwanita hamil, dan penyandang cacat.14

Penyandang disabilitas yaitu orang yang memiliki keterbatasan fisik, mental, intelektual atau sensorik dalam jangka waktu lama yang dalam berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakatnya dapat menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh danefektif berdasarkan kesamaan hak.” Undang-undang Nomor 19 Tahun 2011 tentang Pengesahan Hak-Hak Penyandang Disabilitas dalam pokok-pokok konvensi angka1 pembukaan memberikan pemahaman bahwa setiap orang yang mempunyaikelainan fisik dan/atau mentalyang dapat menganggu atau merupakan rintangan dan hamabatan baginya untuk melakukan secara selayaknya, yang terdiri dari, penyandang cacat fisik; penyandang

2. Jenis-jenis penyandang Disabilitas

Penamaan gangguan disabilitas berdasarkan tipe dan jenis disabilitas mengacu pada kondisi ketergangguan dari penyandang disabilitas itu sendiri sehingga perlu diperhatikan mengenai kesetaraan

14 Hoesin, Iskandar. 2003. Perlindungan Terhadap Kelompok Rentan (Wanita, Anak,

Minoritas, Suku Terasing, Dalam presfektif Hak Asasi Manusia, http:/www.lfip.org/English pdf/ bali seminar / perlindungan terhadap kelompok rentan . Denpasar, Bali,29 April 2020

(11)

26

dalam hak pekerjaan bagi penyandang disabilitas dengan melihat kemampuan dari tenaga kerja yang bersangkutan. Tipe dan jenis penyandang disabilitas yang dimaksud tersebut dapat diklasifikasikan menjadi 3 yaitu : (1) tipe A, B, C, D dan E1 meliputi tunanetra, tunarungu, tunawicara, tunadaksa dan tunalaras yang dikelompokkan ke dalam jenis disabilitas fisik, (2) tipe E2 dan F meliputi tunalaras dan tunagrahita yang dikelompokkan ke dalam jenis disabilitas mental, (3) tipe G meliputi tuna ganda.15

Ragam penyandang disabilitas yang terdapat dalam pasal 4 ayat (8) tahun 2016 tentang penyandang Disabilitas : 16

a) Penyandang Disabilitas Fisik b) Penyandang Disabilitas intelektual c) Penyandang Disabilitas Mental d) Penyandang Disabilitas Sensorik,

Yang dimaksud dengan penyandang Disabilitas fisik adalah terganggunya motorik dalam fungsi gerak, yaitu lumpuh karena diamputasi, struk , akibat kusta maupun paralegi 17

Penyandang disabilitas mengalami hambatan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam waktu lama yang dalam berinteraksi di lingkungan sosialnya, sehingga dapat menghalangi partisipasi mereka

15 Dian Puspitawati, I Nyoman Darmadha, kuota pekerja penyandang disabilitas di Bali, vol 5 Nomor 2

16 Lihat ketentuan Pasal 4 Undang-Undang Nomor 8ntahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Lembaran Negeri Republik Indonesia Nomor 5871 tahun 2016

17 Lihat penjelasan pasal 4 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5871 tahun 2016

(12)

27

secara penuh dan efektif dalam masyarakat berdasarkan pada asas kesetaraan dengan warga Negara pada umumnya. Sebagai bagian dari umat manusia dan warga Negara Indonesia, maka penyandang disabilitas secara konstitusional mempunyai hak dan kedudukan yang sama di depan hukum dan pemerintahan. Oleh karena itu, peningkatan peran serta penghormatan, perlindungan, dan pemenuhan hak dan kewajiban para penyandang disabilitas dalam pembangunan nasional merupakan hal yang sangat urgen dan strategis.18

3. Hak-hak Pekerja Penyandang Disabilitas

John Locke menyatakan bahwa hak asasi manusia adalah hak-hak yang diberikan langsung oleh Tuhan Yang Maha Pencipta sebagai hak yang kodrati. Oleh karenanya, tidak ada kekuasaan apapun di dunia yang dapat mencabutnya. Hak ini sifatnya sangat mendasar (fundamental) bagi hidup dan kehidupanmanusia dan merupakan hak kodrati yang tidak bisa terlepas dari dan dalam kehidupan manusia.

Konsep Hak Asasi Manusia (HAM) pada dasarnya dapat dilacak secara teologis lewat hubungan manusia, sebagai makhluk dengan penciptanya. Tidak ada manusia yang lebih tinggi derajatnya daripada manusia lainnya. Hanya satu hal yang paliung muthlak yakni Tuhan Yang Maha Esa. Dari pengetahuan tersebut memberikan suatu pemahaman, manusia diciptakan langsung dengan hak-hak yang dapat di pisahkan.19

18 Fajri Nursyamsi, Menuju Indonesia Ramah Disabilitas, Jakarta, PSHK, 2015, hlm 10 19 Jimly Asshiddiqie. Hukum tata Negara & pilar-pilar demokrasi. (Jakarta: Sinar

(13)

28

Hak untuk hidup misalnya, tidak ada satupun begitupun kuasa, yang dapat membatalkan hak hidup yang diberikan Tuhan kepada manusia, sekalipun manusia itu melakukan perbuatan yang sangat keji. Penghormatan kepada hak dasar manusia sama saja yang berarti penghormatan kepada sang penciptanya Tuhan Yang Maha Esa.20

“Dalam ketentuan pasal 11 UU Nomor 8 tahun 2016 tentang hak pekerjaan bagi penyandang disabilitas ,Hak pekerjaan, kewirausahaan, dan koperasi untuk Penyandang Disabilitas meliputi hak:

a) memperoleh pekerjaan yang diselenggarakan oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau swasta tanpa Diskriminasi;

b) memperoleh upah yang sama dengan tenaga kerja yang bukan Penyandang Disabilitas dalam jenis pekerjaan dan tanggung jawab yang sama;

c) memperoleh Akomodasi yang Layak dalam pekerjaan; d) tidak diberhentikan karena alasan disabilitas;

e) mendapatkan program kembali bekerja;

f) penempatan kerja yang adil, proporsional, dan bermartabat;

g) memperoleh kesempatan dalam mengembangkan jenjang karier serta segala hak normatif yang melekat di dalamnya; dan

h) memajukan usaha, memiliki pekerjaan sendiri, wiraswasta, pengembangan koperasi, dan memulai usaha sendiri.21

Diatur dalam Undang-Undang No 13 tahun 2003 Tentang Ketenagakerjaan yang terdapat dalam pasal 67 ayat (1) bahwa pengusaha yang mempekerjakan tenaga kerja penyandang disabilitas untuk penempatanya harus dilihat dari jenis dan derajat kecacatannya. 22

Penyandang disabilitas dengan keterbatasan fisiknya untuk mendaptkan hak, kewajiban dan kedudukan hukum yang sama tanpa adanya diskriminasi. Sesuai dengan amanat undang-undang bahwa setiap

20 M.Ihsan Kamil, Skripsi, Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga: “Tinjauan Umum Terhadap Hak Asasi Manusia”, (Yogyakarta: UIN,2019)

21 Lihat penjelasan pasal 11 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas, Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5871 tahun 2016

22 Abdul Khakim, S.H, Hukum Ketenagakerjaan Indonesia., PT Citra Aditya Bakti, Bandung, hal.98

(14)

29

warga negara Indonseia berhak dan mendaptkan haknya dan untuk penyandang disabilitas mendaptkan perlindungan dan perlakuan yang khusus, hal tersebut sebagai upaya terjadinya pelanggaran HAM.

Dikeluarkannya pengesahan Konvensi Hak Penyandang disabilitas, sangat diharpkan bahwa negara-negara mam[pu memberikan perlindungan yang smaa kepada penyandang disabilitas dan pemenuhan perlindungan dalam Hak Asasi Manusia (HAM) agar tiudak terjadinya pelanggaran HAM. Terkait pelaksaan dan harapan terhadap pemerintah ap]dapula dukungan yang kuat agar tidak hanya sebagai pelengkap untuk disahkannya Konvensi Hak penyandang disabilitas. akan tetapi perlindungan HAM yang sudah disahkan bukan hanya tanggung jawab dari pemerintah melainkan tanggung jawab dari semua elemen masyarakat di Indonesia karena dalam masyarakat ini masih menjadi persoalan adanya tindakan diskriminasi.

Hak-hak ekonomi sosial dipaparkan dalam konvenan internasional yaitu Hak atas pekerja, Hak mendapatkan pelatihan, Hak mendapatkan kenyamanan dalam kondisi kerja yang baik, membuat serikat buruh, jaminan sosial, asuramsi sosial, Hak perlindungan pada saat dan setelah melahirkan, Hak hidup yang layak di dalamnya termasuk pangan, sandang, dan perumahan agar terbebasnya dari kelaparan, Hak menikmati kesehatan mental dan kesehatan fisik yang baik, Hak berpendidikan, Hak ikut serta dalam kehidupan budaya dan menikmati kemajuan teknologi.

(15)

30

Dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 tentang Penyandang Disabilitas bahwa penyandang disabilitas berhak untuk memperoleh pekerjaan dan penghidupan yang layak sesuai dengan jenis dan derajat kecacatan, pendidikan, dan kemampuannya. Dan dalam amanat Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 mewajibkan perusahaan swasta dan pemerintah untuk memperkerjakan penyandang disabilitas 23

Disabilitas dalam pandangan masyrakat merupakan golongan yang lemah, tidak mampu melakukan sesuatu, terbelakang, dan tidak bisa mandiri hal tersebut bisa dilihat bahwa kurangnya pemahaman masyarakat untuk masyarakat penyandang disabilitas karena sering terjadi diskriminasi dalam kehidupan yang dialami oleh penyandang disabilitas. Tidak dapat dipungkiri bahwa penyandang disabilitas belum mendapatkan perlindungan Hak Asasi Manusia yang maksimal sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Beberapa bentuk diskriminasi yang dialami penyandang disabilitas diantaranya dalam hal mencari pekerjaan yang dimana masih banyak penolakan karena keterbatasan fisiknya. Padahal sudah jelas diatur dalam uu no 8 tahun 2016 mengenai aksebilitas agar haknya tetep terpenuhi.

Hak penyadang disabilitas diatur Bab III. Sebanyak 22 pasal mengatur berbagai hak penyadang disabilitas mulai Pasal 5 hingga Pasal 27. Mulai hak hidup, pendidikan, hingga bebas dari diskriminasi,

23 Lihat ketentuan Pasal 53 Undang-undang Nomor 8 tahun 2016 tentang penyandang disabilitas, Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2016 Nomor 5871

(16)

31

penelantaran, penyiksaan dan ekspolitasi. Sementara perindungan wajib diberikan dan dijamin pemerintah pusat dan daerah terhadap mereka penyadang disabilitas. Pemerintah pusat dan daerah pun wajib menyediakan bantuan hukum khusus bagi penyadang disabilitas dalam setiap pemeriksaan di setiap lembaga penegak hukum. Mulai keperdataan dana atau pidana seusai dengan ketentuan perundangan yang berlaku.

Sebagaimana ketentuan perundang-undangan yang telah disebutkan dalam UUD thn 1945 yang tertuang dalam Pasal 27 ayat (1) dan pasal 28D ayat(2) .

“ bahwa segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan tidak ada kecualinya. Dalam Pasal 27 ayat (2) disebutkan bahwa tiap-tiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang layak bagi kemanusiaan. Sedangkan hak dalam bekerja disebutkan dalam

pasal 28D UUD 1945

“Pasal 28D ayat (2), yaitu setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapatkan imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja. Banyak dari penyandang disabilitas yang hak-haknya belum terpenuhi, padahal banyak juga dari mereka yang terampil dalam menjalankan pekerjaan.”

Kesempatan dan perlakuan yang sama disebutkan dalam Pasal 5 UU Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan.

“ setiap tenaga kerja memiliki kesempatan yang sama tanpa

diskriminasi untuk memperoleh pekerjaan”

Ketentuan dalam Pasal 6 menyebutkan bahwa :

“setiap pekerja/buruh berhak memperoleh perlakuan yang sama tanpa diskriminasi dari pengusaha”

Para pekerja mempunyai beberapa hak yang harus dipenuhi oleh perusahaan dimana seseorang bekerja, diantaranya hak untuk beristirahat yang tertuang dalam UU Nomor 13 thn 2003 tentang ketenagakerjaan tepatnya dalam pasal 77 menyebutkan:

(17)

32 “setiap pengusaha wajib melakukan waktu kerja meliputi:

a. 7(tujuh) jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu untuk 6 hari kerha dalam 1 minggu b. 8 jam dalam 1 hari dan 40 jam dalam 1 minggu untuk 5 hari kerja dalam satu minggu”. 24

Dalam ketentuan UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan Pasal 86 ayat (1) menyebutkan :

“bahwa setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas keselamatan dan kesehatan kerja, moral dan kesusilaan, dan perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama. Dalam ayat (2) dijelaskan secara gamblang bahwa untuk melindungi keselamatan pekerja/buruh guna mewujudkan produktivitas kerja yang optimal diselenggarakan upaya keselamatan dan kesehatan kerja.

C. Kajian Umum Tentang Efektivitas Hukum 1. Pengertian efektivitas Hukum

Efektivitas berasal dari kata efektif yang kata arti didalamnya mengandung pengertian tercapain nya suatu keberhasilan dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Efektivitas selalu dikaitkan dengan hubungan antara hasil yang diharapkan dengan hasil yang sesungguhnya dicapai. Efektivitas dapat dilihat dari berbagai sudut pandang (view point) dan dapat dinilai dengan berbagai cara dan mempunyai kaitan yang erat dengan efisiensi. Dapat disimpulkan bahwa adanya pencapaian tujuan yang besar dimana akan memtik hasil yang besar dari tujuan-tujuan yang telah ditetapkan.

Dikemukakan oleh Arthur G. Gedeian dkk mendefinisikan efektivitas, sebagai berikut: “That is, the greater the extent it which an organization’s goals are met or surpassed, the greater its effectiveness”

24 Lihat penjelasan pasal 77 Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2003 tentang ketenagakerjaan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5871 tahun 2013

(18)

33

(Semakin besar pencapaian tujuan-tujuan organisasi semakin besar efektivitas).25

Menurut pendapat Mahmudi mendefinisikan efektivitas, sebagai berikut: “Efektivitas merupakan hubungan antara output dengan tujuan, semakin besar kontribusi (sumbangan) output terhadap pencapaian tujuan, maka semakin efektif organisasi, program atau kegiatan” .26

Efektivitas memiliki pengertian yang berbeda dengan efisiensi. Perbedaan dari efektivitas dan efisiensi yaitu efektivitas menekankan pada hasil atau efeknya dalam mewujudkan atau pencapaian tujuan, sedangkan efisiensi cenderung pada penggunaan sumber daya dalam pencapaian tujuan-tujuan yang telah di tetapkan.

Efektivitas menurut Permata Wesha efektfitas adalah keadaan atau kemampuan berhasilnya suatu kerja yang dilakukan oleh manusia untuk memberi guna yang diharapkan. Untuk dapat melihat efektivitas kerja pada umumnya dipakaiempat macam pertimbangan yaitu: Pertimbangan ekonomi, fisiologi, psikologi dan pertimbangan sosial.

Efektivitas Undang-Undang Secara konsepsional, inti dan arti penegakkan hukum terletak pada kegiatan menyerasikan hubungan nilai-nilai yang terjabarkan di dalam kaidah-kaidah yang mantap dan mengejawantah serta sikap tindak sebagai rangkaian penjabaran nilai tahap akhir, untuk menciptakan, memelihara dan mempertahankan

25 Nasution. Sosiologi pendidikan. (Jakarta:Bumi aksara)1983. Hal.56 26 Mahmudi, Manajemen Kinerja Sektor Publik 2005. Hal.92

(19)

34

kedamian pergaulan hidup.27 Pasangan nilai-nilai yang telah diserasikan, memerlukan penjabaran secara lebih konkrit lagi.

Mengenai pelaksanaan suatu undang-undang berkaitan dengan pemberlakun norma hukum yang terdapat dalam undang-undang. Pemberlakuan norma hukum dapat dianggap berlaku karena pertimbangan yang bersifat filososfis, yuridis, politis dan sosiologis.Berlaku secara filosofis apabila norma hukum tersebut sesuai dengan nilai-nilai filosofis yang dianut oleh suatu negara.

Kriteria penerimaan berkenaan dengan kesadaran masyarakat yang bersangkutan untuk menerima daya atur, daya ikat dan daya paksa. Kriteria kenyataan faktual (faktisitasi hukum), yaitu sejauhmana berlaku efektif dalam kehidupan nyata masyarakat. Meskipun suatu norma hukum secara yuridis formal berlaku, diakui dan diterima oleh masyarakat sebagai sesuatu yang memang ada dan berlaku, tetapi dalam kenyataan praktiknya sama sekali tidak efektif, berarti dalam faktanya norma hukum itu tidak berlaku.

Efektivitas kerja hal yang paling utama untuk mencapai tujuan suatu pekerjaan yang pelaksanaanya sesuai dengan persyaratan yang sudah ditentukan dalam perencanaan pekerjaan. Pembagian kerja dilakukan melalui syarat-syarat yang sudah ditentukan, dengan adanya kemampuan tertentu dari setiap pekerja untuk melakukan suatu pekerjaan. Efektivitas

27Soerjono Soekanto, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1983, hal. 3

(20)

35

pekerjaan adalah penyelesaian suaztu pekerjaan dengan waktu yang sudah ditentukan dan peraturan yang digunakan oleh perusahaan untuk mencapai tujuannya melalui pekerjanya atau SDM.

Teori yang diungkapkan oleh Schermerhorn dalam bukunya diterjemahkan oleh Karta Wiguna, bahwaa Efektivitas kerja bentuk untuk mengukur samapai batas mana pencapaian tugas untuk mencapai suatu tujuan. Adapun pendapat para ahli lainya diantaranya, Menurut Siagian Efektivitas kerja berarti penyelesaian pekerjaan teepat pada waktunya seperti yang telah ditetapkan sebelumnya.

Membicarakan tentang efektivitas hukum berarti membicarakan daya kerja hukum itu dalam mengatur dan atau memaksa masyarakat sebagai subjek hukum (subjek hukum dalam hal ini ialah perusahaan) untuk taat terhadap hukum. Hukum dapat efektif jika faktor-faktor (subjek hukum ialah perusahaan) yang mempengaruhi hukum tersebut dapat berfungsi dengan sebaik-baiknya. Ukuran efektif atau tidaknya suatu peraturan perundang-undangan yang berlaku dapat dilihat dari perilaku perusahaan yang diatur untuk melaksanakan keadilan dalam berpelikau terhadap pekerja nya , yang dimaksdud pekerja penyandang disabilitas ataupun pekerja non disabilitas (normal) di perusahaan tersebut menerapkannya atau tidak.

Ketentuan yang sudah disahkan dalam peraturan perundang-undangan terkait hak untuk melindungi disabilitas yang dimana

(21)

36

mendaptkan hak yang sama dan harus mendapatkanm perlakukan khusus untuk mencegah pelanggaran HAM Manusia.28

Ketentuan dalam Undang-Undang No 8 tentang Penyandaang Disabilitas tepat dalam pasal 5 menyebutkan dengan jelas, Penyandang disabilitas memiliki hak : Hidup, bebas, keadilan, perlindungan hukum, pekerjaan, koperasi dan kewirausahaan, kesehatam, kesejahteraan sosial, aksebilitas, hak yang tertuang untuk bidang pekerjaan. Hal yang lain pun melekat pada dirinya terkait pekerjaan mereka berhak memproleh informasi dalam bentuk apapun itu, tindakan bebas dari diskriminasi, berpindah tempat atau kewarganegaraan berhak untuk memilih.

Ketentuan dalam pasal 5 dan 6 dalam UU nomor 13 tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan juga membahaas terkait hak penyandang disabilitas dalam bidang pekerjaan yang dimana haknya yaitu setiap orang berhak mendapatkan haknya tanpa diskriminasi dalam bidang pekerjaan, perlakuan yang sama dari perusahaan antara pekerja penyandang dan non penyandang. Hak-hak tersebut termasuk tanggung jawab perusahaan yang wajib melibatkan pekerja penyandang disabilitas , perusahaan swasta mapun BUMN yang kuotanya sudah ada bagiannya masing-masing. Sering terjadi adanya diskriminasi di suatu perusahaan yang sudah mempekerjakan penyandang disabilitas tidak memperhatikan sarana dan prasarana yang dibutuhkan pekerja penyandang disabililtas.

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas hukum

28 Winsherly Tan, Dyah Putri Ramadhani, Pemenuhan Hak Bekerja bagi Penyandang

(22)

37

Menurut teori seorjono soekanto tentang efektivitas hukum dibagi menjadi 5 (lima) faktor , diantaranya :

1. Faktor hukum (peraturan perundang-undangan) 2. Faktor aparat hukum

3. Faktor fasilitas pendukung penegakan hukum

4. Faktor budaya, hasil cipta karya berdasarkan pada karsa manusia yang dibentuk dalam pergaulan hidupnya.

5. Faktor masyarakatb , hukum itu berlaku hidup.29

Menurut pendapatnya Soerjono Soekanto terkait teori efektifitas Hukum sangat sesuai dan relevan yang dikemukana oleh pendapat Romli bahwa faktor penhambat terlaksannya efektivitas penegakan hukum. tidak hanya terletak pada sikap mental aparatur penegak hukum (Hakim, Jaksa, Polisi dan penasihat Hukum) akan tetapi juga terletak pada faktor sosialisasi hukum yang sering diabaikan.30

Faktor yang mempengaruhi efektivitas hukum menurut teori Lawrence M. Friedman berhasil atau tidaknya sebuah penegakan hukum bergantung pada tiga komponen yaitu Substansi Hukum (berupa perundang-undangan), Struktur Hukum (aparat penegak hukum)

Tentang struktur hukum Friedman menjelaskan:

“To begin with, the legal sytem has the structure of a legal system consist of elements of this kind: the number and size of courts; their jurisdiction …Strukture also means how the legislature is organized …what procedures the police department follow, and so on. Strukture, in way, is a kind of crosss section of the legal system…a kind of still photograph, with freezes the action.”

29 Soerjono Soekanto, Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Penegakan Hukum, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1983, hal. 8

30 Romli Atmasasmita, 2001, Reformasi Hukum, Hak asasi manusia & Penegakan hukum, Mandar maju, Bandung, hlm.55

(23)

38

Struktur ialah tentang bagaimana pola huklum dijalankan sesuai dengan peraturan yang sudah disahkan dan di undang-undangkan. Di Indonesia ketika berbicara terkait sistem struktur hukum, yang didalamnya terdapat aparatur hukum untuk menegakan hukum seperti kejaksaan pengadilan dan kepolisian ataupun institusi penegakan hukum lainnya seperti KPK untuk pemberantasan korupsi.

Hukum sebagai alat untuk mengubah pola rekayasa sosial yg terjadi di masyarakat. Rekayasa sosial di masyarakat bukan lain dari suatu ide-ide yang tercipta atas perwujudan oleh hukum itu sendiri. Untuk tercapainya sautu fungsi hukum itu sendiri melihat kearah hukum yang lebih baik, terkait kaidah hukum atau peraturan dalam penegakan hukum harus adanya jaminan untuk perwujudan yang baik. Bekerjanya suatu hukum atau penegakan untuk keadailan para pekerjha penyandang disabilitas bukan hanya merupakan fungsi peraturan perundang-undangan belaka akan tetapi pembukyian aktivitas birokrasi dalam pelaksanaan hak perlindungan penyandang disabilitas dibidang ketenagakerjaan.

Referensi

Dokumen terkait

Dari penelitian yang telah dilakukan dapat diketahui bahwa pemilihan kata (diksi), makna kata, bahasa kiasan, sarana retorika dan citraan yang ditemukan dalam

Individu yang memiliki nilai sentralitas global terendah untuk topik jaringan komunikasi adaptasi ekonomi adalah node 23 yakni pak yusron, untuk adaptasi sosial adalah node 5

Patra Raya Ruko Sbrg Bioskop Tobar No.. Free solar- guard,

Rumput laut yang telah direndam pada pupuk organik dan telah diaklimatiasi di tambak kemudian dilakukan perbanyakan pada waring berukuran 3x3x1 m yang ditancapkan

Metode : Desain penelitian adalah deskriptif; populasi penelitian ini adalah Semua akseptor aktif KB suntik 3 bulan di Desa Puri Semanding Kecamatan Plandaan

Tidak nyatanya pengaruh umur terhadap efisiensi penggunaan ransum dalam penelitian ini disebabkan karena umur ternak yang digunakan dalam penelitian ini disebabkan