• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang"

Copied!
10
0
0

Teks penuh

(1)

1 Minuman keras, atau biasa disingkat miras, adalah minuman beralkohol yang mengandung etanol. Etanol adalah bahan psikoaktif dan konsumsinya menyebabkan penurunan kesadaran. Alkohol merupakan zat aktif dalam minuman keras, yang dapat menekan syaraf pusat. Alkohol digolongkan ke dalam Napza (narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya) karena mempunyai sifat menenangkan sistem saraf pusat, mempengaruhi fungsi tubuh maupun perilaku seseorang, mengubah suasana hati dan perasaan orang yang mengonsumsinya. Bila dikonsumsi berlebihan, minuman beralkohol dapat menimbulkan efek samping gangguan mental organik (GMO), yaitu gangguan dalam fungsi berpikir, merasakan, dan berperilaku. Timbulnya GMO tersebut disebabkan reaksi langsung alkohol pada sel-sel saraf pusat. Karena sifat adiktif alkohol tersebut, orang yang meminumnya lama-kelamaan tanpa sadar akan menambah takaran/dosis sampai pada dosis keracunan atau mabuk (Anonim, 2013).

Alkohol, seperti obat-obat terlarang lainnya menimbulkan banyak dampak negatif pada tubuh, mental dan kehidupan sosial manusia. Yunani dan negara Eropa lainnya saat ini menerapkan sanksi dan hukuman yang keras terhadap para peminum alkohol. Perpecahan dalam rumah tangga pun sering ditimbulkan akibat kebiasaan meminum alkohol. Seorang pecandu akan nekat melakukan tindakan kriminal di saat dia tidak punya uang untuk membeli minuman beralkohol (Nurwijaya & Ikawati., 2009). Minum minuman keras berhubungan dengan kecelakaan lalu lintas yang dapat menimbulkan korban jiwa, perilaku seksual berisiko, perilaku bunuh diri, prestasi sekolah yang buruk, dan risiko yang lebih besar untuk menimbulkan kecanduan dikemudian hari (Benjet et al., 2014). Penggunaan alkohol yang berlebihan dapat menciptakan masalah kesehatan masyarakat yang signifikan serta dapat menciptakan masalah keamanan di seluruh dunia. Hampir 4% dari semua kematian di seluruh dunia dikaitkan dengan konsumsi alkohol, yang juga terkait dengan banyak masalah sosial yang serius, seperti penyakit dan cedera (Mastroianni et al., 2014).

(2)

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dalam laporan mengenai penyalahgunaan alkohol, setiap tahunnya di dunia lebih banyak orang tewas akibat konsumsi alkohol daripada akibat AIDS, TBC dan kejahatan dengan kekerasan. WHO memperkirakan Sekitar 3,3 juta orang tewas di tahun 2012 berhubungan dengan konsumsi alkohol yang berlebihan. Konsumsi alkohol yang berlebihan meningkatkan risiko timbulnya lebih dari 200 penyakit, termasuk siroris hati, tuberkulosis, dan beberapa jenis kanker. Konsumsi alkohol yang tidak bertanggung jawab merupakan salah satu penyebab terjadinya kecelakaan dan tindak kekerasan (WHO, 2014).

Tabel 1. Jumlah rata-rata konsumsi minuman beralkohol per tahun

Negara Rata-rata mengonsumsi

alkohol murni per tahun

Jerman 11,8 liter

Eropa 10,9 liter

Amerika 8,4 liter

Jepang 6,8 liter

Sumber : WHO, 2014

Laporan WHO mengenai alkohol dan kesehatan menyebutkan sebanyak 320.000 orang usia 15-29 tahun meninggal di seluruh dunia setiap tahun karena berbagai penyebab terkait dengan alkohol dan 5,1% kematian di dunia akibat penyakit berhubungan dengan konsumsi alkohol (WHO, 2014). Fakta itulah yang membuat negara-negara maju membuat regulasi ketat soal minuman keras, terutama dalam soal peredarannya. Ketatnya regulasi itu ditunjukkan dengan sanksi pidana yang tegas bagi para pelanggarnya. Itulah yang membuat para produsen dan penjual miras di negara-negara maju tidak berani menjual kepada para remaja, apalagi anak-anak. Sementara, dari sisi konsumen, para remaja juga akan mendapatkan sanksi tegas pidana, sehingga mereka tidak pernah memiliki keberanian untuk membelinya.

Setiap negara memiliki batasan usia yang diperbolehkan untuk membeli, menjual dan mengonsumsi minuman beralkohol. Di hampir semua negara di benua Eropa, batasan minimum seseorang dapat membeli, menjual maupun mengonsumsi minuman beralkohol adalah usia 18 tahun. Beberapa negara lainnya seperti Amerika Serikat, Mesir, Indonesia, Samoa dan Pulau Solomon

(3)

tidak mengizinkan membeli, menjual maupun mengonsumsi alkohol sebelum usia 21 tahun. Negara-negara yang memiliki batasan usia dalam mengonsumsi alkohol biasanya akan lebih rendah dalam memproduksi jenis minuman beralkohol seperti wine dan bir dibandingkan dengan minuman dari hasil penyulingan atau destilasi (Ahlstrom & Osterberg, 2005).

Di Indonesia, peraturan tentang minuman keras belum mendapatkan perhatian khusus dari pemerintah, walaupun dampak minuman keras sangat serius di kalangan remaja. Dampak yang ditimbulkan akibat peredaran bebas dari minuman keras tersebut, misalnya rusaknya tatanan sosial bangsa Indonesia, bahkan tidak sedikit kasus kriminal hingga menelan korban jiwa akibat minuman keras di Indonesia. Data BPS tahun 2012 menunjukkan angka yang sangat memprihatinkan, yaitu 83,1% remaja Indonesia pernah minum minuman beralkohol (Bahri, 2013). Di Indonesia sendiri, setiap tahunnya diperkirakan jumlah korban meninggal akibat miras mencapai 19.000 orang (Anonim, 2013).

Di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT), terdapat sejenis minuman fermentasi lokal beralkohol, yaitu: laru dan sopi, yang merupakan hasil fermentasi secara tradisional terhadap nira. Dalam peredarannya, sopi lebih banyak beredar dan disukai oleh masyarakat Kota Kupang dibandingkan dengan laru. Sopi adalah nama lokal untuk minuman khas yang diproduksi secara turun temurun oleh masyarakat yang ada di berbagai pulau di Nusa Tenggara Timur maupun Maluku. Minuman sopi sendiri berasal dari bahasa Belanda, yaitu zoopje, yang berarti alkohol cair. Sopi adalah salah satu jenis minuman keras atau minuman beralkohol yang mengandung zat etanol. Jika dikonsumsi dalam jumlah yang banyak dapat menyebabkan kemabukan. Hal ini disebabkan karena reaksi langsung etanol pada pusat sel saraf manusia. Di NTT sendiri, sopi banyak diproduksi di Pulau Rote, Sabu dan Flores. Selain itu, sopi di Kupang juga dipasok dari Kisar, Maluku.

Bagi sebagian masyarakat, minuman yang mengandung alkohol seringkali diidentikkan dengan hal – hal yang berbau negatif. Akan tetapi, hal ini justru terbalik dengan masyarakat di beberapa daerah di Nusa Tenggara Timur dan Maluku Tengah. Bagi mereka, sopi bukan hanya sekedar minuman yang mengandung alkohol tetapi lebih dari itu, sopi adalah benda yang disakralkan dalam kehidupan mereka. Hal ini terbukti dengan sebotol sopi, bisa menyelesaikan permasalahan yang terjadi dalam kehidupan masyarakat.

(4)

Adapun makna sopi dalam proses rekonsiliasi tersebut adalah sebagai alat untuk mengesahkan yang mereka sepakati bersama dalam proses rekonsiliasi tersebut. Tidak ada lembaga pemerintahan yang bisa mengatur mereka secara pemerintahan, sehingga mereka kemudian menetapkan sopi sebagai alat yang mereka gunakan untuk menyelesaikan sebuah permasalahan. Hal ini kemudian menjadi tradisi yang mereka pegang dan memberlakukannya sampai sekarang (Sarioa, 2013).

Di beberapa daerah di NTT, seperti di Flores, Timur Tengah Selatan (TTS) dan Timur Tengah Utara (TTU), sopi telah menjadi sebuah tradisi/budaya dimana sopi akan disuguhkan kepada tamu yang datang berkunjung ke daerah tersebut. Di daerah lain, khususnya di Kota Kupang, minuman sopi merupakan minuman yang ilegal karena memberi dampak yang negatif bagi masyarakat. Walaupun keberadaannya masih diilegalkan, namun sopi telah menyebar luas dan menjadi minuman yang digemari oleh kebanyakan masyarakat Kota Kupang. Berbeda dengan masyarakat di perkampungan Flores maupun TTU yang hanya mengonsumsi sopi pada acara-acara adat / ritual adat dan mereka tidak sembarangan maupun secara berlebihan mengonsumsinya.

Sopi disuguhkan dalam banyak upacara atau pesta-pesta adat di daerah-daerah NTT. Namun, di Kota Kupang sendiri sopi merupakan minuman yang telah menyebar dan banyak digemari oleh masyarakat kota Kupang. Minuman ini diilegalkan karena memberi dampak pada meningkatnya tindak pidana kekerasan di Kota Kupang. Keberadaan sopi menjadi polemik tersendiri, karena di satu sisi sopi dapat menjadi ancaman karena merupakan salah satu penyebab tingginya angka tindak pidana kekerasan di NTT, khususnya di Kota Kupang. Di sisi lain, sopi juga dapat bermanfaat dalam peningkatkan perekonomian masyarakat yang memproduksinya di Kota Kupang selain itu, sopi juga dikaitkan dengan kebudayaan yang harus dilestarikan.

Meskipun keberadaannya ilegal, minuman tersebut telah beredar luas di Kota Kupang. Dari hasil pengambilan data awal diketahui bahwa peredaran sopi telah menyebar ke semua kecamatan di Kota Kupang. Penyulingan sopi rumahan juga banyak terdapat di Kota Kupang, khususnya di Kecamatan Maulafa. Aparat keamanan telah berupaya menekan peredarannya dengan cara menyita sopi yang berhasil ditemukan, namun peredarannya tidak pernah terhenti. Dalam keseharian pun sopi selalu hadir di tengah masyarakat Kota

(5)

Kupang. Di Kota Kupang, sopi tidak sulit untuk didapatkan karena sopi dijual bebas secara eceran, namun dengan cara sembunyi-sembunyi. Sopi dijual dengan harga berkisar Rp 5.000-10.000 per botol.

Sopi menjadi minuman para remaja maupun masyarakat pada saat ada perayaan pesta (pernikahan, wisuda, ulang tahun, dan lain-lain). Minuman ini mudah didapat di Kota Kupang walaupun penjualannya dilakukan secara sembunyi-sembunyi. Hal ini disinyalir karena peraturan daerah yang mengatur tentang peredaran minuman keras sudah ada, namun masih lemahnya peraturan tersebut sehingga masih banyaknya minuman keras yang beredar di Kota Kupang, khususnya jenis sopi. Minuman ini ditengarai menjadi pemicu tindakan kriminal di kalangan warga Kota Kupang. Walaupun terus disita aparat kepolisian, namun sampai sekarang sopi masih dikonsumsi dan digemari masyarakat Kota Kupang.

Akibat pengaruh minuman keras khususnya minuman sopi, menyebabkan tingkat kriminalitas, terutama jenis kejahatan pemalakan, kekerasan, penganiayaan, pengeroyokan dan Kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) di Kota Kupang terbilang tinggi. Dari hasil pengambilan data awal di Polresta Kota Kupang diketahui jumlah tindak pidana kekerasan, pengeroyokan, penganiayaan dan KDRT di Kota Kupang dari tahun ke tahun cukup tinggi.

Tabel 2. Jumlah kasus kekerasan, pengeroyokan, pemalakan dan KDRT di Kota Kupang

Tahun Jumlah kasus

2011 287 kasus

2012 291 kasus

2013 212 kasus

2014 (sampai bulan Agustus) 175 kasus Sumber : Polresta Kota Kupang, 2014

Berdasarkan wawancara awal dengan pihak Polresta Kupang (2014), diketahui bahwa salah satu faktor penyebab tingginya angka kekerasan, penganiayaan dan pengeroyokan di Kota Kupang adalah minuman keras. Hal ini diperkirakan akibat minuman keras yang sangat marak beredar di Kota Kupang, khususnya minuman keras lokal jenis sopi. Pada setiap pesta atau acara yang diselenggarakan di Kota Kupang kebanyakan berakhir ricuh, karena biasanya

(6)

anak-anak remaja atau pemuda merayakan kebahagiaan dalam acara atau pesta tersebut dengan minum sopi secara bersama-sama, yang dapat membuat mabuk, sehingga pada akhirnya dapat berakhir dengan pertikaian. Di Kota Kupang tidak sulit untuk mendapatkan minuman keras jenis sopi ini karena peredarannya yang sudah sangat meluas ke semua kecamatan di Kota Kupang. Dari hasil pengamatan dan survei awal diketahui bahwa, salah satu kecamatan yang terdapat banyak pembuat dan penjual sopi adalah Kecamatan Maulafa Kota Kupang dan di Kecamatan Maulafa juga diketahui banyak remaja yang minum sopi.

Masa remaja adalah masa ketika terjadi perubahan-perubahan yang dramatis, baik secara fisik maupun kognitif. Perubahan-perubahan secara fisik dan kognitif tersebut, berpengaruh terhadap perubahan dalam perkembangan psikososial mereka (Desmita, 2013). Karakteristik psikologis yang khas pada remaja merupakan faktor yang memudahkan terjadinya tindakan penyalahgunaan alkohol. Namun, untuk terjadinya hal tersebut masih ada faktor lain yang memainkan peranan penting, yaitu faktor lingkungan. Faktor lingkungan tersebut memberikan pengaruh pada remaja dan mencetuskan timbulnya motivasi untuk mengonsumsi alkohol. Dengan kata lain, timbulnya masalah penyalahgunaan zat dicetuskan oleh adanya interaksi antara pengaruh lingkungan dan kondisi psikologis remaja (Lisa & Sutrisna, 2013).

Hasil penelititan Tsaniyah (2012) menunjukkan bahwa perilaku remaja minum cuka (minuman keras tradisional) di Kecamatan Padang Bolak dimulai sejak SMP dan yang dirasakan ketika pertama kali minum cuka adalah pahit, pusing, mual, tetapi lama kelamaan menjadi enak. Minum cuka dilakukan bersama teman-teman dengan frekuensi 3-4 kali seminggu. Minum cuka biasanya dengan tambul atau makanan yang terbuat dari ikan mas, daging atau kerang serta dilakukan di gubung-gubung kosong. Jumlah cuka yang diminum bervariasi berkisar antara 3-10 gelas sekali minum. Faktor-faktor yang melatarbelakangi remaja minum cuka adalah karena ajakan teman-teman, untuk bersenang-senang dan menghilangkan stres, serta menambah kepercayaan diri agar berani melawan guru.

Perilaku tidak sehat seperti merokok, minum minuman keras, dan penggunaan narkoba sering dimulai pada masa remaja (Mangerud et al., 2014). Ketika mengonsumsi alkohol, kesehatan seseorang akan semakin terganggu

(7)

atau menimbulkan risiko tambahan jika seseorang minum minuman keras sambil merokok dan mengunakan obat-obatan terlarang (Stransky, 2014). Minum minuman keras merupakan kegiatan kelompok, hanya sedikit remaja yang mau minum minuman keras sendiri. Rasa nikmat pada minuman keras terus berkembang selama masa remaja dan akan menimbulkan kecenderungan untuk menganggap minuman sebagai simbol yang penting bagi keanggotaan kelompok. Dalam kondisi seperti itu, bibit untuk menjadi pecandu mulai berkembang (Al-Mighwar, 2006).

Orang-orang yang sudah mengalami ketergantungan pada alkohol mungkin butuh minum alkohol setiap hari. Mereka tidak mampu menghentikan atau mengurangi konsumsinya meskipun berulang kali berupaya untuk berhenti sepenuhnya atau membatasi minum alkohol hanya pada waktu tertentu setiap hari. Mereka dapat minum berlebihan meskipun tidak sering. Penyalahgunaan dan ketergantungan alkohol sering merupakan bagian dari penyalahgunaan banyak zat, yaitu menggunakan atau menyalahgunakan lebih dari satu zat pada satu waktu. Diperkirakan, 80 hingga 85% penyalahgunaan alkohol dilakukan oleh perokok. Selain itu, alkohol berfungsi sebagai isyarat merokok (Davison et al., 2012). Berdasarkan hasil pengamatan di Kota Kupang, khususnya di Kecamatan Maulafa diketahui banyak remaja yang sudah mulai mencoba-coba untuk mengonsumsi minuman keras, khususnya minuman sopi dari usia 11 tahun.

Berdasarkan latar belakang tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Perilaku minum sopi pada remaja di Kecamatan Maulafa Kota Kupang”.

B. Perumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang di atas, perumusan masalah adalah : Bagaimana perilaku minum sopi pada remaja di Kecamatan Maulafa Kota Kupang ?

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui alasan pengambilan keputusan remaja dalam mengonsumsi sopi di Kecamatan Maulafa Kota Kupang.

(8)

2. Tujuan khusus

a. Menggali secara mendalam faktor-faktor yang mendorong remaja minum sopi di Kecamatan Maulafa Kota Kupang.

b. Mengetahui sikap remaja terhadap sopi di Kecamatan Maulafa Kota Kupang.

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi peneliti, dapat menambah wawasan, pengetahuan secara teoretis, serta pengalaman dalam melakukan penelitian kualitatif tentang perilaku minum sopi pada remaja.

2. Hasil penelitian diharapkan menjadi masukan bagi Dinas Kesehatan Kota Kupang dalam upaya pencegahan penyalahgunaan sopi atau minuman beralkohol lainnya pada kalangan remaja melalui promosi dan pendidikan kesehatan.

3. Dapat menjadi masukan bagi pemerintah Daerah Provinsi Nusa Tenggara Timur, khususnya Pemerintah Kota Kupang, dalam upaya penanggulangan peredaran minuman keras di Nusa Tenggara Timur termasuk sopi, khususnya dalam penguatan peraturan daerah tentang pembatasan peredaran minuman keras.

4. Bagi subjek penelitian, dapat menjadi informasi penting terkait perilaku minum sopi, sehingga dapat menjadi pertimbangan untuk melakukan pencegahan minum minuman keras, khususnya minuman sopi.

5. Sebagai bahan masukan untuk penelitian selanjutnya yang berhubungan dengan minuman keras.

E. Keaslian Penelitian

Sudah banyak penelitian yang terkait dengan perilaku minum sopi (minuman beralkohol lokal) yang telah dilakukan sebelumnya, di antaranya :

1. Tafert et al. (2005), melakukan penelitian yang berjudul “Alcohol and the Adolescent Brain – Human Studies”. Hasil penelitian menunjukkan bahwa dampak penggunaan alkohol pada remaja sangat berpengaruh terhadap perkembangan otak. Di antaranya, berpengaruh pada kinerja neuropsychological, yaitu kemampuan otak dalam berpikir dan mengingat

(9)

mengalami penurunan. Meskipun penggunaan alkohol berat sangat mempengaruhi fungsi otak remaja, tetapi tidak semua remaja mengalami tingkat kerusakan yang berat. Hal ini tergantung pada genetika (sejarah keluarga), jenis kelamin, usia mulai minum alkohol dan pola konsumsi alkohol. Selain itu, penggunaan obat-obatan lainnya sangat berpengaruh terhadap parah tidaknya kerusakan otak. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan ini adalah ingin melihat faktor-faktor penyebab remaja menyalahgunakan alkohol. Perbedaannya pada jenis, tujuan dan lokasi penelitian.

2. Tsaniyah (2012), meneliti perilaku minum cuka (minuman beralkohol tradisional) pada remaja di Kecamatan Padang Bolak Kabupaten Padang Lawas Utara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa faktor-faktor yang melatarbelakangi remaja minum cuka adalah karena ajakan teman-teman, untuk bersenang-senang, menghilangkan stres, dan menambah kepercayaan diri agar berani melawan guru. Perbedaan dengan penelitian yang dilakukan pada kekhasan penelitian, yaitu pada penelitian ini akan lebih menggali pada sikap remaja dan tradisi/nilai sosial yang ada di Kecamatan Maulafa Kota Kupang terkait dengan perilaku minum sopi. Selain itu, perbedaannya terletak pada tujuan penelitian, lokasi penelitian, dan jenis minuman keras yang diteliti. Tsaniyah meneliti perilaku minum cuka (minuman beralkohol tradisional), sedangkan penelitian ini menggali perilaku minum sopi, yaitu minuman beralkohol lokal yang hanya terdapat di Maluku dan Nusa Tenggara Timur. Persamaannya pada subjek, yaitu remaja dan jenis penelitian.

3. Berger et al. (2013), melakukan penelitian dengan judul “Alcohol mixed with energy drinks: Are there associated negative consequences beyond hazardous drinking in college students?”. Penelitian dilakukan terhadap 606 mahasiswa berusia 18-25 tahun. Hasil penelitian menunjukkan bahwa alkohol yang dicampur dengan minuman berenergi sangat umum digunakan di kalangan mahasiswa, dan alkohol yang dicampur dengan minuman berenergi memberikan risiko tambahan untuk melakukan seks tanpa kondom. Hubungan seks tanpa kondom memiliki implikasi umum terhadap kesehatan, dan mahasiswa yang minum alkohol yang dicampur dengan minuman berenergi berisiko lebih besar. Sekitar 75% dari mahasiswa yang

(10)

sudah lama mengonsumsi alkohol yang dicampur dengan minuman berenergi. Sementara, hampir 65% siswa terlibat dalam konsumsi alkohol yang dicampur dengan minuman berenergi, dalam satu tahun terakhir (64,7%). Persamaan dengan penelitian yang dilakukan ini terletak pada ruang lingkup penelitian, yaitu remaja yang menyalahgunakan alkohol. Perbedaannya pada jenis penelitian, tujuan peneltian dan lokasi penelitian. 4. Benjet et al. (2014), melakukan penelitian dengan judul “Adolescent alcohol

use and alcohol use disorders in Mexico City”. Penelitian dilakukan terhadap 3005 orang (52,1% wanita) berusia 12-17 tahun. Sampel diambil dengan menggunakan teknik multistage sampel. Hasil penelitian menunjukkan Penggunaan alkohol dan gangguan yang terjadi berkorelasi dengan sosio-demografis. Sebanyak 59% responden telah menggunakan alkohol, dan proporsi ini meningkat secara signifikan terhadap umur. Pada usia 17 tahun, 82,5% telah menggunakan alkohol. Laki-laki memiliki frekuensi dan kuantitas yang lebih besar dalam mengonsumsi alkohol, meskipun pada akhirnya tidak ada perbedaan gender untuk risiko mengalami gangguan penggunaan alkohol. Mereka yang tidak bersekolah memiliki peluang 2 kali untuk mengonsumsi alkohol daripada mereka yang bersekolah. Kurangnya pemantauan orangtua juga berhubungan dengan penggunaan alkohol. Persamaan dengan penelitian yang dilakukan ini terletak pada ruang lingkup penelitian, yaitu remaja. Perbedaannya pada jenis penelitian, tujuan penelitian dan lokasi penelitian.

Referensi

Dokumen terkait

Status Informasi Formal Informasi yang Dikuasai.. Fazhari Irvansyah Sinaga irvansyah_sinaga@apps.ipb.ac.id Permohonan soft copy berkas ijazah dan transkrip nilai.. 300 8 Juli 2020

Di satu sisi produk berbahan eceng gondok ini menghasilkan kertas dengan nilai seni yang relatif lebih indah dan di sisi lain adalah upaya pengendalian gulma eceng gondok di

Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (selanjutnya disingkat UU SPPA) yang merupakan pergantian terhadap Undang- undang Nomor

Penanganan orang didalam gedung (handling capacity) adalah langkah pertama dalam menganalisis kebutuhan jumlah elevator, handling capacity pada gedung Grha Widya Maranatha

Pertumbuhan ekonomi AS pada triwulan III 2016 mencapai 2.9% SAAR, utamanya didorong peningkatan pertumbuhan ekspor dan investasi yang lebih besar dari penurunan pertumbuhan

Sumber data sekunder yang dimaksud berupa buku dan laporan ilmiah primer atau asli yang terdapat di dalam artikel atau jurnal (tercetak dan/atau non-cetak)

Gaya kepemimpinan yang ada pada seorang pemimpin dalam suatu perusahaan atau organisasi mempunyai perbedaan dalam penerapan gaya kepemimpinannya masing-masing, yang

All praises belong to Allah SWT to Blessing and mercies given to the researcher, so I can complete this research paper entitled HOMICIDE PHENOMENA REFLECTED