• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Kajian Teori a. Konsep

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II KAJIAN PUSTAKA. A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Kajian Teori a. Konsep"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

commit to user

7 BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Kajian Teori dan Hasil Penelitian yang Relevan 1. Kajian Teori

a. Konsep

Banyak ahli mendefinisikan arti dari konsep, secara umum konsep adalah suatu abstaksi yang menggambarkan ciri-ciri umum sekelompok objek, peristiwa, atau fenomena lainnya. Menurut Ausubel (Vanden Berg, 1991 : 8) konsep merupakan benda-benda, kejadian-kejadian, situasi-situasi, atau ciri-ciri yang memiliki ciri-ciri khas dan yang terwakili dalam setiap budaya oleh suatu tanda atau simbol. Konsep disebut sebagai suatu ide atau gagasan yang digeneralisasi dari pengalaman manusia dengan beberapa peristiwa benda dan fakta. Jadi konsep merupakan abstraksi dari ciri-ciri sesuatu yang mempermudah komunikasi antara sesama manusia dan yang memungkinkan manusia berfikir.

Flavel (1970) dalam Dahar (2011: 62 - 63) mengemukakan bahwa konsep-konsep dapat berbeda dalam tujuh dimensi, yaitu:

1) Atribut

Setiap konsep mempunyai sejumlah atribut yang berbeda. Contoh konsep harus mempunyai atribut yang relevan, termasuk juga atribut yang tidak relevan. Atribut dapat berupa fisik, seperti warna, tinggi, bentuk, atau dapat juga berupa fungsional.

2) Struktur

Struktur menyangkut cara tergabungnya atribut-atribut itu. Berikut tiga macam struktur yang dikenal yaitu konsep konjungtif, konsep disjungtif, dan konsep relasional.

(2)

commit to user

8 3) Keabstrakan

Konsep-konsep dapat dilihat dan konkret atau konsep itu terdiri atas konsep-konsep lain.

4) Keinklusifan

Ini ditujukan pada jumlah contoh yang terlibat dalam konsep itu. Bagi seorang anak kecil, konsep kucing ditujukan pada seekor hewan tertentu yaitu kucing keluarga. Bila anak itu telah mengenal beberapa kucing lainnya, konsep kucing akan menjadi lebih luas, termasuk lebih banyak contoh lainnya.

5) Generalitas

Bila diklasfikasikan, konsep dapat berbeda dalam posisi superordinat atau subordinatnya. Konsep wortel adalah subordinat terhadap konsep sayuran.

6) Ketepatan

Ketepatan suatu konsep menyangkut apakah ada sekumpulan aturan untuk membedakan contoh dengan noncontoh suatu konsep.

7) Kekuatan (power)

Kekuatan suatu konsep ditentukan oleh sejauh mana orang setuju bahwa konsep itu penting.

Sedangkan menurut Klausmeier dalam Dahar (1989: 88-89) setiap konsep dapat dibedakan menurut bentuk dan tingkatannya. Tingkat pencapaian konsep dapat dibedakan menjadi empat yang diringkas sebagai berikut :

1) Tingkat Konkret

Seorang siswa dikatakan telah mencapai konsep pada tingkat konkret, apabila mengenal suatu benda yang telah dihadapi sebelumnya. Siswa

(3)

commit to user

9

harus dapat memperhatikan suatu benda dan dapat membedakan benda dari stimulus-stimulus yang ada di lingkungannya. Pada saat inilah anak sudah mampu menyimpan gambaran mental dalam struktur kognitifnya.

2) Tingkat Identitas

Seorang siswa dikatakan telah mencapai konsep pada tingkat identitas jikamengenal suatu objek (a) sudah selang suatu waktu (b) bila orang itu mempunyai orientasi ruang yang berbeda terhadap objek itu, atau (c) bila objek itu ditentukan melalui suatu indera yang berbeda, misalnya, mengenal suatu balok dengan cara menyentuh bagian dari balok itu bukandengan melihatnya.

3) Tingkat Klasifikatori

Pada tingkat klasifikatori, siswa mengenal persamaan dari dua contoh yang berbeda dari kelas yang sama. Operasi mental yang terlibat dalam pencapaian konsep pada tingkat klasifikatori ialah mengadakan generalisasi bahwa dua contoh atau lebih sampai batas-batas tertentu ituekuivalen, mengklasifikasikan contoh- contoh dan noncontoh-noncontoh dari konsep, sekalipun mempunyai banyak atribut-atribut yang mirip.Misalnya anak mampu membedakan antara apel yang masak dengan apel yang mentah.

4) Tingkat Formal

Pada tingkat formal, siswa dapat menentukan atribut-atribut yang membatasi konsep membedakannya, menentukan ciri-ciri, memberi nama atribut yang membatasinya, bahkan sampai mengevaluasi atau memberikan contoh secara verbal.

Menurut Soedjadi (2000:14) pengertian konsep adalah ide abstrak yang dapat digunakan untuk mengadakan klasifikasi atau penggolongan yang pada umumnya dinyatakan dengan suatu istilah atau rangkaian kata.

(4)

commit to user

10

Sedangkan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2008), konsep adalah gambaran mental dari objek, proses, atau apa pun yang ada di luar bahasa, yang digunakan oleh akal budi untuk memahami hal-hal lain.

Teori mengajar konsep adalah teori yang memberikan pemahaman kepada guru/pendidik/instruktur dalam menginformasikan pesan-pesan pelajaran yang bersifat konsep pada peserta dididknya. Tim Pengembangan Ilmu Pendidikan (TPIP) FIP-UPI (2007 :63) menjelaskan bahwa :

Konsep itu sendiri dapat dipahami sebagai suatu pengetahuan yang telah diterima kebenarannya dan sering dipakai sebagai pengetahuan untuk menganalisis permasalahan ilmiah atau akademik yang dihadapi. TPIP FIP-UPI menyimpulkan mengajar konsep adalah proses penyampaian pesan tentang materi pengajaran yang berupa konsep kepada peserta didik dalam suatu keseluruhan proses mengajar.

Konsep merupakan sebuah hal yang penting karena menurut Bungin, konsep merupakan sebuah generalisasi fenomena, dimana konsep kemudian dapat menjelaskan fenomena-fenomena tertentu (Bungin, 2001:73). Jadi konsep adalah suatu gambaran yang digunakan sebagai ciri-ciri untuk memahami hal lain berupa objek-objek, kejadian-kejadian, atau situasi-situasi.

b. Konsepsi

Rohayati (2005) menjelaskan bahwa konsepsi didefinisikan sebagai pengertian atau tafsiran seseorang terhadap suatu konsep tertentu (Zakaria, 2012:7). Meskipun dalam pelajaran sains kebanyakan konsep memiliki arti yang jelas, tetapi konsepsi pembelajaran berbeda-beda. Ada konsepsi ilmuan, konsepsi guru, dan konsepsi siswa. Pada umumnya konsepsi ilmuan merupakan konsepsi yang paling lengkap, paling masuk akal, dan paling banyak dimanfaatkan dibandingkan konsep lainnya, sehingga konsepsi ilmuan dianggap benar dan paling banyak diterima. Jadi seseorang dapat memiliki konsepsi yang berbeda dengan konsepsi yang

(5)

commit to user

11

dimiliki orang lain karena pengalaman hidup atau cara penafsiran yang berbeda, dimana konsepsi adalah tafsiran yang dimiliki oleh seseorang mengenai suatu konsep.

c. Prakonsepsi

Gagasan-gagasan atau ide-ide yang dimiliki oleh siswa sebelum menerima suatu pembelajaran disebut prakonsepsi. Siswa sering kali mengalami konflik dalam dirinya ketika berhadapan dengan informasi baru bertentangan dengan prakonsepsi siswa atau dengan ide-ide yang dibawa sebelumnya. Vanden Berg (1991: 10) menyatakan, “Prakonsepsi adalah konsepsi yang dimiliki siswa sebelum pelajaran walaupun mereka sudah pernah mendapatkan pelajaran formal”.

Saat siswa memasuki kelas untuk belajar Fisika, siswa telah memiliki pengetahuan tertentu tentang Fisika yang disebut prakonsep. Prakonsep yang dimiliki siswa belum tentu benar. Hal ini kurang atau bahkan tidak diperhatikan oleh guru dalam proses pembelajaran. Prakonsepsi siswa akan mempengaruhi proses belajar mengajar, karena prakonsepsi merupakan konsepsi awal yang dimiliki siswa dimana konsepsi awal tersebut merupakan konsepsi yang belum tentu benar. d. Miskonsepsi

Tafsiran perorangan terhadap banyak konsep sangat mungkin berbeda-beda. Misalnya penafsiran konsep massa jenis, atau konsep hambatan, atau konsep gesekan, dapat berbeda untuk setiap orang. Jika konsepsi murid terhadap suatu konsep sama dengan konsepsi para ilmuwan, dikatakan murid tersebut mempunyai konsepsi yang benar. Jika konsepsi murid tentang suatu konsep berbeda dengan konsepsi para ilmuwan, dikatakan murid tersebut mengalami miskonsepsi.

Menurut Suparno (2005: 4), miskonsepsi atau salah konsep menunjuk pada suatu konsep yang tidak sesuai dengan pengertian ilmiah

(6)

commit to user

12

yang diterima para pakar bidang itu, kemudian dikatakan bahwa miskonsepsi sebagai suatu kesalahan dan hubungan yang tidak benar antara konsep-konsep. Sedangkan menurut Fowler (Suparno, 2005 : 5) menyatakan bahwa yang dimaksud dengan miskonsepsi adalah pengertian tentang suatu konsep yang tidak tepat, salah dalam menggunakan konsep nama, salah dalam mengklasifikasikan contoh-contoh konsep, keraguan terhadap konsep-konsep yang berbeda, tidak tepat dalam menghubungkan berbagai macam konsep dalam susunan hierarkinya atau pembuatan generalisasi suatu konsep yang berlebihan atau kurang jelas. Clement berpendapat bahwa “jenis miskonsepsi yang paling banyak terjadi adalah bukan pengertian yang salah selama proses belajar mengajar, tetapi suatu konsep awal (prakonsep) yang dibawa siswa ke kelas formal” (Suparno,2005: 6-7). Jadi miskonsepsi siswa adalah konsepsi yang kurang tepat yang dimiliki oleh siswa.

Abraham dan kawan-kawan (1994) membagi derajat pemahaman konsep menjadi tiga kelompok, yaitu derajat tidak memahami, miskonsepsi, dan memahami konsep. Pengelompokkan ini didasarkan pada pengelompokkan derajat pemahaman yang dilakukan oleh Marek (1986) dan dikutip oleh Abraham (1994) seperti terlihat pada Tabel 2.1. Tabel 2.1 Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep

Kategori Derajat Pemahaman Kriteria 1.Tidak

memahami

- tidak ada respon - tidak memahami

a. tidak ada jawaban

b. menjawab “saya tidak tahu” c. mengulang pertanyaan d. menjawab tetapi tidak

berhubungan dengan pertanyaan dan tidak jelas

2.Miskonsepsi - Miskonsepsi - memahami sebagian dengan miskonsepsi - memahami sebagian

a. menjawab dengan penjelasan tidak logis

b. jawaban menunjukkan adanya konsep yang dikuasai tetapi ada pernyataan dalam jawaban yang menunjukkan miskonsepsi 3.Memahami - memahami konsep a. jawaban menunjukkan hanya

(7)

commit to user

13

sebagian konsep dikuasai tanpa ada miskonsepsi

b. jawaban menunjukkan konsep dipahami dengan semua penjelasan benar

(Sumber : Wahyuningsih, 2012 :10) e. Hakikat Fisika

Sebagai salah satu bidang ilmu sains, Fisika memiliki berbagai definisi yang dikemukakan dari waktu ke waktu. Dalam sebuah situs, mengemukakan beberapa pengertian fisika yang ditulis oleh Azhi (2012), antara lain sebagai berikut :

1) Fisika adalah cabang sains yang mempelajari materi (matter), energi, ruang, dan waktu. Sebelum akhir abad ke 19, cabang sains ini lebih dikenal dengan nama “filsafat alam” (natural philosophy, dari bahasa Yunani “physikos”).

Bisa dikatakan, fisika merupakan sains murni yang paling dasar (basic). Temuan dari fisika pun menjalar dan mempengaruhi cabang sains lainnya. Tidak heran, karena fisika banyak mengulik materi dan energi yang pada hakekatnya merupakan penyusun dasar (basic constituents) alam.

2) Secara ontologi fisika adalah ilmu pengetahuan yang berkaitan dengan penemuan dan pemahaman mendasar hukum-hukum yang menggerakkan. Fisika adalah studi mengenai dunia anorganik fisik, sebagai lawan dari dunia organik seperti biologi, fisiologi dan lain-lain.

3) Pengertian lain, fisika adalah ilmu yang mempelajari/mengkaji benda-benda yang ada di alam, gejala-gejala, kejadian-kejadian alam serta interaksi dari benda-benda di alam tersebut secara fisik dan mencoba merumuskannya secara matematis sehingga dapat dimengerti secara pasti oleh manusia untuk kemanfaatan umat manusia lebih lanjut. Jadi fisika merupakan suatu cabang ilmu

(8)

commit to user

14

pengetahuan sains yang mempelajari sesuatu yang konkret dan dapat dibuktikan secara matematis dengan menggunakan rumus-rumus persamaan yang didukung adanya penelitian yang terus dikembangkan oleh para fisikawan.

4) Secara epistimologi, fisika adalah bidang ilmu yang tertua, karena dimulai dari pengamatan-pengamatan dari gerakan benda-benda langit. Terdapat dua hal saling terkait yang tidak bisa dipisahkan di dalam fisika, yaitu pengamatan dalam eksperimen dan telaah teori. Keduanya tidak dapat dipisahkan saling tergantung satu sama lain. 5) Dan secara aksiologi fisika memiliki tujuan agar kita dapat mengerti

bagian dasar dari benda-benda dan interaksi antara benda-benda, jadi untuk menerangkan gejala-gejala alam. Perkembangan ilmu fisika dalam kehidupan manusia telah membawa manusia kepada kehidupan yang lebih baik.

Dari berbagai definisi tentang fisika, fisika dapat diartikan sebagai ilmu pengetahuan yang mempelajari mengkaji benda-benda yang ada di alam, gejala-gejala, kejadian-kejadian alam serta interaksi dari benda-benda di alam tersebut secara fisik dalam hal materi, energi, ruang, dan waktu. Konsep fisika dapat diartikan suatu gambaran yang digunakan sebagai ciri-ciri untuk memahami bidang ilmu pengetahuan fisika. Sedangkan miskonsepsi fisika dapat diartikan sebagai ketidaksesuaian konsep fisika yang dimiliki siswa dengan yang dikemukakan para ahli. f. Penyebab Miskonsepsi

Miskonsepsi disebabkan oleh beberapa hal, Suparno (2005:53) menjelaskan ada lima faktor yang merupakan penyebab miskonsepsi pada siswa, yaitu : 1) siswa, 2) guru, 3) buku teks, 4) konteks, dan 5) metode mengajar.

(9)

commit to user

15 1) Siswa

Miskonsepsi yang berasal dari siswa dapat dikelompokkan dalam delapan kategori, sebagai berikut:

a) Prakonsepsi atau konsep awal siswa. Banyak siswa sudah mempunyai konsep awal sebelum mereka mengikuti pelajaran di sekolah. Prakonsepsi sering bersifat miskonsepsi karena penalaran seseorang terhadap suatu fenomena berbeda-beda.

b) Pemikiran asosiatif yaitu jenis pemikiran yang mengasosiasikan atau menganggap suatu konsep selalu sama dengan konsep yang lain. Asosiasi siswa terhadap istilah yang ditemukan dalam pembelajaran dan kehidupan sehari-hari sering menimbulkan salah penafsiran. c) Pemikiran humanistik yaitu memandang semua benda dari

pandangan manusiawi. Tingkah laku benda dipahami sebagai tingkah laku makhluk hidup, sehingga tidak cocok.

d) Reasoning atau penalaran yang tidak lengkap atau salah. Alasan yang tidak lengkap diperoleh dari informasi yang tidak lengkap pula. Akibatnya siswa akan menarik kesimpulan yang salah dan menimbulkan miskonsepsi.

e) Intuisi yang salah, yaitu suatu perasaan dalam diri seseorang yang secara spontan mengungkapkan sikap atau gagasannya tentang sesuatu tanpa penelitian secara obyektif dan rasional. Pola pikir intuitif sering dikenal dengan pola pikir yang spontan.

f) Tahap perkembangan kognitif siswa. Secara umum, siswa yang dalam proses perkembangan kognitif akan sulit memahami konsep yang abstrak. Dalam hal ini, siswa baru belajar pada hal-hal yang konkrit yang dapat dilihat dengan indera.

g) Kemampuan siswa. Siswa yang kurang mampu dalam mempelajari fisika akan menemukan kesulitan dalam memahami konsep-konsep yang diajarkan. Secara umum, siswa yang tingkat matematika-logisnya tinggi akan mengalami kesulitan memahami konsep fisika, terlebih konsep yang abstrak.

(10)

commit to user

16

h) Minat belajar. Siswa yang memiliki minat belajar fisika yang besar akan sedikit mengalami miskonsepsi dibandingkan siswa yang tidak berminat.

2) Guru

Guru yang tidak menguasai bahan atau tidak memahami konsep fisika dengan benar juga merupakan salah satu penyebab miskonsepsi siswa. Guru terkadang menyampaikan konsep fisika yang kompleks secara sederhana dengan tujuan untuk mempermudah pemahaman siswa. Kadang-kadang guru mengutamakan penyampaian rumusan matematis sedangkan penyampaian konsep fisisnya dikesampingkan. Pola pengajaran guru masih terpaku pada papan tulis, jarang melakukan eksperimen dan penyampaian masalah yang menantang proses berpikir siswa. Miskonsepsi siswa akan semakin kuat apabila guru bersikap otoriter dan menerapkan metode ceramah dalam mengajar. Hal ini mengakibatkan interaksi yang terjadi hanya satu arah, sehingga semakin besar peluang miskonsepsi guru ditransfer langsung pada siswa.

3) Buku Teks

Buku teks yang dapat mengakibatkan munculnya miskonsepsi siswa adalah buku teks yang bahasanya sulit dimengerti dan penjelasannya tidak benar. Buku teks yang terlalu sulit bagi level siswa yang sedang belajar dapat menumbuhkan miskonsepsi karena mereka sulit menangkap isinya.

4) Konteks

Konteks yang dimaksud di sini adalah pengalaman, bahasa sehari-hari, teman, serta keyakinan dan ajaran agama. Bahasa sebagai sumber prakonsepsi pertama sangat potensial mempengaruhi miskonsepsi, karena bahasa mengandung banyak penafsiran.

5) Metode Mengajar

Metode mengajar guru yang tidak sesuai dengan konsep yang dipelajari akan dapat menimbulkan miskonsepsi. Guru yang hanya menggunakan satu metode pembelajaran untuk semua konsep akan memperbesar

(11)

commit to user

17

peluang siswa terjangkit miskonsepsi. Metode ceramah yang tidak memberikan kesempatan siswa untuk bertanya dan juga untuk mengungkapkan gagasannya sering kali meneruskan dan memupuk miskonsepsi. Penggunaan analogi yang tidak tepat juga merupakan salah satu penyebab timbulnya miskonsepsi. Metode praktikum yang sangat membantu dalam proses pemahaman, juga dapat menimbulkan miskonsepsi karena siswa hanya dapat menangkap konsep dari data-data yang diperoleh selama praktikum. Metode diskusi juga dapat berperan dalam menciptakan miskonsepsi. Bila dalam diskusi semua siswa mengalami miskonsepsi, maka miskonsepsi mereka semakin diperkuat.

Vanden Berg (1991: 17) dan Suparno (2005) menyimpulkan beberapa fakta mengenai miskonsepsi, yaitu :

1) Miskonsepsi disebabkan oleh bermacam-macam hal. 2) Miskonsepsi terjadi di semua jenjang pendidikan.

3) Miskonsepsi ada yang mudah dibetulkan, tetapi ada yang sangat sulit untuk dibetulkan.

4) Seringkali siswa mengalami miskonsepsi terus-menerus. Soal-soal yang sederhana dapat dikerjakan, tetapi dengan soal yang sedikit lebih sulit miskonsepsi akan muncul kembali.

5) Sering terjadi regresi, yaitu siswa yang yang sudah mengatasi miskonsepsi beberapa bulan kemudian salah lagi.

6) Dengan ceramah yang bagus, miskonsepsi tidak dapat dihilangkan atau dihindari.

7) Siswa, mahasiswa, guru, dosen, maupun peneliti dapat terkena miskonsepsi.

8) Siswa yang pandai dan yang lemah, keduanya dapat terkena miskonsepsi.

(12)

commit to user

18 g. CRI (Certainty of Response Index)

CRI (Certainty of Response Index), merupakan ukuran tingkat keyakinan atau kepastian responden dalam menjawab setiap pertanyaan (soal) yang diberikan. Metode identifikasi CRI dikembangkan oleh Saleem Hasan, dkk untuk mengidentifikasi terjadinya miskonsepsi, sekaligus dapat membedakannya dengan tidak memahami konsep. CRI didasarkan pada suatu skala 0 sampai 5 yang menggambarkan keyakinan responden dalam menjawab setiap pertanyaan. Tingkat kepastian jawaban tercermin dalam skala CRI, CRI yang rendah menandakan ketidakyakinan konsep pada diri responden dalam menjawab suatu pertanyaan, dalam hal ini jawaban biasanya ditentukan atas dasar tebakan semata. Sebaliknya CRI yang tinggi mencerminkan keyakinan dan kepastian konsep yang tinggi pada diri responden dalam menjawab pertanyaan, dalam hal ini unsur tebakan sangat kecil. Seorang responden mengalami miskonsepsi atau tidak memahami konsep dapat dibedakan secara sederhana dengan cara membandingkan benar tidaknya jawaban suatu soal dengan tinggi rendahnya derajat keyakinan menjawab (CRI) (Hasan, dkk, 1999).

Dalam jurnalnya, Hasan, dkk (1999 : 295) menyampaikan “However, if the answer was wrong, the high certainty would indicate a misplaced confidence in his knowledge of the subject matter. This misplaced certainty in the applicability of certain laws and methods to a specific question is an indicator of the existence of misconceptions. The results of this study demonstrate that the requested CRI, when used in conjunction with the answer to a question, enables us to differentiate between a lack of knowledge and a misconception.”

Akan tetapi, jika jawaban yang diperoleh salah, ini menunjukkan adanya suatu kekeliruan konsepsi dalam pengetahuan tentang suatu materi subyek yang dimilikinya, dan dapat menjadi suatu indikator terjadinya miskonsepsi. Dari ketentuan-ketentuan seperti itu, menunjukkan bahwa dengan CRI yang didapat, ketika digunakan bersamaan dengan jawaban

(13)

commit to user

19

untuk suatu pertanyaan, memungkinkan untuk dapat membedakan antara miskonsepsi dan tidak memahami konsep.

Tabel 2.2. Kriteria Jawaban Responden yang Ditunjukan dengan Nilai CRI.

CRI Kriteria Keterangan

0 Totally guessed answer

Jika menjawab soal 100% ditebak

1 Almost guess

Jika dalam menjawab soal persentase unsur tebakan antara 75%-99%

2 Not Sure

Jika dalam menjawab soal persentase unsur tebakan antara 50%-74%

3 Sure

Jika dalam menjawab soal persentase unsur tebakan antara 25%-49%

4 Almost certain

Jika dalam menjawab soal persentase unsur tebakan antara 1%-24%

5 Certain

Jika dalam menjawab soal tidak ada unsur tebakan sama sekali (0%)

(Sumber: Liliawati. 2009: 3)

Pada tabel 2.2, bahwa CRI 0 menandakan tidak memahami konsep sama sekali tentang konsep-konsep yang diperlukan untuk menjawab suatu pertanyaan (jawaban ditebak secara total), sementara CRI 5 menandakan kepercayaan diri yang penuh atas kebenaran tentang prinsip-prinsip yang dipergunakan untuk menjawab suatu pertanyaan (soal), dapat dikatakan tidak ada unsur tebakan sama sekali. Jika derajat kepastiannya rendah (CRI 0-2), maka hal ini menggambarkan proses penebakan (guesswork) memainkan peranan yang signifikan dalam menentukan jawaban. Tanpa memandang apakah jawaban benar atau salah, nilai CRI yang rendah menunjukkan adanya unsur penebakan, yang secara tidak langsung mencerminkan ketidaktahuan konsep yang mendasari penentuan jawaban. Jika CRI tinggi (CRI 3-5), maka responden memiliki tingkat kepercayaan diri (confidence) yang tinggi dalam memilih

(14)

commit to user

20

aturan-aturan dan metode-metode yang digunakan untuk sampai pada jawaban. Dalam keadaan ini (CRI 3-5), jika resaponden memperoleh jawaban yang benar, ini dapat menunjukkan bahwa tingkat keyakinan yang tinggi akan kebenaran konsepsi fisikanya telah dapat teruji dengan baik.

Indeks dalam CRI secara umum tergolong tipe skala Likert. Secara khusus, untuk setiap pertanyaan dalam tes berbentuk pilihan ganda misalnya, responden diminta untuk memilih suatu jawaban yang dianggap benar dari alternatif pilihan yang tersedia. Kemudian memberikan CRI, antara 0 - 5, untuk setiap jawaban yang dipilihnya. CRI 0 diberikan jika jawaban yang dipilih hasil tebakan murni, sedangkan CRI 5 diberikan jika jawaban telah dipilih atas dasar pengetahuan dan skil yang sangat ia yakini kebenarannya.

Tabel 2.3 menunjukkan empat kemungkinan kombinasi dari jawaban (benar atau salah) dan CRI (tinggi atau rendah) untuk tiap responden secara individu. Responden yang menjawab dengan benar akan tetapi CRI rendah menandakan tidak memahami konsep. Sedangkan responden yang menjawab benar dengan CRI tinggi menunjukkan penguasaan konsep. Responden dengan jawaban salah dan CRI rendah menandakan tidak memahami konsep, sementara jawaban salah dengan CRI tinggi menandakan terjadinya miskonsepsi.

Tabel 2.3. Ketentuan untuk Membedakan Memahami Konsep, Miskonsepsi dan Tidak Memahami Konsep

Kriteria Jawaban CRI Rendah (<2,5) CRI Tinggi (≥2,5) Jawaban benar Jawaban benar tapi CRI

rendah berarti tidak memahami

konsep (lucky guess)

Jawaban benar dan CRI tinggi berarti memahami konsep dengan baik Jawaban salah Jawaban salah dan CRI

rendah berarti tidak memahami konsep

Jawaban salah tapi CRI tinggi berarti terjadi

miskonsepsi (Sumber : Hasan, dkk.1999:296)

(15)

commit to user

21

Pada butir soal akan ditemui sebagian siswa menjawab benar dan sebagian lainnya menjawab salah. Kelompok siswa yang menjawab salah dapat dikarenakan miskonsepsi atau tidak memahami konsep yang dapat diketahui dengan cara identifikasi secara kelompok. Identifikasi miskonsepsi secara kelompok rensponden dapat dilakukan dengan cara yang sama seperti identifikasi miskonsepsi secara individu. Setiap jawaban siswa ditandai dengan pemberian skor 1 untuk jawaban benar dan skor 0 untuk jawaban salah. Jumlah total responden yang menjawab benar dibagi dengan jumlah seluruh responden akan menghasilkan nilai fraksi benar.

Nilai CRI yang digunakan untuk mengambil keputusan kategori konsepsi siswa merupakan nilai rata-rata dari CRI. Nilai rata-rata CRI untuk jawaban benar (CRIB) didapat dari jumlah CRI siswa yang menjawab dengan benar dibagi dengan jumlah responden yang menjawab benar. Sedangkan nilai rata-rata CRI untuk jawaban salah (CRIS) didapat dari jumlah CRI siswa yang menjawab salah dibagi dengan jumlah responden yang menjawab salah. Hasan, dkk (1999:298) menjelaskan cara pengambilan keputusan identifikasi miskonsepsi secara kelompok pada tiap butir soal didasarkan pada CRIS. Apabila nilai CRIS 2,5 sampai 5, maka jawaban salah pada kelompok tersebut dikarenakan miskonsepsi. Untuk CRIS lebih kecil dari 2,5 maka jawaban salah pada kelompok tersebut dikarenakan tidak memahami konsep. Fraksi benar mewakili persentase jumlah siswa yang menjawab benar. Apabila CRIS diantara 2,5 dan 5, dan fraksi benar kurang dari 0,5 menandakan terjadinya miskonsepsi dengan intensitas yang tinggi. Pada identifikasi miskonsepsi secara kelompok, keputusan yang diberikan berupa kesimpulan bahwa kelompok siswa yang menjawab salah dikarenakan miskonsepsi atau dikarenakan tidak memahami konsep.

(16)

commit to user

22 h. Profil Miskonsepsi Siswa

Profil adalah keadaan atau potensi dan gambaran yang ada dalam diri seseorang. Keadaan dan gambaran seseorang dalam berfikir dengan cepat dan tepat dengan meningkatkan setiap aktifitas yang kita kerjakan, ada yang menganggap penting sehingga sangat menentukan seseorang dalam berprestasi. Pada posisi lain, ada juga yang menganggap bahwa profil merupakan salah satu faktor penting yang ikut menentukan berhasil atau gagalnya seseorang dalam berprestasi (Sembiring, 2012:1)

Profil dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) memiliki empat pengertian yaitu, (1) pandangan dari samping (tentang wajah orang), (2) lukisan atau gambar orang dr samping, sketsa biografis, (3) penampang dari tanah, gunung, dan sebagainya, (4) grafik atau ikhtisar yang memberikan fakta tentang hal-hal khusus. Berdasarkan KBBI definisi profil yang sesuai dengan penelitian yang akan dilakukan adalah definisi nomer empat. Profil adalah ikhtisar yang memberikan fakta tentang hal-hal khusus.

Dapat disimpulkan bahwa profil miskonsepsi siswa dapat diartikan sebagai keadaan atau gambaran yang memberikan kejelasan letak kesalahan konsep yang terjadi pada siswa. Dari profil miskonsepsi siswa yang ditemukan, guru dapat mempersiapkan terlebih dahulu materi yang akan diberikan kepada siswa agar tidak menimbulkan miskonsepsi.

i. Konsep Dasar Teori Kinetik Gas 1) Gas Ideal

Gas dinamakan sebagai gas ideal apabila memenuhi sifat-sifat berikut :

a) Suatu gas terdiri dari partikel-partikel yang disebut molekul yang sangat banyak dan jarak antar meolukul lebih besar daripada ukurannya.

(17)

commit to user

23

b) Molekul-molekul mengikuti Hukum Newton tentang gerak, namun dalam skala besar, molekul-molekul bergerak secara acak.

c) Molekul berinteraksi hanya dengan gaya-gaya berjarak pendek selama tumbukan lenting.

d) Molekul bertumbukan lenting sempurna dengan dinding. e) Gas ideal adalah zat murni, dimana semua molekulnya identik.

Gas ideal sebenarnya tidak ada dalam kehidupan sehari-hari; yang ada dalam kehidupan sehari-hari adalah gas riil atau gas nyata. Gas ideal hanya bentuk sempurna yang sengaja dibuat untuk membantu dalam analisis.

2) Persamaan Keadaan Gas Ideal

Beberapa istilah kimia dalam persamaan gas ideal:

a) Massa atom relatif (Ar) adalah perbandingan massa atom suatu unsur terhadap massa atom unsur lain.

b) Massa molekul relatif (Mr) adalah jumlah seluruh massa atom relatif (Ar) dan atom-atom penyusun suatu senyawa.

c) Mol (n) adalah perbandingan massa (m) suatu zat terhadap massa relatifnya (Ar atau Mr)

d) Bilangan Avogadro (NA) adalah bilangan yang menyatakan jumlah partikel dalam satu mol (NA = 6,02 x 1023 partikel/mol).

Hubungan antara mol (n), massa (m), dan jumlah partikel (N) sebagai berikut : r M m n atau mnMr (2.1) n N NA  atau NnNA (2.2)

Persamaan Keadaan Gas Ideal: NkT

(18)

commit to user

24

Dengan mensubtitusikan persamaan (2.2) dalam persamaan (2.3) maka persamaan keadaan gas ideal menjadi

kT nN PVA

dimana kNA=R, sehingga didapatkan persamaan nRT

PV(2.4)

Keterangan :

P = tekanan gas (N/m2 atau Pa) V = volume gas (m3)

T = suhu gas (K)

NA = Bilangan Avogadro (6,022 x 1023 molekul/mol) R = konstanta umum gas (8,31 J/mol K)

k = konstanta Boltzmann (1,381 x 10-23 J/K) 3) Hukum-Hukum Tentang Gas Ideal

Ketiga hukum ini hanya berlaku untuk gas riil yang memiliki tekanan dan massa jenis yang tidak terlalu besar. Ketiga hukum ini juga hanya berlaku untuk gas riil yang suhunya tidak mendekati titik didih.

a) Hukum Boyle

Pernyataan Hukum Boyle “ Apabila suhu gas yang berada dalam bejana tertutup dipertahankan konstan, maka tekanan gas berbanding terbalik dengan volumenya”. Pernyataan ini dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut.

konstan 1 ~ PVV P (2.5)

(19)

commit to user

25

Untuk gas yang berada dalam dua keadaan keseimbangan berbeda pada temperatur konstan, maka diperoleh :

2 2 1 1V PV

P (2.6)

Keterangan simbol pada persamaan (2.6) : 1

P = tekanan gas pada keadaan 1 (N/m2 ) 2

P = tekanan gas pada keadaan 2 (N/m2 ) 1

V = volum gas pada keadaan 1 (m3) 2

V = volum gas pada keadaan 2 (m3)

Gambar 2.1 Kurva isotermal (Sumber : Tipler Jilid 1. 1998: 574) Kurva yang ditunjukan pada gambar 2.1 merupakan diagram P-V untuk suatu gas ideal pada keadaan isotermal. Berdasarkan persamaan (2.4) bahwa PV c dimana c adalah konstan, maka berlaku

V

P c apabila dianalogikan dalam

hubungan xy menjadi

x

y c. Fungsi tersebut adalah fungsi yang menandakan bahwa kurva yang terbentuk pada keadaan isotermal adalah hiperbola.

b) Hukum Charles

Pernyataan Hukum Charles “Apabila tekanan gas yang berada dalam bejana tertutup dipertahankan konstan, maka volum

V1 V2

P P1

(20)

commit to user

26

gas sebanding dengan suhu mutlaknya”. Pernyataan ini dapat dituliskan secara matematis sebagai berikut :

konstan ~   T V T V (2.7) Untuk gas yang berada dalam dua keadaan keseimbangan yang berbeda pada tekanan konstan, maka diperoleh

2 2 1 1 T V T V  (2.8) Keterangan simbol pada persamaan (2.8) :

1

V = volum gas pada keadaan 1 (m3 ) 2

V = volum gas pada keadaan 2 (m3 ) 1

T = suhu mutlak gas pada keadaan 1 (K) 2

T = suhu mutlak gas pada keadaan 2 (K)

Gambar 2.2 Kurva Isobarik (Sumber: Supiyanto.2007: 222)

Gambar 2.2 merupakan kurva yang menggambarkan keadaan suatu gas secara isobarik. Berdasarkan persamaan (2.6) bahwa c

T V

dimana c adalah konstan, maka berlaku VcT. Apabila persamaan VcTdianalogikan dalam bentuk hubungan x dan y maka persamaan tersebut menjadi ycx. Fungsi tersebut adalah fungsi identitas dari kurva linier, sehingga kurva isobarik merupakan kurva linier. Besar tekanan pada tiap titik dalam kurva P1 adalah konstan.

(21)

commit to user

27 c) Hukum Gay Lussac

Pernyataan Hukum Gay Lussac ”Apabila volume gas yang berada dalam bejana tertutup dipertahankan konstan, maka tekanan gas sebanding dengan suhu mutlaknya”. Pernyataan ini dapat kita tuliskan secara matematis sebagai berikut.

konstan ~   T P T P (2.9) Untuk gas yang berada dalam dua keadaan keseimbangan yang berbeda pada volum konstan, maka diperoleh :

2 2 1 1 T P T P  (2.10) Keterangan simbol pada persamaan (2.10):

P1 = tekanan gas pada keadaan 1 (N/m2) P2 = tekanan gas pada keadaan 2 (N/m2) T1 = suhu mutlak gas pada keadaan 1 (K) T2 = suhu mutlak gas pada keadaan 2 (K)

Gambar 2.3 Kurva Isokhorik (Sumber: Supiyanto.2007: 223) Kurva isokhorik yang digambarkan oleh gambar 2.3 merupakan kurva linier. Hal ini didasarkan pada persamaan (2.8) bahwa c

T P

dimana c adalah konstan, maka berlaku PcT . Apabila persamaan PcT dianalogikan dalam bentuk hubungan x dan y maka persamaan tersebut menjadi ycx. Fungsi tersebut

(22)

commit to user

28

merupakan fungsi identitas dari kurva linier. Kurva pada Gambar 2.3 dapat diartikan bahwa besar tekanan pada suatu sistem bergantung terhadap suhu.

d) Hukum Boyle-Gay Lussac

Apabila hubungan antara tekanan, volum, dan suhu gas dalam Persamaan Boyle, Charles, dan Gay Lussac digabungkan, maka diperoleh hubungan:

2 2 2 1 1 1 T V P T V P  (2.11)

4) Teori Kinetik Gas Ideal

Berdasarkan teori kinetik, molekul-molekul gas ideal bergerak secara acak mematuhi hukum gerak Newton dan bertumbukan dengan molekul lain maupun dengan dinding bejana tempat gas berada secara elastis sempurna. Dengan demikian, dapat dianalisis sifat mikroskopis gas (tekanan, suhu, dan volume) berdasarkan sifat mikroskopis gas (massa, kelajuan, momentum, dan energi kinetik).

a) Tekanan Gas dalam Ruang Tertutup

Tinjau suatu gas yang mengandung N molekul di dalam bejana tertutup berbentuk kubus yang volumnya V dengan rusuk L. Setiap molekul yang massanya m bergerak dengan kecepatan v. Karena tumbukan bersifat elastis sempurna, maka ketika molekul menumbuk dinding dengan kecepatan v1 maka akan terpantul dengan kecepatan v2 dengan besar yang sama.

Tekanan gas berasal dari molekul-molekul gas yang menumbuk dinding, sehingga besar tekanan dapat diketahui dari laju perubahan momentum yaitu

dt dp

(23)

commit to user

29

penumbukan dinding terjadi perubahan momentum yang bergerak pada sumbu x adalah 2p = 2mvx. Apabila jumlah molekul yang menumbuk dinding seluas A sebanyak v t

V N x  , maka x x t mv v A V N p 2 2 1

 . ½ menunjukan molekul yang bergerak ke arah kanan dan kiri.

A mv dt v A V N A dt dp A F P x x 1 2 2 1 1       x mv V N P

Karena molekul bergerak pada sumbu y dan z maka v2=vx2 + vy2 + vz2 dimana vx=vy=vz, maka v2=3vx atau vx= 2

3 1 v

sehingga tekanan gas dalam ruang tertutup adalah:

x mv V N P 2 3 1 v m V N PEk V N P 3 2  (2.12) dengan, P = tekanan gas (N/m2) N = jumlah partikel gas V = volume gas (m3) Ek= energi kinetik (joule)

(24)

commit to user

30 b) Suhu Gas Ideal

Suhu gas ideal berdasarkan sudut pandang mikroskopis merupakan suatu ukuran langsung dan energi kinetik molekul. Hal ini dapat dijelaskan dengan memperhatikan kembali persamaan tekanan V NEk P 3 2

 dan persarnaan keadaan gas ideal PV=NkT, sehingga diperoleh persamaan matematis suhu gas ideal: Ek k T 3 2  (2.13)

c) Kecepatan Efektif Gas Ideal

Apabila di dalam suatu bejana tertutup terdapat N1 molekul yang bergerak dengan kecepatan v1, dan N2 molekul yang bergerak dengan kecepatan v2, dan seterusnya, maka rata-rata kecepatan molekul gas dapat dinyatakan dengan

r rms M RT v  3 (2.14) 5) Teorema Ekipartisi Energi

Berdasarkan hasil analisis mekanika statistik, untuk sejumlah besar partikel yang memenuhi hukum gerak Newton pada suatu sistem dengan suhu mutlak T, maka energi yang tersedia terbagi merata pada setiap derajat kebebasan sebesar

2 1

kT. Pernyataan ini selanjutnya disebut teorema ekipartisi energi. Derajat kebebasan yang dimaksud dalam teorema ekipartisi energi adalah setiap cara bebas yang dapat digunakan oleh partikel untuk menyerap energi. Oleh karena itu, setiap molekul dengan f derajat kebebasan akan memiliki energi

rata-rata,          f kT Erata rata 2 1 E N

(25)

commit to user

31

Energi dalam untuk gas tergantung dari jenis gasnya. Jika gas monoatomic, dirumuskan sebagai berikut :

       NE kT U 2 3 (2.15)

Sedangkan pada gas diatomik, energi dalam tergantung dari suhunya. Pada suhu rendah (T= ±250K) molekul memiliki derajat kebebasan f= 3 dikarenakan molekul hanya dapat menyerap energi dengan cara translasi ke arah sb x, sb y, dan sb z.

       NE kT U 2 3 (2.16)

Pada suhu sedang (T= ±500K) molekul memiliki derajat kebebasan f=5. Penyerapan energi dilakukan tidak hanya dengan cara translasi tetapi juga dengan cara saling merotasi

       NE kT U 2 5 (2.17)

Pada suhu tinggi (T= ±1000K) molekul memiliki derajat kebebasan f=7. Penyerapan energi dilakukan dengan cara translasi, rotasi, dan fibrasi.        NE kT U 2 7 (2.18) 2. Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang miskonsepsi banyak dilakukan, terutama dalam bidang sains yaitu fisika, biologi, dan kimia. Salah satunya peneliti banyak menemukan kejadian miskonsepsi di bidang fisika. Novick dan Nussbaum menemukan peristiwa miskonsepsi pada siswa, yaitu tentang konsep volume udara. Pada hasil penelitian ini diungkapkan bahwa banyak siswa yang mengalami miskonsepsi. Wandersee, Mintzes dan Novak (dalam Suparno, 2005 : 11) menjelaskan bahwa miskonsepsi terjadi dalam semua bidang

(26)

commit to user

32

fisika. Dari 700 studi mengenai miskonsepsi terjadi dalam semua bidang fisika, ada 300 yang meneliti tentang miskonsepsi tentang mekanika : 159 tentang listrik : 70 tentang panas, optika, dan sifat-sifat materi : 35 tentang bumi dan antariksa; serta 10 studi mengenai fisika modern.

Suwarna, I.P. (2013) menganalisis miskonsepsi siswa SMA Kelas X di Jakarta menggunakan metode CRI. Melalui metode CRI Suwarna mampu menganalisis terjadinya miskonsepsi siswa SMA Kelas X pada materi optik sebesar 31.7%, materi listrik dinamis 16.2%, dan materi suhu dan kalor 16.2%. Hal ini menunjukan bahwa penggunaan metode CRI dapat mengungkap terjadinya miskonsepsi pada siswa.

Penelitian yang dilakukan oleh Mahmudah (2013) dari 10 orang siswa kelas XI IPA SMA Negeri 7 Surakarta pada tahun ajaran 2012/2013 menemukan jenis kesalahan yang dilakukan siswa dalam menyelesaikan soal-soal pada materi pokok teori kinetik gas adalah kesalahan konsep (56%), dan kesalahan hitung (44%). Melalui penelitian yang dilakukan oleh Ernawati (2011) ditemukan bahwa miskonsepsi untuk materi Teori Kinetik Gas yang dilakukan di SMA Negeri di Bandung pada kelas XI IPA sebanyak 25,47% siswa pada kelas eksperimen dan 30% pada kelas kontrol.

B. Kerangka Berpikir

Peristiwa dalam kehidupan sehari-hari yang dialami oleh siswa dipandang sebagai pengalaman. Dasar pengalaman atau pengetahuan siswa akan membentuk suatu konsepsi yang digunakannya untuk mengartikan peristiwa alam yang terjadi di sekitarnya. Konsep mengenai Teori Kinetik Gas yang terbentuk belum tentu sesuai dengan konsep yang dikemukakan oleh para ahli, sehingga dilakukan penelitian untuk mengungkap miskonsepsi yang terjadi pada siswa pada materi Teori Kinetik Gas. Dalam mengungkap miskonsepsi siswa, peneliti mengacu pada pembuatan instrumen dan pengolahan data penelitian dilakukan dengan aturan yang telah dikembangkan oleh Saleem Hasan, dkk(1999)

(27)

commit to user

33

menggunakan metode CRI, sehingga setelah data penelitian dianalisis akan ditemukan bahwa siswa mengalami miskonsepsi pada materi Tori Kinetik Gas.

Berdasarkan uraian kerangka berfikir tersebut, maka dibuat suatu paradigma berfikir yang ditunjukan dengan bagan seperti pada gambar 2.4.

Gambar 2.4 Bagan Kerangka Berpikir Konsep yang dimiliki siswa dipengaruhi

oleh banyak hal dan belum tentu benar

Data penelitian dianalisis menggunakan metode CRI

Terungkap miskonsepsi pada siswa Dilakukan penelitian untuk mengungkap terjadinya miskonsepsi pada siswa pada materi

Teori Kinetik Gas menggunakan soal dengan bentuk pilihan ganda

Gambar

Tabel 2.1 Pengelompokkan Derajat Pemahaman Konsep
Tabel 2.2. Kriteria Jawaban Responden yang Ditunjukan dengan Nilai CRI.
Tabel  2.3  menunjukkan  empat  kemungkinan  kombinasi  dari  jawaban  (benar  atau  salah)  dan  CRI  (tinggi  atau  rendah)  untuk  tiap  responden secara individu
Gambar 2.1 Kurva isotermal (Sumber : Tipler Jilid 1. 1998: 574)  Kurva  yang  ditunjukan  pada  gambar  2.1  merupakan  diagram  P-V  untuk  suatu  gas  ideal  pada  keadaan  isotermal
+4

Referensi

Dokumen terkait

Hasil dari Sistem Informasi Geografis Penentuan Lahan Potensial menggunakan Image Processing adalah data berupa vector, sedangkan input dan beberapa proses dari

Beberapa jenis sufiks yang digunakan oleh Mahasiswa Thailand yaitu : Verba bersufiks –kan memiliki makna gramatikal ‘jadi kan’, bersufiks -kan memiliki makna

Sesuai dengan teori mekanisme pertahanan diri dari Sigmund Freud (dalam Minderop, 2011: 32-39), dalam novelet Ryoujuu ditemukan tujuh unsur mekanisme pertahanan

Untuk ke-empat dimensi LB, LGT, TL dan LP dapat dikatakan data tersebut dalam kategori Normal. Hal ini terlihat dari keempat dimensi tubuh Lebar Bahu, Lingkar Genggaman

Tahap perencanaan merupakan tahap awal pada pelaksanaan siklus 2 pertemuan 1.Perencanaan pada siklus ini mempertimbangkan hasil refleksi dan evaluasi pada

Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan, maka perlu dilakukan penelitian dengan judul “Model Quantum Learning Fisika Materi Teori Kinetik Gas Bermuatan

pembelajaran probing promting sendiri akan diberikan kepada kelas eksperimen, sedangkan pada kelas kontrol akan menggunakan model pembelajaran scramble. Dari jumlah

1. Paradigma penelitian Kuantitatif adalah positivism, bahwa dunia kehidupan social dapat diteliti berdasarkan prinsip-prinsip hukum sebab akibat seperti