• Tidak ada hasil yang ditemukan

KEMENTERIAN KAJIAN, AKSI STRATEGIS DAN ADVOKASI BE PERMATA FT-UH TAHUN 2020

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KEMENTERIAN KAJIAN, AKSI STRATEGIS DAN ADVOKASI BE PERMATA FT-UH TAHUN 2020"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

KEMENTERIAN KAJIAN, AKSI STRATEGIS DAN ADVOKASI BE PERMATA FT-UH TAHUN 2020

(2)

SITASI

PERMATA FT-UH. 2020. Madu dan Racun UU Minerba. Gowa, Indonesia.

(3)

Rekomendasi

1. Melaksanakan Judicial Review (Uji Formil dan Materil) terhadap UU 3/2020

Berdasarkan hasil kajian ditemukan berbagai masalah dalam penyusunan dan pembahasan UU 3/2020 terkait tidak terpenuhinya kriteria carry over, hilangnya peran DPD RI dalam pembahasan dan tidak terpenuhinya asas keterbukaan dalam pembahasan UU 3/2020. Secara substansi pun ditemui hal yang bertentangan dengan konstitusi terkait sentralisasi kewenangan dan jaminan perpanjangan kontrak/perjanjian.

2. Mendorong Pemerintah, DPR dan DPD mengkaji kembali UU 3/2020 dengan memperhatikan asas keterbukaan

Kajian kembali terhadap UU 3/2020 perlu dilakukan oleh Pemerintah, DPR dan DPD dengan memperhatikan asas keterbukaan agar masyarakat serta stakeholder dapat memberi masukan sehingga menghasilkan peraturan perundang-undangan yang mengakomodir kepentingan rakyat Indonesia.

3. Mendorong Pemerintah untuk memaksimalkan fungsi pengawasan dan penegakan hukum terhadap perusahaan tambang

Pemerintah perlu melakukan pengawasan secara maksimal terkait pengolahan dan pemurnian mineral sehingga dapat meningkatkan pendapatan negara dan digunakan sebesar-besarnya untuk kesejahteraan rakyat Indonesia. Serta melaksanakan penegakan hukum secara maksimal terhadap perusahaan yang melakukan pelanggaran terhadap aturan yang ada.

(4)

Mineral dan batubara sebagai kekayaan yang sifatnya tidak terbarukan namun manfaatnya menyangkut hajat orang banyak, maka pengelolaan minerba harus dilakukan negara secara efisien, dapat berkelanjutan dan berkeadilan serta dipergunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia.

(5)

1 MADU & RACUN

UU MINERBA

Pendahuluan

Mineral dan batubara sebagai kekayaan yang sifatnya tidak terbarukan namun manfaatnya menyangkut hajat orang banyak, maka pengelolaan minerba harus dilakukan negara secara efisien, dapat berkelanjutan dan berkeadilan. Hal inilah yang harus menjadi roh dari setiap peraturan mengenai Pertambangan Mineral dan Batubara. Dalam pasal 33 ayat 3 UUD 1945 dijelaskan bahwa seluruh kekayaan bumi, air, dan alam digunakan untuk kemakmuran rakyat. Terdapat pula tolok ukur terhadap unsur “kemakmuran rakyat” yang tertuang di Putusan MK Nomor 3/PUU-VIII/2010 tentang Pengujian Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 yang menjadi tujuan dari tindakan “penguasaan oleh negara”. Dalam putusan a quo dikemukakan empat tolok ukur, yaitu:

1. Kemanfaatan sumber daya alam bagi rakyat.

2. Tingkat pemerataan manfaat sumber daya alam bagi rakyat

3. Tingkat partisipasi rakyat dalam menentukan manfaat sumber daya alam, serta 4. Penghormatan terhadap hak rakyat secara turun temurun dalam memanfaatkan

sumber daya alam.

Pemerintah dalam rangka menertibkan tata kelola usaha pertambangan mineral dan batubara (minerba) telah lama menerbitkan UU 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Undang-undang tersebut menjadi muara hukum dalam penyelenggaraan usaha pertambangan di Indonesia. Namun seiring bejalannya waktu UU 4/2009 dinilai tidak implementatif dan terdapat berbagai hambatan dalam pelaksanaannya. Berpijak pada asas het rech hink achter de feiten aan yang mana dapat diartikan bahwa hukum selalu tertinggal dari peristiwanya, perubahan undang-undang merupakan hal yang wajar sebagai bentuk

(6)

2 MADU & RACUN UU MINERBA penyesuaian perkembangan zaman. Termasuk dalam hal ini adalah Perubahan UU Minerba (Mahayunan, 2020).

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) mengesahkan Revisi UU 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pada 12 Mei 2020 dan telah diundangkan pada 10 Juni 2020. Namun UU Minerba menuai kritik dari berbagai pihak khususnya lembaga swadaya masyarakat dan aktivis lingkungan yang menilai muatan UU Minerba tersebut mengabaikan kepentingan masyarakat dan kelestarian lingkungan. Oleh karena itu, lembar kajian bertujuan untuk menjabarkan permasalahan terkait UU 3/2020 baik secara formil maupun substantif.

(7)

3 MADU & RACUN

UU MINERBA

Gambaran Umum UU 3/2020 tentang Pertambangan Minerba

Mineral dan Batubara sebagai salah satu kekayaan alam yang terkandung di dalam bumi merupakan sumber daya alam yang tidak terbarukan, sesuai dengan ketentuan Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dikuasai oleh negara dan digunakan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Negara melalui Pemerintah Pusat bertanggung jawab atas penggunaan Mineral dan Batubara yang ada di wilayah Hukum Negara Kesatuan Republik Indonesia melalui pengelolaan dan pemanfaatan Mineral dan Batubara secara optimal, efektif, dan efisien sehingga dapat mendorong dan mendukung perkembangan serta kemandirian pembangunan industri nasional berbasis sumber daya Mineral dan/atau energi Batubara.

Dalam perkembangannya, landasan hukum yang ada, yaitu Undang- Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara dan peraturan pelaksanaannya belum dapat menjawab permasalahan serta kondisi aktual dalam pelaksanaan pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara, termasuk permasalahan lintas sektoral antara sektor Pertambangan dan sektor nonpertambangan. Berdasarkan hal tersebut, perlu dilakukan penyempurnaan terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara untuk memberikan kepastian hukum dalam kegiatan pengelolaan dan pengusahaan Pertambangan Mineral dan Batubara bagi pelaku usaha di bidang Mineral dan Batubara.

(8)

4 MADU & RACUN UU MINERBA Sebagai penyempurnaan terhadap Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, terdapat materi muatan baru yang ditambahkan dalam Undang-Undang ini yaitu:

1. pengaturan terkait konsep Wilayah Hukum Pertambangan; 2. kewenangan pengelolaan Mineral dan Batubara;

3. rencana pengelolaan Mineral dan Batubara;

4. penugasan kepada lembaga riset negara, BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha untuk melakukan Penyelidikan dan Penelitian dalam rangka penyiapan WIUP.

5. penguatan peran BUMN;

6. pengaturan kembali perizinan dalam pengusahaan Mineral dan Batubara termasuk di dalamnya, konsep perizinan baru terkait pengusahaan batuan untuk jenis tertentu atau untuk keperluan tertentu, serta perizinan untuk pertambangan rakyat; dan

7. penguatan kebijakan terkait pengelolaan lingkungan hidup pada kegiatan usaha Pertambangan, termasuk pelaksanaan Reklamasi dan Pascatambang.

Dalam Undang-Undang ini juga dilakukan pengaturan kembali terkait kebijakan peningkatan nilai tambah Mineral dan Batubara, divestasi saham, pembinaan dan pengawasan, penggunaan lahan, data dan informasi, Pemberdayaan Masyarakat, dan kelanjutan operasi bagi pemegang KK atau PKP2B.

Adapun struktur dari UU 3/2020 ini terdiri atas 209 pasal (sebelumnya 175 pasal). Sehingga lebih dari 80% UU 4/2009 yang diubah dengan rincian sebagai berikut (DPR RI, 2020):

1. 28 Bab (2 bab baru)

2. Pasal yang berubah sebanyak 83 pasal 3. Pasal tambahan/baru sebanyak 52 pasal 4. Pasal yang dihapus sebanyak 18 pasal

Proses Penyusunan dan Pembahasan UU 3/2020 tentang

Pertambangan Minerba

UU 3/2020 menuai kontroversi terkait penyusunan dan pembahasannya. Adapun proses penyusunannya telah dilakukan sejak tahun 2015. RUU Minerba tersebut telah menjadi Program Legislasi Nasional (Prolegnas) Tahun 2015-2019, dan telah menjadi program prioritas tahun 2015, 2016, 2017 dan 2018. Pada tanggal 10 April 2018, RUU Minerba ditetapkan dalam Rapat Paripurna DPR sebagai RUU Inisiatif DPR dan disampaikan kepada Presiden. Presiden RI Joko Widodo telah menyampaikan Surat Nomor R-29/Pres/06/2018

(9)

5 MADU & RACUN

UU MINERBA

tanggal 5 Juni 2018 perihal Penunjukan Wakil Pemerintah untuk membahas Rancangan Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara. Pada akhir masa jabatan DPR Periode 2014-2019, Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) RUU Minerba disampaikan oleh Pemerintah kepada DPR pada tanggal 25 September 2019 (DPR RI, 2020).

RUU Minerba masuk Prolegnas 2020-2024 dan Prioritas 2020 dengan status carry over dari DPR periode sebelumnya pada tanggal 22 Januari 2020. Pembahasan terhadap DIM secara intensif oleh Panja DPR dan Pemerintah dimulai pada 17 Februari hingga 6 Mei 2020. Pada 11 Mei 2020, pembahasan RUU Minerba telah memasuki Pembicaraan/Pengambilan Keputusan Tingkat I dalam Rapat Kerja Komisi, dengan hasil 8 fraksi setuju dan 1 fraksi menolak. Kemudian pada 12 Mei 2020, Pembicaraan/Pengambilan Keputusan Tingkat II dalam Rapat Paripurna DPR RI, RUU Minerba ditetapkan menjadi UU. UU Minerba diundangkan menjadi UU Nomor 3 Tahun 2020 (DPR RI, 2020).

(10)

6 MADU & RACUN UU MINERBA

Aspek Formil UU 3/2020 tentang Pertambangan Minerba

Terdapat berbagai potensi inkonstitusionalitas yang terlihat dalam pembentukan UU Minerba ini (Redi, 2020).

UU Minerba tidak memenuhi kriteria carry over

Berdasarkan pasal 71A UU 15/2019 bahwa pembahasan RUU yang telah memasuki pembahasan DIM dan hasil pembahasan RUU tersebut dapat disampaikan kepada DPR periode berikutnya serta dapat dimasukkan ke dalam daftar Prolegnas prioritas tahunan. RUU Minerba merupakan RUU inisiatif DPR yang disusun sejak DPR Periode 2014-2019 dan hingga masa jabatannya berakhir pada 30 September 2019 belum pernah dilakukan pembahasan terkait DIM RUU Minerba. Hal ini menjadikan RUU Minerba tidak memenuhi kriteria carry over dan bertentangan dengan pasal 71A UU 15/2019.

Hilangnya peran DPD RI dalam pembahasan

Berdasarkan pasal 22D UUD 1945 dan Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) No. 92/PUU-X/2012 mengenai kewenangan DPD di bidang legislasi untuk ikut membahas bersama DPR dan Pemerintah serta mengajukan DIM atas RUU yang berkaitan dengan salah satunya pengelolaan sumber daya alam. Namun sepanjang pembahasan RUU Minerba tidak ada DIM yang buat oleh DPD. Ketiadaan DIM dari DPD dan keterlibatan DPD yang nihil dalam penyusunan dan pembahasan ini bertentangan dengan Pasal 22D UUD 1945 dan Putusan MK.

Tidak memenuhi asas keterbukaan

Berdasarkan pasal 5 UU 12/2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan bahwa dalam membentuk Peraturan Perundang-Perundang-undangan harus dilakukan

(11)

7 MADU & RACUN

UU MINERBA

berdasarkan pada asas yang baik, salah satunya ialah asas keterbukaan. Asas keterbukaan yang dimaksud adalah pembentukan Peraturan Perundang-undangan mulai dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan atau penetapan, dan pengundangan bersifat transparan dan terbuka. Dengan demikian, seluruh lapisan masyarakat mempunyai kesempatan seluas-luasnya untuk memberikan masukan dalam Pembentukan Peraturan Perundang-undangan. Namun, proses pembahasan DIM RUU Minerba dilaksanakan secara intensif tanpa melibatkan melibatkan partisipasi masyarakat dalam rapat dengar pendapat umum. Sehingga pembahasan RUU Minerba tidak mengakomodasi partisipasi masyarakat secara luas dan secara formil hal ini menjadi cacat dalam proses penyusunannya.

(12)

8 MADU & RACUN UU MINERBA

Substansi UU 3/2020 tentang Pertambangan Minerba

Pemerintah berharap UU Minerba hasil revisi dapat menjawab permasalahan dan tantangan pengelolaan pertambangan Indonesia di masa yang akan datang. Namun, ada sejumlah poin penting yang diatur dalam revisi UU Minerba yang perlu dikaji lebih lanjut. Reduksi Semangat Otonomi Daerah dan Desentralisasi Terkait IUP

Pembagian kewenangan serta hubungan antara Pemerintah Pusat dan Daerah sangatlah penting dalam menjalankan tata kelola pertambangan di Indonesia. Salah satu dasar dilakukannya perubahan UU 11/1967 tentang Pokok-pokok Pertambangan menjadi UU 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara ialah penyesuaian dengan aturan mengenai Pemerintah Daerah (UU 22/1999, UU 32/2004, UU 12/2008) (Tiess and Mujiyanto, 2019) dan Amandemen Kedua UUD NRI 1945 Tahun 2000.

Berdasarkan pasal 10 ayat (3) UU 32/2004 yang mengatur bahwa urusan pemerintah pusat meliputi politik luar negeri, pertahanan, keamanan, yustisi, moneter dan fiskal nasional, serta agama. Sedangkan pada pasal 18 ayat (5) UUD NRI 1945 dan pasal 2 ayat (3) UU 32/2004 bahwa Pemerintah Daerah menjalankan otonomi seluas-luasnya kecuali urusan Pemerintah Pusat. Maka kewenangan menjalankan tata kelola pertambangan menjadi salah satu kewenangan otonom yang dimiliki oleh Pemerintah Daerah. Meski demikian pada pasal 2 ayat (4) dan (5) UU 32/2004 bahwa Pemerintahan Daerah dalam menyelenggarakan urusan pemerintahan memiliki hubungan dengan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah lainnya.

Namun pada UU 3/2020 tentang Perubahan UU 4/2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara pasal 4 ayat (2) bahwa penguasaan Minerba oleh negara diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat (sebelumnya pada UU 4/2009: diselenggarakan oleh Pemerintah dan/atau

(13)

9 MADU & RACUN

UU MINERBA

pemerintah daerah), serta dihapuskannya ketentuan Pasal 7 dan 8 mengenai kewenangan Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten/Kota. Hal ini menunjukkan bahwa UU 3/2020 tidak selaras dengan semangat desentralisasi dan otonomi daerah dalam UUD NRI 1945. Adapun konsekuensi akibat sentralisasi ini akan berdampak pada penyelenggaraan tata kelola pertambangan di Indonesia terkait perizinan, pembinanan dan pengawasan, serta penegakan hukum.

Kewajiban melakukan Pengolahan dan/atau Pemurnian Mineral hasil Penambangan Peningkatan nilai tambah Mineral dan Batubara tetap menjadi prioritas dalam UU 3/2020. Terkait kebijakan pelaksanaan kewajiban peningkatan nilai tambah mineral di dalam negeri, Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif beranggapan bahwasannya pengaturan dan kebijakan terkait peningkatan nilai tambah tersebut konsisten dengan esensi kebijakan peningkatan niali tambah dalam UU 4/2009 dan Putusan MK No. 10/PUU-XII/2014 (Petriella, 2020).

Berdasarkan Pasal 103 UU 3/2020 bahwa pemegang IUP dan IUPK pada tahap kegiatan Operasi Produksi Mineral wajib melakukan Pengolahan dan/atau Pemurnian Mineral hasil Penambangan di dalam negeri. Hal ini (frasa dan/atau) didasari pada anggapan bahwa tidak semua mineral dapat dimurnikan (mis. batuan) dan yang wajib dimurnikan (mis. emas, tembaga, nikel, dll). Namun perlu diperhatikan frasa dan/atau dapat menjadi sebuah celah untuk sebuah perusahaan menafsirkan bahwa hal tersebut sebuah pilihan untuk hanya melakukan salah satunya. Jika hal tersebut terjadi maka negara berpotensi mengalami kerugian. Oleh karena itu, diperlukan aturan turunan yang menjelaskan secara spesifik mengenai pengolahan dan pemurnian mineral.

Relaksasi ekspor mineral (bijih)

Berdasarkan Pasal 170A UU 3/2020 mengenai relaksasi ekspor bijih selama 3 (tiga) tahun. Pasal ini bertujuan untuk menjaga alir kas perusahaan pertambangan terjaga sehingga nantinya dapat melakukan pengolahan dan pemurnian secara mandiri dan efisien. Namun jika berkaca dari implementasi UU 4/2009, permasalahan muncul ketika pemerintah selalu memberi relaksasi terhadap waktu untuk melaksanakan kewajiban pemurnian.

Diawali dari keluarnya PP 23/2010 yang secara teknis merupakan aturan pelaksana dari UU 4/2009. PP ini menguatkan pasal 170 yang menyatakan bahwa pemegang KK wajib melakukan pemurnian selambat-lambatnya 5 tahun sejak undang-undang ini disahkan. Persoalan kemudian muncul ketika disaat berakhirnya batas ekspor mineral mentah pada tahun 2014. Pemerintah kemudian mengeluarkan PP 1/2014 yang merupakan perubahan kedua atas PP 23/2010. Pemerintah memberikan toleransi kepada perusahaan tambang pemegang IUP/IUPK yang belum melaksanakan aktifitas pengolahan dan pemurnian di dalam

(14)

10 MADU & RACUN UU MINERBA negeri, selambat-lambatnya 12 Januari 2017. Pada saat batas waktu toleransi ekspor yang diberikan pemerintah akan habis, Pemerintah kembali mengeluarkan tiga regulasi terkait tata kelola minerba secara sekaligus. Salah satu diantaranya adalah Peraturan Menteri ESDM 5/2017 tentang Peningkatan Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian. Pada pasal 10 (2) dan (3), Pasal 17 (2), (3), dan (4), dan pasal 18 Permen tersebut, pemerintah kembali memberi waktu relaksasi terhadap limit ketentuan ekspor kepada pemegang IUP/IUPK sampai 5 tahun ke depan. Pemberian relaksasi secara terus menerus merupakan ketidakpastian dan menunjukan bahwa tidak ada jaminan hukum bagi industri mineral dan batubara di Indonesia (Pratama, 2017).

Berdasarkan hal tersebut dapat diketahui bahwasannya upaya peningkatan nilai tambah minerba melalui pengolahan dan pemurnian telah ada sejak lama. Namun dalam implementasinya pemerintah terkesan tidak tegas dalam melaksanakannya, hal ini dikarenakan pemerintah selalu memberikan waktu relaksasi untuk melakukan ekspor bijih sehingga perusahaan dapat terus menunda melaksanakan kewajiban pemurnian. Dampak dari relaksasi yang terus-menerus dilakukan ialah peningkatan pendapatan negara demi kesejahteraan rakyat Indonesia hanya akan sangat sulit untuk dicapai.

Kewajiaban Divestasi Saham

Berdasarkan Pasal 112 UU 3/2020 mengenai pemegang IUP atau IUPK pada tahap kegiatan Operasi Produksi yang sahamnya dimiliki oleh asing wajib melakukan divestasi saham sebesar 51% secara berjenjang kepada Pemerintah Pusat, Pemerintah Daerah, BUMN, BUMD, maupun badan usaha swasta nasional. Kewajiban divestasi saham berjenjang tersebut merupakan jalan tengah yang bisa diambil pemerintah, hal ini diperlukan agar investor tetap tertarik untuk menanamkan modalnya di sektor pertambangan. Sedangkan terkait batas waktu divestasi saham tidak diatur dalam ketentuan perundang-undangan, melainkan melalui assesment oleh Kementerian ESDM (CNN Indonesia, 2020).

Divestasi bertujuan baik yaitu untuk memperbesar penguasaan negara dan untuk mendapatkan hasil atau keuntungan yang lebih besar. Namun divestasi ini tidak gratis, melainkan membeli saham dengan nilai dana yang bisa sangat besar, sehingga sumber dana juga akan menjadi masalah tersendiri. Divestasi merupakan aksi yang bisa potensi untung namun sebaliknya bisa juga rugi, jika mengalami rugi dipastikan akan merugikan keuangan negara atau keuangan BUMN. Sehingga divestasi dapat bersifat kontra produktif dengan tujuan yang diharapkan. Oleh karena itu, dalam melaksanakan kewajiban divestasi saham negara dalam hal ini melalui Kementerian ESDM perlu mempertimbangkan secara matang agar keputusan divestasi saham menjadi tepat sasaran. Selain itu, penentuan harga saham

(15)

11 MADU & RACUN

UU MINERBA

dan asal sumber dana untuk membeli saham harus dipublikasikan secara transparan (Pushep, 2019).

Ambiguitas Penegakan Hukum

Perubahan juga terjadi dalam pengaturan sanksi administratif dalam Perubahan UU 4/2009. Spesifiknya terdapat pada pemberi sanksi dan jenis sanksi. Karena Perubahan UU 4/2009 menarik kewenangan pemerintah daerah kepada pemerintah pusat, konsekuensinya kewenangan memberikan sanksi pun hanya dimiliki oleh Menteri. Oleh karena itu, tidak ada lagi second line enforcement (penegakan hukum lini kedua), jika pemerintah daerah tidak memberikan sanksi sebagaimana diatur dalam Pasal 152 UU 4/2009. Penarikan kewenangan memberikan sanksi ini membuat masyarakat sulit mengakses keadilan, karena membuat pelaporan atau pengaduan pelanggaran masyarakat menjadi berjarak, dari yang sebelumnya kepada pemerintah daerah di wilayahnya menjadi kepada Menteri di Pemerintah Pusat sehingga masyarakat menjadi sulit untuk melaporkan atau mengadukan pelanggaran yang terjadi di wilayahnya (ICEL, 2020). Hal ini menjadi salah satu dampak yang diakibatkan oleh sentralisasi kewenangan.

Secara umum, ketentuan pidana dalam UU 3/2020 meliputi: 1. Besaran ancaman pidana denda meningkat

2. Penambahan tindak pidana baru

3. Keterdapatan pasal kriminalisasi masyarakat 4. Penghapusan tindak pidana bagi pejabat

Sisi baik dalam UU 3/2020, terlihat intensi penekanan subjek pidana korporasi dengan menambahkan besaran ancaman pidana denda (dari 10 miliar rupiah menjadi 100 miliar rupiah) dan mengurangkan ancaman pidana penjara yang terdapat pada Pasal 158, 159, 160 dan 161. Hal ini sejalan dengan apa yang diungkapkan para ahli hukum pidana bahwa ancaman pidana bagi korporasi yang tepat adalah sanksi moneter/finansial, berupa denda. Namun diperlukan pengawasan yang ketat guna menunjang keterlaksanaan pasal ini secara maksimal. Selain itu, menambahkan Pasal 161A mengenai larangan memindahtangankan IUP sebagai tindak pidana, sebelumnya larangan ini tidak memiliki implikasi sanksi dalam UU 4/2009 (ICEL, 2020).

Namun di sisi lain, UU 3/2020 tetap memuat pasal (Pasal 162 dan 164) yang digunakan untuk mengkriminalisasi masyarakat dan aktivis lingkungan terkait tindakan mereka dalam penyuaraan aspirasinya. Penghapusan Pasal 165 mengenai sanksi bagi pejabat yang mengeluarkan perizinan yang bertentangan dengan undang-undang dan penyalahgunaan kewenangan. Sehingga hal ini membuat tidak adanya ancaman pidana bagi pejabat yang

(16)

12 MADU & RACUN UU MINERBA menyeleweng dan mengekalkan opini publik bahwasannya hukum tajam ke bawah dan tumpul ke atas.

Jaminan Perpanjangan KK dan PKP2B menjadi IUPK

Berdasarkan Pasal 169A ayat (1) UU 3/2020 bahwa KK dan PKP2B diberikan jaminan perpanjangan menjadi IUPK sebagai kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian setelah memenuhi persyaratan yang dimuat pada pasal tersebut. Peningkatan penerimaan negara merupakan hal yang dijadikan pertimbangan dalam jaminan perpanjangan tersebut. KK dan PKP2B yang belum memperoleh perpanjangan dijamin mendapatkan 2 (dua) kali perpanjangan masing-masing paling lama 10 tahun, sedangkan ketika telah memperoleh perpanjangan pertama maka dijamin perpanjangan paling lama 10 tahun.

Pasal 169A ayat (2) mengatur, upaya peningkatan penerimaan negara dilakukan melalui pengaturan kembali pengenaan penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak; dan/atau luas wilayah IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sesuai rencana pengembangan seluruh wilayah kontrak atau perjanjian yang disetujui Menteri. Pasal ini dikuti oleh asumsi pemerintah bahwasannya aturan ini dibuat untuk menghormati kontrak/perjanjian serta penerimaan negara yang dijadikan pertimbangan utama dalam jaminan ini.

Namun, sesuai Amanat Konstitusi UUD NRI 1945 Pasal 33 ayat (2) yang mengatur cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara. Serta Pasal 33 ayat (3) bahwa Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besar kemakmuran rakyat.

Berdasarkan putusan MK Nomor 25/PUU-VIII/2010 rakyat secara kolektif itu dikonstruksikan oleh UUD 1945 memberikan mandat kepada negara untuk mengadakan kebijakan (beleid) dan tindakan pengurusan (bestuursdaad), pengaturan (regelendaad), pengelolaan (beheersdaad), dan pengawasan (toezichthoudensdaad) untuk tujuan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Fungsi pengelolaan dilakukan melalui mekanisme kepemilikan saham (shareholding) dan/atau melalui keterlibatan langsung dalam manajemen Badan Usaha Milik Negara atau Badan Hukum Milik Negara sebagai instrumen kelembagaan, yang melaluinya Negara, Pemerintah, mendayagunakan penguasaannya atas sumber sumber kekayaan itu untuk digunakan bagi sebesar-besarnya kemakmuran rakyat. Dalam hal ini mengartikan bahwa fungsi negara tidak hanya mempunyai fungsi mengatur, namun termasuk ke dalamnya kebijakan dan tindakan pengurusan, pengaturan, pengelolaan, dan pengawasan (Magnar dkk., 2010).

(17)

13 MADU & RACUN

UU MINERBA

Oleh karena itu, KK dan PKP2B yang habis jangka waktu perizinannya harus mengembalikan wilayah tersebut kepada negara. Sehingga pengelolaannya dapat diserahkan kepada BUMN yang merupakan perpanjangan tangan milik negara untuk mengusahakan dan mengelola sumber daya alam yang penting bagi negara untuk digunakan sebesar-besarnya kemakmuran rakyat Indonesia. Adapun dalam kondisi tertentu BUMN dapat melakukan pengusahaan bersama perusahaan pemegang KK dan PKP2B dengan menjunjung aspek proporsionalitas dan keadilan.

(18)

14 MADU & RACUN UU MINERBA

DAFTAR PUSTAKA

CNN Indonesia. 2020. Revisi UU Minerba, Perusahaan Wajib Divestasi 51 Persen Saham.

https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20200512133603-85-502479/revisi-uu-minerba-perusahaan-wajib-divestasi-51-persen-saham Diakses tanggal 9 Juli 2020.

Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia. 2020. Paripurna DPR Sahkan RUU Minerba Jadi UU.http://www.dpr.go.id/berita/detail/id/28748/t/Paripurna+DPR+Sahkan+RUU+Minerba+Jadi+ UU Dikases tanggal 8 Juli 2020.

Indonesia. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

________. Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah, UU No. 22 Tahun 1999, TLN No. 3839. ________. Undang-Undang tentang Pemerintah Daerah, UU No. 32 Tahun 2004, TLN No. 4437. ________. Undang-Undang tentang Perubahan Kedua atas Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004

tentang Pemerintahan Daerah, UU No. 12 Tahun 2008, TLN No. 4844.

________. Undang-Undang tentang Pertambangan Mineral dan Batubara, UU No. 4 Tahun 2009, TLN

No. 4959.

________. Undang-Undang tentang Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, UU No. 12 Tahun 2011, TLN No. 5234.

________. Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang

Pembentukan Peraturan Perundang-Undangan, UU No. 15 Tahun 2019, TLN No. 6398.

________. Undang-Undang tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang

Pertambangan Mineral dan Batubara, UU No. 3 Tahun 2020, TLN No. 6525.

________. Peraturan Pemerintah tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan

Batubara, PP No. 23 Tahun 2010, TLN No. 5111.

________. Peraturan Pemerintah tentang Perubahan Kedua Atas Peraturan Pemerintah Nomor 23

Tahun 2010 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batubara, PP No.

1 Tahun 2014, TLN No. 5489.

________. Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Republik Indonesia tentang Peningkatan

Nilai Tambah Mineral Melalui Kegiatan Pengolahan dan Pemurnian Mineral di Dalam Negeri,

Peraturan Menteri ESDM No. 5 Tahun 2017.

Indonesian Center for Enviromental Law (ICEL). 2020. Beberapa Kritik Hukum Terhadap Perubahan UU No.4 Tahun 2009 Tentang Mineral dan Batubara. Jakarta: ICEL.

Magnar, K., Junaenah, I., dan Taufik, G., A. 2010. Tafsir MK Atas Pasal 33 UUD 1944: Studi Atas Putusan MK Mengenai Judicial Review UU No. 7/2004, UU No. 22/2001, dan UU No. 20/2002. Jurnal

Konstitusi, Vol. 7(1), hal 111-180.

Mahayunan, G., R. 2020. Catatan Kritis Perubahan Minerba: Babak Baru Pertambangan di Indonesia. https://www.suara.com/yoursay/2020/05/22/134329/catatan-kritis-perubahan-uu-minerba-babak-baru-pertambangan-di-indonesia Diakses tanggal 8 Juli 2020.

(19)

15 MADU & RACUN

UU MINERBA

Petriella, Y. 2020. Tingkatkan Nilai Tambah, UU Minerba Juga Mewajibkan Pembangunan Smelter. https://ekonomi.bisnis.com/read/20200512/44/1239743/tingkatkan-nilai-tambah-uu-minerba-juga-mewajibkan-pembangunan-smelter Diakses tanggal 9 Juli 2020.

Pusat Studi Hukum Energi dan Pertambangan (Pushep). 2019. Catatan Akhir Tahun 2019 Sektor Energi

dan Pertambangan.

https://pushep.or.id/catatan-akhir-tahun-2019-sektor-energi-dan-pertambangan/ Diakses tanggal 9 Juli 2020. Putusan Mahkamah Konstitusi No. 25/PUU-VII/2010. ________________________ No. 92/PUU-X/2012. ________________________ No. 10/PUU-XII/2014.

Redi, A. 2020. Menguji Konstitusionalitas UU Minerba. https://analisis.kontan.co.id/news/menguji-konstitusionalitas-uu-minerba Diakses tanggal 8 Juli 2020.

(20)

16 MADU & RACUN UU MINERBA

Referensi

Dokumen terkait

penyerapan air. Dari gambar 12 menunjukan bahwa nilai serapan air semakin kecil yang terdapat pada perlakuan perendaman serat kontinyu limbah empulur sagu dengan

Pembacaan akan dapat dilakukan jika salah satu sisi kristal sejajar dengan benang silang kanan-kiri, selanjutnya meja obyektif diputar sampai benang silang yang lain

Metode K-Means diharapkan mampu mengelompokkan pendataan obat bulanan yang dapat dijadikan sebagai acuan perencanaan persediaan obat pada tahun berikutnya, selain

Nisbah pembiayaan mudharabah (bagi hasil) an tara LPDB- KUMKM dengan LKBjLKBB Syariah danjatau KJKSjUJKS-Kop Sekunder danj atau KJKSjUJKS-Kop Primer (i) adalah sebesar maksimal

Penilaian Kinerja Dosen merupakan Suatu proses dimana Dosen di monitoring setiap kegiatannya dari segi pendidikan sampai pada pengabdian, yang mana hasil monitoring tersebut

PROGRAM INTERPRETASI WISATA KAMPUS UNTUK MELESTARIKAN SEJARAH DI UNIVERSITAS PENDIDIKAN INDONESIA.. Universitas Pendidikan Indonesia | repository.upi.edu | perpustakaan.upi.edu

(Studi Tentang Iklan Pepsodent Edisi Sikat Gigi Pagi dan Malam Pada Masyarakat Desa Buahdua Sumedang). Oleh Ai