• Tidak ada hasil yang ditemukan

KAJIAN SIFAT KRISTALISASI LEMAK PADA MINYAK SAWIT KASAR SKRIPSI HANNA MERY AULIA F

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "KAJIAN SIFAT KRISTALISASI LEMAK PADA MINYAK SAWIT KASAR SKRIPSI HANNA MERY AULIA F"

Copied!
93
0
0

Teks penuh

(1)

KAJIAN SIFAT KRISTALISASI LEMAK PADA MINYAK SAWIT KASAR

SKRIPSI

HANNA MERY AULIA

F24070069

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR

(2)

STUDY OF FAT CRYSTALLIZATION PROPERTIES OF CRUDE PALM OIL

Hanna Mery Aulia, Nur Wulandari

Department of Food Science and Technology, Faculty of Agricultural Engineering

and Technology, Bogor Agricultural University, IPB Darmaga Campus, PO BOX

220, Bogor, West Java, Indonesia

Phone: +62 856 92225790, e-mail: hanna_mery@yahoo.com

ABSTRACT

Indonesia is the biggest crude palm oil (CPO) producer in the world. Study on fat crystallization of CPO is needed to improve the knowledge of CPO handling during storage and transportation. The aim of this study is to characterize fat crystallization properties of CPO related to storage and transportation. Solid fat content (SFC) of CPO were decreased in higher temperature. After four weeks storage, SFC of CPO were increased at 20 ºC and 25 ºC, but were decreased at 30-40 ºC. CPO crystallized in slow cooling rate (0.2 ºC/minute) had higher SFC, meanwhile CPO crystallized in faster cooling rate (0.5 ºC/minute and 1 ºC/minute) had lower SFC. CPO which crystallized under slow cooling resulted higher Avrami constant (k) and lower Avrami exponent (n) than CPO which crystallized under fast cooling. The Avrami constant on cooling rate 0.2 ºC/minute, 0.5ºC/minute, and 1 ºC/minute were 0.013, 0.003, and 0.002 respectively. CPO which crystallized under fast cooling had higher induction time and crystallization half time. The Avrami exponent on cooling rate 0.2 ºC/minute, 0.5 ºC/minute, and 1 ºC/minute was 1.614, 2.032, and 2.170 repectively. Faster crystallization occured on higher shear rate. CPO which crystallized under higher shear rate had longer induction time than lower shear rate.

(3)

HANNA MERY AULIA. F24070069. Kajian Sifat Kristalisasi Lemak pada Minyak

Sawit Kasar. Di bawah bimbingan Nur Wulandari. 2011

RINGKASAN

Indonesia merupakan negara penghasil minyak sawit kasar/crude palm oil (CPO) terbesar di dunia dengan volume ekspor CPO yang selalu meningkat setiap tahunnya. Dengan meningkatnya volume ekspor CPO Indonesia maka diperlukan upaya peningkatan penanganan CPO selama penyimpanan dan transportasi. Pada proses penyimpanan dan transportasi sering kali terjadi permasalahan yaitu kristalisasi lemak pada CPO. Kristalisasi lemak selama proses penyimpanan menyebabkan terbentuknya fraksi stearin dan olein. Kristal lemak yang terbentuk selama transportasi akan menyumbat pipa sehingga laju alirnya akan terhambat. Proses pemanasan perlu dilakukan agar kristal yang terbentuk meleleh sehingga laju alir CPO kembali lancar. Untuk mengefisiensikan pemanasan dan meminimalkan kristal yang terbentuk diperlukan informasi yang cukup mengenai kristalisasi lemak pada CPO. Komposisi minyak sawit yang terdiri dari 50% asam lemak jenuh dan 50% asam lemak tidak jenuh memungkinkan terjadinya kristalisasi selama proses penyimpanan dan transportasi. Faktor-faktor yang mempengaruhi kristalisasi lemak pada CPO adalah suhu, laju pendinginan, dan shear rate. Adanya kotoran dan komponen minor juga turut berperan dalam proses kristalisasi lemak. Data lengkap mengenai kristalisasi lemak pada CPO sangat diperlukan untuk mengontrol terbentuk kristal lemak pada proses penyimpanan dan transportasi CPO. Penelitian ini bertujuan memperoleh data dan informasi lengkap mengenai karakteristik kristalisasi minyak sawit kasar atau crude palm oil (CPO), beserta parameter kinetika kristalisasinya.

Penelitian ini terbagi menjadi empat tahap yaitu (1) analisis mutu dan profil solid fat content (SFC) atau kadar lemak padat pada CPO, (2) kajian perubahan nilai SFC selama penyimpanan, (3) kajian pengaruh laju pendinginan terhadap nilai SFC, kinetika kristalisasi dan mikrostruktur kristal lemak, dan (4) kajian pengaruh laju pendinginan dan shear rate terhadap kinetika kristalisasi. Pada penelitian tahap 1 digunakan lima sampel CPO yang berasal dari lima wilayah di Indonesia. Kelima sampel CPO berasal dari PT. Sinar Meadow Internasional Indonesia Jakarta (CPO A), PT. Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII Banten (CPO B), PTPN XIII Perkebunan Gunung Meliau Kalimantan Barat (CPO C), dan PTPN XIII Perkebunan Ngabang Kalimantan Barat (CPO D), dan PT. Wilmar Internasional Riau (CPO E).

Hasil analisis mutu CPO menunjukkan tidak semua sampel CPO memenuhi syarat yang telah ditetapkan dalam Standar Nasional Indonesia (SNI) 01-2901-2006 tentang minyak sawit kasar yang mencakup warna visual jingga kemerah-merahan, kadar air dan kotoran (maksimal 0.5%), kadar asam lemak bebas (ALB) (sebagai asam palmitat, maksimal 0.5%), dan bilangan Iod (50-55 g Iod/100 g). Sampel CPO E tidak memenuhi syarat kadar air dan kadar kotoran. CPO E memiliki kadar air sebesar 0.55% dan kadar kotoran 4.84%. ALB semua sampel CPO menunjukkan nilai yang lebih tinggi dari 0.5% sehingga tidak memenuhi syarat mutu yang ditetapkan dalam SNI tahun 2006. Namun ALB tersebut masih memenuhi standar yang ditetapkan dalam SNI 01-2901-1992 (ALB maksimal 5%) dan hanya sampel CPO A yang melebihi standar. Bilangan Iod kelima sampel CPO sudah memenuhi standar yang ditetapkan dalam SNI tahun 2006.

Hasil analisis profil SFC CPO menunjukkan bahwa SFC CPO mengalami penurunan dengan semakin tingginya suhu pengukuran. Suhu pengukuran yang diterapkan adalah 5-60 ºC untuk mendapatkan SFC CPO 0%. Nilai SFC yang menurun terjadi akibat adanya kristal lemak yang meleleh. SFC CPO pada suhu 60 ºC berkisar 3.5%-6.8% belum mencapai 0%. Hal ini diakibatkan

(4)

oleh kandungan asam palmitat pada minyak sawit baru meleleh pada suhu 64 ºC. Selain itu adanya kotoran pada CPO juga menyebabkan SFC CPO pada suhu 60 ºC belum mencapai 0%. Untuk mengetahui adanya hubungan antara karakteritik kimia dengan profil SFC CPO maka dilakukan analisis Pearson correlation antara karakteristik kimia dengan profil SFC pada suhu 25 ºC. Hasil analisis Pearson correlation menunjukkan nilai SFC pada suhu 25 ºC tidak memiliki korelasi dengan bilangan Iod, kadar ALB, dan kadar air. Tidak adanya korelasi pada hasil penelitian ini karena kisaran bilangan Iod yang digunakan kecil (50-55 g Iod/100 g lemak) sesuai dengan yang ditetapkan dalam SNI 01-2901-2006. Selain itu juga diakibatkan bilangan Iod dan kadar ALB yang bervariasi pada setiap sampel sehingga tidak dapat dilihatnya pengaruh dari salah satu faktor saja. Kadar kotoran mempunyai korelasi dengan nilai SFC pada suhu 25 ºC, dimana kadar kotoran yang tinggi akan menghasilkan nilai SFC yang juga tinggi.

Selama penyimpanan CPO terjadi pemisahan antara fraksi padat (stearin) dan fraksi cair (olein) pada CPO akibat perbedaan titik leleh triacylglicerol (TAG) penyusun CPO. Penyimpanan pada suhu 20 dan 25 ºC tidak menyebabkan pemisahan antara fraksi padat dan fraksi cair karena fraksi stearin dan olein telah mengkristal pada kedua suhu tersebut. Penyimpanan pada suhu 30-40 ºC menunjukkan pemisahan antara fraksi padat dan fraksi cair karena pada suhu tersebut hanya stearin saja yang telah mengkristal. Penyimpanan pada suhu 30 ºC menunjukkan jumlah fraksi padat yang terbentuk lebih banyak karena TAG dan asam lemak yang mengkristal lebih banyak. Terjadi perubahan nilai SFC CPO selama penyimpanan, yaitu meningkat saat disimpan pada suhu 20 dan 25 ºC dan menurun saat disimpan pada suhu 30-40 ºC. Hal ini dikarenakan penyimpanan pada suhu 20 dan 25 ºC menyebabkan kristalisasi olein yang terus bertambah dengan semakin lamanya penyimpanan. Penurunan nilai SFC CPO selama penyimpanan pada suhu 30-40 ºC terjadi akibat adanya reaksi hidrolisis yang menghasilkan ALB. Adanya ALB menyebabkan struktur kristal lemak tidak beraturan sehingga kristal lemak yang terbentuk sedikit dan mengakibatkan nilai SFC semakin rendah (Foubert et al. 2004). Hasil ANOVA dengan uji lanjut Duncan menunjukkan bahwa nilai SFC CPO berubah secara signifikan pada minggu ketiga saat disimpan pada suhu 20 ºC, sedangkan saat disimpan pada suhu 25 ºC sudah berubah secara signifikan pada minggu kedua. Sampel CPO yang disimpan pada suhu 30-40 ºC berubah secara signifikan pada minggu keempat.

Laju pendinginan yang berbeda akan menghasilkan nilai SFC, kinetika kristalisasi, dan mikrostruktur kristal lemak yang berbeda. Nilai SFC pada suhu akhir kristalisasi 25 ºC dengan laju pendinginan 0.2 ºC/menit lebih tinggi dibandingkan dengan nilai SFC pada laju pendinginan 0.5 dan 1 ºC/menit. Waktu pembentukan kristal yang lebih lama menyebabkan kristal lemak yang terbentuk lebih banyak sehingga menghasilkan nilai SFC yang lebih tinggi. Laju pendinginan cepat menghasilkan kristal lemak yang berukuran kecil dan seragam.

Laju pendinginan mempengaruhi kinetika kristalisasi lemak. Parameter kinetika kristalisasi lemak yang dikaji pada penelitian ini adalah waktu induksi, SFC maksimum, waktu setengah kristalisasi (t1/2), konstanta Avrami (k), dan eksponen Avrami (n). Waktu induksi pada laju

pendinginan 0.2, 0.5, dan 1 oC/menit adalah 2, 5, dan 7 menit. Waktu induksi yang rendah pada laju pendinginan 0.2 ºC/menit menandakan pembentukan inti kristal lebih cepat terjadi pada laju pendinginan 0.2 ºC/menit. Eksponen Avrami (n) dan konstanta Avrami (k) dihitung dengan menggunakan model persamaan Avrami. Nilai n dari persamaan Avrami yang didapat adalah 2.170, 2.034, dan 1.612 untuk laju pendinginan 1, 0.5, dan 0.2 oC/menit. Terjadi peningkatan nilai n pada laju pendinginan cepat. Nilai n yang didapat bisa dibulatkan menjadi n=2 yang menggambarkan mekanisme pertumbuhan kristal silindris. Konstanta Avrami pada laju pendinginan 1, 0.5, dan 0.2 ºC/menit adalah 0.002, 0.003, dan 0.013. Nilai k meningkat pada laju pendinginan lambat yang menandakan kristalisasi lebih mudah terjadi pada laju pendinginan lambat.

(5)

Adanya agitasi/shear rate akan mempengaruhi kristalisasi pada minyak sawit. Pada penelitian ini dikaji pengaruh kombinasi laju pendinginan dan pemberian shear rate terhadap kinetika kristalisasi yang dipelajari melalui pengamatan kenaikan viskositas. Adanya pembentukan kristal menyebabkan kenaikan viskositas. Pemberian shear rate mempunyai dua pengaruh terhadap kristalisasi, yaitu merusak kristal lemak yang terbentuk dan mempercepat terjadinya kristalisasi. Hasil penenlitian tahap ini menunjukan pemberian shear rate yang lebih tinggi mempercepat terjadinya kristalisasi yang dapat dilihat dengan waktu induksi yang lebih rendah. Hal ini terjadi karena adanya

shear rate memicu terjadinya secondary nucleation. Hasil pengamatan juga menunjukkan kristalisasi

lemak pada CPO saat suhu kristalisasi 25 ºC hanya terjadi dalam satu tahap kristalisasi untuk setiap laju pendinginan dan shear rate.

Untuk meminimalisasi pembentukkan kristal lemak pada CPO selama penyimpanan maka sebaiknya CPO memiliki kadar kotoran yang rendah dan disimpan pada suhu 40 ºC . Penyimpanan pada suhu 40 ºC dilakukan dalam waktu yang singkat, apabila CPO akan disimpan dalam waktu laam sebaiknya disimpan pada suhu 20-25 ºC untuk meminimalkan kerusakan. Dalam proses transportasi menggunakan pipa sebaiknya menggunakan laju pendinginan lambat dan shear rate tinggi untuk meminimalisasi pembentukkan kristal lemak yang dapat menghambat aliran CPO.

(6)

KAJIAN SIFAT KRISTALISASI LEMAK PADA MINYAK SAWIT KASAR

SKRIPSI

Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar

SARJANA TEKNOLOGI PERTANIAN

pada Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian

Institut Pertanian Bogor

Oleh

HANNA MERY AULIA F24070069

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR 2011

(7)

Judul Skripsi : Kajian Sifat Kristalisasi Lemak pada Minyak Sawit Kasar Nama : Hanna Mery Aulia

NIM : F24070069

Menyetujui, Dosen Pembimbing

Nur Wulandari, STP, M.Si NIP 19741003 200003 2 001

Mengetahui, Plt. Ketua Departemen

Dr. Ir Nurheni Sri Palupi, M.Si NIP 19610802 198703 2 0012

(8)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Saya menyatakan dengan sebenar-benarnya bahwa skripsi dengan judul Kajian Sifat

Kristalisasi Lemak pada Minyak Sawit Kasar adalah hasil karya saya sendiri dengan arahan

dosen pembimbing akademik dan belum diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, September 2011 Yang membuat pernyataan

Hanna Mery Aulia F24070069

(9)

© Hak cipta milik Hanna Mery Aulia, tahun 2011 Hak cipta dilindungi

Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotokopi, mikrofilm, dan sebagainya.

(10)

BIODATA PENULIS

Hanna Mery Aulia dilahirkan di Jakarta tanggal 10 Mei 1989, dari pasangan Bapak Arifin dan Ibu Mimi. Penulis merupakan anak kedua dari dua bersaudara. Penulis mengawali pendidikan formalnya di Taman Kanak-kanak Tunas Bangsa kemudian melanjutkan ke SDN Pondok Bambu 15 Pagi hingga tahun 2001. Penulis melanjutkan Sekolah Menengah Pertama (SMP) di SMP Negeri 6 Jakarta pada tahun 2001-2004, kemudian pendidikan ke SMA Negeri 12 Jakarta pada tahun 2004-2007. Pada tahun 2007 penulis diterima sebagai mahasiswa Departemen Ilmu dan Teknologi Pangan Fakultas Teknologi Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui ujian saringan masuk IPB (USMI).

Selama menjalani perkuliahan di IPB, penulis terlibat dalam beberapa organisasi kemahasiswaan, yaitu Uni Konservasi Fauna (UKF) IPB dan Koran Kampus IPB. Penulis juga aktif pada berbagai kepanitiaan yaitu Ekspedisi Global UKF IPB Taman Nasional Ujung Kulon, UKF EXPO 2009, seminar dan pelatihan PLASMA. Penulis mendapatkan dana hibah dari DIKTI melalui program PKM di bidang penelitian pada tahun 2010-2011 dan menjadi finalis pada Chemical Product

Design Competion Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia tahun 2011. Sebagai tugas akhir,

penulis melakukan penelitian dengan judul “Kajian Sifat Kristalisasi Lemak pada Minyak Sawit Kasar” dibawah Nur Wulandari, STP, M.Si.

(11)

iii

KATA PENGANTAR

Penulis memanjatkan syukur ke hadirat Allah SWT karena dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Kajian Sifat Kristalisasi Lemak pada Minyak Sawit Kasar” yang ditulis berdasarkan hasil

penelitian pada bulan Januari sampai Juni 2011. Penelitian ini dilaksanakan di Southeast Asian Food and Agricultural Science and Technology dan Laboratorium Ilmu dan Teknologi Pangan IPB.

Penulisan skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjan Teknologi Pertanian pada Fakultas Teknologi Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan memperoleh data dan informasi lengkap mengenai karakteristik kristalisasi minyak sawit kasar (CPO) beserta parameter kinetika kristalisasinya. Ucapan terima kasih dan penghargaan disampaikan kepada: 1. Keluarga tercinta : Mama, Bapak, Ka Citra atas doa, perhatian, dan dukungan yang

diberikan selama penulisan skripsi.

2. Nur Wulandari, STP, M.Si selaku dosen pembimbing atas waktu, masukan, dan arahan yang diberikan kepada penulis selama menyelesaikan skripsi ini.

3. Dr. Ir. Budiatman Setiawihardja, M.Si dan Dr.Ir. Soenar Soekopitojo, M.Si atas kesediaan waktu menjadi penguji dan masukan yang diberikan.

4. Teman-teman seperjuangan Renny Permatasari, Desir Detak Insani, dan Ricky Alberto atas kerjasama, dukungan, dan bantuan selama melakukan penelitian dan penulisan skripsi.

5. Teman-teman UKF, khususnya UKF angkatan 5, Aidell, Yudia, Risma, Ika, Dini, Atik, Indi, Mamih, Nisa, Agung, Azis, Adam, Angga, Izzu, Soni, Dendi, Bagus, Gilang, Juli, Akrom, Hermin, dan teman-teman UKF lainnya atas keceriaan, kekeluargaan dan kenangan yang telah diberikan semasa kuliah.

6. Teman-teman ITP 44 Fitri, Lia, Esti, Ashari, Ria, Sri, dan teman-teman ITP lainnya yang sudah memberikan dukungan dan kenangan semasa perkuliahan.

7. Penghuni Wisma Lasapiensa Hesti, Febri, Insan atas keceriaannya selama penulis menyelesaikan skripsi.

8. Para teknisi laboratorium Mba Yane, Pak Karna, Pak Wahid, Pak Yahya, Pak Rozak. 9. Pihak-pihak lain yang terkait

Penulis berharap skripsi ini dapat memberikan informasi dalam teknologi pangan dan dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, dan bagi pembaca pada umumnya.

Bogor, September 2011

(12)

iv

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR... iii

DAFTAR ISI ... iv

DAFTAR TABEL ... vi

DAFTAR GAMBAR ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

I. PENDAHULUAN ... 1

A. LATAR BELAKANG ... 1

B. TUJUAN ... 2

C. MANFAAT ... 2

II. TINJAUAN PUSTAKA ... 3

A. MINYAK SAWIT KASAR/ CRUDE PALM OIL (CPO) ... 3

1. Botani Kelapa Sawit... 3

2. Teknologi Produksi CPO... 4

B. SIFAT FISIKO KIMIA MINYAK SAWIT ... 5

1. Sifat Kimia Minyak Sawit... 5

2. Sifat Fisik Minyak Sawit... 7

C. KRISTALISASI LEMAK... 9

1. Mekanisme Kristalisasi Lemak... 9

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kristalisasi Lemak ... 10

3. Kinetika Kristalisasi Lemak... 11

4. Polimorfisme Lemak... 12

D. KRISTALISASI MINYAK SAWIT... 14

III. METODE PENELITIAN ... 17

A. ALAT DAN BAHAN ... 17

B. METODEL PENELITIAN ... 17

1. Analisis Mutu CPO dan Profil SFC CPO... 17

2. Kajian Perubahan Nilai SFC selama Penyimpanan ... 18

3. Kajian Pengaruh Laju Pendinginan terhadap Nilai SFC, Kinetika Kristalisasi, dan Mikrostruktur Kristal Lemak... 18

4. Kajian Pengaruh Laju Pendinginan dan Shear Rate terhadap Kinetika Kristalisasi... 19

C. METODE ANALISIS ... 20

1. Kadar Air ... 20

2. Kadar Kotoran ... 20

3. Asam Lemak Bebas ... 21

4. Bilangan Iod... 21

5. Analisis Statisitik... 22

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 23

A. ANALISIS MUTU CPO ... 23

1. Analisis Mutu Kimia CPO... 23

2. Analisis Profil SFC CPO ... 25

3. Korelasi Mutu Kimia CPO dengan SFC CPO ... 27

(13)

v C. PENGARUH LAJU PENDINGINAN TERHADAP SFC, KINETIKA

KRISTALISASI DAN MIKROSTRUKTUR KRISTAL LEMAK... 31 D. PENGARUH LAJU PENDINGINAN DAN SHEAR RATE TERHADAP

KINETIKA KRISTALISASI LEMAK... 37 E. REKOMENDASI PENANGANAN CPO UNTUK MEMINIMALISASI

PEMBENTUKAN KRISTAL... 40 V. SIMPULAN DAN SARAN ... 41 DAFTAR PUSATAKA ... 43 LAMPIRAN

(14)

vi

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1 Beda tebal tempurung dari berbagai tipe kelapa sawit ... 3

Tabel 2 Sifat fisiko kimia minyak sawit kasar dan minyak inti sawit... 5

Tabel 3 Asam lemak penyusun minyak sawit ... 6

Tabel 4 Komposisi TAG penyusun minyak sawit ... 6

Tabel 5 Kandungan komponen minor pada CPO ... 7

Tabel 6 Karakteristik fisik minyak sawit... 8

Tabel 7 Hubungan antara mekanisme pertumbuhan kristal lemak dengan eksponen Avrami (n) ... 12

Tabel 8 Identifikasi bentuk polimorf lemak berdasarkan analisis difraksi sinar X pada spasi pendek (short spacings), sifat dan ukuran... 13

Tabel 9 Perlakuan pengaruh laju pendinginan dan laju geser terhadap proses kristalisasi ... 20

Tabel 10 Hasil analisis mutu lima CPO dari beberapa lokasi di Indonesia ... 23

Tabel 11 Pengaruh perubahan suhu terhadap profil SFC CPO ... 26

Tabel 12 Perubahan nilai SFC CPO A selama penyimpanan pada beberapa suhu ... 29

Tabel 13 Parameter kinetika kristalisasi CPO pada beberapa laju pendinginan yang dipelajari melalui pengukuran SFC isotermal di suhu 25 ºC ... 34

Tabel 14 Parameter kinetika kristalisasi CPO pada beberapa laju pendinginan dan shear rate yang dipelajari melalui kenaikan viskositas isothermal di suhu 25 ºC.... 39

(15)

vii

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1 Penampang melintang buah kelapa sawit ... 4 Gambar 2 Laju perubahan polimorfisme kristal lemak (Marangoni & McGauley 2002) ... 13 Gambar 3 Kurva hubungan suhu dengan SFC pada sampel RBDPO (Smith 2001) ... 14 Gambar 4 Termogram DSC pada pendinginan CPO dari 70 ºC hingga -30 ºC pada

beberapa laju pendinginan (-10, -5, dan -0.5 oC/menit). Berat masing-masing

sampel 11.1, 9, dan 11.4 mg (Tarabukina et al. 2009) ... 14

Gambar 5 Viskositas terukur RBDPO pada kristalisasi selama 30 menit pada beberapa

laju geser dan suhu kristalisasi 25 ºC (Graef et al 2008) ... 16 Gambar 6 Bentuk kristali lemak RBDPO yang dipotret menggunakan mikroskop polarisasi

cahaya yang dikristalisasi pada suhu 25 ºC selama 60 menit pada beberapa laju geser (g) 1 s-1, (h) 10 s-1, dan (i) 110 s-1 (Graef et al. 2009) ...... 16 Gambar 7 Nuclear Magnetic Resonance (NMR) yang digunakan untuk mengukur

kandungan lemak padat (SFC) CPO... 18 Gambar 8 Haake Rotoviscometer RV 20 yang digunakan untuk menerapkan perlakuan

pengaruh laju pendinginan dan shear rate... 19 Gambar 9 Reaksi hidrolisis menghasilkan asam lemak bebas (ALB) (Ketaren 2005) ... 24 Gambar 10 Profil SFC lima CPO di Indonesia ... 25 Gambar 11 Pemisahan fraksi padat dan fraksi cair pada CPO selama empat minggu

penyimpanan pada suhu 40 ºC... 29 Gambar 12 Perubahan nilai SFC CPO A selama penyimpanan pada beberapa suhu

penyimpanan selama empat minggu... 30 Gambar 13 Pengaruh laju pendinginan terhadap nilai SFC... 31 Gambar 14 Kenaikan SFC selama suhu kristalisasi isothermal 25 ºC pada laju pendinginan

1 ºC/menit ... 32 Gambar 15 Kenaikan SFC selama suhu kristalisasi isothermal 25 ºC pada laju pendinginan

0.5 ºC/menit... 33 Gambar 16 Kenaikan SFC selama suhu kristalisasi isothermal 25 ºC pada laju pendinginan

0.2 ºC/menit... 33 Gambar 17 Hubungan ln (t) dengan ln[-ln(1-F)] pada CPO A yang telah mengalami laju

pendinginan 0.2 ºC/menit menuju suhu kristalisasi 25 ºC dan ditahan selama

40 menit ... 34 Gambar 18 Bentuk kristal lemak pada laju pendinginan 1 ºC/menit setelah ditahan

isotermal pada suhu 25 ºC selama (a) 25 menit (b) 35 menit ... 36 Gambar 19 Bentuk kristal lemak pada laju pendinginan 0.5 ºC/menit setelah ditahan

isotermal pada suhu 25 ºC selama (a) 25 menit (b) 35 menit... 36 Gambar 20 Bentuk kristal lemak pada laju pendinginan 0.2 ºC/menit setelah ditahan

isotermal pada suhu 25 ºC selama (a) 25 menit (b) 35 menit... 36 Gambar 21 Pengaruh shear rate terhadap viskositas terukur sampel CPO yang telah

mengalami laju pendinginan 1 ºC/menit menuju suhu kristalisasi 25 ºC

yang ditahan isotermal selama 60 menit ... 37 Gambar 22 Pengaruh shear rate terhadap viskositas terukur sampel CPO yang telah

mengalami laju pendinginan 0.5 ºC/menit menuju suhu kristalisasi 25 ºC

yang ditahan isotermal selama 60 menit ... 38 Gambar 23 Pengaruh shear rate terhadap viskositas terukur sampel CPO yang telah

mengalami laju pendinginan 0.2 ºC/menit menuju suhu kristalisasi 25 ºC

(16)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1 Karakteristik lima sampel CPO ... 47

Lampiran 2 Hasil ANOVA dengan uji lanjut Duncan pada analisis mutu kimia kelima sampel CPO ... 49

Lampiran 3 Analisis profil SFC lima sampel CPO ... 51

Lampiran 4 Analisis korelasi mutu kimia dengan SFC CPO pada suhu 25 ºC ... 54

Lampiran 5 Analisis SFC CPO selama penyimpanan ... 56

Lampiran 6 Hasil ANOVA dengan uji lanjut Duncan pada perubahan SFC CPO selama Penyimpanan di beberapa suhu penyimpanan ... 57

Lampiran 7 Data SFC CPO pada beberapa laju pendinginan ... 60

Lampiran 8 Data perubahan SFC selama ditahan isothermal pada suhu 25 ºC ... 61

Lampiran 9 Perhitungan persamaan Avrami ... 65

Lampiran 10 Model persamaan Avrami pada ketiga laju pendinginan ... 71

Lampiran 11 Data parameter kinetika kristalisasi CPO pada beberapa laju pendinginan yang dipelajari melalui pengukuran SFC isothermal di suhu 25 ºC ... 73

Lampiran 12 Data parameter kinetika kristalisasi CPO pada beberapa laju pendinginan dan shear rate yang dipelajari melalui pengukuran viskositas pada suhu isothermal di 25 ºC ... 75

Lampiran 13 Hasil ANOVA univariate dengan uji lanjut Duncan pada pengaruh laju pendinginan dan shear rate terhadap waktu induksi ... 75

(17)

1

I. PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Indonesia merupakan negara penghasil minyak sawit kasar (crude palm oil/CPO) terbesar di dunia. Luas lahan perkebunan kelapa sawit Indonesia meningkat setiap tahunnya. Data Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (GAPKI) menunjukkan bahwa volume ekspor CPO Indonesia tahun 2010 mencapai 15.656.349 ton, naik 0.8% dibanding ekspor 2009 yang sebesar 15.528.851 ton. Dengan meningkatnya volume ekspor CPO Indonesia, maka upaya penanganan CPO selama penyimpanan dan transportasi perlu terus dilakukan agar daya saing CPO Indonesia semakin meningkat.

Salah satu permasalahan yang sering terjadi dalam proses penyimpanan dan transportasi CPO adalah terjadinya kristalisasi lemak. Proses kristalisasi lemak pada CPO mengakibatkan terbentuknya fraksi stearin dengan titik leleh tinggi dan fraksi olein dengan titik leleh rendah. Komposisi CPO terdiri dari 50% asam lemak jenuh dan 50% asam lemak tidak jenuh yang mengakibatkan minyak sawit akan mengalami kristalisasi pada suhu rendah dan terpisah menjadi fraksi stearin dan olein (Deffense 1985).

Kristalisasi lemak merupakan salah satu parameter penting dalam rekayasa proses penyimpanan dan transportasi CPO. Kristalisasi lemak pada CPO terjadi apabila suhu transportasi atau penyimpanan tidak sesuai yang membuat lemak pada CPO memadat dan kemudian membentuk kristal. Suhu penyimpanan dan transportasi yang dipilih harus dapat meminimalkan pembentukan kristal dan kerusakan mutu CPO.

Codex Alimentarius Commision (CAC) (2005) merekomendasikan suhu maksimal dalam

transportasi CPO sebesar 55 ºC dan suhu penyimpanan maksimal 40 ºC. Hal ini menyebabkan perlu adanya pemanasan dari proses penyimpanan sebelum transportasi. Pembentukkan kristal lemak selama proses penyimpanan dan transportasi menggunakan pipa akan merugikan. Kristal lemak yang terbentuk selama transportasi akan menyumbat pipa sehingga laju alirnya akan terhambat. Proses pemanasan perlu dilakukan agar kristal lemak yang terbentuk meleleh sehingga laju alir CPO kembali lancar. Proses pemanasan untuk melelehkan kristal lemak memerlukan energi dan biaya tambahan. Untuk mengefisiensikan pemanasan dan meminimalkan kristal yang terbentuk diperlukan informasi yang cukup mengenai kristalisasi lemak pada CPO.

Kristalisasi lemak terjadi pada proses pendinginan lemak hingga mencapai suhu tertentu saat terbentuk kristal. Kristalisasi lemak dapat dibagi menjadi dua tahap, yaitu pembentukan nuklei dan perkembangan kristal (Ariana & Purboyo 1995). Lemak yang mengalami kristalisasi membentuk molekul/atom yang rigrid, beraturan (highly ordered) dan berbentuk tiga dimensi (Nawar 1985).

Kristalisasi lemak merupakan proses yang kompleks. Parameter-parameter proses seperti suhu, gaya geser, agitasi, dan laju aliran produk sangat menentukan terjadinya kristalisasi (Man et

al. 1989). Tinjauan terhadap beberapa hasil penelitian sebelumnya tentang kristalisasi

minyak/lemak menunjukkan bahwa proses kristalisasi minyak/lemak sangat dipengaruhi oleh faktor suhu, laju pendinginan, serta gaya geser yang diterapkan.

Penelitian yang terkait dengan sifat kristalisasi minyak sawit telah dilakukan oleh beberapa peneliti antara lain Graef et al. (2008; 2009), Braipson dan Gibon (2007); serta Tarabukina et al. (2009). Penelitian tersebut mempelajari sifat kristalisasi lemak pada sampel minyak sawit yang

(18)

2 telah mengalami pemurnian (refined bleached deodorized palm oil/RBDPO), sedangkan penelitian mengenai karakteristik kristalisasi CPO belum banyak dilakukan.

Miskandar et al. (2003) serta Metin dan Hartel (2005) menyatakan bahwa adanya komponen minor atau kotoran yang terdapat di dalam minyak sawit kasar sangat besar pengaruhnya pada proses kristalisasi yang terjadi, sehingga fenomena kristalisasi antara minyak sawit yang telah mengalami pemurnian sangat berbeda dengan yang terjadi pada minyak sawit kasar. Dengan demikian, kajian sifat kristalisasi yang fokus pada sampel CPO perlu dilakukan.

Pada penelitian ini dilakukan kajian terhadap sifat kristalisasi lemak pada CPO. Parameter-parameter yang mempengaruhi kristalisasi lemak yaitu suhu, laju pendinginan, dan

shear rate akan dikaji pada pada penelitian ini.

B. TUJUAN

Penelitian ini bertujuan memperoleh data dan informasi lengkap mengenai karakteristik kristalisasi minyak sawit kasar atau crude palm oil (CPO), beserta parameter kinetika kristalisasinya.

C. MANFAAT

Manfaat yang diharapkan melalui penelitian ini adalah dapat dikembangkannya teknik kendali kristalisasi selama penyimpanan dan transportasi CPO berdasarkan data dasar yang diperoleh.

(19)

3

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. MINYAK SAWIT KASAR/ CRUDE PALM OIL (CPO)

1. Botani Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit (Elaeis guinneensis Jacq) merupakan tumbuhan tropis golongan palma yang termasuk tanaman tahunan. Kelapa sawit (Elaies guinneensis Jacq) adalah tanaman perkebunan berupa pohon batang lurus dari famili Palmae. Tanaman tropis yang dikenal sebagai penghasil minyak nabati ini berasal dari Benua Amerika. Brazil dipercaya sebagai tempat dimana pertama kali kelapa sawit tumbuh (Lubis 1992).

Kelapa sawit dapat tumbuh dengan baik pada daerah tropika basah di sekitar 15 ºLintang Utara- 15 ºLintang Selatan pada ketinggian 0-500 m di atas permukaan laut (Lubis 1992). Curah hujan minimum untuk pertumbuhan kelapa sawit adalah 1000-1500 mm/tahun dan terbagi rata sepanjang tahun. Suhu optimum pertumbuhan tanaman kelapa sawit sebesar 26 oC dengan kelembaban rata-rata 75%. Tanaman kelapa sawit dapat tumbuh pada bermacam-macam tanah, dengan syarat gembur, aerasi dan drainase baik, dan kaya akan humus pada pH optimum 5.5-7 (LITPAN 1992).

Menurut Naibaho (1998), tanaman kelapa sawit sudah mulai menghasilkan buah pada usia 24-30 bulan dan mencapai puncaknya setelah 12-15 tahun. Buah yang pertama keluar masih dinyatakan dalam buah pasir yang memiliki arti belum dapat diolah dalam pabrik karena masih mengandung kadar minyak yang rendah. Buah sawit berukuran kecil antara 12-18 gram/butir yang duduk pada bulir. Setiap bulir terdiri dari 10-18 butir tergantung pada kesempurnaan penyerbukan. Beberapa bulir bersatu membentuk tandan.

Saat ini terdapat empat tipe atau varietas kelapa sawit yang biasa ditanam oleh petani ataupun perusahaan sawit. Menurut Ketaren (2005), keempat varietas tersebut dibedakan berdasarkan ketebalan tempurung seperti terlihat pada Tabel 1.

Tabel 1 Beda tebal tempurung dari berbagai tipe kelapa sawit.

Tipe Tebal Tempurung (mm) Macrocarya >5

Dura 3-5

Tenera 2-3 Pisifera <2

Sumber : Ketaren (2005)

Buah sawit mempunyai warna bervariasi dari hitam, ungu, hingga merah tergantung bibit yang digunakan. Buah terdiri dari tiga lapisan, yaitu eksokarp, mesokarp, dan endokarp. Penampang melintang buah kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 1.

Menurut Naibaho (1998), hasil utama dari buah sawit adalah minyak sawit dan minyak inti sawit. Minyak sawit terdapat pada bagian mesokarp, sedangkan minyak inti sawit terdapat pada bagian endokarp. Minyak sawit dan minyak inti sawit terbentuk setelah 100 hari setelah penyerbukan dan berhenti setelah 180 hari atau setelah minyak dalam buah sudah jenuh. Pembentukan minyak akan berakhir jika tandan yang bersangkutan telah terdapat buah yang membrondol.

(20)

4

Gambar 1. Penampang melintang buah kelapa sawit.

Penggunaan kelapa sawit sangat luas, yaitu 90% digunakan untuk bahan pangan dan 10% untuk bahan non-pangan. Komponen dalam minyak sawit yang digunakan sebagai bahan pangan adalah minyaknya, baik minyak sawit maupun minyak inti sawit.

2. Teknologi Produksi CPO

Pengolahan buah kelapa sawit menjadi CPO melalui beberapa stasiun proses, yaitu: a. Stasiun penerimaan buah (fruit reception)

Stasiun ini berfungsi menerima buah sawit yang telah dipanen dari kebun. Pada stasiun ini dilakukan penimbangan terhadap buah sawit. Untuk menghindari kerusakan akibat penimbunan tandan buah segar (TBS), maka TBS harus segera diproses (Corley & Tinker 2003)

b. Stasiun perebusan (sterilizer)

Buah yang telah ditimbang selanjutnya direbus dengan menggunakan uap panas. Proses sterilisasi umumnya dilakukan pada bejana tekan horizontal (Basiron 2005). Proses sterilisasi dilakukan dengan uap bertekanan 3 kg/cm2 pada suhu 143 ºC selama satu jam (Basiron 2005 dan Corley & Tinker 2003). Perebusan yang terlalu lama dapat menyebabkan penurunan kadar minyak dan pemucatan kernel, namun perebusan yang terlalu cepat menyebabkan buah tidak dapat rontok dari tandannya. Tujuan perebusan pada tahapan produksi CPO adalah mematikan enzim lipase yang menyebabkan kenaikan asam lemak bebas (ALB), mempermudah pelepasan buah dari tandan dan inti dari cangkang, memperlunak buah sehingga mempermudah saat proses penebahan, dan mengkoagulasikan protein sehingga memudahkan saat pemurnian minyak (Basiron 2005).

c. Stasiun penebahan (threshing station)

Buah yang telah distrerilisasi selanjutnya dikirim ke stasiun penebahan untuk dipisahkan dari tangkainya (Corley & Tinker 2003). Menurut Basiron (2005) ada dua metode pemisahan buah dari tangkai, yaitu dengan getaran dan pukulan. Namun saat ini pemisahan buah dari tangkainya sudah menggunakan drum yang berputar dengan kecepatan 20-25 rpm. Brondolan buah sawit yang keluar dari bagian bawah drum ditampung oleh sebuah conveyor lalu diangkat dengan fruit elevator untuk dikirim ke bagian digesting dan pressing.

d. Stasiun kempa (pressing station)

Pada stasiun ini daging buah dan biji diekstrak atau diperas sehingga menghasilkan minyak. Proses ekstraksi dilakukan pada suhu 90-100 ºC selama 20 menit (Basiron 2005).

Mesokarp

Tempurung

(21)

5 e. Stasiun pemurnian minyak (clarification station)

Minyak kasar hasil pengepresan mengandung 66% minyak, 24% air, dan 10% padatan (Basiron 2005). Menurut Corley dan Tinker (2003) proses pemurnian minyak bertujuan mendapatkan kadar air, kadar kotoran, dan ALB yang sesuai dengan standar. Tahapan proses di stasiun klarifikasi adalah tahap penyaringan crude oil dengan vibrating

screen, tahap pemisahan minyak pada tangki, tahap pemurnian minyak, tahap pengambilan

minyak dari sludge, dan tahap pengurangan kadar air.

B. SIFAT FISIKO KIMIA MINYAK SAWIT

1. Sifat Kimia Minyak Sawit

Menurut Naibaho (1998) tanaman kelapa sawit menghasilkan dua jenis minyak nabati, yaitu minyak sawit dan minyak inti sawit. Kedua jenis minyak tersebut mempunyai perbedaan karakteristik seperti tersaji pada Tabel 2. Minyak sawit merupakan hasil ekstraksi daging buah (mesokarp) dari tanaman Elaeis guinneensis. Minyak inti sawit merupakan hasil pengepresan endokarp dari tanaman Elaeis guinneensis.

Tabel 2 Sifat fisiko kimia minyak sawit kasar dan minyak inti sawit

Sumber : Ketaren (2005)

Bilangan Iod menggambarkan derajat ketidakjenuhan suatu lemak yang dihitung berdasarkan perbandingan asam lemak jenuh dan tidak jenuh penyusun lemak tersebut. Data pada Tabel 2 menunjukan bilangan Iod minyak sawit dan minyak inti sawit adalah 48-56 dan 14-20 g Iod/100 g minyak. Perbedaan ini terjadi karena asam lemak penyusun kedua minyak tersebut berbeda. Asam lemak dominan penyusun minyak sawit adalah 47% asam palmitat dan 41% asam oleat (Basiron 2005). Keseimbangan antara asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh penyusun minyak sawit menyebabkan bilangan Iod minyak sawit berkisar 48-56 g Iod/100 g minyak. Minyak inti sawit tersusun atas 48% asam laurat, 16% asam miristat, dan 15% asam oleat (Pantrazis & Basiron 2002). Asam lemak dominan penyusun minyak inti sawit adalah asam laurat yang merupakan asam lemak jenuh. Hal inilah yang menyebabkan bilangan Iod minyak inti sawit rendah yaitu berkisar 14-20 g Iod/100 g minyak.

Menurut Ketaren (2005), bilangan penyabunan adalah jumlah alkali yang dibutuhkan untuk menyabunkan sejumlah minyak. Bilangan penyabunan dinyatakan dalam miligram kalium hidroksida yang dibutuhkan untuk menyabunkan satu gram minyak atau lemak. Kalium hidroksida akan bereaksi dengan asam lemak membentuk garam asam lemak. Bilangan penyabunan minyak sawit lebih rendah daripada bilangan penyabunan minyak inti sawit karena pada minyak sawit terdapat komponen yang tidak tersabunkan. Menurut Lin (2002) dalam minyak sawit terdapat komponen yang tidak dapat disabunkan seperti sterol, pigmen, dan hidrokarbon.

CPO tersusun atas 50% asam lemak jenuh dan 50% asam lemak tidak jenuh. Keseimbangan antara asam lemak jenuh dan asam lemak tidak jenuh menyebabkan CPO lebih stabil terhadap oksidasi dibanding minyak nabati lainnya dan CPO berwujud semisolid

Sifat Minyak Sawit Minyak Inti Sawit Bobot jenis pada suhu kamar 0.900 0.900-0.913 Indeks bias D (40 ºC) 1.4565-1.4585 1.495-1.415 Bilangan Iod (g Iod/100 g minyak) 48-56 14-20 Bilangan penyabunan (mg KOH/g minyak) 196-205 244-254

(22)

6 pada suhu ruang (Basiron 2005). Menurut Rohani et al. (2006), komponen utama dalam CPO adalah triacylglicerol (TAG) yaitu sebesar 95%. TAG merupakan kombinasi dari gliserol dan tiga asam lemak. Komposisi asam lemak dan TAG penyusun minyak sawit dapat dilihat pada

Tabel 3 dan Tabel 4

Tabel 3 Asam lemak penyusun minyak sawit.

Jenis asam lemak Komposisi (%) Asam kaprat (C10:0) 1-3 Asam laurat (C12:0) 0.1-1 Asam miristat (C14:0) 0.9-1.5 Asam palmitat (C16:0) Asam palmitoleat (C16:1) 41.8-46.8 0.1-0.3 Asam stearat (C18:0) 4.2-5.1 Asam oleat (C18:1) 37.3-40.8 Asam linoleat (C18:2) 9.1-11.0 Asam linolenat (C18:3) 0-0.6 Asam arakhidonat (C20:0) 0.2-0.7 Sumber : Basiron (2005)

Tabel 4 Komposisi TAG penyusun minyak sawit

Jenuh 1 ikatan ganda 2 ikatan ganda 3 ikatan ganda 4 ikatan ganda [%b/b] [%b/b] [%b/b] [%b/b] [%b/b] MPP 0.29 MOP 0.83 MLP 0.26 MLO 0.14 PLL 1.08 PMP 0.22 MPO 0.15 MOO 0.43 PLO 6.59 OLO 1.71 PPP 6.91 POP 20.02 PLP 6.36 POL 3.39 OOL 1.76 PPS 1.21 POS 3.5 PLS 1.11 SLO 0.60 OLL 0.56 PSP 0.12 PMO 0.22 PPL 1.17 SOL 0.30 LOL 0.14

PPO 7.16 SPL 0.10 OSL 0.11 PSO 0.68 POO 20.54 OOO 5.38 SOS 0.15 SOO 1.81 OPL 0.61 SPO 0.63 SPO 1.86

OSO 0.81

Lainnya 0.16 0.34 0.19 0.15 0.22 Total 9.15 33.68 34.01 34.01 5.47

M : asam lemak miristat P: asam lemak palmitat S: asam lemak stearat O: asam lemak oleat L : asam lemak linolenat

Sumber : Gee (2007)

CPO memiliki dua komponen asam lemak terbesar yaitu asam palmitat dan asam oleat. Kandungan asam palmitat pada minyak sawit sebesar 41.8-46.8%, sedangkan asam oleat sebesar 37.3-240.8% (Basiron 2005). Asam palmitat adalah asam lemak jenuh rantai panjang yang memiliki titik cair (melting point) yang tinggi, yaitu 64 ºC (Belitz & Grosch 1999). Kandungan asam palmitat yang tinggi membuat minyak sawit tahan terhadap oksidasi. Asam oleat adalah asam lemak tidak jenuh dengan rantai panjang C18 dan memiliki dua ikatan

rangkap. Titik cair oleat adalah 14 ºC (Ketaren 2005). TAG dominan penyusun minyak sawit adalah POP dengan titik leleh 38 ºC (Smith 2001). Setiap TAG memiliki titik leleh tertentu yang bergantung pada derajat kejenuhan dan panjang rantai asam lemak penyusunnya.

(23)

7 Selain kandungan asam lemak terdapat juga komponen minor pada minyak sawit yang mempengaruhi kualitasnya. Kandungan komponen minor pada CPO dapat dilihat pada

Tabel 5. Kandungan komponen minor mempunyai peranan penting dalam kestabilan minyak

walaupun kandungannya hanya 1%. Faktor lain yang menentukan kualitas minyak sawit adalah bau, flavor, dan warna. Menurut Ketaren (2005), asam lemak dan TAG tidak berwarna. Bau khas minyak sawit ditimbulkan oleh gugus beta ionone dari karotenoid. Bau menyimpang pada minyak sawit terbentuk akibat kerusakan asam lemak rantai pendek.

Tabel 5 Kandungan komponen minor pada CPO

Komponen minor Kandungan (ppm)

Karoten 500-700

Tokoferol dan tokotrienol 600-1000

Sterol 326-527 Ubiquinone 10-80 Squalene 200-500 Phospolipid 5-130 Triterpene alkohol 40-80 Metil sterol 40-80 Alifatik alkohol 100-200 Sumber : Lin (2002)

CPO mempunyai warna merah yang diakibatkan oleh adanya karotenoid. CPO mengandung 500-700 ppm karotenoid (Basiron 2005). Karotenoid yang terdeteksi terdiri dari α-karoten, β-karoten, dan likopen dalam jumlah yang sedikit sekali (Muchtadi & Sugiyono 1992). Karotenoid sangat larut dalam minyak. Bila minyak dihidrogenasi maka warna merah dari karotenoid akan berkurang. Karotenoid memiliki sifat tidak stabil pada suhu tinggi. Pada minyak sawit, kandungan karotenoid jarang dihilangkan sepenuhnya karena merupakan pro vitamin A (Winarno 1992). Menurut Hartley (1987) terdapat dua jenis warna buah sawit yang berbeda, satu berwarna merah dan lainnya berwarna oranye. Kedua warna buah tersebut memberikan kandungan karoten yang berbeda. Pada buah yang berwarna merah, total karoten di dalam mesokarp kering berkisar 207 mg per 100 gram, dan total karoten dalam minyak berkisar 2560 ppm, sedangkan untuk buah yang berwarna oranye, total karoten di dalam mesokarp hanya 89 mg per 100 gram, dan total karoten dalam minyak hanya 1100 ppm.

Perbedaan lain antara minyak sawit dengan minyak nabati lainnya adalah adanya kandungan tokoferol dan tokotrienol. Menurut Law dan Thiaharajan (1989), tokoferol dan tokotrienol (vitamin E) ditemukan dalam produk minyak sawit berkisar dari 600-1000 ppm dengan komposisi 83% tokotrienol dari total vitamin E. Menurut Basiron (2005) kandungan tokoferol dan tokotrienol pada minyak sawit yang telah dimurnikan akan berkurang sebesar 50%. Tokoferol dan tokotrienol sangat penting bagi kesehatan karena befungsi sebagai antioksidan alami (pengikat radikal bebas).

2. Sifat Fisik Minyak Sawit

Sifat fisik minyak sawit yang penting untuk diketahui antara lain densitas, indeks refraktif, slip melting point (SMP), dan solid fat content (SFC). Menurut Winarno (1992), SMP merupakan suhu saat minyak atau lemak berubah wujud dari padat menjadi cair. Titik leleh minyak atau lemak ditentukan oleh ada tidaknya ikatan rangkap pada asam lemak

(24)

8 penyusunnya. Komposisi asam lemak pada CPO beraneka ragam yang masing-masing memiliki titik leleh berbeda-beda sehingga titik leleh CPO merupakan suatu kisaran.

Menurut Lin (2002), SFC merupakan jumlah kandungan lemak padat yang terdapat pada suatu lemak. Lemak padat dihasilkan dari proses kristalisasi. Nilai SFC sering digunakan untuk menggambarkan daya oles (spreadability) suatu bahan pangan pada suhu tertentu. Karakteristik fisik minyak sawit yang diteliti oleh Lin (2002) dan Basiron (2005) tersaji pada

Tabel 6.

Tabel 6 Karakteristik fisik minyak sawit

Karakteristik Kisaran Rata-rata Indeks Refraktif (50 ºC) 1.4544-1.4550 (a) 1.4548(a) 1.455-1.456(b) 1.455(b) Densitas (50 ºC) 0.8896-0.8910 (a) 0.8899(a) 0.888-0.889(b) 0.889(b)

Slip Melting Point (ºC) 32-40 (a)

31.1-37.6(b) 34.2(b)

Solid Fat Content (SFC)

5 ºC 50.7-68(b) 60.5(b) 10 ºC 46.1-60.8 (a) 53.7(a) 40.0-55.2(b) 49.6(b) 15 ºC 33.4-50.8 (a) 39.1(a) 27.2-39.7(b) 34.7(b) 20 ºC 21.6-31.3 (a) 26.1(a) 14.7-27.9(b) 22.5(b) 25 ºC 12.1-20.7 (a) 16.3(a) 6.5-18.5(b) 13.5(b) 30 ºC 6.1-14.3 (a) 10.5(a) 4.5-14.1(b) 9.2(b) 35 ºC 3.5-11.7 (a) 7.9(a) 1.8-11.7(b) 6.6(b) 40 ºC 0.0-8.3 (a) 4.6(a) 0.0-7.5(b) 4(b) 45 ºC 0.7(b)

Sumber : (a)Lin (2002) (b)Basiron (2005)

SFC menunjukkan banyaknya kandungan lemak padat pada suatu lipid. Menurut Basiron (2005), kandungan TAG menentukan SFC CPO. Pada suhu 10 ºC, SFC CPO mencapai 50% dan akan berkurang menjadi separuhnya saat suhu 20 ºC. Penambahan 10% diacylgliserol (DAG) akan menurunkan 20% SFC.

(25)

9

C. KRISTALISASI LEMAK

1. Mekanisme Kristalisasi Lemak

Pada proses pengolahan produk pangan berbasis lemak, sangat penting untuk mengontrol kristalisasi lemak untuk mendapatkan jumlah, ukuran, polimorfisme, dan fase dispersi kristal yang diinginkan. Pada produk pangan berbasis lemak, kristalisasi lemak sangat dipengaruhi oleh kristalisasi TAG, namun kristalisasi komponen lemak lainnya yaitu DAG, monoacylglicerol (MAG), dan fosfolipid juga turut berperan besar.

Menurut Winarno (1992), bila suatu lemak didinginkan, hilangnya panas akan memperlambat gerakan molekul-molekul dalam lemak, sehingga jarak antar molekul lebih kecil. Jika jarak antar molekul tersebut mencapai 5Ǻ, maka akan timbul gaya tarik menarik antar molekul. Akibat adanya gaya ini, radikal-radikal asam lemak dalam molekul lemak akan tersusun berjajar dan saling bertumpuk serta membentuk ikatan kristal.

Pemadatan lemak akibat proses kristalisasi merupakan proses yang tidak sederhana. Parameter-parameter proses seperti suhu, gaya geser, agitasi, dan laju aliran produk sangat menentukan terjadinya kristalisasi (Man et al. 1989). Faktor-faktor tersebut juga menentukan bentuk struktur kristalin produk berlemak. Menurut Lawler dan Dimick (2002), proses kristalisasi dari larutan membutuhkan kondisi lewat jenuh (supersaturation), dilanjutkan dengan kondisi lewat dingin (supercooling), sehingga akan terjadi pembentukan inti (nucleation) dan pertumbuhan kristal (crystal growth).

Menurut Metin dan Hartel (2005), driving force untuk terjadinya kristalisasi adalah adanya perbedaan suhu aktual (T) di bawah suhu titik leleh (melting temperature, Tm) TAG.

Pada lemak alami, terjadi interaksi yang kompleks diantara campuran TAG dengan jenis asam lemak dan titik leleh yang berbeda. Hal ini menyebabkan lemak alami memiliki kisaran titik leleh yang lebar. Beberapa peneliti menggunakan titik leleh TAG tertinggi sebagai acuan driving force kristalisasi. Bila lemak didinginkan di bawah titik leleh dari komponen TAG dengan titik leleh tertinggi, akan terdapat rasio antara lemak padat terhadap lemak cair yang tergantung pada kondisi campuran TAG, yang dikenal dengan kandungan lemak padat (solid fat content/SFC).

Menurut Lawler dan Dimick (1998), saat bulk minyak dikristalisasi, massa minyak tidak terkristalisasi secara serempak. Pada kenyataannya, kristalisasi dimulai pada sisi-sisi tertentu saat suhu mencapai tingkat yang mampu membentuk inti kristal. Dengan demikian, saat lemak yang dilelehkan mengalami pendinginan, akan terbentuk produk dengan tekstur granular akibat kristalisasi yang terjadi secara bertahap (gradual) pada setiap gliserida.

Kristalisasi pada lemak alami diawali dengan pembentukan kristal yang tipis dan berupa platelet yang cukup panjang, dan dilanjutkan dengan agregasi kristal lemak membentuk spherulites dari ukuran beberapa mikron hingga 300 mm. Bila kristalisasi terjadi sangat lambat, kristal spherulites yang sangat besar akan terbentuk. Sebaliknya, pendinginan yang cepat pada suhu rendah akan menghasilkan kristal yang halus dan acak. Dengan demikian, laju pendingian merupakan faktor yang paling penting dalam menentukan mikrostruktur kristal lemak (Metin & Hartel 2005).

Menurut Richard et al.(2000), lemak yang telah dilelehkan memiliki kecenderungan untuk mengingat struktur dan bentuk kristal sebelum dilelehkan. Untuk menghilangkan ingatan tersebut, lemak harus dipanaskan pada suhu 30 oC di atas titik lelehnya.

(26)

10

2. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kristalisasi Lemak

Parameter yang mempengaruhi kristalisasi lemak juga akan mempengaruhi kinetika kristalisasinya. Parameter yang mempengaruhi kristalisasi lemak meliputi komposisi TAG, laju pendinginan, agitasi, suhu kristalisasi, dan komponen minor pada lemak.

a. Laju Pendinginan (Cooling Rate)

Kristalisasi lemak sangat dipengaruhi oleh laju pendinginan. Pendinginan cepat menyebabkan nukleasi terjadi pada suhu yang lebih rendah dibanding dengan pendinginan lambat. Laju pendinginan juga berpengaruh pada laju nukleasi, yang mempengaruhi ukuran kristal. Pendinginan cepat sampai suhu rendah menyebabkan laju nukleasi cepat dan mengakibatkan pembentukan kristal kecil. Ketika lemak didinginkan dengan lambat, kristal terbentuk dengan ukuran yang lebih besar. Laju pendinginan juga mempengaruhi mikrostruktur kristal (Metin & Hartel 2005)

Pada laju pendinginan cepat, akan terbentuk kristal-kristal lemak yang lebih kecil dan seragam dibandingkan bila pendinginan dilakukan pada laju lambat. Bila pada lemak terlalu banyak kristal-kristal kecil (dari tipe kristal α), struktur lemak akan menjadi terlalu rapat. Kapiler antar padatan akan menyempit, dan mengakibatkan kristal-kristal saling mengunci dengan cairan yang ada di sekelilingnya (Che & Swe 1995).

Menurut Lawson (1995), ketika MAG didinginkan secara cepat, kristal pertama yang terbentuk adalah bentuk α. Bentuk kristal ini akan berubah secara irreversible menjadi bentuk β‟ yang lebih stabil. Pada akhirnya kristal β‟ akan berubah menjadi bentuk kristal β yang merupakan bentuk kristal paling stabil.

Pada proses pendinginan minyak dan lemak yang dilakukan secara mendadak, terjadi pembentukan kristal campuran dari TAG yang bertitik leleh tinggi dan rendah (Man et al. 1989). Di lain pihak, pendinginan cepat yang dibantu dengan proses pengadukan menyebabkan terjadinya kristalisasi TAG bertitik leleh tinggi dan rendah pada waktu yang bersamaan (Borwanker et al. 1992). Pengadukan dan agitasi juga dapat memperlunak tekstur produk dan menurunkan kadar lemak padat (solid fat content/SFC) selama penyimpanan (Herrera & Hartel 2000).

b. Komponen Minor

Menurut Metin dan Hartel (2005), komponen minor yang dapat mempengaruhi kristalisasi lemak adalah lemak yang lebih polar seperti DAG, MAG, asam lemak bebas, fosfolipid, dan sterol. Kehadiran komponen ini mempercepat proses kristalisasi lemak tetapi pada keadaan lain dapat menghambat.

Adanya komponen-komponen pengotor lain selain lemak (impurities), akan berpengaruh terhadap terjadinya kristalisasi (Miskandar et al. 2003). Menurut Timms (1997), adanya kotoran dalam minyak biasanya menyebabkan penurunan laju nukleasi. Diasumsikan bahwa kotoran tersebut mengotori sisi pertumbuhan kristal pada inti kristal. Sejumlah kecil pengotor dapat menurunkan laju nukleasi hingga beberapa kali lipat. Metin dan Hartel (2005) menyebutkan bahwa adanya pengotor pada crude oil akan mempercepat terjadinya kristalisasi lemak. Dengan demikian proses kristalisasi CPO akan berlangsung lebih kompleks dibandingkan kristalisasi RBDPO. Menurut Siew dan Ng (1996), kristalisasi RBD olein ditentukan oleh adanya perbedaan titik leleh dari komponen TAG maupun adanya gliserida parsial lain seperti DAG dan MAG.

(27)

11

c. Komposisi TAG

Lemak alami mengandung beberapa jenis TAG dengan asam lemak yang berbeda panjang rantainya, dan derajat kejenuhannya. Basiron (2005) mengemukakan bahwa minyak sawit mengandung kombinasi asam-asam lemak dengan panjang rantai dan derajat ketidakjenuhan yang berbeda, dan di dalamnya terkandung TAG dengan titik leleh yang rendah dan tinggi. Kristalisasi minyak sawit pada pendinginan yang terkontrol diikuti dengan proses separasi akan menghasilkan fase cairan bertitik leleh rendah (olein), dan fase padat bertitik leleh tinggi (stearin), dengan rasio olein terhadap stearin sekitar 7:3 (Ong et al. 1995).

CPO mengandung 4-8% DAG, yang dapat membentuk campuran eutectic dengan TAG, yang menghasilkan kadar padatan yang rendah dan dapat memperlambat laju kristalisasi. MAG dalam CPO kurang dari 1% dan tidak memberikan pengaruh yang nyata terhadap proses kristalisasi (Basiron 2005).

d. Agitasi

Kecepatan pengadukan umumnya mempengaruhi nukleasi dan pertumbuhan kristal. Namun, pengaruh laju pengadukan sangat kompleks karena terkadang sulit untuk mengetahui perbedaan pengadukan dan laju pendinginan pada kristalisasi. Menurut Metin dan Hartel (2005), agitasi menaikkan nukleasi karena adanya mekanisme penggangguan terhadap supply energi. Laju pendinginan lambat dan agitasi lambat pada lemak menghasilkan kenaikan sejumlah kristal sehingga cakupan pelelehan meningkat. Laju agitasi tinggi menghasilkan laju kristalisasi yang tinggi pula dan kristal lemak yang kecil.

e. Suhu Kristalisasi

Parameter yang paling penting dalam mempengaruhi kristalisasi lemak adalah suhu kristalisasi dimana lemak membeku di bawah titik lelehnya. Ketika suhu kristalisasi dinaikkan, maka suhu nukleasi meningkat dan waktu induksi untuk kristalisasi bertambah. Pada lemak alami dimana panjang rantai asam lemaknya berbeda, kristal lemak dapat terbentuk jika panjang rantai dan titik lelehnya berdekatan (Metin & Hartel 2005).

3. Kinetika Kristalisasi Lemak

Pengetahuan mengenai kinetika kristalisasi lemak penting untuk menentukan parameter proses (suhu kristalisasi dan laju pendinginan) yang tepat agar dihasilkan produk dengan jumlah, ukuran, dan polimorfisme kristal lemak yang diinginkan. Pemodelan kinetika kristalisasi lemak telah dilakukan, yaitu model Avrami dan model Fisher-Turnbull. Model Fisher-Turnbull melihat nukleasi berdasarkan pada perubahan energi (Metin & Hartel 2005). Menurut Himawan et al. (2006), model Avrami banyak digunakan untuk melihat kinetika kristalisasi lemak saat isotermal. Model Avrami menggambarkan laju kristalisasi dan mekanisme pembentukan inti kristal lemak (nucleation). Menurut Metin dan Hartel (2005), persamaan Avrami (Persamaan 1), banyak digunakan untuk menggambarkan proses nukleasi dan pertumbuhan kristal lemak.

1 − 𝐹 = exp[−𝑘𝑡𝑛] (1)

(28)

12

F adalah fraksi kristal yang terbentuk selama waktu kristalisasi t (menit), k adalah

laju kristalisasi konstan yang ditentukan terutama oleh suhu kristalisasi, dan n adalah eksponen Avrami.

Eksponen Avrami (n) adalah fungsi dari dimensi pertumbuhan kristal, dan menggambarkan mekanisme nukleasi dan pertumbuhan kristal secara detail (Tabel 7). Metin dan Hartel (1998) menggunakan model persamaan Avrami untuk melihat kinetika kristaliasi lemak pada cocoa butter, lemak susu, dan milk fat fraction. Eksponen Avrami (n) untuk cocoa

butter, lemak susu, dan milk fat fraction masing-masing bernilai 4,3, dan 2. Nilai eksponen

Avrami (n) bernilai 4, 3, dan 2 menunjukkan pembentukan inti secara heterogenous nucleation,

instantaneous nuclei, dan high nucleation rate.

Tabel 7. Hubungan antara mekanisme pertumbuhan kristal lemak dengan eksponen Avrami

(n)

Mekanisme pertumbuhan kristal Nilai konstanta n**

Polyhedral Plate-like Silinder 4 3 2

** n = indeks persamaan Avrami.

Sumber : Toro et al. (2002).

Nilai k secara langsung berhubungan dengan waktu setengah kristalisasi (t1/2). Laju

kristalisasi (k) sangat dipengaruhi oleh suhu kristalisasi. Menurut Martini et al.(2002), suhu kristalisasi yang tinggi menyebabkan driving force kristalisasi rendah sehingga laju kristalisasi rendah. Selain itu, laju kristalisasi mempunyai hubungan terbalik dengn waktu induksi dan waktu setengah kristalisasi. Waktu induksi merupakan waktu ketika fraksi kristal yang terbentuk bertambah secara cepat dari fraksi kristal awal (Metin & Hartel 1998). Waktu setengah kristalisasi (t1/2) menunjukkan jumlah waktu dalam menit yang dibutuhkan untuk

membentuk 50% fraksi kristal (Martini et al. 2002).

4. Polimorfisme Lemak

Pada minyak alami banyak terkandung berbagai jenis TAG dengan panjang asam lemak dan derajat ketidakjenuhan yang berbeda. Perbedaan komposisi ini menyebabkan terjadinya proses kristalisasi yang sangat kompleks. Dalam pembentukan latis (lattice) kristal, molekul TAG dapat mengalami beberapa bentuk kristal yang sangat ditentukan oleh kondisi proses, dan fenomena ini dikenal dengan polimorfisme (Metin & Hartel 2005). Sifat kristalisasi TAG yang mencakup laju kristalisasi, ukuran kristal, morfologi, dan total kristalinitas dipengaruhi oleh polimorfisme. Polimorfisme dipengaruhi oleh struktur molekul TAG, dan faktor eksternal seperti suhu, tekanan, laju kristalisasi, adanya pengotor, dan laju geser.

Menurut Metin dan Hartel (2005) terdapat tiga kategori bentuk polimorfik lemak yaitu α, β dan β. Bentuk α paling tidak stabil dengan titik leleh dan panas laten peleburan paling rendah, sedangkan bentuk β bersifat paling stabil. Setiap polimorfik memiliki short

spacings atau spasi pendek (jarak antara gugus asil paralel pada TAG), sifat dan ukuran yang

berbeda, yang dapat digunakan untuk membedakan bentuk polimorfik berdasarkan pola difraksi sinar X (Tabel 8).

(29)

13

Tabel 8 Identifikasi bentuk polimorf lemak berdasarkan analisis difraksi sinar X pada spasi

pendek (short spacings), sifat, dan ukuran. Bentuk

polimorf

Sel unit(a) Garis dan spasi pendek (Ǻ)(a)

Sifat(b) Ukuran (µm)(b) α Heksagonal Satu garis tebal dan sangat

lebar pada 4.15

Rapuh, transparan, pipih

5

β„ Ortorombik Dua garis tebal pada 4.2 dan 3.8

Jarum halus 1 β Triklinik Sebuah garis tebal pada 4.6 Besar-besar

dan

berkelompok

kadang-kadang 100 Sumber : (a)Metin dan Hartel (2005) (b) Fenema (1976) dalam Winarno (1992)

Metin dan Hartel (2005) mengemukakan bahwa bentuk polimorfik yang paling tidak stabil biasanya terbentuk lebih dahulu pada lemak cair yang lewat dingin karena energi permukaannya yang lebih rendah. Laju transformasi polimorfik pada lemak alami yang mengandung banyak TAG berjalan sangat lambat. Bentuk α terjadi saat lemak mengalami pendinginan cepat, dan segera berubah menjadi bentuk β. Bentuk β dan β dapat bertahan pada waktu yang cukup panjang (beberapa jam atau hari). Untuk beberapa lemak tidak terjadi perubahan dari bentuk β menjadi β seperti yang terjadi pada lemak sawit. Menurut Sato dan Ueno (2005), perubahan bentuk polimorfisme dari α menjadi β yang paling stabil terjadi secara irreversible. Laju perubahan polimorfisme yang terbentuk sangat bergantung pada waktu dan suhu. Laju perubahan polimorfisme kristal lemak dapat dilihat pada

Gambar 2.

Gambar 2 Laju perubahan polimorfik kristal lemak (Marangoni & McGauley 2003)

Setiap lemak atau minyak mempunyai bentuk polimorf kristal lemak yang berbeda-beda. Menurut Marangoni dan McGauley (2003), cocoa butter mempunyai enam bentuk kristal lemak yaitu γ, α, β‟2, β‟1, β2, dan β1 dengan titik leleh dan kestabilan yang meningkat. Menurut Sato dan

Ueno (2005), bentuk polimorfik kristal lemak yang pada minyak sawit ada tiga, yaitu α, β‟, dan β dengan kestabilan yang meningkat. Bentuk α dan β‟ terbentuk pada laju pendinginan cepat, sedangkan bentuk β terbentuk pada laju pendinginan lambat. Menurut O‟Brien (2009), bentuk polimorfik yang dominan pada minyak sawit adalah β‟.

(30)

14

D. KRISTALISASI MINYAK SAWIT

Menurut Smith (2001), komposisi minyak sawit yang terdiri dari beraneka ragam TAG membuat minyak sawit tidak mengkristal pada suhu tertentu. Parameter untuk melihat terjadinya kristalisasi lemak pada minyak sawit salah satunya adalah solid fat content (SFC). SFC merupakan jumlah kandungan lemak padat pada suatu lipid. Nilai SFC mempunyai hubungan terbalik dengan suhu yang berarti semakin tinggi suhu akan menghasilkan SFC yang semakin kecil. Kurva hubungan suhu dengan SFC RBDPO ditunjukkan oleh Gambar 3.

Gambar 3 Kurva hubungan suhu dengan SFC pada sampel RBDPO (Smith 2001)

Tarabukina et al. (2009) telah melakukan pengujian profil kristalisasi lemak RBDPO dengan menggunakan instrumen Differential Scanning Calorimetry (DSC) pada beberapa laju pendinginan (10, 5, dan 0.5 oC/menit). Laju pendinginan ternyata berpengaruh nyata terhadap entalpi kristalisasi dan waktu terjadinya kristalisasi tahap pertama. Melalui Gambar 4 dapat diketahui bahwa pada laju pendinginan yang lambat akan terjadi peningkatan suhu peak kristalisasi.

Gambar 4 Termogram DSC pada pendinginan CPO dari 70 oC hingga -30 oC pada beberapa

laju pendinginan (-10, -5, dan -0.5 oC/menit). Berat masing-masing sampel 11.1, 9, dan 11.4 mg (Tarabukina et al. 2009).

Pengaruh laju pendinginan terhadap sifat kristalisasi CPO telah dikaji oleh Chong et al. (2007) dengan instrumen coupling time-resolved synchrotron X-ray diffraction dan DSC

(31)

15 sensitivitas tinggi. Pengujian dilakukan pada laju pendinginan 0.1 dan 0.4 °C/menit, dari titik lelehnya hingga suhu -20 °C, untuk mengetahui bentuk penataan TAG sebagai fungsi dari suhu dan perlakuan panas. Pada laju pendinginan lambat, TAG CPO mengkristal secara bertahap dalam 2 struktur lamellar dengan panjang ikatan rangkap dua 41.9 Å dan panjang ikatan rangkap tiga 62.8 Å yang menumpuk, yang menunjukkan tipe kristal β‟. Hasil tersebut berkorelasi dengan dua puncak eksotermik pada suhu 26 and 8 °C. Pada CPO terjadi transisi tak dapat balik kristal β‟  β yang ditentukan oleh waktu. Proses ini terjadi pada suhu yang rendah, namun hanya terjadi pada populasi TAG yang sangat sedikit. Pemanasan bertahap pada laju pemanasan 1 °C/min menunjukkan tidak adanya penataan ulang struktur kristalin saat belum mencapai suhu pelelehan akhir. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar sistem berada pada kondisi ekuilibrium.

Chong et al. (2007) juga mengemukakan bahwa kristalisasi CPO pada 0.4 oC/menit menunjukkan pembentukan struktur-struktur tambahan. Terdapat temuan yang tidak diduga yaitu adanya dua garis yang terkait dengan struktur 2L (bilayered) dan titik isobestic pada 4.42 Å. Dengan analisis yang sangat hati-hati, kedua garis tersebut dapat dipisahkan, dan keberadaan keduanya terkait dengan fenomena epitaxy/eutectic, yang ditunjukkan dengan munculnya susunan 3L (trilayered) pada waktu yang sama dengan saat rusaknya susunan 2L dan saat terjadinya titik

isobestic. Munculnya bentuk kristal β dan β‟ secara bersamaan pada suhu yang tinggi

menunjukkan bahwa seluruh sistem tersebut tidak berada dalam domain tiga fase, tetapi lebih menyerupai tiga fase (kristal β + β‟ + cairan) dimana tidak seluruh molekul TAG dapat tepat tersusun ke dalam struktur tunggal β‟. Hal ini sepertinya terkait dengan terjadinya pemisahan fase granular seperti yang terjadi pada margarin.

Vuillequez et al. (2010) telah mempelajari pengaruh laju perubahan suhu (q = -0.5 °C/menit hingga -50 °C/menit) terhadap pembentukan fase RBDPO pada suhu rendah, dengan menggunakan analisis kalorimetri dan optik. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa laju pendinginan merubah polimorfisme TAG. Diperoleh dua fraksi yaitu fraksi cair dan fraksi padat yang mengandung fraksi cair TAG. Laju sentrifugasi dalam pemisahan fraksi olein dan stearin tidak berpengaruh pada jumlah fraksi yang diperoleh. Fraksi padat RBDPO lebih sensitif terhadap pengaruh laju pendinginan. Dengan mengubah laju pendinginan q, diketahui bahwa q = -3

o

C/menit menjadi batas antara laju pendinginan lambat dan laju pendinginan cepat. Pada laju pendinginan lambat, TAG memiliki waktu yang cukup untuk berinteraksi. Sebaliknya pada laju pendinginan cepat, TAG tidak memiliki waktu yang cukup untuk mengatur diri dalam konformasi yang lebih stabil. Hasil mikrograf menunjukkan bahwa kristal yang dihasilkan berupa spherulites, dengan ukuran kristal berbeda pada laju pendingian yang berbeda.

Graef et al. (2008) telah mengembangkan metode reologi baru untuk memantau terjadinya kristalisasi RBDPO pada gaya geser tertentu. Metode tersebut dapat dibagi menjadi 2 tahap yaitu tahap 1 berupa pemberian gaya geser pada waktu tertentu dan kristalisasi dimonitor dengan mengukur viskositas terukur sebagai fungsi waktu isotermal. Pada tahap 2, gaya geser dihentikan dan osilasi diterapkan selama 30 detik dan dicatat sudut modulus dan fasenya. Sudut modulus dan fase tersebut dicatat sebagai karakteristik sampel yang dikristalisasi pada gaya geser dan waktu tertentu. Prosedur ini dilakukan pada beberapa waktu pemberian gaya geser di tahap pertama, dan sudut modulus kompleks dan fase diplotkan sebagai fungsi waktu isotermal pada beberapa gaya geser yang berbeda. Hasil tersebut kemudian dibandingkan dengan data kristalisasi yang diperoleh dari time resolved X-ray diffraction and polarized light microscopy.

Selain itu Graef et al. (2009) juga telah mempelajari pengaruh gaya geser terhadap sifat polimorfik dan pengembangan mikrostruktur selama proses kristalisasi RBDPO (Gambar 5). Gaya geser pada laju geser yang rendah dan waktu yang singkat dapat memicu terjadinya

(32)

16 kristalisasi primer. Selain itu, adanya perlakuan gaya geser yang mengawali tahap kristalisasi statis juga sangat berpengaruh pada pengembangan mikrostruktur kristal RBDPO.

Gambar 5 Viskositas terukur RBDPO pada kristalisasi selama 30 menit pada beberapa laju geser dan suhu kristalisasi 25 oC (Graef et al. 2008).

Pengaruh gaya geser terhadap kristal lemak yang terbentuk pada sampel RBDPO juga diamati oleh Graef et al. (2009) secara mikroskopi dengan mikroskop polarisasi cahaya (polarized

light microscope/PLM) (Gambar 6). Pada laju geser yang semakin meningkat (1, 10 dan 100 s-1) yang diterapkan selama 30 menit, dan dilanjutkan proses kristalsasinya selama 30 menit berikutnya, akan dihasilkan ukuran kristal yang lebih besar. Agregat kristal pada laju geser yang lebih besar juga dihubungkan dengan kristal-kristal baru yang berperan dalam membentuk struktur jaringan lemak padat.

Gambar 6 Bentuk kristal lemak RBDPO yang dipotret menggunakan mikroskop polarisasi cahaya yang dikristalisasi pada suhu 25 oC selama 60 menit pada beberapa laju geser (g) 1 s-1, (h) 10 s-1, dan (i) 110 s-1 (Graef et al. 2009)

Gambar

Gambar 2 Laju perubahan polimorfik kristal lemak (Marangoni &amp; McGauley 2003)  Setiap lemak atau minyak mempunyai bentuk polimorf kristal lemak yang berbeda-beda
Gambar 4 Termogram DSC pada pendinginan CPO dari 70  o C hingga  -30  o C  pada beberapa  laju pendinginan (-10, -5, dan -0.5  o C/menit)
Gambar  5  Viskositas terukur RBDPO pada kristalisasi selama 30 menit pada beberapa laju  geser dan suhu kristalisasi 25  o C (Graef et  al
Gambar  7  Nuclear  Magnetic  Resonance  (NMR)  yang  digunakan  untuk  mengukur  kandungan lemak padat (SFC) CPO
+7

Referensi

Dokumen terkait

Dari beberapa pengertian mengenai pembelajaran di atas, dapat disimpukan bahwa pembelajaran adalah suatu proses interaksi antara guru, siswa, sumber belajar, model

Dari data di atas dapat disimpulkan bahwa dengan penerapan strategi pembelajaran Physical Self-assessment dapat meningkatkan motivasi pada mata pelajaran IPA siswa kelas IV SD

Dalam karya “Api Pedidi” juga menggunakan obor, tetapi tidak dalam jumlah banyak dan tidak dibawa satu persatu oleh penari, melainkan tiga obor dirangkai dalam satu instalasi

Perseroan akan menginformasikan selambat-lambantya 2 (dua) hari kerja setelah tanggal penerbitan Notes sesuai dengan ketentuan Peraturan OJK No. 31/POJK.04/2015 tentang

Jenis penelitian yang dilakukan dalam tulisan ini tergolong normatif yaitu penelitian hukum yang berfokus pada norma hukum positif dan bersifat deskriptif analitis

Jika potongan pertama panjangannya 6m dan potongan berikutnya adalah kali dari panjang potongan sebelumnya, panjang potongan kawat yang ketujuh adalah….A. Jumlah penduduk

LPKR : Trend netral, didukung penutupan diatas 696 (pivot point), candle white marubozu, volume meningkat, buying power dominan, stochastic golden cross dapat membuka peluang

Koordinasi Forum-forum Diskusi Meningkatnya kinerja pendidikan Terwujudnya komunikasi 25 Meningkatnya kemitraan antar Kesbang &amp; 28 Koordinasi Forum-forum