• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Sistem Pengadaan benih. Benih adalah produk hari ini dan janji hari esok (Sadjad, 1993). Komposisi

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Sistem Pengadaan benih. Benih adalah produk hari ini dan janji hari esok (Sadjad, 1993). Komposisi"

Copied!
34
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN

PUSTAKA

Sistem Pengadaan benih

Sistem Pengadaan Benih Secara LokaVTradisionaUNonformal

Benih adalah produk hari ini dan janji hari esok (Sadjad, 1993). Komposisi genetik benih akan sangat menentukan nilai ekonomi dari tanaman tersebut. Menurut Louwaars and Marrewijk (1997), terdapat beberapa keunggulan genetik yang sangat penting bagi petani adalah :

a). nilai produksi, diantaranya potensi dan stabilitas hasil. Stabilitas hasil menyangkut toleransi tanaman terhadap cekaman biotik maupun abiotik yang umumnya terdapat pada daerah marjinal seperti kekeringan, banjir, angin, hama penyakit, dan gulma. b).nilai komsumsi, diantaranya bentuk, rasa, wama dan kesesuaiannya dengan berbagai cara pengolahan .

c).nilai ekonomi seperti umur panen, ketahanan terhadap penyimpanan dan panjang- nya periode panen.

Dalam pemilihan benih yang akan digunakan, petani berusaha menye- imbangkan nilai-nilai tersebut di atas. Benih yang dapat menghindarkan dari berbagai resiko merupakan pertimbangan utama dari sebagian besar petani.

Pengadaan benih secara nonformal dapat bersumber dari lahan petani sendiri maupun lahan milik petani lainnya. Menurut Louwaars (1996), petani menggunakan benih yang berasal dari lahan milik petani lainnya berdasarkan beberapa per- timbangan yaitu: jika pertanaman petani lainnya menunjukkan penampakan genetik yang menjanjikan atau dihasilkan benih dengan kualitas yang baik, jika petani secara

(2)

teknis tidak mampu untuk menghasilkan benih karena kegagalan pertanaman atau karena keterbatasan penyimpanan. Sumber benih yang berasal dari luar lahan petani dapat berasal dari teman, tetangga ataupun berasal dari petani lokal yang telah dikenal oleh masyarakat setempat sebagai penyalur benih yang bermutu baik (Wardell, 1993).

Secara nonformal juga dapat tercipta pasar benih lokal yang mempunyai ke- lemahan karena pada umumnya sumber benih tidak diketahui dan kualitasnya sangat bervariasi yang disebabkan terutama oleh kondisi penyimpanan dan kemasan yang tidak memenuhi syarat.

Pengadaan benih secara nonfonnal pada jenis tanaman yang produk untuk benih sama dengan produk untuk konsumsi biasanya dilakukan dengan menyimpan sebagian dari hasil panen atau harm mengambil dari sumber Lain jika petani lebih memilih produk mereka untuk konsumsi.

Menurut Louwaars (1997), terdapat beberapa cara petani dalam menyeleksi benih yaitu: a). mengusahakan produksi benih secara terpisah dengan pertanaman untuk konsumsi dan dilakukan roguing selama musim tanam; b). melakukan seleksi pada pertanaman produksi dan dilakukan seleksi sepanjang musim tanam; c). seleksi dilakukan pada pertanaman produksi pada saat menjelang panen ; d). seleksi dilaku- kan setelah panen, sehingga seleksi terbatas hanya pada karakteristik benih dan e). pengambilan secara acak dari hasil panen. Seleksi yang dilakukan dengan cara a, b, c dan d secara normal kemungkinan tidak akan mempengaruhi potensial hasil tetapi dapat secara nyata berpengaruh terhadap stabilitas hasil karena tingkat heterogenitas y ang tinggi.

(3)

Penyimpanan benih merupakan masalah serius pada sistem pengadaan benih nonformal. Pada umumnya petani menyimpan benih di dapur dengan harapan asap dari dapur dapat mencegah gangguan hama dan kemungkinan dapat mengatur kelembaban udara di sekitarnya.

Sistem Pengadaan Benih Formal

Sistem pengadaan benih secara formal adalah sistem yang memproduksi benih bersertifikat dan memenuhi standar mutu benih yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pemulia tanaman yang menghasilkan varietas, merupakan mata rantai yang sangat penting &lam sistem pengadaan benih secara formal. Kegiatan pemulia- an terdiri atas tiga kegiatan utama yaitu pemuliaan tanaman, pelepasan varietas dan menjaga identitas dan kemumian varietas (Anonim, 1996). Varietas yang seragam merupakan hasil dan tujuan dari pemuliaan tanaman yang modem.

Penanganan benih merupakan suatu rangkaiaan kegiatan yang dimulai dari pemulia tanaman yang menghasilkan varietas dan akhirnya sampai kepada petani sebagai konsumen benih varietas tersebut. Pemuliaan tanaman yang baik tidak akan mencapai hasil yang maksimum tanpa tersedianya fasilitas penanganan benih yang memadai mulai dari prosesing benih sampai pada kontrol kualitas .Varietas unggul yang dihasilkan oleh pemulia tanaman akan sia-sia tanpa kerjasama yang baik dengan teknolog benih agar dihasilkan benih yang bersifat komersial dan sesuai dengan standar mutu yang diharapkan

.

Sektor pengadaan benih secara formal sangat dipengaruhi oleh berbagai macam kebijakan mulai di lapang, pemasaran sampai pada legislasi. Sejak awal Pelita I pemerintah telah menerapkan Sistem Pengadaan Benih terhadap komoditas

(4)

padi yang dilakukan untuk program swasembada beras. Program ini didukung oleh berbagai program bantuan seperti subsidi, kredit, sampai bantuan murni kepada petani.

Keberhasilan sistem perbenihan tersebut ditunjukkan dengan hasil yang nyata yaitu bergesernya pemakai benih padi jenis lokal hasil produksi sendiri (saved seed) ke produksi benih komersial varietas unggul nasional, dan me

-

ningkatnya produsen benih padi swasta khususnya di Pulau Jawa dan Bali yang telah menyumbang hampir 20 sampai 30 persen produksi benih nasional. Namun demikian, walaupun tejadi peningkatan pemakaian benih unggul bermutu tetapi sebagian besar petani masih menggunakan benih hasil produksi sendiri. Menurut data dari BPSB, penggunaan benih padi bersertifikat sampai pada tahun 1996 hanya mencapai 24% atau sekitar 50 863 ton (Rachrnadi ,1998).

Sistem Pengadaan Benih Gabungao

Sistem pengadaan benih gabungan adalah sistem pengadaan benih yang mengkombinasikan sistem pengadaan benih formal dan nonformal (Louwaars and Marrewijk, 1997).

Sistem pengadaan benih secara formal yang didukung oleh berbagai proyek pengembangan d m kebijakan pemerintah, hanya dapat mensuplai sebagian kecil dari kebutuhan benih petani dan hanya untuk jenis tanaman yang sangat terbatas. Dilain pihak, pengadaan benih secara nonformal yang berperan penting dalam domestikasi tanaman dan pengembangan areal pertanaman mempunyai kemarnpuan yang sangat terbatas bila tejadi perubahan yang cepat pada agro-ekologi ataupun kondisi sosial- ekonomi.

(5)

Menurut Louwaars (1996), Sistem Pengadaan benih secara formal terutama pada daerah sedang berkembang, tidak dapat menjangkau kebutuhan benih secara menyeluruh dan hanya dapat memenuhi kebutuhan benih petani kelompok tertentu. Keterbatasan ini terutama disebabkan oleh keterbatasan ekonomi. Sementara itu pengadaan benih secara nonformal yang potensial mensuplai benih dalam jumlah besar tetapi umumnya mengabaikan aspek kualitas. Penggabungan kedua sistem pengadaan benih tersebut dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing me- rupakan suatu pilihan yang penting.

Integrasi dari kedua sistem tersebut dapat berarti bahwa kelebihan dan ke- kurangan dapat saling menutupi. Sebagai contoh, bila kualitas fisiologis menjadi masalah pada sistem pengadaan benih nonformal maka dapat dilakukan usaha pe- ningkatan pengetahuan mengenai persyaratan panen dan metode penyimpanan yang sederhana. Selanjutnya bila kebersihan benih yang menjadi masalah maka dapat diterapkan penggunaan alat pembersih yang berskala kecil. Apabila mutu genetik yang menjadi mamlah

maka

dapat dilakukan introduksi varietas baru pada percobaan di daerah setempat. Apabila hasil produksi benih yang menjadi masalah maka produksi benih dapat ditingkatkan dengan melibatkan kelompok petani. Bantuan

dana secara langsung diberikan dan menerapkan standar sertifikasi yang lebih fleksibel untuk jangka waktu tertentu.

Pada Sistem pengadaan benih gabungan ini digunakan ahli pemulia tanarnan

dari sistem pengadaan benih formal dan digabungkan dengan teknik produksi benih dan teknik penyebaran benih nonformal. Pada tipe ini, t q a d i transfer teknologi dari

(6)

Lembaga Penelitian dan bertujuan untuk pengembangan penelitian dan introduksi varietas baru kedalam sistem pengadaan benih nonformal.

Kebijakan Perbenihan

Legislasi pengembangan perbenihan tidak terlepas dari UU No. 12 tahun 1992 tentang Sistem Budidaya Tanaman dan PP No. 44 tahun 1995 tentang Perbenihan Tanaman. Menurut Sadjad (1997), W merupakan tonggak arahan yang oleh semua industri benih hams dituju. UU tersebut bersifat mendorong dan me- lindungi. Perlindungan ini diwujudkan bagi para konsumen benih berupa persyaratan mum benih yang hams dipenuhi oleh industri benih, bahkan pelanggaran karma kelalaian apalagi kesengajaan dalam mengedarkan benih yang mutunya tidak sesuai dengan label &pat dipidana dengan ancaman hukuman penjara dan atau denda yang sangat berat. Dengan UU tersebut benih sebarusnya merupakan komoditas yang bernilai tinggi mengingat sanksi hukum atas pelanggarannya yang sangat berat. W tersebut juga memberi perlindungan pada produsen benih yang benar.

Dalam W No. 12 tahun 1992 terdapat pasal

-

pasal yang bersifat melindungi misalnya pasal 8 yang berbunyi: " Perolehan benih bermutu untuk pengembangan budidaya tanaman dilakukan melalui kegiatan penemuan varietas unggul dan latau introduksi dari luar negeri".

Menurut Sadjad (1997), dengan adanya pasal 8 tersebut maka yang dikatakan sebagai produsen benih bermutu adalah produsen yang menghasilkan benih melalui penemuan varietas unggul atau introduksi dari luar negeri dan konsumen benih hanya

(7)

akan mendapatkan benih yang berrnutu. Pasal ini merupakan perlindungan terhadap produsen dan konsumen benih.

Pada pasal9 ayat 1 ada patokan untuk penemuan varietas unggul yang harus dilakukan melalui kegiatan pemuliaan tanaman. Pasal ini berbunyi:" Penemuan varietas unggul dilakukan melalui pemuliaan tanaman". Perundangan ini secara spesifik lebih membatasi pengertian benih bermutu yang lebih menekankan pada batasan mutu genetik. Untuk itu pemerintah harus terns menerus mendorong agar industri benih meningkatkan teknologinya sebingga produksinya dapat digolongkan benih bermutu.

Perkembangan awal penbangunan Kelembagaan Perbenihan pada Periode Orde Baru dimulai tahun 1971. Pada tahun tersebut pemerintah membuat berbagai keputusan yang berkaitan langsung dengan pembangunan bidang perbenihan seperti: 1). Pendirian Balai Penelitian Tanaman Pangan Sukamandi untuk bidang penelitian dan pengembangan, khususnya yang berkaitan dengan penyediaan benih sumber, 2). PendirianPerum Sang Hyang Seri untuk perbanyakan benih agar tersedia bagi petani 3). Pembentukan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih (BPSB) untuk mengawasi produksi dan pemasaran benih. Selain itu, berdasarkan Keputusan Presiden No. 27 tahun 1971, dibentuk Badan Benih Nasional (BBN), dan lima bulan kemudian yaitu pada bulan Oktober 1971 dikeluarkan Kepres No. 72 tahun 1971 tentang Pembinaan, Pengawasan Pemasaran dan Sertifikasi Benih. Jadi sejak awal sistem pengadaan benih di Indonesia oleh pemerintah telah diarahkan menggunakan sistem pengadaan benih formal, khususnya untuk padi (Anonim, 1996).

(8)

Sistem pengadaan benih nasional didukung oleh kelembagaan perbenihan, mulai dari penciptaan varietas, seleksi varietas sampai dengan perbanyakan dan penyaluran benih.

Kelembagaan

I). Lembaga Penelitian

Beberapa Lembaga Penekitian bernaung di Departemen Pertanian, Perguman Tinggi, LIPI, BATAN, BPTP dan lain-lain. Lembaga Penelitian tersebut b d n g s i melakukan pemuliaan tanaman, penelitian terhadap tanaman, budidaya tanaman, herbisida, pestisida dan penyakit. Selain itu lembaga tersebut secara periodik melaku- kan pelatihan dan kursus mengenai produksi benih.

2). BBN:

BBN dibentuk pada tahun 1971 dengan Kepres No. 27 tahun 1971. BBN b h n g s i membantu Menteri Pertanian dalam merencanakan dan merumuskan kebijakan di bidang perbenihan.

Tugas badan ini adalah:

a). Merencanakan dan merumuskan peraturm-peraturan mengenai pembinaan produksi dan pemasaran benih

b). Mengajukan pertimbangan-pertimbangan kepada Menteri Pertanian tentang pengaturan benih yang meliputi: i). Persetujuan untuk menetapkan atau menghapus sesuatu jenis, varietas, kualitas benih; ii). Pengawasan mengenai produksi dan pemasaran benih.

Dalam melaksanakan tugasnya BBN mempunyai Tim Penilai dan Pelepasan Varietas serta Tim Pembina, Pengawasan dan Sertitikasi.

(9)

Tugas dari Tim Penilai dan Pelepasan Varietas adalah:

a). Merumuskan prosedur untuk penentuan penilaian, persetujuan pemasukan, pelepasan dan penarikan kembali varietas-varietas tanaman dalam program pertanian. b). Memberi nasihat teknis kepada BBN dalam bidang yang berhubungan dengan persetujuan tentang pelepasan varietas atau penarikan kembali varietas yang telah di tentukan.

c). Menyusun dafiar varietas-varietas yang telah diresmikan penyebarannya. Tugas dari Tim Pembina Pengawasan dan Sertifikasi adalah:

a). Merumuskan kebijakan umum tentang pengawasan pemasaran, sertifikasi dan pelaksanaannya.

b). Merumuskan peraturan dan prosedur terperinci untuk melaksanakan pembinaan, pengawasan dan sertifikasi benih apabila diminta oleh Menteri Pertanian

c). Merumuskan kebijakan perbe~han lainnya yang berhubungan dengan per- kembangan berbagai unsur program b e ~ h dan aktivitas yang berhubungan.

Dalam undang-undang yang baru (UU No. 12/1992 rnaupun PP No. 44/1995), BBN tidak tercantum lagi. Sampai saat ini BBN masih ada tetapi tidak berperan secara utuh sesuai dengan tugas semestinya (Anonim, 1996).

3)- Penangkar, Pehgang dun Disttibutor Benih

Keterlibatan Pemerintah dalam sistem produksi benih adalah mendukung petani dengan tidak sepenuhnya menyerahkan produksi benih pada produsen benih swasta. Dengan demikian, produksi B e ~ h PenjeNs dan Benih Dasar merupakan tanggung jawab pemerintah.

(10)

Lembaga Perbenihan yang ada di daerah diklasifikasi dalam 3 level yang berbeda yaitu Balai Benih Induk (BBI), Bdai Benih Utama (BBU) dan Balai Benih Pembantu (BBP).

a). BBI dibentuk berdasarkan SK Dirjen Tanaman Pangan No. SK.I.AS.82.6 yang tugas utamanya adalah : i). Memperbanyak Benih Dasar dan Benih Pokok dan, ii). Memberikan informasi, latihan dan melakukan pertemuan dengan penyuluh per- tanian, penangkar benih dan para petugas serta ahli benih.

b). BBU dan BBP tugasnya memproduksi Benih Pokok dan Benih Sebar. Benih Pokok yang dihasilkan akan disebarkan kepada penangkar benih untuk diperbanyak menjadi Benih Sebar. Pada kondisi tertentu BBU hanya memproduksi Benih Sebar. c). Perusahaan Umum (Perum) Nasional Sang Hyang Sen

Dalam rangka menunjang program peningkatan produksi pangan, khususnya melalui penyediaan dan penggunaan benih varietas unggul bermutu tinggi, maka Pemerintah melalui PP No. 22 Tahun 1971 mendirikan Perum Sang Hyang Seri, yang kemudian disempumakan dengan PP No. 44 Tahun 1985. Untuk meningkatkan efisiensi dan produktivitas usaha perbenihan pertanian, Perum Sang Hyang Seri diubah statusnya menjadi perusahaan Perseroan Terbatas (PT) berdasarkan PP No. 18 Tahun 1995.

Kegiatan produksi benih Sang Hyang Seri dilakukan dalam tiga Pola Cara

Pengelolaan yaitu : 1). Produksi Swakelola yaitu produksi benih dilakukan sepenuhnya oleh PT. Sang Hyang Sen (Persero) dari mulai pengolahan tanah sampai dengan panen pada lahan milik sendiri di bawah pengawasan BPSB. Cara ini hanya dilakukan oieh PT. Sang Hyang Seri (Persero) cabang khusus Jawa Barat di

(11)

Sukamandi; 2). Produksi kerjasama, terdapat dua jenis kerjasama yaitu, a). Produksi benih yang dilakukan kerjasama petani penangkar benih dilahan milik PT. Sang Hyang

Seri

Cabang khusus Jawa Barat, b). Produksi benih dilakukan melalui kerja- sama dengan petani penangkar benih disekitar unit pengolahan benih. Produksi benih dilakukan di lahan milik petani dengan pembinaan dan pengawasan yang dilakukan oleh PT. Sang Hyang Seri; 3). Penguasaan, yaitu hasil penangkaran benih yang dilaksanakan oleh petani/kelompok tani yang telah dinyatakan lulus pemeriksaan lapangan oleh BPSB. Hal ini hanya dilakukan dalam keadaan darurat menghadapi kelangkaan benih (Rachmadi, 1998).

PT. Sang Hyang Seri berperan dalam memproduksi Benih Sebar, dan telah mendasarkan kegiatannya pada prinsip ekonomi dengan memperhatikan unsur unsur produksi, prosesing, penyimpanan, pengemasan, distribusi dan pemasaran benih. 4). BPSB

Lembaga ini dibentuk dengan SK menteri Pertanian No. 529 tahun 1972 yang bertugas:

a). Melakukan evaluasi kultivar

Evaluasi dilakukan dengan uji multilokasi untuk mempelajari adaptasi clan penampalcan kultivar berdasarkan deskripsi dari Lembaga Penelitian. Data dan

informasi tersebut dibutuhkan sebelum kultivar tersebur direkomendasikan ke BBN. b). Melakukan pemeriksaan lapangan, sertifikasi benih dan pelabelan

c). Melakukan pengujian benih

(12)

Mutu Benih Pengertian

Dalam Bab I V GBHN 1993 - 1998 kebijaksanaan pembangunan lima tahun keenam bagi ekonomi di bidang pertanian diarahkan untuk : 1) meningkatkan pendapatan dan taraf hidup petani dan nelayan, 2) memperluas lapangan keja dan kesempatan usaha, dan 3) mengisi dan memperluas pasar, baik pasar dalam negeri maupun luar negeri. Untuk mencapai sasaran itu akan ditempuh melalui pertanian yang majy efisien dan tangguh sehingga makin mampu: a) meningkatkan dan menganekaragamkan hasil, b) meningkatkan mutu dan derajat pengolahan produksi, dan menunjang pembangunan wilayah.

Menurut Sadjad (1997), kdau subsektor perbenihan dihadapkan menjadi sarana bagi kepentingan pertanian sebagaimana yang ingin dicapai dalam GBHN, perbenihan harus mampu menyediakan benih bermutu baik yang dapat menjadikan bentuk pertanian yang maju , efisien dan tangguh. Dari benih komersial yang ber- mutu tinggi itu dapat diwujudkan pertanian yang tangguh, karena sistem pengadaan benih terjamin, tidak saja dalam mutu melainkan juga dalam pelayanan, kontinuitas, ketepatan waktu, dan kejelasan harga.

Ketersediaan benih yang bermutu baku, pelaksanaan teknologi yang tepat,

dan kebijaksanaan pemerintah mulai dari penyediaan benih sampai ke pemasaran produksi merupakan penentu keberhasilan penmglcatan produksi. Mutu benih yang digunakan merupakan faktor penting yang akan menentukan pertanaman akan meng-

(13)

Terdapat empat ciri mutu benih yaitu :

a). Mutu genetik; mempakan p e m j u d a n dari potensial genetik embrio dan variasi genetik dalam lot benih. Mutu genetik diiemukakan dalam tingkat kemurnian benih. Perwujudan potensid genetik dipengaruhi oleh teknik budidaya dan lingkungan tempat benih ditanam. Faktor pembatas hasil seperti penampakan tanaman, tingkat resistensi harna penyakit, indeks panen, wama dan ram, umumnya ditentukan oleh faktor genetik (Louwaars and Marrewijk, 1997).

Menurut Sadjad (1993), benih yang bermutu genetik tinggi tidak boleh menampakkan suatu pertanaman di lapang yang acak-acakan baik keragaman sifat genetik maupun mutu fisiologinya. Benih dengan mum genetik yang tinggi tidak hanya ditinjau dari keseragaman genetik, tetapi juga dalam keseragaman perwujudan fenotipiknya. Karena benih bersifat komersial maka perwujudan lahiriah baik per- tumbuhan di lapang maupun perwujudan sekiIas benih secara fisik sebelum ditanam sangat penting.

b). Mutu fisiotogi; menunjukkan tingkat viabilitas potensial dan vigor benih. Mutu fisiologi diwujudkan pada kemampuan benih untuk berkecambah dalam jangka waktu tertentu dan kemampuan untuk hidup normal dan h a t , cepat clan merata pada kisaran keadaan d a m yang cukup luas. Benih bermutu fisiologis yang tinggi juga mampu untuk disimpan yang berarti bila benih tersebut melalui periode simpan dengan keadaan simpan yang suboptimun, benih tetap menghasilkan pertumbuhan tanaman yang berproduksi nonnal apabila ditanam sesudah disimpan (Sadjad, 1993).

c). Mutu fisik; ditunjukkan oleh tingkat kebersihan benih. Benih dengan mutu fisik yang tinggi hams bebas dari campuran kotoran, benih mati, dan benih abnormal fisik.

(14)

Selain itu juga hams menunjukkan perwujudan yang seragam dalam bentuk, ukuran, warna, berat per jumlah atau volume.

Sadjad (1993) mengatakan bahwa perwujudan fisik harus mampu menarik pembeli benih. Perlakuan benih (seed ireafment) untuk mencegah serangan hama hams dibuat menarik bagi petani pemakai benih. Benih juga hams memiliki aroma yang menyenangkan. Akhir dari perwujudan mutu fisik benih adalah kemasan benih yang baik dan menarik bagi pembeli.

d). Kesehatan benih; diwujudkan oleh ada tidaknya penyakit di dalam atau pada benih. Beberapa penyakit biasanya tidak berpengmh terhadap viabilitas dan vigor benih tetapi kerusakan akan nampak pada tahap pertumbuhan tanaman selanjutnya (Louwaars and Marrewijk, 1997).

Pengawasan Mutu Benih

Tujuan utama dari pengawasan mutu benih adalah mencegah beredarnya benih yang berkualitas rendah di pasaran. Sistem pengawasan benih menyangkut kegiatan yaitu: a). Sertifikasi yang meliputi kegiatan pemeriksaan di lapang, di tempat prosesing, di tempat penyimpanan sampai ke paw; dan pelabelan; b). Pengujian benih yang mulai dari kegiatan pengambilan contoh, pengujian viabilitas dan vigor benih, sampai kepada pengujian kadar air dan kesehatan benih.

Pengujian Benih

Analisis benih menipakan ujung tombak komersialisasi benih. Tumpulnya analisis benih, berakibat tumpul pula upaya komersialisai benih. Benih sebagai produk teknologi yang berkadar komersial tinggi harus dapat ditunjukkan oleh ke- tajarnan analisisnya (Sadjad, 1997).

(15)

Analisis benih mempunyai peran yang penting dalam komersialisasi benih. Dalam upaya komersialisasi b e ~ h , analisis b e ~ h dituntut untuk dapat memberikan informasi yang akurat tentang m u 9 benih kepada pihak konsumen.

Komponen perbenihan yang selalu berhadapan ialah kornponen produsen, pedagang dan konsumen, ketiganya mempunyai kepentingan yang tidak selalu sama. Produsen berusaha memproduksi benih untuk memperoleh keuntungan, pedagang memperoleh imbalan jasa sebagai perantara antara produsen dan konsumen, dan konsumen mengharapkan memperoleh nilai tambah dari benih bermutu yang diguna- kan. Menurut Sadjad (1993), hubungan ini akan berjalan lancar apabila informasi rnutu dapat disampaikan kepada konsumen secara baik d m benar. Mormasi ini merupakan peran dari analis benih.

Pengujian benih dilakukan untuk memperoleh informasi mengenai rnutu fisik, fisiologi, genetik dan kesehatan benih. Analisis benih dapat secara benar dan objektif memberikan informasi rnutu bila memiliki metodologi analisis yang baik. International Seed Testing Assosiation (ISTA) dan Association of Official Seed Analysts (AOSA) mengembangkan berbagai macam pengujian benih untuk pengujian benih secara rutin.

Metode pengujian benih yang umum digunakan saat ini adalah pengujian benih yang mengarah kepada penilaian viabilitas relatif yang perangkatnya serba baku. Pembakuan dalam viabilitas relatif diusahakan agar selalu dapat menjadi mjukan sehingga dalam hngsi komparatihya didapatkan pembanding rujukan yang sahih.

(16)

Pada dasamya konsumen pengguna benih saat ini menghendaki informasi yang akurat tentang tingkat viabilitas benih kalau menghadapi berbagai kondisi lapang yang spesifik maupun dalam penyimpanannya. Oleh karena itu, Sadjad mengembangkan analisis benih dengan pemikiran yang lebih bersifat simulatif untuk melengkapi metode pengujian yang baku yang dihimpun dalam bidang keilmuan yaitu Kuantifikasi Metabolisme Benih.

Kuantifikasi Metabolisme Benih mengarah kepada penilaian viabilitas secara absolut yang perangkatnya berbeda dari penilaian viabilitas relatif. Dalam viabilitas absolut, pendekatannya bersifat simulatif dan diusahakan suatu perangkat keras yang mampu menjabarkan faktor-faktor penyebab tejadinya variasi berbagai kondisi lapang maupun kondisi simpan yang spesifik.

Analisis Vigor Benih Yang Dapat Dikembangkan

Vigor benih dalam hitungan viabilitas absolut merupakan indikasi viabilitas benih yang menunjukkan benih kuat tumbuh di lapang dalam kondisi yang suboptimum, dan tahan untuk disimpan dalam kondisi yang tidak ideal. Vigor dikaitkan pada analisis suatu lot benih (Sadjad, 1993). Kriteria Vigor Kekuatan Tumbuh (VKT) bagi setiap spesies berbeda untuk dapat diiakan kuat atau h a n g h a t . Hal ini harus didasarkan pada penelitian yang sahih.

Lot benih yang berasal dari hasil pemanenan satu varietas yang dibudi- dayakan dengan cara yang sama pada satu hamparan dan mat panen yang sama merupakan populasi benih dengan parameter viabilitas absolut yang tolok ukurnya dapat bennacam - macam. Karakter suatu lot benih disebut parameter karena lot

(17)

benih merupakan suatu popdasi. Melalui upaya teknologi, dari satu lot benih diharapkan dapat diturnbuhkan suatu pertanaman yang seragam, baik dalam kineqa fisik tanamannya maupun kinerja genetiknya. Agar mampu mencapai target itu, sejak dipersiapkan lahan untuk produksi benih dan didapatkan kelas mutu Benih Penjenis yang ingin diperbanyak, sampai dengan benih menjelang ditanam oleh konsumen, semua proses pengadaan benih hams dilakukan mengikuti prosedur teknologi benih yang benar (Sadjad, 1994).

Sebuah parameter VKT misalnya, dalam Kuantifikasi Metabolisme Benih untuk mensimulasi vigor benih di lapang produksi hams bisa dideteksi dengan indikasi viabilitas berdasarkan tolok ukur yang spesifik. Daya Berkecambah (DB) atau BKKN (Berat Kering Kecambah Normal) tidak relevan untuk mendeteksi VKT

tetapi lebih relevan untuk mensimulasi parameter Viabilitas Potensial (Vp). .Viabilitas absolut lot benih yang diinginkan untuk mendekati parameter V K ~ yang berkaitan dengan kondisi lapang suboptimum tertentu mempunyai tolok ukur spesifik (Sadjad, 1994).

Tohk ukur VKT yang dapat dikembangkan adalah: 1. Kecepatan Tumbuh &T )

Km

mengindikasikan VKT karena benih yang cepat tumbuh lebih mampu menghadapi kondisi lapang yang suboptimum. KCT diukur antara lain dengan jumlah tarnbahan perkecambahan setiap hari atau etmal dalam kondisi

(18)

t = kurun waktu perkecambahan

d = tambahan persenme kecambah n o d setiap hari atau etma 2. Keserempakan Tumbuh (KST )

KST merupakan salah satu tolok u h r VKT. Secara umum KST dihitung berdasarkan persentase kecambah normal yang tumbuh h a t dihitung pada satu Momen Periode Viabilitas (MPV). Umumnya MPV ditentukan pada MPV antara MPV hitungan pertama dan MPV hitungan kedua pada uji Daya Berkecambah (DB).

KK

KST = x 100%

Total Benih

KK = Jumlah Kecambah Kuat Total Benih = Jumlah benih yang dianalisis

KST yang tinggi mengindikasikan VKT absolut yang tinggi karena suatu lot benih yang menunjukkan pertumbuhan yang serempak dan h a t akan memiliki kekuatan tumbuh yang tinggi. Lot itu akan menumbuhkan per- tanaman yang homogen yang dalam berbagai seginya akan menguntungkan pengelolaannya (Sadjad, 1994).

3. VKT spesifk

Parameter VKT spesiftk memerlukan metode uji yang spesifik misalnya dengan suboptimasi media yang relevan dengan kondisi lapang yang suboptimum sebagai konsekwensi Kuantifikasi Metabolisme Benih yang mendeteksi viabilitas absolut benih (Sadjad, 1993).

vKT~pesifXi diukur dengan persentase kecambah normal

(KN) yang marnpu tumbuh pada media suboptimum spesifik.

(19)

KN

VKTspesifik = X 100%

Total Benih

Beberapa tolok ukur VKT spesifk yang dapat dikembangkan adalah (Sadjad, 1994) :

a. VK? enydit = Vigor kekuatan tumbuh benih di lapang dengan kondisi suboptimum berpenyakit.

b. VKT~"~-@" = Vigor kekuatan tumbuh benih di lapang dengan kondisi suboptimum kekeringan

C . vKTkedalaman = Vigor kekuatan tumbuh benih di lapang dengan kondisi suboptimum terlampau dalam ditanam

d. V K T " ~ ' ~ " = Vigor kekuatan tumbuh benih di lapang dengan kondisi

suboptimum kekurangan oksigen

,,

vKTsalinila~

= Vigor kekuatan tumbuh benih di lapang dengan kondisi suboptimum salinitas tinggi

4. Pengujian Vigor Simulatif dengan Deraan Etanol

Etaml adalah senyawa organik nonpolar yang pada konsentrasi tertentu dapat mendenaturasi protein. Selain itu etanol juga bersifat dehidrasi,

karena itu dapat menyerap air yang menyelimuti koloid protein dan selanjutnya terjadi dehidrasi. Etanol telah lama diketahui dapat menurunkan kualitas benih. Etanol dalam bentuk uap dapat diserap oleh benih. Jumlah uap yang diserap diduga ditentukan oleh ukuran benih, tekanan uap etanol, suhu

(20)

Penggunaan etanol mulai dikembangkan oleh Sadjad dan Pian (1980) untuk menduga daya simpan benih jagung. Hasil penelitian Pian (1980) menunjukkan bahwa benih yang didera dengan etanol 95% menunjukkan perubahan fisiologik, biokimia dan sitologik yang analog dengan yang terjadi pada benih yang mengalami kemunduran secara alami.

Pengujian vigor benih secara simulatif dengan menggunakan uap etanol selanjutnya dikembangkan untuk tujuan mengetahui tingkat ketahanan benih terhadap masalah oksigen. Makin tahan benih tersebut terhadap pen- deraan etanol , maka benih tersebut akan makin tahan terhadap kondisi per- tanaman yang kekurangan oksigen.

Perangkat Keras dan Lunak Pengujian Vigor Simulatif

Untuk pengujian secara simulatif, setiap kasus memerlukan kondisi tersendiri. Maka idealnya untuk setiap target simulasi diperlukan perangkat keras dan Iunak yang khas. Kekhasan ini tentu berbeda bahkan dapat berlawanan dengan target pembakuan, sebab yang diperlukan adalah perangkat untuk target simulasi. Namun demikian apabila direproduksipun, perangkat keras untuk kepentingan simulasi juga hams menunjukkan efektifitas yang mantap (Sadjad, 1994).

Perangkat keras MPC IPB 77-1 M (gambar I) dapat digunakan untuk menguji tingkat vigor benih dengan melihat ketahanannya terhadap deraan uap etanol. Penderaan dengan uap etanol secara simulatif dapat dianalogkan dengan benih yang mengalami fermentasi atau respirasi minim oksigen (anaerobic).

(21)

Diketahui bahwa pada hakekatnya kehidupan dijabarkan dalam dua garis yang merupakan manifestasi keberhasilan memanipulasi kondisi optimum dan suboptimum. Oleh karena itu, titik diantara kedua garis itu merupakan titik kemungkinan vigor absolut yang perlu disimulasi dengan metodologi tertentu. Titik tersebut merupakan Nilai Delta yang terletak antara ordinat optimum dan ordinat suboptimum (Sadjad, 1994).

Nilai Delta (D) dapat digunakan sebagai parameter vigor, apabila nilai tersebut didapatkan dari perbedaan antara Vp (Viabilitas benih pada kondisi optimum) dengan Vg (Viabilitas benih pada kondisi yang suboptimunddidera etanol), yang masing-masing sebagai parameter.

(22)

Wara dan uap e t o n o l

B e n l h d a l o m

tabung penderaan

Pemarato allrnn

Gambar 1. Mesin Pengusangan Cepat ( W C - IPB 77-1

M)

(Pramono, 1991)

(23)

Program Benih Dasar

Benih sebagai produk teknologi yang dihasilkan dari proses industri benih, dapat menjamin kemampuan pertanian bila diielola secara maju dan efisien, asalkan benih itu bersumber dari benih dengan sifat- sifat genetik yang memang diupayakan untuk menunjang efisiensi pertanian. Sebagai contoh, pertanian dapat diielola secara efisien kalau pertanamannya seragam dalam pertumbuhan, pembungaan, dan pem- buahamya. Tidak saja kinerja fisik, tetapi juga dalam waktu yang ditentukan. Dengan demikian produk dapat diambil secara efisien, terutama bila produknya dipanen secara mekanis (Sadjad, 1997).

Benih pada taraf ini merupakan benih komersial yang memerlukan penangan- an yang cermat dari pengadaan Benih Penjenis sampai pemasaran. Industri benih yang menghasilkan benih komersial tersebut hendaknya dikaitkan dengan Program Benih Dasar (PBD) yang secara integratif diusahakan oleh agroindustri di daerah p e

ngembangan masing - masing komoditas.

PBD merupakan jembatan komersialisasi antara Benih Penjenis yang produksinya di tangan pemulia tanaman, dengan Benih Dasar yang diproduksi oleh produsen benih. Benih Dasar yang dihasilkan tersebut selanjutnya akan menjadi titik tolak benih bexposisi sebagai komoditi komersial. Artinya benih sebagai bahan tanaman yang telah dimuliakan sifat- sifat genetiknya oleh pemulia tanaman harus mampu diperbanyak tanpa mengurangi mutu benih dipandang dari keunggulan genetik, fisiologi maupun fisiknya.

Pengertian PBD bukan sekadar proses dihasilkannya Benih Dasar, tetapi lebih luas merupakan suatu program yang mencakup produksi Benih Penjenis oleh pemulia

(24)

tanaman dan produksi Benih Dasar oleh teknolog benih dibawah pengawasan pemulia tanaman. Dari pengertian tersebut nampak bahwa pemulia tanaman yang menghasilkan Benih Penjenis juga merupakan bagian yang integral dalam PBD.

PBD dapat mengatur komersialisasi benih varietas baru yang dihasilkan oleh pemulia tanaman. Hal ini berarti bahwa benih yang dihasilkan oleh pemulia tanaman yang bukan merupakan produk komersial, akan &pat menjadi aset komersial dan menghasilkan benih yang bersertifikat dalam PBD. Dengan pengawasan pemulia, PBD kalau perlu memproduksi Benih Dasar tingkat dua sebagai keturunan kedua Benih Penjenis. Isolasi genetik dalam perbanyakan ini sangat ketat dan benih yang diproduksi dijamin kemurnian genetiknya sampai batas

-

batas yang diizinkan oleh perundangan bagi varietas itu.

Pemulia tanaman sebagai tulang punggung industri benih menghasilkan varietas dengan pripsip DUS yang identitas genetiknya jelas (istinguished) yang berarti bahwa varietas yang diciptakan harus memiliki kelebihan yang mencolok dibanding varietas unggul sebelumnya, secara fenotip seragam (unYonn) dan per- tumbuhan stabil (stable). Prinsip DUS juga menjadi pegangan PBD sehingga keber- hasilan Benih Penjenis menjadi benih yang komersial atas d a m DUS menjadi target PBD.

Komersialisasi benih merupakan ciri utama benih sesudah benih menjadi produk akhir proses teknologi benih. Dengan demikian Benih Dasar dapat dikatakan menjadi kunci keberhasilan penyebaran benih bermutu karena segala kriteria mutu, khususnya mutu genetik selalu d i j u k k a n terhadap sifat-sifat yang dimiliki oleh Benih Dasar (Sadjad, 1990).

(25)

Seperti lazimnya barang komersial lainnya, benih yang komersial memiliki tiga ciri, yaitu pertama benih komersial tersebut hams terns-menerus dapat diperbaiki mutunya baik mutu fisik, fisiologi maupun mutu genetiknya. Dalam komersialisasi benih yang berlaku ketentuan DUS, berarti bahwa benih yang dipasarkan hams jelas bedanya dari yang telah beredar di pasaran. Hanya mum genetik yang dapat mem- bedakan secara jelas. Kemudian keunggulan genetik itu harus menumbuhkan per- tanaman yang seragam. Ciri kedua dari benih komersial adalah benih tersebut harus bisa dikontrol mutunya tidak saja dalam mutu fisik dan fisiologinya, tetapi juga mutu genetiknya. Pengawasan benih dapat dilaku-kan hanya bila mutu itu dapat dibakukan. Oleh karena itu, ciri ketiga dari benih komersial adalah harus mempunyai standar kualifikasi mutu (Anonim, 1998).

Menurut Sadjad (1995 a), PBD hanya dapat dilaksanakan oleh kelembagaan yang diiinkan oieh Menteri Pertanian. Hanya kelembagaan yang memenuhi per- syaratan sebagai pelaksana PBD yang akan mendapat izin, misalnya persyaratan fasilitas produksi (lahan, unit prosesing, laboratorium pengujian benih), SDM (pemulia, teknolog benih, analis benih), dan adanya hubungan dengan kelembagaan pemuliaan yang menghasilkan varietas baru. Selain itu PBD hams dilengkapi fasilitas penyimpanan Benih Dasar yang dapat menyimpan benih untuk jangka waktu cukup panjang. Produk Benih Dasar diionsumsi oleh industri benih yang menghasilkan Benih Pokok dan Benih Sebar.

(26)

Pengembangan Industri Benih

Industri benih pada dasarnya mempunyai sasaran untuk menyediakan benih unggul bennutu dengan kondisi enam tepat yaitu: I). Tepat varietas, yang berarti bahwa varietas sesuai dengan kondisi tempat yang memerlukan; 2). Tepat jumlah,

yang berarti jumlahnya sesuai dengan kebutuhan; 3). Tepat mutu, yang berarti ber- mutu baik: 4). Tepat waktu, yang berarti tersedia pada saat dibutuhkan; 5). Tepat lokasi, yaitu tersedia di tempat yang membutuhkan; dan 6). Tepat harga, yaitu harganya terjangkau oleh petani.

Dalam merencanakan pendirian industri benih di Indonesia perlu dipikirkan lebih dahulu keadaan konsumen pengguna benih yang yang akan dilayani. Taraf budidaya yang dikelola oleh konsumem benih hams diperhitungkan. Tanpa mem- pertimbangkan faktor tersebut maka industri benih akan terkesan tidak ekonomis atau tidak mampu menghasilkan benih bermutu. Kedua kesan tersebut akan merugi- kan industri benih (Sadjad, 1997). Studi kelayakan harus dilakukan sebelum di- rencanakan pendirian suatu industri benih.

Terdapat beberapa ha1 yang perlu diperhatikan dan patut dipeftanyakan se- belum merencanakan suatu industri b e d di suatu wilayah yaitu : a). benih tanaman apa yang hendak diproduksi dan berapa produksi potensial yang hendak dicapai; b). masalah campuran biji gulma yang di Indonesia sementara ini tidak menjadi per- hatian utama; c). hasil industri benih dapat menutup biaya kegiatan industri atau tidak; d). kapasitas mesin benih per jam, yang ada kaitannya dengan musim tanam; e). masalah kornpetisi dengan industri benih sejenis yang mungkin ada di wilayah tersebut;

0.

pilihan mesin-mesin dan perlengkapan yang akan dipakai; masalah

(27)

bangunan yang akan didirikan untuk unit pembersihan benih dan penyinlpanan; g). masalah pengeringan benih; h). masalah sumber energi penggerak yang harus ditetapkan; i). masalah sumber daya manusia; j). masalah tata letak segenap unsur dalam industri benih yang umumnya merupakan unit atau area pengolahan, konservasi, penjemuran, penyimpatlan, bengkel, garasi, kantor, perurnahan karyawan, dan unsur penunjang lainnya; k). masalah tata niaga; I). masalah pengemasan; m). masalah penyimpanan; n). sarana produksi yang akan ditangani; dan 0). masalah tenaga kerja (Sadjad, 1997).

Sistem Industri Benih

Perbenihan sebagai suatu sistem industri benih yang komersial tidak &pat dilihat secara sepotong-sepotong. Dengan melihat sebagai suatu sistem maka objektifitas akan semakin tinggi dalarn menelaah kemandekan dan ketidaklancaran perjalanan sistem tersebut, dan penyelesaian masalah akan lebih efisien dapat

dilakukan karena dapat dilakukan pada satu subsistem saja (Anonim, 1998). Kalau perbenihan itu suatu sistem maka harus jelas subsistemnya dan fbngsi hubungan antara subsistem-subsistem tersebut.

Secara ideal suatu industri benih harus dikelola sebagai suatu sistem dengan melibatkan berbagai subsistem yang saling berinteraksi. Secara skematik Sistem Industri Benih dapat digambarkan sebagai berikut (Gambar 2)

(28)

BENIH PENJENIS

PENYIMPANAN

BEND3 SEBAR I

v

BENJE DASAR I

Keterangan:

PBD = Progran Benih Dasar

PSB = Program Sertifikasi Benih

BENJE DASAR

4

Gambar 2. Sistem Industri Benih

Gambar tersebut diatas memperlihatkan dua bagian yang dipisahkan oleh jembatan dan yang berada di sebelah kanan jembatan merupakan subsistem yang terkait langsung dengan PBD. Pendekatan sistem dalam perbenihan akan sangat bermanfaat untuk membuat kebijakan lebih terarah dan rnempermudah penyelesaian masalah.

(29)

Dalam sistem industri benih usaha perbenihan dimulai dari subsistem pengadaan Benih Penjenis yang menghasilkan Benih Penjenis. Dalam PBD, subsistem pengadaan Benih Penjenis merupakan tanggung jawab Pemulia Tanaman. Dalam subsistem ini bekerja para pemulia tanaman dalam kelembagaan Litbang yang seharusnya didukung oleh pakar berbagai bidang seperti pakar ilmu hama [penyakit, agronomis, genetika, biokimia, biologi, matematika, tanah, taksonomi dan lain-lain yang dapat menunjang kemampuan pemulia tanaman menghasilkan Benih Penjenis secara terus menerus (Anonim, 1998).

Sebagai subsistem &lam sistem perbenihan maka orientasi Pemulia Tanaman harus kepada keinginan konsumen pemakai varietas unggul yang akan dihasilkan. Hasil pemuliaan yang sudah unggul hams dapat disimpan dalam kebun koleksi sebagai tetua yang sewaktu-waktu dapat digunakan oleh pemulia untuk meng- unggulkan sifat genetik benih yang sudah beredar.

Aspek dalarn subsistem ini tidak hanya berupa teknis pemuliaan, tetapi juga h m s mengemukakan diskripsi keunggulan yang bermuatan komersial. Karena benih yang akan dihasilkan merupakan benih komersial, maka keberhasilan dari subsistem pengadaan Benih Penjenis ditentukan oleh seberapa luas benih hasil produksi industri tersebut dapat ditanam oleh konsumen.

Sebagai subsistem &lam sistem perbenihan maka yang terpenting bahwa penciptaan varietas unggul oleh pemulia tanaman hams berorientasi kepada keingin- an konsumen pengguna varietas yang dihasilkan. Pemulia dalam subsistem peng - adaan Benih Penjenis perlu pula berorientasi pada kriteria analisis benih, sehingga

(30)

produk Benih Penjenis dapat terindikasi ciri-ciri fenotipiknya secara jelas oleh sub- sistem pengawasan benih.

Dengan demikian maka subsistem pengadaan Benih Penjenis sudah me- laksanakan keterkaitan yang baik dengan subsistem lainnya, karena benih produk industri benih lalu dapat diawasi secara benar. Ciri-ciri itu dapat diwujudkan sebagai standar mum dan menjadi pegangan bagi subsitem- subsistem lainnya.

Sistem Pengadaan Benih Dasar ditangani oleh teknolog benih tetapi masih di bawah pengawasan langmng pemulia tanaman yang bekerja dalam subsistem peng- adaan Benih Penjenis. Pengadaan Benih Dasar secara cermat diawasi sesuai dengan ciri yang telah didiskripsikan oleh pemulia tanaman.

Untuk dapat mengkomersialkan hasil dari pemulia tanaman tersebut maka teknolog benih hams mampu mencari kekhasan sifat fenotip varietas unggul yang telah dihasilkan oleh pemulia tanaman yang dapat menjadi ciri pembeda dengan yang telah beredar. Subsistem pengadaan Benih Dasar diharapkan memberi input bagi pemulia tanaman untuk lebih mampu berorientasi komersiai dalam upaya pemuliaannya.

Dalam subsistem pengadaan Benih Dasar perlu diperhitungkan secara cennat luas areal tanam dan jarak tanam yang paling ideal untuk menunjang kejelian teknolog benih dalam mengamati ciri-ciri yang dapat dijadikan pegangan bagi analis benih untuk mengawasi mutu genetik benih. Selain itu, penentuan luas areal

dan

jarak tanam akan sangat menentukan efisiensi pengawasan oleh subsistem pengawasan.

Menurut Sadjad (1997), pekerjaan subsistem pengadaan Benih Penjenis dan Benih Dasar sangat intens untuk menanam dasar mutu benih yang selanjutnya

(31)

digunakan sebagai Wade mmk b e ~ h komersial produk industri benih. Oleh karena itu, perhitungan harga benih yang komersial harus didasarkan pada biaya pengadaan Benih Penjenis dan Benih Dasar.

Subsistem Pengadaan Benih Pokok bertujuan untuk memperbanyak Benih Dasar. Areal perbanyakan Benih Dasar sebaiknya diusahakan berdekatan dengan areal konsumen sehingga industri tidak akan mengalami kekurangan material cadang di gudangnya. Dengan demikian kalau terjadi gangguan mekanisme produksi dari subsistem Benih Penjenis atau Benih Dasar, bisnis industri benih tidak akan macet

Aspek yang menonjol dalam subsistem ini adalah aspek penyimpanan. Penyimpanan dapat dilakukan dalam bentuk Benih Dasar atau benih perbanyakannya, atau Benih Pokok yang sengaja disimpan, disisihkan dari Benih Pokok untuk diper- banyak dalam kebun Benih Sebar di subsistem pengadaan Benih Sebar selanjutnya. Industri benih tidak akan memperdagangkan Benih Pokok. Kegagalan dalam penyimpanan akan menyebabkan putusnya rantai produksi dan ha1 ini akan sangat merugikan industri benih.

Subsistem Pengadaan Benih Sebar merupakan ujung tombak sistem industri benih. Segala upaya seluruh sistern tidak akan mencapai target apabila subsistem ini tidak bekerja secara benar. Mutu benih yang telah ditingkatkan harus bisa sampai pada konsumen dalam keadaan yang tetap bails dengan inforrnasi yang benar. Baik dan benarnya benih bermutu merupakan orientasi segenap teknolog benih yang bekerja dalam sistem industri benih.

Tidak berbeda dengan subsistem pengadaan Benih Dasar dan Benih Pokok, subsistem pengadaan Benih Sebar hams melaksanakan teknologi budidaya yang

(32)

akurat sehingga semua aspeknya dapat diiasai secara cermat. Segala informasi di tingkat akhir ini hams disarnpaikan kepada semua subsistem, sehingga benar- benar produksi benih komersial itu dilaksanakan dalam pendekatan sistem. Ketidakpuasan konsumen hams sampai pada semua subsistem tertnasuk subsistem pengadaan Benih Penjenis. Dengan demikian mutu benih selalu terus menerus dapat ditingkatkan untuk memenuhi kaidah komersial benih (Anonim, 1998).

Subsistem Pengawasan menerapkan ketentuan perundangan untuk dipatuhi oleh segenap subsistem yang berada dalam sistem industri benih Produk-produk legislasi itu merupakan kesepakatan bersama, yang berfungsi melindungi tidak hanya konsumen benih tetapi juga produsen benih.

Komponen pengawasan sebagai penguasa penentu apakah produk benih suatu industri benih layak dipasarkan atau tidak. Komponen ini tidak saja berorientasi pada berkelanjutannya industri benih, tetapi juga pada akseptabilitas pengguna benih. Oleh karena itu, komponen ini mampu menghentikan peredaran benih atau melarang peredaran benih yang tidak layak pasar untuk didistribusikan.

Komponen ini harus secara teratur mengawasi benih yang dipasarkan dan memonitor pertanaman di Iapang produksi, rnisalnya dalam keseragaman. Pengawas- an harus dilaksamkan sesuai dengan prosedur yang sudah legal, dengan mengguna- kan standar mum yang sesuai dengan konsensus nasional maupun konsensus internasional (Sadjad, 1997).

Subsistem distribusi merupakan penghubung terdekat dengan subsistem konsumen. Bila subsistem ini tidak bekezja dengan baik maka keberatan konsumen akan tumpah seluruhnya kepada seluruh sistem. Kecerobohan subsistem distribusi,

(33)

akan

menurunkan mutu fisiologi dengan cepat. Akibatnya, ketidaksesuaian informasi pada label kemas dengan kenyataan benihnya akan menjatuhkan integritas subsistem pengawasan . Pemalsuan dalam subsistem niaga

akan

menghancurkan s e l m h sistem (Anonim, 1998).

Teori Kesejajaran Sadjad menggambarkan bahwa terdapat kesejajaran antara tingkatan teknologi industri benih dengan tataran teknologi konsumennya. Oleh karena itu maka dalam sistem perbenihan hendaknya semua subsistem terarah kepada kepentingan konsumen yang beragam, sehingga komersialisasinya juga diseimbang- kan dengan kepentingan dan subsistem konsumen.

Pembinaan mutu untuk suatu herah pertanian tertentu atau komoditi tertentu harus memperhatikan pada titik mana atau pada batasan mana benih itu dimengerti oleh konsumen (Sadjad, 1993). Yang penting bahwa pembinaan subsistem konsumen melalui penyuluhan tentang perbenihan hams terus dilaksanakan agar konsumen yang masih berada pada tataran rendah dapat ditingkatkan sehingga tingkatan sistem perbenihan untuk memenuhi kebutuhan benihnya juga bisa dipertinggi.

Kesadaran konsumen benih akan pentingnya mutu akan sangat mem- pengaruhi semua subsistem yang ada dalam sistem industri benih. Bila konsumen benih telah sampai pada taraf yang sadar mutu maka secara timbal balik akan mendorong pemulia tanaman untuk terus menerus meningkatkan mutu varietas yang dihasilkan.

Seperti halnya dengan produk komersial lainnya maka benih dengan mutu tinggi yang terjamin sesuai standar yang telah disepakati akan mempengaruhi harga benih tersebut. Dengan PBD tersebut, kemungkinan harga benih akan lebih tinggi

(34)

karena didalamnya akan termasuk imbalan royalti untuk pemulia tanaman sebagai penghargaan atas upaya perbaikan mutu varietas secara terus menerus. Peningkatan harga tersebut tidak akan menjadi masalah bila varietas yang dihasilkan sesuai dengan standar mutu yang telah ditetapkan dan ssuai dengan keinginan konsumen.

Gambar

Gambar  1.  Mesin Pengusangan Cepat ( W C   -  IPB  77-1  M)
Gambar  2.  Sistem Industri Benih

Referensi

Dokumen terkait

ketika ada salah satu dari teman saya yang sudah beberapa hari tidak masuk sekolah4. Saya ikut merasa kesal

Adapun tujuan penelitian adalah mendeskripsikan peningkatan keterampilan berpikir analisis siswa SMP dalam menyelesaikan soal IPA terpadu melalui pembelajaran IPA

Pada bulan Juni 2016, NTPT mengalami kenaikan sebesar 0,49 persen apabila dibandingkan bulan Mei 2016 yaitu dari 97,96 menjadi 98,44 , hal ini terjadi karena laju indeks

Penduduk yang bekerja pada Februari 2017 bertambah sebanyak 150,8 ribu orang dibanding keadaan Agustus 2016 dan sebanyak 227,3 ribu orang dibanding keadaan setahun

Dalam skripsi tersebut penelitian memfokuskan meneliti tentang kemampuan membaca Alquran siswa yang mengikuti TPA dan yang tidak mengikuti TPA, ini dapat

Penelitian mengenai motivasi hedonis yang dilakukan oleh Richins (1994), Arnould dan Price (1993) dengan sampel penelitian olah raga paralayang dan rafting mengemukakan bahwa ada

Karena probabilitas (tingkat signifikansi) ini lebih kecil daripada 0,05 maka model regresi ini bisa dipakai untuk memprediksi tingkat kepuasan, atau dengan kata lain

Laboratorrium komputer yang mempunyai banyak client tentunya juga mempunyai beberapa pekerjaan diantaranya installasi system operasi, aplikasi dan konfigurasi yang harus