• Tidak ada hasil yang ditemukan

Kehamilan Ektopik Terganggu

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Kehamilan Ektopik Terganggu"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kehamilan Ektopik Terganggu (KET) adalah kegawatdaruratan obstetrik yang mengancam nyawa ibu dan kelangsungan hidup janin, serta merupakan salah satu penyebab utama mortalitas ibu, khususnya pada trimester pertama. Kehamilan ektopik adalah peristiwa dimana implantasi blastosis terjadi diluar endometrium cavum uteri seperti di ovarium, tuba, serviks, bahkan rongga abdomen. Istilah kehamilan ektopik terganggu (KET) merujuk pada keadaan di mana timbul gangguan pada kehamilan tersebut sehingga terjadi abortus maupun ruptur yang menyebabkan penurunan keadaan umum pasien. Sebagian besar kehamilan ektopik berlokasi di tuba. Sangat jarang terjadi implantasi pada ovarium, rongga perut, kanalis servikalis uteri, tanduk uterus yang rudimenter, dan divertikel pada uterus. Berdasarkan implantasi hasil konsepsi pada tuba, terdapat kehamilan pars interstisialis tuba, pars ismika tuba, pars ampullaris tuba, dan kehamilan infundibulum tuba.

2.2 Epidemiologi

Insidens kehamilan ektopik yang sesungguhnya sulit ditetapkan. Meskipun secara kuantitatif mortalitas akibat KET berhasil ditekan, persentase insidens dan prevalensi KET cenderung meningkat dalam dua dekade ini. Dengan berkembangan alat diagnostik canggih, semakin banyak kehamilan ektopik yang terdiagnosis sehingga semakin tinggi pula insidens dan prevalensinya. Keberhasilan kontrasepsi seperti AKDR meningkatkan persentase kehamilan ektopik, karena keberhasilan kontrasepsi hanya menurunkan angka terjadinya kehamilan uterin, bukan kehamilan ektopik. Meningkatnya prevalensi infeksi tuba juga meningkatkan kejadian kehamilan ektopik. Selain itu, perkembangan teknologi di bidang reproduksi, seperti fertilisasi in vitro, ikut berkontribusi terhadap peningkatan frekuensi kehamilan ektopik.

Di Rumah Sakit Dr. Cipto Mangunkusumo pada tahun 1987 terdapat 153 kehamilan ektopik diantara 4.007 persalinan atau 1 diantara 26 persalinan. Di Amerika Serikat, kehamilan ektopik terjadi pada 1 dari 64 hingga 1 dari 241 kehamilan, dan 85-90% kasus kehamilan ektopik didapatkan pada multigravida.2 Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 20-40 tahun dengan umur rata-rata 30 tahun. Frekuensi kehamilan ektopik yang berulang dilaporkan berkisar antara 0%-14,6%.

2.3 Etiologi

Kehamilan ektopik pada dasarnya disebabkan oleh segala hal yang menghambat perjalanan zigot menuju kavum uteri. Faktor-faktor mekanis yang menyebabkan kehamilan ektopik antara lain: riwayat operasi tuba, salpingitis, perlekatan tuba akibat operasi non-ginekologis seperti apendektomi, pajanan terhadap diethylstilbestrol, salpingitis isthmica nodosum (penonjolan-penonjolan kecil ke dalam lumen tuba yang menyerupai divertikula), dan alat kontrasepsi dalam rahim (AKDR). Hal-hal tersebut secara umum menyebabkan perlengketan intra- maupun ekstraluminal pada tuba, sehingga menghambat perjalanan zigot

(2)

menuju kavum uteri. Selain itu ada pula faktor-faktor fungsional, yaitu perubahan motilitas tuba yang berhubungan dengan faktor hormonal dan defek fase luteal.

Faktor risiko kehamilan ektopik adalah:

1. Faktor riwayat kehamilan ektopik sebelumnya. Risiko paling besar untuk kehamilan ektopik. Angka kekambuhan sebesar 15% setelah kehamilan ektopik pertama dan meningkat sebanyak 30% setelah kehamilan ektopik kedua.

2. Faktor penggunaan kontrasepsi spiral dan pil progesteron

3. Faktor kerusakan dari saluran tuba. Telur yang sudah dibuahi mengalami kesulitan melalui saluran tersebut sehingga menyebabkan telur melekat dan tumbuh di dalam saluran tuba.

Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan gangguan saluran tuba diantaranya adalah :

Merokok, kehamilan ektopik meningkat sebesar 1,6 – 3,5 kali dibandingkan wanita yang tidak merokok. Hal ini disebabkan karena merokok menyebabkan penundaan masa ovulasi (keluarnya telur dari indung telur), gangguan pergerakan sel rambut silia di saluran tuba, dan penurunan kekebalan tubuh.  Penyakit Radang Panggul, menyebabkan perlekatan di dalam saluran tuba,

gangguan pergerakan sel rambut silia yang dapat terjadi karena infeksi kuman TBC, klamidia, gonorea.

Endometriosis Tuba, dapat menyebabkan jaringan parut di sekitar saluran tuba

Tindakan medis, seperti operasi saluran tuba atau operasi daerah panggul, pengobatan infertilitas seperti bayi tabung, menyebabkan parut pada rahim dan saluran tuba.

Penyempitan lumen tuba oleh karena infeksi endosalfingTuba sempit, panjang dan berlekuk-lekuk

Gangguan fungsi rambut getar ( silia ) tuba  Operasi dan sterilisasi tuba yang tidak sempurna  Striktur tuba

 Divertikel tuba dan kelainan congenital lainnya  Perleketan peritubal dan lekukan tuba

 Tumor lain menekan tuba  Lumen kembar dan sempit 4. Faktor uterus

 Tumor rahim yang menekan tuba  Uterus hipoplastis

5. Faktor ovum

 Migrasi eksterna dari ovum

 Perlengketan membrane granulose  Rapid cell devision

 Migrasi internal ovum 2.4 Patogenesis

(3)

Proses implantasi ovum yang dibuahi yang terjadi di tuba pada dasarnya sama halnya di kavum uteri. Ovum yang telah dibuahi di tuba bernidasi secara kolumner atau interkolumner. Pada yang pertama, hasil konsepsi berimplantasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan hasil konsepsi selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya hasil konsepsi mati secara dini dan kemudian direabsorbsi. Pada nidasi secara interkolumner hasil konsepsi bernidasi antar 2 jonjot endosalping. Setelah tempat nidasi tertutup maka hasil konsepsi dipisahkan dari lumen tuba oleh lapisan jaringan yang menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba tidak sempurna, dengan mudah vili korialis menembus endosalping dan masuk ke dalam lapisan otot-otot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah.

Di bawah pengaruh hormon estrogen dan progesteron dari korpus luteum gravidarum dan trofoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah pula menjadi desidua. Dapat pula ditemukan perubahan pada endometrium yang disebut fenomena Arias-Stella, dimana sel epitel membesar dengan intinya hipertrofik, hiperkromatik, lobuler dan berbentuk tak teratur. Sitoplasma sel dapat berlubang-lubang dan kadang-kadang ditemukan mitosis. Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenarasi dan kemudian dikeluarkan berkeping-keping tetapi kadang-kadang dikeluarkan secara utuh. Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik terganggu berasal dari uterus dan disebabkan oleh pelepasan desidua degeneratif.

Mengenai nasib kehamilan dalam tuba terdapat beberapa kemungkinan. Karena tuba bukan tempat untuk pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin bertumbuh secara utuh seperti dalam uterus. Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan 6 sampai 10 minggu. Berakhirnya kehamilan tuba ada 2 cara, yaitu:

1. Abortus Tuba

Terjadi karena hasil konsepsi bertambah besar menembus endosalping (selaput lendir tuba ), masuk kelumen tuba dan dikeluarkan ke arah infundibulum. Hal ini terutama terjadi kalau konsepsi berimplantasi di daerah ampula tuba. Di sini biasanya hasil konsepsi tertanam kolumner karena lipatan-lipatan selaput lendir tinggi dan banyak. Lagipula disini, rongga tuba agak besar sehingga hasil konsepsi mudah tumbuh kearah rongga tuba dan lebih mudah menembus desidua kapsularis yang tipis dari lapisan otot tuba. Abortus terjadi kira-kira antara minggu ke 6-12. Perdarahan yang timbul karena abortus keluar dari ujung tuba dan mengisi kavum douglasi, terjadilah hematokel retrouterin. Ada kalanya ujung tuba tertutup karena perlekatan-perlekatan hingga darah terkumpul di dalam tuba dan mengembungkan tuba yang disebut hematosalpning.

2. Ruptur Tuba

Hasil konsepsi menembus lapisan otot tuba ke arah kavum peritoneum. Hal ini terutama terjadi kalau implantasi hasil konsepsi dalam istmus tuba. Pada peristiwa ini, lipatan-lipatan selaput lendir tidak seberapa, jadi besar kemungkinan implantasi interkolumner. Trofoblas cepat sampai ke lapisan otot tuba dan kemungkinan pertumbuhan ke arah rongga tuba kecil karena rongga tuba sempit. Oleh karena itu, hasil konsepsi menembus dinding tuba ke arah rongga perut atau perineum. Ruptur pada isthmus tuba terjadi sebelum kehamilan minggu ke-12 karena dinding tuba disini tipis, tetapi ruptur pada pars interstisialis terjadi lambat

(4)

kadang-kadang baru pada bulan ke-4 karena disini otot tebal. Ruptur bisa terjadi spontan ataupun karena trauma, misalnya karena periksa dalam, defekasi, koitus. Pada ruptur tuba, seluruh telur dapat melalui robekan dan masuk ke dalam kavum peritoneum, hasil konsepsi yang keluar dari tuba itu sudah mati. Bila hanya janin yang melalui robekan dan plasenta tetap melekat pada dasarnya, kehamilan dapat berlangsung terus dan berkembang sebagai kehamilan abdominal.

2.4 Gambaran Klinik

Kehamilan ektopik biasanya baru memberikan gejala-gejala yang jelas dan khas jika sudah terganggu dan kehamilan ektopik yang masih utuh, gejala-gejalanya sama dengan kehamilan muda intra uterina. Kisah yang khas dari kehamilan ektopik terganggu adalah seorang wanita yang sudah terlambat haidnya, tiba-tiba merasa nyeri perut, kadang-kadang nyeri lebih jelas sebelah kiri atau sebelah kanan. Pada ruptur, nyeri dapat terjadi di daerah abdomen manapun. Nyeri dada pleuritik dapat terjadi akibat iritasi diafragmatik yang disebabkan oleh perdarahan. Selanjutnya pasien pusing dan kadang-kadang pingsan, sering keluar darah sedikit pervaginam pada pemeriksaan didapatkan seorang wanita yang pucat dan gejala-gejala syok. Sebelum ruptur, tanda-tanda vital umumnya normal. Tekanan darah akan turun dan denyut nadi meningkat hanya jika perdarahan berlanjut dan hipovoleminya menjadi nyata. Pada palpasi perut terasa tegang dan pemeriksaan dalam sangat nyeri, terutama kalau serviks digerakkan (slinger pain) atau pada perabaan kavum doglasi (fornix posterior) teraba lunak dan kenyal. Nyeri tekan seperti itu mungkin tidak terasa sebelum ruptur.

Gambaran klinis kehamilan ektopik tergantung dari dua bentuk, yaitu :  Apakah kehamilan ektopik masih utuh

 Apakah kehamilan ektopik sudah ruptur sehingga terdapat timbunan darah intraabdominal yang menimbulkan gejala klinis

1. Gejala Subjektif

Sebagian besar pasien merasakan nyeri abdomen, keterlambatan menstruasi dan perdarahan per vaginam. Nyeri yang diakibatkan ruptur tuba berintensitas tinggi dan terjadi secara tiba-tiba. Penderita dapat jatuh pingsan dan syok. Nyeri akibat abortus tuba tidak sehebat nyeri akibat ruptur tuba, dan tidak terus-menerus. Pada awalnya nyeri terdapat pada satu sisi, tetapi setelah darah masuk ke rongga abdomen dan merangsang peritoneum, nyeri menjadi menyeluruh. Perdarahan per vaginam berasal dari pelepasan desidua dari kavum uteri dan dari abortus tuba. Umumnya perdarahan tidak banyak dan berwarna coklat tua. Keterlambatan menstruasi tergantung pada usia gestasi. Penderita mungkin tidak menyangka bahwa dirinya hamil, atau menyangka dirinya hamil normal, atau mengalami keguguran (abortus tuba). Sebagian penderita tidak mengeluhkan keterlambatan haid karena kematian janin terjadi sebelum haid berikutnya. Kadang-kadang pasien merasakan nyeri yang menjalar ke bahu. Hal ini disebabkan iritasi diafragma oleh hemoperitoneum.

(5)

Pada kasus-kasus yang dramatis, sering kali pasien datang dalam keadaan umum yang buruk karena syok. Tekanan darah turun dan frekuensi nadi meningkat. Darah yang masuk ke dalam rongga abdomen akan merangsang peritoneum, sehingga pada pasien ditemukan tanda-tanda rangsangan peritoneal (nyeri tekan, nyeri ketok, nyeri lepas, defense musculaire). Bila perdarahan berlangsung lamban dan gradual, dapat dijumpai tanda anemia pada pasien. Hematosalping akan teraba sebagai tumor di sebelah uterus. Dengan adanya hematokel retrouterina, kavum Douglas teraba menonjol dan nyeri pada pergerakan (nyeri goyang porsio). Di samping itu dapat ditemukan tanda-tanda kehamilan, seperti pembesaran uterus.

2.5 Diagnosis  Anamnesis

Haid biasanya terlambat untuk beberapa waktu dan kadang-kadang terdapat gejala subjektif kehamilan muda. Nyeri perut bagian bawah, nyeri bahu, tenesmus. Perdarahan pervaginam terjadi setelah nyeri perut bagian bawah.

 Pemeriksaan Umum

penderita tampak kesakitan dan pucat, pada perdarahan dalam rongga perut tanda-tanda syok dapat ditemukan.

 Pemeriksaan Ginekologi

Tanda-tanda kehamilan muda mungkin ditemukan. Pergerakan serviks menyebabkan nyeri. Bila uterus diraba, maka akan teraba sedikit membesar dan kadang-kadang teraba tumor di

(6)

samping uterus dengan batas yang sukar ditentukan. Kavum douglasi menonjol dan nyeri raba menunjukkan adanya hematokel retrouterina. Suhu kadang naik sehingga menyulitkan perbedaan dengan infeksi pelvik.

 Pemeriksaan Laboratorium dan Penunjang Hemoglobin, hematokrit, dan hitung leukosit

Pemeriksaan hemoglobin (Hb) dan jumlah sel darah merah berguna menegakkan diagnosa kehamilan ektopik terganggu, terutama bila ada tanda-tanda perdarahan dalam rongga perut. Perlu diingat, bahwa turunnya Hb disebabkan darah diencerkan oleh air dari jaringan untuk mempertahankan volume darah. Hal ini memerlukan waktu 1-2 hari. Mungkin pada pemeriksaan Hb yang pertama-tama kadar Hb belum seberapa turunnya maka kesimpulan adanya perdarahan didasarkan atas penurunan kadar Hb pada pemeriksaan Hb berturut-turut. Derajat leukositosis sangat bervariasi pada kehamilan ektopik yang mengalami ruptur, nilainya bisa normal sampai 30.000/µl.

Gonadotropin korionik (hCG Urin)

Tes urin paling sering menggunakan tes slide inhibisi aglutinasi dengan sensitivitas untuk gonadotropin korionik dalam kisaran 500 sampai 800 mlU/ml. Kemungkinan bernilai positif pada kehamilan ektopik hanya sampai 50-60%. Kalaupun digunakan tes jenis tabung, dengan gonadotropin korionik berkisar antara 150-250 mlU/ml, dan tes ini positif pada 80-85% kehamilan ektopik. Tes yang menggunakan ELISA (Enzyme-Linked Immunoabsorbent Assays) sensitif untuk kadar 10-50 mlU/ml dan positif pada 95% kehamilan ektopik.

β-hCG serum

Pengukuran kadar β-hCG secara kuantitatif adalah standar diagnostik untuk mendiagnosa kehamilan ektopik. Pada kehamilan normal intrauterin, kadar β-hCG serum naik 2 kali lipat tiap 2 hari selama kehamilan. Peningkatan kadar β-hCG serum kurang dari 66% menandakan suatu kehamilan intrauterin abnormal atau kehamilan ektopik. Pemeriksaan β-hCG serum secara berkala perlu dilakukan untuk membedakan suatu kehamilan normal atau tidak dan memantau resolusi kehamilan ektopik setelah terapi.5

Kuldosentesis

Kuldosentesis adalah suatu cara pemeriksaan untuk mengetahui ada tidaknya darah dalam kavum douglasi atau mengidentifikasi hematoperitoneum. Serviks ditarik kedepan kearah simfisis dengan tenakulum, dan jarum ukuran 16 atau 18 dimasukkan melalui forniks posterior kedalam kavum douglasi. Bila ditemukan darah, maka isinya disemprotkan pada kain kasa dan perhatikan darah yang dikeluarkan merupakan :3,5

a. Darah segar berwarna merah yang dalam beberapa menit akan membeku, darah ini berasal dari arteri atau vena yang tertusuk.

b. Darah berwarna coklat sampai hitam yang tidak membeku atau yang berupa bekuan kecil, darah ini menunjukkan adanya hematokel retrouterina.

(7)

Untuk mengataakan bahwa punksi kavum douglasi positif, artinya adanya perdarahan dalam rongga perut dan darah yang diisap mempunyai sifat warna merah tua, tidak membeku setelah diisap, dan biasnya di dalam terdapat gumpalan-gumpalan darah yang kecil.

Ultrasonografi

Ultrasonografi abdomen berguna dalam diagnostik kehamilan ektopik. Diagnosis pasti ialah apabila ditemukan kantung gestasi diluar uterus yang didalamnya terdapat denyut jantung janin.1 Pada kehamilan ektopik terganggu dapat ditemukan cairan bebas dalam rongga peritoneum terutama dalam kavum douglasi.11 Ultrasonografi vagina dapat menghasilkan diagnosis kehamilan ektopik dengan sensitifitas dan spesifitas 96%. Kriterianya antara lain adalah identifikasi kantong gestasi berukuran 1-3 mm atau lebih besar, terletak eksentrik di uterus, dan dikelilingi oleh reaksi desidua-korion.

Laparoskopi

Laparoskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnostik terakhir untuk kehamilan ektopik, apabila hasil penilaian prosedur diagnostik yang lain meragukan. Melalui prosedur laparaskopik, alat kandungan bagian dalam dapat dinilai. Secara sistematis dinilai keadaan uterus, ovarium, tuba, kavum douglasi, dan ligamentum latum. Adanya darah dalam rongga pelvis mungkin mempersulit visualisasi alat kandungan. Akan tetapi hal ini menjadi indikasi untuk dilakukan laparatomi.

Laparatomi

Tindakan ini lebih disukai jika wanita tersebut secara hemodinamik tidak stabil atau tidak mungkin dilakukan laparoskopi.3

2.5 Diagnosis Banding

Keadaan-keadaan patologis baik di dalam maupun di luar bidang obstetri-ginekologi perlu dipikirkan sebagai diagnosis banding kehamilan ektopik terganggu. Keadaan-keadaan patologik tersebut antara lain:

1) Infeksi Pelvis

Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan jarang setelah mengalami amenore. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan yang dapat diraba pada pemeriksaan vaginal pada umumnya bilateral. Pada infeksi pelvik perbedaan suhu rektal dan axilla melebihi 0,5’C. Selain itu, leukositosis lebih tinggi daripada kehamilan ektopik dan tes kehamilan negatif. Biasanya ada riwayat serangan nyeri perut sebelumnya.

2) Abortus imminens atau insipiens

Perdarahan lebih banyak dan lebih merah sesudah amenore, rasa nyeri yang berlokasi di sekitar median dan bersifat mules lebih menunjukkan kearah abortus imminens atau permulaan abortus insipiens. Pada abortus tidak dapat diraba tahanan di samping atau di belakang uterus dan gerakan serviks uteri tidak menimbulkan rasa nyeri. Pada abortus, umumnya perdarahan lebih banyak dan sering ada pembukaan portio serta uterus biasanya besar dan lunak.

(8)

3) Ruptur korpus luteum

Peristiwa ini biasanya terjadi di pertengahan siklus haid. Perdarahan pervaginam tidak ada dan tes kehamilan negatif.

4) Torsi kista ovarium

Gejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan perdarahan pervaginam biasanya tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar dan lebih bulat daripada kehamilan ektopik.

5) Appendisitis

Tidak ditemukan tumor dan nyeri tekan pada gerakan serviks tidak seberapa nyata seperti pada kehamilan ektopik. Nyeri perut bagian bawah pada appendisitis terletak pada titik McBurney.

2.6 Tata Laksana

Penatalaksanaan kehamilan ektopik tergantung pada beberapa hal, antara lain lokasi kehamilan dan tampilan klinis. Sebagai contoh, penatalaksanaan kehamilan tuba berbeda dari penatalaksanaan kehamilan abdominal. Selain itu, perlu dibedakan pula penatalaksanaan kehamilan ektopik yang belum terganggu dari kehamilan ektopik terganggu. Tentunya penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik yang belum terganggu berbeda dengan penatalaksanaan pasien dengan kehamilan ektopik terganggu yang menyebabkan syok.

Seorang pasien yang terdiagnosis dengan kehamilan tuba dan masih dalam kondisi baik dan tenang, memiliki 3 pilihan, yaitu penatalaksanaan ekspektasi (expectant management), penatalaksanaan medis dan penatalaksanaan bedah.

Penatalaksanaan Ekspektasi

Penatalaksanaan ekspektasi didasarkan pada fakta bahwa sekitar 75% b-hCG pasien dengan kehamilan ektopik akan mengalami penurunan kadar. Pada penatalaksanaan ekspektasi, kehamilan ektopik dini dengan kadar b-hCG yang stabil atau cenderung turun diobservasi ketat. Oleh sebab itu, tidak semua pasien dengan kehamilan ektopik dapat menjalani penatalaksanaan seperti ini. Penatalaksanaan ekspektasi dibatasi pada b-hCG yang keadaan-keadaan berikut:

1) kehamilan ektopik dengan kadar menurun, 2) kehamilan tuba,

3) tidak ada perdarahan intraabdominal atau ruptur, dan 4) diameter massa ektopik tidak melebihi 3.5 cm.

Penatalaksanaan Medis

Pada penatalaksanaan medis digunakan zat-zat yang dapat merusak integritas jaringan dan sel hasil konsepsi. Kandidat-kandidat penerima tatalaksana medis harus memiliki syarat-syarat berikut ini: keadaan hemodinamik yang stabil, bebas nyeri perut bawah, tidak ada aktivitas jantung janin, tidak ada cairan bebas dalam rongga abdomen dan kavum Douglas, harus teratur menjalani terapi, harus menggunakan kontrasepsi yang efektif selama 3-4 bulan pascaterapi, tidak memiliki penyakit-penyakit penyerta, sedang tidak menyusui, tidak ada

(9)

kehamilan intrauterin yang koeksis, memiliki fungsi ginjal, hepar dan profil darah yang normal, serta tidak memiliki kontraindikasi terhadap pemberian methotrexate. Berikut ini akan dibahas beberapa metode terminasi kehamilan ektopik secara medis.

1. Methotrexate

Methotrexate adalah obat sitotoksik yang sering digunakan untuk terapi keganasan, termasuk penyakit trofoblastik ganas. Pada penyakit trofoblastik, methotrexate akan merusak sel-sel trofoblas, dan bila diberikan pada pasien dengan kehamilan ektopik, methotrexate diharapkan dapat merusak sel-sel trofoblas sehingga menyebabkan terminasi kehamilan tersebut. Seperti halnya dengan penatalaksanaan medis untuk kehamilan ektopik pada umumnya, kandidat-kandidat untuk terapi methotrexate harus stabil secara hemodinamis dengan fungsi ginjal, hepar dan profil darah yang normal.

2. Actinomycin

Neary dan Rose melaporkan bahwa pemberian actinomycin intravena selama 5 hari berhasil menterminasi kehamilan ektopik pada pasien-pasien dengan kegagalan terapi methotrexate sebelumnya.

3. Larutan Glukosa Hiperosmolar

Injeksi larutan glukosa hiperosmolar per laparoskopi juga merupakan alternatif terapi medis kehamilan tuba yang belum terganggu. Yeko dan kawan-kawan melaporkan keberhasilan injeksi larutan glukosa hiperosmolar dalam menterminasi kehamilan tuba. Namun pada umumnya injeksi methotrexate tetap lebih unggul. Selain itu, angka kegagalan dengan terapi injeksi larutan glukosa tersebut cukup tinggi, sehingga alternatif ini jarang digunakan.

Penatalaksanaan Bedah

Fernandez (1991) mengemukakan kriteria untuk menetapkan terapi hamil ektopik dengan cara non-operatif atau dengan tindakan operasi sebagai berikut :

Jumlah skor diatas 6, dilakukan tindakan operasi laparaskopi atau laparatomi.

Penatalaksanaan bedah dapat dikerjakan pada pasien-pasien dengan kehamilan tuba yang belum terganggu maupun yang sudah terganggu. Tentu saja pada kehamilan ektopik terganggu, pembedahan harus dilakukan secepat mungkin. Pada dasarnya ada 2 macam pembedahan untuk menterminasi kehamilan tuba, yaitu pembedahan konservatif, di mana

(10)

integritas tuba dipertahankan, dan pembedahan radikal, di mana salpingektomi dilakukan. Pembedahan konservatif mencakup 2 teknik yang kita kenal sebagai salpingostomi dan salpingotomi. Selain itu, macam-macam pembedahan tersebut di atas dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi. Namun bila pasien jatuh ke dalam syok atau tidak stabil, maka tidak ada tempat bagi pembedahan per laparoskopi.

1. Salpingostomi

Salpingostomi adalah suatu prosedur untuk mengangkat hasil konsepsi yang berdiameter kurang dari 2 cm dan berlokasi di sepertiga distal tuba fallopii. Pada prosedur ini dibuat insisi linear sepanjang 10-15 mm pada tuba tepat di atas hasil konsepsi, di perbatasan antimesenterik. Setelah insisi hasil konsepsi segera terekspos dan kemudian dikeluarkan dengan hati-hati. Perdarahan yang terjadi umumnya sedikit dan dapat dikendalikan dengan elektrokauter. Insisi kemudian dibiarkan terbuka (tidak dijahit kembali) untuk sembuh per sekundam. Prosedur ini dapat dilakukan dengan laparotomi maupun laparoskopi. Metode per laparoskopi saat ini menjadi gold standard untuk kehamilan tuba yang belum terganggu. Sebuah penelitian di Israel membandingkan salpingostomi per laparoskopi dengan injeksi methotrexate per laparoskopi. Durasi pembedahan pada grup salpingostomi lebih lama daripada durasi pembedahan pada grup methotrexate, namun grup salpingostomi menjalani masa rawat inap yang lebih singkat dan insidens aktivitas trofoblastik persisten pada grup ini lebih rendah. Meskipun demikian angka keberhasilan terminasi kehamilan tuba dan angka kehamilan intrauterine setelah kehamilan tuba pada kedua grup tidak berbeda secara bermakna.

2. Salpingotomi

Pada dasarnya prosedur ini sama dengan salpingostomi, kecuali bahwa pada salpingotomi insisi dijahit kembali. Beberapa literatur menyebutkan bahwa tidak ada perbedaan bermakna dalam hal prognosis, patensi dan perlekatan tuba pascaoperatif antara salpingostomi dan salpingotomi.

3. Salpingektomi

Reseksi tuba dapat dikerjakan baik pada kehamilan tuba yang belum maupun yang sudah terganggu, dan dapat dilakukan melalui laparotomi maupun laparoskopi. Salpingektomi diindikasikan pada keadaan-keadaan berikut ini:

1) kehamilan ektopik mengalami ruptur (terganggu), 2) pasien tidak menginginkan fertilitas pascaoperatif, 3) terjadi kegagalan sterilisasi,

4) telah dilakukan rekonstruksi atau manipulasi tuba sebelumnya, 5) pasien meminta dilakukan sterilisasi,

6) perdarahan berlanjut pascasalpingotomi, 7) kehamilan tuba berulang,

8) kehamilan heterotopik, dan

(11)

Reseksi massa hasil konsepsi dan anastomosis tuba kadang-kadang dilakukan pada kehamilan pars ismika yang belum terganggu. Metode ini lebih dipilih daripada salpingostomi, sebab salpingostomi dapat menyebabkan jaringan parut dan penyempitan lumen pars ismika yang sebenarnya sudah sempit. Pada kehamilan pars interstitialis, sering kali dilakukan pula histerektomi untuk menghentikan perdarahan masif yang terjadi. Pada salpingektomi, bagian tuba antara uterus dan massa hasil konsepsi diklem, digunting, dan kemudian sisanya (stump) diikat dengan jahitan ligasi. Arteria tuboovarika diligasi, sedangkan arteria uteroovarika dipertahankan. Tuba yang direseksi dipisahkan dari mesosalping.

4. Evakuasi Fimbrae dan Fimbraektomi

Bila terjadi kehamilan di fimbrae, massa hasil konsepsi dapat dievakuasi dari fimbrae tanpa melakukan fimbraektomi. Dengan menyemburkan cairan di bawah tekanan dengan alat aquadisektor atau spuit, massa hasil konsepsi dapat terdorong dan lepas dari implantasinya. Fimbraektomi dikerjakan bila massa hasil konsepsi berdiameter cukup besar sehingga tidak dapat diekspulsi dengan cairan bertekanan.

Referensi

Dokumen terkait

Hemolisis sering menyebabkan kenaikan dalam billirubin serum, dan pada malaria falsifarum ia dapat cukup kuat untuk mengakibatkan hemoglobinuria (blackwater fever).

Pada klien TB paru biasanya ditemukan keluhan utama berupa sesak  nafas disertai batuk-batuk dan nyeri dadRiwayat Kesehatan Sekarang Riwayat kesehatan sekarang merupakan data

Setelah itu istilah hedonisme terus berkembang mengikut falsafah sekular Barat itu sendiri. Di dalam buku Pendidikan Islam yang telah diterbitkan oleh PTS Publications

?erikan ren/ana manaemen yang rasional an terintegrasi 3sesmen +lang nyeri paa anak se/ara r+8n. 1al+asi e;ek8:tas ren/ana manaemen nyeri Ne1isi ren/ana

Majelis Hakim menyimpulkan bahwa telah jelas perbuatan dari Heru, Ardian terhadap korban Vicki yang telah memegang dan meremas payudara korban di dalam Kamar

Kami optimis bahwa usaha ini akan berkembang karena harga bakpau yang ditawarkan terjangkau oleh mahasiswa dan masyarakat, selain itu bakpao kenari dingin

Untuk semua penyimpangan pekerjaan yang belum terdapat dalam gambar, baik penyimpangan itu atas perintah Pemberi Tugas atau tidak, Pemborong harus membuat gambar-gambar

Semua neuron yang menyalurkan impuls dari korteks motorik turun melalui tractus corticospinalis sampai di neuron kornu anterior medula spinalis sedangkan yang