• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS TIDUR PADA PASIEN ASMA DI RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS TIDUR PADA PASIEN ASMA DI RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH"

Copied!
7
0
0

Teks penuh

(1)

1

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KUALITAS TIDUR PADA

PASIEN ASMA DI RSUD dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

THE FACTORS INFLUENCING THE QUALITY OF SLEEP OF ASTHMA

PATIENTS IN HOSPITAL dr. ZAINOEL ABIDIN BANDA ACEH

Isra Yusriyanti Habibillah1; Teuku Samsul Bahri2

1 Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh 2 Bagian Keilmuan Keperawatan Medikal Bedah Fakultas Keperawatan Universitas Syiah Kuala Banda Aceh

e-mail : israhabibillah94@gmail.com; teukusamsulbahri65@yahoo.co.id

ABSTRAK

Tidur adalah kebutuhan fisiologis bagi manusia yang berguna untuk proses pemulihan tubuh. Pada sebagian besar pasien asma mengeluh kualitas tidurnya menurun karena sesak berat, sulit bernapas, nyeri dada dan batuk baik siang maupun malam hari. Asma di berbagai negara sangat bervariasi diperkirakan bahwa jumlah asma akan meningkat hingga 400 juta pada tahun 2025. Tujuan penelitian adalah untuk mengetahui hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur pada pasien asma. Jenis penelitian yang digunakan adalah descriptive corelative dengan desain cross sectional study. Populasi pada penelitian ini adalah pasien asma yang berkunjung ke Poliklinik Paru Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. Teknik pengambilan sampel adalah consecutive sampling dengan jumlah sampel sebanyak 68 responden. Teknik pengumpulan data kuesioner dalam bentuk skala Likert yang terdiri dari 25 pernyataan. Metode analisis data menggunakan uji Chi-Square. Hasil penelitian menunjukkan faktor-faktor yang mempunyai hubungan dengan kualitas tidur pada pasien asma yaitu penyakit fisik dengan (p-value=0,001), faktor lingkungan dengan (p-value=0,001), aktivitas fisik dan kelelahan dengan (p-value=0,000), stress emosional dengan (p-value=0,001), nutrisi dengan (p-value=0,000), sedangkan faktor substansi dan obat-obatan tidak ada hubungan dengan kualitas tidur pada pasien asma (p-value=0,524). Kesimpulannya terdapat hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur pada pasien asma. Direkomendasikan bagi perawat di Poliklinik Paru agar dapat meningkatkan perhatian terhadap kualitas tidur pasien dengan memberikan penyuluhan terhadap kesehatan bagi pasien asma.

Kata Kunci : Tidur, kualitas tidur, pasien asma

ABSTRACT

Sleep is physiological necessities for humans that are useful for the recovery of the body. In the majority of asthma patients they complained their sleep quality decreases due to severe tightness , difficulty breathing , chest pain and coughing up both day and night. The prevalence of asthma in different countries varies widely estimated that the number of it will increase to 400 millions in 2025. The purpose of this study was to determine the relationship between the factors influencing sleep and the quality of sleep in asthma patients. The type of the research used was the descriptive corelative with cross sectional approach. The population in this study was the asthma patients who visited Poliklinik Paru (Lung Policlinic) of Regional Public Hospital dr. Zainoel Abidin Banda Aceh. The sampling technique was the consecutive sampling with the total of the sample was 68 respondents. The technique of data collection used was by using the questionnaire in the form of Likert scale consisting of 25 statements. The method of the data analysis used Chi-Square test. The result showed that there is correlation between physical ailments with the quality of sleep in patients with asthma (p-value=0.001 ), there is relation to environmental factors with the quality of sleep in patients with asthma (p-value=0.001), there is a correlation factor physical activity and fatigue with the quality of sleep in patients with asthma (p-value=0.000), there is a correlation between emotional stress with sleep quality in patients with asthma (p-value=0.001), there is a correlation between nutritional quality of sleep in patients with asthma (p-value-=0.000), and no correlation between substance and medicines to the quality of sleep in patients with asthma (p-value=0.524). It was recommended for the nurses in (lung Policlinic) in order to improve the attention to the quality of sleep of the patients so that they could improve the quality of their sleep.

(2)

2

PENDAHULUAN

Kebutuhan dasar manusia merupakan unsur-unsur yang dibutuhkan oleh manusia dalam mempertahankan keseimbangan fisiologis maupun psikologis, yang tentunya bertujuan untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan. Besarnya kebutuhan dasar yang terpenuhi menentukan tingkat kesehatan dan posisi pada rentang sehat sakit (Potter Perry, 2005, p.793).

Tidur sebagai salah satu kebutuhan dasar manusia sangat dipengaruhi oleh berbagai macam faktor yang berakibat timbulnya gangguan pemenuhan tidur pada seseorang. (Potter & Perry, 2005, p.1477).

Pengalaman klinik menunjukkan adanya interaksi yang berarti antara gangguan fungsi pernapasan dan tidur. Tidur dapat menyebabkan semakin buruknya keadaan fungsi pernapasan dan sebaliknya (Munardi, 2002).

Seorang pasien dengan gangguan pernapasan dapat pula mengalami kesulitan untuk tidur, karena penyakit pernapasan

seringkali mempengaruhi tidur

(

Reimer,2000)

. Klien yang berpenyakit paru kronik seperti emfisema dengan napas pendek dan seringkali tidak dapat tidur tanpa dua atau tiga bantal untuk meninggikan kepala mereka. Asma, bronkitis, dan rinitis alergi mengubah irama pernapasan dan dapat mengganggu tidur pasien (Potter & Perry, 2005, p.1477).

Asma dapat memberikan dampak negatif terhadap status kesehatan, aktivitas fisik, dan aktivitas sosial (Gazotti et al, 2013). Asma juga dapat menyebabkan gangguan pola tidur, sering merasa lelah dan mudah frustasi pada penderitanya (Autralian Institute of Health and Welfare, 2004).

Menurut data WHO pada tahun 2005 prevalensi asma di berbagai Negara sangat bervariasi diperkirakan bahwa jumlah asma akan meningkat hingga 400 juta pada tahun 2025 (GINA, 2006). Di Malaysia, Thailand, Brunei Darussalam dan Singapura, asma merupakan termasuk penyebab kematian kedelapan. Di Indonesia, asma masuk dalam sepuluh besar penyebab kesakitan dan

kematian, dengan jumlah penderita tahun 2002 sebanyak 12,5 juta (B, Arief, 2009).

Berdasarkan Riset Kesehatan Dasar pada tahun 2013, prevalensi asma nasional di Indonesia mencapai 4,5 %. Di Aceh prevalensi asma tertinggi adalah Aceh Barat 13,6% dan terendah di Sabang dan Gayo Lues masing-masing 1,3% (Anonim, 2012).

Rabe et al. (2010), mengungkapkan hasil penelitiannya bahwa terdapat 30% pasien dewasa dengan asma mengatakan bahwa tidur mereka telah terganggu pada minggu sebelumnya akibat asma.

METODE

Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif korelatif dengan desain cross sectional study melalui kuesioner. Metode pengambilan sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah purposive sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah pasien asma di Poliklinik Paru Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin Banda Aceh yang berjumlah 210 responden dengan jumlah sampel sebanyak 68 orang. (Notoatmodjo, 2010, p.25).

HASIL

Tabel 1. Subvariabel Faktor faktor yang Mempengaruhi Kualitas Tidur pada Pasien Asma (n=68)

Berdasarkan tabel diatas diketahui bahwa distribusi frekuensi subvariabel

faktor-No. Kategori f %

1. Faktor Penyakit Fisik Ya Tidak 39 29 57,4 42,6 2. Faktor Lingkungan Tidak Bersih Bersih 43 25 63,2 36,8 3. Faktor Latihan Fisik dan kelelahan

Tidak Ya 49 19 72,1 27,9 4. Faktor Stress Emosional

Rendah Tinggi 42 26 61,8 38,2 5. Faktor Nutrisi Kurang Baik Baik 46 22 67,6 32,4 6. Faktor Substansi dan obat-obatan

Tidak Ya 21 47 69,1 30,9

(3)

3

faktor yang mempengaruhi kualitas tidur pada

pasien Asma untuk subvariabel faktor penyakit fisik dengan frekuensi sebanyak 39 orang responden (57,4%). Faktor lingkungan dengan frekuensi sebanyak 43 orang responden (63,2%).

Selanjutnya faktor latihan fisik dan kelelahan dengan frekuensi sebanyak 49 orang responden (72,1%). Faktor stress emosional dengan frekuensi sebanyak 42 orang responden (61,8%). Faktor nutrisi dengan frekuensi sebanyak 46 orang responden (67,6%), dan yang terakhir untuk subvariabel substansi dan obat-obatan dengan frekuensi 41 orang responden (60,3).

Tabel 2. Kualitas Tidur pada Pasien Asma (n=68)

Berdasarkan tabel di atas diketahui distribusi frekuensi kualitas tidur pada pasien Asma menunjukkan sebanyak 54 orang responden (79,4%) didapatkan bahwa kualitas tidurnya berada pada kualitas tidur yang buruk.

Tabel 3. Faktor Penyakit Fisik dengan Kualitas Tidur pada Pasien Asma (n=68)

Berdasarkan tabel diatas diketahui dari 39 orang (100%) responden dengan faktor penyakit terdapat 37 orang (94,9%) responden dengan kualitas tidur yang kurang. Sedangkan dari 29 orang (100%) responden dengan faktor

penyakit fisik terdapat 12 orang (41,4%) responden dengan kualitas tidur yang baik. Tabel 4. Faktor Lingkungan dengan Kualitas Tidur pada Pasien Asma (n=68)

Berdasarkan tabel di atas diketahui dari 43 orang (100%) responden dengan faktor lingkungan tidak bersih terdapat 40 orang (93,0%) responden dengan kualitas tidur yang kurang. Sedangkan dari 25 oarang (100%) responden dengan faktor lingkungan bersih terdapat 11 orang (44,0%) responden dengan kualitas tidur yang baik.

Tabel 5. Hubungan Faktor Aktivitas Fisik

dan Kelelahan dengan Kualitas Tidur pada Pasien Asma (n=6

Berdasarkan tabel di atas diketahui dari 49 orang (100%) responden dengan faktor aktivitas fisik dan kelelahan terdapat 47 orang (87,0%) responden dengan kualitas tidur yang kurang. Sedangkan dari 19 oarang (100%) responden dengan faktor akitivitas fisik dan kelelahan terdapat 12 orang (63,2%) responden dengan kualitas tidur yang baik.

No. Kategori f % 1. Baik 14 20,6 2. Kurang 54 79,4 Fakto r Penya kit fisik Kualitas Tidur Total P-value Baik Kurang f % f % f % 0,00 1 Tidak 12 41,4 1 7 58, 6 2 9 10 0 Ya 2 5,1 3 7 94, 9 3 9 10 0 Lingkun gan Kualitas Tidur Total P-value Baik Kurang f % f % f % 0,001 Bersih 1 1 44, 0 1 4 56, 0 2 5 10 0 Tidak bersih 3 7,0 4 0 93, 0 4 3 10 0 Aktivi tas fisik dan kelela han Kualitas Tidur Total P-value Baik Kurang f % f % f % 0,000 Tidak 1 2 63, 2 7 36, 8 19 10 0 Ya 2 14, 3 4 7 87, 0 49 10 0

(4)

4

Tabel 6. Hubungan Faktor Stress Emosional

dengan Kualitas Tidur pada Pasien Asma (n=68)

Berdasarkan tabel di atas dari 42 orang (100%) responden dengan faktor stres emosional terdapat 39 orang (92,9%) responden dengan kualitas tidur yang kurang. Sedangkan 26 orang (100%) responden dengan faktor stres emosional terdapat 11 orang (42,3%) responden dengan kualitas tidur yang baik.

Tabel 7. Hubungan Faktor Nutrisi dengan Kualitas Tidur pada Pasien Asma (n=68)

Berdasarkan tabel diketahui dari 46 orang (100%) responden dengan faktor nutrisi kurang terdapat 44 orang (95,7%) responden dengan kualitas tidur yang kurang. Sedangkan dari 22 orang (100%) responden dengan faktor nutrisi baik terdapat 12 orang (54,5%) responden dengan kualitas tidur yang baik.

Tabel 8. Hubungan Faktor Substansi dan Obat-obatandengan Kualitas Tidur pada Pasien Asma (n=68) Substa nsi dan Obat-obatan Kualitas Tidur Total P-valu e Baik Kurang f % f % f % 0,52 4 Tidak 11 23,4 36 76,6 47 1 0 0 Ya 3 14,3 18 85,7 21

Berdasarkan tabel di atas dari 21 orang (100%) responden dengan faktor substansi dan obat-obatan terdapat 18 orang (85,7%) responden dengan kualitas tidur yang kurang. Sedangkan 47 orang (100%) responden dengan faktor substansi dan obat-obatan terdapat 11 orang (23,4%) responden dengan kualitas tidur yang baik.

PEMBAHASAN

Berdasarkan variabel penyakit fisik didpatkan hasil penelitian bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara faktor penyakit fisik dengan kualitas tidur pada pasien dengan nilai p-value=0,001.

Menurut pendapat penulis, pasien dengan penyakit asma ini rata-rata mengeluh dengan kualitas tidur mereka, rata-rata dari mereka mengatakan bahwa faktor penyakit fisik, mulai dari asma yang kambuh, batuk dimalam hari, nyeri dan merasa tertekan dibagian dada, dan suara mengi (suara yang muncul ketika bernapas), itu semua membuat mereka sulit untuk mendapatkan tidur yang efektif.

Hasil penelitian di atas didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Munardi (2002) tentang faktor-faktor yang mempengaruhi pemenuhan kebutuhan tidur pada pasien dengan perubahan fungsi pernapasan yang menunjukkan ada hubungan antara nyeri dan pemenuhan kebutuhan tidur pada pasien dengan perubahan fungsi pernapasan dengan nilai p-value =0,000 (p<α). Hasil penelitian tersebut didukung oleh pernyataan Simonson et al (2007) yang

menyatakan bahwa penyakit yang

menyebabkan nyeri dan ketidaknyamanan fisik dapat menyebabkan masalah tidur seperti kesulitan tidur atau kesulitan untuk tetap tertidur.

Variabel selanjutnya lingkungan, hasil penelitian menunjukkan terdapat hubungan yang bermakna antara faktor lingkungan Stress Emosio nal Kualitas Tidur Total P-valu e Baik kurang f % f % f % 0,0 01 Rendah 1 1 42, 3 15 57,7 26 100 Tinggi 2 7,1 39 92,9 42 100 Nutrisi Kualitas Tidur Total P-value Baik Kurang f % f % f % 0,000 Baik 1 2 54, 5 1 0 45, 5 2 2 10 0 Kurang 2 4,3 4 4 95,7 4 6 10 0

(5)

5

dengan kualitas tidur yang dialami oleh pasien

asma di Poliklinik Paru RSUD dr.Zainoel Abidin Banda Aceh dengan p-value=0,001.

Berdasarkan analisa penulis, penyakit asma sangat erat kaitannya dengan lingkungan, mengatakan bahwa mereka sangat terganggu dengan cuaca yang terlalu ekstrim dalam arti kata suhu lingkungan yang terlalu dingin atau terlalu panas, karena ketika cuaca dingin kebanyakan dari mereka mengatakan bahwa asmanya akan kambuh, dan ini akan berdampak pada kualitas tidur mereka dimalam hari.

Hasil peneltian ini juga sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh Rahmi (2015) tentang hubungan lingkungan tempat tinggal dengan tingkat kontrol asma pada pasien asma di Poliklinik Paru RSUDZA Kota Banda Aceh, menunjukkan terdapat hubungan antara dapat disimpulkan bahwa lingkungan tempat tinggal berhubungan dengan tingkat kontrol asma pada pasien asma.

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Darmin (2013) tentang hubungan kondisi lingkungan fisik rumah dan allergen dengan kejadian Asthma Bronchiale di wilayah kerja Puskesmas Tamalate Kota Gorontalo, dengan P-value=0,000 dibuktikan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara keberadaan debu dengan kejadian Asma Bronkial. Penelitian ini di kuatkan oleh pernyataan Djojodibroto (2009), bahwa Tungau Debu Rumah (TDR) adalah alergen inhalan penting yang berhubungan dengan asma.

Kemudian untuk variabel latihan fisik dan kelelahan didapatkan hasil penelitian bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara faktor latihan fisik dan kelelahan dengan kualitas tidur pada pasien asma dengan nilai p-value=0,000.

Penelitian di atas didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Wahyu (2013) tentang analisi faktor-faktor pencetus derajat serangan asma pada penderita asma di Puskesmas Perak Kabupaten jombang dengan p-value=0,000, yang menunjukkan ada hubungan faktor aktivitas fisik dengan derajat serangan asma. Penelitian tersebut selaras

dengan pernyataan Kozier (2010) bahwa kelelahan akan berpengaruh terhadap pola tidur seseorang, semakin lelah seseorang maka akan semakin pendek tidur REMnya.

Dari data yang menunjukkan sebagian besar responden berjenis kelamin perempuan, yang pada kenyataannya jika perempuan melakukan aktivitas fisik yang sedikit berat akan membuat mereka mudah lelah. Dengan mudahnya lelah tersebut akan membuat daya tahan tubuh menurun yang didukung oleh cuaca yang tidak menentu seperti saat ini. Menurunnya daya tahan tubuh akan mengakibatkan seseorang akan mudah terserang penyakit, yang salah satunya asma. Kondisi seperti ini juga bisa memperburuk serangan asma yang sebelumnya telah diderita oleh responden.

Variabel selanjutnya yaitu stress emosional, berdasarkan hasil penelitian menujukkan ada hubungan yang bermakna antara faktor penyakit fisik dengan kualitas tidur pada pasien asma di Poliklinik Paru RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dengan nilai p-value=0,001.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan oleh Wahyu (2013) tentang analisis faktor-faktor pencetus derajat serangan asma pada penderita asma di Puskesmas Perak Kabupaten jombang bahwa ada hubungan antara faktor stress dengan derajat serangan asma di puskesmas Perak Kabupaten Jombang.

Hasil penelitian ini juga dikuatkan oleh pernyataan yang dikatakan oleh Kozier (2010), bahwasanya depresi dan kecemasan seringkali mengganggu tidur. Seseorang yang dipenuhi oleh masalah mungkin tidak bisa rileks untuk bisa tidur, kecemasan akan meningkatkan kadar norepinephrin dalam darah yang akan merangsang sistem saraf simpatetik dan akan mengakibatkan berkurangnya tahap seseorang untuk tidur.

Menurut analisa penulis, stres merupakan masalah yang selalu dialami oleh setiap orang. Stress sendiri merupakan kondisi psikologis yang dapat memperburuk derajat serangan asma. Responden di lapangan

(6)

6

mengatakan jika awalnya mereka tidak

mempunyai masalah yang menyebabkan serangan asma mereka berulang, namun ketika muncul suatu masalah maka stress ringan yang terjadi mengakibatkan serangan itu berulang dan membuat tidur mereka terganggu.

Selanjutnya untuk variabel asupan makanan menunjukkan hubungan yang bermakna antara faktor asupan makanan dengan kualitas tidur pada pasien asma di Poliklinik Paru RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dengan nilai p-value=0,000.

Hasil penelitian ini didukung oleh penelitian yang dilakukan Ryandra (2016) tentang hubungan kualitas tidur dengan Indeks Massa Tubuh (IMT) berlebih pada mahasiswa

fakultas kedokteran Universitas

muhammadiyah Malang, yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yng signifikan antara kualitas tidur dengan IMT berlebih pada mahasiswa fakultas kedokteran Universitas muhammadiyah Malang dengan p-value =0,000.\

Variabel terkahir yaitu sabustansii dan obat-obatan, berdasarkan hasil penelitian menunjukkan tidak ada hubungan yang bermakna antara faktor substansi dan obat-obatan dengan kualitas tidur pada pasien asma di Poliklinik Paru RSUD dr. Zainoel Abidin Banda Aceh dengan nilai p-value=0,524.

Hasil penelitian ini berbeda dengan penelitian yang dilakukan Wahyuni (2013) tentang penurunan kewaspadaan perawat dengan yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang bermakna antara kebiasaan minum kopi dengan kualitas tidur perawat. Perbedaan dengan penelitian yang peneliti teliti adalah sebagian besar responden tidak mengkonsumsi kopi dimalam hari dikarenakan rata-rata dari responden berjenis kelamin perempuan, sedangkan penelitian yang di lakukan Wahyuni berjenis kelamin laki-laki. Laki-laki cenderung lebih suka mengkonsumsi kopi daripada perempuan.

Perbedaan juga terlihat dari penelitian yang dilakukan oleh Lin, et al (2012) yang dilakukan pada 68 orang sehat (34 perokok dan 34 kontrol) di Taiwan, hasil penelitian

menyebutkan bahwa perokok memiliki ingatan visual yang buruk dan kualitas tidur yang buruk daripada orang yang bukan perokok. Penelitian ini tidak sesuai dengan hasil penelitian yang ada yang mengatakan bahwa substansi dan obat-obatan tidak mempengaruhi kualitas tidur. Perbedaan mungkin terlihat dari objek penelitian, penelitian yang dilakukan oleh Lin et al adalah perokok sedangkan penelitian ini adalah pasien asma yang belum tentu semuanya memiliki kebiasaan merokok. Alasan lain tidak adanya hubungan faktor substansi dan obat-obatan yaitu, mayoritas dari penduduk Aceh terutama yang berobat di Poliklinik Paru Rumah Sakit Umum Daerah dr.Zainoel Abidin Banda Aceh beragama Islam, didalam Islam dilarang untuk mengkonsumsi minuman yang mengandung alkohol, makanya dari hasil jawaban responden ketika penelitian semuanya muslim, tidak ada diantara mereka yang non muslim.

KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian maka dapat di simpulkan bahwa ada hubungan antara faktor yang mempengaruhi tidur dengan kualitas tidur pada pasien asma di poliklinik paru RSUDZA Banda Aceh.

Sehingga saran dari penulis untuk poliklinik paru Rumah Sakit Umum Daerah dr. Zainoel Abidin diharapkan dapat menjadi bahan tambahan dan referensi untuk menambah pengetahuan tentang faktor-faktor yang mempengaruhi kualitas tidur pada pasien asma sehingga perawat poliklinik paru dapat memberikan informasi dan meningkatkan pengetahuan pasien asma melalui kegiatan penyuluhan. Bagi praktisi keperawatan agar dapat meningkatkan perhatian terhadap kualitas tidur pasien asma, sehingga kualitas tidur pada pasien asma dapat terpenuhi. Bagi perkembangan metodelogi keperawatan agar dapat dijadikan studi pustaka dan referensi untuk penelitian selanjutnya

(7)

7

REFERENSI

Asmadi. (2012). Teknik prosedural

keperawatan : konsep dan aplikasi

kebutuhan dasar klien. Jakarta :

Salemba Medika

Arief,B.(2009). Buku Pedoman Penyakit Asma. Jakarta : Salemba Medika

Bukit, E.K. (2005). Kualitas tidur dan

faktor-faktor gangguan tidur klien

lanjut usia yang dirawat inap di

ruang penyakit dalam rumah sakit

Medan.

Jurnal

keperawatan

Indonesia, Volume 7(2),48-53. Di

akses pada tanggal 15 Juli 2016.

Buysse, D J. (1988). The pittsburgh sleep

quality index : a new instrument for

psychiatric practice and research.

Psychiatry Research,28, 193-213.

Di akses pada tanggal 14 Desember

2015.

GINA (Global Initiative for Asthma).

(2015). Pocket guide for asthma

management

and

prevention.

(www.ginaasthma.org). Di akses

pada tanggal 18 desember 2015.

Kozier. (2010). Buku ajar praktik dan

keperawatan klinis. Jakarta : EGC

Munardi. (2002). Faktor-faktor yang

mempengaruhi kebutuhan tidur

pada pasien dengan perubahan

fungsi

pernafasan

di

badan

pelayanan kesehatan RSUD dr.

Zainoel Abidin Banda Aceh. Jurnal

Keperawatan Indonesia, Volume

7(2),48-53. Di akses pada tanggal

05 Desember 2015.

Notoadmojo,

S.(2010).

Metodologi

penelitian kesehatan. Jakarta :

Rineka Cipta

Potter, P.A & Perry, A.G.(2005). Buku

ajar

fundamental

keperawatan

konsep,proses,dan praktik, edisi 4

Volume 2. Jakarta : EGC

Rahmi, Y .(2015). Tentang hubungan

lingkungan tempat tinggal dengan

tingkat kontrol asma pada pasien

asma di Poliklinik Paru RSUDZA

Kota Banda Aceh. Diakses pada

tanggal 19 Juli 2016.

Reimer, M. Sleep and sensory disorder. In

Black, J.M. & Jacobs, E. M.

(2000). Medical surgical nursing:

Clinical management for continuity

of care (5

th

ed.). Philadelphia: W.

B. Saunders Company

Riskesdas. (2013). Riset kesehatan dasar

tahun 2013. Kemenkes RI

Smeltzer, S.C., & Bare, B.G. (2001). Buku

ajar keperawatan medikal bedah,

edisi 8, volume 1. Jakarta : EGC

Wahyun, C., Pepin, N., Hexawan, T.

(2013).

Analisa

faktor-faktor

pencetus derajat serangan asma

pada penderita asma di puskesma

Perak Kabupaten Jombang. Di

akses pada tanggal 11 Juli 2016.

Widuri, H. (2010). Kebutuhan dasar

manusia ( aspek mobilitas dan

istirahat tidur), edisi 1. Yogyakarta

: Gosyen Publishing

Williams L & Wilkins. (2011). Kapita

selekta penyakit : dengan implikasi

keperawatan. Jakarta : EGC

Gambar

Tabel  1.  Subvariabel  Faktor  faktor  yang  Mempengaruhi  Kualitas  Tidur  pada  Pasien  Asma (n=68)
Tabel  2.  Kualitas  Tidur  pada  Pasien  Asma  (n=68)
Tabel  7.  Hubungan  Faktor  Nutrisi  dengan  Kualitas Tidur pada Pasien Asma (n=68)

Referensi

Dokumen terkait

Melalui penyajian informasi yang aktual dan faktual dilakukan kedua media online Detik.Com dan Kompas.Com terhadap pemberitaan terorisme di Surabaya memberikan suatu hal

[r]

Suku bunga efektif adalah suku bunga yang secara tepat mendiskontokan estimasi penerimaan kas di masa datang (mencakup seluruh komisi dan bentuk lain yang dibayarkan dan diterima

Secara spesi fi k objek penelitian penulis adalah berkenaan dengan sistem pelacakan penggunaan software berlisensi yang dipakai PT Pupuk Kujang serta Help Desk System dalam

Pada intinya pemberdayaan bertujuan untuk mengambil keputusan dan menentukan tindakan yang akan dilakukan terkait dengan masyarakat, termasuk mengurangi efek

Perlawanan intelektual pribumi yang dilakukan oleh organisasi berideologi komunis menggunakan beberapa media, diantaranya surat kabar Soerapati.. Metode yang digunakan

Alasan dipilihnya wilayah hukum Jakarta Pusat sebagai lokasi penelitian dikarenakan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah mempunyai persidangan/pengadilan anak dan berdasarkan

Selain melakukan wawancara dengan para pemegang program, kami juga mewawancarai seorang bidan desa sebagai perwakilan. Dari wawancara didapatkan hasil sebagai