• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. di berbagai negara untuk berbagai tujuan. Selain itu, N. sativa telah digunakan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB I PENDAHULUAN. A. Latar Belakang. di berbagai negara untuk berbagai tujuan. Selain itu, N. sativa telah digunakan"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

1

Biji jinten hitam (Nigella sativa) telah lama digunakan oleh masyarakat luas di berbagai negara untuk berbagai tujuan. Selain itu, N. sativa telah digunakan untuk pengobatan oleh umat Islam sejak 2000-3000 tahun lalu. Penggunaan N.

sativa untuk pengobatan sangat luas, contohnya untuk mengobati batuk kronis,

demam, lelah, serta untuk penyakit yang berkaitan dengan empedu dan limpa (Sirat

et al., 2001), pelancar ASI, peluruh kentut, pencegah muntah, pencahar, pengobatan

pasca persalinan (Anonim, 1985), analgesik dan antiinflamasi, antibakteri, antikarsinogenik, dan antivirus. Biji jinten hitam merupakan sumber minyak biji jinten hitam (BJH) dapat dimanfaatkan untuk keperluan industri maupun sebagai obat karena nilai farmasetisnya. Minyak BJH atau black seed oil banyak mengandung asam linoleat dan asam oleat yang dipercaya bermanfaat untuk kesehatan manusia (Benkaci-Ali, 2012). Minyak BJH juga mengandung asam amino, protein, karbohidrat, minyak jenuh, dan minyak volatil (Khan, 1999).

Pemalsuan minyak BJH dapat dilakukan oleh pelaku pasar tidak bertanggung jawab untuk meningkatkan keuntungan ekonomi. Pemalsu menggunakan minyak dengan harga lebih murah, seperti minyak biji anggur, minyak Walnut, minyak biji bunga matahari, dan minyak kedelai. Oleh karena itu, deteksi dan kuantifikasi minyak BJH harus dilakukan. Analisis tersebut untuk memastikan kualitas minyak BJH (Nurrulhidayah et al., 2011). Dalam hal ini diperlukan suatu metode yang mampu melakukan analisis minyak BJH secara cepat

(2)

dan reliabel (dapat dipercaya). Disebabkan karena kemampuannya sebagai metode sidik jari (fingerprint), spektrofotometri inframerah Fourier transform (FTIR) dapat menjadi suatu teknik analisis potensial untuk autentikasi minyak BJH.

Pada beberapa tahun terakhir ini, penggunaan spektrofotometri FTIR untuk analisis kuantitatif komponen dalam campuran kompleks meningkat tajam. Metode spektrofotometri FTIR bersifat non-destruktif, cepat, dan tidak memerlukan preparasi sampel yang sukar dalam analisis minyak. Analisis konsentrasi minyak menggunakan spektrofotometri FTIR dikenal sebagai green analytical chemistry karena penggunaan spektrofotometri FTIR dapat mengurangi atau mengeliminasi penggunaan pelarut dan reagen kimia berbahaya bagi kesehatan manusia dan lingkungan (Tobiszweski dan Namiesnik, 2012).

Salah satu faktor penting yang mendukung analisis spektrofotometri FTIR adalah kemometrika. Kemometrika merupakan disiplin ilmu terkait dengan penerapan metode statistika dan matematika untuk analisis kimia (Lavine dan Workman, 2008). Kombinasi spektrofotometri FTIR dengan kemometrika mampu menganalisis suatu komponen dalam campuran dengan cepat dan reliabel.

Spektrofotometri FTIR telah mampu menganalisis pemalsuan minyak BJH dalam campuran dengan minyak biji anggur (Nurrulhidayah et al., 2011), adanya minyak jagung dan minyak bunga matahari dalam virgin coconut oil (VCO) (Rohman dan Che Man, 2011), dan keterdapatan minyak kelapa sawit dalam VCO (Rohman dan Che Man, 2009b). Penggunaan spektrofotometri FTIR yang dihubungkan dengan kemometrika juga telah berhasil untuk analisis minyak ikan dalam campuran minyak jagung (Rohman et al., 2011b), analisis minyak extra

(3)

virgin olive oil (EVOO) dalam campuran minyak sawit (Rohman dan Che Man,

2010b), dan untuk analisis pemalsuan minyak buah merah (Rohman et al., 2011).

Melalui penelusuran pustaka di beberapa database seperti Scopus, penggunaan kombinasi metode spektrofotometri FTIR dan kalibrasi multivariat untuk analisis campuran minyak BJH dengan minyak biji bunga matahari (BBM) dan minyak Walnut belum pernah dilaporkan. Dipilihnya minyak BBM dan minyak Walnut sebagai campuran karena penelitian sebelumnya oleh Rohman et al. (2011) menunjukkan bahwa minyak BBM dan minyak Walnut berjarak lebih dekat dengan minyak BJH dalam skor plot analisis komponen utama (principal component

analysis, PCA), menggunakan komposisi asam lemak sebagai variabel. Oleh karena

itu, penelitian ini bertujuan untuk mengembangkan metode spektrofotometri FTIR. Spektrofotometri FTIR tersebut dikombinasikan dengan kalibrasi multivariat untuk analisis minyak BJH dalam campuran minyak BBM dan minyak Walnut.

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang diangkat dalam penelitian ini sebagai berikut.

1. Bagaimana optimasi spektrofotometri FTIR dan kalibrasi multivariat untuk menghasilkan model yang sesuai untuk analisis minyak BJH dalam campuran biner dengan minyak BBM dan dengan minyak Walnut?

2. Apakah spektrofotometri FTIR terkombinasi dengan kalibrasi multivariat dapat digunakan untuk analisis minyak BJH dalam campuran terner dengan minyak BBM dan minyak Walnut?

(4)

C. Pentingnya Penelitian Dilakukan

Analisis campuran minyak sering mengalami kesulitan karena senyawa penyusunnya bersifat kompleks. Kombinasi spektrofotometri FTIR dengan teknik kemometrika diharapkan mampu untuk autentikasi BJH secara cepat dan reliabel. Hal ini dilakukan untuk menjamin kualitas dan efek minyak BJH.

Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan oleh industri farmasi dan pemerintah melalui Badan Pengawas Obat dan Makanan untuk analisis kualitas produk minyak BJH. Hal tersebut untuk menghindari adanya kecurangan pemalsuan minyak BJH dengan campuran minyak BBM dan minyak Walnut. Hasil dari penelitian juga dapat dimanfaatkan oleh peneliti lain sebagai acuan dalam analisis yang sama.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini adalah diperolehnya metode analisis yang cepat dan akurat untuk autentikasi minyak BJH, yaitu:

1. Optimasi spektrofotometri FTIR dan kalibrasi multivariat sehingga menghasilkan model yang sesuai untuk analisis minyak BJH dalam campuran biner dengan minyak BBM dan minyak Walnut.

2. Menggunakan spektrofotometri FTIR terkombinasi kalibrasi multivariat untuk analisis minyak BJH dalam campuran terner dengan minyak BBM dan minyak Walnut.

(5)

E. Tinjauan Pustaka 1. Asam Lemak

Asam lemak adalah sekelompok senyawa yang mengandung rantai hidrokarbon dengan ujung gugus karboksilat dan ujung metil. Rantai hidrokarbon dapat terdiri atas 4-22 karbon, tetapi rata-rata terdiri dari 18 karbon. Setiap minyak dan lemak memiliki komponen asam lemak bermacam-macam dengan jumlah bervariasi. Hal ini bermanfaat untuk mengkarakterisasi minyak dan lemak. Analisis komposisi asam lemak dapat dilakukan dengan instrumen kromatograf gas (Scrimgeour, 2005). Identifikasi dan analisis kuantitatif asam lemak metil ester didasarkan pada perbandingan dengan waktu retensi dan persentase dari puncak yang belum dikenali dengan waktu retensi standar asam lemak metil ester atau biasa disebut FAME (fatty acid methyl esters) (Benkaci-Ali et al., 2011).

Asam lemak penyusun minyak dan lemak dapat dibedakan berdasarkan jumlah atom hidrogen yang terikat pada atom karbon. Berdasarkan pada jumlah atom hidrogen pada atom karbon, asam lemak dapat dibedakan menjadi dua yaitu:

1. Asam lemak jenuh

Terdapat dua atom hidrogen terikat pada satu atom karbon. Atom karbon telah mengikat hidrogen secara maksimal sehingga dikatakan jenuh. Contoh asam lemak jenuh adalah asam palmitat dan asam stearat (Tambun, 2006).

2. Asam lemak tidak jenuh

Asam lemak tidak jenuh memiliki ikatan rangkap karena atom karbon belum mengikat atom hidrogen secara maksimal. Contoh asam lemak tidak jenuh adalah asam oleat dan asam linoleat (Tambun, 2006).

(6)

Menurut Scrimgeour (2005), terdapat dua jenis ikatan rangkap yang menyusun asam lemak tidak jenuh, yaitu ikatan rangkap cis dan ikatan rangkap

trans. Ikatan rangkap cis menyebabkan isomer dengan kedua bagian dari rantai

karbon pada sisi yang sama. Ikatan cis hanya terdapat dalam minyak alami. Ikatan

cis menurunkan gaya intermolekul diantara molekul penyusun minyak atau lemak,

sehingga menyebabkan minyak cis tidak jenuh lebih sulit beku. Sementara itu, ikatan rangkap trans menyebabkan isomer dengan rantai yang berlawanan pada ikatan rangkap. Isomer dengan ikatan trans biasanya merupakan produk dari hidrogenasi dari minyak atau lemak tidak jenuh alami.

Nama sistematik asam lemak menunjukkan banyaknya atom C penyusunnya. Beberapa aturan penamaan dan simbol telah dibuat sebagai petunjuk karakteristik suatu asam lemak. Penamaan dari ujung karboksil asam lemak diberikan tanda delta ( di depan bilangan posisi ikatan rangkap. Misalnya asam -dekanoat, merupakan asam dengan 10 atom C dengan satu ikatan ganda setelah atom C ke-9 dari pangkal gugus karboksil. Sedangkan penamaan lengkap dimulai dari ujung gugus metil diberikan tanda omega () sebelum angka ikatan rangkap, contohnya: asam -9 (Scrimgeour, 2005; Tambun, 2006).

Penentuan profil asam lemak minyak dapat dilakukan dengan instrumen kromatografi gas dengan detektor ionisasi nyala. Asam lemak dalam minyak atau lemak memiliki titik didih tinggi, tidak mudah menguap, sehingga asam lemak harus dilakukan derivatisasi menjadi derivat metil esternya. Pembentukan metil ester dilakukan dengan penambahan natrium metoksida yang disiapkan dari NaOH dilarutkan dalam metanol (Ejikeme et al., 2011). Pada umumnya, derivatisasi asam

(7)

lemak menggunakan katalis boron trifluorida (BF3). BF3 terungkap memiliki

kemampuan metilasi tinggi dengan waktu reaksi pendek (Rutz-Rodriguez et al., 2010). Setelah dilakukan penambahan natrium metoksida dan BF3, campuran

minyak dalam n-heksana ditambah dengan larutan NaCl jenuh. Penambahan NaCl jenuh untuk mengendapkan natrium gliserolat, dan Na2SO4 bekerja sebagai agen

pengering (Yayli, 2001). Supernatan (lapisan atas), mengandung turunan asam lemak metil ester (FAME) diambil dengan disaring terlebih dahulu dan diinjeksikan ke sistem kromatografi gas.

Prinsip detektor nyala atau FID (flame ionization detection) ialah senyawa organik bila dibakar terurai menjadi pecahan ion sederhana bermuatan positif biasanya terdiri atas satu karbon. Pecahan ini meningkatkan daya hantar listrik di sekitar nyala, tempat dengan elektroda, dan peningkatan daya hantar dapat diukur dengan mudah dan direkam. Dengan demikian, gas efluen dari kolom dialirkan ke dalam nyala hidrogen yang terbakar di udara. Sampel mengalir ke dalam nyala dan diuraikan menjadi ion. Ion akan meningkatkan daya hantar listrik. FID mengukur jumlah atom karbon bukan jumlah molekul. FID sangat peka, linier ditinjau dari segi ukuran analit, serta teliti (Gandjar dan Rohman, 2007).

2. Minyak Nabati

Minyak nabati adalah minyak yang diperoleh dari tumbuh-tumbuhan. Bagian buah dan biji-bijian merupakan penghasil minyak paling banyak. Minyak nabati dapat digunakan untuk keperluan memasak maupun untuk keperluan industri. Beberapa jenis minyak nabati tidak cocok untuk dikonsumsi tanpa

(8)

pengolahan khusus seperti minyak biji kapas, minyak jarak, dan minyak biji lobak (Tambun, 2006).

Sebagian besar minyak nabati (95-98%) terdiri atas tiga ester asam lemak dan gliserol, yang sering disebut sebagai trigliserida (gambar 1). Sementara, 2-5% sisanya terdiri atas campuran kompleks senyawa minor dari berbagai kelas kimia, seperti alkohol, lemak, ester, dan senyawa volatil (Aluyor et al., 2009).

Gambar 1. Struktur trigliserida (Scrimgeour, 2005)

Banyak minyak nabati yang dikonsumsi secara langsung ataupun sebagai bahan campuran dalam makanan. Minyak cocok untuk memasak karena minyak mempunyai titik nyala tinggi. Untuk keperluan obat-obatan, kebanyakan minyak nabati dihasilkan dari proses pengepresan langsung (bukan ekstraksi). Dalam keperluan industri, minyak nabati dapat digunakan seperti pada pembuatan sabun (produk kesehatan kulit dan kosmetik), agen pengering dalam pembuatan cat, insulator, dan bahan bakar biodiesel (Tambun, 2006).

Menurut Yu (2005), minyak nabati yang langsung konsumsi (edible oil) dapat dikelompokkan berdasarkan kandungan asam lemaknya, karena asam lemak merupakan nutrisi utama pada minyak nabati. Setiap asam lemak yang terkandung dalam minyak memiliki manfaat berbeda terhadap kesehatan manusia. Diet dengan kandungan asam lemak spesifik dalam salah satu minyak nabati memberikan

(9)

manfaat besar dalam pencegahan terhadap bermacam-macam masalah kesehatan dan penyakit.

Kandungan asam alfa-linolenat tinggi terdapat pada minyak nabati dari buah beri-berian. Asam alfa-linolenat dapat dikonversi dengan elongasi dan desaturasi. Konversi bertujuan untuk meningkatkan manfaat asam lemak n-3, seperti asam eikosapentaenoat yang terlibat dalam perkembangan otak, penglihatan, dan menurunkan resiko penyakit jantung. Minyak nabati dengan kandungan asam linoleat tinggi terdapat pada minyak biji semangka, anggur, dan jinten hitam. Asam linoleat terkonjugasi memberikan manfaat sebagai zat pencegah kanker dan mencegah penyakit kardiovaskular. Sementara itu, kandungan asam oleat tinggi banyak ditemukan pada minyak zaitun, kanola, kacang, dan utamanya pada minyak biji bunga matahari. Konsumsi asam oleat merupakan alternatif untuk mengurangi kolesterol darah, menjaga fungsi imun, dan mencegah aterosklerosis (Yu et al., 2005).

a. Minyak Biji Jinten Hitam (BJH)

Minyak BJH atau black seed oil diperoleh dari tanaman Nigella sativa, merupakan tanaman berbunga tahunan yang dikenal sebagai jinten hitam. Biji jinten hitam dikenal masyarakat dengan banyak sebutan, diantaranya black seed, black

caraway seed, habbatu sawda, habatul baraka, dan black cumin (El-Tahir dan

Bakeet, 2006; Gali-Muhtasib et al., 2006). Klasifikasi tanaman jinten hitam menurut Hutapea (1994), adalah sebagai berikut:

(10)

Kerajaan : Plantae Divisi : Spermatophyta Subdivisi : Angispermae Kelas : Dicotyledonae Bangsa : Ranunculales Famili : Ranunculaceae Genus : Nigella

Spesies : Nigella sativa

Gambar 2. Tanaman dan biji jinten hitam

(TIP, 2013)

Daun jinten hitam berbentuk lanset, bergaris dengan panjang 1,5-2 cm, ujung meruncing, serta memiliki 3 tulang daun berbulu. Bunganya memiliki 5 kelopak bunga dengan bentuk bulat telur, biasanya berwarna biru pucat atau putih. Biji jinten hitam adalah kecil dan pendek (panjangnya 1-3 mm), berwarna hitam, berbentuk trigonal, tampak seperti batu api jika diamati dengan mikroskop. Biji-biji ini berada dalam buah yang berbentuk bulat telur atau agak bulat (Hutapea, 1994).

Penelitian mengenai kandungan ekstrak biji maupun minyak BJH telah banyak dilakukan. Komposisi biji N. sativa meliputi protein sebesar 21%, karbohidrat sebesar 35%, dan lemak sebesar 35-38% (Khan, 1999). Biji N. sativa juga mengandung tokoferol, fitosterol (β-tigmasterol, campesterol, 5-avenasterol, dan stigmasterol), dan fosfolipid (fosfatidilkolin, fosfatidiletanolamin, fosfatidilinositol) (El-Tahir dan Bakeet, 2006; Gali-Muhtasib et al., 2006; Matthaus dan Ozcan, 2011).

(11)

Potensi untuk meningkatkan kesehatan oleh BJH dikaitkan dengan bahan aktif yang terkandung dalam minyak tetap (fixed oil) dan minyak esensial (essensial

oil). Minyak BJH lebih banyak mengandung asam lemak tidak jenuh dibandingkan

dengan kandungan minyak jenuhnya (Nickavar et al., 2003). Minyak BJH umumnya mengandung asam lemak tidak jenuh dalam jumlah tinggi (84%) dari asam lemak totalnya. Asam lemak utamanya adalah asam linoleat dan asam oleat serta sejumlah kecil asam palmitat dan asam stearat (Yu et al., 2005).

Selain profil asam lemak yang baik, keberadaan sejumlah tokoferol yang tergabung dengan senyawa bioaktif merupakan hal penting dalam meredam radikal bebas di dalam tubuh. Penelitian farmakologi juga mengungkapkan efektifitas kandungan minyak esensial dalam minyak BJH, yaitu timokuinon dapat melawan berbagai penyakit seperti kanker, disfungsi imun, dan komplikasi diabetes. Minyak esensial BJH mengandung p-simen (32,02%), timokuinon (23,25%), dihidrotimokuinon (3,84%), dan t-anetol (2,10%) (Sultan et al., 2009).

b. Minyak Biji Bunga Matahari (BBM)

Minyak BBM diperoleh dari tanaman Helianthus annus, tumbuh terutama di Uni Soviet, Argentina, Eropa Barat dan Timur, Cina, dan Amerika Serikat. Minyak BBM biasanya mengandung 60-75% asam linoleat, dan hampir tidak ada asam linolenat (Tabel I) (Grompone, 2005).

Komposisi minyak BBM dilaporkan berubah-ubah berdasarkan metode analisis dan sampel yang digunakan. Hal ini terlihat pada rentang variasi keluaran

(12)

Alimentarius Comission (Codex) didirikan tahun 1962 oleh dua organisasi dunia

yaitu FAO dan WHO. Codex merupakan organisasi internasional, bergerak dalam pengawasan perdagangan makanan dunia. Pengawasan tersebut untuk melindungi kesehatan dan kepentingan ekonomi konsumen. Komite Codex bagian lemak dan minyak didirikan untuk penentuan standar produk minyak dan lemak. Codex Alimentarius bertindak sebagai juri (Grompone, 2005).

Minyak BBM selain mengandung trigliserida juga mengandung senyawa lain seperti fosfolipid (0,5-1,2 5%), tokoferol (650-750 mg/kg), sterol (< 7%), dan terpenoid (0,008-0,019%) (Brevedan et al., 2000; Grompone, 2005). Komposisi, kualitas, dan stabilitas senyawa minor tersebut tergantung dari proses ekstraksinya (Brevedan et al., 2000).

Tabel I. Variasi kadar (%) asam lemak minyak biji bunga matahari (BBM) menurut Codex Alimentarius Comission dengan tahun yang berbeda (Grompone, 2005)

Asam lemak 1981 1993 1999 12:0* - - TD-0,1 14:0* < 0,5 < 0,2 TD-0,2 16:0* 3-10 5,6-7,6 5,0-7,6 16:1** < 1,0 < 0,3 TD-0,3 17:0* - - TD-0,2 17:1** - - TD-0,1 18:0* 1-10 2,7-6,5 2,7-6,5 18:1** 14-65 14-39,4 14-39,4 18:2** 20-75 48,3-74,0 48,3-74,0 18:3** 0-0,7 0-0,2 TD-0,3 20:0* 0-1,5 0,2-0,4 0,1-0,5 20:1** 0,05 0-0,2 TD-0,3 22:0* 0-10 0,5-1,3 0,3-1,5 22:1** 0-0,5 0-0,2 TD-0,3 22:2** TD 0-0,3 TD-0,3 24:0* 0-0,5 0,2-0,3 TD-0,5 24:1** < 0,5 TD TD

(13)

Tanaman bunga matahari banyak dibudidayakan di Eropa. Proses pengepresan terhadap biji bunga matahari dari kulitnya menghasilkan minyak kuning dengan aroma yang lembut. Varietas minyak bunga matahari dengan kandungan asam oleat yang tinggi telah dikembangkan. Varietas Sunola (Highsun) memiliki kandungan asam oleat yang tinggi sekitar 85% (beberapa sampel mencapai 90%). Hal ini untuk memenuhi permintaan minyak bunga matahari dengan kandungan asam oleat tinggi. Varietas NuSun dengan sekitar 60% asam oleat telah dikembangkan di Amerika Serikat dan diharapkan dapat menggantikan minyak bunga matahari biasa di Negara tersebut (Grompone, 2005).

Kandungan minyak BBM bervariasi selama pertumbuhan tanaman. Minyak akan meningkat mulai dari hari ke-14 hingga ke-35 setelah bunga mekar dan biji telah dewasa secara fisiologis. Kandungan minyak akan stabil setelah dewasa. Komposisi minyak juga akan berubah selama proses pembentukan dan pematangan biji. Asam linoleat akan meningkat sejak hari ke-14 setelah bunga mekar, sedangkan kandungan asam oleat dan asam lemak jenuh akan berkurang tajam (Robertson et al., 1978).

c. Minyak Walnut

Walnut merupakan biji yang mengandung nutrisi tinggi dari tanaman Juglandaceae dan secara tradisional telah dipergunakan sebagai obat batuk, sakit perut, serta kanker di negara-negara Asia dan Eropa (Fukuda et al., 2003). Pada umumnya biji Walnut mengandung sekitar 60% minyak, namun biasanya bervariasi antara 52-70% tergantung penanaman, daerah pertumbuhan tanaman, dan sistem

(14)

irigasi (Bayazit dan Sumbul, 2012). Walnut memiliki kandungan tokoferol lebih rendah dibandingkan dengan jenis kacang-kacangan lain seperti almond dan kacang tanah (Fukuda et al, 2003).

Walnut memiliki sifat menurunkan kolesterol plasma. Sifat tersebut disebabkan oleh keberadaan asam lemak pada minyak Walnut (Sabate et al., 1993). Asam lemak utama dalam minyak Walnut adalah asam oleat, asam linoleat, dan asam linolenat. Konsentrasi kandungan asam lemak minyak Walnut tertera pada Tabel II. Selain faktor penanaman, faktor penyimpanan juga mempengaruhi kandungan asam lemak pada minyak Walnut (McNeil et al., 1994).

Salah satu studi mengungkapkan bahwa suplemen diet dengan 6 gram Walnut per hari mampu mengurangi kolesterol lipoprotein densitas rendah 5-9%, dan hal ini menunjukkan bahwa minyak Walnut berefek positif dalam mengurangi resiko penyakit jantung koroner (Abbey et al., 1994).

Tabel II. Kandungan asam lemak minyak Walnut yang berasal dari Adilcevaz, Anatolia Timur (Dogan dan Akgul, 2005)

Asam lemak Konsentrasi (%)

Asam miristat (C14:0)* TD-0,19 Asam palmitat (C16:0)* 5,61-5,82 Asam stearat (C18:0)* 1,90-2,85 Asam oleat (C18:1)** 22,63-27,27 Asam linoleat (C18:2)** 49,93-54,41 Asam linolenat (C18:3)** 14,32-17,82 TD: Tidak terdeteksi *: jenuh **: tidak jenuh

Minyak Walnut juga digunakan sebagai komponen pada krim untuk kulit kering maupun produk antiaging (Espin et al., 2000). Secara terpisah, penggunaan minyak Walnut sebagai bahan kosmetik disebabkan oleh kandungan asam lemak

(15)

esensial, yakni asam linoleat dan asam linolenat yang tinggi (Karleskind, 1996). Asam lemak tersebut berperan sebagai agen utama pada fungsi penting kulit yaitu sebagai pengatur kehilangan cairan pada transepidermal (Qiang et al., 1993).

3. Analisis Pemalsuan Minyak

Penentuan keaslian suatu minyak merupakan isu menarik bagi konsumen dan produsen minyak, karena terkait dengan kesehatan konsumen, dan dalam banyak hal terkait dengan larangan oleh agama tertentu seperti pemalsuan minyak/lemak dengan lemak babi (Rohman dan Che Man, 2008). Pemalsuan lemak dan minyak telah menjadi masalah yang serius dalam perdagangan sejak lama, khususnya untuk konsumen dan industri pengolahan makanan, karena akan terdapat perbedaan besar dalam harga dan kualitas minyak. Pemalsuan menjadi sulit dideteksi apabila menggunakan minyak pemalsu bersifat kimia mirip dengan minyak asli (Mavromoustakos et al., 2000; Shukla et al., 2005).

Deteksi adanya minyak pemalsu dalam minyak BJH mengalami sejumlah kendala teknis karena minyak pemalsu memiliki komposisi kimia hampir sama dengan minyak BJH. Untuk mengatasi hal ini, dapat dilakukan beberapa pendekatan. Pendekatan pertama adalah dengan menentukan rasio atau perbandingan antar beberapa komponen kimiawi dan mengansumsikan rasio ini bersifat konstan dalam minyak tertentu. Pendekatan kedua adalah dengan mencari penanda (marker) tertentu dalam minyak dan pendekatan ketiga adalah dengan menggunakan metode analisis, baik metode kimia atau fisika. Pendekatan tersebut

(16)

merupakan pendekatan umum untuk mendeteksi adanya pemalsuan (Cordella et al., 2002).

Metode-metode analisis untuk deteksi pemalsuan minyak didasarkan pada perbedaan sifat dan komposisi komponen minor dan mayor minyak yang dipalsukan dan minyak tidak dipalsukan. Metode ini biasanya didasarkan pada konstanta sifat fisika-kimianya atau pada pengukuran kimia dan biologi (Kowalski, 1989), seperti spektrofotometri inframerah dan kromatografi. Salah satu contoh analisis pemalsuan minyak menggunakan spektrofotometri inframerah adalah analisis VCO dalam campuran biner dengan minyak zaitun dan kelapa sawit (Rohman et al., 2010b).

Minyak dalam campuran dengan minyak pemalsu dapat dianalisis secara spektrofotometri FTIR karena spektra FTIR memiliki sifat fingerprint artinya tidak ada dua senyawa berbeda, memiliki profil spektra FTIR sama baik dilihat dari jumlah puncak atau intensitas puncaknya (Rohman, 2010b).

4. Spektrofotometri Fourier Transform Infrared (FTIR)

Spektrofotometri merupakan kajian interaksi antara radiasi elektromagnetik dengan materi (sampel). Metode spektrofotometri yang telah digunakan secara umum adalah spektrofotometri inframerah, salah satu jenis spektrofotometri vibrasional. Keunggulan metode spektrofotometri FTIR antara lain cepat, sensitif, mudah dilakukan, dan dapat menganalisis berbagai jenis sampel (padat, cair, dan gas). Hasil berupa spektra dapat digunakan untuk analisis kualitatif dan kuantitatif (Hof, 2003).

(17)

Daerah inframerah (IR) dibagi menjadi 3 daerah bilangan gelombang, yaitu daerah IR jauh (400-10 cm-1), daerah IR tengah (4000-400 cm-1), dan daerah IR

dekat (12500-4000 cm-1). Analisis minyak pada daerah bilangan gelombang IR tengah mampu memberikan informasi tentang adanya ikatan molekul, karena mampu memberikan berbagai macam jenis ikatan molekul (gugus fungsional) dalam minyak (Reid et al., 2006). Spektrofotometri IR juga dapat digunakan untuk identifikasi struktur molekul dan analisis kuantitatif karena intensitas (absorbansi) dalam spektra IR berbanding lurus dengan konsentrasi gugus fungsional yang bersesuaian dalam molekul kimia, seperti ditunjukkan dalam hukum Lambert-Beer. Dalam analisis lemak dan minyak, sebagian besar puncak dan bahu spektra dapat disebabkan oleh gugus fungsional tertentu (Guillen and Cabo, 1997; Bendini et al., 2007).

Pada spektrofotometri inframerah, molekul-molekul dieksitasikan ke tingkat energi lebih tinggi ketika molekul menyerap radiasi inframerah. Absorpsi radiasi inframerah tersebut merupakan proses kuantifikasi. Proses kuantifikasi yang dimaksud adalah bahwa molekul hanya dapat menyerap pada frekuensi (energi) tertentu. Absorpsi radiasi IR bersesuaian dengan perubahan energi berkisar antara 2-10 kkal/mol. Radiasi pada kisaran energi ini bersesuaian dengan kisaran frekuensi vibrasi regangan dan ulur suatu ikatan dalam kebanyakan ikatan kovalen molekul (Pavia et al., 2001).

Saat ini dengan pengembangan Fourier transform, spektrofotometri FTIR digunakan secara luas dalam bidang farmasi, makanan, dan lingkungan (Che Man

(18)

teknik penanganan sampelnya, spektrofotometri FTIR merupakan metode analisis yang cepat, sensitif, non-detruktif, dan mudah operasionalnya (Rohman dan Che Man, 2008). Teknik ATR dapat dimanfaatkan untuk analisis secara sederhana/praktis pada sampel padat dan cair seperti dalam analisis makanan (Subramanian dan Rodriguez-Saona, 2009).

Teknik ATR merupakan salah satu penanganan sampel pada spektrofotometer FTIR. Sinar inframerah melewati medium dengan indeks bias tinggi (kristal ZnSe) menuju medium dengan indeks bias rendah (sampel). Sebagian sinar tersebut akan dipantulkan kembali ke medium indeks bias rendah. Pada sudut tertentu, hampir seluruh gelombang sinar dipantulkan kembali, disebut dengan total internal reflection. Pada kondisi ini, sebagian kecil energi cahaya akan terlepas dari kristal dan berpindah sejauh 0,1-5 µm di bawah permukaan kristal dalam bentuk gelombang. Gelombang transparan yang terjadi disebut gelombang

evanescent. Saat fenomena pelepasan energi ini terjadi, intensitas sinar pantul

menjadi berkurang dan kondisi ini dikenal dengan attenuated total reflectance. Sampel pada kristal, akan mengabsorpsi sinar dari kristal tersebut. Jumlah energi terabsorpsi akan diterjemahkan sebagai spektra inframerah. Kristal dalam kondisi bersih dan belum diberi sampel biasanya digunakan sebagai spektra background. Detektor deuterated tryglycine sulfate (DTGS) berfungsi untuk merubah respon intensitas cahaya menjadi sinyal elektrik. Perubahan intensitas radiasi inframerah yang masuk ke dalam detektor akan menyebabkan perubahan suhu berakibat perubahan konstanta dielektrik DTGS. Hal ini akan menyebabkan perubahan

(19)

kapasitan DTGS, disebut sebagai respon detektor dalam satuan voltase (Subramanian dan Rodriguez-Saona, 2009). ATR diilustrasikan dalam gambar 3.

Gambar 3. Skema teknik penanganan sampel secara ATR (Subramanian dan

Rodriguez-Saona, 2009)

Spektrofotometri FTIR berkembang pesat dalam satu dekade terakhir dan memberikan beberapa keuntungan yaitu, spektrofotometri FTIR mampu menawarkan sensitivitas tinggi, mampu memberikan energi lebih tinggi, serta mampu meningkatkan kecepatan pembacaan spektra IR secara dramatis. Spektrofotometri IR juga dikenal sebagai teknik sidik jari (fingerprint), artinya bahwa tidak ada suatu senyawa/sampel yang mempunyai jumlah puncak atau intensitas (absorbansi) sama (Guillen and Cabo, 1997).

Teknik pengumpulan informasi spektra IR menggunakan interferometer. Tidak seperti instrument dispersif dimana bilangan gelombang sinar masing-masing terpisah, interferometer membuat semua bilangan gelombang dapat melewati sampel. Kejadian tersebut menghasilkan pola interferensi yang dapat dianalisis oleh komputer, dengan mengubah data menjadi suatu spektra inframerah (Subramanian dan Rodriguez-Saona, 2009). Skema instrumentasi spektrofotometer FTIR disajikan dalam Gambar 3.

sampel

Sumber

(20)

Gambar 3. Skema alat Spektrofotometer FTIR (Silverstein dan Webster, 1998)

5. Kemometrika

Kemometrika merupakan cabang ilmu pengetahuan, mengaplikasikan ilmu statistika dan matematika untuk pengolahan data kimia (dalam spektrofotometri, data tersebut adalah spektra IR). Kemometrika mampu mengekstrak informasi relevan antara spektra dengan struktur karbohidrat, protein, dan lemak pada produk makanan. Hal tersebut untuk mengetahui hubungan antara struktur dan teksturnya (Dufour, 2009). Salah satu jenis kemometrika adalah analisis multivariat, yaitu beberapa variabel (spektra dalam banyak bilangan gelombang) diukur untuk suatu sampel yang dituju (Miller dan Miller, 2000). Jenis analisis multivariat telah secara luas digunakan dalam spektrofotometri FTIR adalah kalibrasi multivariat dan analisis diskriminan. Kalibrasi multivariat menggunakan lebih dari satu variabel sebagai prediksi konsentrasi analit yang tidak berkolerasi satu sama lain. Analisis

Penggerak cermin Cermin B (dapat gerak) Cermin A (tetap) Gabungan berkas sinar Tempat sampel Detektor Pengubah sinyal analog ke digital Perekam Sumber sinar IR Pemecah berkas sinar Komputer Piston

(21)

diskriminan adalah analisis multivariat untuk memodelkan hubungan antara satu variabel respon bersifat kategori (kualitatif) dengan variabel kuantitatif (Miller dan Miller, 2000).

Dua macam kalibrasi multivariat yang sering digunakan adalah regresi kuadrat terkecil sebagian (partial least square atau PLS) dan regresi komponen utama (principal component regression atau PCR). Jumlah variabel kalibrasi sistem PCR dan PLS dapat dikurangi dengan menggunakan wavelets atau koefisien

Fourier. Dalam kalibrasi multivariat juga dikenal istilah principal component analysis (PCA) yaitu teknik mereduksi jumlah data ketika terdapat korelasi antar

variabel (Miller dan Miller, 2000).

a. Principal Component Analysis (PCA)

Analisis komponen utama atau principal component analysis (PCA) merupakan suatu metode analisis yang bertujuan untuk mereduksi variabel asal sehingga diperoleh variabel baru (principal component, PC). Variabel baru saling tidak berkorelasi tetapi menyimpan sebagian informasi dalam variabel asal. PC dipilih sedemikian rupa sehingga komponen utama pertama (PC1) memiliki variasi terbesar dalam dataset, sedangkan komponen utama kedua (PC2) tegak lurus (ortogonal) terhadap PC1 dan memiliki variasi terbesar berikutnya. Kadangkala PCA memberi intepretasi fisik pada komponen utama. Untuk alasan inilah komponen utama disebut sebagai variabel laten (tersembunyi) (Miller dan Miller, 2000).

(22)

Nilai komponen utama dari PCA diregresikan secara linier berganda dengan komponen utama sebagai penduga dan konsentrasi sebagai respon. Dengan mengamati komponen utama dari data, dapat terlihat hubungan penting dalam data serta persamaan dan perbedaan di antara sampel dalam dataset (Lavine dan Workman, 2005).

Komponen utama adalah himpunan variabel baru yang merupakan kombinasi linier dari variabel-variabel yang dianalisis. Semakin besar variasi (keragaman) dalam variabel, plot cenderung berkumpul pada beberapa komponen utama pertama (PC1) dan semakin sedikit keragaman dari variabel maka plot akan terkumpul pada komponen utama terakhir. Hal ini berarti bahwa komponen utama pada urutan akhir dapat diabaikan tanpa kehilangan banyak informasi (Lavine dan Workman, 2005).

b. Partial Least Square (PLS)

Regresi PLS merupakan kalibrasi multivariat kuat untuk penetapan derajat hubungan antara variabel prediksi x dan variabel aktual y dengan model multivariat linier. Rancangan model PLS digunakan untuk memperoleh informasi dari setiap sumber relevan dengan hubungan kedua variabel (Teixeira, 2008). Model regresi PLS termasuk dalam salah satu metode inverse least square untuk kalibrasi dari variabel-variabel yang saling berkaitan. Metode ini menggunakan kombinasi linier dari variabel prediktor dan bukan variabel asli (Miller dan Miller, 2005).

Pada model PLS, variabel prediktor berkorelasi tinggi dengan variabel respon diberikan bobot tambahan karena lebih efektif untuk prediksi. Dengan cara

(23)

ini, kombinasi linier dari variabel prediksi dipilih dari yang memiliki korelasi tinggi dengan variabel respon, dan juga menjelaskan variasi dalam variabel prediksi. Untuk persamaan PLS, penilaian akurasi didasarkan pada standard error (SE) dan koefisien determinasi (R2) (Miller dan Miller, 2000).

Model PLS dibagi menjadi dua macam, yaitu PLS1 dan PLS2. Variabel-variabel respon diolah terpisah pada PLS1, dan secara kolektif pada PLS2. Model PLS2 digunakan saat variabel-variabel respon saling berkorelasi (Miller dan Miller, 2005).

PLS memiliki kelebihan berupa pembentukan komponen model PLS yang dapat menggambarkan korelasi antara variabel x dan y. Setiap komponen pada regresi PLS diperoleh dengan memaksimalkan korelasi variasi antara variabel y dengan setiap fungsi linier memungkinkan dari variabel x (Romia dan Bernardez, 2009). Kelebihan utama PLS disebabkan kemampuannya untuk membangun korelasi antara spektra FTIR dengan analit, bahkan meskipun tidak terlihat adanya perbedaan teramati secara visual pada data spektra FTIR (Che Man et al., 2005).

c. Principal Component Regression (PCR)

Regresi komponen utama atau Principal Component Regression (PCR) merupakan suatu kombinasi antara analisis regresi dan analisis komponen utama. Dasar PCR adalah untuk mengurangi jumlah variabel prediktor dengan menggunakan beberapa komponen utama yang jumlahnya lebih sedikit daripada variabel asal (Miller dan Miller, 2000).

(24)

PCR merupakan salah satu metode untuk mengatasi masalah multikolinieritas dimana sering muncul dalam analisis multivariat untuk menyatakan adanya hubungan linier (korelasi) antara dua variabel bebas atau lebih, dalam suatu persamaan regresi. Adanya korelasi antar variabel bebas juga menyebabkan salah satu syarat dari metode kuadrat terkecil tidak terpenuhi (Myers, 1990). Metode PCR mengatasi multikolinieritas dengan cara membentuk komponen-komponen utama yang saling bebas dari variabel bebasnya. Selanjutnya komponen-komponen utama tersebut diregresikan dengan variabel respon.

PLS dan PCR dilakukan dalam tiga tahap, yaitu: (1) kalibrasi; (2) validasi; dan (3) analisis sampel yang tidak diketahui (Osborne et al., 1997). PLS telah digunakan sebagai teknik kalibrasi untuk analisis air dan natrium asam lemak dalam sediaan sabun (Rohman dan Che Man, 2009a, Rohman dan Che Man, 2010a) dan

untuk analisis virgin coconut oil (VCO) dalam sediaan krim kosmetika (Rohman et

al., 2009).

Perbedaan antara PCR dan regresi PLS terletak pada variabel baru pertama kali muncul. Model PCR menggunakan komponen utama yaitu komponen yang saling menggambarkan variasi dalam variabel asli tanpa memperhatikan hubungan antara variabel prediktor dengan variabel respon. Pada model PLS, variabel prediktor berkorelasi tinggi dengan variabel respon akan mendapatkan nilai tambah (score yang lebih tinggi) karena memberikan efektivitas tinggi pada penentuan kalibrasi (Miller dan Miller, 2005).

(25)

F. Landasan Teori

Minyak biji jinten hitam (BJH) memiliki harga 10-15 kali lebih mahal dibandingkan dengan edible oil lainnya, seperti minyak biji anggur, minyak Walnut, minyak biji bunga matahari, dan minyak kedelai. Hal ini dapat menyebabkan pemalsuan minyak BJH oleh pelaku pasar. Pemalsuan minyak BJH tersebut menggunakan minyak dengan harga lebih murah. Oleh karena itu, deteksi dan kuantifikasi minyak BJH harus dilakukan. Kedua analisis untuk memastikan kualitas minyak (Nurrulhidayah et al., 2011). Dalam hal ini diperlukan suatu metode yang mampu mendeteksi adanya minyak pemalsu pada minyak BJH secara cepat dan reliabel (dapat dipercaya). Spektrofotometri inframerah Fourier

transform (FTIR) dapat menjadi suatu teknik analisis potensial untuk mendeteksi

adanya minyak pemalsu pada minyak BJH.

Pengukuran sampel menggunakan spektrofotometer FTIR akan menghasilkan data dalam jumlah besar sehingga perlu bantuan teknik untuk mereduksi dan mengekstraksi informasi menjadi lebih sederhana. Analisis multivariat dalam kemometrika mampu mengkompresi dan menyari data berjumlah banyak. Jenis kemometrika yang dapat digunakan antara lain principal component

analysis (PCA) untuk klasifikasi serta partial least square (PLS) dan principal component regression (PCR) untuk kuantifikasi analit. Metode PCA digunakan

untuk klasifikasi minyak asli dengan minyak terpalsukan. Penggunaan model PLS dalam spektrofotometri FTIR untuk mengekstrak informasi dari spektra yang kompleks (Syahariza et al., 2005). Model PLS dan PCR akan membentuk variabel baru. Variabel baru menggambarkan hubungan antara variabel-variabel prediktor

(26)

dengan respon. Variabel baru ini akan digunakan dalam pembuatan kalibrasi. Teknik PLS dan PCR digunakan untuk analisis kuantitatif minyak BJH dalam campuran minyak BBM dan minyak Walnut.

Berdasarkan penelitian sebelumnya, spektrofotometri FTIR telah sukses untuk menganalisis adanya pemalsuan minyak karena kemampuannya sebagai metode sidik jari (fingerprint). Selain itu, analisis minyak dengan metode spektrofotometri FTIR memiliki nilai lebih karena merupakan analisis kimia ramah lingkungan (green chemistry). Spektrofotometri FTIR juga merupakan teknik analisis yang peka, reliabel, dan operasionalnya mudah.

Penggunaan kemometrika (analisis multivariat) dikombinasikan dengan spektrofotometri FTIR dapat memberikan informasi kualitatif dan kuantitatif dalam pemalsuan minyak. Kombinasi keduanya telah berhasil untuk menganalisis pemalsuan minyak BJH dalam campuran minyak biji anggur (Nurrulhidayah et al., 2011), adanya minyak jagung dan minyak bunga matahari dalam virgin coconut oil (VCO) (Rohman dan Che Man, 2011), dan untuk analisis pemalsuan minyak buah merah (Rohman et al., 2011). Berdasarkan alasan tersebut di atas, maka digunakan kombinasi spektrofotometri FTIR dan kalibrasi multivariat untuk analisis minyak BJH dalam campuran dengan minyak BBM dan minyak Walnut.

(27)

G. Hipotesis

1. Spektrofotometri FTIR dan kalibrasi multivariat dapat digunakan untuk optimasi dan menghasilkan model yang sesuai untuk analisis minyak BJH dalam campuran biner dengan minyak BBM dan minyak Walnut.

2. Spektrofotometri FTIR dihubungkan dengan kalibrasi multivariat dapat digunakan untuk analisis minyak BJH dalam campuran terner dengan minyak BBM dan minyak Walnut baik dari data kualitatif maupun kuantitaifnya.

Gambar

Tabel   I. Variasi kadar (%) asam lemak minyak biji bunga matahari (BBM) menurut Codex  Alimentarius Comission dengan tahun yang berbeda (Grompone, 2005)
Tabel  II.  Kandungan  asam  lemak  minyak  Walnut  yang  berasal  dari  Adilcevaz,  Anatolia  Timur (Dogan dan Akgul, 2005)
Gambar 3. Skema teknik penanganan sampel secara ATR (Subramanian dan Rodriguez- Rodriguez-Saona, 2009)
Gambar 3. Skema alat Spektrofotometer FTIR (Silverstein dan Webster, 1998)

Referensi

Dokumen terkait

Seringkali apabila tunggakan sewa berlaku ianya dikaitkan dengan masalah kemampuan yang dihadapi penyewa dan juga disebabkan faktor pengurusan yang lemah. Ada pula

KAJIAN ISI, BAHASA, KETERBACAAN, DAN NILAI-NILAI PENDIDIKAN KARAKTER BUKU TEKS BAHASA INDONESIA EKSPRESI DIRI DAN AKADEMIK.. UNTUK KELAS XI SMA/MA/SMK/MAK SEMESTER 1

[r]

Hasil penelitian untuk faktor permintaan secara simultan ada pengaruh nyata antara tingkat pendapatan, selera, jumlah tanggungan dan harapan masa yang akan datang

Adapun hasil evaluasi penawaran administrasi, teknis dan harga untuk paket dimaksud adalah sebagai berikut :..

 Kemudian bergerak ke kanan dengan kaki kanan yang diangkat sampai ujung cone berikutnya.  Berganti kaki kiri sampai

Bedasarkan faktor-faktor tersebut, maka ketiadaan hubungan paparan debu terhirup dengan kapasitas vital paru pada pekerja penyapu pasar Johar kota Semarang, tidak

Hasil penelitian menunjukkan bahwa penggunaan bahasa Indonesia dalam publikasi tersebut belum memuaskan karena terdapat beberapa kesalahan, seperti kesalahan penulisan kata