• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Kecamatan Turi, Dusun Gang Gong.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN. A. Gambaran Umum Kecamatan Turi, Dusun Gang Gong."

Copied!
41
0
0

Teks penuh

(1)

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Kecamatan Turi, Dusun Gang Gong.

1. Geografis

Secara geografis Kecamatan Turi berbatasan dengan 3 kecamatan.Sebelah utara berbatasan dengan gunung Merapi, sebelah timur berbatasan dengan kecamatan Pakem, sebelah selatan berbatasan dengan kecamatan Sleman, dan sebelah barat berbatasan dengan Tempel. Luas wilayah kecamatan Turi adalah 4,309,30 ha. Desa Bangunkerto terletak di Kecamatan Turi Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta sekitar 17 km dari kota Yogyakarta dan 7 km dari pusat Kabupaten Sleman. Desa Bangunkerto memiliki luas wilayah 70.3 Ha.

Desa Bangunkerto terdiri dari 12 Padukuhan yang tersebar dengan rincian sebagai berikut :

Tabel: II. 2. Jumlah Padukuhan di Desa Bangunkerto

No PADUKUHAN KAMPUNG RT RW

1 WONOSARI Wonosari, Bumirejo 4 2

2 REJODADI Rejodadi, Tegalrejo 6 3

3 GADUNG Gadhung, Candhi 6 3

4 KELOR Kelor 5 2

(2)

NO. PADUKUHAN JUMLAH KEPALA

RUMAH TANGGA JUMLAH KK LAKI-LAKI PEREMPUAN JUMLAH

1 BANGUNHARJO 207 237 378 374 752 2 BANGUNSARI 287 287 477 483 960 3 GADUNG 182 218 331 334 665 4 GANGGONG 196 234 373 348 721 5 JURUGAN 178 233 341 336 677 6 KAWEDAN 173 204 313 332 645 7 KELOR 156 186 305 300 605 8 KENDAL 258 317 465 480 945 9 NGENTAK 177 213 312 333 645 10 REJODADI 191 220 339 357 696 11 KARANGWUNI 249 314 464 463 927 12 WONOSARI 130 155 240 238 478 2384 2818 4338 4378 8716 JUMLAH

6 BANGUNSARI Bangunsari, Ledhok

Nongko

6 3

7 BANGUNHARJO Bangunharjo,

Bayeman

5 2

8 NGENTAK Ngenthak, Tepan 6 2

9 KENDAL Kendhal, Sidorejo 6 2

10 KARANGWUNI Karangwuni, Selobonggo 7 3 11 JURUGAN Jurungan 6 3 12 KAWEDEN Kawedan 4 2 JUMLAH 67 29 Sumber : RPLP Bangunkerto 2. Penduduk

Desa Bangunkerto dengan luas wilayah 70.3 Ha dihuni oleh jiwa yang meliputi Jumlah Penduduk berjenis kelamin laki-laki sebanyak 4255 jiwa dan perempuan sebanyak 4309 jiwa. Rincian jumlah penduduk untuk masing-masing dusun adalah sebagai berikut :

Tabel III. 3. Jumlah Penduduk Desa Bangunkerto

Sumber : RPLP Bangunkerto

Tabel di atas mengemukakan bahwa dusun Bangunsari memiliki tingkat kepadatan penduduk yang paling tinggi, yaitu

(3)

950per-km2. Desa Bangunkerto merupakan desa dengan tingkat kepadatan penduduk terendah yaitu 8716 per-km2. Rata-rata tingkat kepadatan penduduk di Kecamatan Turi adalah 36.467 per-km2 atau lebi tinggi dari tingkat kepadatan penduduk Kabupaten Sleman (1.939 per-km2) dan Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta (1.131 per-km2).

3. Jumlah Penduduk berdasar Mata Pencarian

Mata pencaharian penduduk Desa Bangunkerto sebagian besar adalah petani. Rincian mata pencaharian penduduk Desa Bangunkerto adalah sebagai berikut:

Tabel: IV. 4. Jumlah Penduduk berdasar Mata Pencarian No. Pendidikan Laki-laki Perempuan Jumlah

1 Petani/perkebunan 217 177 394

2 Buruh tani 637 441 1078

3 Buruh harian lepas 302 98 410

4 Perdagangan 39 50 89 5 Peternak 14 10 24 6 Sopir 41 - 41 7 Karyawan swasta 487 537 1024 8 Karyawan BUMN 26 12 38 9 Karyawan BUMD 3 2 5 10 Karyawan Honorer 20 13 33 11 PNS 254 125 379 12 TNI 40 10 50 13 Polri 27 6 33 14 Pensiunan 130 60 190

(4)

15 Dosen 5 3 8 16 Guru 45 65 110 17 Konsultan 4 3 7 18 Ustad 6 3 9 19 Dokter 4 4 8 20 Bidan - 5 5 21 Perawat 24 36 60 22 Pelaut 6 - 6 23 Wiraswasta 41 22 63 24 Tukang Batu 211 12 223 25 Tukang kayu 24 - 24 26 Tukang Las 5 - 5 27 Tukang Listrik 3 - 3 28 Tukang Jahit 4 - 4 29 Mekanik 6 - 6 30 Konstruksi 2 - 2 31 Salon 5 6 11

Sumber : Data Primer

B. Pelaksanaan Bagi Hasil Petani Salak di Dusun Gang Gong.

Bagi hasil merupakan suatu hukum adat yang hidup dalam masyarakat. Hingga saat ini lembaga tersebut di Dusun Gang Gong masih ada dan dibutuhkan karna sektor pertanian masih mempunyai arti penting dalam menunjang perekonomian masyarakat tersebut, keadaan demikian, dimana masyarakat Dusun Gang Gong penduduknya terkonsentrasi dibidang pertanian.

(5)

Karna penduduknya lebih banyak terkonsentrasi dibidang pertanian, tidaklah mengherankan bila banyak melakukan transaksi-transaksi untuk mengolah lahan pertanian dengan cara bagi hasil. Perjanjian (transaksi) bagi hasil di Dusun Gang Gong lebih dikenal dengan istilah maro (bagi dua). Bagi hasil kebun salak di Dusun Gang Gong dapat ditemukan beberapa unsur yaitu:

a. Adanya kesepakatan para pihak. b. Izin menggarap dari pemilik tanah. c. Atas dasar kepercayaan.

d. Perjanjian sebagian yang tidak tertulis.

e. Pembagian hasil menurut kebiasaan/kesepakatan.

Bagi hasil kadang-kadang berfungsi sebagai lembaga pemeliharaan sanak keluarga.Dalam perjanjian bagi hasil tersebut hubungan sanak keluarga tetap diprioritaskan untuk menggarap kebun salak. Jika tidak ada lagi sanak keluarga yang bersedia menggarap kebun salak tersebut, penawaran baru diberikan kepada orang lain yaitu tetangga dekat atau orang pendatang yang tidak ada hubungan kekerabatan.

1. Data Informan

Informan dalam penelitian ini merupakan penduduk di Dusun Gang Gong yang merupakan pemilik salak dan penggarap salak yang secara langsung terlibat dalam praktik bagi hasil.

Informan berasal dari di Dusun Gang Gong yang ada di Kecamatan Turi. Informan ini terdiri dari lima pemilik salak dan lima

(6)

penggarap salak yang dipilih secara purposif dengan pertimbangan potensi data yang dapat diperoleh dan digali untuk menjawab rumusan masalah penelititian ini.

Tabel V. 5.Informan

Sumber: Data Primer.

Selain informan, terdapat juga informan pendukung dalam penelitian ini.Informan pendukung adalah informan yang berasal dari pejabat pemerintah Padukuhan dan di Desa Bangunkerto Kecamatan Turi.Informan pendukung ditujukan untuk menambah data, mengkonfirmasi serta memperkuat data yang telah dikumpulkan dari informan. Informan pendukung diantaranya adalah sebagai berikut :

Tabel VI. 6. Informan Pendukung

No Informan

Pendukung

Jabatan

1 Irwan Ariwibowo Ketua Dukuh

2 Arif Suherman Sekretaris Desa

Total 2 Orang

Sumber: Data Primer

Selain terlibat langsung dalam praktik perjanjian bagi hasil, informan adalah orang yang dapat dikatakan cakap hukum jika mengacu pada tingkat umur. Hal itu dapat dilihat pada tabel berikut:

No Informan Jumlah

1 Pemilik Salak 5

2 Penggarap Salak 5

(7)

Tabel VII. 7. Umur Informan

No Umur Pemilik Penggarap

1 19- 25 - 2 2 26- 30 3 2 3 31- 40 2 - 4 41- 50 - - 5 51-70 - - Jumlah 5 4

Sumber: Data Primer

Tabel di atas menunjukkan bahwa informan yang berumur 19- 25 tahun ada dua orang, umur 26-30 tahun ada tiga orang, umur 31-40 tahun ada dua orang. Dan informan penggarap semuanya berumur 19-30 yakin 4 orang sementara informan pemilik kebun salak semuanya berumur 26-40 yakni 5 orang.Secara hukum informan dapat dikatakan telah cakap dalam melakukan perbuatan hukum dan bisa melaksanakan perjanjian bagi hasil kebun salak.Sehingga, ada konsekuensi jika terdapat wanprestasi dalam perjanjian bagi hasil baik dalam mempertanggung jawabkan ataupun dimintai pertanggungjawaban.

Pekerjaan utama informan tidak sama, baik dari pemilik maupun penggarap. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel: VIII. 8. Pekerjaan Utama Informan No Pekerja Utama Informan Pemilik Penggarap 1 Wiraswasta/ pedagang 2 - 2 PNS 1 - 3 Pensiun - 1 4 Petani 1 3 5 Lainnya - 1

(8)

Jumlah 3 5

Sumber: Data Primer

Dari sisi informan pemilik kebun salak yang melakukan perjanjian bagi hasil.Pekerjaan utama mereka adalah wiraswasta, karyawan swasta, PNS, pensiunan, dan lainnya Hanya terdapat satu informan Pemilik yang pekerjaan utamanya adalah Petani.Sedangkan dari sisi informan penggarap Kebun salak yang melakukan perjanjian bagi hasil mayoritas adalah petani, pensiun dan lainnya.

Lama informan dalam melaksanakan perjanjian bagi hasil bervariasi, yang paling lama adalah lebih dari 30 tahun dan yang paling sebentar adalah belum sampai dengan 10 tahun. Sebagaimana data yang disajikan pada tabel berikut ini :

Tabel IX. 9.Lama Melaksanakan Perjanjian Bagi Hasil

No Lama Melaksanakan

Bagi Hasil (Tahun)

Pemilik Penggarap 1 1-10 2 11-20 3 21-30 4 31-40 - - Jumlah

Sumber: Data Primer

Luas kebun salak informan yaitu yang dimiliki pemilik dan yang digarap penggarap dengan skema bagi hasil dapat dilihat pada rincian tabel berikut :

Tabel X. 10.Luas Kebun Salak dan Rata-Rata Salak Informan Pemilik Salak

No. Nama Luas Lahan Yang

(9)

Sa w ah / Pe rt an ia n La da ng / Te ga la n Pe rk eb un an Pe rm uk im an Pe rd ag an ga n & Ja sa La in -la in 1 WONOSARI 2,00 3,00 19,00 11,30 0,00 6,00 41,30 2 GADUNG 3,80 1,50 24,00 14,00 0,00 5,00 48,30 3 GANGGONG 2,00 5,00 22,10 38,00 0,00 6,00 73,10 4 BANGUNSARI 0,98 2,50 27,60 25,00 0,00 5,40 61,48 5 KENDAL 15,00 3,00 20,00 14,00 0,00 3,00 55,00 6 JURUGAN 6,50 0,10 22,50 11,90 0,00 10,00 51,00 7 KAWEDAN 3,50 2,00 16,00 15,00 0,00 7,00 43,50 8 KARANGWUNI 13,05 20,00 22,54 13,00 0,70 0,77 70,06 9 BANGUNHARJO 1,80 0,80 27,60 10,40 2,10 1,10 43,80 10 NGENTAK 1,50 6,00 23,00 19,00 0,00 9,60 59,10 11 KELOR 3,00 15,00 23,60 15,40 0,00 1,10 58,10 12 REJODADI 1,00 24,00 24,60 38,00 1,70 8,90 98,20 54,13 82,90 272,54 225,00 4,50 63,87 702,94 8% 12% 39% 32% 1% 9% 100% PROSENTASE (%) No Padukuhan

Jenis Penggunaan Lahan (Ha)

Jumlah

TOTAL

Sumber: Data Primer

Luas wilayah Desa Bangunkerto yang terdiri atas wilayah yang digunakan untuk pertanian/persawahan, ladang/tegalan, perkebunan (salak), permukiman, perdagangan & jasa, serta lain-lain. adapun rincian penggunaan lahan tersebut adalah:

Tabel XI. 11. Jenis Penggunaan Lahan di Desa Bangunkerto

Sumber : RPLP Bangunkerto

Dari luasan wilayah tersebut, masing-masing wilayah memiliki karakteristik yang berbeda. sehingga keadaan ini membawa pengaruh yang kuat dalam hal sumber daya pangan dan mata pencaharian penduduk Desa Bangunkerto.

1 Sarjono 3.500 2 Anif Priambodo 11.000 3 Muhasir 2.000 4 Karjono 2.000 5 Giyanti 3.500 Rata-rata 4.611,11

(10)

2. Alasan Memilih Skema Bagi Hasil

Latar belakang dari pemilik kebun salak untuk melakukan perjanjian bagi hasil karena tidak memiliki kemampuan. Kemampuan yang dimaksud adalahkemampuan dalam bentuk waktu dan/atau kemampuan dalam bentuk pengalaman dan/atau kemampuan dalam bentuk tenaga. Selain itu terdapat latar belakang lain yaitu memberikan pekerjaan/kesempatan kepada penggarap. Sedangkan latar belakang dari penggarap kebun salak untuk melakukan perjanjian bagi hasil adalah karena tidak memiliki kebun salak, adanya kesempatan yang diberikan oleh pemilik, dan menambah pengalaman. Tabel berikut menyajikan data terkait latar belakang melaksanakan perjanjian bagi hasil secara lebih rinci.

Tabel XII. 12.Latar Belakang Melakukan Perjanjian Bagi Hasil

S

umber : Data Primer.

No Latar Belakang Melakukan

Perjanjian Bagi Hasil

Pemilik Penggarap

1 Tidak memiliki kemampuan (waktu, pengalaman, tenaga)

5 -

2 MemberikanPekerjaan/Kese mpatan kepada Penggarap

1 -

3 Tidak memiliki kebun salak 2

4 Kebun salak yang dimiliki kurang luas

- -

5 Adanya kesempatan yang diberikan oleh pemilik

2

(11)

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, dapat disimpulkan bahwa terdapat dua alasan atau latar belakang dari pemilik dan satu alasan dari penggarap lebih memilih sistem bagi hasil dibandingkan dengan sistem sewa. Alasan dari pemilik yang pertama adalah jika dengan sistem sewa, maka pemilik hanya mendapatkan hasil satu kali dalam satu musim sewa yang biasanya diterima di awal. Hal itu menurutpemilik kurang baik karena kemungkinan hanya akan dapat dinikmati di awal/sebentar saja. Pemilik merasa lebih baik jika menggunakan bagi hasil karena mendapatkan hasil secara bertahap sehingga dapat menikmati hasil tersebut selama bagi hasil dilakukan walaupun hasil yang diperoleh sedikit demi sedikit.

Alasan yang kedua adalah pemilik tetap harus terlibat dalam pengelolaan kebun salak tersebut. Pemilik pada dasarnya tidak mempunyai kemampuan baik dalam hal waktu, tenaga, maupun pengalaman. Sehingga, sistem bagi hasil yang dipilih oleh pemilik. Alasan dari sisi penggarap memilih sistem bagi hasil adalahkarena adanya kemauan dari pemilik. Dimana pemilik memberikan kesempatan kepada penggarap dengan mengizinkan penggarap untuk mengelola kebun salaknya yang kemudian hasilnya dibagi hasil.

(12)

3. Pengetahuan Informan Tentang Perjanjian Bagi Hasil Pertanian

dan Perjanjian Kerjasama Ini Merupakan Akad Sudah Sesuai

Dengan Fatwa Dewan Syariah.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan (petani dan penggarap yang melaksanakan praktek bagi hasil kebun salak) dan informan pendukung (pejabat pemerintahan yang ada diPadukuhan dan di Desa Bangunkerto dan pejabat pemerintahan di Desa Bangunkerto) dapat diketahui bahwa secara keseluruhan menyatakan tidak mengetahui adanya fatwan dewan syariah yang di sahkan oleh MUI di Indonesia tentang perjanjian bagi hasil pertanian

Menurut informan hal itu dikarenakan belum pernah ada sosialisasi dari pihak manapun baik terkait dari akad bagi hasil pertanian yang di sahkan oleh fatwa dewan syariah atau pemerintah setempat yang terkait. Informan secara keseluruhan juga menyatakan bahwa praktik bagi hasil yang dilakukan berdasar atas kebiasaan yang telah terjadi turun temurun sejak dahulu kala dan sistemnya tidak banyak mengalami perubahan. Menurut informan pendukung yakni pejabat pemerintahan setempat dan pejabat Desa Bangunkerto di Kecamatan Turi terhadap fatwa dewan syariahyang tentang bagi hasil pertanian, juga karena tidak pernah ada sosialisasi terkait hal itu. Ditambah menurut informan menyatakan bahwa jika perjanjian bagi hasil dilakukan secara individu (per orangan) tidak diperlukan

(13)

adanya campur tangan pihak padukuan maupun pihak pemerintahan di Desa Bangunkerto.

Menurut informan pendukung secara keseluruhan menyatakan bahwa perjanjian bagi hasil yang dilakukan masyarakat sudah dapat dilaksanakan berdasar kebiasaan yang sudah berlangsung di masyarakat pada umumnya. Tabel berikut menunjukkan bahwa seluruh informan dan informan pendukung tidak mengetahui adanya mengantur perjanjian kerjasama pertanian dan adanya fatwa dewan syariah.

Tabel XIII.13. Pengetahuan Informan Terhadap Fatwa Dewan Syari’ah Tentang Perjanjian Bagi Hasil Pertanian

S

umber : Data Primer.

4. Bentuk Perjanjian Bagi Hasil Kebun Salak diPadukuhan Gang

Gong.

Bentuk perjanjian bagi hasil yang dilaksanakan di Padukuhan Gang Gong tidak dalam bentuk tertulis, melainkan dalam bentuk lisan saja antara pemilik dan penggarap tanpa adanya saksi. Hal itu

No Keterangan Mengetahui Tidak Mengetahui 1 Pemilik - 5 2 Penggarap - 5 3 Pejabat di Paduku Gang Gong - 1 4 Pejabat di Desa Bangunkerto - 1 Jumlah 12

(14)

dapat diketahui dari hasil wawancara dengan informan dan informan pendukung yang secara keseluruhan menyatakan bahwa bentuk perjanjian bagi hasil hanya menggunakan lisan saja. Perjanjian bagi hasil dapat terjadi karena adanya kesepakatan diantara pemilik dan penggarap. Berikut yang menjadikanperjanjian bagi hasil kebun salak dapat dilaksanakan di padukuhan Gang Gong berdasarkan wawancara dengan informan dan informan pendukung :

a. Atas dasar kepercayaan antara pemilik dan penggarap.

b. Adanya izin dari pemilik kepada penggarap untuk menggarap kebun salak miliknya secara bagi hasil.

c. Adanya kemauan dari penggarap untuk menggarap kebun salak milik pemilik setelah mendapatkan izin menggarap secara bagi hasil.

d. Adanya kesepakatan secara lisan antara pemilik dan penggarap untuk melakukan perjanjian bagi hasil.

e. Imbangan bagi hasil disepakati dengan berdasar kebiasaan yang biasanya dengan sistem “maro” (hasil panen dibagi setengah berbanding setengah).

(15)

Tabel XIV.14. Bentuk Perjanjian Bagi Hasil Kebun Salak di Padukuhan Gang Gong

S

umber : Data Primer.

5. Jangka Waktu Perjanjian Bagi Hasil Kebun Salak, Berakhirnya

Perjanjian Bagi Hasil, dan Pengembalian Salak.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dan informan pendukung secara keseluruhan menyatakan bahwa perjanjian bagi hasil yang dilakukan di Padukuhan Gang Gong tidak memiliki jangka waktu tertentu yang ditetapkan pada awal perjanjian (Lihat Tabel IX.9). Tidak terdapat jangka waktu seperti berdasar tahun kalender maupun berdasar jumlah berapa kali panen. Karena tidak menggunakan jangka waktu tertentu, maka berakhirnya perjanjian bagi hasil berdasar dari kesepakatan bersama, berdasarkan keinginan pemilik, dan berdasarkan keinginan penggarap (Lihat Tabel XVI.16). Berakhirnya perjanjian bagi hasil berdasarkan kesepakatan bersama adalah dilakukan musyawarah antara pemilik dan penggarap yang kemudian diakhiri dengan kesepakatan untuk mengakhiri

No Keterangan Tertulis Tidak Tertulis (Lisan), Atas Dasar Kepercayaan, Tidak Ada

Saksi 1 Pemilik 5 2 Penggarap 5 3 Pejabat di Dusun Gang Goag 1 4 Pejabat di Desa Bangunkerto 1 Jumlah 12

(16)

perjanjian bagi hasil. Contoh berdasarkan kesepakatan bersama diantaranya, pada saat pemilik ada keinginan untuk mengelol sendiri, atau pemilik ingin mengalihfungsikan kebun salak tersebut, atau pemilik diharuskan menjual kebun salak untuk membayar hutang/keperluan mendadak, atau penggarap tidak mampu lagi untuk melanjutkan pekerjaan maka dilakukanlah musyawarah untuk mengakhiri perjanjian bagi hasil.

Berakhirnya perjanjian bagi hasil berdasarkan keinginan dari pemilik adalah perjanjian bagi hasil berakhir dengan keinginan sepihak dari pemilik. Misalnya, pemilik merasa tidak puas dengan pekerjaan yang dilakukan oleh penggarap, maka pada musim salak berikutnya pemilik akan menghentikanperjanjian bagi hasil dengan penggarap tersebut. Kemudian, pemilik melakukan perjanjian bagi hasil dengan penggarap yang lain.

Berakhirnya perjanjian bagi hasil berdasarkan keinginan dari penggarap adalah perjanjian bagi hasil berakhir karena penggarap sudah tidak berkeinginan menggarap walaupun pemilik masih mengizinkan untuk menggarap salak miliknya. Biasanya penggarap akan mengembalikan kebun salak tersebut kepada pemilik sebagai wujud keinginan untuk mengakhiri perjanjian bagi hasil terhadap kebun salak tersebut.

(17)

Tabel XV.15. Jangka Waktu Perjanjian Bagi Hasil

Sumber : Data Primer.

Tabel XVI.16. Berakhirnya Perjanjian Bagi Hasil No Berakhirnya PerjanjianBagi Hasil Pemilik Penggarap 1 Berdasarkan kesepakatanBersama 2 5 2 Berdasarkan jangka waktuTertentu - - 3 Berdasarkan keinginanpemilik 1 - 4 Berdasarkan keinginanpenggarap 2 - Jumlah 5 5

Sumber : Data Primer.

Saat berakhirnya perjanjian bagi hasil salak, penggarap akan mengembalikan kebun salak yang digarap kepada pemilik. Berdasarkan hasilwawancara dengan informan, teknis pengembalian kebun salak diperjanjikan di awal bahwa kebun salak yang udah ada pohonkebun salak ada pohon kembali kepada pemilik, diperjanjikan

No Keterangan Ada jangka waktu tertentu Tidak ada jangka waktu 1 Pemilik - 5 2 Penggarap - 5 3 Pejabat di Dusun Gang Gong - 1 4 Pejabat di Desa Bangunkerto - 1 Jumlah 12

(18)

di awal bahwa salak kembali dengan tidak berubah fungsi, dan tidak diperjanjikan. Untuk lebih jelasnya dapat dilihat dalam tabel berikut :

Tabel XVII.17. Pengembalian Salak Setelah Berakhirnya Perjanjian Bagi Hasil

No Pengembalian Salak Kepada Pemilik

Pemilik Penggarap

1 Diperjanjikan di awal bahwa kebun salak kembali dengan awal perjanjian

4 1

2 Diperjanjikan di awal bahwa kebun salak kembali dalam tidak berubah fungsi.

1 2

3 Tidak diperjanjikan. - -

Jumlah 5 3 Sumber : Data Primer.

6. Penyediaan Bahan Produksi, Pembayaran Pajak Kebun Salak.

Dalam proses produksi salak dibutuhkan bahan produksidiantaranya bibit dan pupuk. Selain itu ada juga biaya-biaya lain, misalnya perawatan ekstra pada saat musim buah salak mebutukan air supaya buah berkualitas baik.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dan informan pendukung dapat diketahui bahwa seluruh biaya produksi (bahan, dan biaya lainnya) disediakan oleh penggarap. Dalam perjanjian bagi hasil pemilik ikut andil dalam pemberian izin penggarapan kebun salak miliknya (modal).

Hal itu berdasar pada kebiasaan yang sudah berlaku secara turun temurun sejak dahulu. Dengan konsep demikian maka pemilik dan penggarap memiliki hak bagi hasil dari panen sawah tersebut.

(19)

Tabel XVIII.18. PenyediaanBahan Produksi

S

umber : Data Primer.

Tanah kebun salak memiliki kewajiban pajak yang harus dibayarkan tidak terkecuali tanah kebun salak yang digunakan sebagai objek perjanjian bagi hasil. Biasanya pajak tanah kebun salak dibayarkan setiap tahunnya. Berdasarkan hasil wawancara informan dan informan pendukung secara keseluruhan menyatakan bahwa pajak tanah kebun salak objek perjanjian bagi hasil menjadi tanggungan pemilik kebun salak tersebut. Pemilik diwajibkan untuk membayar pajak tanah kebun salak tersebut. Pembayaran pajak tanah kebun salak ini pemilik mengeluarkan biaya sehingga dapat juga disebut sebagai andil pemilik dalam perjanjian bagi hasil selain izin yang diberikan kepada penggarap.

No Keterangan Disediakan Pemilik Disediakan Penggarap Disediakan Pemilik & Penggarap 1 Pemilik - 5 - 2 Penggarap - 5 - 3 Pejabat di Dusun Gang Gong - 1 - 4 Pejabat di Desa Bangunkerto - 1 - Jumlah 12

(20)

Tabel XIX.19. Pembayaran Pajak Kebun Salak

Sumber : Data Primer.

7. Perjanjian Bagi Hasil Pemilik Dan Penggarap Kebun Salak.

Perjanjian bagi hasil salak melibatkan pemilik dan penggarap yang sepakat melakasanakan bagi hasil dalam pengelolaan salak. Untuk menjadi penggarap harus mendapatkan izin dari pemilik untuk menggarap kebun salak miliknya. Izin diberikan oleh pemilik kepada penggarap jika adanya kepercayaan kepada penggarap.Untuk mendapatkan kepercayaan dari pemilik bisa saja diharuskan ada syarat khusus misalnya seperti penggarap harus masih keluarga dari pemilik kebun salak atau penggarap haruslah tetangga dekat dari pemilik kebun salak atau harus ada sejumlah pembayaran yang diberikan oleh penggarap kepada pemilik.

Hasil wawancara dengan informan dapat diketahui bahwa untuk menjadi penggarap tidak terdapat syarat khusus.Pemilik

No Keterangan Dibayar Oleh Pemilik Dibayar oleh Penggarap 1 Pemilik 5 - 2 Penggarap 5 - 3 Pejabat di Dusun Gang Gong 1 - 4 Pejabat di Desa Bangunkerto 1 - Jumlah 12

(21)

merasa cukup dengan orang yang dikenal secara baik dan dapat dipercaya untuk diberikan izin (kepercayaan) untuk menggarap kebun salak miliknya.Tabel berikut menyajikan data terkait syarat menjadi penggarap berdasarkan hasil wawancara dengan informan.

Tabel XX.20. Syarat Menjadi Penggarap

S

umber : Data Primer.

Pada penjelasan sebelumnya telah dibahas bahwa perjanjian bagi hasil kebun salak di Gang Gong tidak terdapat jangka waktu tertentu yang disebutkan secara khusus.Jangka waktu perjanjian bagi hasil tidak ditentukan oleh tahun kalender maupun berapa kali masa panen. Ketika dalam berjalannya perjanjian bagi hasil kebun salak dapat mungkin terjadi kondisi dimana penggarap dalam kondisi tidak mampu untuk melanjutkan garapannya di saat proses produksi salak belum di panen.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan, hal seperti itu belum pernah terjadi.Namun, jika terjadi hal demikian maka

penggarap dapat mengalihkan pekerjaannya kepada

kerabat/sodaranya dengan izin dan sepengetahuan pemilik untuk melanjutkan sisa pekerjaan yang belum diselesaikan hingga

No Keterangan Ada Syarat Khusus (Harus keluarga / Harus Tetangga / Harus Ada yang Dibayarkan oleh Penggarap)

Tidak ada Syarat Khusus(Yang penting kenal dan dapat dipercaya)

1 Pemilik - 5

2 Penggarap - 5

(22)

panen.Setelah panen selesai barulah dimusyawarahkan kelanjutan penggarapan salak secara bagi hasil dengan kerabat/sodara dari penggarap dengan pemilik.Jika tetap diizinkan melanjutkan maka kerabat/sodara dari penggarap sebelumnya berganti menjadi penggarap yang melakukan bagi hasil dengan pemilik kebun salak.

Salah satu informan mengemukakan jika mengalami kejadian dimana peggarap tidak mampu melanjutkan garapan, maka kebun salak dikembalikan kepada pemilik, kemudian tenaga penggarap dihitung tenaga harian, kemudian garapan itu baru diserahkan kepada penggarap lain. Berikut tabel yang menyajikan jika pengggaraptidak mampu melanjutkan garapan.

Tabel XXI. 21. Penggarap Tidak Mampu Melanjutkan Garapan

Sumber :Data Primer

8. Risiko Gagal Panen

Setiap usaha tentu akan menghadapi risiko, tidak terkecuali dalam perjanjian bagi hasil kebun salak di Padukuhan Gang Gong. Risiko yang dihadapi dalam perjanjian bagi hasil kebun salak adalah

No Keterangan Pemilik Penggarap

1 Dikembalikan kepada pemilik, selanjutnya tetap bagi hasil

- -

2 Dilanjutkan oleh kerabat/sodara penggarap, tetap seizin pemilik

5 4

3 Dikembalikan kepada pemiliki, tenaga penggarap dihitung tenaga harian

1 -

(23)

risiko gagal panen. Risiko gagal panen dapat terjadi dengan sama sekali tidak mendapatkan hasilpanen.

Selain itu juga dapat terjadi dengan hasil panen yang sangat sedikit dan untuk menutup biaya yang telah dikeluarkan dalam produksi tidak bisa/tidak cukup.Gagal panen di Padukuhan Gang Gong biasanya terjadi karena kemarau panjang sehingga buah tidak maksimal.

Dalam pelaksanaan perjanjian bagi hasil kebun salak di Padukuhan Gang Gong tidak disebutkan secara jelas bahwa risiko jika terjadi gagal panen ditanggung oleh pihak siapa.Akan tetapi, secara umum sudah dapat diketahui baik oleh pemilik maupun penggarap jika terjadi risiko gagal panen maka menjadi tanggungan pihak penggarap.Berikut tabel yang menyajikan data pihak yang menanggung risiko gagal panen dalam perjanjian bagi hasil kebun salak di Padukuhan Gang Gong.

Tabel XXII. 22. Jika Terjadi Gagal Panen / Rugi

Sumber : Data Primer No Jika Terjadi

Gagal Panen/Rugi

Pemilik Penggarap Pejabat Kelurahan dan Kecamatan 1 Seluruhnya ditanggung Penggarap - - - 2 Seluruhnya ditanggung pemilik - - - 3 Ditanggung bersama 5 5 2 Jumlah 5 5 2

(24)

Dari data tabel di atas dapat diketahui bahwa mayoritas (10 informan dan dua informan pendukung) menyatakan bahwa yang menanggung risiko jika terjadi gagal panen/rugi adalah ditanggungbersama.pemilik. Sedangkan tidak terdapat pernyataan informan untuk risiko gagal panen/rugi ditanggung bersama.

9. Hambatan dalam Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Kebun

Salak di Padukuhan Gang Gong.

Berdasarkan hasil wawancara dengan informan dan informan pendukung dapat disimpulkan bahwa hambatan dalam pelaksanaan perjanjian bagi hasil kebun salak di Padukuhan Gang Gong adalah yang terdapat pada tabel berikut ini :

Tabel XXII. 22. Hambatan Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil Menurut Pemilik Kebun Salak, Penggarap Kebun Salak,

No Hambatan Penyelesaian

1 Penggarap kurang serius dalam menggarap kebun salak

Ditegur agar hasilnya maksimal

2 Pupuk langka dan mahal

Mencari distribusi pupuk yang telah ditunjuk oleh Desa, dan melaporkan kepada pihak terkait di padukuhan dan Desa agar distribusi pupuk tetap baik dan lancar.

Sumber : Data Primer

Hambatan yang ada adalah hal-hal yang berkaitan dengan proses produksi salak. Tidak terdapat hal yang di luar dari proses produksi salak. Secara umum proses pelaksanaan perjanjian bagi

(25)

hasil tidak terdapat hambatan yang membuat konflik antara pemilik dan penggarap.

Konflik tidak pernah terjadi dalam pelaksanaan perjanjian bagi hasil di Padukuhan sebagaimana yang disajikan dalam tabel berikut ini :

Tabel XXII. 23. Konflik Selama Melaksanakan PerjanjianBagi Hasil Dampak Melaksanakan Perjanjian BagiHasil Kebun Salak

di Padukuhan Gang Gong

Sumber : Data Primer

Sistem bagi hasil dalam penggarapan kebun salak yang dilakukan di Padukuhan Gang Gong memberikan dampak bagi pemilik dan penggarap yang melaksanakannya.Hasil wawancara dengan informan dapat disimpulkan bahwa dampak yang mereka peroleh adalah dampak yang bersifat positif bagi diri sendiri maupun keluarga. Seperti yang disajikan dalam tabel berikut ini :

Tabel XXIII. 24. Dampak Melaksanakan Perjanjian Bagi Hasil

No Keterangan Pemilik Penggarap

1 Pernah konflik, diselesaikan secara kekeluargaan secara pribadi

- -

2 Pernah konflik, diselesaikan hingga tingkat dukuh/desa/camat

- -

3 Tidak pernah konflik 5 5

Jumlah 5 5

No Dampak Melaksanakan Perjanjian Bagi Hasil

Pemilik Penggarap 1 Mendapatkan hasil tambahan

tanpa repot mengelola kebun salak

1 -

2 Dapat memberikan pekerjaan kepada penggarap

2 -

(26)

S

umber : Data Primer.

Dari tabel di atas dapat diketahui bahwa dampak bagi pemilik kebun salak yang melakukan perjanjian bagi hasil adalah mendapatkan hasil tanpa repot penggarap kebun salak, dapat memberikan pekerjaan/kesempatan kepada penggarap, atau kombinasi dari mendapatkan hasil tanpa repot dan memberikan pekerjaan kepada penggarap. Sedangkan dari sisi penggarap memperoleh dampak yaitu mendapatkan penghasilan untuk mencukup kebutuhan keluarga karena hasil tersebut merupakan penghasilan utamanya.Selain itu ada juga penggarap yang menjadikan hasil dari bagi hasil kebun salak sebagai penghasilan tambahan di luar pekerjaan utama yang dijalani.

Saat informan ditanya apa dampak negatif terkait dengan melaksanakan perjanjian bagi hasil kebun salak, secara keseluruhan menyatakan tidak ada dampak negatif dari melaksanakan perjanjian bagi hasil kebun salak tersebut.

penggarap dan mendapatkan bagi hasil

4 Mendapatkan penghasilan untuk mencukupi kebutuhan keluarga (Penghasilan Utama) - 3 5 Mendapatkan penghasilan tambahan - 2 Jumlah 5 5

(27)

C. Pembahasan.

Dari data hasil penelitian mengungkapkan bahwa praktik perjanjian bagi hasil kebun salak masih dilakukan oleh masyarakat di wilayah Padukuhan Gang Gong. Praktik perjanjian bagi hasil ini telah dilakukan sejak lama dan sudah turun temurun. Sistem bagi hasil yang dilakukan tidak menggunakan dasar/hukum Islam tentang Perjanjian Bagi Hasil Pertanian atau Fatwa Dewan Syari’ah Nasional. Melainkan menggunakan kebiasaan yang sudah berlangsung secara turun temurun. Pelaku perjanjian bagi hasil kebun salak (pemilik dan penggarap), pejabat pemerintah desa/padukuhan, dan pejabat pemerintah Kecamatan Turi tidak mengetahui (dan tidak pernah ada informasi/sosialisasi) terkait adanya Fatwa Dewan Syari’ah tentang Perjanjian Bagi Hasil Pertanian.

1. Subjek Perjanjian

Subjek perjanjian dalam perjanjian bagi hasil kebun salak di Padukuhan Gang Gong adalah pemilik salak sebagai per orangan dan petani penggarap salak sebagai per orangan.

Hal ini juga sesuai dengan hukum Islam, karena pada dasarnya secara etimologi (Abdul, dkk. 2014) kerjasama dalam pertanian menurut hukum Islam adalah adanya kerjasama dalam bidang pertanian antara pemilik dan petani penggarap.

2. Objek Perjanjian

Objek perjanjian dalam perjanjian bagi hasil kebun salak di Padukuhan Gang Gong adalah hasil dari kebun salak yang

(28)

diperjanjikan dan tenaga kerja. Hasil dari kebun salak adalah hasil dari tanaman yang disepakati dalam perjanjian ini adalah kebun salak. Tenaga kerja adalah andil dari penggarap dalam perjanjian bagi hasil dalam mengelola salak sehingga penggarap memperoleh bagian hak atas hasil salak tersebut. Hal ini sesuai dengan Fatwa Dewan Syari’ah, dimana tanah adalah tanah yang biasanya dipergunakan untuk penanaman buah-buahan.

Objek perjanjian kebun salak di Padukuhan Gang Gong sudah sesuai dengan hukum Islam menurut jumhur ulama yaitu manfaat dan hasil kerja petani penggarap dalam kerjasama tersebut. sehingga penggarap mendapatkan hak dari hasil tanah tersebut.

3. Bentuk Perjanjian

Bentuk perjanjian bagi hasil yang dilaksanakan di Padukuhan Gang Gong tidak dalam bentuk tertulis, melainkan dalam bentuk lisan saja antara pemilik dan penggarap tanpa adanya saksi. Perjanjian bagi hasil dapat terjadi atas dasar saling percaya, adanya izin dari pemilik, ada kemauan dari penggarap, kesepakatan (secara lisan) diantara pemilik dan penggarap, dan adanya imbangan bagi hasil berdasar kebiasaan yaitu “maro” “paron” (bagi dua).

Perjanjian bagi hasil di Padukuhan Gang Gong yang dilakukan pemilik dan penggarap secara per orangan tidak dilaporkan/tidak dicatatkan kepada pihak Padukuhan (Kepala Desa/Padukuan). Selain itu, juga tidak dilakukan pengesahan dari Kepala Desa Bangunkerto.

(29)

Hal tersebut tidak sesuai dengan Fatwa Dewan Syari’ah

NasionalNomor 07/DSN-MUI/IV/2000TentangPembiayaan

Mudharabah (Qiradh) tentang Perjanjian Bagi Hasil Tanah Pertanian. menyatakan bahwa perjanjian bagi hasil harus dibuat secara tertulis oleh pemilik dan penggarap kebun salak sendiri kemudian dihadapkan Kepala Padukuhan/Desa atau yang setingkat di wilayah dari kebun salak yang diperjanjikan dalam perjanjian bagi hasil dengan disaksikan oleh dua orang saksi dari pihak pemilik dan penggarap. Kemudian dicatat di buku yang ada diPadukuhan/Desa, kemudian kepala Padukuhan memberikan surat keterangan kepada pemilik dan penggarap salak sebagai bukti adanya perjanjian itu. Selanjutnya memerlukan pengesahan dari Padukuhandan diumumkan dalam rapat Padukuhan. Setelah itu dimasukkan dalam buku register.

Perjanjian yang tertulis ditujukan untuk menghindarkan dari keragu-raguan, dan upaya preventif terhadap hal-hal yang mungkin menimbulkan perselisihan mengenai hak-hak dan kewajiban kedua belah pihak, lamanya jangka waktu perjanjian, dan lain lain yang telah dimuat dalam perjanjian bagi hasil tersebut. Dengan berbentuk tertulis, terdapat saksi dari masing-masing pihak, dan dicatatkan di Padukuhan menjadikan terdapat bukti yang jelas dan kuat jika terjadi perselisihan dalam pelaksanaan perjanjian bagi hasil kebun salak di Padukuhan Gang Gong. Dalam hukum Islam, rukun kerjasama

(30)

dalam pertanian menurut jumhur ulama adalah adanya pemilik tanah, petani penggarap, objek al-musaqahyaitu manfaat dan hasil kerja petani, ijab dan kabul. Tidak terdapat penjelasan yang menyatakan kerjasama dalam pertanian harus dilakukan secara tertulis. Adanya syarat ijab dan kabul dapat dipenuhi dengan kata sepakat antara pemilik dan penggarap secara lisan yang berdasar atas saling percaya. Dalam hal ini pelaksanaan perjanjian bagi hasil kebun salak di Padukuhan Gang Gong telah memenuhi syarat tersebut.

4. Jangka Waktu Perjanjian dan Berakhirnya Perjanjian

Dalam perjanjian bagi hasil buah salak di Padukuhan Gang Gong tidak ditentukan secara jelas/khusus yang ditetapkan di awal perjanjian. Tidak terdapat jangka waktu seperti berdasar tahun kalender maupun berdasar jumlah berapa kali panen. Karena tidak menggunakan jangka waktu tertentu, maka berakhirnya perjanjian bagi hasil berdasar dari kesepakatan bersama, berdasarkan keinginan pemilik, dan berdasarkan keinginan penggarap. Sehinggadapat disimpulkan bahwa dalam hal jangka waktu dan proses berakhirnya perjanjian bagi hasil kebun salak di Padukuhan Gang Gong tidak sesuai dengan Fatwa Dewan Syari’ah. Pada sisi lain, jika berakhirnya perjanjian bagi hasil berdasarkan keinginan pemilik di saat penggarap masih dalam proses produksi (belum panen), maka pemilik tetap menunggu hingga kebun salak selesai dipanen agar

(31)

penggarap tidak mengalami kerugian karena penggarap telah mengeluarkan biaya-biaya produksi.

Dalam hukum Islam, syarat-syarat kerjasama pertanian dalam bentuk muzara’ah dan mukhabarah yang berkaitan dengan lamanya jangka waktu perjanjian menurut jumhur ulama adalah harus dijelaskan dalam akad sejak awal perjanjian. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa dalam hal jangka waktu dan proses berakhirnya perjanjian bagi hasil kebun salak di Padukuhan Gang Gong tidak sesuai dengan hukum Islam atau Fatwa Dewan Syari’ah.

5. Pengembalian Kebun Salak

Saat berakhirnya perjanjian bagi hasil kebun salak, penggarap akan mengembalikan kebun salak yang digarap kepada pemilik. Teknis pengembalian kebun salak pada saat berakhirnya perjanjian bagi hasil di Padukuhan Gang Gong diantaranya : 1) diperjanjikan di awal bahwa kebun salak dari kembali semula, 2) diperjanjikan di awal bahwa kebun salak kembali dengan tidak berubah fungsi, dan 3) tidak diperjanjikan.

Dalam Fatwa Dewan Syari’ah atau hukum Islam tidak terdapat penjelasan yang eksplisit terkait dengan pengembalian kebun salak setelah berakhirnya perjanjian bagi hasil pertanian. Syarat yang harus dipenuhi adalah yang berhubungan dengan tanah yang akan ditanami, yaitu tanah tersebut dapat ditanami (bukan lahan tandus yang tidak dapat ditanami), dapat diketahui batas-batasnya secara

(32)

jelas, tanah itu diserahkan sepenuhnya kepada penggarap untuk digarap. Dengan kata lain, jika sudah berakhir masa perjanjiannya penggarap juga diharuskan mengembaikan sepenuhnya kepada pemilik tanah.

6. Pembayaran Pajak Kebun Salak

Berkaitan dengan pajak tanah kebunsalak dalam perjanjian bagi hasil, di Padukuhan Gang Gong kebiasaan yang berlaku adalah menjadi tanggungan pemilik kebun salak. Pemilik diwajibkan untuk membayar pajak tanah tersebut. Pembayaran pajak tanah ini pemilik mengeluarkan biaya sehingga dapat juga disebut sebagai andil pemilik dalam perjanjian bagi hasil selain izin yang diberikan kepada penggarap (modal).

Sedangkan dalam hukum Islam tidak ada pembahasan secara eksplisit terkait dengan pembayaran pajak tanah dalam kerjasama bagi hasil pertanian.

7. Syarat Khusus Menjadi Penggarap

Untuk mendapatkan kepercayaan dari pemilik bisa saja diharuskan ada syarat khusus misalnya seperti penggarap harus masih keluarga dari pemilik kebun salak atau penggarap haruslah tetangga dekat dari pemilik kebun salak atau harus ada sejumlah pembayaran yang diberikan oleh penggarap kepada pemilik. Dalam perjanjian bagi hasil kebun salak di Padukuhan Gang Gong tidak terdapat syarat khusus untuk menjadi penggarap. Pemilik merasa

(33)

cukup dengan orang yang dikenal secara baik dan dapat dipercaya untuk diberikan izin (kepercayaan) untuk menggarap kebun salak miliknya. Pernyataan tersebut diperkuat dengan pernyataan dari pihak penggarap yang juga mengiyakan bahwa tidak terdapat syarat khusus untuk menjadi penggarap.

Dalam kerjasama pertanian dalam hukum Islam, tidak terdapat penjelasan eksplisit terkait syarat khusus yang diberikan pemilik agar mengizinkan tanahnya digarap oleh penggarap. Dalam rukun

dan syarat musaqahtidak terdapat penjelasan

diharuskannya/dibolehkannya ada syarat khusus seperti pembayaran tertentu dari penggarap. Namun, jika pemberian uang/sesuatu dari penggarap agar diberikan garapan oleh pemilik tanah kemudian dikaitkan dengan istilah suap (risywah) tentu tidak diperbolehkan dalam hukum Islam.

8. Penggarap Tidak Mampu Melanjutkan Garapan

Jika terjadi hal dimana di tengah pengerjaan kebun salak penggarap tidak mampu melanjutkan (misalnya karena sakit), maka

penggarap dapat mengalihkan pekerjaannya kepada

kerabat/sodaranya dengan izin dan sepengetahuan pemilik untuk melanjutkan sisa pekerjaan yang belum diselesaikan hingga panen. Ada juga yang kemudian kebun salak dikembalikan kepada pemilik, kemudian tenaga penggarap dihitung tenaga harian, kemudian garapan itu baru diserahkan kepada penggarap lain.

(34)

Dalam hukum Islam, kerjasama bagi hasil pertanian dapat berakhir jika masa waktunya habis, salah seorang meninggal dunia, adanya uzur yaitu tanah garapannya terpaksa dijual atau penggarap tidak dapat mengelola tanah, seperti sakit keras. Apabila penggarap sakit dan tidak mampu melanjutkan garapan kemudian meminta izin kepada pemilik untuk dilanjutkan oleh sodara penggarap, kemudian pemilik mengizinkan, maka hal itu dirasa tidak bertentangan dengan hukum Islam.

9. Waktu Penentuan Imbangan Bagi Hasil dan Besaran Imbagan

Bagi Hasil

Dalam pelaksanaan perjanjian bagi hasil kebun salak di Padukuhan Gang Gong besaran imbangan bagi hasil bagi pemilik dan penggarap sudah ditentukan sejak awal perjanjian sebelum pelaksanaan perjanjian (mulai panen). Besaran imbangan bagi hasil bagi pemilik dan penggarap adalah mayoritas menyatakan yang digunakan adalah sistem bagi hasil maro (50:50) dengan biaya produksi ditanggung seluruhnya oleh penggarap dan hasil panen yang diperoleh langsung dibagi dua.

Terdapat satu informan dan satu informan pendukung menyatakan bahwa yang digunakan adalah sistem bagi hasil maro (50:50) dengan biaya produksi dikeluarkan terlebih dahulu dari hasil panen (dikembalikan kepada pihak yang mengeluarkan biaya, dalam hal ini kepada penggarap), baru kemudian dibagi dua.

(35)

Terdapat dua informan menyatakan bahwa yang digunakan adalah sistem mertelu (1:3) dengan biaya produksi ditanggung seluruhnya oleh penggarap, sehingga hasil panen yang diperoleh langsung dibagi 1/3 bagian untuk pemilik kebun salak dan 2/3 bagian untuk penggarap kebun salak. Dalam kasus ini, dua informan merupakan satu pemilik dan satu penggarap yang terlibat dalam satu perjanjian bagi hasil kebun salak.

Dimana seharusnya hasil yang dibagi adalah hasil bersih, yaitu hasil kotor dikurangi biaya-biaya yang dikeluarkan selama produksi dan dikembalikan kepada yang telah mengeluarkan biaya tersebut. Dalam kasus ini dikembalikan kepada penggarap. Setelah dikurangi biaya, barulah hasilnya dibagi 50:50 bagi pemilik dan penggarap.

Dalam hal waktu penentuan besaran imbangan bagi hasil pelaksanaan perjanjian bagi hasil kebun salak di Padukuhan Gang Gong sesuai dengan Hukum Islam. Sebagaimana syarat sah nya akad musaqahsehubungan dengan bagi hasil tanaman yaitu harus disebutkan secara jelas di awal ketika akad. Untuk besaran imbangan (setengah/sepertiga/seperempat), dalam hukum Islam asal disebutkan saat di awal akad maka tetap sah, yang penting bukan ditentukan jumlah tertentu dalam satuan berat/jumlah seperti satu ton/dua karung/dan sebagainya.

(36)

10. Bentuk Bagi Hasil

Bagi hasil yang dibagikan kepada pemilik dan penggarap dalam perjanjian bagi hasil kebun salak di Padukuhan Gang Gongdapat berupa buah salak, uang, maupun fleksibel (tidak menentu) bisa diantara keduanya.

Dalam Hukum Islam tidak disebutkan secara khusus bentuk hasil yang dibagi kepada pemilik dan penggarap dalam bentuk apa, Dalam hukum Islam terdapat syarat sehubungan dengan bagi hasil tanam, tapi terkait dengan bagian bagi hasil harus ditentukan di awal akad berupa besaran yaitu setengah, sepertiga, seperempat, dan sebagainya. Penetuan besaran itu tidak diperbolehkan dalam bentuk jumlah tertentu secara mutlak seperti misalnya satu kuintal atau satu karung.

11. Risiko Gagal Panen

Dalam pelaksanaan perjanjian bagi hasil kebun salak di Padukuhan Gang Gong tidak disebutkan secara jelas bahwa risiko jika terjadi gagal panen ditanggung oleh pihak siapa. Akan tetapi, secara umum sudah dapat diketahui baik oleh pemilik maupun penggarap jika terjadi risiko gagal panen maka menjadi tanggungan pihak penggarap. Dari 10 informanyang menyatakan bahwa jika gagal panen ditanggung bersama.

Dalam hukum Islam, kaidah dari sistem bagi hasil adalah yang terikat dalam perjanjian akan turut menanggung jika terjadi risiko.

(37)

Dalam hal kaitannya dengan risiko gagal panen dalam pelaksanaan perjanjian bagi hasil kebun salak di Padukuhan Gang Gong sesuai dengan Fatwa Dewan Syari’ah.

12. Dampak Melaksanakan Perjanjian Bagi Hasil Kebun Salak

Dampak yang dirasakan oleh pemilik dan penggarap dengan melaksanakan perjanjian bagi hasil kebun salak di Padukuhan Gang Gong semuanya bernilai positif dan tidak ada yang merasakan adanya dampak negatif. Dari sisi pemilik kebun salak dapat memperoleh hasil tanpa perlu repot menggarap kebun salak, selain itu juga dapat memberikan kesempatan/pekerjaan kepada penggarap sehingga dapat memperoleh penghasilan. Sedangkan dari sisi penggarap dampak positif yang didapat adalah memperoleh penghasilan sebagai penghasilan utama untuk menghidupi keluarganya dan juga dapat menjadi penghasilan tambahan bagi yang memiliki pekerjaan lain.

13. Pendapat dan Saran dari Pemilik terhadap

PelaksanaanPerjanjian bagi Hasil yang Telah Dilakukan

Mayoritas informan pemilik kebun salak (lima orang) yang melaksanakan perjanjian bagi hasil bagi hasil di Padukuhan Gang Gong telah merasa adil dengan sistem “maro” yang sekarang berlaku di masyarakat. Hanya satu yang merasa dengan sistem “maro” dirasa kurang adil atas dasar faktor biaya produksi untuk sekarang sangat mahal dan tidak seperti dulu. Satu informan lainnya menyatakan

(38)

bahwa sistem “maro” hanya adil jika setidaknya luas kebun salak yang digarap penggarap adalah sebesar 5000m2 atau lebih.

Kaitannya dengan bentuk perjanjian, dua informan dari pemilik kebun salak merasa sudah cukup dengan lisan saja, tidak perlu dengan tertulis. Hal itu dikarenakan dikhawatirkan akan membuat penggarap menjadi merasa tidak dipercaya dan bisa justru menimbulkan salah sangka dari penggarap. Selain itu juga jika dengan bentuk tertulis dirasa merepotkan dan berbelit-belit. Sedangkan tiga informan lain menyatakan memang sebaiknya dengan bentuk tertulis agar lebih jelas dan kuat dalam menentukan hak dan kewajiban pemilik dan penggarap.

14. Pendapat dan Saran dari Penggarap terhadap Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil yang Telah Dilakukan

Mayoritas informan penggarap kebun salak (lima orang) menyatakan bahwa dengan sistem “maro” yang sekarang dilaksanakan umumnya di masyarakat Padukuhan Gang Gong kurang adil. Mereka menjalani sistem dimana hasil panen langsung dibagi dua, seluruh biaya produksi ditanggung oleh penggarap. Sistem seperti itu yang diuntungkan pemilik salak. Jika dihitung-hitung biaya produksi sekarang sangat mahal. Pemilik biasanya tidak tahu-menahu besarnya biaya yang dikeluarkan selama proses produksi dan tahunya hasil panen langsung dibagi dua. Hal itu menjadikan selisih dari biaya yang dikeluarkan dengan hasil yang

(39)

didapat penggarap menjadi sangat sedikit. Dengan hasil yang sedikit diperoleh penggarap menjadi merasa berat.

Penggarap berpendapat bahwa sebaiknya sistem “maro” tetapi sebelum dibagi biaya produksi dikeluarkan terlebih dahulu, kemudian biaya dikembalikan kepada penggarap karena yang seluruh biaya produksi dari penggarap, setelah itu diperoleh hasil bersih baru kemudian dibagi dua.

Dua informan penggarap menyatakan sudah merasa adil dengan sistem yang mereka jalani. Satu informan menggunakan sistem “maro” dimana biaya produksi dikembalikan kepada penggarap terlebih dahulu, baru kemudian dibagi dua. Satu informan lainnya menggunakan sistem “mertelu” dimana seluruh biaya produksi ditanggung oleh penggarap, kemudian penggarap mendapat 2/3 bagian dan pemilik mendapat 1/3 bagian dari hasil panen.

Menurut seluruh informan penggarap bahwa bentuk perjanjian bagi hasil cukup dengan lisan saja. Jika tertulis dirasa terlalu berbelit-belit dan merepotkan. Penggarap berpendapat bahwa yang terpenting adalah saling percaya antara pemilik dan penggarap. Sedangkan masalah menanggung rugi, tidak ada penggarap yang secara tegas merasa keberatan dengan risiko gagal panen yang ditanggung oleh penggarap sepenuhnya. Mereka menganggapbahwa itu merupakan salah satu risiko yang harus ditanggung jika menjadi pengggarap.

(40)

15. Pendapat dan Saran dari Pejabat Padukuhan dan Desa

Banguhkerto terhadap Pelaksanaan Perjanjian Bagi Hasil yang

Telah Dilakukan

Satu dari dua informan pendukung pejabat kelurahan di Padukuhan Gang Gong dan pejabat Desa Bangunkerto menyatakan bahwa pelaksanaan perjanjian bagi hasil kebun salak di Padukuhan Gang Gong sudah berjalan dengan baik dan adil. Hal itu didasarkan pada adanya kesepakatan yang dilakukan antara pemilik dan penggarap. Selain itu, dapat dilihat dari masih maunya penggarap untuk menggarap kebun salak pemilik dengan sistem bagi hasil.

Sedangkan dua yang lain menyatakan pelaksanaan perjanjian bagi hasil kebun salak di Padukuhan Gang Gong kurang adil. Hal itu didasarkan pada biaya produksi sekarang yang mahal dan sepenuhnya ditanggung oleh penggarap. Dengan sistem “maro” yang hasil panen langsung dibagi dua dirasa menjadi kurang adil. Selain itu, jika terjadi kerugian atau gagal panen yang menanggung seluruhnya adalah penggarap. Padahal penggarap sudah mengeluarkan biaya produksi dan tenaga dalam menggarap, masih diharuskan menanggung kerugian akibat gagal panen.

Fase pertama, dimana penggarap masih banyak sehingga harus meminta garapan kepada pemilik dan dibagi hasil. Fase kedua, dapat dikatakan pada masa sekarang sekarang, dimana penggarap mulai sedikit karena berbagai macam faktor termasuk paket

(41)

pertanian yang membuat biaya mahal, hasilnya sedikit dan penggarap bisa jadi malas dan berat untuk menggarap, fase ini adalah pemilik mulai mencari penggarap untuk menggarap salaknya, biaya produksinya masih dari penggarap, hasilnya dibagi dua. Fase yang ketiga, saat nantinya ganti generasi, dimana susah mencari orang untuk menggarap, maka pemilik yang mencari penggarap untuk menggarap salaknya, hingga mungkin mengharuskan biaya produksinya ditanggung berdua atau seluruhnya dari pemilik, kemudian hasilnya dibagi dua.

Gambar

Tabel  di  atas  mengemukakan  bahwa  dusun  Bangunsari  memiliki tingkat kepadatan penduduk yang paling tinggi, yaitu
Tabel V. 5.Informan
Tabel VII. 7. Umur Informan
Tabel IX. 9.Lama Melaksanakan Perjanjian Bagi Hasil  No  Lama Melaksanakan
+7

Referensi

Dokumen terkait

Rumusan Masalah dari latar belakang masalah yang telah dipaparkan di atas, maka dapat dirumuskan permasalahan yaitu “ Apakah dengan Penerapan Model

Namun peristiwa yang terjadi dalam Kisah Para Rasul 2:4 harus dipahami sebagai sebuah penggenapan atas janji Bapa yang disebutkan dalam Kisah Para Rasul 1:5,

penyelenggara pagelaran tari kreasi di SMA Negeri 1 Kotagajah sudah dapat mengkoordinasikan acara sesuai dengan perencanaan. Ketua pelaksana, bendahara, sekertaris dan

Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka penulis mengambil suatu rumusan masalah yaitu bagaimana membuat perancangan sistem pengolahan data perawatan kendaraan

¤ Dalam skala kecil kalsium dapat dibuat melalui reduksi dari CaO dengan aluminium atau reduksi CaCl2 dengan logam natrium... Stronsium adalah unsur kimia dengan lambang

Dilihat dari analisis aspek manajemen, proyek Desa Wisata Sambi layak untuk diteruskan, karena penulis menilai jajaran pengurus yang ada dalam Sekertariat Desa Wisata

2. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan sekret kental atau sekret darah, kelemahan, upaya batuk buruk, edema trakeal/faringeal. Gangguan pertukaran

Dalam penerapannya, muqarnas dapat bertransformasi menjadi bentuk yang benar- benar tiga dimensional, seperti yang terdapat pada kubah-kubah dan relung pintu gerbang, dapat