• Tidak ada hasil yang ditemukan

Siauw Tiong Djin vs Sindhunata

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Siauw Tiong Djin vs Sindhunata"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

Siauw Tiong Djin vs Sindhunata

Ditulis Oleh : Dr. Irawan

Duarte, May 25 2002 , Indonesia Media.

Adalah suatu kesempatan yang jarang terjadi dalam sejarah, dimana terjadi perdebatan sengit antara dua ideologi yang saling berlawanan kutubnya. Banyak masyarakat umum setengah baya mengetahui bahwa sudah sejak dulu terjadi kontradiksi antar kedua kubu LPKB (Lembaga Pembinaan Kesatuan Bangsa) dan Baperki (Badan Permusyawaratan Kewarganegaraan Indonesia), dan kita ketahui bahwa Baperki yang dipimpin oleh Siauw Giok Tjhan dengan ideologinya "Integrasi" dan LPKB dengan program "Asimilasi"nya yang dibawakan oleh Sindhunata.

Keduanya sama sama keturunan Tionghoa, dan keduanya mengaku berusaha untuk membawa WNI etnis Tionghoa untuk bersama membangun Indonesia. Keduanya juga pernah menjabat di struktur pemerintah RI. Keduanya juga pernah dan sedang menjabat yayasan (Siauw Giok Tjhan dengan Baperkinya, dan Sindhunata dengan Trisakti), sayangnya Siauw Giok Tjhan telah mendahului kita, meninggal di negeri Belanda karena komplikasi penyakit khronisnya akibat disekap sekian lamanya di penjara oleh penguasa saat itu.

(2)

2 Namun ideologinya, "Integrasi" itu tetap hidup dan berkobar di puteranya yang bernama Siauw Tiong Djin, dengan gelar Ph.D , dan sekarang berdomisili di Melbourne, Australia. Sedangkan Sindhunata ditemani puteranya yang sangat mirip dengan beliau, dan sekarang sebagai pimpinan proyek pembangunan fasilitas universitas Trisakti.

Acara yang dipandu oleh Sdr. Ridwan Ongkowidagdo ini, tidak luput dari hasil kerja sama panitia dengan Dr.Judo yang telah berkenan menghadirkan Sindhunata ditengah kami.

Secara garis besar marilah kita uraikan apa itu Integrasi dan Asimilasi sebagai refreshing.

Integrasi :

Membaur dalam suatu masyarakat yang terdiri dari beragam suku dan budaya tanpa menghilangkan identitas dari masing masing komponen yang ambil bagian dari pembauran tersebut, mirip dengan teori "Pluralism" atau "Multiculturalism"

Siauw Tiong Djin vs Sindhunata Asimilasi:

Memadukan masyarakat yang berasal dari suku dan budaya berlainan menjadi satu kesatuan tanpa mempertahankan kebudayaan atau identitas komponen itu berasal , mirip dengan teori "Melting Pot"

Nasion Indonesia

Menurut Siauw Giok Tjhan, Indonesian Race - Ras Indonesia - tidak ada. Yang ada adalah "Nasion" Indonesia, yang terdiri dari banyak suku bangsa. Siauw berpendapat, sejak tahun 50-an, golongan Tionghoa yang sudah bergenerasi di Indonesia, harus memperoleh status suku. Dengan demikian suku Tionghoa adalah bagian dari "Nasion" Indonesia.

(3)

Berdasarkan pengertian inilah, Siauw mencanangkan konsep integrasi, sebagai metode yang paling efektif dalam mewujudkan "Nasion" Indonesia - Nasion yang ber-Bhineka Tunggal Ika - berbeda-beda tetapi bersatu. Setiap suku, termasuk suku Tionghoa, harus mengintegrasikan diri mereka ke dalam tubuh "Nasion" Indonesia melalui kegiatan politik, sosial dan ekonomi, sehingga aspirasi "Nasion" Indonesia itu menjadi aspirasi setiap suku. Berpijak di atas prinsip ini, Siauw mengemukakan bahwa setiap suku tetap mempertahankan nama, bahasa dan kebudayaannya, tetapi bekerja sama dengan suku-suku lainnya dalam membangun Indonesia.

Menentang Asimilasi

Menurut Siauw, kecintaaan seseorang terhadap Indonesia, tidak bisa diukur dari nama, bahasa dan kebudayaan yang dipertahankannya, melainkan dari tindak tanduk dan kesungguhannya dalam berbakti untuk Indonesia. Konsep ini kemudian diterima oleh Bung Karno pada tahun 1963, yang secara tegas menyatakan bahwa golongan Tionghoa adalah suku Tionghoa dan orang Tionghoa tidak perlu mengganti namanya, ataupun agamanya, atau menjalankan kawin campuran untuk berbakti kepada Indonesia.

Oleh karena itu Siauw menentang konsep assimilasi yang dikembangkan oleh LPKB, dibawah Sindhunata pada awal 1960-an. LPKB mencanangkan assimilasi sebagai "terapi" penyelesaian masalah Tionghoa. Dengan assimilasi mereka bermaksud golongan Tionghoa menghilangkan ke-Tionghoaannya dengan menanggalkan semua kebudayaan Tionghoa, mengganti nama ke nama-nama yang tidak berbau Tionghoa dan kawin campuran. Dengan demikian, golongan Tionghoa tidak lagi bereksistensi sebagai golongan terpisah dari golongan mayoritas. Kalau ini dijalankan, mereka menyatakan, lenyaplah diskriminasi rasial.

(4)

4 Siauw tidak menentang proses assimilasi yang berjalan secara suka-rela dan wajar. Yang ia tentang adalah proses pemaksaan untuk menghilangkan identitas sebuah golongan, karena menurutnya usaha ini bisa meluncur ke genocide, seperti yang dialami oleh golongan Yahudi pada masa Perang Dunia ke II. Siauw Tiong Djin juga menambahkan bahwa effek samping dari penerapan Asimilasi yang pada awalnya dipercaya mempunyai maksud baik, namun pada saat pelaksanaannya oleh penguasa Orde Baru, kebijakan asimilasi itu dijadikan undang undang, dan peraturan pemerintah yang bentuknya memaksa, sehingga timbulah larangan yang kita alami selama 32 tahun tersebut. Sejarah membuktikan bahwa akibat dari itu semua akhirnya meledak pada tragedi Mei '98, dimana terjadi pembunuhan , penjarahan dan pemerkosaan terhadap kaum Tionghoa

Siauw Tiong Djin vs Sindhunata

Ekonomi Kapitalisme

Program ekonomi Siauw menganjurkan dipertahankannya sistim kapitalisme yang memungkinkan pengembangan modal domestik untuk pembangunan ekonomi Nasional. Paham ini jelas bertentangan dengan paham komunisme, yang pernah dituduhkan kepadanya dan juga seluruh anggota Baperki.

Massa Baperki terdiri dari orang-orang yang berasal dari kelas menengah bawah. Sebagian besar dari mereka adalah pedagang kecil menengah, yang jelas tidak bisa begitu saja menerima paham komunisme.

Memang Baperki di akhir zaman Demokrasi terpimpin jelas mendukung Presiden Soekarno, jadi berpijak di dalam kamp aliansi Soekarno dan PKI. Ia memang dekat dengan Soekarno dan tokoh-tokoh PKI. Akan tetapi, ia tidak kalah dekatnya dengan tokoh-tokoh Nasional lainnya yang dikenal sebagai musuh-musuh PKI.

Lagi istilah Cina dan Tionghoa diperdebatkan

DR. Frits Hong sebagai ketua dari Indonesian Chinese American Association menitipkan pesannya pada diskusi “Cina -Tionghoa” ini karena beliau ada tugas keluar kota pada hari itu. Beliau sudah mengantisipasi perdebatan istilah “Cina - Tionghoa” pasti tak terelakan kalau kedua tokoh ini saling berhadapan. Sejarah

(5)

mencatat bahwa Sindhunata adalah orangnya yang merekomendasikan istilah Cina dipakai untuk menggantikan Tionghoa dan Tiongkok, saat di selenggarakannya rapat di Seskoad Bandung pada tahun 1966. Oleh karena itu DR.Frits Hong menitipkan pesannya sebagai berikut: “Kalau yang dipanggil tidak menyukai istilah panggilan tersebut, kenapa masih harus digunakan. Banyak pernyataan dari berbagai pihak, istilah tersebut sebenarnya terkonotasikan, atau dikonotasikan sebagai istilah untuk maksud penghinaan (khusus di Indonesia). Contohnya di Amerika istilah Ching digunakan sebagai kata penghinaan terhadap orang Chinese, yang konon setara dengan Niger yang dikatakan kepada African American”, pesan Boss Duarte Inn itu. Sindhunata (69) yang mantan perwira angkatan laut beralasan bahwa penggunaan istilah Cina semata karena dirasakan lebih pas di lafalkannya dalam bahasa Indonesia, ketimbang Tionghoa. Lebih jauh Sindhunata beranggapan bahwa istilah Cina Tionghoa sudah tidak relevan diperdebatkan, hanya menghabiskan energi saja, yang penting generasi muda Tionghoa harus berpolitik, jangan tanggung tanggung, harus mencapai tingkat pimpinan nasional. (Tapi Sindhunata tidak merinci bagaimana caranya Tionghoa bisa mencapai tingkatan itu, sementara banyak peraturan diskriminasi yang masih tercantum di Undang undang dan peraturan yang berlaku sekarang, sedangkan peraturan yang telah dicabutpun, prakteknya masih saja diteruskan, contohnya SBKRI yang masih tetap diminta dari urusan paspor, sekolah, sampai ke-permohonan kredit bank, ...red).

Siauw Tiong Djin dalam argumentasi ini menyatakan perlu diingat latar belakang dari lahirnya istilah Tionghoa itu. Tionghoa lahir pada kebangkitan nasionalisme, dan saat itu istilah Tionghoa digunakan oleh para pejuang kemerdekaan Indonesia sebagai tanda menghargai keberhasilan revolusi yang dipimpin oleh DR.Sun Yat Sen 1911, sehingga istilah itu menjadi istilah revolusioner. (Catatan: Perjuangan kemerdekaan Indonesia tidak lepas dari partisipasi golongan Tionghoa saat itu, terbukti dengan dihibahkannya gedung Soempah Pemoeda di Jakarta oleh Sie Kong Liong…red). Sedangkan Cina diketahui sebagai istilah untuk menghina golongan Tionghoa, istilah Cina dipakai untuk menimbulkan inferiority complex dalam tubuh komunitas Tionghoa. “Inilah dasar utama-nya mengapa istilah Cina itu diperdebatkan”, ujar Tiong Djin yang mengaku mengetahui adanya dokumen yang menyiasati kebijakan tersebut.

Banyak para audiensi menanggapi perdebatan Cina-Tionghoa ini dari berbagai sudut pandang, dari yang kalem sampai ketingkat emosional yang tinggi.

(6)

6 Berpolitik mengikuti arus Nasional

Mengenai perjuangan golongan Tionghoa di Indonesia Tiong Djin menilai bahwa pentingnya golongan Tionghoa masuk ke dalam politik, karena tidak ada orang lain yang akan memperjuangkan kepentingan Tionghoa, kalau bukan dari Tionghoa sendiri, namun dalam manifestasi gerakan itu harus diikut sertakan golongan lainnya, dan masalah masalah lain yang berkaitan dengan kita. Tapi bukan berarti golongan kita diam tidak menyuarakan aspirasinya. Untuk itu Tionghoa harus masuk diseluruh strata di Legislatif, Judicatif, dan Eksekutif, barulah perundangan yang bersifat diskrimatif itu dapat terkikis. Rupanya Siauw Tiong Djin mencoba mengantarkan pengertian "eksklusif positif" yang mengacu kepada arus kepentingan nasional. Ada perbedaan dengan Sindhunata, beliau mencanangkan Tionghoa tidak boleh eksklusif, tapi harus masuk kedalam berbagai parpol yang berbasis nasional. Disini terlihat kecanggungan Sindhunata, karena di kesempatan yang lain beliau menyatakan kekecewaannya terhadap PAN (Partai Amanat Nasional) yang dipimpin Amin Rais, bahkan mengakui hengkang bersama 25 kawannya dari Partai yang berlambang matahari biru itu.

Dekat dengan Rakyat

Sindhunata menguraikan bahwa golongan Tionghoa sebaiknya membaur dengan masyarakat setempat, jadi kalau tinggal di Jawa Barat, maka harus dirasakan sebagai orang Sunda, dan demikian pula dengan daerah lainnya.

Siauw Tiong Djin berpandangan, golongan Tionghoa tidak perlu menanggalkan identitas kebudayaan, tapi mendekat ke rakyat setempat harus dilakukan ketimbang dekat dengan pejabat, meskipun diakui kedekatan dengan pejabat juga diperlukan. Sarjana tehnik komunikasi ini juga menghimbau kepada industrialis

(7)

agar selalu mengusahakan kemakmuran rakyat Indonesia dengan menyelenggarakan industri padat karya.

Rekayasa aparat

Sewaktu Tiong Djin ditanya tentang perbandingan pembauran Tionghoa yang terjadi di Filipina, dan Thailand dengan Indonesia, Beliau menjelaskan bahwa, dikedua negara Thailand dan Filipina, pemerintahnya tidak membuat undang undang yang menciptakan perbedaan yang menyolok antara minoritas dan mayoritas. Lain dengan di Indonesia, pemerintahnya menciptakan begitu banyak undang undang yang diskriminatif, sehingga situasinya tidak kondusif. Walaupun demikian menurut Tiong Djin, kalau tidak ada rekayasa-rekayasa yang negatif dari aparat negara, perkembangan didaerah wajar saja, jadi perbedaan antara Tionghoa dan NonTionghoa tidak menjadi masalah bagi mereka untuk bekerjasama. Persoalan justru timbul karena rekayasa aparat negara tersebut, atau sindiran yang datang dari para pejabat negara, dan adanya undang undang tersebut yang melegitimasikan tindakan tindakan diskriminatif. Selama semua ini ada , maka proses pembauran dan integrasi yang diinginkan tidak akan terjadi secara wajar.

Mengungkit tentang sindiran, rupanya Sindhunata juga tidak luput dari teguran dari audiensi (Agus Djayaputra), yang mengatakan tulisan Sindhunata dan Junus Jahya tentang generasi imlek yang

(8)

8 diembel embeli dengan “mata sipit” itu tidak pada tempatnya. Untuk itu tokoh LPKB itu dengan sikap gentlement meminta maaf langsung dihadapan hadirin.

Siauw Tiong Djin vs Sindhunata

Tragedi Mei ’98 bakal terjadi lagi

Melihat situasi sekarang di Indonesia dimana pejabat pemerintah masih membudayakan, dan mengembang biakkan benih benih rasialisme. Ekonomi riil yang belum sanggup kembali berputar di Indonesia, kemiskinan juga merambah kemana mana, dan praktek KKN malah tambah semarak, jurang miskin dan kaya semakin merebak. Maka gejala diatas sudah merupakan amunisi yang dengan mudah dipicu menjadi suatu ledakan serupa dengan Mei Kelabu. Teori ini juga dibenarkan oleh sejumlah tokoh tokoh pemerhati Indonesia, seperti Romo Sandyawan, dan saksi mata yang baru pulang dari Indonesia.

Untuk itu Siauw Tiong Djin menyerukan kepada golongan Tionghoa, agar memelihara kemanunggalan dengan seluruh rakyat Indonesia, meningkatkan kesadaran berpolitik, dan pendidikan politik. Membentuk jaringan kerja dengan LSM (Lembaga Swadaya Masyarakat) lainnya. Peranan pers juga sangat penting untuk diperhatikan, kendati sekarang ada usaha usaha kearah pemberangusan pers kembali oleh pemerintah, namun kami tetap harus perjuangkan kebebasan pers tersebut.

Sindhunata sebagai ketua yayasan Trisakti tetap akan menuntut pemerintah untuk mengusut dan mengadili pelaku penembakan mahasiswa Trisakti, beliau juga mencadangkan untuk membawa

(9)

kasus ini ke pengadilan international kalau pemerintah RI tidak sanggup menyeret pelakunya untuk dihukum.

Warga di Luar negeri

Sebagai warga negara Indonesia di luar negeri, kami harus tetap peduli dengan tanah air kita. Tinggal di luar negeri bukan berarti menghilangkan kecintaan kita terhadap Indonesia, untuk itu warga diluar negeri bisa bertindak selaku “pressure group” terhadap Indonesia, demi perbaikan Indonesia. Banyak hal yang dapat dilakukan kita sebagai Warga negara Indonesia yang berdomisili di luar negeri. Dengan cara melobi konggress setempat dalam memberikan bantuan, dan mengeluarkan kebijakan bagi Indonesia, agar mempersyarati antara lain dengan; Perbaikan pelaksanaan Hukum, Perubahan undang undang yang dapat dimanipulasi oleh pihak penguasa untuk melanggengkan kekuasaan dan ber KKN ria , Penghapusan UU dan peraturan diskriminatif, Penghapusan praktek diskriminasi, Peningkatan pendidikan, dan kesehatan rakyat, Menyetop pemiskinan rakyat, Penegakan hak asasi manusia, Pencegahan pengrusakan lingkungan alam, Pencegahan exploitasi perempuan dan anak, dan hal lainnya yang kita yakini bisa membantu perbaikan Indonesia. Ingat kami bekerja dan membayar pajak untuk negara, maka kami juga berhak mengaspirasikan kemana uang itu boleh di keluarkan, dan bagaimana cara pengeluarannya.

Acara berlangsung selama 3 jam penuh dan mendapat sambutan sangat positif dari audiensi. (Indonesia Media)

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan antara kesiapan menghadapi menstruasi pertama ( menarche ) dengan kelekatan aman anak dan ibu dengan pada remaja

Berdasarkan hasil penelitian mengenai perbandingan kinerja keuangan perbankan syariah dengan perbankan konvensional pada PT Bank Syariah Muamalat Indonesia Tbk dengan PT Bank

Hal ini disebabkan sistim nilai masyarakat (kebutuhan- kebutuhan, keinginan-keinginan, tuntutan-tuntutan dan sebagainya dari masyarakat yang harus terpenuhi dan

Meskipun dalam latar belakang historis-soslologis dan kultural didapat kesimpulan bahwa Aceh memang sangat dekat dengan syariat Islam, namun semua itu bukanlah jamlnan bahwa

kehampaan, limbung bila tersandung masalah, atau bahkan putus asa. Tujuan hidup bisa ditemukan dengan banyak cara atau jalan. Melalui kesadaran beragama yang baik, kita

Pengurus hanya membacanya saja saat mereka berkunjung ke sekolah “ (Wawancara, 17 Maret 2016). Dari hasil pengamatan di atas dapat dianalisis bahwa peranan Komite Sekolah

modal kepada orang lain dengan akad mudharabah atau dengan kata lain mengoper modal untuk akad mudharabah. 4) Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad

Strategi pengembangan kentang di desa Genilangit, Kecamtan Poncol, Kabupaten Magetan didasarkan atas prinsip memaksimalkan kekuatan, yang terdiri ; (1) potensi sumberdaya