• Tidak ada hasil yang ditemukan

Makalah Standar Pelayanan Farmasi Rs Apotek Puskesmas

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Makalah Standar Pelayanan Farmasi Rs Apotek Puskesmas"

Copied!
22
0
0

Teks penuh

(1)

5. Memberikan rekomendasi atau rencana tindak lanjut yang berisi rencana  pemantauan dengan tujuan memastikan pencapaian efek terapi dan

meminimalkan efek yang tidak dikehendaki

6. Hasil identifikasi masalah terkait Obat dan rekomendasi yang telah dibuat oleh Apoteker harus dikomunikasikan dengan tenaga kesehatan terkait untuk mengoptimalkan tujuan terapi.

7. Melakukan dokumentasi pelaksanaan pemantauan terapi Obat dengan menggunakan Formulir 9 sebagaimana terlampir.

G. Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.

Kegiatan:

1. Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami efek samping Obat.

2. Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO)

3. Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional dengan menggunakan Formulir 10 sebagaimana terlampir.

Faktor yang perlu diperhatikan:

1. Kerjasama dengan tim kesehatan lain.

2. Ketersediaan formulir Monitoring Efek Samping Obat.

EVALUASI MUTU PELAYANAN KEFARMASIAN

Evaluasi mutu di Apotek dilakukan terhadap:

A. Mutu Manajerial 1. Metode Evaluasi

(2)

Audit merupakan usaha untuk menyempurnakan kualitas pelayanan dengan  pengukuran kinerja bagi yang memberikan pelayanan dengan menentukan kinerja yang berkaitan dengan standar yang dikehendaki. Oleh karena itu, audit merupakan alat untuk menilai, mengevaluasi, menyempurnakan Pelayanan Kefarmasian secara sistematis.

Audit dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap  proses dan hasil pengelolaan.

Contoh:

1) Audit Sediaan Farmasi, Alat Kesehatan, dan Bahan Medis Habis Pakai lainnya ( stock opname)

2) Audit kesesuaian SPO

3) Audit keuangan (cash flow, neraca, laporan rugi laba)

 Review

 Review yaitu tinjauan/kajian terhadap pelaksanaan Pelayanan Kefarmasian tanpa dibandingkan dengan standar.

 Review dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap  pengelolaan Sediaan Farmasi dan seluruh sumber daya yang digunakan.

Contoh:

1) Pengkajian terhadap Obat fast/slow moving  2) Perbandingan harga Obat

 Observasi

Observasi dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap seluruh proses pengelolaan Sediaan Farmasi.

Contoh:

1) Observasi terhadap penyimpanan Obat 2) Proses transaksi dengan distributor  3) Ketertiban dokumentasi

2. Indikator Evaluasi Mutu

 Kesesuaian proses terhadap standar  Efektifitas dan efisiensi

(3)

B. Mutu Pelayanan Farmasi Klinik 1. Metode Evaluasi Mutu

 Audit

Audit dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap  proses dan hasil pelayanan farmasi klinik.

Contoh:

1) Audit penyerahan Obat kepada pasien oleh Apoteker  2) Audit waktu pelayanan

  Review

 Review dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap  pelayanan farmasi klinik dan seluruh sumber daya yang digunakan.

Contoh: review terhadap kejadianmedication error

 Survei

Survei yaitu pengumpulan data dengan menggunakan kuesioner. Survei dilakukan oleh Apoteker berdasarkan hasil monitoring terhadap mutu  pelayanan dengan menggunakan angket/kuesioner atau wawancara langsung

Contoh: tingkat kepuasan pasien

 Observasi

Observasi yaitu pengamatan langsung aktivitas atau proses dengan menggunakan cek list atau perekaman. Observasi dilakukan oleh berdasarkan hasil monitoring terhadap seluruh proses pelayanan farmasi klinik.

Contoh : observasi pelaksanaan SPO pelayanan

2. Indikator Evaluasi Mutu

Indikator yang digunakan untuk mengevaluasi mutu pelayanan adalah:

a) Pelayanan farmasi klinik diusahakan  zero deffect   dari medication error ;

(4)

 b) Standar Prosedur Operasional (SPO): untuk menjamin mutu pelayanan sesuai dengan standar yang telah ditetapkan;

c) Lama waktu pelayanan Resep antara 15-30 menit;

d) Keluaran Pelayanan Kefarmasian secara klinik berupa kesembuhan  penyakit pasien ,  pengurangan atau hilangnya gejala penyakit ,  pencegahan terhadap penyakit atau gejala ,  memperlambat  perkembangan penyakit.

(5)

2.3. PELAYANAN KEFARMASIAN DI PUSKESMAS

Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas  pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan  preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di

wilayah kerjanya

Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk mewujudkan masyarakat yang:

a. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat;

 b. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan bermutu c. Hidup dalam lingkungan sehat; dan

d. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan masyarakat.

Puskesmas dalam menjalankan pelayanan kesehatannya, mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka mendukung terwujudnya kecamatan sehat. Dan dalam menjalankan tugasnya puskesmas juga harus menyelenggarakan fungsinya dalam UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya

1. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan;

2. Melaksanakan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan;

3. Melaksanakan komunikasi, informasi, edukasi, dan pemberdayaan masyarakat dalam bidang kesehatan;

4. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama dengan sektor lain terkait;

5. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya kesehatan berbasis masyarakat;

(6)

Puskesmas dapat berfungsi sebagai wahana pendidikan Tenaga Kesehatan. Dalam menyelenggarakan fungsi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b,yakni dalam  penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya Puskesmas berwenang untuk:

1. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dasar secara komprehensif,  berkesinambungan dan bermutu;

2. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan upaya promotif dan  preventif;

3. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang berorientasi pada individu, keluarga, kelompok dan masyarakat;

4. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan yang mengutamakan keamanan dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung;

5. Menyelenggarakan Pelayanan Kesehatan dengan prinsip koordinatif dan kerja sama inter dan antar profesi;

6. Melaksanakan rekam medis;

7. Melaksanakan pencatatan, pelaporan, dan evaluasi terhadap mutu dan akses Pelayanan Kesehatan;

8. Melaksanakan peningkatan kompetensi Tenaga Kesehatan;

9. Mengoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas pelayanan kesehatan tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan

10. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan Sistem Rujukan.

RUANG LINGKUP WILAYAH KERJA PUSKESMAS

Dalam satu kecamatan harus memiliki minimal satu puskesmas, tetapi dapat lebih. Hal ini ditetapkan berdasarkan pertimbangan kebutuhan pelayanan, jumlah penduduk dan aksesibilitas. Pendirian puskesmaspun harus memenuhi persyaratan :

1. lokasi, prasarana : geografis; aksesibilitas untuk jalur transportasi; kontur tanah; fasilitas parkir; fasilitas keamanan; ketersediaan utilitas publik; pengelolaan kesehatan lingkungan; dan kondisi lainnya

2.  bangunan : persyaratan administratif, persyaratan keselamatan dan kesehatan kerja, serta persyaratan teknis bangunan sesuai dengan ketentuan peraturan  perundang-undangan; bersifat permanen dan terpisah dengan bangunan lain; dan

(7)

menyediakan fungsi, keamanan, kenyamanan, perlindungan keselamatan dan kesehatan serta kemudahan dalam member pelayanan bagi semua orang termasuk yang berkebutuhan khusus, anak-anak dan lanjut usia.

3.  peralatan kesehatan : sistem penghawaan (ventilasi); sistem pencahayaan; sistem sanitasi; sistem kelistrikan; sistem komunikasi; sistem gas medik; sistem proteksi  petir; sistem proteksi kebakaran; sistem pengendalian kebisingan; sistem

transportasi vertikal untuk bangunan lebih dari 1 (satu) lantai; kendaraan Puskesmas keliling; dan kendaraan ambulans.

4. Kefarmasian : 1) Pelayanan kefarmasian di Puskesmas harus dilaksanakan oleh Tenaga Kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan untuk melakukan  pekerjaan kefarmasian,(2) Pelayanan kefarmasian di Puskesmas sebagaimana

dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan sesuai ketentuan peraturan  perundangundangan.

5. ketenagaan (Tenaga Kesehatan dan non tenaga kesehatan) : 1) Tenaga Kesehatan di Puskesmas harus bekerja sesuai dengan standar profesi, standar pelayanan, standar prosedur operasional, etika profesi, menghormati hak pasien, serta mengutamakan kepentingan dan keselamatan pasien dengan memperhatikan keselamatan dan kesehatan dirinya dalam bekerja. (2) Setiap Tenaga Kesehatan yang bekerja di Puskesmas harus memiliki surat izin praktik sesuai ketentuan  peraturan perundang-undangan

6. laboratorium

PERIZINAN DAN REGISTRASI

Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 tahun 2014 tentang pusat kesehatan masyarakat disebutkan dalam BAB V tentang perizinan dan registrasi bagian satu pasal 26 ayat 1 bahwa setiap puskesmas wajib memiliki izin untuk menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang telah ditetapkan oleh pemerintah dan dengan jangka waktu perizinan 5 tahun. Izin tersebut dilakukan dengan mengajukan  permohonan perpanjangan selambat-lambatnya 6 (enam) bulan sebelum habis masa  berlakunya izin.

Untuk memperoleh izin tersebut Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota mengajukan permohonan tertulis kepada Bupati/Walikota melalui satuan kerja pada

(8)

 pemerintah daerah kabupaten/kota yang menyelenggarakan perizinan terpadu dengan melampirkan beberapa dokumen fotokopi sertifikat tanah atau bukti lain kepemilikan tanah yang sah, fotokopi Izin Mendirikan Bangunan (IMB), dokumen pengelolaan lingkungan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan, surat keputusan pemerintah dari bupati/walikota terkait katagori puskesmas, profil puskesmas, dan peraturan daerah setempat. Bila persyaratan dokumen-dokumen belum lengkap maka harus mengajukan  permohonan ulang kepada pemberi izin. Dalam jangka waktu 14 (empat belas) hari kerja setelah bukti penerimaan berkas diterbitkan, pemberi izin harus menetapkan untuk memberikan atau menolak permohonan izin. Apabila permohonan izin ditolak, pemberi izin harus memberikan alasan penolakan yang disampaikan secara tertulis kepada  pemohon (pasal 27).

Dalam pasal 28 menyatakan bahwa Setiap Puskesmas yang telah memiliki izin wajib melakukan registrasi ke dinkes provisinsi. Registrasi diajukan oleh Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota kepada Menteri setelah memperoleh rekomendasi dari Dinas Kesehatan Provinsi dan jangka waktu paling lambat 6 (enam) bulan setelah ijin  puskesmas ditetapkan. Kemudian Dinas kesehatan provinsi melakukan verifikasi dan  penilaian kelayakan Puskesmas dalam jangka waktu paling lambat 14 (empat belas) hari kerja setelah surat permohonan rekomendasi Registrasi Puskesmas diterima (pasal 29). Menteri yang menerima dari dinkes provinsi slanjutnya menetapkan nomor regristrasi  puskesmas. Puskesmas dapat ditingkatkan menjadi rumah sakit milik Pemerintah Daerah apabila Pemerintah Daerah wajib mendirikan Puskesmas baru sebagai pengganti di wilayah tersebut yang dilakuakan dengan ketentuan dalam Peraturan Menteri (pasal 31).

Puskesmas dipimpin oleh seorang keapal puskesmas adlah seorang tenaga kesehatan dengan kriteria tingkat pendidikan paling rendah sarjana dan memiliki kompetensi manajemen kesehatan masyarakat, mengabdi di puskesmas minimal 2 tahun, dan telah mengikuti pelatihan manajemen Puskesmas. Kepala puskesmas mempunyai tanggung jawab sepenuhnya pada seluruh kegitan di puskesma. Jika ada puskemas berdiri di daerah rerpencil dan tidak ada tenaga kesehatan yang memadai maka dikepalai minimal gelar diploma (pasal 33).

Adapun susunan truktur organisasi di puskesmas yaitu a. kepala Puskesmas

 b. kepala sub bagian tata usaha

c.  penanggung jawab UKM dan Keperawatan Kesehatan Masyarakat d.  penanggung jawab UKP, kefarmasian dan Laboratorium

(9)

e.  penanggungjawab jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan (pasal 34).

Dalam upaya peningkatan mutu pelayanan, Puskesmas wajib diakreditasi secara  berkala paling sedikit 3 (tiga) tahun sekali yang telah ditetapkan oleh menteri dan dilakukan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi (pasal 39). Dalam rangka meningkatkan aksesibilitas pelayanan, Puskesmas didukung oleh jaringan pelayanan Puskesmas dan jejaring fasilitas pelayanan kesehatan seperti Puskesmas pembantu, Puskesmas keliling, dan bidan desa. Sedangkan jejaring pelayanannya adalah klinik, rumah sakit, apotek, laboratorium, dan fasilitas pelayanan kesehatan lainnya (pasal 40). Puskesmas dalam menyelenggarakan upaya kesehatan dapat melaksanakan rujukan dan dilaksanakan dilaksanakan sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-undangan (pasal 41).

PENGELOLAAN SEDIAAN FARMASI, ALAT KESEHATAN, DAN BAHAN MEDIS HABIS PAKAI DI PUSKESMAS

Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas merupakan satu kesatuan yang tidak terpisahkan dari pelaksanaan upaya kesehatan, yang berperan penting dalam meningkatkan mutu pelayanan kesehatan bagi masyarakat. Pelayanan Kefarmasian di Puskesmas harus mendukung tiga fungsi pokok Puskesmas, yaitu sebagai pusat  penggerak pembangunan berwawasan kesehatan, pusat pemberdayaan masyarakat, dan  pusat pelayanan kesehatan strata pertama yang meliputi pelayanan kesehatan perorangan

dan pelayanan kesehatan masyarakat.

Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan yang terpadu dengan tujuan untuk mengidentifikasi, mencegah dan menyelesaikan masalah Obat dan masalah yang  berhubungan dengan kesehatan. Tuntutan pasien dan masyarakat akan peningkatan mutu Pelayanan Kefarmasian, mengharuskan adanya perluasan dari paradigma lama yang  berorientasi kepada produk (drug oriented) menjadi paradigma baru yang berorientasi  pada pasien ( patient oriented ) dengan filosofi Pelayanan Kefarmasian ( pharmaceutical

care).

A. Perencanaan kebutuhan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

Perencanaan kebutuhan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan proses kegiatan seleksi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai untuk menentukan jenis dan jumlah Obat dalam rangka pemenuhan kebutuhan Puskesmas. Tujuan perencanaan adalah untuk

(10)

mendapatkan perkiraan jenis dan jumlah Obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang mendekati kebutuhan, meningkatkan penggunaan Obat secara rasional, dan meningkatkan efisiensi penggunaan Obat.

Perencanaan kebutuhan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai di Puskesmas setiap  periode dilaksanakan oleh Ruang Farmasi di Puskesmas. Kepala Ruang Farmasi di

Puskesmas mempunyai tugas dan tanggung jawab untuk menjamin terlaksananya  pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang baik. Proses seleksi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan dengan mempertimbangkan pola penyakit, pola konsumsi Obat periode sebelumnya, data mutasi Obat, dan rencana pengembangan. Proses seleksi Obat dan Bahan Medis Habis Pakai juga harus mengacu pada Daftar Obat Esensial Nasional (DOEN) dan Formularium Nasional. Proses seleksi ini harus melibatkan tenaga kesehatan yang ada di Puskesmas seperti dokter, dokter gigi, bidan, dan perawat, serta pengelola program yang berkaitan dengan pengobatan. Proses  perencanaan kebutuhan Obat per tahun dilakukan secara berjenjang (bottom-up).

Puskesmas diminta menyediakan data pemakaian Obat dengan menggunakan Laporan Pemakaian dan Lembar Permintaan Obat (LPLPO). Selanjutnya Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota akan melakukan kompilasi dan anali sa terhadap kebutuhan Obat Puskesmas di wilayah kerjanya, menyesuaikan pada anggaran yang tersedia dan memperhitungkan waktu kekosongan Obat, buffer stock , serta menghindari stok berlebih.

B. Permintaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

Permintaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai memilikitujuan permintaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai untuk memenuhi kebutuhan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai di Puskesmas, sesuai dengan perencanaan kebutuhan yang telah dibuat. Permintaan diajukan kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota, sesuai dengan ketentuan peraturan  perundang-undangan dan kebijakan pemerintah daerah setempat.

C. Penerimaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

Penerimaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai adalah suatu kegiatan dalam menerima Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dari Instalasi Farmasi Kabupaten/Kota sesuai dengan permintaan yang telah diajukan. Tujuannya adalah agar Obat yang diterima sesuai dengan kebutuhan berdasarkan permintaan yang diajukan oleh Puskesmas. Semua

(11)

 petugas yang terlibat dalam kegiatan pengelolaan bertanggung jawab atas ketertiban  penyimpanan, pemindahan, pemeliharaan dan penggunaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai berikut kelengkapan catatan yang menyertainya. Petugas penerimaan wajib melakukan pengecekan terhadap Obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang diserahkan, mencakup jumlah kemasan/peti, jenis dan jumlah Obat, bentuk Obat sesuai dengan isi dokumen (LPLPO), ditandatangani oleh petugas penerima, dan diketahui oleh Kepala Puskesmas. Bila tidak memenuhi syarat, maka petugas penerima dapat mengajukan keberatan. Masa kedaluwarsa minimal dari Obat yang diterima disesuaikan dengan  periode pengelolaan di Puskesmas ditambah satu bulan.

D. Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan suatu kegiatan  pengaturan terhadap Obat yang diterima agar aman (tidak hilang), terhindar dari

kerusakan fisik maupun kimia dan mutunya tetap terjamin, sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan. Tujuannya adalah agar mutu obat yang tersedia di puskesmas dapat dipertahankan sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan.

Penyimpanan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dengan mempertimbangkan hal-hal sebagai berikut:

1) Bentuk dan jenis sediaan

2) Stabilitas (suhu, cahaya, kelembaban) 3) Mudah atau tidaknya meledak/terbakar

4)  Narkotika dan psikotropika disimpan dalam lemari khusus.

E. Pendistribusian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

Pendistribusian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai merupakan kegiatan  pengeluaran dan penyerahan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai secara merata dan teratur untuk memenuhi kebutuhan sub unit/satelit farmasi Puskesmas dan jaringannya. Tujuannya adalah untuk memenuhi kebutuhan Obat sub unit pelayanan kesehatan yang ada di wilayah kerja Puskesmas dengan jenis, mutu, jumlah dan waktu yang tepat.

Sub-sub unit di Puskesmas dan jaringannya antara lain:

1) Sub unit pelayanan kesehatan di dalam lingkungan Puskesmas 2) Puskesmas Pembantu

(12)

3) Puskesmas Keliling 4) Posyandu

5) Polindes.

Pendistribusian ke sub unit (ruang rawat inap, UGD, dan lain-lain) dilakukan dengan cara pemberian Obat sesuai resep yang diterima (floor stock), pemberian Obat per sekali minum (dispensing dosis unit) atau kombinasi, sedangkan pendistribusian ke  jaringan Puskesmas dilakukan dengan cara penyerahan Obat sesuai dengan kebutuhan

(floor stock).

F. Pengendalian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai

Pengendalian Obat dan Bahan Medis Habis Pakai adalah suatu kegiatan untuk memastikan tercapainya sasaran yang diinginkan sesuai dengan strategi dan program yang telah ditetapkan sehingga tidak terjadi kelebihan dan kekurangan/kekosongan Obat di unit pelayanan kesehatan dasar. Tujuannya adalah agar tidak terjadi kelebihan dan kekosongan Obat di unit pelayanan kesehatan dasar.

Pengendalian Obat terdiri dari:

1) Pengendalian persediaan 2) Pengendalian penggunaan

3) Penanganan Obat hilang, rusak, dan kadaluwarsa.

G. Pencatatan, pelaporan dan pengarsipan

Pencatatan, pelaporan, dan pengarsipan merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka penatalaksanaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai secara tertib, baik Obat dan Bahan Medis Habis Pakai yang diterima, disimpan, didistribusikan dan digunakan di Puskesmas atau unit pelayanan lainnya. Tujuan pencatatan, pelaporan dan pengarsipan meliputi Bukti bahwa pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai telah dilakukan, Sumber data untuk melakukan pengaturan dan pengendalian dan Sumber data untuk  pembuatan laporan.

(13)

H. Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai Pemantauan dan evaluasi pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dilakukan secara periodik dengan tujuan untuk mengendalikan dan menghindari terjadinya kesalahan dalam pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai sehingga dapat menjaga kualitas maupun pemerataan pelayanan, memperbaiki secara terus-menerus pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dan memberikan penilaian terhadap capaian kinerja pengelolaan.

PELAYANAN FARMASI KLINIK DI PUSKESMAS

Pelayanan Farnasi Klinik adalah Pelayanan yang diberikan langsung dan  bertanggung jawab kepada pasien yang berkaitan dengan obat dan bahan medis habis  pakai dengan tujuan agar tercapaianya hasil yang di inginkan untuk meningkatkan mutu

kehidupan pasien.

Pelayanan farmasi klinik meliputi :

A. Pelayanan resep, Penyerahan Obat dan Pemberian informasi obat

Kegiatan ini dimulai dari seleksi dalam Pemeriksaan kelengkapan administratif, Pemeriksaan kesesuaian farmasetik, pertimbangan klinik baik untuk pasien rawat jalan maupun rawat inap. Kegiatan penyerahan resep (dispensing) dan pelayanan informasi obat adalah kegiatan dimana sebelum obat diserahkan kepada pasien harus dilakukan  pemeriksaan kembali mengenai penulisan nama pasien pada et iket, cara penggunaan serta  jenis dan jumlah obat. Sebaiknya penyerahan obat diberikan kepada pasien hendaknya dilakukan dengan cara yang sopan dan baik, mengingat kondisi pasien yang kurang sehat dan kemungkinan emosional pasien yang kurang stabil serta memastikan yang menerima obat adalah pasien atau keluarganya, dan memberikan informasi cara penggunaan obat dan hal lain yang terkait dengan obat tersebut.

B. Pelayanan Informasi Obat

Kegiatan yang dilakukan oleh Apoteker untuk memberikan obat harus benar, jelas, mudah dimengerti, akurat, etis, bijaksana dan terkini kepada dokter, perawat, dan profesi tenaga kesehatan lainnya dan pasien terkait upaya penggunaan obat yang rasional.

(14)

Informasi obat yang diperlukan pasien adalah

1) Waktu penggunaan obat, misalnya berapa kali obat digunakan dalam sehari, apakah di waktu pagi, siang, sore, atau malam. Dalam hal ini termasuk apakah obat diminum sebelum atau sesudah makan.

2) Lama penggunaan obat, apakah selama keluhan masih ada atau harus dihabiskan meskipun sudah terasa sembuh. Obat antibiotika harus dihabiskan untuk mencegah timbulnya resistensi.

3) Cara penggunaan obat yang benar akan menentukan keberhasilan pengobatan. Oleh karena itu pasien harus mendapat penjelasan mengenai cara penggunaan obat yang benar terutama untuk sediaan farmasi tertentu seperti obat oral obat tetes mata, salep mata, obat tetes hidung, obat semprot hidung, tetes telinga, suppositoria dan krim/salep rektal dan tablet vagina.

4) Efek yang akan timbul dari penggunaan obat yang akan dirasakan, misalnya  berkeringat, mengantuk, kurang waspada, tinja berubah warna, air kencing  berubah warna dan sebagainya.

5) Hal-hal lain yang mungkin timbul, misalnya efek samping obat, interaksi obat dengan obat lain atau makanan tertentu, dan kontraindikasi obat tertentu dengan diet rendah kalori, kehamilan, dan menyusui.

C. Cara penyimpanan obat

Penyimpanan Obat secara Umum adalah :

 Ikuti petunjuk penyimpanan pada label/ kemasan

 Simpan obat dalam kemasan asli dan dalam wadah tertutup rapat.  Simpan obat pada suhu kamar dan hindari sinar matahari langsung.  Jangan menyimpan obat di tempat panas atau lembab.

 Jangan menyimpan obat bentuk cair dalam lemari pendingin agar tidak beku, kecuali jika tertulis pada etiket obat.

 Jangan menyimpan obat yang telah kadaluarsa atau rusak.

 Jangan meninggalkan obat di dalam mobil untuk jangka waktu lama.  Jauhkan obat dari jangkauan anak-anak.

(15)

D. Konseling

Konseling adalah kegiatan dimana proses sistematiknya untuk mengidentifikasi dan penyelesaian masalah pasien yang berkaitan dengan pengambilan dan penggunaan obat pasien rawat jalan dan pasien rawat inap.

Tujuan dari konseling adalah untuk memberikan pemahaman yang benar mengenai obat kepada pasien dan tenaga kesehatan mengenai nama obat, tujuan pengobatan, jadwal  pengobatan, cara menggunakan obat, lama penggunaan obat, efek samping obat,

tanda-tanda toksisitas, cara penyimpanan obat dan penggunaan obat-obat lain. Adapun kegiatan konseling meliputi :

 Membuka komunikasi antara apoteker dengan pasien.

 Menanyakan hal-hal yang menyangkut obat yang dikatakan oleh dokter kepada pasien (three prime questions) dengan metode open-ended question.  Memperagakan dan menjelaskan mengenai cara penggunaan obat.

  Final verification: mengecek pemahaman pasien, mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah yang berhubungan dengan cara penggunaan obat, untuk mengoptimalkan tujuan terapi.

Faktor yang perlu diperhatikan: a. Kriteria pasien:

1) Pasien rujukan dokter.

2) Pasien dengan penyakit kronis.

3) Pasien dengan Obat yang berindeks terapetik sempit dan poli farmasi. 4) Pasien geriatrik.

5) Pasien pediatrik.

6) Pasien pulang sesuai dengan kriteria di atas.  b. Sarana dan prasarana:

1) Ruangan khusus.

2) Kartu pasien/catatan konseling.

Setelah dilakukan konseling, pasien yang memiliki kemungkinan mendapat risiko masalah terkait Obat misalnya komorbiditas, lanjut usia, lingkungan sosial, karateristik Obat, kompleksitas pengobatan, kompleksitas penggunaan Obat, kebingungan atau kurangnya pengetahuan dan keterampilan tentang bagaimana menggunakan Obat dan/atau alat kesehatan perlu dilakukan pelayanan kefarmasian di rumah (Home  Pharmacy Care)yang bertujuan tercapainya keberhasilan terapi Obat.

(16)

E. Ronde/Visite

Merupakan kegiatan kunjungan ke pasien rawat inap yang dilakukan secara mandiri atau bersama tim profesi kesehatan lainnya terdiri dari dokter, perawat, ahli gizi, dan lain-lain.

Tujuan:

a) Memeriksa Obat pasien.

 b) Memberikan rekomendasi kepada dokter dalam pemilihan Obat dengan mempertimbangkan diagnosis dan kondisi klinis pasien.

c) Memantau perkembangan klinis pasien yang terkait dengan penggunaan Obat. d) Berperan aktif dalam pengambilan keputusan tim profesi kesehatan dalam

terapi pasien.

Kegiatan visite mandiri: 1) Untuk Pasien Baru

 Apoteker memperkenalkan diri dan menerangkan tujuan dari kunjungan.

 Memberikan informasi mengenai sistem pelayanan farmasi dan jadwal

 pemberian Obat.

 Menanyakan Obat yang sedang digunakan atau dibawa dari rumah, mencatat

 jenisnya dan melihat instruksi dokter pada catatan pengobatan pasien.

 Mengkaji terapi Obat lama dan baru untuk memperkirakan masalah terkait

Obat yang mungkin terjadi.

2) Untuk pasien lama dengan instruksi baru

 Menjelaskan indikasi dan cara penggunaan Obat baru.

 Mengajukan pertanyaan apakah ada keluhan setelah pemberian Obat.

3) Untuk semua pasien

 Memberikan keterangan pada catatan pengobatan pasien.

 Membuat catatan mengenai permasalahan dan penyelesaian masalah dalam

satu buku yang akan digunakan dalam setiap kunjungan. Kegiatan visite bersama tim:

 Melakukan persiapan yang dibutuhkan seperti memeriksa catatan pegobatan

 pasien dan menyiapkan pustaka penunjang.

 Mengamati dan mencatat komunikasi dokter dengan pasien dan/atau keluarga

 pasien terutama tentang Obat.

(17)

 Mencatat semua instruksi atau perubahan instruksi pengobatan, seperti Obat

yang dihentikan, Obat baru, perubahan dosis dan lai n-lain.

F. Pemantauan dan Pelaporan Efek Samping Obat (ESO)

Merupakan kegiatan pemantauan setiap respon terhadap Obat yang merugikan atau tidak diharapkan yang terjadi pada dosis normal yang digunakan pada manusia untuk tujuan profilaksis, diagnosis dan terapi atau memodifikasi fungsi fisiologis.

Tujuan:

a. Menemukan efek samping Obat sedini mungkin terutama yang berat, tidak dikenal dan frekuensinya jarang.

 b. Menentukan frekuensi dan insidensi efek samping Obat yang sudah sangat dikenal atau yang baru saja ditemukan.

Kegiatan:

 Menganalisis laporan efek samping Obat.

 Mengidentifikasi Obat dan pasien yang mempunyai resiko tinggi mengalami

efek samping Obat.

 Mengisi formulir Monitoring Efek Samping Obat (MESO).  Melaporkan ke Pusat Monitoring Efek Samping Obat Nasional.

TATA CARA PERIJINAN

Berdasarkan peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang registrasi, Izin Praktek, Izin Kerja Tenaga Kefarmasian, disebutkan dalam BAB III tentang izin praktek dan izin kerja bagian satu  pasal 17 ayat 1 bahwa Setiap tenaga kefarmasian yang akan menjalankan pekerjaan

kefarmasian wajib memiliki surat izin sesuai tempat tenaga kefarmasian bekerja. Dan sebagaimana dimaksud surat izin disini terdapat pada pasal 17 ayat 2 dan Apoteker melakukan pekerjaan kefarmasian di fasilitasi kesehatan seperti puskesmas. Apoteker harus memiliki dan mengurus SIPA (Surat Ijin Praktek Apoteker).

Tata cara mengurus SIPA diatur pada pasal 21, yaitu :

1) Apoteker mengajukan permohonan kepada Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota tempat pekerjaan kefarmasian dilakukan.

(18)

2) Permohonan SIPA atau SIKA harus melampirkan : a. Fotokopi STRA yang dilegalisir oleh KFN

 b. Surat pernyataan mempunyai tempat praktik profesi atau surat keterangan dari  pimpinan fasilitas pelayanan kefarmasian atau dari pimpinan fasilitas produksi

atau distribusi/penyaluran

c. Surat rekomendasi dari organisasi profesi

d. Pas foto berwarna ukuran 4 x 6 sebanyak 2 (dua) lembar dan 3 x 4 sebanyak 2 (dua) lembar.

3) Dalam mengajukan permohonan SIPA sebagai Apoteker pendamping harus dinyatakan secara tegas permintaan SIPA untuk tempat pekerjaan kefarmasian  pertama, kedua, atau ketiga.

4) Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten/Kota harus menerbitkan SIPA atau SIKA paling lama 20 (dua puluh) hari kerja sejak surat permohonan diterima dan dinyatakan lengkap dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam Formulir 7 atau Formulir 8 terlampir.

TUGAS DAN FUNGSI APOTEKER DI PUSKESMAS

Ada beberapa hal yang harus diperhatikan dan dipersiapkan oleh seorang Apoteker agar bisa melaksanakan tugas dan fungsi Apoteker di Puskesmas, dimana seorang apoteker harus bisa meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan perilaku dalam meningkatkan kompetensinya.

Kompetensi Apoteker

a. Sebagai Penanggung Jawab

1) Mempunyai kemampuan untuk memimpin

2) Mempunyai kemampuan dan kemauan untuk mengelola dan mengembangkan pelayanan kefarmasian

3) Mempunyai kemampuan untuk mengembangkan diri

4) Mempunyai kemampuan untuk bekerja sama dengan pihak lain

5) Mempunyai kemampuan untuk mengidentifikasi, mencegah, menganalisis dan memecahkan masalah.

 b. Sebagai Tenaga Fungsional

(19)

2) Mampu melakukan akuntabilitas praktek kefarmasian 3) Mampu mengelola manajemen praktis farmasi

4) Mampu berkomunikasi tentang kefarmasian 5) Mampu melaksanakan pendidikan dan pelatihan 6) Mampu melaksanakan penelitian dan pengembangan.

Pimpinan dan tenaga kefarmasian di ruang farmasi Puskesmas berupaya  berkomunikasi efektif dengan semua pihak dalam rangka optimalisasi dan pengembangan

fungsi ruang farmasi Puskesmas. untuk menunjang pelayanan kefarmasian di Puskesmas meliputi sarana yang memiliki fungsi:

1) Ruang penerimaan resep

Ruang penerimaan resep meliputi tempat penerimaan resep, 1 (satu) set meja dan kursi, serta 1 (satu) set komputer, jika memungkinkan. Ruang penerimaan resep ditempatkan pada bagian paling depan dan mudah terlihat oleh pasien.

2) Ruang pelayanan resep dan peracikan (produksi sediaan secara terbatas)

Ruang pelayanan resep dan peracikan atau produksi sediaan secara terbatas meliputi rak Obat sesuai kebutuhan dan meja peracikan. Di ruang peracikan disediakan  peralatan peracikan, timbangan Obat, air minum (air mineral) untuk pengencer,

sendok Obat, bahan pengemas Obat, lemari pendingin, termometer ruangan, blanko salinan resep, etiket dan label Obat, buku catatan pelayanan resep, buku-buku referensi/standar sesuai kebutuhan, serta alat tulis secukupnya. Ruang ini diatur agar mendapatkan cahaya dan sirkulasi udara yang cukup. Jika memungkinkan disediakan pendingin ruangan (air conditioner ) sesuai kebutuhan.

3) Ruang penyerahan Obat

Ruang penyerahan Obat meliputi konter penyerahan Obat, buku pencatatan  penyerahan dan pengeluaran Obat. Ruang penyerahan Obat dapat digabungkan

dengan ruang penerimaan resep. 4) Ruang konseling

Ruang konseling meliputi satu set meja dan kursi konseling, lemari buku, buku- buku referensi sesuai kebutuhan, leaflet , poster, alat bantu konseling, buku catatan konseling, formulir jadwal konsumsi Obat (lampiran), formulir catatan pengobatan  pasien (lampiran), dan lemari arsip ( filling cabinet ), serta 1 (satu) set komputer, jika

memungkinkan.

(20)

Ruang penyimpanan harus memperhatikan kondisi sanitasi, temperatur, kelembaban, ventilasi, pemisahan untuk menjamin mutu produk dan keamanan  petugas. Selain itu juga memungkinkan masuknya cahaya yang cukup. Ruang  penyimpanan yang baik perlu dilengkapi dengan rak/lemari Obat, pallet, pendingin ruangan ( AC ), lemari pendingin, lemari penyimpanan khusus narkotika dan  psikotropika, lemari penyimpanan Obat khusus, pengukur suhu, dan kartu suhu. 6) Ruang arsip

Ruang arsip dibutuhkan untuk menyimpan dokumen yang berkaitan dengan  pengelolaan Obat dan Bahan Medis Habis Pakai dan Pelayanan Kefarmasian dalam  jangka waktu tertentu. Ruang arsip memerlukan ruangan khusus yang memadai dan aman untuk memelihara dan menyimpan dokumen dalam rangka untuk menjamin  penyimpanan sesuai hukum, aturan, persyaratan, dan teknik manajemen yang baik.

Istilah ‘ruang’ di sini tidak harus diartikan sebagai wujud ‘ruangan’ secara fisik, namun lebih kepada fungsi yang dilakukan. Bila memungkinkan, setiap fungsi tersebut disediakan ruangan secara tersendiri. Jika tidak, maka dapat digabungkan lebih dari 1 (satu) fungsi, namun harus terdapat pemisahan yang jelas ant ar fungsi.

PENGENDALIAN MUTU DAN PELAYANAN KEFARMASIAN

Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian merupakan kegiatan untuk mencegah terjadinya masalah terkait Obat atau mencegah terjadinya kesalahan pengobatan atau kesalahan pengobatan/medikasi (medication error ), yang bertujuan untuk keselamatan  pasien ( patient safety). Pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian terintegrasi dengan  program pengendalian mutu pelayanan kesehatan Puskesmas yang dilaksanakan secara  berkesinambungan.

Kegiatan pengendalian mutu Pelayanan Kefarmasian meliputi:

a) Perencanaan, yaitu menyusun rencana kerja dan cara monitoring dan evaluasi untuk peningkatan mutu sesuai standar.

 b) Pelaksanaan, yaitu:

1) Monitoring dan evaluasi capaian pelaksanaan rencana kerja (membandingkan antara capaian dengan rencana kerja)

2) Memberikan umpan balik terhadap hasil capaian. c) Tindakan hasil monitoring dan evaluasi, yaitu:

(21)

1) Melakukan perbaikan kualitas pelayanan sesuai standar

2) Meningkatkan kualitas pelayanan jika capaian sudah memuaskan.

MONITORING DAN EVALUASI

Sebagai tindak lanjut terhadap pelayanan kefarmasian di Puskesmas perlu dilakukan monitoring dan evaluasi kegiatan secara berkala. Monitoring merupakan kegiatan  pemantauan terhadap pelayanan kefarmasian dan evaluasi merupakan proses penilaian

kinerja pelayanan kefarmasian itu sendiri.

Monitoring dan evaluasi dilaksanakan dengan memantau seluruh kegiatan  pelayanan kefarmasian mulai dari pelayanan resep sampai kepada pelayanan informasi obat

kepadapasien sehingga diperoleh gambaran mutu pelayanan kefarmasian sebagai dasar  perbaikan pelayanan kefarmasian di Puskesmas selanjutnya.

Hal-hal yang perlu dimonitor dan dievaluasi dalam pelayanan kefarmasian di Puskesmas, antara lain :

 Sumber daya manusia (SDM)

 Pengelolaan sediaan farmasi (perencanaan, dasar perencanaan, pengadaan,

 penerimaan dan distribusi)

 Pelayanan farmasi klinik (pemeriksaan kelengkapan resep, skrining

resep,penyiapan sediaan, pengecekan hasil peracikan dan penyerahan obat yang disertai informasinya serta pemantauan pemakaian obat bagi penderita  penyakit tertentu seperti TB, Malaria dan Diare)

(22)

BAB III

PENUTUP

3.1. KESIMPULAN

Pelayanan kefarmasian merupakan salah satu kegiatan di Rumah Sakit, Apotek dan PUSKESMAS yang dapat menunjang pelayanan kesehatan yang bermutu. Pelayanan kefarmasian tidak dapat dipisahkan dari pelayanan kesehatan yang berorientasi kepada  pelayanan pasien, penyediaan obat yang bermutu, termasuk pelayanan farmasi klinik, yang

terjangkau bagi semua lapisan masyarakat.

Dengan ditetapkan Standar Pelayanan Farmasi, tidaklah berarti semua  permasalahan tentang pelayanan kefarmasian menjadi udah dan selesai. Dalam  pelaksanaannya di lapangan, Standar Pelayanan Farmasi sudah tentu akan menghadapi  berbagai kendala, antara lain sumber daya manusia / tenaga farmasi, kebijakan manajemen serta pihak-pihak terkait yang umumnya masih dengan paradigma lama yang melihat  pelayanan farmasi hanya mengurusi masalah pengadaan dan distribusi obat saja.

Untuk keberhasilan pelaksanaan Standar Pelayanan Kefarmasian di Rumah Sakit, Apotek dan PUSKESMAS perlu komitmen dan kerjasama yang lebih baik antara Direktorat Jendral Pelayanan Kefarmasian dan Alat Kesehatan dengan Direktorat Jendral Pelayanan Medik, sehingga pelayanan akan semakin optimal, dan khususnya pelayanan farmasi akan lebih dirasakan oleh pasien / masyarakat.

Referensi

Dokumen terkait

Pada tahun 2009, penulis melakukan penelitian di Balai Besar Pengembangan dan Penelitian Pascapanen Pertanian mengenai “Formulasi dan Aplikasi Edible Coating Berbasis

Partial Eta Squared menunjukkan bahwa perbedaan hasil belajar siswa antara kelas kontrol dan kelas eksperimen sebesar 97,7% dipengaruhi oleh media audio dan

proses perancangan Kriptografi berbasis pola gender pria; Tahap Pengumpulan Data : Dalam tahapan ini dilakukan pengumpulan terhadap data dari jurnal-jurnal terkait, buku,

Saluran dalam menyampaikan pesan komunikasi politik yang dilakukan oleh calon ketua termuda dalam Konfrensi daerah DPD PDI Perjuangan Jawa Barat yaitu dengan

Setelah mendapatkan shared key maka user B akan mengirimkan pesan kepada user A, setelah memasukkan nomer telepon beserta shared key maka user B kemudian meminta sistem

[r]

PENELITIAN DESAIN PENELITIAN VARIABEL HASIL PENELITIAN 1 Rukmini (2006) Evaluasi Pelaksanaan Kegiatan Puskesmas mampu PONED Jatirogo kabupaten Tuban Kuantitatif

Maka tercetuslah KENCANA (Kerajinan Perca menjadi Line Art), yang merupakan brand dari industri kreatif karya seni line art dengan kain perca, terutama kain batik sebagai