Komparasi Kinerja
antara Sistem Ventilasi Pencampuran dengan Pengalihan Udara
Kasus: Ruangan Kantor Khusus
Bambang Iskandriawan
Jurusan Desain Produk Industri FTSP ITS Kampus ITS, Keputih, Sukolilo. Surabaya, 60111
Telp.: (031) 5931147, Fax: (031) 5931147 E-mail: iskandriawan10@yahoo.co.uk
Paul Indiyono
Jurusan Teknik Kelautan FTK ITS Kampus ITS, Keputih, Sukolilo. Surabaya, 60111
Telp.: (031) 5928105, Fax: (031) 5928105 E-mail: paul@oe.its.ac.id Herman Sasongko, Prabowo Jurusan Teknik Mesin FTI ITS
Kampus ITS, Keputih, Sukolilo. Surabaya, 60111 Telp.: (031) 5946230, Fax: (031) 5922941 E-mail: herman@me.its.ac.i d, prabowo@me.its.ac.id
Diterima 23 Juli 2007; diterima terkoreksi 2 Oktober 2007; disetujui __________ Abstrak
Sistim ventilasi udara diperlukan untuk mempertahankan lingkungan udara agar selalu bersih dan segar sepanjang hari. Ventilasi udara akan meningkatkan kenyamanan, kesehatan dan produktivitas penghuni ruangan. Penelitian ini mengamati pengaruh lokasi udara segar terhadap faktor-faktor kenyamanan termal dan kualitas udara ruang dalam. Akan dibandingkan dua jenis sistim ventilasi: sistim ventilasi pencampuran dan pengalihan udara. Faktor-faktor kenyamanan termal meliputi temperatur dan kecepatan udara dalm ruangan. Sedangkan kualitas udara segar merujuk pada konsentrasi kontaminasi udara. Dipergunakan Fluent 6.2 sebagai program simulasi
CFD (Computational Fluid Dynamics), beberapa variabel akan dieksploitasi. Jenis-jenis batasan
sistim model ruang dibangun pada program GAMBIT menghasilkan sebuah model ruang kantor khusus. Hasil iterasi menunjukkan pada ventilasi pencampuran udara, kecepatan udara lebih rendah pada daerah dekat lantai, dan gas CO2 bergerak kebawah. Kondisi berlawanan dihasilkan oleh sistim ventilasi lainnya. Selanjutnya, pada ventilasi pencampuran udara, energi kinetik turbulensi dan temperatur udara lebih tinggi, dibandingkan ventilasi pengalihan udara.
Kata-kata kunci: ventilasi, pencampuran, pengalihan, difusor, penghuni, CFD Fluent. Abstract
Air ventilation system is needed in the purpose of maintaining clean and fresh air at all times. It will enhance the comfort, wealthy and productivity of occupant. This research investigates the influence of fresh air diffuser location to the thermal comfort factor and indoor air quality factor. It will compare two types of ventilation: the mixing, and the displacement ventilation. The thermal comfort factors consist of the temperature, and the velocity of air room. Meanwhile, the indoor air quality (IAQ) only focuses on contaminant concentration. Using Fluent 6.2 as CFD (Computational Fluid Dynamics) simulation program, all the variables will be exploit. The specify boundary types room model is established in GAMBIT software generating such a specific office room. The result shows that in the mixing ventilation, the air velocity is lower in the low level altitude, and the CO2 gas is moving downward. The opposite condition is resulted by the other ventilation. Meanwhile, in
the mixing ventilation, the kinetic energy of turbulence and air temperature are higher, than in the displacement ventilation.
Keywords: ventilation, mixing, displacement, diffuser, occupant, CFD Fluent. Sistem ventilasi udara dipergunakan
untuk mengeluarkan kontaminan/bahan
pencemaran sesegera/secepat mungkin dari ruangan. Keberhasilan dalam perencanaan ventilasi membutuhkan sistem ventilasi yang
tidak mengalami kelebihan beban
(overloaded). Akibat positif dan negatif dari
sistem ventilasi dapat dilihat pada
gambar 1 [1].
Sistem ventilasi yang saat ini banyak dipakai untuk aplikasi ventilasi adalah sistem
ventilasi pencampuran udara (mixing
ventilation system). Sistem ventilasi pencampuran udara memasukkan udara bersih
kesuatu ruang dengan tujuan untuk
mempertinggi tingkat pencampuran dari udara bersih dengan udara ruangan.
Pengalaman relatif baru dari benua Eropa menunjukkan bahwa penggunaan sebuah
sistem ventilasi dengan mempergunakan
kemampuan daya mengapung alami (natural
buoyancy) dari udara hangat menyediakan
efisiensi energi lebih besar dan menyediakan udara lebih bersih untuk para penghuni ruangan atau untuk proses didalam ruang. Jenis ventilasi dari sistem tersebut secara sederhana dikenal sebagai ventilasi pengalihan udara (displacement ventilation); sistem ini dikenal secara umum sebagai ventilasi pengalihan udara secara termal.
Konsep desain secara fundamental untuk sebuah sistem ventilasi pengalihan udara
memperoleh manfaat dari studi secara luas mengenai fenomena dari termal peningkatan panas. Sumber-sumber panas didalam suatu ruangan menyebabkan konveksi alami secara langsung untuk memindahkan udara hangat keatas, pada saat yang sama menarik udara lebih dingin dari lantai. Prinsip kerja dari ventilasi pengalihan udara adalah dengan mengalirkan udara dingin pada kecepatan
rendah dengan turbulensi rendah pada
permukaan yang rendah dan membuang udara tersebut pada permukaan yang lebih tinggi pada ruangan tersebut.
Berdasarkan permasalahan pada sistem ventilasi konvensionil yaitu tidak optimalnya sistem terhadap pelenyapan kontaminasi yang terjadi pada suatu ruangan, maka keberadaan sistem baru ini diharapkan akan dapat menjawab kelemahan dari sistem ventilasi pencampuran udara.
ASPEK-ASPEK KINERJA
Penelitian-penelitian mengenai sistem ventilasi pengalihan udara telah banyak dilaksanakan baik di Eropa, Amerika, Australia maupun di Jepang. Sebagian hasil penelitian telah dapat memberikan kontribusi penting untuk perbaikan sistem ventilasi walaupun sebagian lagi masih memerlukan penelitian lanjutan.
Aspek-aspek kinerja apa saja yang diperlukan dalam pembahasan sistem ventilasi
pengalihan udara perlu dicermati dari
penelitian-penelitian sebelumnya.
King dan kawan-kawan [2]
menyimpulkan bahwa aplikasi yang benar dari sistem pengkondisian udara stratifikasi untuk gedung dimana kualitas udara dalam ruangan naik kualitasnya akan dapat memberikan keuntungan. Dari studi kasus dapat ditunjukkan sebuah penghematan operasi daya listrik sebesar 1,138,195 kilowatt per tahun, 50.55 % dari prediksi biaya operasi dengan sistem pengkondisian udara konvensionil.
Nielsen [3] membuat eksperimen dengan peralatan terminal udara yang terpasang pada
Gambar 1. Akibat positif dan negatif dari sistem ventilasi sebagai fungsi dari laju kapasitas udara [1]
dinding. Aliran stratifikasi dalam ruangan dianalisa dan pengaruh dari stratifikasi dan pengaruh dari dimensi ruangan pada tingkat kecepatan dan pada skala panjang turbulensi diinvestigasi. Tingkat kecepatan dalam daerah penghuni dapat dijelaskan dengan sebuah persamaan tunggal berdasarkan pada teori aliran stratifikasi dan sebagian lagi dengan cara pengukuran.
Efisiensi ventilasi ruang dengan prinsip ventilasi pengalihan udara dengan respek pada beberapa faktor yang berpengaruh, khususnya dari aktivitas fisik penghuni dipelajari oleh Mattsson [4]. Dalam pengujian unjuk kerja, aktivitas dari orang sedang berjalan umumnya terbukti akan merusak/mengganggu efisiensi
ventilasi. Kualitas udara dalam daerah
penghuni mengalami kerusakan, dikarenakan pengaliran udara pada sebelah belakang dari
orang yang bergerak, menyebabkan
transportasi dari udara relatif „tua‟ dan terkontaminasi dari bagian atas dari ruangan turun ke tingkat yang lebih rendah. Khususnya kualitas udara pada daerah pernafasan dari penghuni yang tidak bergerak cenderung untuk dipertahankan secara signifikan lebih baik dari pada kondisi-kondisi pencampuran sempurna. Secara lengkap pencampuran udara ruang terjadi bila aktivitas sangat berlebihan (extreme), namun demikian pola aliran ventilasi pengalihan udara akan terbangun kembali sesudah berhentinya aktivitas.
Pengujian dengan dua ketinggian plafon yang berbeda oleh Mattsson [4] menunjukkan efisiensi ventilasi lebih rendah pada plafon yang lebih tinggi, demikian juga kontaminasi yang terjadi.
Hu dkk. [5] meneliti perbandingan konsumsi energi antara sistem ventilasi pengalihan udara dan pencampuran udara untuk berbagai iklim dan gedung di Amerika Serikat. Studi investigasi meliputi konsumsi energi untuk sebuah kantor perseorangan (individual), sebuah ruang kelas dan sebuah ruang kerja (workshop) untuk lima wilayah
iklim di Amerika Serikat. Investigasi
melaporkan beberapa karakteristik yang paling penting dari sistem ventilasi pengalihan udara, yaitu stratifikasi temperatur udara dan efektivitas ventilasi. Kedua faktor ini memiliki pengaruh kuat yang signifikan pada konsumsi energi oleh sistem HVAC (heating, ventilation
and air conditioning) untuk ventilasi pengalihan udara. Matsson [4] telah melakukan penelitian tentang „plume‟ yang berada diatas tubuh manusia dimana tubuh manusia adalah salah satu sumber panas (heat source) pada sebuah ruangan. Stratifikasi temperatur dan efektivitas ventilasi adalah faktor-faktor yang penting dalam ventilasi sistem pengalihan udara. Lebih banyak panas dihasilkan didalam sebuah ruangan, selanjutnya akan lebih banyak panas ditransfer melalui dinding-dinding dan lebih banyak panas dibawa oleh udara ventilasi [6]. Selanjutnya didalam sistem ventilasi pengalihan udara pemasukan temperatur lebih tinggi memberikan kenaikan pada kerugian panas melalui dinding sekeliling dan lebih rendah kerugian panas pada ventilasi untuk laju penghasilan panas yang sama. Fenomena ini terjadi dikarenakan pengalihan panas melalui dinding akan naik pada saat temperatur ruang dalam naik.
Tujuan dari penelitian Xu dkk. [6] adalah mengamati pengaruh dari kerugian panas melalui dinding terhadap gradien temperatur dan konsentrasi kontaminasi didalam sebuah ruangan dengan ventilasi pengalihan udara.
Selanjutnya dapat disimpulkan gradien
temperatur pada berbagai lokasi dalam ruangan, pengaruh jumlah dari simulator orang pada temperatur gradien, pengaruh temperatur
udara masuk pada gradien temperatur,
distribusi vertikal dari konsentrasi
non-dimensional pada berbagai lokasi dan
hubungan antara kerugian panas ventilasi dan konsentrasi non-dimensional pada daerah dengan ketinggian sekitar 400 mm dari lantai ruangan.
Yuan dkk. [7] mengkaji beberapa aspek unjuk kerja dari ventilasi pengalihan udara: distribusi temperatur, distribusi aliran udara, distribusi kontaminasi, kenyamanan, energi dan analisa biaya serta beberapa petunjuk
perancangan. Laju ventilasi, beban
pendinginan, sumber panas, karakteristik dinding, ketinggian ruangan dan jenis difusor memiliki pengaruh yang sangat berarti pada prestasi dari ventilasi pengalihan udara. Beberapa pengaruh dapat diestimasi dengan persamaan-persamaan yang sederhana, tetapi
masih banyak yang lainnya masih
membutuhkan investigasi lebih terperinci. Yuan dkk. [7] menyatakan bahwa
temperatur udara pada daerah lantai dan gradien temperatur vertikal dalam daerah penghuni dari suatu ruangan dengan sistem ventilasi pengalihan udara adalah penting untuk evaluasi kenyamanan termal. Dua parameter tersebut diperlukan untuk dihitung pada tahapan perancangan. Laju ventilasi, beban pendinginan, jenis sumber panas dan lokasi, karakteristik radiatif dinding dan jenis difusor mempunyai sebuah pengaruh sangat penting terhadap dua parameter tersebut. Beberapa model perhitungan tersedia untuk menentukan temperatur udara pada daerah lantai, disamping itu ada beberapa persamaan yang relatif sukar untuk perhitungan mengenai gradien temperatur udara vertikal.
Gambar 2 menjelaskan distribusi
temperatur pada bidang yang dipilih yaitu potongan membujur dan melintang pada tengah ruangan [7]. Gambar 3 memberikan informasi tentang adanya kontaminan CO2 pada ruangan kelas akibat adanya sistem pernafasan dari penghuni ruang. Baik kontur distribusi temperatur dan kontaminasi CO2 menunjukkan bahwa pada posisi semakin tinggi secara vertikal pada ruangan akan diperoleh nilai temperatur dan kandungan CO2 yang lebih tinggi pula untuk sistem ventilasi pengalihan udara.
Dari penelitian-penelitian mengenai
sistem ventilasi pengalihan udara, yang paling banyak dibahas adalah aspek-aspek distribusi temperatur dan kontaminasi udara di dalam ruangan. Hal ini dapat dipahami karena sebagian dari peneliti tidak hanya dari disiplin
mechanical engineering tetapi juga dari
disiplin (science) architecture. Disisi lain tentunya kenyaman termal sebuah ruangan tidak bisa dilepaskan dari aspek kecepatan udara. Akibat dari kecepatan dan temperatur udara tersebut akan menentukan energi kinetik turbulensi udara di dalam ruangan.
Penelitian sebelumnya juga belum ada yang membahas mengenai surface heat
transfer coefficient heff dan surface Nusselt number Nu. Aspek-aspek ini akan dapat
menjelaskan laju aliran panas dari sumber panas ke ruangan.
TUJUAN
Penelitian ini bertujuan untuk
membandingkan antara hasil analisa unjuk kerja sistem ventilasi pengalihan udara (displacement ventilation) dengan sistem
ventilasi pencampuran udara (mixing
ventilation). Perbandingan yang dilakukan
diutamakan pada pengukuran variabel-variabel
temperatur, kecepatan, energi kinetik turbulensi dan tingkat konsentrasi kontaminasi
udara yang terjadi pada suatu lokasi diruangan. Nilai temperatur, kecepatan dan energi kinetik turbulensi udara akan menggambarkan tingkat kenyamanan sedangkan tingkat kontaminasi yang terjadi berhubungan dengan faktor kesehatan penghuni gedung perkantoran.
Berdasarkan penelitian-penelitian di Eropa dan Amerika yang telah dilaksanakan
Gambar 2. Distribusi temperatur di ruang kelas untuk potongan membujur (a) dan melintang (b) [7]
Gambar 3. Distribusi kontaminasi CO2 di ruang kelas
untuk potongan membujur (a) dan melintang (b)[7]
sebelumnya, terbukti bahwa ada beberapa kelebihan pada ventilasi pengalihan udara walaupun pada sisi yang lain dipersyaratkan beberapa kondisi yang mungkin merupakan keterbatasan dari metode ventilasi yang relatif masih baru ini. Penelitian ini akan mencoba
untuk membuktikannya terutama dengan
kondisi lingkungan yang khas Indonesia.
METODE
Berbeda dari penelitian-penelitian
terdahulu yang hanya menganalisa aspek-aspek temperatur dan kontaminasi udara saja, pada penelitian ini aspek yang diteliti berkaitan dengan unjuk kerja (performance) sebuah sistem ventilasi. Aspek ini ditentukan oleh 4 (empat) buah variabel, yaitu kecepatan, temperatur, energi kinetik turbulensi dan tingkat kontaminasi udara yang terjadi dari udara ruangan. Keempat buah variabel ini
kondisinya ditentukan oleh beberapa
parameter dari sistem ventilasi yang diuji yaitu
laju perubahan udara, jumlah difusor, lokasi difusor, lokasi penghuni (occupant), tata-letak
furnitur, lokasi partisi dan peletakan
pengeluaran udara (exhaust). Penelitian ini juga difokuskan pada perubahan parameter lokasi/peletakan difusor udara dingin saja.
Penelitian ini berbasis simulasi (CFD
Fluent 6.2) dengan menggunakan parameter
penelitian pada penempatan lokasi difusor udara dingin. Simulasi CFD dimulai dengan perancangan sistem ventilasi dan interior ruang kantor berdasarkan pedoman yang sudah ada. Model ruang dibuat pada software GAMBIT dan dilanjutkan dengan proses meshing. Model
meshing dieksport ke Fluent 6.2. Pada Fluent 6.2 selanjutnya ditentukan boundary condition
sistem sebelum iterasi dilaksanakan. Analisa hasil simulasi dilakukan walaupun dalam hal
ini sangat dimungkinkan terjadinya
pengulangan proses dikarenakannya adanya ketidaktepatan (error) dari proses simulasi.
Model untuk kedua jenis sistem ventilasi yang akan diteliti ditunjukkan pada gambar 4a
dan 4b. Desain model ruangan
menggambarkan sebuah ruang kantor dengan kemungkinan jumlah penghuni = 3 orang. Benda-benda lainnya adalah meja rapat, kursi, meja, komputer, lampu TL, kulkas, difusor udara masuk dan keluar. Sebagai sumber panas
difusor udara
masuk 1~4 difusor udara
keluar 1~4 orang_3 kulkas meja rapat orang_2 orang_1 komputer_2 meja_2 kursi_2 komputer_1 meja_1 kursi_1 Lampu TL 1~4 difusor udara masuk 1~4 (a) (b)
adalah orang, komputer dan lampu TL. Peletakan difusor udara dingin diletakkan di sudut-sudut ruangan agar peletakan perabot lebih leluasa. Sedangkan penempatan difusor udara panas disesuaikan yaitu pada sudut-sudut plafon tepat di atas difusor udara dingin.
Sesuai dengan variabel-variabel yang
telah ditentukan, hasil penelitian ini
menunjukkan beberapa informasi penting yang terkait dengan dua buah sistem (sistem ventilasi pencampuran dan sistem pengalihan udara), yaitu: distribusi kecepatan udara, distribusi temperatur udara, distribusi energi kinetik turbulensi udara.
Selain itu, penelitian ini juga
menampilkan informasi mengenai Surface
Heat Transfer Coefficient heff dan Surface Nusselt Number Nu. Surface heat transfer coefficient heff bergantung pada temperatur
lingkungan seperti pada persamaan berikut:
ref wall eff
T
T
q
h
(1)dimana: q = convective heat flux (W/m2); Twall = temperatur permukaan dinding dan (K); Tref = temperatur referensi (K).
Sedangkan juga surface Nusselt Number
Nu, mengikuti persamaan:
k
L
h
Nu
eff ref (2)dimana: heff = heat transfer coefficient (W/m2.K); Lref = Panjang referensi (m); K = konduktivitas termal molekular (W/m.K).
Terakhir, informasi tentang kontaminasi CO2 di udara akibat adanya sistem pernafasan
manusia juga ditampilkan. Gas CO2
dikeluarkan dari mulut orang. Pada penelitian ini hanya diutamakan pada arah aliran gas CO2 saja.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Pola aliran udara untuk kedua macam sistem ventilasi udara dapat dilihat pada gambar 5 (a dan b). Pada sistem mixing
ventilation akan dapat dilihat bahwa perjalanan
udara relatif lebih panjang karena udara masuk keruangan dari ketinggian setingkat plafon menuju kebawah dan kembali lagi ke atas untuk keluar ruangan, dimana lokasi difusor pengeluaran (exhaust) juga pada posisi plafon. Disisi lain, pada displacement ventilation sebagian udara bergerak dari bawah menuju ke arah plafon dan keluar ruangan (perjalanan lebih pendek).
Pergolakan udara dan jumlah benturan molekul udara lebih tinggi pada mixing
ventilation, dalam hal ini akan mempengaruhi
aspek-aspek kenyamanan dan kualitas udara pada ruangan seperti temperatur, turbulensi, tingkat kontaminasi, surface heat transfer
coefficient dan surface Nusselt Number.
Untuk analisa kecepatan, temperatur dan
(a) (b)
energi kinetik turbulensi akan diambil pada daerah-daerah yang ektrim pada ruangan yaitu pada sudut-sudut ruangan dan pada tengah ruangan baik sejajar sumbu z dan sumbu x (lihat gambar 4a dan 4b). Sedangkan analisa
surface heat transfer coefficient, heff dan surface Nusselt number, Nu pada daerah
permukaan penghuni ruang, dalam hal ini ditentukan pada orang_3.
Kecepatan Udara
Pola distribusi kecepatan udara dapat dilihat pada gambar 6, dalam hal ini dipilih disekitar orang_3 (lihat gambar 4a) demikian juga untuk temperatur udara ruangan.
Sesuai dengan posisi orang_3 pada ruangan maka arah aliran udara pada mixing
ventilation adalah dari atas dan sebelah kanan
orang_3. Sedangkan pada displacement
ventilation, arah aliran udara adalah dari bawah
dan dari arah sebelah kiri dari orang_3.
Faktor kecepatan udara pada ruangan mempunyai pengaruh yang penting terhadap analisa kenyaman termal. Pengaruhnya akan mendasari analisa kenyamanan termal dan
kualitas udara ruangan. Semakin besar
kecepatan udara akan diperoleh temperatur udara yang lebih rendah. Tetapi jika terlampau
besar juga akan menimbulkan
ketidak-nyamanan bagi penghuni ruangan.
Dari gambar 7a dapat dijelaskan bahwa pada sudut-sudut ruangan (jarak 10 cm dari dinding) maka besar kecepatan udara adalah
berbanding terbalik berdasarkan posisi
ketinggian untuk kedua sistem ventilasi. Kecepatan udara keluar dari difusor udara dingin adalah 5 meter/detik.
Untuk sudut-sudut sekitar 1 meter dari dinding (gambar 7b), besar kecepatan relatif sama untuk kedua sistem (dibawah 0.01 meter/detik) kecuali untuk daerah diatas 2 meter ketinggian, pada sistem displacement
ventilation kecepatan udaranya akan meningkat, karena pada daerah tersebut energi gerak udara justru lebih besar sesuai dengan informasi visual pada gambar 5b. Patahan grafik akan terjadi untuk daerah yang berada dibawah meja (0.6 meter) ataupun pada posisi dimana orang berada (lokasi z=4~x=1). Patahan grafik terjadi pada daerah dimana meja berada (z=1~x=1, z=1~x=5 dan z=4~x=5).
Pada tengah ruangan (baik pada bidang x maupun z), secara umum kecepatan udara akan lebih besar pada sistem ventilasi pengalihan udara (gambar 8a dan 8b). Pada daerah kepala manusia (sekitar ketinggian 1.6 meter), kecepatan udara paling besar terjadi pada tepat ditengah ruangan (x=3~z=2.5). Beberapa patahan grafik terjadi pada daerah dimana meja rapat berada (x=1~z=2.5).
Karena letak difusor udara dingin pada sudut-sudut ruangan maka pengaruh kecepatan udara terhadap penghuni yang terjadi pada tengah ruangan lebih kecil sekitar 10 kali dibandingkan dengan kecepatan udara pada sudut ruangan (gambar 7 dan 8). Hal ini sesuai
dengan penelitian Nielsen [3], dimana
kecepatan udara ruang akan semakin mengecil dengan semakin jauhnya lokasi pengukuran dari difusor udara dingin.
mixing displacement
z=4.1
x=1
y=0.3
Distribusi Temperatur
Distribusi temperatur udara pada orang_3
menunjukkan bahwa pada displacement
ventilation temperatur ruangan relatif lebih
dingin dibandingkan dengan mixing ventilation (gambar 9, 10, 11 dan 12). Perbedaan temperatur sekitar 1C. Karena pada sistem ventilasi pengalihan udara ini partikel-partikel udara lebih cepat mencapai suatu titik tertentu
maka temperatur udara lebih bisa
dipertahankan dari kondisi temperatur awal (saat keluar dari difusor udara dingin).
Pada software Fluent ada 2 alternatif untuk pembangkitan panas pada sumber panas yaitu dengan cara pembangkitan heat flux atau dengan pemberian nilai temperatur tertentu. Untuk pemberian nilai heat flux, pada permukaan (kulit) orang_3, temperatur udara
akan lebih tinggi pada displacement
ventilation. Hal ini disebabkan pada daerah
tersebut kecepatan udaranya relatif kecil
sehingga lebih panas (kerapatan udara lebih lebih renggang, lihat gambar 6). Agar dapat diperoleh informasi mengenai heat transfer
coefficient heff dan Surface Nusselt Number Nu
maka pada permukaan orang perlu diberikan nilai temperatur awal tertentu.
Gambar 11a (sudut-sudut 10 cm dari dinding ruangan) menjelaskan bahwa pada sistem ventilasi pengalihan udara, semakin tinggi posisi ketinggian maka akan diperoleh temperatur udara yang lebih panas. Hal sebaliknya terjadi pada sistem ventilasi pengaturan udara, semakin rendah titik pada ruangan temperatur akan semakin panas. Temperatur udara dingin keluar difusor adalah 15 C (288K).
Pada daerah sudut-sudut ruangan dengan jarak 1 meter dari dinding (gambar 11b), kedua sistem ventilasi cenderung homogen terhadap ketinggian ruang. Patahan grafik terjadi pada daerah dimana orang dan meja berada.
Pada daerah tengah ruangan baik pada untuk sumbu x maupun z (gambar 12a dan 12b), pada kedua sistem ventilasi nilai temperatur udara ruangan cenderung tidak berubah terhadap ketinggian. Tampak jelas bahwa pada sistem ventilasi pengalihan udara ternyata temperaturnya lebih dingin.
Yuan dkk. [7] telah meneliti distribusi temperatur pada ruangan untuk sistem ventilasi pengalihan udara. Informasi serupa juga diperoleh pada penelitian ini yaitu semakin tinggi ruangan akan diperoleh temperatur udara yang lebih tinggi (gambar 9 dan 11a). Temperatur udara yang lebih rendah pada
sistem ventilasi pengalihan dibandingkan dengan sistem pencampuran udara sesuai dengan hasil penelitian Xu dkk. [6] yang dalam hal ini juga berarti terjadi penghematan energi seperti pernah diteliti oleh King dkk. [2].
Berdasarkan gambar 11 dan 12 maka penghuni ruangan akan merasakan temperatur udara yang lebih dingin jika berada disudut ruangan dibandingkan di tengah ruangan untuk sistem ventilasi pengalihan udara. Disisi lain, perbedaan posisi penghuni tidak terlalu berbeda signifikan untuk sistem ventilasi pencampuran udara.
Lokasi 10 cm dari Dinding
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 0 0.1 0.2 0.3 0.4 0.5 Kecepatan Udara (m/s) Ketinggian Ruangan (m) displacement, z=0.1~x=0.1 displacement, z=0.1~x=5.9 displacement, z=4.9~x=0.1 displacement, z=4.9~x=5.9 mixing, z=0.1~x=0.1 mixing, z=0.1~x=5.9 mixing, z=4.9~x=0.1 mixing, z=4.9~x=5.9
Lokasi 1m dari Dinding
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 0 0.01 0.02 0.03 0.04 0.05 0.06 Kecepatan Udara (m/s) Ke tinggi an Ruangan (m ) displacement, z=1~x=1 displacement, z=1~x=5 displacement, z=4~x=1 displacement, z=4~x=5 mixing, z=1~x=1 mixing, z=1~x=5 mixing, z=4~x=1 mixing, z=4~x=5 (a) (b)
Gambar 7. Kecepatan udara pada sudut-sudut ruangan, jarak 10 cm (a) dan 1 m (b) dari dinding
Bidang Tengah Ruangan (sumbu x)
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 0 0.005 0.01 0.015 Kecepatan Udara (m/s) Ke tinggi an Ruang (m ) displacement,z=1.5~x=3 displacement, z=2.5~x=3 displacement, z=3.5~x=3 mixing, z=1.5~x=3 mixing, z=2.5~x=3 mixing, z=3.5~x=3
BidangTengah Ruangan (sumbu z)
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 0 0.005 0.01 0.015 0.02 Kecepatan Udara (m/s) Ke tinggi an Ruangan (m ) displacement, x=1~z=2.5 displacement, x=2~z=2.5 displacement, x=3~z=2.5 displacement, x=4~z=2.5 displacement, x=5~z=2.5 mixing, x=1~z=2.5 mixing, x=2~z=2.5 mixing, x=3~z=2.5 mixing, x=4~z=2.5 mixing, x=5~z=2.5 (a) (b)
Energi Kinetik Turbulensi Udara
Pada sudut-sudut ruangan dengan jarak 10 cm dari dinding (gambar 13a), grafik energi kinetik turbulensi udara untuk kedua sistem ventilasi saling berlawanan (relatif identik dengan grafik kecepatan udara). Energi kinetik turbulensi udara akan semakin mengecil dengan semakin jauhnya posisi dari difusor
udara dingin (gambar 13a dan 13b). Untuk jarak 1 meter dari dinding, energi kinetik turbulensi udara pada mixing ventilation akan lebih besar. Beberapa patahan grafik terjadi dengan adanya orang maupun meja pada ruangan kantor.
Pada tengah ruangan (baik pada bidang x maupun z), energi kinetik turbulensi udara lebih besar pada mixing ventilation (gambar
mixing displacement mixing displacement
z=4.1, T=(289.3~293.1)K y=0.3, T=(289.3~293.1)K
z=4.1, T=(288~292.3)K y=0.3, T=(288~292.3)K
x=1, T=(289.3~293.1)K y=0.3, T=(288.7~292.8)K
x=1, T=(288~292.3)K y=0.3, T=(288.1~293.1)K
Gambar 9. Distribusi temperatur udara pada orang_3, potongan vertikal
Gambar 10. Distribusi temperatur udara pada orang_3, potongan horisontal
14a dan 14b). Walaupun kecepatan udara pada sistem ventilasi pencampuran udara lebih lambat tetapi pergolakan partikel udara lebih besar (intensitas tumbukan partikel udara lebih tinggi) yang mengakibatkan turbulensi udara lebih besar dibandingkan dengan pada sistem ventilasi pengalihan udara. Energi kinetik turbulensi udara paling besar terjadi pada posisi tengah ruangan (x=3, z=2.5) baik pada
mixing maupun displacement ventilation.
Pada posisi ditengah maupun pada sudut-sudut ruangan, pola energi kinetik turbulensi
udara sama antara sistem vebtilasi
pencampuran dan pengalihan udara. Hanya saja lebih besar pada sistem ventilasi pencampuran udara sehingga pada grafik untuk sistem ventilasi pengalihan udara tampak seperti garis vertikal karena besarnya jauh dibawah energi kinetik turbulensi udara pada
sistem pencampuran udara (gambar 13b, 14a dan 14b).
Surface Heat Transfer Coefficient (heff)
dan Surface Nusselt Number (Nu).
Analisa mengenai surface heat transfer
coefficient heff dan surface Nusselt Number Nu
diperlukan untuk dapat mengetahui laju pengaliran panas dari sumber panas ke
lingkungannya akibat adanya perbedaan
temperatur (persamaan 1 dan 2). Dalam hal ini temperatur udara ruang dipengaruhi oleh besar kecepatan udara.
Gambar 15 menunjukkan kontur
temperatur pada 3 (tiga) macam ketinggian yaitu 0.1 m, 1m dan 1,5 m pada orang_3. Gambar 16 dan 17 menunjukkan bahwa heff
dan Nu terbesar adalah pada daerah ketinggian
Lokasi 10 cm dari Dinding
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 288.00 288.25 288.50 288.75 289.00 289.25 289.50 289.75 290.00 Temperatur (K) Ke tinggi an Ruang (m ) displacement, z=0.1~x=0.1 displacement, z=0.1~x=5.9 displacement, z=4.9~x=0.1 displacement, z=4.9~x=5.9 mixing, z=0.1~x=0.1 mixing, z=0.1~x=5.9 mixing, z=4.9~x=0.1 mixing, z=4.9~x=5.9
Lokasi 1 m dari Dinding
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 288.25 288.50 288.75 289.00 289.25 289.50 289.75 Temperatur (K) Ke tinggi an Ruang (m ) displacement, x=1~z=1 displacement, z=1~x=5 displacement, z=4~x=1 displacement, z=4~x=5 mixing, z=1~x=1 mixing, z=1~x=5 mixing, z=4~x=1 mixing, z=4~x=5 (a) (b)
Gambar 11. Temperatur udara pada sudut-sudut ruangan, jarak 10 cm (a) dan 1 m (b) dari dinding
BidangTengah Ruangan (sumbu x)
0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50 3.00 288.50 288.75 289.00 289.25 289.50 289.75 Temperatur (K) Ke tinggi an Ruang (m ) displacement, z=1~x=3 displacement, z=2.5~x=3 displacement, z=3.5~x=3 mixing, z=1.5~x=3 mixing, z=2.5~x=3 mixing, z=3.5~x=3
BidangTengah Ruangan (sumbu z)
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 288.50 288.75 289.00 289.25 289.50 289.75 Temperatur Udara (K) Ke tinggi an Ruangan (m ) displacement, x=1~z=2.5 displacement, x=2~z=2.5 displacement, x=3~z=2.5 displacement, x=4~z=2.5 displacement, x=5~z=2.5 mixing, x=1~z=2.5 mixing, x=2~z=2.5 mixing, x=3~z=2.5 mixing, x=4~z=2.5 mixing, x=5~z=2.5 (a) (b)
sekitar 1 (satu) m pada orang_3. Hal ini terjadi karena pada daerah tersebut perbedaan temperaturnya (Twall-Tref) adalah terkecil yang
berarti Tref adalah terbesar (lihat gambar 15). Juga dapat disimpulkan bahwa heff dan Nu pada sistem displacement ventilation
ternyata lebih kecil dibandingkan heff dan Nu
pada sistem mixing ventilation. Perkecualian terjadi untuk daerah dibawah ketinggian 0.2 meter dan pengukuran Twall pada permukaan
belakang orang_3, dimana heff dan Nu sistem displacement ventilation ternyata lebih tinggi.
Dengan semakin besar kecepatan udara akan diperoleh temperatur yang lebih rendah yang selanjutnya akan berakibat pada surface
heat transfer dan Nusselt Number yang lebih
rendah pada sistem ventilasi pengalihan udara.
Kontaminasi Gas CO2
Pada kesempatan penelitian ini,
kontaminasi gas CO2 yang terjadi pada ruangan disajikan hanya dalam bentuk visualisasinya saja, penjelasan lebih kuantitatif sementara ini di luar lingkup diskusi. Meski begitu, besar dan arah kecepatan udara sangatlah penting dalam pembahasan kontaminasi CO2 yang terjadi pada interior ruangan.
Dari gambar 18a terlihat bahwa pada sistem ventilasi pencampuran udara (mixing
ventilation), gas CO2 yang keluar dari mulut 3 orang/manusia akan cenderung mengarah kebawah karena arah hembusan udara segar difusor dari atas (plafon) menuju kebawah ruangan. Jadi gas CO2 belum sempat „terbang‟ ke atas sudah dihembus terlebih dahulu kebawah. Setelah gas CO2 berada dilantai baru kemudian mengarah ke atas menuju difusor
Lokasi 10 cm dari Dinding
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1
Energi Kinetik Turbulensi (Km2/s2)
Ke tinggi an Ruangan (m ) displacement, z=0.1~x=0.1 displacement, z=0.1~x=5.9 displacement, z=4.9~x=0.1 displacement, z=4.9~x=5.9 mixing, z=0.1~x=0.1 mixing, z=0.1~x=5.9 mixing, z=4.9~x=0.1 mixing, z=4.9~x=5.9
Lokasi 1 meter dari Dinding
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20
Energi Kinetik Turbulensi (Km2
/s2 ) Ke tinggi an Ruang (m ) displacement, z=1~x=1 displacement, z=1~x=5 displacement, z=4~x=1 displacement, z=4~x=5 mixing, z=1~x=1 mixing, z=1~x=5 mixing, z=4~x=1 mixing, z=5~x=5 (a) (b)
Gambar 13. Energi kinetik turbulensi udara pada sudut-sudut ruangan, jarak 10 cm (a) dan 1 m (b) dari dinding
Bidang Tengah Ruangan (sumbu x)
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 0 0.1 0.2 0.3 0.4
Energi Kinetik Turbulensi (Km2
/s2 ) Ke tinggi an Ruangan (m ) displacement, z=1.5~x=3 displacement, z=2.5~x=3 displacement, z=3.5~x=3 mixing, z=1.5~x=3 mixing, z=2.5~x=3 mixing, z=3.5~x=3
BidangTengah Ruangan (sumbu z)
0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 0.00 0.05 0.10 0.15 0.20 0.25 0.30 0.35
Energi Kinetik Turbulensi (Km2
/s2 ) Ke tinggi an Ruangan (m ) displacement, x=1.5~z=2.5 displacement, x=2~z=2.5 displacement, x=3~z=2.5 displacement, x=4~z=2.5 displacement, x=5~z=2.5 mixing, x=1~z=2.5 mixing, x=2~z=2.5 mixing, x=3~z=2.5 mixing, x=4~z=2.5 mixing, x=5~z=2.5 (a) (b)
udara keluar. Namun sebagian masih ikut bersirkulasi bercampur udara.
Hal sebaliknya terjadi pada sistem ventilasi pengalihan udara (gambar 18b). Gas CO2 yang keluar akan langsung mengarah ke atas karena arah hembusan dari bawah. Namun sebagian juga masih mengarah kebawah lagi tentunya dengan kandungan CO2 yang lebih rendah karena sebagian gas CO2 telah keluar ruangan.Yuan dkk. [7] menjelaskan bahwa pada posisi ketinggian ruangan lebih tinggi, distribusi CO2 akan lebih besar pada sistem ventilasi pengalihan udara.
KESIMPULAN
Pola aliran udara pada kedua sistem ventilasi udara sangatlah berbeda. Pada posisi dimana difusor udara segar berada, kecepatan udara akan semakin mengecil dengan semakin tingginya titik-titik pada ruangan untuk sistem
ventilasi pengalihan udara. Sebaliknya pada sistem ventilasi pencampuran udara, posisi titik semakin ke bawah akan semakin kecil kecepatan udaranya.
Pada tengah ruangan, kecepatan udara pada sistem ventilasi pengalihan udara relatif lebih tinggi.
Temperatur udara ruangan pada sistem ventilasi pengalihan udara ternyata lebih dingin jika dibandingkan dengan pada sistem ventilasi pencampuran udara.
Energi kinetik turbulensi udara pada ruangan ternyata lebih tinggi yang terjadi pada sistem ventilasi pencampuran udara.
Pada pengeluaran gas CO2 dari orang,
dapat diidentifikasi bahwa pada sistem
ventilasi pengalihan udara arah gas CO2 cenderung ke atas ruangan. Kondisi sebaliknya terjadi pada sistem ventilasi pencampuran udara dimana gas CO2 mengarah kebawah dari mulut orang.
Pada sistem ventilasi pencampuran udara,
surface heat transfer coefficient heff dan surface Nusselt Number Nu lebih besar dibandingkan
dengan pada sistem ventilasi pengalihan udara
(displacement ventilation). Akibatnya
temperatur di sekitar sumber panas akan lebih tinggi pada sistem ventilasi pencampuran udara (mixing ventilation).
REFERENSI
[1] Sandberg, M., Cooper, P. & Li, Y. 1999, “Effective Ventilation of Buildings”, The
2nd CSIRO/AIRAH Ventilation Course,
North Ryde, Sydney.
[2] King, A.R., Kronfalt, M. & Clements, R.F. 1993, “Stratified Air Conditioning of Large Spaces with High Heat Loads”,
Australian Refrigeration, Air conditioning & Heating 47 n 2, 24-29.
[3] Nielsen, P.V. 1994, “Stratified Flow in a
Room with Displacement Ventilation and Wall-Mounted Air Terminal Devices”,
ASHRAE Transactions, ASHRAE, Atlanta, GA, USA, 1163-1169.
mixing displacement
y=0.1
y=1
y=1.5
Gambar 15. Distribusi temperatur pada orang_3, potongan horisontal, T=(292~300)K
[4] Mattsson, Magnus. 1999, “On The Efficiency of Displacement Ventilation
with Particular Reference to The
Influence of Human Physical Activity”,
Doctoral Thesis, Centre for Built
Environment Royal Institute of
Technology Gavle, Sweden.
[5] Hu, S., Chen, Q. & Glicksman, L.R. 1999, “Comparison of energy consumption between displacement ventilation systems for different U.S. buildings and climates”,
ASHRAE Transactions 105 (PART 2),
453-464.
[6] Xu, M., Yamanaka, T. & Kotani, H. 1999, “Vertical Temperature gradient and Ventilation Efficiency in Rooms with Displacement Ventilation – Influence of Supply Air Temperature and Heat Load”,
Technology Reports of Osaka University
49 n 2348, 179-188.
[7] Yuan, X., Chen, Q. & Glicksman, L.R. 1999, “Performance Evaluation and Design Guidelines for Displacement ventilation”, ASHRAE Transactions 105 (PART 1), 340-352.
Depan Orang_3 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 Ketinggian Orang_3 (m) he ff mixing displacemen t z=3.995 Belakang Orang_3 0 0.5 1 1.5 2 2.5 3 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 Ketinggian Orang_3 (m) heff mixing displacement z=3.995 (a) (b)
Gambar 16. Surface heat transfer coefficient heff, pada depan (a) dan belakang orang_3 (b)
Depan Orang_3 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 Ketinggian orang_3 (m) Nu mixing displacement z=3.995 Belakang Orang_3 0 10 20 30 40 50 60 70 80 90 100 0 0.2 0.4 0.6 0.8 1 1.2 1.4 1.6 Ketinggian orang_3 (m) Nu mixing displacement z=3.995 (a) (b)
Gambar 17. Surface nusselt number Nu, pada depan (a) dan belakang orang_3 (b)
(a) (b)