• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA. Sirup merupakan larutan gula pekat (sakarosa : high fructosa syrup dan atau

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA. Sirup merupakan larutan gula pekat (sakarosa : high fructosa syrup dan atau"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Sirup

Sirup merupakan larutan gula pekat (sakarosa : high fructosa syrup dan atau gula invert lainnya) dengan atau tanpa penambahan tambahan makanan yang diizinkan. Sirup memilik kadar kekentalan yang cukup tinggi serta kadar gula dalam sirup antara 55 – 65 % menyebabkan pengenceran sangat perlu dilakukan jika ingin mengkonsumsi sirup. Pembuatan sirup dapat ditambahkan pewarna dan asam sitrat untuk menambah warna dan cita rasa (Satuhu, 2004). Syarat mutu sirup berdasarkan Standar Nasional Indonesia secara lengkap dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Syarat mutu sirup SNI 3544-2013

Sumber. BSN-SNI No.3544, 2013

Pada pembuatan sirup, pengendapan sering kali terjadi akibatnya sirup menjadi cair dibagian atas namun dibagian bawah tetap kental. Masalah ini dapat diatasi dengan cara penambahan bahan penstabil yang berfungsi mempertahankan

No Kriteria uji Satuan Persyaratan 1 Keadaan

1.2 Bau 1.3 Rasa

2 Total gula (sukrosa) (b/b) 3 Cemaran logam:

3.1 Timbal (Pb) 3.2 Kadmium (Cd) 3.3 Timah (Sn) 3.4 Merkuri (Hg)

4 Cemaran Arsen (As) 5 Cemaran mikroba:

5.1 Angka lempeng total (ALT) 5.2 Bakteri coliform

5.3 Escherchia coli 5.4 Salmonella sp

5.5 Staphylococcus aureus 5.6 Kapang dan khamir

- normal - normal % min. 65 mg/kg maks. 1,0 mg/kg maks. 0,2 mg/kg maks. 40 mg/kg maks. 0,03 mg/kg maks. 0,5 koloni/ml maks. 5x102 APM/ml maks. 20 APM/ml < 3 - 25 ml - ml koloni/ml maks. 1x102

(2)

kestabilan suspensi agar partikel padatannya tetap terdispersi merata keseluruh bagian medium pendispersi dan tidak terjadi penggabungan partikel padatan yang ada sehingga tidak mudah mengendap, selain itu bahan penstabil berfungsi untuk meningkatkan viskositas, memperbaiki warna, cita rasa, dan konsistensi sirup buah. Sifat setiap zat penstabil untuk dapat menstabilkan berbeda-beda, tergantung keadaan bahan yang akan distabilkan (Haryoto, 2001).

Sirup terdiri dari bahan-bahan utama seperti bahan pengental, pengawet dan cita rasa. Sari dari bahan yang dipergunakan adalah cairan buah atau sayur yang tidak mengalami fermentasi. Untuk mendapatkan sari buah yang baik, sari perlu dipisahkan dari bagian-bagian yang tidak larut dengan penyaringan. Kadar gula dalam sirup yang cukup tinggi, dimaksudkan untuk mencegah pertumbuhan mikroorganisme (bakteri ragi dan jamur) yang mungkin terdapat dalam sirup (Winarno, 2007).

Pada prinsipnya dikenal 2 (dua) macam sari bahan, yaitu sari bahan encer (dapat langsung diminum), yaitu cairan dari bahan yang diperoleh dari pengepresannya, dilanjutkan dengan penambahan air dan gula pasir dan sari buah pekat atau sirup adalah cairan yang dihasilkan dan dilanjutkan dengan proses pemekatan, baik dengan cara pendidihan biasa maupun dengan cara lain seperti penguapan dengan kondisi vakum, dan lain-lain. Sirup ini tidak dapat diminum langsung tetapi harus diencerkan terlebih dahulu dengan air biasanya 1 (satu) bagian sirup dengan 5 (lima) bagian air (Esti dan Sediadi, 2000).

Umumnya proses pembuatan sirup dapat dilakukan secara umum yaitu bahan yang cukup matang disortasi, kemudian dicuci dan dibersihkan. Setelah dibersihkan maka dilakukan penghancuran terhadap daging bahan yang kemudian

(3)

diambil sarinya dengan cara dilakukan penyaringan terhadap bubur bahan setelah penghancuran. Ekstrak sari bahan ditambah gula dan dipanaskan Hingga mengental. Setelah itu produk sirup dimasukkan ke dalam botol yang sudah disterilkan (Satuhu, 2004).

Pare

Sayur pare berasal dari India yang dikenal dengan nama tita kerala. Selain India, Afrika juga diduga sebagai negara asal tanaman ini. Dari negara asalnya, tanaman ini menyebar ke Brasil di sekitar abad 17 dan 18. Kemudian tanaman pare semakin menyebar hingga Asia Tenggara, Cina, dan Karibia. Sayuran ini memiliki bau yang langu dan rasanya pahit (Novary, 1997). Gambar pare hijau dapat dilihat pada Gambar 1

Gambar 1. Pare

Pare (bitter gourd) biasanya digunakan sebagai bahan pangan yang tergolong penting untuk pengobatan. Buahnya yang masih hijau dikonsumsi sebagai sayuran dan sebagai sumber vitamin C dan vitamin A, fosfor, dan besi. Aroma pare dihasilkan dari alkaloid yang diproduksi dari buah dan daun. Pare merupakan sumber ikatan fenol, termasuk asam galat, karekin, epikatekin dan asam klorogenat (Din, dkk., 2011).

(4)

Pare memiliki kandungan bahan aktif yaitu cucurbitasin yang dapat menyebabkan rasa pahit pada pare, momordikosid, momorkarin, momordisin, momordin, asam trikosapar, resin, asam resina, vitamin A, B, C, karantin, hydroxytrytamine, dan saponin. Hal ini dimanfaatkan untuk mengobati diabetes mellitus, wasir, kerusakan hati, diare, sakit kuning, menambah produksi air susu ibu, sariawan, batuk, obat luka, sebagai antioksidan, hipokolesterolemia, dan hipotrigliseridemia. Selain itu pare dapat menurunkan kadar trigliserida dan kolesterol total dengan meningkatkan aktivitas enzim lipoprotein lipase yang kerjanya memecah trigliserida (Rita, dkk., 2011). Kandungan gizi yang terdapat dalam pare dapat dilihat pada Tabel 2.

Tabel 2. Kandungan gizi pare per 100 g bahan

Sumber :Rani, dkk (2014) Kandungan Jumlah Energi(Kal) Air (g) Karbohidrat (g) Protein (g) Lemak (g) Vitamin A (IU) Vitamin C (mg) Folat (µg) Kolesterol (mg) Betakaroten (µg) K (mg) Ca (mg) Serat(g) Mg (mg) Niasin (mg) Asam pantotenat Piridoksin Tiamin (mg) Riboflavin (mg) Na (mg) Cu (mg) Fe (mg) Mn (mg) Zn (mg) 17 91,20 3,70 1,00 0,17 471 88 72 0 190 296 19 2,80 17 0,400 0,212 0,0,43 0,040 0,040 5 0,034 0,43 0,089 0,80

(5)

Pepaya

Buah pepaya merupakan salah satu jenis buah yang cukup diminati oleh masyarakat umumnya. Hal ini dapat terlihat dari pemanfaatannya dalam sebuah olahan pangan yang lebih dikenal masyarakat yaitu rujak. Daging buah pepaya lunak dengan warna merah atau kuning, rasanya manis dan menyegarkan karena mengandung banyak air. Nilai gizi buah pepaya cukup tinggi karena banyak mengandung provitamin A dan vitamin C, juga mineral kalsium, selain itu dengan mengonsumsi buah pepaya ini akan memudahkan proses pencernaan dalam tubuh (Kalie, 2008). Gambar pepaya calina dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Pepaya Calina

Tanaman pepaya merupakan sumber vitamin C dan vitamin A. Buah pepaya matang mengandung vitamin A sebesar 365 SI dan daunnya sebesar 18.250 SI. Sementara wortel mengandung vitamin A sebesar 12.000 SI, alpukat 180 SI, nanas 130 SI, dan apel hanya 90 SI. Sedangkan bagian buah pepaya yang dapat dimakan sekitar 75%, setara dengan buah pisang (Haryoto, 2006).

Pemilihan buah yang tepat akan mempengaruhi produk yang berkualitas. Pektin menjadi salah satu bahan yang mempengaruhi kekentalan produk, buah yang belum terlalu masak memiliki kandungan pektin yang tinggi bergitu pula

(6)

sebaliknya buah yang terlalu masak memiliki kandungan pektin yang rendah, karena itu pemilihan buah yang belum terlalu masak lebih baik dari pada buah yang terlalu masak hal ini berhubungan dengan kandungan gizi didalamnya. Jika tersedia buah yang melimpah seperti buah pepaya yang masak dapat menambahkan zat pektin dari pepaya yang masih muda (Suprapti, 2005).

Komposisi gizi pada pepaya per 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Komposisi gizi pepaya per 100 g bahan

Komposisi Jumlah

Jumlah Kalori (Kal) 46,0

Protein (g) 0,5 Lemak (g) 12,2 Karbohidrat (g) 23,0 Kalsium (mg) 12,0 Fosfor (mg) 2,0 Besi (mg) 365,0 Vitamin A (SI) 0,04 Vitamin B1 (mg) 78,0 Vitamin C (mg) 86,7 Air (%) 75,0

Sumber : Departemen Kesehatan RI (2004)

Karboksil Metil Selulosa (CMC)

Karboksil metil selulosa (CMC) adalah derivat selulosa yang direaksikan dengan alkalin chloroacetic acid. Struktur karboksil metil selulosa (CMC) dasar adalah β–1,4-Glukopiranosa yang merupakan polimer selulosa. CMC memiliki molekul yang lebih pendek dibanding dengan selulosa murni (Yissa, 2009).

CMC berupa senyawa anion, yang bersifat biodegradable, tidak berwarna, tidak berbau, tidak beracun, butiran atau bubuk yang larut dalam air namun tidak larut dalam larutan organik, memiliki rentang pH sebesar 6.5 sampai 8.0, stabil pada rentang pH 2 – 10, bereaksi dengan garam logam berat membentuk film yang tidak larut dalam air, transparan, serta tidak bereaksi dengan senyawa organik

(7)

(Deviwings, 2008). Rumus struktur molekul dari CMC dapat dilihat pada Gambar 3.

Gambar 3. Rumus CMC

CMC memiliki kelarutan yang baik dalam air panas dan dapat membentuk gel yang bersifat reversibel bila dipanaskan pada suhu 50-60ºC dan berfungsi sebagai agen pembentuk tekstur elastis. Selain itu juga berfungsi untuk mencegah terbentuknya buih saat pendinginan. Karboksil metil memiliki sifat larut pada air hangat yang berpotensi meningkatkan kepekatan pada larutan dan bersifat anionik (Lersch, 2010)

CMC digunakan sebagai stabilizer dalam pembuatan sirup. CMC dapat meningkatkan kestabilan emulsi dalam produk makanan sehingga tidak terjadi pemisahan antara fase terdispersi dan fase pendispersi apabila produk makanan tersebut disimpan dalam jangka waktu yang panjang (Nugroho, 2007).

Penambahan CMC memiliki tujuan untuk membentuk suatu cairan dengan kekentalan yang stabil dan homogen tetapi tidak mengalami pengendapan dalam waktu yang lama. Pemakaian CMC lebih efektif jika dibandingkan dengan pemakaian gum arab atau gelatin. Penambahan CMC pada konsentrasi 0,5-3,0% sering digunakan untuk mempertahankan kestabilan suspensi (Sopandi, 1989).

(8)

Untuk pembuatan sirup, CMC dapat ditambahkan pada konsentrasi maksimum yaitu 0,5% (BPOM RI, 2013).

. CMC merupakan turunan dari selulosa dan beberapa sering dipakai untuk memperbaiki tekstur dari suatu produk makanan. Fungsi CMC ada sebagai pengental, stabilisator, pembentuk gel dan pengemulsi. Penambahan bahan pengental kedalam bahan pangan dapat meningkatkan sifat hidrofilik protein dari bahan pangan dan sifat lipofilik dari lemak sehingga air yang diserap protein menjadi lebih banyak. Pengikatan air oleh protein menyebabkan tekstur bahan pangan menjadi lebih lembut dan sifat lipofilik dari lemak menyebabkan lemak terdispersi secara merata kedalam bahan pangan sehingga tekstur menjadi lebih seragam (Winarno, 2007).

Bahan yang Ditambahkan dalam Pembuatan Sirup Gula

Gula merupakan ologosakarida yang memiliki peranan yang sangat penting dalam proses pengolahan makanan dan banyak terdapat pada tebu dan bit. Untuk skala industri-industri makanan yang digunakan adalah gula dalam bentuk kristal yang halus maupun yang kasar, tetapi apabila yang digunakan adalah gula dalam bentuk kristal yang halus maupun yang kasar, tetapi apabila yang digunakan dalam bentuk cairan gula atau yang biasa disebut sirup. Pada pembuatan sirup, gula pasir (sukrosa) dilarutkan dalam air dan kemudian dipanaskan, sebagian gula akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa, yang disebut gula invert (Winarno, 2007).

Sukrosa adalah disakarida yang mempunyai peranan penting dalam pengolahan makanan dan banyak terdapat pada tebu, bit, siwalan, dan kelapa kopra. Untuk industri-industri makanan biasanya digunakan sukrosa dalam bentuk cairan

(9)

sukrosa (sirup). Pada pembuatan sirup, gula pasir (sukrosa) dalam bentuk cairan sukrosa (sirup). Pada pembuatan sirup, gula pasir (sukrosa) dilarutkan dalam air dan dipanaskan, sebagian dari sukrosa akan terurai menjadi glukosa dan fruktosa yang disebut gula invert (Winarno dan Laksmi, 1974).

Gula bukan hanya terlibat sebagai pemanis saja namun juga digunakan sebagai pengawet. Apabila gula ditambahkan kedalam bahan pangakonsentrasi yang tinggi (paling sedikit 40% padatan terlarut) sebagian dari air yang ada menjadi tidak tersedia untuk pertumbuhan mikroorgansme dan aktivitas air dari bahan pangan akan berkurang sedangkan dengan penambahan hingga konsentrasi 65% gula akan menyebabkan sel-sel mikroorganisme yang terdapat dalam bahan pangan akan mengalami dehidrasi atau plasmolisis sehingga pangan lebih awet (Buckle, dkk., 2010).

Pemanis memiliki peranan yang besar pada penampakan dan cita rasa sari buah. Pemanis juga berperan sebagai pengikat komponen favor. Pemanis yang sering digunakan dalam pembuatan sari buah skala rumah tangga ialah sukrosa (gula pasir). Rasa manis sukrosa bersifat murni karena tidak ada after taste, yaitu cita rasa kedua yang timbul setelah cita rasa pertama (Depkes, 2004). Disamping itu, sukrosa juga memiliki fungsi untuk memperkuat citarasa makanan, melalui penyeimbangan rasa asam, pahit dan juga rasa asin (Koswara, 2009).

Asam benzoat

Asam benzoat (C6H5COOH) merupakan bahan pengawet yang luas penggunaannya dan sering digunakan pada bahan makanan yang asam. Bahan ini digunakan untuk mencegah pertumbuhan khamir dan bakteri. Benzoat efektif pada pH 2,5 – 4,0. Karena kelarutan garamnya lebih besar maka bisa digunakan dalam

(10)

bentuk garam natrium benzoat. Dalam bahan garam benzoat terurai menjadi bentuk efektif, yaitu bentuk asam benzoate yang terdisosiasi pada makanan (Winarno, 2007).

Penggunaan asam benzoat dibatasi hampir dalam semua produk buah-buahan dan sering digunakan bersama-sama dengan belerang oksida. Asam benzoat lebih efektif pada khamir dan bakteri dari pada kapang pada konsentrasi diatas 25 mg/l, asam yang tidak terurai akan menghambat pertumbuhan kapang. Asam benzoat akan ditolak pada konsentrasi diatas 400 mg/l dan tidak mempunyai pengaruh pada pencoklatan enzimatik (Buckle, dkk., 2010)

Pemberian natrium benzoat pada makanan dapat meningkatkan daya simpan makanan dengan cara menghambat, memperlambat pembusukan, pengasaman ataupun dekomposisi zat makanan tersebut tanpa menngubah zat-zat yang terkandung dalam makanan tersebut. Garam benzoat dalam makanan akan terurai menjadi asam benzoat, yang menyebabkan pH makanan menurun Winarno (2007). Dengan demikian pada pH makanan yang lebih rendah menurut Buckle (1978), perkembangan mikroorganisme pada makanan akan dihambat, sehingga jumlah koloni bakterinya lebih rendah.

Asam sitrat

Asam sitrat merupakan suatu senyawa organik, yang banyak ditemukan pada daun dan buah tumbuhan yang memiliki rasa yang asam. Senyawa ini merupakan bahan pengawet alami yang baik, selain dipakai sebagai penambahan rasa masam pada makanan juga dapat digunakan pada minuman ringan. Dalam biokomia, asam sitrat dikenal sebagai senyawa antara yang penting dalam

(11)

metabolisme makhluk hidup, sehingga ditemukan pada hampir semua makhluk hidup (Ovelando dkk, 2008).

Asam sitrat banyak digunakan pada makanan sebagai asidulan atau zat pengasam. Asidulan dapat bertindak sebagai penegas rasa dan warna atau menyelubungi after taste yang tidak disukai. Sifat asam senyawa ini dapat mencegah pertumbuhan mikroba dan bertindak sebagai bahan pengawet. Derajat keasaman rendah pada buffer yang dihasilkannya mempermudah proses pengolahan. Salah satu tujuan utama penambahan asam pada makanan adalah untuk memberikan rasa asam karena asam dapat mengintensifkan penerimaan rasa-rasa lain. Unsur yang menyebabkan rasa asam adalah ion H+atau ion H3O+(Winarno, 2007).

Proses Pengolahan Sirup Sortasi buah

Sirup dapat dibuat dari berbagai bahan buah maupun sayur atau kombinasinya. Biasanya buah yang digunakan adalah jenis buah yang mempunyai aroma yang kuat, rasa yang khas, dan warna yang menarik, contohnya mangga, nenas, sirsak, markisa, dan jeruk (Satuhu, 2004). Keadaan buah yang digunakan sangat menentukan dalam pembuatan sirup buah. Buah yang akan dijadikan sirup dipilih yang bermutu baik, belum membusuk dan sudah cukup matang untuk dikonsumsi (Haryoto, 1998). Buah yang telah matang akan memberikan warna, aroma, dan rasa yang mantap pada sirup.

Ekstraksi buah

(12)

dalam proses pembuatan sari buah harus melalui beberapa tahap perlakuan pendahuluan. Tahapan dalam pembuatan sari buah adalah sortasi, pencucian, pembuangan bagian yang tidak terpakai (cacat/busuk), pemotongan, blansing, ekstraksi sari buah, dan penyaringan (Haryoto, 1998).

Sortasi diperlukan untuk menggolongkan bahan pangan sesuai dengan ukuran dan ada tidaknya cacat (Satuhu, 2004). Sortasi dilakukan dengan memilih buah (sayur) yang telah matang penuh dan masih dalam kondisi baik (tidak busuk), tidak masalah bila buah terlampau matang (Haryoto, 1998).

Pencucian dilakukan dengan air bersih agar buah terbebas dari segala kotoran yang melekat, sperti tanah, debu, sisa pestisida, dan lain-lain. Proses pencucian sebaiknya dilakukan dengan air mengalir supaya mendapatkan hasil yang lebih maksimal yaitu kontaminan daapat lebih diminimalisir (Srikumalaningsih dan Suprayogi, 2006).

Perlakuan selanjutnya adalah pembuangan bagian yang tidak terpakai. Perlakuan ini bertujuan untuk membuang bagian yang tidak dikehendaki, misalnya bagian-bagian yang cacat atau busuk (Haryoto, 1998). Tahap ini merupakan operasi penting untuk menjaga kualitas sari buah yang diperoleh. Pemotongan bertujuan untuk mengecilkan ukuran supaya proses blansing dapat merata dan memudahkan dalam proses penghancuran (Haryoto, 1998).

Blanching sering digunakan sebagai alternatif perlakuan untuk mengurangi penurunan gizi pada bahan. Sebagian besar bahan pangan yang dipotong-potong kecil mendapat perlakuan blanching untuk menginaktivasi enzim katalase dan peroksidase. Ukuran bahan dapat mempengaruhi suhu dan waktu pemanasan (Asgar dan Musaddad, 2006). Selain itu untuk menginaktivasi enzim, blanching

(13)

juga bertujuan untuk mebersihkan permukaan bahan dari kotoran dan orgsnisme, mencerahkan warna dan membantu menghambat penurunan vitamin. Selain itu juga berfungsi untuk melunakkan bahan (Nchfp, 2013).

Bahan yang telah dipisahkan dari kulitnya dan dibersihkan selanjutnya dihancurkan. Daging buah dimasukkan ke dalam blender dan ditambahkan air. Penambahan air ini bertujuan untuk mempermudah proses penghancuran daging buah. Proses penghancuran pada buah dilakukan sampai halus/homogen untuk mengurangi endapan pada sari buah yang dihasilkan dari hasil penghancuran (Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006).

Penghancuran bertujuan untuk mengeluarkan sari buah dari ampas atau serat buah, sedangkan penyaringan bertujuan untuk memisahkan ampas dari sari buah. Penghancuran dilakukan dengan menggunakan blender dengan penambahan air. Perbandingan daging buah : air adalah 1 : 2 tergantung dari tinggi rendahnya aroma buah (Astawan dan Astawan, 1991).

Adapun tujuan dari ekstraksi sari buah (sirup) ini adalah untuk mengambil sari atau cairan dari dalam buah yang akan diteliti. Oleh sebab itu buah yang telah diblansing kemudian dihancurkan dengan menggunakan blender dan disaring menggunakan kain saring (Satuhu, 1994).

Penyaringan

Setelah dilakukan penghancuran daging buah, langkah selanjutnya adalah proses penyaringan dengan kain saring atau saringan yang halus. Penyaringan sari buah bertujuan untuk memisahkan serat, biji atau daging buah yang tidak hancur sehingga tidak mempengaruhi penampakan produk yang akan dihasilkan nantinya. Penyaringan juga sangat berguna untuk menghasilkan sari yang lebih kecil

(14)

ukurannya untuk menghindari terjadinya pengendapan pada sirup yang akan dibuat (Kumalaningsih dan Suprayogi, 2006).

Pembotolan

Gelas digunakan sebagai alat pengemasan. Sifat kimia dari gelas adalah inert, tetapi korosif pada bagian tutupnya dan mudah pecah karena tekanan dari dalam, berbenturan atau perbedaan panas yang mendadak. Oleh karena itu gelas harus dipanaskan secara perlahan-lahan dan tidak boleh langsung pada suhu tinggi karena dapat pecah jika terjadi perbedaan panas yang cepat. Dalam penggunannya botol harus disterilisasi terlebih dahulu, dimana sterilisasi ini bertujuan untuk membunuh atau mencegah pertumbuhan mikroorganisme yang ada dalam botol (Winarno, 2007).

Penelitian Sebelumnya

Sebelumnya penelitian mengenai sirup sudah banyak dilakukan. Banyak penelitian menunjukkan bahwa produk yang dihasilkan adalah produk yang sehat baik tanpa penggunaan pengawet ataupun dengan menggunakan bahan baku yang berfungsi untuk menjaga kesehatan. Pengaturan proporsi karboksil metil selulosa dan gula yang tepat diperlukan supaya mutu sirup tetap terjaga dengan lama penyimpanan yang cukup panjang.

Penelitian Manoi (2006) dengan judul Pengaruh konsentrasi karboksil metil selulosa (CMC) terhadap mutu sirup jambu mete Canadardium occidentale L menyatakan bahwa penambahan bahan CMC dengan konsentrasi 1,50% memberikan hasil terbaik pada nilai pH, kandungan vitamin C dan kestabilan. Rendahnya kestabilan pada perlakuan kontrol, karena semua partikel yang ikut

(15)

tersuspensi dalam sirup jambu mete ikut mengendap, karena tidak adanya bahan yang mampu mengikat partikel-partikel yang ikut tersuspensi pada saat pembuatan sirup buah jambu mete seperti protein.

Menurut penelitian Wahyuni, dkk (2014) dengan judul Pengaruh perbandingan sari buah markisa dengan pepaya dan konsentrasi gula terhadap mutu permen (hard candy), menyatakan bahwa pada pembuatan permen buah markisa memiliki rasa yang khas yaitu asam, untuk itu perlu diimbangi dengan menambahkan buah yang manis seperti pepaya. Selain itu, semakin tinggi sari buah yang pepaya yang digunakan maka total solidnya akan semakin besar. Hal ini dikarenakan pepaya memiliki pektin. Kandungan pektin dalam buah mempengaruhi total padatan terlarut.

Menurut penelitian Riyati, dkk., (2015) yang berjudul Mengangkat potensi pare (Momordica charantia) menjadi produk pangan olahan sebagai upaya diversifikasi, menyatakan bahwa selama ini pare sudah dimanfaatkan menjadi produk olahan seperti sayuran, teh, dan manisan, baik itu manisan basah maupun kering. Namun sejauh ini manisan lebih disarankan karena dapat menyamarkan rasa pahit, memperpanjang umur simpan, sekaligus meningkatkan nilai ekonomi buah pare.

Gambar

Tabel 1. Syarat mutu sirup SNI 3544-2013
Gambar 1. Pare
Tabel 2. Kandungan gizi pare per 100 g bahan
Gambar 2. Pepaya Calina
+3

Referensi

Dokumen terkait

s#esialisasi $ang tinggi* maka tata ara #enulisann$a %aring kelihatan se&amp;elum atau#un sesudahn$a' Sesuatu #er&amp;edaan $ang #aling n$ata dari &amp;ahasa ini dengan &amp;ahasa

Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah memberikan rahmat dan hidayahnnya, sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul ” Pengaruh

Sementara wisatawan yang datang ke sini masih wisatawan lokal yang berasal dari masyarakat Kabupaten Sambas maupun dari luar kabupaten, karena ragam atraksi wisata yang ada

Di samping itu, dalam implementasi KTSP pada mata pelajaran Bahasa Indonesia, guru memiliki kebebasan dan keleluasan untuk melakukan inovasi dan penyesuaian-penyesuaian

[r]

Data tersebut merupakan penyimpangan bahasa yang dilakukan oleh siswa SMP dengan memasukkan sistem bahasa lain ke dalam bahasa yang sedang digunakan, yaitu..

PLN (Persero) Unit Induk Pembangunan Sumatera 1 Medan, yang telah membantu peneliti dalam menyelesaikan skripsi ini.. Terimakasih kepada kedua adik peneliti Layli Alfita Nasution

Krisis Situasi Informasi yang tidak adekuat dan kurangnya kemauan pasien untuk mencari informasi Komplikasi pasca operatif (peningkatan tekanan intraokuler, perdarahan)