• Tidak ada hasil yang ditemukan

HUBUNGAN KADAR TRANSFORMING GROWTH FACTOR- BETHA 1 (TGF-β1) SERUM DENGAN DERAJAT ENDOMETRIOSIS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HUBUNGAN KADAR TRANSFORMING GROWTH FACTOR- BETHA 1 (TGF-β1) SERUM DENGAN DERAJAT ENDOMETRIOSIS"

Copied!
14
0
0

Teks penuh

(1)

HUBUNGAN KADAR TRANSFORMING GROWTH FACTOR- BETHA 1 (TGF-β1) SERUM DENGAN DERAJAT ENDOMETRIOSIS

THE CORRELATION BETWEEN THE LEVEL OF TRANSFORMING GROWTH FACTOR- BETHA 1 (TGF-β1) SERUM WITH ENDOMETRIOSIS STADIUM

Fadly Ananda , Mardiah Tahir, Trika irianta

Bagian Obstetri dan Ginekologi, Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

Alamat Korespondensi :

Fadli Ananda Idy

Bagian Obstetri dan Ginekologi Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin Makassar

Email : fadlyananda63@yahoo.c0m HP : (0411)5600200, 081252627271

(2)

Abstrak

Sekresi TGF-β ke dalam cairan peritoneal dari wanita yang mengalami endometriosis menunjukkan bahwa

TGF-β mungkin penting dalam pembentukan dan atau keberlangsungan endometriosis. Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui hubungan kadar Transforming Growth Factor-beta1 (TGF-β1)cairan peritoneum sebagai faktor angiogenik terhadap derajat endometriosis. Penelitian dilakukan di beberapa rumah sakit di Makasar dari bulan Desember 2013 sampai Maret 2014. Sampel penelitian adalah penderita endometriosis yang dilakukan laparaskopi di RS Wahidin Sudirohusodo dan RS Elim Makassar dan memenuhi kriteria inklusi. Dilakukan analisis terhadap 92 orang penderita dan 52 wanita penderita endometriosis.Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar TGF Beta -1 cairan peritoneum kelompok endometriosis berat (stadium III/IV) lebih tinggi dibanding kelompok endometriosis ringan (stadium I/II). (p=0,019) Kadar TGF Beta-1 pada kelompok endometriosis berat meningkat 1,2 kali dibanding dengan kelompok endometriosis ringan. Begitu pula kadar TGF Beta-1 pada kelompok endometriosis ringan meningkat 97,9 kali dibanding dengan kelompok kontrol. Kemudian didapatkan kadar TGF Beta-1 kelompok endometriosis stadium berat meningkat 118,7 kali dibanding dengan kelompok kontrol. Berdasarkan analisa kurva ROC (Receiver Operating Characteristic) maka pada penelitian ini didapatkan nilai 102.00 pg/ml sebagai cut off point tes TGF Beta-1 untuk diagnosa endometriosis dengan spesifitas 100% dan sensitifitas 100%.

Kata kunci : Transforming Growth Faktor Betha -1 (TGF β), Cairan Peritoneum, endometriosis.

Abstract

The secretion of TGF-β in peritoneal fluid of women who have endometriosis showed that TGF-β may be

important in the formation and or sustainability of endometriosis. The study study aims to find out the correlation between the levels of Transforming Growth Factor relationship-beta1 (TGF-β1)in peritoneal fluid as an angiogenic factor and the degree of endometriosis. The research was conducted at several hospitals in Makassar from December 2013 to March 2014 samples were endometriosis patients who had laparoscopy at Wahidin Sudirohusodo and Elim Hospital and met the inclusion criteria. The analysis was conducted on 92 patients and 52 female patients with endometriosis. The results showed that the levels of TGF Beta -1 in the peritoneal fluid of the group with severe endometriosis (stage III / IV) was higher than group with mild endometriosis (stage I / II). (p = 0.019) levels of TGF beta-1 in the endometriosis group weight increased 1.2 times compared with the group of mild endometriosis. While the levels of TGF beta-1 in the group with mild endometriosis increased 97.9 times compared with the control group. Furthermore, the levels of TGF Beta-1 in the group with severe endometriosis increased 118.7 times compared with the control group. Based on analysis of the ROC (Receiver Operating Characteristic) curve this study found the value of 102.00 pg / ml as the cut off point of TGF Beta-1 test for the diagnosis of endometriosis with 100% specificity and 100% sensitivity.

(3)

PENDAHULUAN

Endometriosis adalah gangguan ginekologi kronis yang tergantung pada kadar estrogen (estrogen-dependent) yang biasanya berhubungan dengan nyeri panggul dan infertilitas. Hal ini ditandai dengan adanya jaringan endometrium di bagian luar uterus, paling sering di peritoneum pelvis atau di ovarium, tetapi bisa juga terjadi pada septum retro-vagina dan jarang terjadi di pleura, perikardium atau otak. Prevalensi diperkirakan mengenai 6-10% populasi wanita umum dan 35-50% pasien mengalami rasa nyeri dan atau infertilitas. Endometriosis ditemukan pada usia 30,3 ± 3,9 tahun sedangkan angka kejadian endometriosis pada 197 wanita infertil sebanyak 68 orang (34,5%). (Preciado et al., 2005)

Banyak hipotesis telah dikemukakan tentang patogenesis terjadinya endometriosis, tetapi hipotesis John Sampson pada tahun 1920 tentang menstruasi retrograde yang menyebabkan tertanamnya jaringan endometriotik diluar kavum uteri masih banyak diterima, dengan segala perdebatannya (Jacoeb, 2007).

Teori menstruasi retrograd yang pertama kali diajukan oleh Sampson pada tahun 1920 secara intuitif cukup menarik dan didukung oleh beberapa bukti ilmiah. Menurut teori ini, endometrium eutopik meluruh melalui paten tuba fallopi (kelainan tuba fallopi yang tetap terbuka) menuju ke rongga peritoneal selama menstruasi, pembenaran fenomena ini didukung dengan ditemukannya darah haid dalam cairan peritoneal hingga 90% dari wanita sehat dengan paten tuba falopi yang menjalani laparoskopi selama waktu perimenstrual dari siklus haidnya.. Distribusi anatomi lesi endometriosis juga berpengaruh pada teori menstruasi

retrograd. Implan superfisial lebih sering berada di kompartemen posterior pelvis dan dalam

hemipelvis kiri. Kecenderungan lesi untuk muncul di posterior cul de sac dijelaskan oleh akumulasi aliran menstruasi di bagian dari rongga peritoneal ini karena terpengaruh oleh gravitasi. Ketika meneruskan aliran dari kompartemen anterior ke posterior dalam posisi tegak atau terlentang, posisi rahim retroversi ditemukan lebih berhubungan dengan temuan endometriosis.

Donnez dkk (1998), mengemukakan bahwa beberapa faktor pertumbuhan yang berasal dari makrofag seperti TGF β (Transforming Growth Factor Beta) dan VEGF (Vascular

Endothelial Growth Factor) diduga berperan dalam perkembangan endometriosis melalui

peningkatan neovaskularisasi sel-sel endometrium yang melekat pada peritoneum. Kandidat lain faktor regulasi angiogenesis lokal pada lesi endometriosis antara lain adalah endoglin,

(4)

metalloproteinases 2 dan 9 (Hayrabedyan et al., 2005; Print et al., 2004; Luk et al., 2005;

Giudice and Kao, 2004; Giudice, 2010).

Oosterlynck dkkpada tahun 1994, Ku’pker dkk pada tahun 1998 serta Pizzo dkk pada tahun 2002 mengungkapkan peran TGF-β1 pada endometriosis, kemudian pada tahun 2008

Abdullah N melakukan penelitian untuk melihat peran VEGF dan polimorfisme gen VEGF pada endometriosis. Charles dkk pada tahun 2009 menjelaskan peran endoglin dan TGF-β1

dalam remodeling vaskuler pada angiogenesis endometriotik, Tempfer dan kawan-kawan tahun 2008 Mengamati polimorfisme (509C/T) pada gen TGF-β1 pada beberapa kelompok,

hasil meta-analisis terbaru tidak menemukan hubungan yang konsisten antara endometriosis dan polimorfisme dalam gen TGF-β1 . Manuaba F pada tahun 2012 juga menjelaskan konstribusi Endoglin (CD105) dan polimorfisme gen CD105 pada endometriosis, demikian pula Madya F pada tahun 2013 telah melaporkan peran Endoglin (CD105) sebagai faktor angiogenik pada endometriosis. Selain teori klasik (Sampson) dan beberapa hasil penelitian tersebut diatas, terdapat pula teori alternatif seperti metaplasia kolomik, transportasi melalui pembuluh darah vena atau limfatik, adanya sisa-sisa jaringan embrionik, serta teori terkini adalah transformasi sel sumsum tulang dan stem cell endometrium. Namun hingga saat ini, teori regurgitasi darah menstruasi yang diikuti implantasi sel-sel endomterium dalam kondisi dan situasi yang mendukung, merupakan teori yang paling dapat menjelaskan lokalisasi ektopik.

TGF-β1 terlibat dalam ekspresi gen, motilitas sel, proliferasi, apoptosis, diferensiasi,

respon imun dan tumorigenesis. Pada mamalia, ketiga jenis TGF-β yaitu TGF-β1, TGF-β2

dan TGF-β3, telah dikloning dan terbukti memiliki fungsi in vitro yang tumpang tindih dan

menariknya, pada sel endotel, TGF-β1 dan TGF-β3 terikat pada reseptor aksesori endoglin.

Sekresi TGF-β ke dalam cairan peritoneal dari wanita yang mengalami endometriosis menunjukkan bahwa TGF-β mungkin penting dalam pembentukan dan atau keberlangsungan endometriosis. Penelitian ini bertujuan untuk Mengetahui hubungan kadar Transforming Growth Factor-beta1 (TGF-β1) cairan peritoneum sebagai faktor angiogenik terhadap derajat endometriosis.

BAHAN DAN METODE PENELITIAN

Desain Penelitian

Metode Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan desain potong lintang (Cross Sectional Study).

(5)

Tempat Penelitian di Rumah Sakit pendidikan di Makassar propinsi Sulawesi Selatan yang terdiri dari RSUP. Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS swasta lainnya yang dipakai sebagai rumah sakit jejaring pendidikan.

Populasi dan Sampel

Populasi penelitian adalah semua pasien yang dilakukan laparoskopi di Rumah Sakit pendidikan di Makassar propinsi Sulawesi Selatan, yang meliputi RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo dan RS swasta lainnya yang dipakai sebagai rumah sakit jejaring pendidikan. Sampel adalah semua penderita endometriosis yang dilakukan laparaskopi dengan diagnosis endometriosis yang memnuhi kriteria inklusi dan telah menandatangani surat persetujuan. Metode Pengumpulan Data

Cara pengambilan sampel secara Consecutive Sampling. Yaitu semua anggota populasi di tempat penelitian yang memenuhi syarat inklusi diambil sebagai sampel sampai jumlah sampel terpenuhi.

Analisis Data

Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah : Untuk mengetahui hubungan kadar TGF-β1 cairan peritoneum dengan stadium endometriosis dengan memakai beberapa uji statistik seperti Kruskal Walls, Mann whtiney-U Test, Chi Squqre, Post Hoc, uji korelasi Spearman, Independen T Test, Uji Wilcoxon, Uji Gamma-sommers’d.

HASIL

Selama waktu penelitian mulai bulan Desember 2013 sampai Maret 2014 telah dilakukan penelitian untuk menilai ada, tidaknya hubungan kadar TGF Beta-1 cairan peritoneum dengan derajat endometriosis. Didapatkan 92 orang yang terdiri dari 52 penderita di diagnosis endometriosis dan memenuhi kriteria inklusi dikelompokkan sebagai sampel, serta 40 orang diagnosis bukan endometriosis dikelompokkan sebagai kontrol. Penegakkan diagnosis dan tindakan operatif yang dilakukan adalah dengan laparaskopi.

Tabel 1 menunjukkan bahwa dari semua sampel penelitian tidak didapatkan endometriosis stadium I, namun didapatkan 12 kasus endometriosis stadium II, 15 kasus endometriosis stadium III, dan 25 kasus endometriosis stadium IV. Pada penelitian ini distribusi karakteristik yang ditemukan pada sampel adalah kelompok umur <35 sebanyak 53,3% tahun dan >35 tahun sebanyak 46,7% tidak terlalu jauh, dan hampir sebagian besar sudah menikah (91,3%), mengalami gangguan haid (93,5%) dan infertilitas (91,3%).

(6)

Sebagian besar sampel memiliki IMT yang normal (62%) dan sebagian besar tidak menggunakan alat kontrasepsi (80,4%).

Tabel 2 menunjukkan bahwa distribusi karakteristik yang ditemukan pada sampel adalah tidak ada perbedaaan rerata umur antara endometriosis dan Non endometriosis, karakteristik sampel berupa kelompok umur <35 tahun dan >35 tahun tidak berhubungan dengan kejadian endometriosis pada perempuan, begitupula untuk karakteristik status kawin, IMT, gangguan haid, kontrasepsi dan infertilitas tidak mempunyai hubungan yang bermakna dengan kejadian endometriosis pada perempuan (p>0.05).

Tabel 3 menunjukkan bahwa rerata kadar TGF Beta-1 cairan peritoneum pada kelompok endometriosis adalah 507,05 ±359,298 SD lebih besar dibanding rerata kadar TGF Beta-1 cairan peritoneum pada kelompok kontrol yaitu 34,15 ±53,641 SD. Berdasarkan hasil uji t independent menunjukkan ada perbedaan yang signifikan kadar TGF Beta-1 cairan peritoneum antara kelompok endometriosis dan kontrol (p=0.000<α 0.05).

Tabel 4 menunjukkan bahwa rerata kadar TGF Beta-1 cairan peritoneum pada endometriosis ringan adalah 247,59 ±95.524 SD lebih kecil dibanding rerata kadar TGF Beta1 cairan peritoneum pada endometriosis berat yaitu 584,89±373,249 SD. Berdasarkan hasil uji

Mann-Whitney menunjukkan ada perbedaan yang signifikan kadar TGF Beta-1 cairan

peritoneum antara kelompok endometriosis ringan dan berat (p=0.000<α 0.05).

Tabel 5 menunjukkan bahwa rerata kadar TGF Beta-1 cairan peritoneum pada endometriosis ringan adalah 247,59±95.524 SD lebih besar dibanding rerata kadar TGF Beta-1 cairan peritoneum pada non endometriosis yaitu 34.8Beta-15±53.64Beta-1 SD. Rerata kadar TGF Beta-1 cairan peritoneum pada endometriosis berat adalah 584,59±373.249 SD lebih besar dibanding rerata kadar TGF Beta-1 cairan peritoneum pada non endometriosis yaitu 34.815±53.641 SD. Rerata kadar TGF Beta-1 cairan peritoneum pada endometriosis berat lebih besar dibanding rerata kadar TGF Beta-1 cairan peritoneum pada endometriosis. Berdasarkan hasil uji Kruskal-Wallis menunjukkan ada perbedaan yang signifikan kadar TGF Beta-1 cairan peritoneum antara kelompok endometriosis ringan, berat dan non endometriosis

(p=0.000<α 0.05).

PEMBAHASAN

Penelitian ini memperlihatkan kadar TGF Beta-1 pada kelompok endometriosis meningkat 113,9 kali dibanding dengan kelompok non endometriosis. Dengan uji Mann

Whitney menunjukkan perbedaan yang bermakna. Selanjutnya didapatkan kadar rerata TGF

(7)

Beta-1 kelompok endometriosis berat (stadium III/IV) lebih tinggi dibanding kelompok endometriosis ringan (stadium I/II). Kadar TGF Beta-1 pada kelompok endometriosis berat meningkat 1,2 kali dibanding dengan kelompok endometriosis ringan. Begitu pula kadar TGF Beta-1 pada kelompok endometriosis ringan meningkat 97,9 kali dibanding dengan kelompok non endometriosis. Kemudian didapatkan kadar TGF Beta-1 kelompok endometriosis stadium berat meningkat 118,7 kali dibanding dengan kelompok non endometriosis. Dengan uji T

Independen menunjukkan perbedaan yang bermakna. Hasil penelitian ini menarik untuk TGF-β1, karena hingga saat ini ada dua laporan yang saling bertentangan yang telah dipublikasikan, yang pertama yaitu D'Hooghe dkk tahun 1996 yang menjelaskan bahwa tidak ada hubungan antara tingginya kadar TGF-β1 dengan meningkatnya stages penyakit

endometriosis, hal yang sama dikemukakan oleh Hao dkk tahun 2000. Yang kedua penelitian Pizzo dkk tahun 2002 yang mendapatkan tingginya kadar TGF-β1 terkait dengan

meningkatnya spesifisitas - stages pada endometriosis, demikian pula dua studi lain

sebelumnya oleh Oosterlynck dkk tahun 1994 dan Ku’pker dkk tahun 1998 menunjukkan bahwa subyek dengan endometriosis menunjukkan kadar TGF-β1 yang lebih tinggi dalam

cairan peritoneum.

Kejadian endometriosis meningkat pada usia reproduksi terutama pada periode usia 21-40 tahun dan menurun seiring dengan wanita menjelang memasuki usia menopause yaitu pada periode 41 – 50 (Cramer and Missmer, 2002; McLeod and Retzloff, 2010). Hal ini sesuai dengan laporan penelitian bahwa rerata umur pada sampel endometriosis 34.88±5.840 SD hal ini berbeda dengan temuan Kim et al., 2005 dengan rerata umur 40 tahun sedangkan Abdullah (2008) di Makassar menemukan rerata umur pada sampel adalah 32 tahun (Abdullah, 2008; Kim et al., 2005). Pada kelompok umur ini tidak mempengaruhi perbedaan kadar TGF Beta-1 cairan peritoneum antar kedua kelompok. Pada semua stadium endometriosis, keluhan utama adalah dismenorea didapatkan 93,5 % kasus, namun tidak terdapat hubungan antara keluhan dismenorea dengan stadium endometriosis (p = 0,398), hal ini dijelaskan karena pada semua stadium endometriosis memiliki keluhan dismenorea. Lesi endometriosis memproduksi estrogen secara lokal dan meningkatnya sekresi prostaglandin dan sitokin inflamasi yang menyebabkan rasa sakit dan berkonstribusi untuk infertilitas. (Lobo, 2013) Walaupun beberapa penelitian berpendapat bahwa kegemukan terkait dengan kejadian endometriosis. (Liu et al., 2011; Nagle et al., 2009), namun pada penelitian ini secara umum pada gambaran karakteristik indeks massa tubuh (IMT) penderita endometriosis, untuk IMT normal didapatkan sebanyak 61,54% kasus dan IMT obesitas didapatkan sebanyak 38,46% kasus dari seluruh stadium endomteriosis.

(8)

Penelitian Pupo-Nogeira et al. melaporkan perbedaan yang bermakna antara kelompok endometriosis berat (stadium III/IV) lebih tinggi dibanding kelompok endometriosis ringan (stadium I/II) yaitu 748.00 pg/mL vs 292.50 pg/mL (Pupo-Nogueira et

al., 2007). Penelitian faktor angiogenik lain oleh Hayrabedyan (2005), mendapatkan ekspresi

endoglin positif tidak hanya pada lesi endometriosis, namun juga pada endometrium eutopik wanita dengan endometriosis sehingga disimpulkan endoglin sebagai penanda aktif angiogenesis pada endometriosis (Hayrabedyan et al., 2005).

Banyak peneliti yang berpendapat bahwa peran TGF-β padakasus endometriosis mirip dengan peran TGF-β pada aktivitas pertumbuhan sel kanker. Adapun peran utama TGF-β

pada awal kejadian dan keberlangsungan endometriosis adalah :

Pertama regulasi siklus sel dan pengaruh terhadap proliferasi : Proliferasi sel melewati sebuah siklus yang dibagi menjadi empat fase. Selama fase G1 (gap 1), protein dan RNA disintesis; selama fase S, DNA baru disintesis; selama fase G2 (gap 2), kromosom yang baru digandakan berkondensasi; dan selama fase M, sel mengalami mitosis untuk membentuk dua sel anak (daughter cells). TGF-β mengatur proliferasi selular dengan cara cell-specific. Di

kebanyakan sel epitel, endotel, dan hematopoietik, TGF-β merupakan inhibitor proliferasi sel

yang kuat. TGF-β menahan siklus sel pada fase G1 dengan menstimulasi produksi cyclin-dependent protein kinase inhibitor p15 dan menghambat fungsi atau produksi regulator siklus

sel yang penting, khususnya cyclin-dependent protein kinase 2 dan 4 serta siklin A dan E. Perubahan ini menyebabkan penurunan fosforilasi produk gen retinoblastoma, Rb, yang memungkinkan untuk terikat dan merupakan anggota dari famili faktor transkripsi E2F.

Sequestered E2F kemudian tidak dapat menstimulasi ekspresi gen yang mengatur

perkembangan melalui siklus sel, seperti c-myc dan b-myb. Pada sel-sel kanker, mutasi pada jalur TGF-β memberikan resisten pada penghambat pertumbuhan dengan TGF-β, sehingga

memungkinkan proliferasi sel-sel yang tidak terkendali.

Kedua efek pada metastasis : TGF-β merupakan salah satu regulator untuk produksi dan deposisi matriks ekstraseluler yang paling penting. TGF-β menstimulasi produksi dan mempengaruhi sifat adhesif matriks ekstraselular dengan dua mekanisme utama. 1) TGF-β

menstimulasi fibroblas dan sel-sel lain untuk memproduksi protein matriks-ekstraselular dan protein adhesi-sel, meliputi kolagen, fibronektin, dan integrins. 2) TGF-β menurunkan produksi enzim yang mendegradasi matriks ekstraselular, yang terdiri dari kolagenase, heparinase, dan stromelysin, serta meningkatkan produksi protein yang menghambat enzim yang mendegradasi matriks ekstraseluler, termasuk inhibitor aktivator plasminogen tipe 1 dan inhibitor jaringan metalloprotease. Efek langsung dari perubahan ini adalah untuk

(9)

meningkatkan produksi protein matriks-ekstraseluler dan untuk meningkatkan atau mengurangi sifat adhesif sel dalam cell-specific. (Gerard, 2000).

Ketiga angiogenesis : TGF-β dapat memainkan peran utama dalam proses biologis pembentukan dan kelangsungan endometriosis. TGF-β terlibat dalam ekspresi gen, motilitas

sel, proliferasi, apoptosis, diferensiasi, respon imun dan tumorigenesis, pada sel endotel, TGF-β1 dan TGF-β3 terikat pada reseptor aksesori endoglin. Peran angiogenesis pada endometriosis dimulai dengan melengketnya sel-sel endometritik pada permukaan peritoneum; invasi sel-sel endometritik kedalam mesotelium; rekruitmen sel-sel inflamasi pada di daerah implantasi; kemudian terjadi angiogenesis disekitar daerah implantasi sel-sel endometritik; dan terakhir terjadi proliferasi sel-sel endometritik sebagai endometriosis.

Keempat efek imunosupresif dan stimulasi Chemotactic : TGF-β , yang dihasilkan

oleh semua leukosit, meningkatkan diferensiasinya serta menghambat proliferasi dan aktivasi-nya. Selain itu, TGF-β memberikan stimulasi chemotactic untuk migrasi leukosit dan

mengatur lokalisasi adhesi yang dimediasi molekul (adhesions molecule-mediated

localization) oleh sel-sel ini.

Kelima remodelling : seperti yang telah dijelaskan di atas, TGF-β menekan sistem

imun dan menginduksi komponen matriks-ekstraseluler, sehingga memiliki peran penting dalam penyembuhan luka dan perbaikan jaringan.

Keterlibatan TGF Beta-1 sebagai faktor angiogenik terhadap kejadian endometriosis baik sebagai marker maupun sebagai partisipan aktif angiogenesis telah dibuktikan dalam beberapa penelitian sebelumnya. Penelitian M. Louise Hull dan kawan-kawan yang dilakukan pada tikus, maupun Amelie dan kawan-kawan mendapatkan rerata TGF Beta-1 pada endometrium eutopik penderita endometriosis lebih tinggi daripada kelompok kontrol. (Amelie et al., 2011; Hull et al., 2012) Penelitian lain untuk melihat peranan polimorfisme TGF Beta-1 gen -509 C/T pada patogenesis dan stadium endometriosis menunjukkan bahwa hubungan antara polimorfisme TGF Beta-1 gen -509 C/T terhadap kerentanan terjadinya endometriosis dan peningkatan resiko ensometriosis stadium lanjut tidak signifikan (Fan et

al., 2012).

Kadar TGF Beta-1 cairan peritoneum dapat dijadikan kandidat marker penunjang diagnosis atau penapisan antara kasus endometriosis atau bukan endometriosis serta dari segi penatalaksanaan klinis untuk seleksi kasus dan respon pengobatan endometriosis, dapat juga digunakan sebagai evaluasi penanda berat ringannya stadium endometriosis (prognostik), walaupun secara klinis dalam penegakan diagnosis tetap harus mempergunakan panel

(10)

pemeriksaan mulai dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan mempergunakan pemeriksaan penunjang yang lain.

KESIMPULAN DAN SARAN

Pada penelitian ini terdapat peningkatan yang signifikan terhadap kadar TGF Beta-1 Cairan Peritoneum pada penderita endometriosis dengan perempuan tanpa endometriosis, Juga didapatkan hubungan bermakna antara kadar TGF Beta-1 Cairan Peritoneum dengan stadium endometriosis. Penelitian ini memperjelas peranan TGF Beta-1 dalam patogenesis terjadinya endometriosis, akan tetapi belum dapat diketahui peranannya dalam proses berat ringannya suatu endometriosis. Pada penelitian ini menguatkan peran TGF β-1 pada awal kejadian dan keberlangsungan endometriosis sehingga diperlukan penelitian lebih mendalam terhadap faktor-faktor lain yang berperan dalam patogenesis endometriosis. Penelitian lebih lanjut tentang TGF-β 1 sebagai faktor pertumbuhan bersama-sama dengan penanda lainnya (proangiogenik dan antiangiogenik) perlu dilakukan sehingga dapat digunakan sebagai uji diagnostik endometriosis yang lebih baik.

(11)

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, N. (2008). Analysis Of Vascular Endothelial Growth Factor (Vegf) Gene

Polymorphisms In Endometriosis. post graduate work. makassar, universitas hasanuddin: 40-45.

Amelie F. P. D., et al. (2011). How can macroscopically normal peritoneum

contribute to the pathogenesis of endometriosis? Fertility and Sterility 96(3). Cramer, D. W. and Missmer S. A. (2002). The epidemiology of endometriosis. Ann N Y

Acad Sci 955: 11-22; discussion 34-16, 396-406.

Donnez, J., et al. (1998). Vascular endothelial growth factor (VEGF) in endometriosis. Hum Reprod 13(6): 1686-1690.

Fan Z., et al. (2012). Association between TGF-b1-509C/T polymorphism and

endometriosis: a systematic review and meta-analysis. European Journal of Obstetrics & Gynecology and Reproductive Biology 164: 121-126.

Gerard C. Blobe, M. D., Ph.D, et al. (2000).Role of Transforming Growth Factor β in

Human Disease. N Engl J Med(342:1350-1358): 356.

Giudice, L. C. (2010). Clinical practice. Endometriosis. N Engl J Med 362(25): 2389-2398. Giudice, L. C. and Kao L. C. (2004). endometriosis. lancet 364(9447): 1789-1799.

Hayrabedyan, S, et al. (2005). Endoglin (cd105) and S100A13 as markers of active angiogenesis in endometriosis. Reprod Biol 5(1): 51-67.

Hull, M. L. et al. (2012). Host-Derived TGFB1 Deficiency Suppresses Lesion

Development in a Mouse Model of Endometriosis. The American Journal of Pathology 180(3).

Jacoeb, T. Z. (2007). Endometriosis sebagai tantangan untuk peningkatan mutu reproduksi manusia [Pidato Pengukuhan Guru Besar]. Jakarta, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

Kim, S. H., et al. (2005). Vascular endothelial growth factor gene +405 C/G polymorphism is associated with susceptibility to advanced stage endometriosis. Hum Reprod 20(10): 2904-2908.

Liu, C., et al. (2011). Realization of low frequency and controllable bandwidth squeezing based on a fourwavemixing amplifier in rubidium vapor. Opt Lett 36(15): 2979 -2981.

Lobo, R. A. (2013). Endometriosis Etiology, Pathology, Diagnosis, Management. \ Comprehensive Gynecology, elsevier. 6: 433-452.

Luk, J., et al. (2005). Regulation of interleukin-8 expression in human endometrial

endothelial cells: a potential mechanism for the pathogenesis of endometriosis. J Clin Endocrinol Metab 90(3): 1805-1811.

McLeod, B. S. and Retzloff M. G. (2010). Epidemiology of endometriosis: an assessment of risk factors. Clin Obstet Gynecol 53(2): 389-396.

Nagle, C. M., et al. (2009). Relative weight at ages 10 and 16 years and risk of endometriosis: a case-control analysis. Hum Reprod 24(6): 1501-1506.

(12)

laparoscopic characteristics]. Ginecol Obstet Mex 73(9): 471-476.

Print, C., et al. (2004). Soluble factors from human endometrium promote angiogenesis and regulate the endothelial cell transcriptome. Hum Reprod 19(10): 2356-2366.

Pupo-Nogueira, A. et al. (2007). Vascular endothelial growth factor concentrations in the serum and peritoneal fluid of women with endometriosis." International Journal of Gynecology and Obstetrics 99: 33-37.

Tabel 1. Distribusi Karakteristik sampel Penelitian

KARAKTERISTIK JUMLAH (n) PERSENTASE (%)

Derajat Endometriosis:Stadium IStadium IIStadium IIIStadium IV 0 12 15 25 0 23,1 28,8 48,1 Dismenore :YaTidak 86 6 93,5 6,5 Infertil :TidakPrimerSekunder 8 58 26 8,7 63,0 28,3 Umur :≤ 35 Tahun> 35 Tahun 49 43 53,3 46,7 Status Kawin :YaTidak 84 8 91,3 8,7 IndeksMasaTubuh :Normal weightOverweight 57 35 62.0 38.0 Kontrasepsi :TidakPakaiPakai 74 18 80,4 19,6

Tabel 2. Analisis Bivariat

KARAKTERISTIK Endometriosis Non Endometriosis Nilai-p

N % N % Umur :≤ 35 Tahun> 35 Tahun 27 25 55.1 58.1 22 18 44.9 41.9 0.934** Status Kawin :YaTidak 48 4 57.1 50.0 36 4 42.9 50.0 0.724**** IMT :OverweightNormal 20 32 57,1 56.1 15 25 42.9 43.9 1.000** Dismenore :YaTidak 50 2 58.1 33.3 36 4 41.9 66.7 0.398****

(13)

Kontrasepsi :PakaiTidak Pakai 10 42 55.6 56.8 8 32 44.4 43.2 1.000** Infertil :TidakPrimerSekunder 4 34 14 50.0 58.6 53.8 4 24 12 50.0 41.4 46.2 0.853***

Tabel 3. Tabel perbandingan kadar rerata TGF Beta-1 cairan peritoneum pada Endometriosis dan Non Endometriosis. Sampel N Kadar TGF Beta-1cairan peritoneum (pg/mL) Range (SD) Nilai p Endometriosis 52 507,05 ±359.298 0.000 Non Endometriosis 40 34,15 ±53.641

Keterangan : Hasil analisis uji T Independen : Menunjukan perbedaan yang bermakna (p<0,05)

Tabel 4.Tabel perbandingan kadar rerata TGF Beta-1 cairan peritoneum menurut kelompok kasus Endometriosis ringan (I/II) dan berat (III/IV).

Stadium N Kadar TGF Beta-1 cairan peritoneum (pg/mL) Range (SD) Nilai p I/II (Ringan) 12 247,59 ±95.524 0.000 III/IV (Berat) 40 584,89 ±373.249

Keterangan : Hasil analisis uji Mann-Whitney

Tabel 5. Tabel Perbandingan kadar rerata TGF Beta-1 cairan peritoneum antara stadium I/II (endometriosis ringan), stadium III/IV (endometriosis berat) dan non endometriosis.

Sampel N Kadar TGF Beta-1 cairan peritoneum (pg/mL) Range (SD) Nilai p I/II (Ringan) 12 247,59 ±95.524 0.000 III/IV (Berat) 40 584,59 ±373.249 Non Endometriosis 40 34,15 ±53.641

(14)

Gambar

Tabel 1. Distribusi Karakteristik sampel Penelitian
Tabel 5. Tabel Perbandingan  kadar  rerata TGF  Beta-1 cairan  peritoneum antara  stadium  I/II (endometriosis ringan), stadium III/IV (endometriosis berat) dan non endometriosis.

Referensi

Dokumen terkait

In short, it can be formulated that the subtitle is acceptable if the subtitle can be accepted in the TL culture, the words used in the TL is commonly used in everyday

However, for the SXB experiments with weighted control points, whenever PM did a two-stage optimization and/or an orientation procedure was used, the results differed by up to half

[r]

Adalah siswa SMK bidang keahlian Pastry di kota Surabaya, yang masing- masing diwakili oleh dua (2) orang peserta, untuk bidang &#34;Ladies Dressmaking&#34; yang

Instrumen pengumpulan data yang dapat digunakan dalam asesmen kebutuhan, di antaranya adalah (1) instrumen dengan pendekatan masalah, seperti Alat Ungkap Masalah Umum

Kepada sahabat-sahabatku angkatan 2007 (Like D’antz), Nila, Risma, Mayka, Rysa, Putri, Ria, Umi, Desy, Eva, Maria, Aini, Natal, Siti, Else, Asril, Mirza, Affan, Ncay, Resti,

Pada kesempatan lain seiring berkembangnya usaha inii kami akan menyediakan jasa perawatan untuk helm itu sendiri agar tetap terlihat bersihi tahan lamai tdak

Hasil dari analisis strategi tersebut yang menunjukkan bahwa kawasan agropolitan dapat mendukung penigkatan nilai produksi komoditi unggulan hortikultura Pengembangan wilayah