39 3. PENDEKATAN SISTEM
3.1 Pengertian Sistem
Sistem adalah suatu elemen yang berada dalam keadaan saling berhubungan untuk suatu tujuan yang sama. Dengan demikian, pendekatan sistem selalu mencari mencari keterpaduan antar bagian melalui pemahaman yang utuh dalam suatu kerangka fikir (Marimin, 2005). Muhammadi et al. (2001) mendefinisikan sistem sebagai keseluruhan interaksi antar unsur dari sebuah
obyek dalam batas lingkungan tertentu yang bekerja mencapai tujuan.
Karakteristik penting dalam suatu sistem adalah berorientasi pada tujuan (cybernetic) bukan pada prosedur, menyeluruh (holistic) bukan parsial, dan menekankan efektivitas bukan efisiensi (Marimin, 2005). Pengertian sistem secara skematis dijelaskan pada Gambar 3.1.
Gambar 3.1. Pengertian Sistem (Marimin, 2005)
Menurut Gideon et al. (2005) ilustrasi sistem seperti Gambar 3.1 di atas adalah sebuah sistem tunggal. Di dalam sebuah sistem bisa terdapat systems of
systems, yaitu “a system built from independent systems that are managed separately from the larger system” (sebuah sistem yang dibangun dari
sistem-sistem independen yang dikelola secara terpisah dari suatu sistem-sistem yang lebih besar). Semakin banyak sub-sistem yang terdapat dalam sebuah sistem, menjadikan sistem itu semakin kompleks atau rumit. Istilah kompleksitas tidak selalu berarti sulit difahami.
Interaksi Elemen (E) Tujuan/ Sub tujuan E2 E1 E3 E4 E5
40
Meriam Webster Online (http://www.webster.com) menawarkan definisi
complexity is a whole made up of complicated or interrelated parts. Menurut
Bar-Yam (1997) di dalam Myller (2005), untuk memahami prilaku sebuah sistem yang kompleks harus difahami bagaimana elemen dalam sistem itu bergerak bersama untuk membentuk prilaku secara keseluruhan (interrelated); bukan hanya prilaku satu elemen. Bagian dari sebuah sistem kompleks, sering kali merupakan sistem kompleks itu sendiri. Suatu sistem yang terdiri dari beberapa elemen sederhana, namun prilaku kolektifnya merupakan sesuatu yang kompleks. Inilah yang disebut emergent of complexity yang membentuk kerumitan (complicated).
Bar-Yam (1997) di dalam Myller (2005) kemudian menawarkan definisi kompleksitas sistem adalah “the amount of information needed in order to
describe it. The complexity depends on the level of detail required in the description” (besarnya informasi yang dibutuhkan untuk menjelaskan sistem itu.
Kompleksitas ini tergantung pada tingkat rincian yang dibutuhkan untuk deskripsi tersebut). Ada tiga cara yang umum digunakan untuk mereduksi kompleksitas sistem ini, yaitu: penyekatan (partitioning), pembuatan hierarki, dan independensi. Sementara menurut Vanderveen et al. (2007), kompleksitas ini dapat direduksi dengan cara simplifikasi, standarisasi, otomatisasi, dan integrasi.
Persyaratan suatu substansi yang dikaji dengan pendekatan sistem menurut Eriyatno (1999) adalah:
1) Kompleks, menggambarkan iteraksi antar elemen yang cukup rumit.
2) Dinamis, semua faktor atau elemen yang menyusun suatu sistem berubah menurut waktu.
3) Probabilistik, yakni diperlukan suatu fungsi peluang di dalam inferensi dan rekomendasi.
Metodologi sistem dimaksudkan untuk mendapatkan suatu gugus alternatif sistem yang layak mencakup kebutuhan-kebutuhan yang telah diidentifikasikan dan diseleksi. Tahap ini dimulai dengan berusaha memahami kebutuhan sistem yang harus dicukupi. Metodologi sistem dilakukan melalui enam tahapan analisis sebelum sampai pada tahapan sintesa (rekayasa), yaitu: (1) Analisa kebutuhan, (2) Identifikasi sistem, (3) Formulasi masalah, (4) Pembentukan alternatif sistem, (5) Determinasi dari realisasi fisik, sosial dan politik, (6) Penentuan kelayakan
41 finansial. Langkah pertama sampai ke enam umumnya dilakukan dalam satu kesatuan kerja yang dikenal sebagai analisis sistem (Gambar 3.2).
Gambar 3.2. Tahapan analisis sistem (Eriyatno 1999)
Teori sistem adalah perspektif teoritis yang menganalisis suatu fenomena yang dipandang sebagai kesatuan utuh bukan penyederhanaan berupa penjumlahan semua element. Fokus sistem adalah interaksi dan hubungan di antara bagian-bagian untuk memahami suatu entitas organisasi, fungsi dan hasil. Perspektif ini berimplikasi pada debat antara kaum holisme dan reduksionisme (Mele et al., 2010). Istilah holistic/holism berasal dari bahasa Yunani holos (whole/keseluruhan) yang secara filosofis berarti certain whole is greater than the
sum of their parts. Hal ini menjadikannya berbeda dengan pendekatan
konvensional kaum reduksionis yang cenderung melakukan simplikasi dan memecah masalah menjadi kepingan-kepingan kecil guna mereduksi kompleksitas. Pendekatan reduksionis atau analisis ini menggunakan basis aksioma bahwa the whole is equal to the sum of its parts. Istilah “analysis” sendiri menurut Daum (2001) berarti “to break into constituent parts”. Sebaliknya sintesis (system thinking) adalah combining of elements into a whole atau focuses
on how the thing being studied interacts with the other constituents of the system
42
Pendekatan sistem memberikan gambaran yang lebih luas mengenai variabel-variabel yang harus ditangani dalam mengelola suatu sistem organisasi, tapi pendekatan sistem juga memiliki kelemahan yaitu menambah kompleksitas analisis yang kadang-kadang mengakibatkan kebingungan terutama bagi peneliti atau pemakai pemula (Marimin, 2005).
3.2 Berfikir Sistem
Berfikir sistem (systems thinking) menurut Forrester (1994) tidak memiliki definisi ataupun penggunaan yang jelas. Istilah ini diterapkan pada bidang Soft
Operation Research. Systems thinking sering juga disebut systems dynamics
(Forrester, 1994; Daum, 2001). Systems thinking bisa berarti pentingnya berfikir tentang sistem, bicara sistem atau pengetahuan tentang sistem (Forrester, 1994).
Menurut Daum (2001) systems thinking adalah suatu teknik untuk mengidentifikasi batas pertumbuhan dengan cara yang sistematis untuk mendapatkan gambaran utuh suatu sistem bisnis agar dapat membuat pilihan yang benar guna meningkatkan manfaat aktivitas inovasi. Sistem dinamis dikembangkan untuk mengkaji dan menata suatu sistem dengan umpan-balik yang kompleks dalam bisnis maupun sosial. Konsep ini dikembangkan oleh Prof. Jay W. Forrester pada awal tahun 1960-an. Perbedaan systems thinking dengan pendekatan lainnya dalam mengkaji sistem yang kompleks adalah adanya
feedback loop. Menurut Muhammadi et al. (2001) syarat awal berfikir sistemik
adalah ada adanya kesadaran untuk mengapresiasi dan memikirkan suatu kejadian sebagai sebuah sistem.
Cara berfikir sistem, menurut Daum (2001) menghasilkan pemahaman yang lebih baik dan kadang-kadang menghasilkan solusi yang sangat berbeda dibandingkan dengan hasil yang diperoleh dari pendekatan tradisional (analisis), khususnya jika obyek yang dikaji adalah kompleks dan dinamis atau menghadapi masalah umpan balik dari sumber lain, internal ataupun eksternal.
3.3 Model dan Simulasi
Model adalah suatu bentuk penyederhanaan suatu sistem untuk mempermudah prediksi dan kalkulasi, atau tiruan suatu gejala atau proses. Model ini dapat dikelompokkan menjadi kuantitatif (matematik, statistik, komputer),
43 kualitatif (gambar, diagram atau matriks hubungan antar elemen), dan ikonik (tiruan dalam skala yang lebih kecil) (Muhammadi et al., 2001). Model menurut Thacker et al. (2004) adalah deskripsi konseptual/ matematis/numerik skenario fisik tertentu, termasuk geometrik, material, inisial dan batas data. Adapun simulasi merupakan peniruan perilaku gejala atau proses. Simulasi bertujuan membuat analisis dan peramalan perilaku gejala atau proses tersebut di masa depan (Muhammadi et al., 2001). Simulasi dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut: 1) Penyusunan konsep; 2) Pembuatan model 3) Simulasi; 4) Validasi. Tahapan ini disajikan pada Gambar 3.3.
Gambar 3.3. Tahap-tahap simulasi model (Muhammadi et al., 2001)
Menurut Fishwick (1995) simulasi komputer adalah disiplin rancangan model aktual maupun teoritis sistem fisik, menjalankan model pada sebuah komputer digital, dan menganalisa hasil eksekusi. Simulasi menerapkan prinsip
learning by doing. Pada simulasi, terdapat tiga sub bidang utama; disain model,
eksekusi model, dan analisis model. Penggunaan model simulasi untuk penyelesaian masalah dan pembuatan keputusan terus meningkat. Pengembang dan pemakai model, pembuat keputusan yang menggunakan informasi hasil pemodelan, orang-orang yang terkena dampak keputusan berbasis model, sangat perlu memastikan bahwa model berikut hasilnya adalah “benar”. Keperluan ini bisa dicapai melalui verifikasi dan validasi (V&V) model. Selain itu ada istilah akreditasi model yang menentukan apakah model memenuhi kriteria akreditasi tertentu (Sargent, 2004). Gejala/proses Model validasi simulasi Penyusunan konsep Pembuatan model
44
Verifikasi dan Validasi merupakan elemen penting dalam studi simulasi. Tanpa V&V maka sebuah model simulasi tidak bermakna (Robinson, 1997). Verifikasi adalah proses untuk memastikan bahwa disain model (model konseptual) telah ditranformasikan ke dalam model komputer dengan akurasi yang memadai; atau membuat model dengan benar. Validasi adalah proses untuk memastikan bahwa model cukup akurat sesuai tujuan rancangan; atau membuat model yang benar (Sargent, 2004). Istilah akreditasi model berarti sertifikasi resmi bahwa model dapat diterima dan digunakan untuk tujuan tertentu Proses pengembangan model, verifikasi dan validasi disajikan pada Gambar 3.4.
Gambar 3.4. Proses pemodelan, verifikasi dan validasi (Sargent, 2004)
Beberapa istilah yang perlu difahami dalam Gambar 3.4 di atas adalah:
• Entitas masalah (sistem): sistem nyata, gagasan, situasi, kebijakan atau
fenomena yang akan dimodelkan.
• Model konseptual: representasi matematis/logis/verbal atau tiruan sistem yang
dibangun untuk kajian tertentu.
• Model komputer: model konseptuan yang diimplementasikan pada komputer.
• Validasi model konseptual: memastikan bahwa teori dan asumsi yang
melandasi model konseptual sudah benar dan representasi model terhadap entitas masalah sudah sesuai dengan tujuan pemodelan.
Entitias masalah Model komputer Model konseptual Validitas operasional Validitas model konseptual Validitas data Verifikasi model komputer Pemrograman komputer & implementasi Analisis & pemodelan Eksperimentasi
45
• Verifikasi model komputer: memastikan bahwa pemrograman dan
implementasi komputer pada model konseptual sudah benar.
• Validasi operasional: memastikan bahwa keluaran model cukup akurat sesuai
dengan tujuan pemodelan.
• Validasi data: memastikan bahwa kebutuhan data untuk membangun,
evaluasi, pengujian dan percobaan pemodelan untuk menyelesaikan masalah sudah memadai dan benar.
Thacker et al. (2004) merinci proses pengembangan model seperti disajikan pada Gambar 3.5.
Gambar 3.5. Proses pengembangan model, verifikasi dan validasi (Thacker et al., 2004)
Adapun langkah-langkah yang harus ditempuh untuk melakukan simulasi yang sahih menurut Law (2008) disajikan pada Gambar 3.6. Law (2008) merinci lebih jauh langkah-langkah yang dibutuhkan untuk dapat melakukan simulasi yang sahih dan kredibel (Tabel 3.1).
Realitas kebutuhan Model konseptual Validasi eksperimen Model matematika Abstraksi
Pemodelan fisik Pemodelan matematika
Eksperimentasi Implementasi Data eksperimental Model komputer Kuantifikasi ketidakpastian Kuantifikasi ketidakpastian Hasil eksperimental Hasil simulasi Perbandingan kuantitatif Validasi model Verifikasi kode & kalkulasi Kalkulasi Pre-Test Diterima? Realitas kebutuhan berikutnya Revisi model / eksperimen Kegiatan penilaian Kegiatan pemodelan, simulasi & eksperimen Ya Tidak Realitas kebutuhan Model konseptual Validasi eksperimen Model matematika Abstraksi
Pemodelan fisik Pemodelan matematika
Eksperimentasi Implementasi Data eksperimental Model komputer Kuantifikasi ketidakpastian Kuantifikasi ketidakpastian Hasil eksperimental Hasil simulasi Perbandingan kuantitatif Validasi model Verifikasi kode & kalkulasi Kalkulasi Pre-Test Diterima? Realitas kebutuhan berikutnya Revisi model / eksperimen Kegiatan penilaian Kegiatan pemodelan, simulasi & eksperimen Realitas kebutuhan Model konseptual Validasi eksperimen Model matematika Abstraksi
Pemodelan fisik Pemodelan matematika
Eksperimentasi Implementasi Data eksperimental Model komputer Kuantifikasi ketidakpastian Kuantifikasi ketidakpastian Hasil eksperimental Hasil simulasi Perbandingan kuantitatif Validasi model Verifikasi kode & kalkulasi Kalkulasi Pre-Test Diterima? Realitas kebutuhan berikutnya Revisi model / eksperimen Kegiatan penilaian Kegiatan pemodelan, simulasi & eksperimen Kegiatan penilaian Kegiatan pemodelan, simulasi & eksperimen Ya
46
Gambar 3.6. Tujuh tahap simulasi (Law, 2008)
Tabel 3.1. Kegiatan untuk melakukan simulasi yang sahih
Kegiatan No. aplikasi
1. Memformulasi masalah dengan tepat (precise) 2. Melakukan wawancara dengan pakar terkait masalah 3. Berinteraksi dengan pembuat keputusan secara reguler
4. Menggunakan teknik kuantitatif untuk memvalidasi komponen simulasi
5. Mendokumentasikan model konseptual
6. Melakukan langkah terstruktur pada setiap tahap model konseptual
7. Melakukan analisis sensitivitas untuk menentukan faktor penting 8. Memvalidasi output dari keseluruhan simulasi
9. Menggunakan plot grafis dan animasi pada data keluaran simulasi 10.Menggunakan teknik statistik untuk membandingkan simulasi dan
data keluaran sistem
1 1, 2 1 s/d 7 2 2 3 5 5 5, 6, 7 5 Sumber: Law (2008) F o r m u la s i m a s a la h M e n g u m p u lk a n in f o r m a s i/ D a ta & m e m b a n g u n m o d e l k o n s e p tu a l M o d e l k o n s e p tu a l v a lid ? P e m r o g r a m a n m o d e l M o d e l p r o g r a m v a lid ? M e r a n c a n g , m e la k u k a n & m e n g a n a lis a p e r c o b a a n Y a Y a T id a k T id a k D o k u m e n ta s i & h a s il r in g k a s s im u la s i 1 2 3 4 5 6 7 F o r m u la s i m a s a la h M e n g u m p u lk a n in f o r m a s i/ D a ta & m e m b a n g u n m o d e l k o n s e p tu a l M o d e l k o n s e p tu a l v a lid ? P e m r o g r a m a n m o d e l M o d e l p r o g r a m v a lid ? M e r a n c a n g , m e la k u k a n & m e n g a n a lis a p e r c o b a a n Y a Y a T id a k T id a k D o k u m e n ta s i & h a s il r in g k a s s im u la s i 1 2 3 4 5 6 7