• Tidak ada hasil yang ditemukan

Keywords: Spermatozoa, Spermatozoa Counters, Labelling, Eccentricity, Digital Microscope.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Keywords: Spermatozoa, Spermatozoa Counters, Labelling, Eccentricity, Digital Microscope."

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Penghitung Jumlah Spermatozoa Berdasarkan Data Mikroskop Digital Dengan Metode Pengolahan Citra

Aldo Candra1, Imam Sapuan2, Franky Chandra S.A3

1,2,3 Program Studi Teknobiomedik, Departemen Fisika Fakultas Sains dan Teknologi Universitas Airlangga Surabaya

Abstract

This research was carried out to design a system capable of counting spermatozoa in the sample data using a digital microscope image labeling methods and eccentricity. Number of data samples used image spermatozoa as many as 14 samples. Before it is detected, sampled spermatozoa image is converted into grayscale image, and then filtered with a low pass filter to eliminate noise. Histogram of the image data is obtained average threshold value of 175 for thresholding. Done to improve the image erosion and dilation by 6 pixels. Edge image obtained from the dilation by canny-edge detection. Digital image processing segmentation results then performed labeling and eccentricity. Separation of objects with object area threshold value using the labeling. With eccentricity use, objects can certainly be counted as spermatozoa head. Thus, the design of the system has been able to count the number of spermatozoa produced in 14 samples of image data with 100% accuracy.

Keywords: Spermatozoa, Spermatozoa Counters, Labelling, Eccentricity, Digital Microscope.

(2)

Abstrak

Penelitian ini dilakukan untuk mendesain suatu sistem yang mampu menghitung spermatozoa dalam data sampel citra mikroskop digital menggunakan metode labelling dan eccentricity. Jumlah data sampel citra spermatozoa yang digunakan sebanyak 14 sampel. Sebelum dideteksi, sampel citra spermatozoa diubah menjadi citra grayscale, lalu difilter dengan low pass filter untuk menghilangkan noise. Dari data histogram citra didapatkan nilai rata-rata ambang sebesar 175 untuk thresholding. Untuk memperbaiki citra dilakukan erosi dan dilasi sebesar 6 pixel. Didapatkan tepi citra dari hasil dilasi dengan canny-edge detection. Hasil segmentasi pengolahan citra digital kemudian dilakukan labelling dan eccentricity. Pemisahan objek dengan nilai ambang luasan objek dengan menggunakan labelling. Dengan eccentricity, objek yang terhitung dapat dipastikan berupa kepala spermatozoa. Jadi, desain sistem yang telah dihasilkan mampu menghitung jumlah spermatozoa pada 14 data citra sampel dengan akurasi 100%.

Kata kunci: Spermatozoa, Hitung spermatozoa, Labelling, Eccentricity, Mikroskop digital.

(3)

1. Pendahuluan

Spermatozoa merupakan sel sperma normal penentu dari kesuburan seorang pria. Konsentrasi atau jumlah dari spermatozoa sangatlah penting, tidak semua spermatozoa memiliki kesempatan yang sama dalam membuahi ovum. Semakin banyak jumlah atau tinggi konsentrasi spermatozoa normal seorang pria maka semakin subur sperma yang dimiliki pria tersebut.

Spermatozoa memiliki ukuran yang sangat kecil, yaitu pada pada kisaran 35-60 mikron, jumlah spermatozoa hanya dapat diamati menggunakan mikroskop. Hanya saja dalam setiap cc cairan terdapat jutaan spermatozoa. Para laboran dan dokter harus melihat dan menghitung jumlah spermatozoa normal pada tiap lapang pandang mikroskop secara perlahan dan teliti, sehingga diperlukan waktu yang cukup lama untuk mengamati konsentrasi spermatozoa pada sampel.

Alasan di atas menjadi dasar penelitian dibuatnya software penghitung jumlah spermatozoa, yang dapat membantu penentuan konsentrasi spermatozoa. Program meliputi grayscale, low pass filter, thresholding, morphological processing, canny-edge detection. Segmentasi dan penghitungan spermatozoa menggunakan metode labelling dan eccentricity.

Penelitian ini digunakan metode labelling dan eccentricity untuk menghitung jumlah spermatozoa, diilhami oleh penelitian Adi Pamungkas dkk [3], yang menghitung sel darah merah menggunakan metode labelling. Dalam hal ini, penulis menggunakan spermatozoa manusia sebagai objek pada pengamatan yang akan dilakukan dengan menggunakan mikroskop digital. Spermatozoa hanya dilihat untuk dihitung jumlahnya, bukan tingkat kesuburannya. Spermatozoa yang dihitung jumlahnya berupa citra dari hasil pengamatan menggunakan mikroskop digital.

2. Dasar Teori

2.1. Preparasi Sampel Sperma

Untuk mengambil sampel sperma, ada beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam mempersiapkan proses pengambilan sampel sperma. Ada 6 hal yang perlu diperhatikan, sebagai berikut:

(4)

1. Sampel harus dikumpulkan dalam sebuah ruangan pribadi di dekat laboratorium, untuk membatasi paparan semen (sampel sperma) terhadap fluktuasi suhu dan untuk mengontrol waktu antara pengumpulan dan analisis. 2. Sampel harus dikumpulkan setelah minimal 2 hari dan maksimal 7 hari

pantang seksual. Jika sampel tambahan yang diperlukan , jumlah hari pantang seksual harus menjadi sebagai konstan mungkin pada setiap kunjungan. 3. Pria (pasien) harus diberikan instruksi yang jelas secara tertulis dan lisan

tentang pengambilan sampel semen. Ini harus menekankan bahwa sampel sperma harus lengkap dan pasien harus melaporkan jika ada cairan sperma yang tidak berhasil tertampung pada botol sampel.

4. Sampel harus diperoleh dengan masturbasi dan ejakulasi, cairan sperma diejakulasikan pada wadah yang bermulut lebar dan terbuat dari kaca atau plastik, yang telah dikonfirmasi non-toksik bagi spermatozoa.

5. Spesimen kontainer harus disimpan pada suhu kamar, antara 20°C hingga 37°C, untuk menghindari perubahan besar dalam suhu yang dapat mempengaruhi spermatozoa setelah mereka diejakulasikan ke dalamnya. Ini harus diberi label dengan nama orang dan nomor identifikasi, dan tanggal dan waktu pengambilan.

6. Perhatikan dalam laporan jika sampel tidak lengkap, banyak spermatozoa yang mungkin hilang. Jika sampel tidak lengkap, sampel berikutnya dapat dikumpulkan lagi setelah periode pantang dari 2-7 hari.

2.2. Pembuatan Preparat Basah Sperma

Segera setelah diejakulasi ke dalam pembuluh pada penis, biasanya massa semen digumpalkan semipadat. Dalam beberapa menit pada suhu kamar, semen biasanya mulai mencair (menjadi lebih tipis), pada saat itu campuran heterogen gumpalan-gumpalan akan terlihat dalam cairan. Saat pencairan berlanjut, semen menjadi lebih homogen dan cukup berair, dan dalam tahap akhir hanya daerah kecil yang tetap koagulasi (menggumpal). Sampel lengkap biasanya mencair dalam waktu 15 menit pada suhu kamar, meskipun terkadang mungkin memakan waktu hingga 60 menit atau lebih.

(5)

Sampel semen cair normal mungkin berisi seperti butiran jelly (agar-agar), ini dapat mengganggu signifikansi klinis. Kehadiran helai lendir, bagaimanapun bentuknya, dapat mengganggu analisis semen. Berikut merupakan proses pembuatan preparat basah sampel sperma:

1. Sebelum diteliti sampel semen (cairan sperma) dicampur terlebih dahulu dengan baik dalam wadah (kontainer), mencampur tidak dengan begitu keras sehingga terbentuk gelembung udara. Jangan mencampur dengan mixer vortex dengan kecepatan tinggi karena hal ini akan merusak spermatozoa. 2. Menghapus (meletakkan) semen pada preparat segera setelah pencampuran,

sehingga tidak ada waktu bagi spermatozoa untuk keluar suspensi.

3. Menghapus volume standar semen, misalnya 1 tetes pipet sperma ke kaca obyek preparat steril.

4. Obyek preparat ditutup dengan coverslip, 22 mm x 22 mm, pastikan berat coverslip menyebar ke seluruh sampel pada obyek preparat.

5. Perlu dihindari pembentukan dan perangkap gelembung udara antara coverslip dan slide.

6. Pengamatan preparat basah yang baru dibuat harus dilakukan secepatnya, karena sampel sperma rawan mudah untuk rusak.

3. Metodologi

Diagram blok software merupakan gambaran umum dari alur program yang telah dibuat. Data yang dipakai dasar penelitian alat adalah berupa sampel sperma yang diambil pasien uji. Diagram blok program utama yang menjadi dasar pembuatan diagram alir untuk pemrograman dipaparkan pada Gambar 3.1.

(6)

Gambar 3.1 Diagram Blok Pemrograman

3.1. Grayscale

Untuk mengubah citra berwarna yang mempunyai nilai 3 layer matriks masing-masing r, g dan b menjadi 1 layer matriks citra grayscale dengan nilai gray, maka konversi dapat dilakukan dengan mengambil dari nilai r, g dan b sehingga dapat dituliskan menjadi:

gray = 0.2989 * r + 0.5870 * g + 0.1140 * b (1) Menampilkan gambar Snapshot gambar Mulai Data Citra Sampel Sperma

PENGOLAHAN CITRA DIGITAL

Filtering Thresholding Edge Detection Morphological Processing Selesai Labelling Eccentricity Penghitungan Jumlah citra sel

spermatozoa

Menampilkan hasil penghitungan

(7)

3.2. Low Pass Filter

Pentapisan (filtering) pada pengolahan citra biasa disebut dengan pentapisan spasial. Pada proses pentapisan, nilai pixel baru umumnya dihitung berdasarkan pixel tetangga. Proses penapisan spasial tidak dapat dilepaskan dari teori kernel (mask) dan konvolusi [4].

Filtering yang digunakan pada metode penelitian pembuatan program penghitung spermatozoa ini adalah Low Pass Filter. LPF digunakan karena dalam prosesnya citra sampel spermatozoa perlu dihaluskan dan dikurangi dari noise tanpa menghilangkan gradasi warna yang ada. Dalam sistemnya filtering menggunakan metode konvolusi dengan kernel, pada perancangan program penghitung spermatozoa ini, menggunakan kernel Low Pass Filter sebagai berikut:

3.3. Thresholding

Thresholding digunakan untuk mengatur jumlah derajat keabuan yang ada pada citra. Dengan menggunakan thresholding maka derajat keabuan bisa diubah menjadi citra biner dengan penentuan nilai ambang sesuai keinginan. Proses thresholding pada dasarnya adalah proses pengubahan kuantisasi pada citra, sehingga untuk melakukan thresholding derajat keabuan untuk menghasilkan citra biner dapat digunakan persamaan (2).

( , ) =

1 ( , ) ≥ 0 ( , ) <

(2)

Dengan g(x,y) adalah citra biner dari citra grayscale f(x,y), dan T menyatakan nilai ambang. Nilai T memegang peranan yang sangat penting dalam proses thresholding. Nilai T didapatkan dari rata-rata nilai pixel yang muncul dari tiap histogram citra yang digunakan pada penelitian. Nilai histogram yang dipilih dari tiap citra spermatozoa adalah nilai yang muncul sebelum ada bukit pada grafik histogram atau dengan kata lain mencari nilai pada lembah grafik

(8)

histogram. Nilai rata-rata dari 14 citra spermatozoa yang digunakan yaitu sebesar 175.

3.4. Morphological Processing

Morphological processing pada dasarnya terdiri atas dua operasi dasar, yakni dilasi dan erosi [1]. Erosi adalah pengubahan pixel foreground yang bernilai 1 menjadi background yang bernilai 0. Sebaliknya, dilasi adalah pengubahan pixel background yang bernilai 0 menjadi foreground yang bernilai 1.

Morphological processing digunakan untuk mengurangi daerah-daerah kecil yang menempel pada spermatozoa yang dapat mengganggu segmentasi area kepala spermatozoa. Dua macam operasi dalam morphological processing yang digunakan adalah erosi dan dilasi.

Gambar 2.1 Proses erosi dan dilasi pada citra biner [5]

Erosi yang kemudian diikuti operasi dilasi dilakukan dengan SE (structuring element) yang sama. SE adalah sebuah operator yang mempengaruhi kinerja morphological processing. Apabila SE adalah sebuah array, maka operasi erosi atau dilasi dilakukan pada citra dengan menggunakan tiap elemen pada SE.

SE diperoleh dari fungsi strel dan dieksekusi dengan syntax se=strel(‘disk’,6), dimana ‘disk’ adalah pernyataan untuk membentuk matriks operator berbentuk disk dengan radius R=6 dari titik pusat operator. Eksekusi tersebut menghasilkan SE yang kemudian digunakan sebagai operator dalam operasi erosi dan dilasi pada proses erosi dan dilasi. Metode yang digunakan yaitu erosi dan dilasi berfungsi memisahkan citra kepala spermatozoa yang bertumpuk dengan citra bukan kepala spermatozoa maupun bertumpuk dengan sesama citra kepala spermatozoa.

(9)

3.5. Edge Detection

Edge adalah beberapa bagian dari citra di mana intensitas kecerahan berubah secara drastis. Dalam objek berdimensi 1, perubahan dapat diukur dengan menggunakan fungsi turunan (derivative function). Deteksi tepi (Edge Detection) pada suatu citra adalah suatu proses yang menghasilkan tepi-tepi dari obyek-obyek citra. Salah satu algoritma deteksi tepi modern adalah deteksi tepi dengan menggunakan metode canny. Deteksi tepi canny ditemukan oleh Marr dan Hildreth yang meneliti pemodelan persepsi visual manusia.

3.6. Labelling

Setelah citra dikonversi untuk memiliki warna hanya hitam dan putih dengan kata lain memiliki nilai biner 1 atau 0 melalui metode pengolahan Thresholding. Citra diproses dengan metode labelling agar didapatkan data luas kepala spermatozoa dalam suatu data citra sampel spermatozoa.

Teknik Labelling ini memiliki fungsi mencari nilai pixel sama yang berkerumun (masking area). Labelling akan mencari kerumunan nilai pixel 1 dengan masking matriks 2x2 atau dengan kata lain 4 nilai pixel yang saling berhubungan.

Pada penelitian ini, labelling digunakan untuk mendapatkan data berupa luas kepala spermatozoa. Data tersebut selanjutnya digunakan sebagai nilai ambang untuk menghilangkan citra yang memiliki luas selain yang berada pada nilai ambang. Pada penelitian didapatkan nilai ambang luas citra kepala spermatozoa yaitu antara 50 hingga 86.

3.7. Eccentricity

Eccentricity pada penelitian ini digunakan untuk memisahkan objek selain elips, karena kepala spermatozoa memiliki bentuk elips. Maka, pada digunakan eccentricity agar dapat menghilangkan objek citra yang memiliki eksentrisitas selain pada ambang eksentrisitas elips yaitu 0 < e < 1. Pada hasilnya, hanya akan ada objek kepala spermatozoa pada citra, sehingga dapat dipastikan objek yang terhitung benar berupa spermatozoa.

(10)

4. HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1.Pengolahan Citra Digital

Hasil foto atau cuplikan gambar dari data yang diambil menggunakan kamera mikroskop berupa data citra dengan format citra jpeg. Sebanyak 14 data telah digunakan di dalam penelitian ini. Data citra digital spermatozoa merupakan hasil observasi menggunakan mikroskop dengan perbesaran 600 X dan dicuplik dengan menggunakan kamera mikroskop. Contoh data citra digital diambil dari jurnal WHO [6].

Gambar 4.1. Data Citra Digital Spermatozoa [6] 4.1.1. Grayscale

Grayscale berfungsi untuk menyederhanakan model citra, yaitu citra yang semula memiliki 3 layer matriks disederhanakan menjadi 1 layer matriks saja sehingga didapatkan citra grayscale seperti pada Gambar 4.2.

Gambar 4.2. Citra asli (kiri) dan citra grayscale (kanan) 4.1.2. Low Pass Filter

Setelah melalui proses Grayscale, data citra spermatozoa akan difilter dengan menggunakan metode Low Pass. Hasil dari Low Pass Filter citra dapat

(11)

dilihat pada Gambar4.3.

Gambar 4.3 Citra grayscale (kiri) dan citra hasil dari Low Pass Filter 4.1.3. Thresholding

Dalam penelitian ini citra yang telah melalui Low Pass Filter selanjutnya diolah dengan metode Thresholding yaitu metode pengolahan citra yang berfungsi untuk mengkonversi nilai pixel citra menjadi citra bernilai pixel biner yaitu bernilai 1 atau 0. Dengan begitu citra hanya akan mempunyai warna hitam atau putih seperti pada Gambar 4.4.

Gambar 4.4. Citra hasil LPF (kiri) dan citra hasil thresholding 4.1.4. Morphological Processing

Hasil dari langkah ini nampak pada Gambar 4.5. Pengambilan citra kepala spermatozoa bertujuan untuk mempermudah proses penentuan luasan dan eccentricity dari citra yang digunakan untuk proses penghitungan spermatozoa.

(12)

Gambar 4.5 Citra thresholding (kiri) dan citra hasil morphological 4.1.5.Edge Detection

Citra hasil proses morfologi selanjutnya melalui proses deteksi tepi. Metode deteksi tepi yang digunakan yaitu metode Canny. Berikut merupakan gambar dari hasil proses deteksi tepi dengan metode Canny tampak pada Gambar 4.6.

Gambar 4.6. Citra hasil Canny - edge detection 4.2.Metode Labelling dan Eccentricity

Metode Labelling pada penelitian ini digunakan untuk mendapatkan luasan setiap kepala spermatozoa pada citra dan juga untuk menghitung jumlah kepala spermatozoa yang ada pada tiap citra yang telah tersegmentasi. Dalam penentuan luasan kepala spermatozoa ini berfungsi untuk mendapatkan nilai ambang luasan dari kepala spermatozoa agar software dapat memilah antara citra spermatozoa maupun bukan spermatozoa

(13)

Pada penelitian ini didapatkan hasil data bahwa luasan kepala spermatozoa berada di nilai ambang 50-85. Jika didapatkan luasan dibawah ataupun diatas nilai ambang, maka software akan memutuskan dan menentukan bahwa citra tersebut bukan kepala spermatozoa.

Eccentricity pada penelitian ini berfungsi untuk menghilangkan objek-objek yang memiliki nilai eksentrisitas di luar jangkauan nilai eksentrisitas elips yaitu 0<e<1. Karena objek yang dihitung berupa citra kepala spermatozoa yang memiliki bentuk berupa elips, sehingga dengan metode eccentricity objek yang terhitung pada citra merupakan citra kepala spermatozoa.

4.3.Analisa Data

Gambar sampel spermatozoa yang didapat dari hasil pengamatan mikroskop digital dengan kamera mikroskop yang dirancang oleh penulis menggunakan perbesaran mikroskop sebesar 600X, hasil yang didapat masih kurang bagus. Gambar yang dihasilkan dari kamera mikroskop yang digunakan penulis masih kurang bagus seperti yang tampak pada Gambar 4.7, karena citra yang tampak hanya terlihat bulatan-bulatan kurang jelas. Demikian pula dengan perbesaran yang lainnya, namun dengan perbesaran 600X didapatkan hasil yang terbaik dari kamera mikroskop yang dirancang.

Gambar 4.7 Citra pengamatan spermatozoa perbesaran 600X

Untuk proses penelitian lebih lanjut, digunakan citra spermatozoa yang diambil dari jurnal WHO sebagai objek yang akan dihitung jumlah spermatozoa nya, karena citra yang diperoleh dari kamera mikroskop yang dirancang masih kurang bagus. Alasan pemilihan citra pada jurnal WHO, karena citra pada jurnal

(14)

memberikan citra yang tampak sangat jelas bentuk dari spermatozoa nya. Citra yang diambil dari jurnal selanjutnya dilakukan penghitungan dengan menggunakan program penghitung jumlah spermatozoa. Gambar 4.1 menunjukkan citra spermatozoa yang diambil dari jurnal. Dari Gambar 4.1 dapat dilihat jika spermatozoa pada citra tampak sangat jelas.

Gambar 4.13 Gambar citra spermatozoa

Penelitian ini menggunakan metode labelling dan eccentricity untuk memisahkan citra spermatozoa dengan citra yang bukan spermatozoa berdasarkan luas kepala spermatozoa dan nilai eksentrisitas dari kepala spermatozoa. Labelling dan Eccentricity juga digunakan untuk menghitung kepala spermatozoa yang telah melalui segmentasi sebelumnya.

Pada penelitian ini penulis mendapatkan citra spermatozoa yang tidak semuanya merupakan objek spermatozoa pada citra. Terdapat juga debris atau pengganggu citra utama. Dapat dilihat pada Gambar 4.13 , pada citra nampak terdapat objek bulat yang besar yang ditunjukkan huruf “A” bukan merupakan objek spermatozoa. Objek debris tersebut harus telebih dahulu dihilangkan sebelum akhirnya dilakukan penghitungan. Segmentasi dan penghitungan dilakukan dengan metode Labelling dan Eccentricity.

Untuk mendapatkan data tentang kinerja program yang telah dirancang perlu dilakukan pengujian data sehingga didapatkan persentase kesalahan dari kinerja program penghitung spermatozoa. Berikut adalah tabel pengujian data penelitian dari program penghitung spermatozoa ditunjukkan oleh Tabel 4.1.

(15)

Tabel 4.1. Tabel Pengujian Data

Berdasarkan pengujian data secara manual, data yang didapat dari program masih tidak memiliki nilai beda dengan cara manual atau 0. Namun untuk dapat mengetahui optimalitas kinerja program, dari nilai beda tersebut perlu dihitung persentase kesalahan dari program sehingga dapat ditentukan optimalitas kinerja program. Rata-rata persentase kesalahan dari prgoram ini adalah:

% ℎ = 0

= 100% − 0% = 100%

5. Kesimpulan

1. Telah dirancang perangkat lunak penghitung jumlah spermatozoa dari citra sampel spermatozoa melalui pengolahan citra sebagai segmentasi citra yang selanjutnya dijadikan citra olahan untuk metode Labelling dan Eccentricity.

2. Dengan melakukan pengujian data melalui penghitungan manual diperoleh akurasi optimal sebesar 100 % jika dibandingkan dengan hasil penghitungan Citra Jumlah Spermatozoa

(Hasil hitung program)

Jumlah Spermatozoa

(Hasil hitung manual) % kesalahan

1 11 11 0 2 11 11 0 3 14 14 0 4 10 10 0 5 11 11 0 6 7 7 0 7 12 12 0 8 13 13 0 9 13 13 0 10 5 5 0 11 4 4 0 12 8 8 0 13 7 7 0 14 10 10 0

(16)

otomatis oleh program rancangan dalam menghitung jumlah spermatozoa pada 14 citra data sampel spermatozoa. Semakin bagus kualitas citra, semakin besar pula akurasi penghitungannya.

Daftar Pustaka

[1] Ahmad, U.,2005,Pengolahan Citra Digital & Teknik Pemrogramannya, Penerbit Graha Ilmu, Yogyakarta.

[2] Nofiawati, A.,2012, Pemanfaatan Webcam Untuk Modifikasi Mikroskop Berbasis PC (Bagian II), Proyek Akhir Otomasi Sistem Instrumentasi Universitas Airlangga, Surabaya.

[3] Pamungkas, A.,2012, Penghitungan Otomatis Jumlah Sel Darah Merah Dan Identifikasi Fase Plasmodium Falciparum Menggunakan Operasi Morfologi, Tugas Akhir Fisika Universitas Diponegoro,Semarang.

[4] Putra, D. 2010. Pengolahan Citra Digital. Penerbit Andi: Yogyakarta.

[5] Solomon, C., Breckon, T., 2011, Fundamental of Digital Image Processing: A Practical Approach with Examples in Matlab, John Willey & Sons, Ltd, United Kingdom

[6] WHO.,2010,WHO Laboratory Manual For The Examination and Processing of Human Semen.

Gambar

Gambar 3.1 Diagram Blok Pemrograman
Gambar 2.1 Proses erosi dan dilasi pada citra biner [5]
Gambar 4.1. Data Citra Digital Spermatozoa [6]
Gambar 4.3 Citra grayscale (kiri) dan citra hasil dari Low Pass Filter  4.1.3. Thresholding
+5

Referensi

Dokumen terkait

Untuk interpretasi data permasalahan dan kebutuhan menggunakan kriteria 5 kriteria (sangat baik, baik, cukup, kurang, dan sangat kurang). Sedangkan data yang bersifat

Kesenian Kubro Siswo merupakan salah satu jenis pertunjukan rakyat tradisional yang hidup dan berkembang di Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta.Kesenian ini

Pada grafik – grafik tersebut menunjukan bahwa nilai RMS yang paling rendah, dan Peak - Peak yang paling tinggi, ini berarti kondisi pompa injeksi masih dapat

(5) menyusun dan melaksanakan penilaian pendidikan karakter. Berdasarkan hasil pengamatan penulis, menunjukkan bahwa upaya meningkatkan karakter anak di sekolah pada

Dari hasil analisis data penulis menyimpulkan bahwa membangun karakter dari masjid dapat diambil beberapa karakter seperti; kepribadian yang mampu menciptakan rasa

Setu Tarisi terletak di Desa Babajurang Kecamatan Jati Tujuh Kabupaten Majalengka, saat ini dengan menggunakan tadah hujan, kondisi fisik setu sudah memprihatinkan dan dalam kondisi

Undang-Undang ini diharapkan mampu mengatasi berbagai masalah yang terkait dengan praktik penetapan dan tata cara penggunaan bendera, bahasa dan lambang negara,

Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif, alasan menggunakan pendekatan ini karena untuk menjawab masalah penelitian, data yang di cari peneliti berupa