• Tidak ada hasil yang ditemukan

Potensi dan Kekuatan Kecerdasan Manusia (IQ, EQ, SQ) Kaitannya dengan Wahyu Oleh: Sukring*

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Potensi dan Kekuatan Kecerdasan Manusia (IQ, EQ, SQ) Kaitannya dengan Wahyu Oleh: Sukring*"

Copied!
20
0
0

Teks penuh

(1)

(IQ, EQ, SQ) Kaitannya dengan Wahyu Oleh: Sukring*

Abstrak

Manusia adalah makhluk ciptaan Allah s.w.t. yang amat sempurna dibandingkan dengan makhluk lain. Manusia diberikan potensi-potensi di dalam dirinya yang memungkinkan untuk berkembang. Potensi dan kekuatan itulah yang disebut IQ, EQ, dan SQ yang telah telah ditemukan pada abad ini secara spektakuler. IQ yang ditemukan para ahli bukan satu-satunya yang menyumbangkan kesuksesan, ada beberapa kecerdasan lain, yaitu EQ dan SQ. Dalam kaitan konsep wahyu (al-Qu’an) jauh sebelum penemuan itu, manusia telah dianugrahi potensi kekuatan fitrah untuk bertauhid, bersabar, disiplin, jujur, komitmen, dan tanggungjawab.

Kata kunci: IQ, EQ, SQ, wahyu A. Pendahuluan

Kecerdasan merupakan salah satu anugerah besar dari Allah s.w.t. kepada manusia dan menjadikannya sebagai salah satu kelebihan manusia dibandingkan dengan makhluk lainnya. Dengan fitrah1 kecerdasannya, manusia dapat terus-menerus mempertahankan dan meningkatkan kualitas hidupnya yang semakin kompleks, melalui proses berfikir dan belajar secara terus-menerus.

Lantas, apa sesungguhnya kecerdasan itu? Sebenarnya hingga saat ini, para ahli pun tampaknya masih mengalami kesulitan untuk mencari rumusan yang komprehensif tentang kecerdasan. Para ahli hanya memberikan pengertian kecerdasan sebagai kemampuan menghadapi dan menyesuaikan diri terhadap situasi baru secara cepat dan efektif, yaitu : (1) kemampuan untuk belajar; (2) keseluruhan pengetahuan yang diperoleh; dan (3) kemampuan untuk beradaptasi dengan situasi baru atau lingkungan pada umumnya.

Semula kajian tentang kecerdasan hanya sebatas kemampuan individu yang berkaitan dengan aspek kognitif atau biasa disebut

*Dosen Pendidikan Agama Islam pada Fakultas Hukum Universitas Haluoleo Kendari.

1 Istilah Arab yang berarti asal kejadian, kesucian dan agama yang benar. Fitrah

dengan asal kejadian bersinonim dengan dengan ibda dan khalg. Fitrah manusia atau asal kejadian sebagaimana diciptakan Allah s.w.t., menurut ajaran Islam bebasa dari noda dan dosa. Lihat Ensiklopedi Islam, jilid 2, p. 20.

(2)

kecerdasan intelektual yang bersifat tunggal. Kajian ini menghasilkan pengelompokkan kecerdasan manusia yang dinyatakan dalam bentuk inteligent quotient (IQ), yang dihitung berdasarkan perbandingan antara tingkat kemampuan mental (mental age) dengan tingkat usia (chronological

age), merentang mulai dari kemampuan dengan kategori ideot sampai

dengan genius.2 Istilah IQ mula-mula diperkenalkan oleh Alfred Binet, ahli psikologi dari Perancis, pada awal abad ke-20. Robert Stenberg, seorang ahli dalam bidang successful intellegence yang mengatakan: “Bila IQ yang berkuasa, ini karena kita membiarkannya berbuat demikian. Bila kita membiarkannya berkuasa, kita telah memilih penguasa yang buruk”.3

Selama bertahun-tahun, IQ telah diyakini menjadi ukuran standar kecerdasan, namun sejalan dengan tantangan dan suasana kehidupan modern yang serba kompleks, ukuran standar IQ ini memicu perdebatan sengit dan sekaligus menggairahkan di kalangan akademisi, pendidik, praktisi bisnis dan bahkan publik awam, terutama apabila dihubungkan dengan tingkat kesuksesan atau prestasi hidup seseorang. Banyak pemikiran yang menyatakan bahwa IQ meramalkan kesuksesan-banyak (atau lebih banyak). Ternyata, IQ hanya menyumbang kira-kira 20 persen bagi faktor-faktor yang menentukan sukses dalam hidup, maka yang 80 persen diisi oleh kekuatan-kekuatan lain.

Hal yang bertolak belakang dengan sistem pendidikan selama ini, yang terlalu menekankan pentingnya nilai akademik, kecerdasan otak (IQ) saja. Mulai dari tingkat sekolah taman kanak-kanak sampai ke bangku kuliah, jarang sekali ditemukan pendidikan tentang kecerdasan emosional yang mengajarkan: integritas, kejujuran, komitmen, visi, kreativitas ketahanan mental, kebijaksanaan, keadilan, prinsip kepercayaan, penguasaan diri. Padahal ini justru yang terpenting. Bisa disaksikan bersama bentukan karakter dan SDM manusia era 2000 yang begitu rentan, krisis ekonomi melanda Indonesia tahun 1997. Hal tersebut di tandai oleh krisis moral atau buta hati di mana-mana, meski mereka memiliki pendidikan tinggi, pada hakekatnya mereka hanya mengandalkan logika mengabaikan suara hati yang sering kali memberikan informasi yang maha penting dan benar.

2Nana Syaodih Sukmadinata, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, (Bandung: P.T.

Remaja Rosdakarya, 2000), p. 12. Lihat Richard Boyatzis, Consequences of Rejuvenation on Competency-Based Human Resources and Organization Development, Research in Organization Change and Development IX (1993), mengutip Daniel Goleman, Working With Emotional Inteligence, (New York: Bantam Books, 1999), p. 292.

3 Damasio, Descarte Error: Emotion, Reason, and The Human Brain, mengutip Robert

K. Cooper dan Ayman Sawaf, Executive: Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi, (Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1998), p. xiv.

(3)

Pendidikan agama yang mestinya dapat diandalkan dan diharapkan mampu memberikan solusi bagi permasalahn hidup saat ini, ternyata diartipahami sebagai ajaran fikih,4 tidak dipahami dan dimaknai secara

lebih dalam. Ia hanya melulu pendekatan ritual, simbol-simbol serta pemisahan antara kehidupan dunia dan akhirat. Masih teringat ketika duduk di SD, rukun Iman dan rukun Islam hanya diajarkan dalam bentuk hafalan di otak kiri, tanpa dipahami maknanya. Padahal dari sanalah pembentukan kecerdasan emosional dan spritual (ESQ) yang begitu menakjubkan itu bermula, yang akan dibahas pada pembahasan tulisan ini.

Menurut hemat penulis, sesungguhnya penggunaan istilah EQ ini tidaklah sepenuhnya terkesan sterotype (latah) mengikuti popularitas IQ yang lebih dulu dikenal orang. Penggunaan konsep Quotient dalam EQ belum begitu jelas perumusannya. Berbeda dengan IQ, pengertian Quotient di sana sangat jelas menunjuk kepada hasil bagi antara usia mental (mental age) yang dihasilkan melalui pengukuran psikologis yang ketat dengan usia kalender (chronological age).

Para ahli mengatakan bahwa potensi individu dalam aspek-aspek non-intelektual yang berkaitan dengan sikap, motivasi, sosiabilitas, serta aspek-aspek emosional lainnya, merupakan faktor-faktor yang amat penting bagi pencapaian kesuksesan seseorang. Kemampuan akademik, nilai rapor, predikat kelulusan pendidikan tinggi tidak bisa menjadi tolok ukur seberapa baik kinerja seseorang dalam pekerjaannya atau seberapa tinggi sukses yang mampu dicapai. Berbeda dengan kecerdasan intelektual (IQ) yang cenderung bersifat permanen, kecakapan emosional (EQ) justru lebih mungkin untuk dipelajari dan dimodifikasi kapan saja dan oleh siapa saja yang berkeinginan untuk meraih sukses atau prestasi hidup.

Perkembangan berikutnya dalam usaha untuk menguak rahasia kecerdasan manusia adalah berkaitan dengan fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan. Kecerdasan intelelektual (IQ) dan kecerdasan emosional (EQ) dipandang masih berdimensi horisontal-materialistik belaka (manusia sebagai makhluk individu dan makhluk sosial) dan belum menyentuh persoalan inti kehidupan yang menyangkut fitrah manusia sebagai makhluk Tuhan (dimensi vertikal-spiritual). Berangkat dari pandangan bahwa sehebat apapun manusia dengan kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosionalnya. Pada saat-saat tertentu, melalui pertimbangan fungsi afektif, kognitif, dan konatifnya manusia akan

4 Secara bahasa, fikih berarti paham, dalam arti pengertian atau pemahaman yang

mendalam yang menghendaki pengerahan potensi akal. Para ulama usul fikih mendefinisikan fikih sebagai pengetahuan hukum-hukum Islam yang bersifat amali. Lihat Ensiklopedi Islam, jilid 2, p. 8.

(4)

meyakini dan menerima tanpa keraguan bahwa di luar dirinya ada sesuatu kekuatan yang Maha Agung yang melebihi apa pun, termasuk dirinya.

Brightman menjelaskan bahwa penghayatan keagamaan tidak hanya sampai kepada pengakuan atas keberadaan-Nya, namun juga mengakui-Nya sebagai sumber nilai-nilai luhur yang abadi yang mengatur tata kehidupan alam semesta raya ini. Oleh karena itu, manusia akan tunduk dan berupaya untuk mematuhinya dengan penuh kesadaran dan disertai penyerahan diri dalam bentuk ritual tertentu, baik secara individual maupun kolektif, secara simbolik maupun dalam bentuk nyata kehidupan sehari-hari.5

Di Indonesia, penulis mencatat ada dua orang yang berjasa besar dalam mengembangkan dan mempopulerkan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual yaitu K.H. Abdullah Gymnastiar atau dikenal AA Gym, da’i kondang dari Pesantren Darut Tauhid Bandung dengan Manajemen Qalbu-nya dan Ary Ginanjar, pengusaha muda yang banyak bergerak dalam bidang pengembangan sumber daya manusia dengan Emotional Spritual Quotient (ESQ)-nya.

Berkembangnya pemikiran tentang kecerdasan emosional (EQ) dan kecerdasan spiritual (SQ) menjadikan rumusan dan makna tentang kecerdasan semakin lebih luas. Kecerdasan tidak lagi ditafsirkan secara tunggal dalam batasan intelektual saja. Menurut Gardner, salah besar bila mengasumsikan IQ adalah suatu entitas tunggal yang tetap, yang bisa diukur dengan tes dengan menggunakan pensil dan kertas. Hasil pemikiran cerdasnya dituangkan dalam buku Frames of Mind.6 Dalam buku tersebut, secara meyakinkan ia menawarkan penglihatan dan cara pandang alternatif terhadap kecerdasan manusia, yang kemudian dikenal dengan istilah kecerdasan majemuk (multiple intelligence).

B. Konsep membangun kecerdasan Emosional dan Spritual 1. Apakah emosi itu?

Makna emosi yang tepat masih membingungkan baik para ahli psikologi maupun ahli filsafat selama lebih dari satu abad. Dalam makna paling harfiah. Oxford English Dictionary mendefinisikan emosi sebagai setiap kegiatan atau pergolakan pikiran, perasaan nafsu; setiap keadaan

5 Abin Syamsuddin Makmun, Psikologi Pendidikan, (Bandung: PT Rosda Karya

Remaja, 2003), p. 5.

6Colin Rose dan Malcolm J. Nicholl, Accelerated Learning for The 21st

Century, terj. Dedi Ahimsa, (Bandung: Nuansa, 2002), p. 14.

(5)

mental yang hebat atau meluap-luap.7 Adalah Daniel Goleman salah seorang yang mempopulerkan jenis kecerdasan manusia lainnya yang dianggap sebagai faktor penting yang dapat mempengaruhi terhadap prestasi seseorang, yakni kecerdasan emosional, yang kemudian dikenal dengan sebutan emotional quotient (EQ). Goleman mengemukakan bahwa kecerdasan emosi merujuk pada kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain.8

Emosi jarang diungkapkan dengan kata-kata; emosi jauh lebih sering diungkapkan melalui isyarat. Kunci untuk memahami perasaan orang lain adalah mampu membaca pesan non verbal: nada bicara, gerak gerik, ekspresi wajah, dan sebagainya. Kesadaran akan emosi merupakan kecakapan emosional dasar yang melandasi terbentuknya kecakapan-kecapakan lain, misalnya kendali diri akan emosi.

2. Kecerdasan Spiritual (SQ)

Istilah spiritual berasal dari bahasa latin spritus (spirit) yang berarti nafas, spirit juga berarti suatu bentuk dari alkohol murni. Penekanan pada pengertian ini terletak pada makna kemurnian.9 Dalam Kamus Besar

Bahasa Indonesia, kata spirit berarti semangat jiwa, ruh.10 Ini berarti bahwa

dorongan spiritual pada manusia tertanam pada pangkal esensi sifat dasar manusia yang disebut ruh.

Temuan ilmiah yang digagas oleh Danah Zohar dan Ian Marshall, dan riset yang dilakukan oleh Michael Persinger pada tahun 1990-an, serta riset yang dikembangkan oleh V.S. Ramachandran pada tahun 1997 menemukan adanya God Spot dalam otak manusia, yang sudah secara built-in merupakan pusat spiritual (spiritual centre), yang terletak di antara jarbuilt-ingan syaraf dan otak. Begitu juga hasil riset yang dilakukan oleh Wolf Singer menunjukkan adanya proses syaraf dalam otak manusia yang terkonsentrasi pada usaha yang mempersatukan dan memberi makna dalam pengalaman hidup kita. Suatu jaringan yang secara literal mengikat pengalaman kita secara bersama untuk hidup lebih bermakna. Pada God

7 Daniel Goleman, “Emotional Memory and the Barin” oleh Yoseph E. LeDoux.

Kecerdasan Emosional, terj. oleh T. Hermaya, Cet. XIII, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003), p. 411.

8 Ibid., p. 61.

9 Toni Buzan, The Power of Spritual Intellegence”10 Ways to Top Your Spritual Genius”,

terj. oleh Ana Budi Kuswandani dengan judul Kekuatan ESQ, Cet. III, (T.tp: Pustaka Delaprataso, 2003), p. 6.

10 Tim Penyusun Kamus, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa

Departemen Pdan K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua, cet. III, (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), p. 960.

(6)

Spot inilah sebenarnya terdapat fitrah manusia yang terdalam. Kajian tentang God Spot inilah pada gilirannya melahirkan konsep kecerdasan spiritual, yakni suatu kemampuan manusia yang berkenaan dengan usaha memberikan penghayatan bagaimana agar hidup ini lebih bermakna. Dengan istilah yang disebut spiritual quotient (SQ).11

Bukti kedua adalah riset ahli syaraf Austria, Wolf Singer era 1990-an atas makalahnya: The Binding Problem, yang dikutip oleh Ary Ginanjar; menunjukkan ada proses saraf dalam otak manusia yang terkonsentrasi pada usaha untuk menyatukan serta memberi makna dalam pengalaman hidup kita. Suatu jaringan saraf yang secara literal mengikat pengalaman secara bersama untuk hidup lebih bermakna. Pada God Spot inilah sebenarnya terdapat value manusia tertinggi. Namun ironisnya, SQ atau

spritual quotient tersebut belum bahkan tidak menjangkau nilai-nilai

ketuhanan. Pembahasannya baru sebatas tataran biologi-psikologi, belum mampu membuka tabir hal yang bersifat transendental yang mengakar yang pada akhir mengalami kebuntuan.

Kecerdasan spiritual pertama kali diperkenalkan oleh seorang psikolog bernama Danah Zohar dan Ian Marshalh, dengan istilah spiritual intellegence. Menurut Danah Zohar, kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk menempatkan perilaku dan hidup dalam konteks makna yang lebih luas dan kaya, kecerdasan untuk memulai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna dibanding yang lain.12

ESQ Model adalah software dari God Spot untuk melakukan spiritual

engineering sekaligus sebagai mekanisme penggabungan tiga kecerdasan

manusia, yaitu EQ, IQ dan SQ dalam satu kesatuan yang integral dan transendental. Melalui perenungan panjang Ary Ginanjar akhirnya dengan izin Allah s.w.t., menggagas sebuah bentuk sinergi keduanya ke dalam ESQ (emotional and spritual quetient).

I.EQ II. SQ III. ESQ

Tuhan Tuhan

Manusia manusia

manusia manusia manusia

11 Ary Ginanjar, ESQ Emotional Spritual Quotient, Cet. XXXIII, (Jakarta: Arga,

2007), p. 44.

12 Danah Zohar dan Ian Marshalh SQ: Spritual Intellegnce-The Ultimate Intellengence.

terj. oleh Rahmani Astuti, dkk. dengan judul SQ: Memamfaatkan Kecerdasan Spiritual dalam Berfikir Integralistik dan Holistik untuk Memaknai Kehidupan, Cet. III, (Bandung: Mizan, 2003), p. 4.

(7)

Bagaimana rahasia sukses membangun kecerdasan emosi dan spiritual manusia menurut Ary Ginanjar adalah dengan mengikuti training The ESQ Way 165 sebagai berikut:

Bagian pertama: God Spot dan Zero Mind Process

Membangun Kecerdasan Spritual (SQ) Bagian Kedua : Mental Building

Membangun Kecerdasan Emosi (EQ)

1. Star principle

2. Angel principle

3. Leadership principle

4. Learning principle

5. Vision principle

6. Well organized principle

Bagian Ketiga: Personal Strength Langkah Fisik 1

1. Mission statement

2. Character building

3. Self controlling

Bagian keempat: Social Strength Langkah Fisik 2 4. Strategic collaboration

5. Total action

Penjelasan:

Bagian pertama: Zero mind Process (penjernihan emosi) 1.1. Kebebasan Hati

Bahwa dalam setiap jiwa Allah telah menganugerahkan dalam diri seseorang potensi jiwa, di mana dengan jiwa itu seseorang bebas menentukan pilihan dan bersikap. Bereaksi positif atau negatif, beraksi berhenti atau melanjutkan, bereaksi marah atau sabar, bereaksi reaktif atau proaktif, bereaksi baik atau buruk. Kitalah yang sebenarnya bertanggungjawab penuh atas reaksi kita sendiri. Sikap atau keputusan yang diambil.

Sebuah fakta sejarah. Dia adalah Bilal, seorang pembantu Rasulullah s.a.w., berkulit hitam yang disiksa oleh majikannya dengan menjemur di terik panas menyengat di padang pasir, lalu ditindih batu besar, dipaksa untuk meninggalkan agamanya. Namun ketetapan hatilah yang mampu membuatnya bertahan dan hanya berucap: “ahad… ahad…ahad.” Majikan Quraisy itu tak mampu merampas kemerdekaan hati Bilal, meski dia budak yang tak merdeka secara fisik. Namun Bilal bebas memilih prinsipnya mempertahankan kenyakinanya, apapun risiko yang dihadapi, dengan hati yang bebas dan merdeka. Hal ini menjelaskan bahwa kita

(8)

sesungguhnya memiliki kebebasan memilih reaksi terhadap segala sesuatu yang terjadi atas diri kita.

1.2. Anggukan Universal

Perasaan universal adalah ketika manusia menyaksikan tayangan film yang menonjolkan value kasih sayang atau merefleksikan makna kekuatan, ketika itu jiwa secara universal akan menjawab dan mengakui bahwa hal itu adalah benar-benar value/nilai hakiki. Jiwa manusia kemudian mengangguk dan membenarkan bahwa ini adalah sifat-Nya. ketika manusia mengiyakan kebenaran suara hati yang sebenarnya berasal dari God Spot itu, maka sesungguhnya manusia telah kembali ke alam fitrahnya, inilah yang disebut dengan anggukan universal.

Namun, manusia acapkali mengabaikan pengakuan ini, karena adanya faktor belenggu, faktor-faktor tersebut yang tanpa disadari membuat manusia menjadi buta belenggu-belenggu tersebut adalah: a. Prasangka b. Prinsip-prinsip hidup c. Pengalaman d. Kepentingan e. Sudut pandang f. Pembanding g. Literatur13

Semua orang mengangguk apabila melihat, mendengar, ataupun ketika merasakan kebenaran hakiki itulah yang disebutkan Ary Ginanjar (asmaul husna)14 99 sifat Allah s.w.t., yang terdapat dalam al-Qur'an sebagai

sumber dari segala suara hati manusia (self conscience) sifat-sifat yang sering muncul dan dirasakan.

Untuk lebih menyederhanakan, inilah 7 spritual core value (nilai dasar ESQ) yang diambil dari asmaul husna yang harus dijunjung tinggi sebagai bentuk pengabdian kepada sifat Allah yang terletak pada pusat orbit (God Spot):

1. Jujur adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat Allah, Al-Mu’min 2. Tanggungjawab adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat Allah,

Al-Wakil

3. Disiplin adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat Allah Al- Matiin

4. Kerjasama adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat Allah, Al- Jaami’

5. Adil, adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat Allah, Al-‘Adl

13 Ary Ginanjar, ESQ, p. 74. 14 Ibid., pp. 108-110.

(9)

6. Visioner adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat Allah, Al-Akhir

7. Peduli adalah wujud pengabdian manusia kepada sifat Allah, As-Sami’ dan Al-Bashir.15

Bagian Kedua: Membangun Kecerdasan Emosi

Pada bagian kedua ini, setelah anda memiliki kecerdasan emosi dan kesadaran bahwa anda telah memiliki suara hati spiritual SQ, maka akan mulai dibangun kecerdasan emosi (EQ) melalui enam prinsip yang didasarkan pada rukun iman, yaitu membangun prinsip bintang sebagai pegangan hidup; memiliki prinsip malaikat sehingga anda selalu dipercaya oleh orang lain; memiliki prinsip kepemimpinan yang akan membimbing anda menajdi seorang pemimpin berpengaruh; menyadari akan pentingnya prinsip pembelajaran yang akan mendorong kepada sebuah kemajuan; mempunyai prinsip masa depan, sehingga anda akan memiliki visi; dan terakhir yaitu memiliki prinsip keteraturan, sehingga tercipta suatu sistem mental (EQ) dalam satu kesatuan tauhid.16

Bagian Ketiga: Ketangguhan Pribadi

Ketangguhan pribadi adalah ketika seseorang berada pada posisi telah memiliki pegangan hidup/prinsip yang kokoh dan jelas, seseorang dikatakan tangguh apabila telah memiliki prinsip yang kuat sehingga tidak mudah terpengaruh oleh lingkungan yang terus berubah dengan cepat. Ia tidak menjadi korban dari pengaruh lingkungan yang dapat mengubah prinsip hidup atau cara berpikirnya. Prinsip hidup yang dimilikinya bersifat abadi dan tidak akan goyah meski diterpa badai dan gelombang yang besar. Seseorang dikatakan tangguh apabila telah merdeka dari berbagai belenggu yang biasa menyesatkan penglihatan dan pikirannya. Orang yang memiliki ketangguhan pribadi tidak akan pernah sakit hati, karena ia sendiri tidak mengijinkan hati untuk disakiti dan ia mampu memilih respon atau reaksi yang sesuai dengan prinsip yang dianutnya.17

Bagian keempat: Ketangguhan Sosial.

Melangkah ke bagian keempat yaitu ketangguhan sosial, dengan memasuki 2 (dua) langkah yaitu zakat (strategic collaboration), dan Haji (total action). Sesuai kehendak dasar nurani manusia, sesungguhnya aktivitas zakat selaras dengan suara hati dirinya, dan bukan merupakan paksaan batiniah. Mengacu pada bagian dua, star principle tersebut, sejatinya bahwa dalam diri manusia telah mendapat tiupan ruh dari Tuhan, yang artinya manusia memiliki rekaman sifat-sifat Tuhan dalam God-Spot-nya. Dan salah satu sifat tersebut adalah dorongan/motivasi untuk bersikap rahman

15 Ibid. 16 Ibid., p. 119. 17 Ibid., p. 251.

(10)

–rahim atau pengasih dan penyayang. Jadi zakat sebenarnya merupakan penyaluran aspirasi dari kehendak bebas manusia itu sendiri.18

Haji merupakan suatu lambang dari puncak ketangguhan pribadi. Haji adalah sublimasi dari keseluruhan rukun iman; lambang perwujudan akhir dari langkah-langkah rukun islam. Haji merupakan langkah penyelarasan nyata antara suara hati dan aplikasi. Ia merupakan simbol langkah sempurna; transformasi dari suatu pemikiran yang ideal (fitrah) ke alam nyata secara sempurna. Ketangguhan sosial inilah kolaborasi maha dahsyat yang pernah dibuktikan kehebatannya pada abad ketujuh dan kedelapan masehi, ketika zaman keemasan Islam berjaya. Saat itu, Islam melahirkan generasi teratas terbaik bagi seluruh umat manusia, manusia berhati emas dan bermental baja.19

Itulah sebabnya mengapa model ESQ yang dikembangkan oleh Ary Ginanjar integritas atau kejujuran menepati urutan pertama dalam penyederhanaan asmaul husna atau 99 sifat Allah s.w.t. Karena telah terbukti hasil survey sebuah lembaga leadership internasional yang bernama The Ledershif Challenge di 6 (enam) benua yaitu Afrika, Amerika Utara, Amerika Selatan, Asia, Eropa, dan Australia pada tahun 1987, 1995 dan tahun 2002. Kejujuran menempati peringkat pertama.20 Jadi, sesungguhnya

para pemimpin perusahan di dunia menginginkan kejujuran atau integritas pribadi menjadi syarat utama keberhasilan sebuah perusahan siapapun menjadi lerdershipnya.

18 Ibdi., h. 357.

19 Ibid.

20 Ary Ginanjar, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power, cet .XI, (Jakarta: Arga,

(11)

3. Bagaimana hubungan kerja antara EQ, IQ Dan SQ?

Gambar.1.1. Bagan meta kecerdasan21

1 2 3B 3A 4B 4A 4B DIMENSI EMOSI EQ 5B DIMENSI 5A SPIRITUAL 6B SQ 6A 7B DIMENSI 7A FISIK IQ OUT PUT 21 Ibid., p. 219.

Masalah dan tantangan

Radar Hati Emosi tidak terkendali -marah -Sedih -kesal, takut Emosi terkendali -Tenang - damai Orientasi materialisme Orientasi Spiritualisme Tauhid God Spot terbelenggu Suara hati Spiritual tertutup Logika tidak Bekerja normal IQ, EQ, SQ terpisah God Spot terbuka Suaru spiritual bekerja Logika Bekerja nnormal IQ, EQ, SQ terintegrasi META KECERDASAN N

(12)

Akan terlihat bahwa antara kecerdasan EQ, kecerdasan spritual SQ dan kecerdasan intelektual IQ sangat berkaitan erat satu dengan yang lain. Dari bagan tersebut dapat dilihat, apabila berorientasi pada tauhid, maka hasilnya adalah EQ, IQ dan SQ yang terintegrasi. Pada saat masalah datang (1), maka radar hati bereaksi menangkap signal (2). Karena berorientasi pada materialisme (3), maka emosi yang dihasilkan adalah emosi yang tidak terkendali, sehingga menghasilkan sikap-sikap sebagai berikut; marah, sedih, kesal dan takut (4). Akibat emosi yang tidak terkendali, God Spot menjadi terbelenggu atau suara hati tidak memiliki peluang untuk muncul (5). Bisikan suara hati Ilahiyah yang bersifat mulia tidak lagi bisa didengar dan menjadi tidak berfungsi, ini mengakibatkan ia tidak mampu berkolaborasi dengan piranti kecerdasan yang lain (6). Karena suara hati tertutup, maka yang paling memegang peranan adalah emosi. Emosilah yang member perintah kepada sektor kecerdasan intelektual (IQ). IQ akan menghitung, tetapi berdasarkan dorongan kemarahan, kekecewaan, kesedihan, iri hati, dan kedengkian (7) bayangkan apa yang akan terjadi kemudian.22

Kasus lain ketika tantangan atau masalah lain muncul (1), radar hati langsung menangkap getaran signal (2). Ketika signal itu menyentuh dinding tauhid (3A) kesadaran Tauhid mengendalikan emosi. Hasilnya adalah emosi terkendali, seperti rasa tenang dan damai (4A) dengan ketenangan emosi yang terkendali itu, maka God Spot atau pintu hati terbuka dan bekerja (5A) terdengarlah bisikan-bisikan Ilahiyah yang mengajak manusia kepada sifat-sifat: keadilan, kasih sayang, kejujuran, tanggungjawab, kepedulian, kreativitas, komitmen, kebersamaan, perdamaian, dan bisikan hati mulia lainnya (6A). Berdasarkan dorongan bisikan mulai itulah potensi kecerdasan intelektual bekerja secara optimal (7A), yaitu sebuah perhitungan intelektualitas yang berlandaskan pada nilai-nilai keadilan, kejujuran, dan tanggungjawab. Lahirlah sebuah meta kecerdasan, yaitu integrasi EQ, IQ dan SQ.23

22 Ibid., p. 218.

(13)

Hubungan IQ, EQ, dan SQ dalam ESQ model:

1 Dimensi Fisik (IQ)

Dimensi Emosi (EQ)

Dimensi Spiritual (SQ)

Menurut penulis, konsep IQ, EQ, dan SQ dalam bahasa agama adalah ilmu yakin, haqqul yakin, dan ‘ainul yakin. Contoh: Ka’bah berada di Makkah itu ilmu pengetahuan (IQ), ketika datang di Mekkah dan melihat langsung Ka’bah itulah haqqul yakin (EQ), dan apabila melakukan tawaf dan merasakan langsung tawaf tersebut, itulah ‘ainul yakin (SQ).

Dengan kata lain, IQ, EQ, dan SQ disebut Islam, iman, dan ihsan. Nilai-nilai rukun iman adalah mengendalikan emosi yang handal dan mumpuni, selanjutnya, kinerja fisik dilambangkan dengan IQ dikendalikan oleh lima lintasan orbit rukun Islam. Ihsan menghendaki bahwa manusia harus menyadari akan kehadiran Allah dan berperilaku dengan sebaik-baiknya.

ESQ Model yang dikembangkan oleh Ari Ginajar adalah sebuah mekanisme sistematis untuk memanage ketiga dimensi manusia, yaitu body, mind, dan soul, atau dimensi fisik, mental dan spiritual dalam satu kesatuan yang integral. Sederhananya, ESQ berbicara tentang bagaimana mengatur tiga komponen utama: Iman, Islam dan Ihsan dalam keselarasan dan kesatuan tauhid. Seperti diketahui bahwa dalam setiap diri manusia ada titik Tuhan (God Spot) yang di dalamnya terdapat energy berupa percikan sifat-sifat Allah Sang Pencipta. Dalam God Spot ini bermuara suara hati Ilahiyah atau self yang merupakan collective unconscious, yang kemudian berpotensi besar sebagai kekuatan spiritual (SQ), suara-suara hati ini yang menyebabkan terjadi komunikasi Ilahiyah. Titik ini pula yang memberitahu apa saja yang diinginkan-Nya, atau memberitahu yang dilarang-Nya, agar manusia selaras dengan ketentuan alam semesta.

2

(14)

Namun, suara hati seringkali tertutup oleh lingkaran hitam yang di dalamnya dipenuhi oleh persepsi atau paradigma dunia.

Bagaimana ESQ Model memelihara spiritual? Langkah awal yang dilakukan adalah dengan membersihkan diri lahir dan batin melalui Zero Mind Process, sebagaimana dijelaskan sebelumnya. Setelah terbebas dari pengaruh lingkungan, maka melalui ZMP potensi tersebut dilindungi oleh (6) enam buah prinsip yang melingkarinya sebagaimana gambar di atas.

Keenam prinsip tersebut diterjemahkan sebagai: Prinsip Bintang, Prinsip Malaikat, Prinsip Kepemimpinan, Prinsip Pembelajaran, Prinsip Masa Depan, dan Prinsip Keteraturan. Prinsip-prinsip ini bertujuan untuk mengendalikan emosi manusia agar selalu dalam posisi stabil, karena kecerdasan spiritual (SQ) di dalamnya hanya bisa bekerja ketika emosi dalam keadaan stabil. Contoh, anda tidak bisa menghafal rumus fisika ketika anda panik, anda tidak bisa bekerja dengan baik ketika anda sedang marah atau merasa kesal. Kondisi mental seperti ini bisa dikendalikan oleh 6 prinsip tersebut.

Lima lingkaran kecil di luarnya dinamakan Mission Statement, Character

Building, Self Controlling, Strategic Collaboration dan Total Action. Kelimanya

berfungsi sebagai pembimbing yang bekerja pada dimensi fisik, yaitu dimensi yang mampu memastikan langkah fisik (IQ) tetap berada pada garis orbit spiritual, lima lintasan tersebut bersumber dari nilai-nilai rukun Islam. Itulah rahasia sukses membangun kecerdasan emosi dan spiritual ESQ yang berdasarkan 6 rukun iman, dan 5 rukun Islam, serta 1 Ihsan. 4. Bagaimana kaitan wahyu dengan potensi kecerdasan manusia IQ, EQ,

dan SQ.

Al-Qur'an (wahyu) merupakan pedoman hidup manusia dalam mengaplikasikan seluruh kekuatan dan kecerdasan potensi/fitrah manusia yaitu IQ, EQ, dan SQ. Di dalam al-Qur'an banyak berbicara mengenai perintah berpikir dan tadabbur, al-Qur'an berbicara tentang pengendalian emosi yang merupakan perwujudan akhlak mulai Rasulullah s.a.w., seperti sifat sabar, menahan amarah, takut, cemas dan lain-lain. Al-Qur'an juga banyak berbicara tentang tauhid.

a. Perintah untuk berpikir (kecerdasan Intelektual)

ù &tø%$# ÉΟó™$$Î/ y 7În/u‘ “Ï%©!$# t ,n=y{ ∩⊇∪ t ,n=y{ z ≈|¡ΣM}$# ôÏΒ @,n=tã ∩⊄∪ ù &tø%$# y 7š/u‘uρ ãΠtø.F{$# ∩⊂∪ “Ï%©!$# z Ο‾=tæ ÉΟn=s)ø9$$Î/ ∩⊆∪ z Ο‾=tæ z ≈|¡ΣM}$# $tΒ óΟs9 ÷Λs>÷ètƒ ∩∈∪

Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang menciptakan, Dia telah menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah Yang Maha

(15)

Pemurah, Yang mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam. Dia mengajarkan

kepada manusia apa yang tidak diketahuinya.(Q.S/96:1-5)24

( #θè=ÏG≈s%uρ ’Îû È≅‹Î6y™ « !$# t Ï%©!$# óΟä3tΡθè=ÏG≈s)ムŸ ωuρ ( #ÿρ߉tG÷ès? 4 āχÎ) © !$# Ÿ ω  =Åsムš ωtG÷èßϑø9$#

Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan

siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal (Q.S/2:190)25

ô ‰s)s9uρ $tΡù&u‘sŒ z Ο¨ΨyγyfÏ9 #ZŽÏWŸ2 š ∅ÏiΒ ÇdÅgø:$# Ä §ΡM}$#uρ ( öΝçλm; Ò >θè=è% ā ω š χθßγs)øtƒ $pκÍ5 öΝçλm;uρ ×ãôãr& ā ω t βρçŽÅÇö7ム$pκÍ5 öΝçλm;uρ ×β#sŒ#u ā ω t βθãèuΚó¡o„ ! $pκÍ5 4 y 7Í×‾≈s9'ρé& ÉΟ≈yè÷ΡF{$%x. ö≅t/ öΝèδ ‘≅|Êr& 4 y 7Í×‾≈s9'ρé& ãΝèδ š χθè=Ï≈tóø9$# ∩⊇∠∪

Dan sesungguhnya Kami jadikan untuk isi neraka Jahannam kebanyakan dari jin dan manusia, mereka mempunyai hati, tetapi tidak dipergunakannya untuk memahami (ayat-ayat Allah) dan mereka mempunyai mata (tetapi) tidak dipergunakannya untuk melihat (tanda-tanda kekuasaan Allah), dan mereka mempunyai telinga (tetapi) tidak dipergunakannya untuk mendengar (ayat-ayat Allah). Mereka itu sebagai binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat lagi. Mereka

itulah orang-orang yang lalai.(Q.S/7:179)26

óΟn=sùr& ( #ρ玍šo„ ’Îû Ç Úö‘F{$# t βθä3tGsù öΝçλm; Ò >θè=è% t βθè=É)÷ètƒ ! $pκÍ5 ÷ρr& ×β#sŒ#u t βθãèyϑó¡o„ $pκÍ5 ( $pκ¨ΞÎ*sù Ÿ ω ‘yϑ÷ès? 㠍≈|Áö/F{$# Å3≈s9uρ ‘yϑ÷ès? Ü >θè=à)ø9$# ÉL©9$# ’Îû Í ‘ρ߉÷Á9$# ∩⊆∉∪

Maka apakah mereka tidak berjalan di muka bumi, lalu mereka mempunyai hati yang dengan itu mereka dapat memahami atau mempunyai telinga yang dengan itu mereka dapat mendengar? Karena sesungguhnya bukanlah mata itu yang buta, tetapi

yang buta, ialah hati yang di dalam dada.(Q.S/22: 46)27

b. Sifat marah, dan sabar (Kecerdasan Emosi)

y 7ù=Ï? ×π¨Βé& ô ‰s% ô Mn=yz ( $yγs9 $tΒ ô Mt6|¡x. Νä3s9uρ $¨Β öΝçFö;|¡x. ( Ÿ ωuρ t βθè=t↔ó¡è? $£ϑtã ( #θçΡ%x. t βθè=uΚ÷ètƒ

(yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema`afkan (kesalahan)

orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.(Q.S/2: 134)28

Kaitan wahyu dengan kecerdasan emosional manusia, salah satu cara Allah untuk menjadikan manusia cerdas IQ, EQ, dan SQ adalah dengan melakukan puasa. Sebab pertama kali yang dituntut bagi mereka

24 Departemen Agama, Al-Qur'an dan Terjemahnya, ( Jakarta: tp., 1971), p. 1079. 25 Ibid., p. 109.

26 Ibid., p. 251. 27 Ibid., p. 519. 28 Ibid., p. 98.

(16)

yang berpuasa adalah menegakkan keadilan terhadap dirinya sendiri, dengan jalan meletakkan syahwat dan amarahnya sebagai tawanan yang harus mengikuti perintah akal dan agama.

Dengan meneladani sifat Tuhan, orang yang berpuasa hendaknya terus-menerus berupaya menambah ilmunya. Agar mampu menggunakan seluruh potensi yang dianugerahkan Allah s.w.t. kepadanya, yaitu panca indera, akal dan qalbunya (IQ. EQ, dan SQ). Kecerdasan emosional mendorong lahirnya ketabahan dan kesabaran menghadapi segala tantangan dan ujian. Itu ditemukan dalam tuntunan Rasul s.a.w., yang berkaitan dengan puasa. Sebagaiman yang dikutip Quraish Shihab dalam bukunya Menabur Pesan Ilahi. Sabda Rasul yang diriwayatkan oleh Bukhari melalui Abu Hurairah bahwa:

ﺫﺍ

ﻥﺎﻛ

ﻡﻮﻳ

ﻡﻮﺻ

ﺪﺣﺍ

ﻢﻛ

ﻼﻓ

ﺚﻓﺮﻳ

ﻻﻭ

ﺐﺨﺼﻳ

ﺈﻓ

ﻪﺑﺎﺳ

ﺪﺣﺍ

ﻭﺍ

ﻪﻠﺗﺎﻗ

ﻞﻘﻴﻠﻓ

:

ﺎﺻ

.

Apabila salah seorang di antara kamu berpuasa, maka janganlah dia mengucapkan kata-kata buruk, jangan juga berteriak memaki, bila ada orang yang memakinya,

atau mengutuknya, hendaklah ia berucap, aku sedang berpuasa.29

Kecerdasan inilah yang mengantarkan Rasulullah s.a.w. dan para sahabatnya menggunakan emosi dalam perang Badar. Dengan kecerdasan emosi Rasul sehingga memancarkan Rahmat, pemaafan dan rekonsiliasi terhadap mereka yang pernah memusuhi Islam.30 Kecerdasan emosional

dapat menjadikan jiwa manusia seimbang, keseimbangan yang dapat menjadikannya berpikir logis, obyektif, bahkan memiliki kesehatan dan keseimbangan tubuh. Siapa saja yang yang kecerdasan emosi dan spiritualnya berfungsi dengan baik, maka akan selamat pula anggota badannya dari segala kejahatan dan selamat pula hatinya dari segala maksud yang buruk.

#sŒÎ*sù ΟçGøŠŸÒs% öΝà6s3Å¡≈oΨ¨Β ( #ρãà2øŒ$$sù © !$# ö /ä.̍ø.É‹x. öΝà2u!$t/#u ÷ρr& £ ‰x©r& #\ò2ÏŒ 3 š ∅Ïϑsù Ä ¨$¨Ψ9$# tΒ ãΑθà)tƒ ! $oΨ−/u‘ $oΨÏ?#u ’Îû $u‹÷Ρ‘‰9$# $tΒuρ …ã&s! †Îû ÍοtÅzFψ$# ôÏΒ 9,≈n=yz ∩⊄⊃⊃∪

29Quraish Shihab, Menabur Pesan Ilahi, Al-Quran dan Dinamika Kehidupan

Masyarakat, Cet. I, (Jakarta: Lentera Hati, 2006), p. 49.

(17)

Hai orang-orang yang beriman, bersabarlah kamu dan kuatkanlah kesabaranmu dan tetaplah bersiap siaga (di perbatasan negerimu) dan bertakwalah kepada Allah

supaya kamu beruntung.(Q.S/2: 200).31

c. Tentang Tauhid (Kecerdasan Spritual)

ø ŒÎ)uρ x ‹s{r& y 7•/u‘ . ÏΒ ûÍ_t/ t ΠyŠ#u ÏΒ óΟÏδÍ‘θßγàß öΝåκtJ−ƒÍh‘èŒ öΝèδy‰pκô−r&uρ # ’n?tã öΝÍκŦàΡr& à Mó¡s9r& öΝä3În/tÎ/ ( ( #θä9$s% 4 ’n?t/ ¡ ! $tΡô‰Îγx© ¡ χr& ( #θä9θà)s? t Πöθtƒ Ïπyϑ≈uŠÉ)ø9$# $‾ΡÎ) $¨Ζà2 ôtã #x‹≈yδ t ,Î#Ï≈xî ∩⊇∠⊄∪

Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah

orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)"(Q.S./7: 172)32

ö≅è% u θèδ ª !$# î ‰ymr& ∩⊇∪ ª !$# ß ‰yϑ¢Á9$# ∩⊄∪ öΝs9 ô $Î#tƒ öΝs9uρ ô ‰s9θム∩⊂∪ öΝs9uρ ä3tƒ …ã&©! #—θàà2 7 ‰ymr& ∩⊆∪

Katakanlah: "Dia-lah Allah, Yang Maha Esa, Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu. Dia tiada beranak dan tiada pula diperanakkan, dan tidak ada seorangpun yang setara dengan Dia".(Q.S./112: 1-4)33

Kecerdasan spiritual melahirkan iman yang kukuh, rasa serta kepekaan yang mendalam. Kecerdasan semacam inilah yang menegaskan wujud Tuhan, yang melahirkan kemampuan untuk menemukan makna hidup, serta memperhalus budi pekerti, dan dia juga yang melahirkan mata ketiga dan indra keenam bagi manusia. Dia mengantar manusia percaya kepada hal-hal yang bersifat gaib.34

Kecerdasan emosional menjadikan manusia mampu mengendalikan nafsu, bukan membunuh dan meniadakannya. Kecerdasan ini melahirkan pengendalian diri, bukan penyangkalan dan peniadaan pribadi. Emosi dan nafsu yang terkendali sangat dibutuhkan sebab keduanya merupakan salah satu faktor yang mendorong terlaksananya tugas kekhalifahan di muka bumi, yakni membangun dunia sesuai dengan kehendak dan tuntunan Ilahi. Kecerdasan emosional mendorong lahirnya ketabahan dan kesabaran menghadapi segala tantangan dan ujian. Siapa yang berfungsi dengan baik kecerdasan emosi dan spiritualnya, maka akan selamat pula

31 Departemen Agama, Al-Quran dan Terjemahnya, p. 111. 32 Ibid., p. 250.

33 Ibid., p. 1118.

34 Quraish Shihab, Dia di Mana-mana, Cet. III, (Jakarta: Lentera Hati, 2005), p.

(18)

anggota badannya dari segala kejahatan dan selamat pula hatinya dari segala maksud buruk.35

Kecerdasan yang ketiga yang kita butuhkan adalah kecerdasan intelektual. Akan tetapi, jika tidak dibarengi dengan kedua kecerdasan di atas, maka manusia bahkan kemanusiaan seluruhnya akan terjerumus ke dalam jurang kebinasaan. Ia akan menjadi sebuah kepompong yang membakar dirinya sendiri karena kepintarannya.36 Sebagaimana dikatakan

Ibn Arabi bahwa penegasan seseorang yang memiliki pengetahuan tentang yang gaib dan bahwa surga itu ada merupakan contoh pengetahuan deskriptif.37 Pengetahuan tanpa dilandasi keimanan akan menjadi pengetahuan yang hanya kosong dari nilai-nilai Ilahi. Iman dan Islam belumlah cukup, masih diperlukan amal shaleh, dan amal shaleh membutuhkan ilmu dan iman.

C. Penutup

Sesungguhnya Allah s.w.t., telah menganugerahkan potensi pada diri manusia, yang tidak dianugerahkan pada makhluk lain, yaitu kecerdasan intelektual(IQ), kecerdasan emosional (EQ), dan kecerdasan spiritual (SQ). Tiga kekuatan potensi kecerdasan manusia tersebut, (IQ, EQ dan SQ), apabila diaplikasikan atau diimplementasikan secara optimal, terintegrasi, dan terinternalisasi dalam diri manusia, maka akan menjadi kekuatan yang amat dahsyat untuk meraih sebuah kesuksesan.

Para ahli telah membuktikan bahwa kecerdasan EQ dan kecerdasan SQ adalah kunci kesuksesan seseorang, dibandingkan dengan kecerdasan intelektual (IQ). Di dalam al-Qur'an, banyak ayat-ayat yang memerintahkan untuk berpikir, bertadabbur (IQ), banyak ayat-ayat yang berkaitan dengan akhlak seperti sifat sabar, menahan amarah, jangan putus asa, dan lain-lain (EQ) dan kaitannya dengan tauhid (mengesakan Allah dan jangan mempersekutukan dengan sesuatu (SQ).

Potensi dan kecerdasan manusia yang diberikan oleh Allah s.w.t. merupakan kekuatan yang dimiliki manusia. Apabila potensi itu dikembangkan dan dimanifestasikan dalam kehidupan manusia, maka kekuatan IQ, EQ, dan SQ mampu merubah segalanya sebagaimana yang telah diaktualisasikan Rasulullah s.a.w., karena al-Qur’an terinternalisasi dalam diri Nabi s.a.w., sehingga mampu merubah peradaban dunia.

35 Ibid.

36 Ibid., p. 137.

37 Mehdi Hairi Yazdi, The Principles of Epistemology in Islamic Philosophy: Knowledge by

Presence, terj. oleh Ahsin Muhammad dengan judul Menghadirkan Cahaya Tuhan Epistemologi Iluminasionis dalam Filsafat Islam, Cet. I, (Bandung: Mizan, 1992), p. 296.

(19)

Daftar Pustaka

Boyatzis, Richard, Consequences of Rejuvenation on Competency-Based Human Resources anf Organization Development, Research in Organization Chang

and Developmen IX (1993), mengutip Daniel Goleman, Working With

Emotional Inteligence, New York: Bantam Books, 1999.

Buzan, Toni. The Power of Spritual Intellegence”10 Ways to Top Your Spritual

Genius”, terj. oleh Ana Budi Kuswandani dengan judul Kekuatan

ESQ. Cet, III, T.tp: Pustaka Delaprataso, 2003.

Damasio, Descarte Error: Emotion, Reason, and The Human Brain, mengutip Robert K Cooper dan Ayman Sawaf, Executive: Kecerdasan Emosional dalam Kepemimpinan dan Organisasi, Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama, 1998.

Departemen Agama, Al-Quran dan Terjemahnya, Jakarta, 1971.

Fromm, Erich, Masyarakat Yang Sehat, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1995.

_______, Masyarakat Yang Sehat, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1996. _______, Revolusi Harapan, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1995,

Ginanjar, Ary, ESQ Emotional Spritual Quotient, Cet. XXXIII, Jakarta: Arga, 2007.

_______, Rahasia Sukses Membangkitkan ESQ Power, Cet.XI, Jakarta: Arga, 2007.

Goleman, Daniel, “Emotional Memory and the Barin” oleh Yoseph E. LeDoux. Kecerdasan Emosional, (trj.oleh T. Hermaya), Cet. XIII, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2003.

Hairi Yazdi, Mehdi, The Principles of Epistemology in Islamic Philosophy: Knewlegle by Presence, terj. oleh Ahsin Muhammad dengan judul; Menghadirkan Cahaya Tuhan Epistemologi Iluminasionis Dalam Fisafat Islam, Cet. I, Bandung: Mizan, 1992.

Mulkhan, Abdul Munir, Ajaran Dan Jalan Kematian Syekh Siti Jenar, Cet. 10, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2003.

_______, Burung Surga dan Syekh Siti Jenar, Cet. 3, Yogyakarta: Kreasi Wacana, 2003.

_______, Islam Murni Dalam Masyarakat Petani, Yogyakarta: Bentang Budaya, 2000.

(20)

_______, Mencari Tuhan Dan Tujuh Jalan Kebebasan; Sebuah Esei Pemikiran Imam Al Ghazali, Jakarta: Bumi Aksara, 1992.

_______, Revolusi Kesadaran Dalam Serat-Serat Sufi, Jakarta: Serambi, 2003. _______, Sufistisasi Religusitas, Harian Kompas 1 Nopember 1996.

_______, Syekh Siti Jenar; Pergumulan Islam-Jawa, Cet. 8, Yogyakarta: Bentang Budaya, 2001.

Pasiak Taufiq, Revolusi IQ, EQ, SQ, Menyingkap Rahasia Kecerdasan Berdasarkan Al-Quran dan Neurosains Mutakhir, Cet. I, Jakarta: Mizan, 2008.

Rose, Colin dan Malcolm J. Nicholl, Accelerated Learning for The 21stCentury terj. Dedi Ahimsa, Bandung: Nuansa, 2002.

Shihab, Quraish, Dia Di mana-mana, Cet. III, Jakarta: Lentera Hati, 2005. _______, Menabur Pesan Ilahi, Al-Quran dan Dinamika Kehidupan

Masyarakat, Cet. I, Jakarta: Lentera Hati, 2006.

Syamsuddin Makmun, Abin, Psikologi Pendidikan, Bandung: PT Rosda Karya Remaja, 2003

Syaodih Sukmadinata, Nana, Landasan Psikologi Proses Pendidikan, Bandung: P.T. Remaja Rosdakarya, 2005.

Tim Penyusun Kamus, Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa Departemen P dan K, Kamus Besar Bahasa Indonesia, edisi kedua, Cet. III, Jakarta: Balai Pustaka, 1994.

Zohar, Danah, dan Ian Marshal, SQ: Spritual Intellegnce-The Ultimate

Intellengence, terj. oleh Rahmani Astuti, dkk dengan judul SQ:

Memamfaatkan Kecerdasan Spirtual dalam berfikir Integralistik dan Holistik untuk memaknai kehidupan, Cet. III, Bandung: Mizan, 2003.

Referensi

Dokumen terkait

Jika dihubungkan dengan pekerjaan memiliki kecerdasan rata-rata, sebenarnya ia dapat meraih prestasi kerja yang tinggi jika adanya kepercayaan terhadap diri

Jika pekerja memiliki kecerdasan rata-rata, sebenarnya ia dapat meraih prestasi kerja yang tinggi jika adanya kepercayaan terhadap diri sendiri, tidak terlalu tergantung