• Tidak ada hasil yang ditemukan

Ii. Tinjauan Pustaka: A. Ikan Tongkol

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Ii. Tinjauan Pustaka: A. Ikan Tongkol"

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

II. TINJAUAN PUSTAKA

II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Ikan Tongkol

A. Ikan Tongkol

Ikan tongkol

Ikan tongkol adalah jenis ikan pelagis yang merupakan salah satu komoditas utama ekspor adalah jenis ikan pelagis yang merupakan salah satu komoditas utama ekspor  Indonesia. Akan tetapi akibat pengelolaan yang kurang baik di beberapa perairan Indonesia, terutama Indonesia. Akan tetapi akibat pengelolaan yang kurang baik di beberapa perairan Indonesia, terutama disebabkan minimnya informasi waktu musim tangkap, daerah penangkapan ikan, disamping kendala disebabkan minimnya informasi waktu musim tangkap, daerah penangkapan ikan, disamping kendala teknologi tangkapnya itu sendiri, tingkat p

teknologi tangkapnya itu sendiri, tingkat p emanfaat sumber daya ikan menjadi sangat rendah. Menurutemanfaat sumber daya ikan menjadi sangat rendah. Menurut Soesanto (1979), ikan tongkol merupakan salah satu jenis ikan pelagis artinya hidup di lapisan atas Soesanto (1979), ikan tongkol merupakan salah satu jenis ikan pelagis artinya hidup di lapisan atas dari suatu perairan. Bentuk badannya memanjang yang kedua ujungnya meruncing, mempunyai dua dari suatu perairan. Bentuk badannya memanjang yang kedua ujungnya meruncing, mempunyai dua sirip punggung dan 7-8 finlet. Dari bentuk ikan adanya dua sirip punggung dan banyaknya finlet ini sirip punggung dan 7-8 finlet. Dari bentuk ikan adanya dua sirip punggung dan banyaknya finlet ini menujukan ikan tongkol termasuk jenis ikan perenang cepat.

menujukan ikan tongkol termasuk jenis ikan perenang cepat.

Ikan tongkol merupakan penghuni hampir seluruh perairan Asia. Di Indonesia, ikan ini banyak  Ikan tongkol merupakan penghuni hampir seluruh perairan Asia. Di Indonesia, ikan ini banyak  membentuk gerombolan-gerombolan besar terutama di perairan Indonesia timur dan samudra membentuk gerombolan-gerombolan besar terutama di perairan Indonesia timur dan samudra Indonesia. Termasuk ikan pelagis perenang cepat sehingga untuk menangkapnya alat yang digunakan Indonesia. Termasuk ikan pelagis perenang cepat sehingga untuk menangkapnya alat yang digunakan harus dioperasikan dengan kecepatan yang

harus dioperasikan dengan kecepatan yang memadai (Kriswanto, 1986).memadai (Kriswanto, 1986). Klasifikasi ikan tongkol menurut Saanin (1968) adalah sebagai berikut: Klasifikasi ikan tongkol menurut Saanin (1968) adalah sebagai berikut: Kingdom

Kingdom : : AnimaliaAnimalia Phylum

Phylum : : ChordataChordata Sub

Sub Phylum Phylum : : VertebrataVertebrata Class

Class : : PiscesPisces Sub

Sub Class Class : : TeleosteiTeleostei Ordo

Ordo : : PercomorphiPercomorphi Family

Family : : ScombridaeScombridae Genus

Genus : : EuthynnusEuthynnus Species

Species : : Euthynnus Euthynnus affinisaffinis

Tabel 2. Kandungan gizi ikan tongkol per 100 gram Tabel 2. Kandungan gizi ikan tongkol per 100 gram

Kandungan Jumlah Kandungan Jumlah Kalori

Kalori (kkal) (kkal) 116116 Protein

Protein (gram) (gram) 2424 Lemak

Lemak (gram) (gram) 11 Kolesterol

Kolesterol (gram) (gram) 0.460.46 Zat

Zat besi besi (miligram) (miligram) 0.70.7 Sumber

(2)

Tabel 3. Penggolongan ikan berdasarkan kandungan lemak dan protein Golongan ikan Kadar Lemak (%) Kadar 

Protein (%) Lemak rendah-protein tinggi <5 15-20 Lemak sedang-protein tinggi 5-15 15-20 Lemak tinggi-protein tinggi >15 <15 Lemak rendah-protein tinggi <5 >20 Lemak rendah-protein rendah <5 <15 Sumber : Istanti, 2005

B. Proses Penggorengan

Salah satu proses pengolahan pangan yang banyak digunakan di industri pangan adalah proses  penggorengan. Penggorengan adalah suatu proses pemanasan bahan pangan menggunakan medium minyak goreng sebagai pengantar panas (Muchtadi, 2008). Secara umum tujuan dari proses  penggorengan adalah untuk melakukan pemanasan pada bahan pangan, pemasakan, dan pengeringan  pada bahan yang digoreng. Menggoreng dengan minyak atau lemak mampu meningkatkan cita rasa dan tekstur makanan yang spesifik sehingga makanan menjadi kenyal dan renyah, jumlah kalori makanan meningkat setelah digoreng. Jenis makanan yang digoreng tidak mudah dicerna karena adanya lemak yang terserap dalam makanan (Winarno, 1999). Muchtadi (2008) menyatakan bahwa  berdasarkan metode pindah panas yang terjadi selama penggorengan, terdapat dua metode  penggorengan yang telah ditetapkan secara komersial yaitu shallow/ pan frying  atau penggorengan

dangkal dan deep-fat frying .

1.Shallow /Pan F rying atau Penggorengan Dangkal

Shallow atau  pan frying  adalah proses penggorengan dengan menggunakan sedikit minyak  goreng, sehingga proses penggorengan terjadi pada minyak yang dangkal ( shallow). Pada metode  penggorengan seperti ini, bahan yang digoreng tidak seluruhnya terendam dalam minyak. Bahan  pangan akan mengalami kontak langsung dengan wajan atau pan  penggorengan. Konsekuensi dari  proses penggorengan ini adalah proses pematangan dan pencoklatan tidak terjadi secaramerata di

seluruh lapisan permuk aan bahan yang digoreng. 2.Deep-Fat F rying 

Metode deep-fat frying yaitu metode penggorengan dengan menggunakan minyak goreng yang  banyak sehingga bahan pangan yang digoreng terendam seluruhnya dalam minyak goreng. Proses  penggorengan ini akan menghasilkan bahan pangan yang digoreng matang secara merata, serta warnanya cenderung seragam. Sedangkan berdasarkan kondisi prosesnya, penggorengan dapat dilakukan pada kondisi tekanan atmosferik, bertekanan lebih tinggi dari tekanan atmosferik, dan pada kondisi vakum. Kondisi proses tersebut akan mempengaruhi suhu proses penggorengan yang terjadi, dan juga mutu produk gorengan yang d ihasilkan (Muchtadi, 2008).

C. Penggorengan Hampa (

Vacuum fr ying 

)

Mesin penggoreng hampa atau vacuum fryer  adalah mesin produksi untuk menggoreng  berbagai macam produk pangan dengan cara penggorengan hampa. Teknik penggorengan hampa yaitu

menggoreng bahan baku dengan menurunkan tekanan udara pada ruang penggorengan sehingga menurunkan titik didih air sampai 50°-60° C. Dengan turunnya titik didih air maka bahan baku yang  biasanya mengalami kerusakan/perubahan pada titik didih normal 100 °C bisa dihindari. Teknik   penggorengan hampa ini akan menghasilkan kualitas yang lebih baik dibandingkan dengan cara

(3)

 penggorengan biasa. Menurut (Shyu et all, 1998) prosesvacuum frying memiliki beberapa keuntungan dibandingkan dengan penggorengan pada umumnya atau deep fat frying , yaitu dapat mengurangi kadar minyak yang terkandung di dalam produk hasil gorengan, karena proses penggorengan vacuum  frying  pada umumnya dilakukan pada suhu yang lebih rendah dan terdapat kandungan oksigen di dalamnya, maka warna hasil produk penggorengan lebih alami seperti warna produk sebelum dilakukan penggorengan, selain itu pengaruh terhadap kualitas minyak lebih rendah.

Gambar 1. Mesin Penggorengan Hampa Desain Anang Lastriyanto

Mesin penggorengan hampa terdiri dari beberapa komponen mesin dengan fungsi yang  berbeda-beda. Tabel 4 merupakan penjelasan mengenai komponen serta fungsi pada masing-masing

komponen mesin penggorengan hampa.

Tabel 4. Komponen dan fungsi mesin penggoreng hampa

 No. Bagian Fungsi

1 Pompa Vakum Water jet Menghisap udara di dalam ruang penggoreng sehingga tekanan menjadi rendah, serta untuk menghisap uap air   bahan

2 Tabung Penggoreng Mengkondisikan bahan sesuai tekanan yang diinginkan. Di dalam tabung dilengkapi keranjang setengah lingkaran 3 Kondensor Mengembunkan uap air yang dikeluarkan selama

 penggorengan. Kondensor ini menggunakan air sebagai  pendingin

4 Unit Pemanas Pemanas, dengan menggunakan kompor gas LPG 5 Unit Pengendali Operasi

(Boks Kontrol)

Mengaktifkan alat vakum dan unit pemanas

6 Bagian Pengaduk Penggorengan Mengaduk buah yang berada dalam tabung penggorengan Bagian ini perlu sil yang kuat untuk menjaga kevakuman tabung

7 Mesin Pengering (spinner) Meniriskan keripik 

D. Penelitian Penerapan Penggorengan Hampa (

Vacuum fr ying 

)

Menurut Manurung (2011), dalam penelitian yang berjudul ”Pengaruh Suhu dan Waktu Penggorengan Hampa terhadap Mutu Keripik Ikan Lemuru (Sardinella longiceps)” menyimpulkan  bahwa suhu dan waktu penggorengan keripik ikan lemuru berpengaruh nyata terhadap penurunan dan  peningkatan mutu produk hasil uji fisikokimia. Dimana terjadi penurunan kadar air, peningkatan kadar 

(4)

lemak dan kekerasan, serta penurunan rendemen. Berdasarkan hasil uji pembobotan, mutu keripik  ikan lemuru yang dianggap terbaik diperoleh pada suhu penggorengan 90oC selama 45 menit. Hal ini  juga terlihat melalui uji fisikokimia, dimana keripik tersebut memiliki kadar air yang paling rendah

yang tidak beda nyata dengan perlakuan 100oC selama 60 menit dan 90oC selama 60 menit. Hasil analisis kelayakan usaha menyimpulkan bahwa usaha pembuatan keripik ikan lemuru dengan alat  penggorengan hampa akan layak dijalankan jika kapasitas masuk per prosesnya minimal 6 kg ikan

segar.

Selain itu, menurut Wijayanti (2011), dalam judul penelitian “Kajian Rekayasa Proses Penggorengan Hampa dan Kelayakan Usaha Produksi Keripik Pisang” menyimpulkan bahwa suhu dan waktu penggorengan keripik pisang dengan menggunakan penggorengan hampa sangat  berpengaruh nyata terhadap penurunan maupun peningkatan mutu dan karakteristik produk yang dihasilkan dimana terjadi penurunan parameter kadar air, peningkatan nilai kadar lemak dan kekerasan. Berdasarkan hasil uji organoleptik mutu keripik pisang yang terbaik diperoleh pada suhu  penggorengan 80°C selama 60 menit dengan nilai kadar air 10.75%, kadar lemak 26.45% dan

kekerasan 3.90 kg/mm.

Menurut Paramita (1999), dalam judul penelitiannya “Pengaruh Suhu dan Waktu Penggorengan Hampa terhadap Sifat Fisik dan Organoleptik Keripik Sawo ( Achras sapota)”, disimpulkan bahwa keripik sawo terbaik diperoleh pada penggorengan hampa dengan suhu 95o C dengan waktu 40 menit. Paramita (1999), melakukan penelitian terhadap suhu 85o C, 90o C, 95o C dan waktu 35 menit , 40 menit, 45 menit dengan tekanan 65 cmHg.

Dalam penelitian penggorengan hampa buah cempedak yang dilakukan oleh Sudjud (2000),  pada suhu 85oC, 90oC, 95oC dengan waktu penggorengan 25 menit, 30 menit, dan 35 menit dengan tekanan 10 cmHg diperoleh keripik cempedak terbaik pada penggorengan hampa pada suhu 9o C selama 30 menit.

Penelitian selanjutnya dilakukan oleh Nurhudaya (2011), dengan judul penelitian “Rekayasa Proses Penggorengan Vakum (vacuum frying ) dan Pengemasan Keripik Durian Mentawai”, diperoleh suhu dan waktu yang optimal untuk penggorengan hampa durian menjadi keripik durian berdasarkan hasil pembobotan adalah 75o C dan 85 menit. Sedangkan menurut Suseno,dkk (2008) untuk   penggorengan hampa ikan balita diperoleh suhu dan waktu yang optimal adalah 105o C dalam waktu

30 menit.

E. Uji Organoleptik 

Menurut Soekarto (1981), penilaian dengan indra disebut penilaian organoleptik atau penilaian sensorik merupakan suatu cara penilaian yang sudah cukup lama digunakan. Penilaian dengan indra menjadi bidang ilmu setelah prosedur penilaian dibakukan, dirasionalkan, dihubungkan dengan  penilaian secara obyektif, analisa data mejadi lebih sistematis, demikian pula metoda statistik 

digunakan dalam analisa serta pengambilan keputusan.

Dwi Setyaningsih (2010) menyatakan bahwa analisis sensori atau uji organoleptik merupakan suatu proses identifikasi, pengukuran ilmiah, analisis,, dan interpretasi atribut-atribut produk melalui lima pancaindra manusia, meliputi indra penglihatan, penciuman, pencicipan, peraba, dan  pendengaran.

Penilaian organoleptik sangat banyak digunakan untuk menilai mutu dalam industri pangan dan industri hasil pertanian lainnya. Kadang-kadang penilaian ini dapat memberi hasil penilaian yang sangat teliti. Dalam beberapa hal penilaian dengan indera bahkan melebihi ketelitian alat yang paling sensitif.

(5)

Untuk penilaian mutu atau analisa sifat-sifat sensorik suatu komoditi panel bertindak sebagai instrumen atau alat. Panel adalah satu atau sekelompok orang yang bertugas untuk menilai sifat atau mutu benda berdasarkan kesan subyektif. Jadi penilaian makanan secara panel adalah berdasarkan kesan subyektif dari para panelis dengan prosedur sensorik tertentu yang harus dituruti.

Dalam penilaian organoleptik dikenal beberapa macam panel. Penggunaan panel-panel ini dapat berbeda tergantung dari tujuannya. Ada 6 macam panel yang biasa digunakan, yaitu : 1) Pencicip perorangan (individual expert ). 2) Panel pencicip terbatas ( small expert panel ). 3) Panel terlatih (trained panel). 4) Panel tak terlatih (untrained panel ). 5) Panel agak terlatih. 6) Panel konsumen (consumer panel).

F. Analisis Biaya Pokok Produksi

Tujuan dari suatu usaha adalah mendapatkan keuntungan yang diperoleh dari selisih antara  biaya yang dikeluarkan dengan pendapatan yang diterima. Untuk dapat memperkirakan biaya  produksi maka dilakukan suatu analisis biaya dari proses produksi sehingga akan didapat berapa biaya  produksinya. Prestasi dari suatu usaha dapat dilihat dari biaya produksinya. Semakin rendah biaya  produksinya maka semakin tinggi keuntungan yang akan diperoleh. Penggolongan biaya menurut  perubahannya terhadap volume produksi adalah biaya tetap, biaya variabel, dan biaya semi variabel (Revinaldo,1992). Biaya tetap adalah biaya yang totalnya tetap sampai batas kapasitas tertentu, meskipun volume produksi berubah. Biaya variabel merupakan biaya yang sebanding dengan  perubahan volume produksi. Sedangkan biaya semi variabel adalah biaya yang berubah tidak 

sebanding dengan volume produksi. Biaya-biaya yang termasuk biaya tetap adalah biaya penyusutan,  biaya bunga modal, biaya pajak, dan biaya gudang/garasi. Sedangkan yang termasuk biaya variabel

adalah biaya operasional, biaya perbaikan/pemeliharaan, dan biaya khusus. Biaya pokok produksi adalah jumlah biaya yang dikeluarkan untuk memproduksi suatu barang ditambah dengan biaya lainnya sehingga barang tersebut dapat digunakan. Salah satu tujuan perhitungan biaya pokok adalah menentukan harga penjualan (Adhipratiwi, 2001). Biaya pokok produksi dapat diperoleh dengan membagi total biaya produksi dengan jumlah produksi dalam satu tahun (Pramudya dan Dewi, 1992).

Dalam menghitung biaya penyusutan, metode yang digunakan adalah metode garis lurus tanpa memperhitungkan bunga modal. Metode yang digunakan cukup sederhana, pada metode ini biaya  penyusutan dianggap sama setiap tahun atau penurunan nilai suatu alat tetap sampai pada umur 

ekonomisnya. Cara menghitungnya adalah harga awal (baru) dikurangi dengan harga akhir pada akhir  umur ekonomisnya dibagi dengan umur ekonomisnya (Persamaan 1).

(1)

Keterangan :

D = Biaya penyusutan tiap tahun (Rp/tahun) P = Harga Awal (Rp)

S = Harga Akhir (Rp)

(6)

Sedangkan untuk menghitung besarnya bunga modal, digunakan persamaan berikut untuk  menghitung bunga modal (Persamaan 2).

(2) Keterangan :

I =Bunga modal (Rp/tahun)

i = Tingkat bunga modal (%/tahun) P = Harga awal mesin (Rp)

 N = Umur ekonomis mesin (tahun)

Untuk menentukan besarnya biaya total, digunakan rumus pada Persamaan 3. B (Biaya Total) (Rp/Jam)

  

          3

Keterangan :

B = Biaya total (Rp/Jam) BT = Biaya tetap (Rp/tahun) BTT = Biaya tidak tetap (Rp/Jam)

x = Perkiraan jam kerja dalam satu tahun (Jam/Tahun)

Untuk menentukan besarnya biaya pokok, digunakan rumus pada Persamaan 4. BP (Biaya Pokok) (Rp/Kg)                    4 Keterangan : Bp = Biaya pokok (Rp/Kg) BT = Biaya tetap (Rp/tahun) BTT = Biaa tidak tetap (Rp/jam) k = Kapasitas alat (Kg/jam)

Gambar

Tabel 3. Penggolongan ikan berdasarkan kandungan lemak dan protein Golongan ikan  Kadar Lemak (%)  Kadar 
Gambar 1. Mesin Penggorengan Hampa Desain Anang Lastriyanto

Referensi

Dokumen terkait

[r]

Bagi pelamar perpanjangan BPP-LN Semester-8 yang termasuk MODA-1, syarat khusus yang harus dipenuhi, yaitu bahwa karyasiswa telah selesai menulis seluruh

Desa ini dengan penempatannya dalam Berita Daerah Kabupaten Grobogan.

Bagian Kesatu: Data Pokok Pendidikan Tinggi (Pasal 4-6) Bagian Kedua: Data Referensi Pendidikan Tinggi (Pasal 7) Bagian Ketiga: Data Transaksional Pendidikan Tinggi (Pasal 8). BAB

[r]

[r]

hal yang sama mengenai sikap dan motivasi belajar, yang menyebutkan bahwa semangat atau tidak semangatnya siswa dalam belajar salah satunya dipengaruhi oleh sikap siswa terhadap

Memberitahukan putusan komisi kepada pelaku usaha yang diduga Memberitahukan putusan komisi kepada pelaku usaha yang diduga melakukan praktek monopoli dan atau persaingan usaha