• Tidak ada hasil yang ditemukan

Status Teknologi Pengeringan Gabah di Lahan Rawa Lebak Provinsi Sumatera Selatan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Status Teknologi Pengeringan Gabah di Lahan Rawa Lebak Provinsi Sumatera Selatan"

Copied!
8
0
0

Teks penuh

(1)

657

Status Teknologi Pengeringan Gabah di Lahan Rawa Lebak

Provinsi Sumatera Selatan

The Status Of Grain Drying

in Valley Swamp at The Province Of South Sumatra

Yeni Eliza Maryana1)*, Maulida Surayya1), Yanter Hutapea1) 1)

Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Selatan Jl. Kol. H. Barlian No. 83 KM 6, Puntikayu Palembang 30153

*Coresponding author: yheza08@yahoo.co.id

ABSTRACT

Grain drying is very important efford to produced quality rice, but nowadays, drying process in valley swamp of South Sumatra obstructed by various obstacles and specific location problem in swamp of South Sumatra. The purpose of this research was to identify potential, problems and needs of technology paddy drying in valley swamp of district Banyuasin. This research was held in Sako village Rambutan subdistrict, Banyuasin regency of South Sumatra Province in April to August, 2016. The used method is to survey participatory rural appraisal (PRA) such as; (1) collect primary and secondary data; (2) Holding a focus group discussion (FGD), and (3) Interviews with informan key. Collected data in field processed with tabulation and then analyzed descriptively. The study shows that Sako village was potential in development of the rice crop, especially providing of seed varieties. The problems faced by farmers is a) a relatively high rainfall, b) The drying facilities were minimal, and c) the availability of less labor at harvest takes place simultaneously and should be completed in a relatively short time. The technology needed today is drying technology with a shorter time and produces seeds / rice quality as grain drying with artificial drying and drying by using drying floor

Key words: Drying, valley swamp, technology status

ABSTRAK

Pengeringan gabah merupakan usaha yang sangat penting untuk menghasilkan beras yang berkualitas, namun selama ini proses pengeringan di lahan rawa lebak Sumatera Selatan terhambat oleh berbagai macam kendala dan masalah spesifik lokasi di lahan rawa Sumatera Selatan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengidentifikasi potensi, permasalahan dan kebutuhan teknologi pengeringan padi di lahan rawa lebak Kabupaten Banyuasin. Studi ini dilaksanakan di Desa Sako Kecamatan Rambutan Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan pada Bulan April s/d Agustus 2016. Metode yang digunakan adalah dengan survei participatory rural appraisal (PRA) dengan cara antara lain; (1) Mengumpulkan data-data primer dan sekunder; (2) Mengadakan diskusi focus group discussion (FGD), dan (3) Wawancara kepada informan kunci. Data yang dikumpulkan di lapangan diolah secara tabulasi dan selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Hasil studi menunjukkan bahwa desa Sako berpotensi dalam pengembangan tanaman padi khususnya dalam penyediaan benih varietas unggul. Permasalahan yang dihadapi petani adalah a) curah hujan yang relatif tinggi, b) fasilitas penjemuran yang minim, dan c) ketersediaan tenaga kerja yang kurang saat panen berlangsung serempak dan harus selesai pada waktu yang relatif singkat. Teknologi yang dibutuhkan saat ini adalah

(2)

658 teknologi pengeringan dengan waktu yang lebih singkat dan menghasilkan benih/beras yang bermutu seperti pengeringan gabah dengan pengering buatan dan pengeringan menggunakan lantai jemur

Kata kunci: Pengeringan, rawa lebak, status teknologi PENDAHULUAN

Beras merupakan salah satu komoditas yang paling strategis dan dominan dalam struktur pangan nasional. Menurut Pratiwi dan Firdaus (2008), bagi Indonesia beras adalah komoditas yang strategis secara ekonomi dan politis, hal ini dikarenakan lebih dari 90 persen penduduk Indonesia menjadikan beras sebagai makanan pokoknya sehingga permintaan kebutuhan beras di Indonesia sangat tinggi. Dahulu pemenuhan kebutuhan beras penduduk di Indonesia tercukupi dari lahan sawah irigasi namun dengan pertambahan penduduk yang pesat ketersediaan komoditas pangan khususnya beras tidak dapat bergantung penuh pada produksi padi dari lahan sawah irigasi. Lahan-lahan sub-optimal seperti lahan rawa lebak juga memiliki potensi yang luas dan memiliki prospek pengembangan yang baik untuk dikembangkan menjadi suatu kawasan pertanian tanaman pangan khususnya padi. Potensi pengembangan lahan rawa cukup luas mencapai 2,98 juta ha namun di Sumatera Selatan luas lahan rawa yang sudah dimanfaatkan untuk tanaman padi baru sekitar 146.279 hektar (Alihamsyah, 2004). Ditinjau dari potensi luas lahan dan penyebarannya, agroekosistem lahan rawa lebak mempunyai potensi untuk peningkatan produktivitas pertanian serta pemerataan dan peningkatan pendapatan petani. Meskipun memiliki potensi yang besar, sampai saat ini pemanfaatan lahan rawa belum optimal, salah satu faktor penyebab adalah masih rendahnya penerapan teknologi pascapanen yang digunakan petani khususnya dalam hal pengeringan gabah.

Pengeringan gabah merupakan usaha yang sangat penting untuk menghasilkan beras yang berkualitas di lahan rawa lebak karena dengan pengeringan kualitas beras dapat dipertahankan selama proses penyimpanan. Pada proses pengeringan gabah terjadi pengurangan kandungan air dalam bahan sehingga resiko kerusakan bahan akibat aktivitas enzimatis dan biologi dapat dikurangi. Kandungan air pada gabah hasil panen petani (GKP) secara umum antara 20 % - 27 % (Waries A. 2006). Sementara untuk penyimpanan kadar air gabah yang dianjurkan adalah 14 %. GKP ini harus secepatnya dikeringkan karena jika tidak langsung dikeringkan, akan muncul permasalahan-permasalahan, yaitu akan terjadi kerusakan pada butir beras yang dihasilkan, ditandai dengan warna beras yang agak kecoklatan, menyebabkan harga jual rendah sehingga merugikan petani dan dengan kadar air tersebut gabah tidak memiliki ketahanan untuk disimpan (Djaeni, 2012). Pengurangan kadar air tersebut dapat dilakukan baik secara tradisional dengan memanfaatkan sinar matahari maupun dengan pengering mekanis.

Pengeringan gabah dengan sinar matahari lebih banyak digunakan oleh petani di Indonesia dibandingkan dengan menggunakan pengering mekanis. Hal ini dikarenakan cara tersebut lebih mudah dilakukan dengan biaya yang lebih murah dengan memanfaatkan alas plastik, terpal maupun anyaman bambu sebagai alas penjemuran. Meskipun cara ini banyak digunakan namun dari beberapa hasil penelitian menyebutkan penjemuran gabah secara tradisional menghasilkan persentase kehilangan hasil yang tinggi (Raharjo, B et al., 2012, Hosakakawa, 1995) dengan mutu dan rendemen giling yang rendah (Sutrisno et al., 1999).

Terlepas dari masalah klasik dalam pengeringan gabah secara tradisional, pengeringan memiliki kontribusi nyata dalam mempertahankan kualitas beras. Berdasarkan uraian tersebut maka perlu diketahui kesiapan teknologi pengeringan yang dapat diterapkan di tingkat petani ataupun kelompok tani untuk meningkatkan mutu beras sesuai

(3)

659 standar mutu SNI, serta pemahaman dan kesiapan petani dalam menerapkan teknologi. Salah satu cara untuk menggali kesiapan penerapan teknologi adalah dengan cara mengetahui status teknologi pengeringan yang saat ini diterapkan di petani. Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi potensi, permasalahan dan kebutuhan teknologi pengeringan gabah dengan menggunakan metode PRA. Atas dasar pemahaman potensi dan permasalahan serta kebutuhan teknologi pengeringan menurut perspektif petani, dapat direkomendasikan teknologi yang dapat diaplikasikan dalam pengeringan gabah di petani rawa lebak Provinsi Sumatera Selatan.

BAHAN DAN METODE

Penelitian dilaksanakan di Desa Sako Kecamatan Rambutan Kabupaten Banyuasin Provinsi Sumatera Selatan pada Bulan April s/d Agustus 2016. Penelitian dilakukan dengan mengadopsi metode PRA yang dikembangkan oleh Chambers (1996) pada pengeringan gabah dengan cara antara lain; (1) Mengumpulkan data-data primer dan sekunder; (2) Mengadakan focus group discussion (FGD), dan (3) Wawancara kepada informan kunci. Data yang dikumpulkan di lapangan diolah secara tabulasi dan selanjutnya dianalisis secara deskriptif. Pengumpulan data-data primer, sekunder dan wawancara kepada informan kunci digunakan untuk mengetahui potensi wilayah sedangkan penggalian prioritas permasalahan dan kebutuhan teknologi yang dirasakan petani dilakukan dengan focus group discussion (FGD). Peserta FGD terdiri atas 3 orang ahli dengan bidang keahlian sosial ekonomi pertanian, mekanisasi pertanian, dan penyuluhan pertanian serta 30 orang anggota kelompok tani. Pemilihan petani berdasarkan diskusi dengan dinas pertanian, kelompok tani, dan penyuluh.

HASIL

Potensi Desa. Luas lahan berbagai komoditas yang diusahakan oleh penduduk Desa

Sako dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Luas lahan/Jumlah Populasi berbagai komoditas di Desa Sako

No Komoditi Luas (Ha)/Jumlah Populasi

(Ekor)

1. Sektor Tanaman Pangan

- Padi 700 (Ha)

- Ubi kayu 5 (Ha)

- Ubi Jalar 1 (Ha)

2 Sektor Hortikultura

- Pisang 2 (Ha)

- Kacang Panjang 35 (Ha)

3. Sektor Peternakan

- Sapi 7 (Ekor)

- Kambing 65 (Ekor)

- Ayam Ras/Pedaging 72.000 (Ekor) /periode

- Ayam Buras 3.000 (Ekor)

- Itik 350 (Ekor)

4. Sektor Perkebunan

Kelapa 8 (Ha)

Sektor Perikanan 2 (Ha)

(4)

660 Status Teknologi. Tahapan proses dalam pengeringan gabah yang dilakukan petani

di Desa Sako dalam dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Tahapan proses dalam pengeringan gabah yang dilakukan petani di Desa Sako Tabel 2. Cara responden menjemur gabah

Uraian Jumlah (org) Persentase

Diatas tanah yang dilapisi plastik/terpal 24 75

Menggunakan lantai jemur tanpa terpal - -

Menggunakan lantai jemur yang dialasi terpal

8 25

Menggunakan alat pengering - -

Sumber : Olah Data Primer, 2016

Tabel 3. Cara yang digunakan responden untuk mengeringkan gabah

Uraian Jumlah (org) Persentase

Dikeringkan sendiri 18 56.3

Sebagian dikeringkan sebagian menyuruh orang lain

8 25

Semuanya dikeringkan orang lain 6 18.8

Sumber : Olah Data Primer, 2016

Tabel 4. Perlakuan responden pada gabah yang telah dipanen

Uraian Jumlah (org) Persentase

Jual basah -

Langsung dikeringkan 9 28.1

Gabah

Penjemuran menggunakan terpal di atas tanah/lantai jemur

Pengadukan/pembalikan dengan garu setiap ½ jam

Pengarungan Gabah Gabah ditumpuk tebal

saat siang hari

(5)

661

Dikeringkan setelah 1 hari panen 20 62.5

Dikeringkan setelah 2 hari panen 3 9.4

Sumber : Olah Data Primer, 2016

Tabel 5. lokasi responden menjemur gabah

Uraian Jumlah (org) Persentase

Halaman 21 65.6

Jalan 1 3.1

Lantai Jemur 8 25

Halaman gudang 2 6.3

Sumber : Olah Data Primer, 2016

Tabel 6. Perlakuan yang responden lakukan saat proses penjemuran gabah

Uraian Jumlah (org) Persentase

Dilakukan pembalikan dan pengadukan gabah 25 78.1

Dilakukan penumpukan tebal saat siang hari - -

Dilakukan pembalikan dan penumpukan tebal saat siang hari

7 21.9

Sumber : Olah Data Primer, 2016

Tabel 7. Permasalahan pengeringan gabah

Uraian Jumlah (org) Persentase

Cuaca (Hujan) 24 75

Kekurangan tenaga kerja - -

Gangguan hewan saat penjemuran 8 25

Sumber : Olah Data Primer, 2016

PEMBAHASAN

Desa Sako secara administratif masuk dalam wilayah Kecamatan Rambutan Kabupaten Banyuasin Sumatera Selatan dengan luas wilayah lebih kurang 2.500 Ha. Batas wilayah Desa Sako sebelah utara berbatasan dengan Desa Menten, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Gelebak Dalam dan sebelah barat berbatasan dengan Desa Pangkalan Gelebek. Mayoritas penduduk di Desa Sako berusaha di sektor pertanian, dari 580 jumlah keluarga di Desa Sako, 350 keluarga diantaranya merupakan keluarga pertanian (BPS Kecamatan Rambutan, 2016). Penduduk Desa Sako sebagian besar bermata pencaharian petani yang menanam padi lebak dua kali dalam setahun, disamping bertanam padi, petani juga menanam tanaman palawija dan tanaman hortikultura namun luasan untuk kedua komoditas ini relatif sedikit. Selain di sektor pertanian penduduk Desa Sako juga mengusahakan di sektor perikanan dan perkebunan (Tabel 1).

Sektor tanaman pangan khususnya padi sangat berkembang di Desa Sako, sejak tahun 1999 petani telah menghasilkan benih padi bermutu (bersertifikat). Ada empat kelompok tani penangkar yang ada di Desa Sako yaitu Kuba Maju Bersama, Tunas Baru, Suak Teriti, Karya Makmur II. Benih unggul yang dihasilkan dipasarkan sesuai dengan rencana pangsa pasar kelompok tani. Pangsa pasar benih dari Desa Sako terutama untuk petani dari daerah pasang surut Kabupaten Banyuasin. Ada juga kelompok tani yang telah bermitra dengan PT. Sang Hyang Seri dan juga toko-toko penyedia benih. Luas lahan penangkaran benih ± 150 Ha dengan padi yang di tanam adalah varietas Ciliwung dan Inpari 30.

(6)

662 Bagi penangkar benih proses pengeringan merupakan tahapan yang sangat penting karena apabila tidak cepat dikeringkan gabah menjadi rusak dan daya berkecambahnya rendah. Dari hasil wawancara dengan responden diketahui pengeringan gabah yang dilakukan oleh petani di Desa Sako adalah dengan cara menjemur gabah di atas tanah yang dilapisi terpal dan lantai jemur yang dialasi terpal. Dari total responden yang diwawancarai 75 % mengeringkan di atas tanah yang dilapisi terpal, 25 % melakukan pengeringan dengan lantai jemur yang dilapisi terpal dan tidak ada petani yang menggunakan alat pengering (Tabel 2). Di Desa Sako alat pengering buatan belum tersedia, hasil wawancara dengan responden diketahui bahwa keterbatasan modal untuk membeli, keterbatasan pengetahuan serta kapasitas pengering yang besar menyebabkan keengganan petani menggunakan alat pengering.

Proses pengeringan dilakukan setelah gabah dipanen, dari data yang dikumpulkan diketahui bahwa sebagian besar petani (62,5%) mengeringkan gabah setelah 1 hari panen, diikuti sebanyak 28,1 % petani yang langsung mengeringkan gabah setelah dipanen, dan sebanyak 9,4% petani mengeringkan gabah setelah 2 hari panen (Tabel 3). Menurut responden gabah tidak mengalami perubahan baik secara mutu maupun kuantitas meskipun dilakukan penundaan pengeringan. Hal ini sedikit berbeda dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Nugraha et al (2007) dan Rachmat et al (2002) yang menyebutkan bahwa keterlambatan pengeringan sampai 3 hari akan menimbulkan kerusakan gabah sebanyak 2,6% dan 1,66 sampai dengan 3,11%. Pada proses pengeringan ada berbagai cara yang digunakan petani untuk mengeringkan gabah. Sebanyak 56,3% petani mengeringkan sendiri gabah, 25% petani mengeringkan sendiri gabah sebagian, dan sebagian menyuruh orang lain, dan sebanyak 18,8% petani meminta bantuan orang lain untuk mengeringkan gabah. Sebagian besar responden mengeringkan sendiri gabah yang dimiliki dengan dibantu anggota keluarga, hal ini disebabkan dengan mengeringkan sendiri petani tidak perlu mengeluarkan biaya tambahan untuk upah pengeringan. Jika pengeringan dilakukan oleh orang lain maka ada biaya pengeringan yang harus dikeluarkan yaitu sebesar Rp. 6.000/1 karung (1 karung beratnya 50 kg).

Lokasi petani dalam menjemur gabah cukup bervariasi, tergantung ketersediaan masing-masing lokasi. Persentase tertinggi lokasi penjemuran gabah di halaman rumah petani, yaitu sebesar 65,6%, kemudian sebanyak 8 orang petani (25%) menjemur gabah di lantai jemur, 2 orang petani (6,3%) menjemur gabah di halaman gudang, dan persentase terendah 3,1% petani (1 orang) menjemur gabah di jalan. Halaman rumah menjadi lokasi terbanyak petani melakukan penjemuran, lokasi lain akan dipilih jika jumlah gabah yang dikeringkan melebihi kapasitas penjemuran di halaman. Dari hasil wawancara diketahui bahwa petani yang menjemur di lantai jemur selain karena halaman yang dimiliki tidak cukup luas alasan lain adalah mutu gabah yang dihasilkan lebih baik dibandingkan dengan penjemuran di atas tanah. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Hempi R (2006) diperoleh data bahwa gabah yang dijemur dengan lantai jemur menghasilkan beras dengan persentase mutu fisik yang baik yaitu butir kepala 80,84 %, butir utuh 78,57 %, butir patah besar 7,29 %, butir patah besar 5,39 %, menir 3,59 % dengan rendemen giling 91,34 %.

Pada saat proses penjemuran gabah dilakukan beberapa perlakuan yang bertujuan untuk mempercepat proses pengeringan gabah. Dari tabel 6 diperoleh data bahwa sebesar 78,125 % (25 orang) petani melakukan pembalikan dan pengadukan gabah, dan sebesar 7 orang petani (21,817%) melakukan pembalikan dan penumpukan tebal saat siang hari. Pengeringan dengan sinar matahari (penjemuran) harus memperhatikan itensitas sinar, suhu pengeringan yang selalu berubah, ketebalan penjemuran dan frekuensi pembalikan. Frekuensi pembalikan gabah biasanya setiap dua jam sekali guna meratakan kadar air gabah secara keseluruhan (Hasbi, 2012). Petani di Desa Sako melakukan pengadukan setiap satu jam sekali. Istilah yang digunakan petani untuk proses pengadukan adalah

(7)

663 “ceker”. Selain melakukan pencekeran, saat siang hari dilakukan penumpukan tebal sebanyak dua kali untuk menghilangkan air yang menempel di terpal.

Permasalahan pengeringan gabah di Desa Sako adalah cuaca dimana petani harus menjemur gabah dalam jumlah yang banyak secara bersamaan sementara cuaca tidak mendukung. Dari Tabel 7 diperoleh data bahwa sebanyak 75 % responden menyatakan permasalahan cuaca menjadi penghambat dalam pengeringan, dan sebesar 25 % menyebutkan gangguan hewan ternak sebagai penghambat. Masalah yang dihadapi oleh petani di lahan rawa di Sumatera Selatan dalam hal pengeringan adalah a) curah hujan dan kelengasan tanah yang relatif tinggi, b) fasilitas penjemuran yang minim seperti keterbatasan luas halaman tempat menjemur, keterbatasan lantai jemur maupun alat pengering, c) ketersediaan tenaga kerja yang kurang saat panen berlangsung serempak dan harus selesai pada waktu yang relatif singkat, d) sulitnya transportasi saat musim hujan, dan e) operator lokal yang belum terlatih. Semua keterbatasan tersebut menyebabkan proses pengeringan harus berlangsung dalam jangka waktu yang lebih panjang (Sutrisno & Ananto EE, 2000).

Berdasarkan penilaian petani terhadap masalah yang dihadapi serta potensi yang dimiliki, terdapat 2 teknologi pasca panen yang dibutuhkan petani untuk diaplikasikan pada pengeringan gabah di lahan rawa lebak yaitu lantai jemur dan pengering buatan. Lantai jemur yang saat ini ada di lokasi berjumlah satu unit yang berada di kelompok penangkar Kuba Maju Bersama, sehingga diperlukan penambahan jumlah lantai jemur untuk mengatasi permasalahn pengeringan gabah. Selain itu penggunaan alat pengering juga diperlukan ketika panen berlangsung serentak sehingga kapasitas lantai jemur tidak tidak mencukupi lagi. Alat pengering yang direkomendasikan adalah dengan kapasitas ±3 ton seperti dryer dengan bahan bakar sekam, mengingat ketersediaan sekam yang banyak di lokasi. Dengan kapasitas yang kecil diharapkan masing-masing petani ke depannya memiliki satu unit pengering.

KESIMPULAN

Teknologi pengeringan gabah di Desa Sako masih sangat sederhana. Pengenalan alat pengering yang sesuai dengan lokasi dengan kapasitas kecil diperlukan untuk mengatasi permasalahan pengeringan di lahan rawa lebak.

DAFTAR PUSTAKA

Alihamsyah, T. 2004. Potensi Dan Pendayagunaan Lahan Rawa Untuk Peningkatan Produksi Padi. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

BPS. 2015. Statistik daerah kecamatan rambutan. http://banyuasinkab.bps.go.id. [Diunduh Tgl 6 September 2016].

Chamber R. 1996. PRA Participatory Rural Appraisal – Memahami Desa Secara Partisipatif. Yogyakarta. Kanisius

Damarjati,D.S. 1978. Sifat Fisiokimia Beras dan Hubungannya Dengan Mutu Giling, Mutu Masak dan Mutu Rasa dari Varietas-Varietas Padi. Karawang

Djaeni,M et al. 2012. Peningkatan Kecepatan Pengeringan Gabah Dengan Metoe Mixed Adsorption Drying Menggunakan Zeolite Pada Unggulan Terfluidasi. Seminar Nasional Teknik Kimia Indonesia dan Musyawarah Nasional APTEKINDO 2012. Hasbi, 2012. Perbaikan Teknologi Pascapanen Padi di Lahan Suboptimal. Jurnal Lahan

suboptimal Vol 1, No. 2: 186-196

Hempi, R. 2006. Pengaruh ketebalan dan jenis alas penjemuran gabah terhadap mutu fisik beras giling kultivar ciherang. Jurnal Agrijati 2 (1): 38-47

(8)

664 Nugraha, S., Thahir, R., Sudaryono. 2007. Keragaan Kehilangan Hasil Pascapanen padi

pada 3 agroekosistem. Buletin Teknologi Pascapanen Pertanian. Vol 3. p: 42 – 49. Pratiwi, P. dan M. Firdaus. 2008. Efektivitas dan Perumusan Strategi Kebijakan Beras

Nasional. Program Studi Manajemen Agribisnis Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor (tidak dipublikasikan)

Raharjo, B., Hadiyanti, D., Kodir, A., 2012. Kajian Kehilangan Hasil pada Pengeringan dan Penggilingan Padi di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan. Jurnal Lahan Suboptimal. Vol 1 (1). P: 72-82.

Sutrisno, Astanto, Ananto EE. 1999. Pengaruh Cara Pengeringan Gabah Terhadap Rendemen dan Mutu Beras Di Lahan Pasang Surut. Laporan Hasil Penelitian P2SLPS2. Badan Litbang Pertanian. Jakarta.

Sutrisno, Ananto EE. 2000. Strategi Pengembangan Mesin Pengering ”Flat Bed Dryer” di Lahan Pasang Surut Sumatera Selatan. Prosiding Lokakarya/Seminar Hasil Penelitian Dan Pengkajian Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Sumatera Selatan. Palembang 1 – 2 Maret. p: 215-223.

Gambar

Tabel 1. Luas lahan/Jumlah Populasi berbagai komoditas di Desa Sako
Gambar 1 .  Tahapan proses  dalam pengeringan gabah yang dilakukan petani di Desa Sako Tabel 2

Referensi

Dokumen terkait

Dalam mencapai Akuntanbilitas Laporan Keuangan yang dihasilkan perusahaanlaporan yang dihasilkan oleh perusahaan haruslah memiliki nilai informasi yang baik dengan bentuk

Untuk uji hambat adhesi ini sebanyak 0,5 ml sel bakteri (10 8 sel/ml) yang telah terabel FITC diinkubasikan terlebih dahulu dengan 100 µl antiserum spesifik terhadap

Penelitian eksplorasi ini bertujuan untuk mengisolasi dan mengidentifikasi senyawa metabolit sekunder dari ekstrak etil asetat kulit batang mangrove Sonneratia caseolaris

III Konsituen subjek dalam pola ayat dasar umumnya diisi oleh frasa nama IV Ayat dasar hanya terdiri daripada ayat tanya, ayat perintah, dan ayat seruan A I dan II C I, II

Sinyal disebarkan melalui repeater; pada tiap repeater, data digital diperoleh kembali dari sinyal asal dan dipakai untuk menghasilkan suatu sinyal analog baru yang

FAKTOR INTERNAL Citra Bank baik Lokasi Bank Strategis Saham milik Pemerintah Daerah Pencapaian prestasi service excellence sebagai modal peningkatan bisnis Daya dukung Teknologi

Tujuan penelitian adalah mengetahui hubungan antara pengetahuan, sikap, kepercayaan ibu dan perilaku tokoh masyarakat dengan status imunisasi campak pada bayi/balita umur 1 –

Beberapa Contoh Usulan dari Musrenbang Provinsi yang perlu didiskusikan dalam Musrenbang Nasional (2/2). Provinsi