• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) Pengertian UKS

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TINJAUAN PUSTAKA Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) Pengertian UKS"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

TINJAUAN PUSTAKA

Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)

Menurut Hasbullah (1997), sekolah merupakan lembaga pendidikan kedua setelah pendidikan keluarga. Sekolah bertugas mendidik dan mengajar serta memperbaiki dan memperhalus tingkah laku anak didik yang dibawa dari keluarganya. Sekolah sebagai wiyata mandala perlu memiliki lingkungan kehidupan yang menjamin adanya proses belajar mengajar serta menciptakan kondisi yang mendukung tercapainya hidup sehat. Hal tersebut akan tercipta apabila sekolah dan lingkungannya dibina dan dikembangkan melalui upaya kegiatan lintas program dan lintas sektoral terkait dalam program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) (Effendi 2001).

Pengertian UKS

Depkes (2003) mendefinisikan UKS sebagai wahana belajar mengajar untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat dan selanjutnya membentuk perilaku hidup sehat anak usia sekolah yang berada di sekolah. Ditinjau dari sudut pembangunan di bidang kesehatan, UKS adalah stategi untuk mencapai kemandirian masyarakat dalam mengatasi masalah kesehatan dan menolong dirinya sendiri di bidang kesehatan, yang selanjutnya akan menghasilkan derajat kesehatan masyarakat yang optimal.

UKS merupakan salah satu program yang sangat penting untuk meningkatkan kualitas pendidikan dan kesehatan secara terpadu, sadar, berencana, terarah dan bertanggung jawab dalam menanamkan, menumbuhkan, mengembangkan dan membimbing untuk menghayati, menyenangi dan melaksanakan prinsip hidup sehat dalam kehidupan siswa sehari-hari. Menurut WHO ada enam ciri utama sekolah yang melaksanakan UKS (Ali 2009), yaitu:

1. Melibatkan semua pihak yang berkaitan dengan masalah kesehatan sekolah, seperti siswa, orang tua, dan para tokoh masyarakat maupun organisasi-organisasi di masyarakat.

2. Berusaha keras untuk menciptakan lingkungan yang sehat dan aman, meliputi sanitasi dan air yang cukup, bebas dari segala macam bentuk kekerasan, bebas dari pengaruh negatif dan penyalahgunaan zat-zat berbahaya, suasana yang mempedulikan pola asuh, rasa hormat dan percaya. Diciptakannya pekarangan sekolah yang aman, adanya dukungan masyarakat sepenuhnya.

(2)

3. Memberikan pendidikan kesehatan dengan mengembangkan kurikulum yang mampu meningkatkan sikap dan perilaku peserta didik yang positif terhadap kesehatan, serta dapat mengembangkan berbagai keterampailan hidup yang mendukung kesehatan fisik, mental dan sosial. Selain itu, memperhatikan pentingnya pendidikan dan pelatihan untuk guru maupun orang tua.

4. Memberikan akses untuk dilaksanakannya pelayanan kesehatan di sekolah, yaitu penjaringan, diagnosa dini, pemantauan dan perkembangan, imunisasi, serta pengobatan sederhana. Selain itu, mengadakan kerja sama dengan puskesmas setempat, dan mengadakan program-program makanan bergizi dengan memperhatikan keamanan makanan.

5. Menerapkan kebijakan-kebijakan dan upaya-upaya di sekolah untuk mempromosikan atau meningkatkan kesehatan, yaitu kebijakan yang didukung oleh seluruh staf sekolah termasuk mewujudkan proses pembelajaran yang dapat menciptakan lingkungan psikososial yang sehat bagi seluruh masyarakat sekolah. Kebijakan berikutnya memberikan pelayanan yang ada untuk seluruh peserta didik. Terakhir, kebijakan-kebijakan dalam penggunaan rokok, penyalahgunaan narkotika termasuk alkohol serta pencegahan segala bentuk kekerasan/pelecehan.

6. Bekerja keras untuk ikut atau berperan serta meningkatkan kesehatan masyarakat, dengan cara memperhatikan masalah kesehatan yang terjadi di masyarakat. Cara lainnya berpartisipasi dalam kegiatan-kegiatan kesehatan masyarakat.

Dasar Pelaksanaan UKS

Berbagai faktor mendasari pentingnya pelaksanaan UKS di berbagai jenjang sekolah yang dimulai dari sekolah dasar hingga sekolah lanjutan (Taylor 1991 dalam Muflihati 2005), yaitu:

1. Kebanyakan orang bersekolah. Golongan masyarakat usia sekolah (6-18 tahun) merupakan bagian yang besar dari penduduk Indonesia (± 29%), diperkirakan 50% dari jumlah tersebut adalah anak-anak yang menempuh pendidikan di bangku sekolah (Effendi dkk 1993).

2. Populasi sekolah adalah anak muda, sehingga bisa diintervensi sebelum anak mengembangkan kebiasaan kesehatan yang buruk. Selain itu ketika anak-anak muda diajari perilaku kesehatan yang baik sejak awal, perilaku ini bisa menjadi kebiasaan dan bertahan sepanjang hidup mereka.

(3)

3. Sekolah mempunyai sarana intervensi yang alami, yaitu kelas yang banyak. Intervensi kesehatan dapat diterapkan dalam format ini.

4. Sanksi tertentu dapat diterapkan di lingkungan sekolah untuk mempromosikan perilaku yang sehat.

Masyarakat sekolah yang terdiri atas siswa, guru serta orang tua siswa juga merupakan masyarakat yang paling peka (sensitif) terhadap pengaruh modernisasi dan tersebar merata di seluruh Indonesia. Pendidikan kesehatan melalui masyarakat sekolah ternyata paling efektif diantara usaha-usaha yang ada untuk mencapai kebiasaan hidup sehat dari masyarakat pada umumnya, karena masyarakat sekolah memiliki persentase yang tinggi dan terorganisir sehingga lebih mudah dicapai. Masyarakat sekolah juga peka terhadap pendidikan kesehatan dan pembaharuan serta dinilai dapat menyebarkan modernisasi. Pembinaan kesehatan pada anak sekolah baik secara jasmani, rohani, dan sosial, merupakan suatu investasi dalam bidang man power dalam Negara dan Bangsa Indonesia (Effendi dkk 1993).

Pembinaan kesehatan anak usia sekolah, baik sekolah dasar maupun lanjutan, melalui program UKS adalah salah satu strategi yang ditempuh dalam pembangunan di bidang kesehatan, seperti yang dinyatakan dalam Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 1992 tentang Kesehatan dalam Bab V bagian ke tiga belas pasal 45 ayat 1 yang berbunyi : Kesehatan Sekolah diselenggarakan untuk meningkatkan kemampuan hidup sehat peserta didik dalam lingkungan hidup sehat, sehingga peserta didik dapat belajar, tumbuh dan berkembang secara harmonis dan optimal menjadi sumber daya manusia yang berkualitas.

UKS juga merupakan upaya terpadu secara lintas program dan lintas sektor yang didasari oleh Surat Keputusan Bersama (SKB) empat menteri yaitu Menteri Pendidikan Nasional (No. 1/U/SKB/2003), Menteri Kesehatan (No. 1067/Menkes/SKB/VII/2003), Menteri Agama (No. MA/230A/2003) dan Menteri Dalam Negeri (No. 26 Tahun 2003) tentang kebijakan, pembinaan dan pengembangan Usaha Kesehatan Sekolah, untuk mengoptimalkan proses edukasi kesehatan dan gizi di sekolah. SKB tersebut terlaksana dengan adanya tim pembina UKS mulai dari jenjang pusat, provinsi, kabupaten, kecamatan hingga di jenjang sekolah. Oleh karenanya pemerintah daerah juga berperan penting dalam kesuksesan pelaksanaan UKS. Pemerintah daerah diberikan wewenang untuk menjalankan UKS yang disesuaikan dengan keadaan dan

(4)

kemampuan daerah setempat sesuai dengan usaha mewujudkan desentralisasi dan otonomi daerah dalam usaha-usaha di bidang kesehatan.

Secara fungsional, Kementerian Pendidikan Nasional menentukan arah, tujuan, dan dasar-dasar upaya pendidikan, sedangkan Kementerian Kesehatan menentukan arah, tujuan, dan dasar-dasar upaya kesehatan. Hal ini dikarenakan UKS pada dasarnya merupakan program dengan dua intervensi pokok, yaitu upaya pendidikan dan upaya kesehatan. Selain itu dalam mencapai tujuan UKS ada hubungan interaksi, interrelasi, dan interdependensi antara upaya pendidikan dan upaya kesehatan. Kementerian Agama juga berperan mendorong pelaksanaan UKS di lembaga pendidikan seperti pesantren.

Tujuan Pelaksanaan UKS

UKS memiliki tujuan umum untuk mempertinggi nilai kesehatan, mencegah penyakit serta rehabilitasi anak-anak sekolah dan lingkungannya sehingga didapatkan anak-anak yang sehat jasmani, rohani, dan sosialnya (Effendi dkk 1993). Lebih jauh tujuan khusus dari UKS adalah mencapai keadaan kesehatan anak-anak sekolah dan lingkungannya sehingga dapat memberikan kesempatan tumbuh kembang secara harmonis serta belajar secara efisien dan optimal. Hal ini selaras dengan tujuan umum UKS yang disampaikan Depkes (2003), yaitu meningkatkan kemampuan hidup sehat dan derajat kesehatan peserta didik serta menciptakan lingkungan yang sehat, sehingga memungkinkan pertumbuhan dan perkembangan yang harmonis dan optimal dalam rangka pembentukkan manusia Indonesia seutuhnya.

Sasaran Pelaksanaan UKS

Menurut Purnomo dkk (1991) dalam Effendi (2001), UKS adalah usaha kesehatan masyarakat yang dijalankan di sekolah-sekolah dengan anak didik serta lingkungan hidupnya sebagai sasaran utama. Effendi dkk (1993) menambahkan bahwa UKS merupakan usaha kesehatan masyarakat yang ditujukan kepada masyarakat sekolah, yaitu anak didik, guru, dan karyawan sekolah lainnya, yang dimulai dari Sekolah Dasar (SD) sampai dengan Sekolah Lanjutan Atas (SLA).

Ruang Lingkup Pelaksanaan UKS

Tujuan pelaksanaan UKS kemudian teraplikasi dalam ruang lingkup atau program yang dijalankan UKS yang dikenal dengan TRIAS UKS atau Tri

(5)

Program UKS, yang meliputi pendidikan kesehatan, pelayanan kesehatan, dan pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat.

a. Pendidikan Kesehatan

Pendidikan kesehatan merupakan suatu proses menyampaikan informasi dan pengalaman belajar tentang kesehatan yang bertujuan agar individu atau kelompok mampu mengambil keputusan yang berkaitan dengan kesehatan berdasarkan informasi yang diterimanya, sehingga terjadi perubahan perilaku yang kondusif bagi kesehatan (perilaku yang sehat). Perubahan perilaku ini harus dilakukan secara sukarela dan dilandasi oleh partisipasi sukarela dalam menentukan praktek kesehatannya (Green 1980 dalam Muflihati 2005).

Pendidikan kesehatan dilakukan baik melalui kegiatan intrakurikuler, yakni pada jam pelajaran yang sesuai ketentuan yang berlaku untuk tingkat sekolah dasar sampai dengan tingkat sekolah menengah atas, maupun ekstrakurikuler, yang dilaksanakan di luar jam pelajaran biasa yang dapat dilakukan di dalam ataupun di luar sekolah. Kegiatan ekstrakurikuler tersebut dapat berupa kegiatan oleh peserta didik dan guru, seperti kerja bakti sosial, lomba terkait kesehatan, aktivitas kader kesehatan sekolah, piket sekolah dan sebagainya. Kegiatan penyuluhan kesehatan dan latihan keterampilan serta bimbingan hidup bersih dan sehat juga merupakan pendidikan kesehatan yang dapat dilaksanakan secara ektrakurikuler di sekolah (Depkes 2003).

Pendidikan kesehatan yang dilakukan melalui UKS meliputi pendidikan tentang kesehatan perorangan dan lingkungan, pencegahan dan pemberantasan penyakit menular, makanan sehat dan hidup teratur, sikap baik dan kebiasaan-kebiasaan yang rapih dan pencegahan kecelakaan (Effendi dkk 1993).

b. Pelayanan Kesehatan

Pelayanan kesehatan merupakan kegiatan yang komprehensif, meliputi usaha promotif, preventif serta kuratif dan rehabilitatif. Kegiatan promotif berupa penyuluhan kesehatan dan latihan keterampilan dalam rangka pelayanan kesehatan. Kegiatan preventif berupa kegiatan peningkatan daya tahan tubuh, kegiatan pemutusan rantai penularan penyakit, dan kegiatan penghentian proses penyakit pada tahap dini sebelum timbul kelainan. Kegiatan kuratif dan rehabilitatif berupa kegiatan mencegah

(6)

komplikasi dan kecacatan akibat proses penyakit atau untuk meningkatkan kemampuan peserta didik yang cedera/cacat agar dapat berfungsi optimal. Selain seluruh kegiatan tersebut, Effendi dkk (1993) menambahkan adanya pelayanan kesehatan gigi dalam usaha pemeliharaan kesehatan di sekolah melalui UKS.

c. Pembinaan Lingkungan Sehat

Pembinaan lingkungan dilaksanakan dalam rangka menjadikan sekolah sebagai institusi pendidikan yang dapat menjamin berlangsungnya proses belajar mengajar yang mampu menumbuhkan kesadaran, kesanggupan, dan keterampilan peserta didik untuk menjalankan prinsip hidup sehat. Kegiatan pembinaan lingkungan kehidupan sekolah sehat mencakup kegiatan bina lingkungan fisik dan kegiatan bina lingkungan mental sosial, sehingga tercipta suasana dan hubungan kekeluargaan yang akrab dan erat antara sesama warga sekolah (Depkes RI 2003). Hal tersebut dapat dijabarkan dengan tersedianya bangunan dan perlengkapan sekolah sehat, kebersihan ruangan dan halaman sekolah, tersedianya kakus dan air yang memenuhi syarat kesehatan serta terjalinnya hubungan yang baik antara guru, murid, dan masyarakat/orang tua murid.

Ketiga program tersebut dilaksanakan dengan menggunakan berbagai sumber daya yang ada di sekolah sehingga diharapkan sesuai dengan karakteristik sekolah dan mencapai tujuan yang diharapkan. Akan tetapi berbagai kendala yang berasal dari pengelola program, fasilitas serta kurangnya peran serta anak didik menyebabkan penyelenggaraan TRIAS UKS tersebut kurang optimal. Pelaksanaan UKS mengalami pasang surut, diperkirakan baru sekitar 30 persen sekolah lanjutan di Indonesia yang melaksanakan program UKS (Ahmad 2005). Penelitian di Kota Medan menyatakan pelaksanaan program UKS belum berhasil, karena sebagian besar indikator keberhasilan belum ada yang mencapai hasil 80%. Adapun indikator tersebut antara lain pembinaan dokter kecil sebesar 57,1%; dana sehat dan kantin sekolah sebesar 57,1%; perencanan kegiatan UKS sebesar 71,4%; frekuensi kegiatan UKS sebesar 71,4% dan lain sebagainya (Mursyid 2003).

Belum dipahaminya manfaat UKS tersebut oleh pimpinan dan guru-guru dalam mendukung prestasi belajar siswa, juga dapat menyebabkan pelaksanaan UKS yang belum optimal. Sosialisasi kegiatan UKS kepada pimpinan dan guru diharapkan akan meningkatkan pemahaman akan pentingnya UKS sehingga

(7)

adanya komitmen pihak sekolah dalam melaksanakan UKS maksimal (Azrimaidaliza dkk 2009). Koordinasi lintas sektor yang masih lemah juga menjadi salah satu faktor pelaksanaan UKS yang belum efektif (Effendi 2001).

Kriteria Strata UKS

Depkes (2007) mengategorikan keragaan UKS menjadi beberapa strata, yaitu minimal, standar, optimal dan paripurna. Pengategorian ini dilakukan bertahap dengan melihat kondisi dan kemampuan sekolah dalam menyediakan pelayanan kesehatan. Dalam mencapai strata tertentu sekolah harus memenuhi berbagai kriteria strata tersebut. Adapun pengategorian keragaan pendidikan kesehatan sesuai dengan kriteria stratanya dapat dilihat pada tabel berikut, Tabel 1 Pengategorian keragaan pendidikan kesehatan berdasarkan kriteria

strata Depkes (2007)

No. Kriteria Strata UKS Minimal Standar Optimal Paripurna 1 Dilaksanakan penjaskes secara kurikuler √ √ √ √

2 Guru membuat rencana pembelajaran

pendidikan kesehatan √ √ √ √

3 Ada buku pegangan guru tentang

pendidikan kesehatan √ √ √ √

4 Ada buku bacaan pendidikan kesehatan √ √ √ √

5 Ada guru pendidikan jasmani √ √ √ √

6 Dilaksanakan pendidikan jasmani dan

kesehatan secara ekstrakurikuler √ √ √

7 Memiliki guru mata pelajaran pendidikan jasmani dengan ratio 1:24 jam pelajaran

dalam seminggu √ √ √

8 Memiliki media pendidikan kesehatan

(poster dan lain-lain) √ √ √

9 Memiliki guru Bimbingan Konseling

(BK)/Bimbingan Penyuluhan (BP) √ √ √

10 Dilakukan pengukuran dan pencatatan

kesegaran jasmani √ √ √

11 Adanya pendidikan kesehatan remaja (a.l

kespro dan napza) dalam ekstrakurikuler √ √ √ 12 Pendidikan kesehatan terintegrasi pada

mata pelajaran lain √ √

13 Dilakukan tes kebugaran jasmani √ √

14 Memiliki guru pembina UKS √ √

15 Evaluasi pendidikan kesehatan √ √

16 Adanya peran aktif “pendidik sebaya”/”konselor sebaya” dalam Pendidikan Keterampilan Hidup Sehat (PKHS)

√ √

17 Adanya pendidikan kesehatan remaja (a.l kespro dan napza) yang diintegrasikan ke

dalam mata pelajaran √ √

18 Memiliki guru pembina UKS terlatih

dengan jumlah memadai √

19 Adanya program kemitraan pendidikan kesehatan dengan instansi terkait (Puskesmas, Kepolisian, PMI, PPL Pertanian dll)

(8)

Adapun pembagian kategori keragaan pelayanan kesehatan sesuai dengan kriteria stratanya dapat dilihat pada Tabel 2. Selain usaha sekolah dalam memberikan pelayanan kesehatan dasar, kriteria strata ini meliputi usaha sekolah dalam menjaring atau melaksanakan proses skrening terhadap kesehatan siswa, serta pemantauan status kesehatan siswa secara berkala. Tabel 2 Pengategorian keragaan pelayanan kesehatan berdasarkan kriteria

strata Depkes (2007)

No. Kriteria Strata UKS Minimal Standar Optimal Paripurna 1 Dilaksanakan penyuluhan kesehatan

remaja √ √ √ √

2 Penjaringan kesehatan √ √ √ √

3 Pengukuran BB dan TB √ √ √ √

4 Pengawasan terhadap

penjaja/penjamah makanan di sekolah √ √ √ √

5 Kegiatan P3K dan P3P √ √ √ √

6 Pemeriksaan kesehatan berkala tiap 6

bulan termasuk TB dan BB √ √ √

7 Ada pencatatan hasil pemeriksaan kesehatan dan pengukuran TB dan BB pada buku/KMS remaja

√ √ √

8 Ada rujukan bagi yang memerlukan √ √ √

9 Ada kader kesehatan remaja (KKR)

yang terlatih √ √ √

10 Pelayanan konseling kesehatan remaja √ √ √

11 Ada pengawasan penjaja/penjamah

makanan di sekitar sekolah √ √ √

12 Dana sehat/dana UKS √ √

13 Jumlah KKR sudah dilatih <10% √ √

14 Konseling kesehatan remaja oleh

“pendidik sebaya”/”konselor sebaya” √ √

15 Ada kegiatan forum komunikasi/diskusi kelompok terarah dari “pendidik

sebaya”/”konselor sebaya” √

16 Jumlah KKR yang sudah dilatih >10% √

Pengategorian UKS untuk keragaan pembinaan lingkungan sehat, memiliki kriteria strata yang paling banyak, seperti yang terdapat pada Tabel 3. Dalam pembinaan lingkungan sekolah yang sehat seluruh aspek lingkungan sekolah yang meliputi kebersihan, keindahan, dan kesehatan perlu diperhatikan, seperti pada ruang kelas, kantin, halaman dan lainnya. Lingkungan sekolah selain sebagai pendukung dalam pemeliharaan kesehatan siswa juga dapat menjadi sarana pembelajaran dalam mewujudkan perilaku hidup sehat.

(9)

Tabel 3 Pengategorian keragaan pembinaan lingkungan sekolah sehat berdasarkan kriteria strata Depkes (2007)

No. Kriteria Strata UKS Minimal Standar Optimal Paripurna

1 Ada air bersih √ √ √ √

2 Ada tempat cuci tangan √ √ √ √

3 Ada WC/jamban yang berfungsi dengan

baik √ √ √ √

4 Ada tempat sampah √ √ √ √

5 Ada saluran pembuangan air kotor yang

berfungsi dengan baik √ √ √ √

6 Ada halaman/pekarangan/lapangan √ √ √ √

7 Ada pojok UKS √ √ √ √

8 Ada poster bahaya rokok √ √ √ √

9 Ada poster bahaya narkoba √ √ √ √

10 Pengawasan terhadap warung/kantin

sekolah √ √ √ √

11 Melakukan 3 M plus, 1 kali seminggu √ √ √ √

12 Memiliki kantin/warung sekolah √ √ √ √

13 Memiliki ruang ibadah √ √ √ √

14 Adanya pengawasan kantin/warung

sekolah secara rutin √ √ √

15 Memiliki pagar aman √ √ √

16 Ada penghijauan dan perindangan √ √ √

17 Memiliki ruang konseling √ √ √

18 Memiliki ruang UKS dengan peralatan

sederhana √ √ √

19 Lingkungan sekolah bebas jentik √ √ √

20 Melaksanakan pembinaan kawasan sekolah tanpa rokok, bebas narkoba

dan miras √ √ √

21 Jarak papan tulis dengan bangku

terdepan 2,5 m √ √ √

22 Ada tempat cuci tangan di beberapa tempat dengan air mengalir/kran dan

dilengkapi sabun √ √

23 Ada tempat cuci peralatan masak/makan dengan air yang mengalir, petugas kantin/warung sekolah bersih dan sehat

√ √

24 Ada tempat sampah di tiap kelas dan tempat penampungan sampah akhir di

sekolah √ √

25 Ada jamban/WC siswa dan guru yang memenuhi syarat kesehatan dan

kebersihan √ √

26 Ada halaman yang cukup luas untuk

upacara dan berolahraga √ √

27 Ada pagar yang aman dan indah √ √

28 Ada taman/kebun sekolah/toga √ √

29 Memiliki ruang UKS tersendiri dengan

peralatan yang lengkap √ √

30 Tercipta kawasan sekolah tanpa rokok,

(10)

Tabel 3 (Lanjutan)

No. Kriteria Strata UKS Minimal Standar Optimal Paripurna 31 Ada menu gizi seimbang di kantin/warung sekolah dan petugas

kantin/warung sekolah yang terlatih √

32 Ada air bersih yang memenuhi syarat

kesehatan √

33 Pemisahan sampah organik dan

non-organik √

34 Rasio WC : siswa = 1:20 √

35 Saluran air limbah yang tertutup dan berfungsi dengan baik, mengalir, dan

lancar √

36 Ada taman/kebun sekolah yang dimanfaatkan dan diberi label (untuk sarana belajar) dan pengolahan hasil kebun sekolah

√ 37 Ruang kelas memenuhi syarat

kesehatan (ventilasi dan pencahayaan cukup

38 Rasio kepadatan siswa 1:1,5-1,75 m2

39 Memiliki ruang peralatan UKS yang

ideal √

Ruang UKS sebagai tempat dalam memberikan pelayanan kesehatan terhadap siswa memiliki beberapa tipe, dengan ketersediaan peralatan dan perlengkapan yang tersedia di ruang tersebut. Tipe ruang UKS sederhana dimiliki sekolah dengan kategori standar yang dilengkapi dengan tempat tidur, timbangan BB, alat ukur TB, snellen chart, kotak P3K dan obat-obatan. Ruang UKS dengan tipe lengkap, selain dilengkapi dengan peralatan seperti ruang UKS sederhana juga ditambah dengan lemari obat, buku rujukan, KMS, poster-poster, struktur organisasi, jadwal piket, tempat cuci tangan/wastafel dan data angka kesakitan murid. Sedangkan ruang UKS tipe ideal dilengkapi dengan peralatan gigi atau unit gigi serta contoh model organ tubuh dan rangka, selain terlengkapinya peralatan UKS tipe lengkap.

Pendidikan Gizi

Secara sederhana pendidikan diartikan sebagai usaha manusia untuk membina kepribadiannya sesuai dengan nilai-nilai di dalam masyarakat dan kebudayaan. Arti pendidikan atau paedagogie dalam perkembangannya berarti bimbingan atau pertolongan yang diberikan dengan sengaja oleh orang dewasa agar dia menjadi dewasa (Hasbullah 1997). Pendidikan dalam konteks sosiologis berkaitan dengan perkembangan dan perubahan kelakuan anak didik, bertalian dengan transmisi pengetahuan, sikap, kepercayaan, keterampilan dan aspek-aspek kelakuan lainnya kepada generasi muda. Nasution (1994) dalam Muflihati

(11)

(2005) mendefinisikan pendidikan sebagai proses belajar mengajar pola kelakuan manusia menurut apa yang diharapkan masyarakat.

Undang-undang No. 20 tahun 2003 menyebutkan pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Pendidikan merupakan suatu kekuatan yang dinamis dalam kehidupan setiap individu, yang dapat mempengaruhi perkembangan fisik, mental, emosional, sosial, dan etika. Menurut Pranadji (1989), terdapat beberapa ciri atau unsur umum dalam pendidikan yang dapat dijelaskan sebagai berikut :

a. Pendidikan mengandung tujuan yang ingin dicapai, yaitu perkembangan kemampuan individu sehingga bermanfaat untuk kepentingan hidupnya, baik sebagai individu maupun warga masyarakat.

b. Perlu dilakukan usaha yang disengaja dan terencana dalam memilih isi (materi), strategi kegiatan dan teknik penilaian yang sesuai, demi tercapainya tujuan.

c. Kegiatan pendidikan dapat diselenggarakan dalam suatu lingkungan, baik keluarga, sekolah, maupun masyarakat dan bersifat formal atau nonformal.

Notoatmodjo (2003) mengemukakan bahwa komponen pendidikan terdiri atas perangkat lunak dan perangkat keras yang akan menunjang keberhasilan proses pendidikan sehingga sasaran atau siswa sebagai masukan setelah melalui proses pendidikan diharapkan sebagai keluaran dapat merubah perilakunya. Hal ini seperti yang digambarkan dalam Gambar 1.

Adapun Guhardja (1979) menyebutkan setidaknya ada tiga komponen belajar yang meliputi pendidik, teknik dan metode, serta alat pendidikan. Komponen belajar ini sangat berperan terhadap keberhasilan proses pembelajaran yang dilakukan. Metode dan teknik harus dipilih sedemikian rupa sehingga orang yang belajar memperoleh pengalaman belajar yang sebaik-baiknya. Pemilihan ini tergantung pada tujuan pendidikan, kemampuan pengajar, kemampuan orang yang belajar, besar atau luasnya sasaran, waktu dan fasilitas yang tersedia.

(12)

Gambar 1 Komponen pendidikan kesehatan

Pendidikan gizi dapat didefinisikan sebagai suatu proses belajar-mengajar tentang pangan, bagaimana tubuh menggunakan zat gizi dan mengapa zat gizi itu diperlukan untuk kesehatan tubuh. Pendidikan gizi mempunyai tujuan akhir merubah sikap dan tindakan ke arah perbaikan gizi dan kesehatan yang diharapkan. Menurut Khumaidi (1989) pendidikan gizi tidak akan berhasil jika tidak disertai suatu pengetahuan, sikap, kepercayaan dan nilai dari masyarakat yang akan dijadikan sasaran.

Contento (2007) menyebutkan beberapa hal yang menyebabkan perlu dilakukannya pendidikan gizi, yaitu:

 Pola makan yang belum optimal. Makanan yang dikonsumsi umumnya terdiri dari berbagai jenis, akan tetapi pola makan beragam tersebut belum tentu sehat, sebagai contoh banyaknya orang yang lebih memilih jus buah dibanding buah yang segar. Penelitian di Amerika menyebutkan 74% dewasa memiliki pola makan yang harus ditingkatkan sedangkan 16% lainnya memiliki pola makan yang jelek. Anak-anak cenderung memiliki pola makan yang baik pada awalnya, akan tetapi berubah seiring bertambahnya usia. Pada usia 9 tahun, hanya 12% yang memiliki pola makan yang baik.

 Kompleksnya pilihan makanan yang berasal dari lingkungan. Perubahan gaya hidup menyebabkan banyaknya orang mengonsumsi makanan di luar. Walaupun dikonsumsi di dalam rumah, makanan tersebut umumnya

Perangkat lunak :  Kurikulum  Metode  Staf pengajar Perangkat keras :  Gedung  Alat pendidikan  Ruang  Anggaran Proses Pendidikan Masukan Keluaran

(13)

dibeli atau dibawa dari tempat lain. Hal ini memunculkan berbagai pertimbangan dalam memilih makanan.

 Banyaknya informasi gizi dari lingkungan. Banyaknya pilihan makanan yang tersedia membuat orang lebih selektif. Salah satu cara memilih makanan yang baik untuk dikonsumsi, terutama makanan kemasan adalah dengan melihat label pangan. Survei yang dilakukan melaporkan bahwa 80% orang membaca label pangan sebelum memilih makanan akan tetapi tidak selalu mengerti arti label tersebut. Disinilah pentingnya pendidikan gizi dalam memberikan informasi.

 Besarnya perhatian masyarakat terhadap kesehatan tidak selalu diimbangi dengan perilaku yang sehat, ketidaktahuan dapat menjadi salah satu penyebab, contohnya banyak orang mengurangi porsi makanan yang berlemak akan tetapi justru menambah sumber lain makanan berlemak tersebut, seperti dalam es krim.

Pendidikan atau penyuluhan gizi dapat dilaksanakan melalui pendekatan edukatif untuk menghasilkan perilaku individu/masyarakat yang diperlukan dalam peningkatan/mempertahankan gizi baik. Khomsan (2000) menyatakan bahwa pendidikan atau penyuluhan gizi selalu dimaksudkan agar anak didik mengubah perilaku konsumsi pangan menuju perilaku yang lebih baik. Ada beberapa hal yang perlu diperhatikan sehubungan dengan isi pendidikan gizi. Pertama adalah informasi yang disampaikan harus mudah dipraktekkan. Kedua, adanya perubahan seminimal mungkin dan yang terakhir adalah saran-saran yang disampaikan harus bermanfaat.

Pendidikan gizi merupakan hal penting dan mutlak yang harus dimasukkan sebagai bagian dari kebijakan gizi dalam pembangunan nasional, oleh karenanya harus menjadi bagian integral dari pendidikan formal mulai dari Sekolah Dasar, Sekolah Menengah, dan Perguruan Tinggi. Hal ini dapat dikarenakan pendidikan gizi di sekolah dapat meningkatkan kesehatan dan perkembangan fisik anak-anak sekolah (Suhardjo 1989). Materi pendidikan gizi yang diberikan harus menyajikan kenyataan yang berlaku dan berkaitan dengan masalah yang dibutuhkan oleh siswa supaya informasi yang disajikan tersebut dapat digunakan secara bijaksana dalam praktek gizi.

Syarief dkk (1988) mengatakan bahwa pentingnya pendidikan gizi bagi anak sekolah didasarkan pada dua pertimbangan. Pertama, anak usia sekolah masih mengalami pertumbuhan dengan laju yang cepat, dan anak usia sekolah

(14)

adalah orang tua masa depan. Oleh karenanya keadaan gizi anak pada usia ini harus mendapat perhatian seksama agar memperoleh generasi masa depan yang berkualitas. Kedua, usia anak sekolah dapat dipandang sebagai agent of change dalam keluarga, sekurang-kurangnya dalam memperlihatkan kebiasaan-kebiasaan baru, sehingga diharapkan bekal pengetahuan gizi yang diperoleh pada usia sekolah dapat diimbaskan pada anggota keluarga lain. Selain itu pendidikan gizi yang dilakukan di sekolah memiliki beberapa keuntungan yaitu anak-anak memiliki pemikiran yang lebih terbuka dibanding dengan orang dewasa, dan pengetahuan yang diterima dapat merupakan dasar bagi pembinaan kebiasaan makannya. Anak-anak juga memiliki hasrat ingin tahu lebih besar dan mempelajari lebih jauh.

Adapun tujuan umum pendidikan gizi di sekolah adalah untuk meningkatkan kesehatan dan perkembangan fisik anak sekolah, menanamkan kebiasaan dan cara-cara makan yang baik, mengembangkan pengetahuan dan sikap tentang peranan makanan yang bergizi bagi kesehatan manusia serta membantu anak dalam memperoleh pengetahuan dan keterampilan tentang produksi, pengolahan, pengawetan, penyimpanan, pemilihan pangan kaitannya dengan konsumsi pangan dan gizi (Suhardjo 2003).

Hal yang terpenting dalam melaksanakan pendidikan gizi di sekolah adalah lingkungan sekolah dapat dikondisikan sehingga memberikan pengetahuan yang dibutuhkan anak untuk membuat keputusan yang baik dalam mengonsumsi makanan dan melakukan aktivitas fisik tidak hanya selama masa kanak-kanak, tetapi juga di sepanjang hidupnya. Lingkungan sekolah juga sangat menentukan pola kebiasaan makanan anak-anak, yaitu melalui pengalaman dari pendidikan gizi di sekolah dan pengetahuan serta sikap terhadap makanan dari guru yang mengajarnya (Suhardjo 1989).

Akan tetapi dalam mencapai keberhasilan program pendidikan gizi dan kesehatan ini memiliki beberapa kendala. Pendidikan gizi dan kesehatan yang dilakukan di sekolah seringkali terbentur dengan waktu dan sumberdaya yang ada di sekolah, karena tambahan satu waktu akan mengurangi waktu pokok belajar yang lain. Intervensi penelitian sebelumnya yang memaksakan untuk dilakukan pada waktu yang terbatas menghasilkan hasil yang kurang optimal sehingga para guru pun ragu untuk meluangkan waktu disamping pelajaran pokok yang ada di sekolah. Hal ini juga ditambah dengan beban tugas guru yang banyak. Akan tetapi keterbatasan tersebut dapat ditanggulangi dengan

(15)

menyelaraskan program pendidikan gizi dan kesehatan dengan sumberdaya dan kurikulum yang ada di sekolah tersebut (Heneman dkk 2008).

Selain itu keberhasilan dari program peningkatan kesehatan di sekolah memerlukan kerjasama dari kedua sektor yang saling terkait, yaitu pendidikan dan kesehatan. Diperlukan suatu program yang komprehensif meliputi pelatihan guru, pengembangan kurikulum, partisipasi masyarakat, perubahan kebijakan dan praktek, serta penelitian. Semua komponen ini diperlukan untuk membentuk model program peningkatan kesehatan di sekolah dengan baik. Adapun elemen yang berhubungan dengan keberhasilan program pendidikan gizi yang berbasis sekolah meliputi kebijakan sekolah yang mendukung pola makan sehat (dijadikan percontohan, kurikulum pendidikan kesehatan yang komprehensif termasuk gizi yang aktif, menyenangkan dan relevan), koordinasi antara pelayanan penyelenggaraan makanan dengan pendidikan gizi, pelatihan pada staf sekolah, keterlibatan keluarga dan masyarakat serta evaluasi program (Contento dkk 1995; Lytle 1994; Auld dkk 1998 diacu dalam Adhistiana 2009).

Materi terkait gizi yang disampaikan dalam proses pendidikan gizi di sekolah, meliputi pengetahuan gizi dasar, pedoman umum gizi seimbang, pengetahuan cara mengetahui gejala kurang gizi secara dini, terutama penyakit anemia. Pengetahuan cara mengisi Kartu Menuju Sehat (KMS) juga dapat dijadikan sarana edukasi siswa dalam memantau status gizinya sendiri. Kantin sekolah dan kebun sekolah selain merupakan aspek lingkungan juga merupakan sarana bagi siswa belajar untuk memilih makanan yang aman dan sehat.

Pendidikan gizi dapat berupa suatu proses penyuluhan. Penyuluhan gizi adalah suatu sistem pendidikan di luar sekolah untuk keluarga-keluarga baik di perkotaan maupun di pedesaan. Menurut Baliwati dan Sunarti (1995), sifat pendidikan dalam penyuluhan adalah nonformal maka penyuluhan gizi dapat dilakukan atas dasar :

1. Tidak terbatas pada ruangan tertentu. Mengenai tempat dapat dipilih yang sesuai dengan keinginan sasaran dan dapat dilakukan dimana saja. 2. Tidak mempunyai kurikulum tertentu. Penyebaran isi penyuluhan dan

target waktunya ditentukan oleh tingkat kemampuan sasaran. 3. Isi yang disampaikan didasarkan atas kebutuhan sasaran.

4. Sasaran tidak terbatas pada keseragaman umur, tidak mengenal pembagian sasaran atas dasar tingkat umur, seperti halnya pendidikan formal.

(16)

5. Tidak bersifat paksaan.

6. Ketentuan sanksi atas sesuatu hal yang tidak berlaku. 7. Sasaran bukan siswa dan bukan bawahan penyuluh.

8. Waktu dan lamanya pendidikan tidak mempunyai ketentuan pasti, selama ada sesuatu yang baru dan perlu disampaikan kepada sasaran, penyuluhan terus berlangsung bahkan tidak pernah berhenti.

Pengetahuan Gizi

Pengetahuan didefiniskan sebagai informasi yang disimpan dalam ingatan, atau kesan yang ada dalam pikiran manusia yang merupakan hasil dari penggunaan panca inderanya (Soekanto 2002). Menurut Notoadmojo (2003), pengetahuan didefinisikan sebagai segala sesuatu yang diketahui. Pengetahuan terdiri dari sejumlah fakta dan teori yang akan memahami segala sesuatu yang dihadapi. Pengetahuan dapat diperoleh dari pengalaman langsung atau dari orang lain yang sampai kepada seseorang.

Pengetahuan merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang. Rogers (1974), mengungkapkan bahwa perilaku yang didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif akan bersifat lebih tahan lama. Sebaliknya perilaku yang tidak didasari pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama (Notoatmodjo 2003).

Gizi sangat tergantung pada kondisi pangan yang dikonsumsinya. Pengetahuan akan makanan yang bergizi akan dapat mempengaruhi pemilihan jenis makanan yang benar, aman serta berkhasiat untuk dikonsumsi. Salah satu sebab penting dari gangguan gizi adalah kurangnya pengetahuan gizi atau kemampuan untuk meresapkan informasi gizi dalam kehidupan sehari-hari (Suhardjo 1989). Pengetahuan gizi adalah pengetahuan tentang peranan makanan dan zat gizi, sumber-sumber zat gizi pada makanan, makanan yang aman untuk dimakan sehingga tidak menimbulkan penyakit dan cara mengolah makanan yang baik agar zat gizi dalam makanan tidak hilang serta bagaimana cara hidup sehat. Pengetahuan gizi ini mencakup proses kognitif yang dibutuhkan untuk menggabungkan informasi gizi dengan perilaku makan agar struktur pengetahuan yang baik tentang gizi dan kesehatan dapat dikembangkan (Sutoyo 2010).

Remaja adalah kelompok yang berisiko memiliki kesehatan yang rendah. Hal ini sangat merugikan karena beberapa masalah gizi dan kesehatan pada saat dewasa dapat diperbaiki pada saat remaja melalui pemberian pengetahuan

(17)

dan kesadaran tentang kebiasaan makan dan gaya hidup sehat. Emilia (2008) mengemukakan lima konsep tentang perilaku gizi remaja, yang meliputi pengetahuan, sikap dan praktek (Tabel 4)

Tabel 4 Konsep perilaku gizi remaja meliputi pengetahuan, sikap, dan praktek

No, Konsep Indikator Pengeta-huan Sikap Praktek

1 Konsep dasar gizi  Jenis dan sumber zat gizi

 Fungsi zat gizi √ √

2 Hubungan gizi dan penyakit

 Kekurangan zat gizi

 Kelebihan zat gizi √ √

3 Pemilihan makanan

 Pemilihan makanan sehat

 Pemilihan makanan aman √ √ √

4

Gizi dan kesehatan reproduksi

 Perkembangan fisik dan kematangan seksual

 Gizi dan kesehatan reproduksi pada masa remaja, hamil dan menyusui

√ √

5 Kebiasaan makan dan gaya hidup

 Kebiasaan makan remaja  Kebiasaan makan tidak baik dan

gaya hidup

√ √ √

Pengetahuan gizi yang baik dapat menghindarkan seseorang dari konsumsi pangan yang salah. Pengetahuan gizi dapat diperoleh dari pendidikan formal, informal, dan nonformal. Pendidikan gizi secara formal melalui sekolah terbukti dapat meningkatkan pengetahuan sebagian besar siswa setelah mendapat materi Pengetahuan Pangan dan Gizi yang diintegrasikan ke dalam kurikulum Sekolah Menengah (Syarief dkk 1988). Sedangkan pengetahuan gizi secara informal menurut Suhardjo (1989) dapat diperoleh masyarakat dengan melihat dan mendengar sendiri atau melalui media komunikasi seperti televisi, majalah, koran atau radio. Adapun secara nonformal dapat diperoleh melalui penyuluhan kesehatan/gizi.

Gambar

Tabel 2 Pengategorian keragaan pelayanan kesehatan berdasarkan kriteria  strata Depkes (2007)
Tabel  3  Pengategorian keragaan pembinaan lingkungan sekolah sehat  berdasarkan kriteria strata Depkes (2007)
Gambar 1 Komponen pendidikan kesehatan
Tabel 4  Konsep perilaku gizi remaja meliputi pengetahuan, sikap, dan praktek

Referensi

Dokumen terkait

Kegiatan pembinaan Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) di SMPN 22 Padang telah dilaksanakan dengan memberikan pendidikan kesehatan berupa sosialiasi kegiatan UKS kepada pimpinan

Variabel dalam penelitian ini yaitu Pelaksanaan Program Dokter Kecil dalam Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) di Sekolah Dasar Se-Kecamatan Pundong Kabupaten Bantul Tahun

Variabel dalam penelitian ini yaitu Pelaksanaan Program Dokter Kecil dalam Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) di Sekolah Dasar Se-Kecamatan Bambanglipuro Kabupaten Bantul Tahun 2014

Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara keseluruhan Pelaksanaan Program Dokter Kecil dalam Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) di Sekolah Dasar Se- Kecamatan Pundong

Pelaksanaan Program Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) pada Sekolah Dasar Negeri di Wilayah Kerja Puskesmas Sungai.. Durian Kecamatan Barangin Kota Sawahlunto Provinsi

Variabel yang diukur dalam penelitian ini adalah ketersediaan sarana dan prasarana Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) Tahun 2013 Sekolah Dasar Negeri di Kecamatan Wates Kabupaten

memfasilitasi gerakan masyarakat, sekolah, maupun kampanye kesehatan yang mendukung pelaksanaan UKS/M; melaksanakan komunikasi informasi dan edukasi (KIE) tentang

Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) adalah usaha untuk membina dan mengembangkan kebiasaan dan perilaku hidup sehat pada peserta didik usia sekolah yang dilakukan secara menyeluruh