• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IX ORANG KECIL MASUK TV. Mencintai Produksi Dalam Negeri 367

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB IX ORANG KECIL MASUK TV. Mencintai Produksi Dalam Negeri 367"

Copied!
13
0
0

Teks penuh

(1)

ORANG KECIL

MASUK TV

B A B

IX

(2)
(3)

inetron ini mengajak seluruh pemirsanya melihat pemerannya secara telanjang, apa adanya. Namun, berbeda dengan sinetron buka-bukaan yang pornografik, para pelakunya adalah pejuang yang gigih, yang dengan ketekunan dan perjuangannya bekerja keras menutupi kelemahannya dengan usaha mandiri. Berkat ketekunan itu akhirnya dengan bangga bisa memperlihatkan hasil kerjanya dengan penuh rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Kuasa.

Tidak hanya Inneke Koesherawati dan segebung bintang tamu

MENGATAR RAKYAT MASUK SINETRON

Beberapa waktu lalu Pengurus Yayasan Damandiri bekerja sama dengan TPI dan pemerintah daerah melakukan

syuting sinetron “Bukan Hanya Mimpi” di Sukabumi. Seri sinetron yang hampir dua tahun ini ditayangkan setiap hari Sabtu jam 16.00 di stasiun TPI bukan sinetron yang terpaksa

harus diputar tengah malam karena adanya adegan buka-bukaan. Sinetron ini, yang sesungguhnya penuh dengan adegan

buka-bukaan, justru bisa ditayangkan kapan saja. Sinetron yang tidak menyembunyikan selembar benangpun bisa

ditonton siapa saja dan dimana saja.

(4)

lainnya ikut serta dalam mengantar masyarakat Desa Pasir Halang, Kecamatan Sukaraja, Sukabumi yang sukses itu masuk sinetron. Bintang dari desa itu, Ibu Komalasari, yang kebetulan adalah seorang peserta dan pejuang KB yang gigih, menjadi pemeran utamanya. Karena itu, dengan senang hati, mantan Menteri Negara Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat dan Pengentasan Kemiskinan, yang sebelumnya adalah Menteri Negara Kependudukan dan Kepala BKKBN, disertai berbagai pejabat dari Bank BNI dan BKKBN yang ikut aktif sebagai mitra kerja yang menyalurkan kredit mikro dari Yayasan Damandiri, menyempatkan hadir dalam gelar pembuatan sinetron yang unik tersebut. Mantan Menko Kesra dan Taskin bahkan ikut main seakan-akan masih menjabat sebagai Menteri Negara Kependudukan dan Kepala BKKBN. Biarpun kelihatan agak lebih tua, tetapi karena gayanya yang khas, masyarakat yang sebenarnya tidak harus menyebut sebagai menteri lagi,

(5)

seakan terkesiap sepertinya menteri yang sudah mantan ini masih seperti yang dulu. Padahal sekarang sedang menyiapkan diri untuk menjadi bakal calon Presiden RI dari Partai Golkar.

Entah karena kedatangan mantan Menteri yang bertindak sebagai pemain menteri atau karena adanya bintang terkenal Inneke, sambutan masyarakat Desa Pasir Halang, Sukaraja, Sukabumi itu melimpah ruah. Hampir seluruh kampung ikut hadir menyaksikan pengambilan sinetron dengan pemain yang hampir seluruhnya berasal dari desa yang penduduknya berhasil dalam KB, telah mengentaskan dirinya dari lembah kemiskinan dan sanggup menjadi pengusaha belut yang sukses.

Ibu Komalasari muda yang semula ikut KB, kemudian menjadi penggerak yang sangat aktif dalam gerakan KB yang marak di desanya, menjadi pusat perhatian sinetron setengah dokumentasi itu. Sebagai ketua kelompok akseptor yang aktif, ibu Komalasari dipercaya masyarakat sekitarnya untuk memimpin himpunan para peserta KB untuk usaha kesejahteraan bersama secara mandiri dengan nama Kelompok Flamboyan. Seperti kelompok lainnya, kelompoknya dikembangkan menjadi kelompok Usaha Peningkatan Pendapatan Keluarga Sejahtera (UPPKS). Anggota kelompok ini diajak belajar menabung dengan Tabungan Keluarga Sejahtera (Takesra) melalui kerjasama antara Yayasan Damandiri, BKKBN, dan Bank BNI serta PT Posindo. Sebagai penabung, anggota kelompoknya mendapat kesempatan untuk meminjam uang dari Bank BNI yang disediakan oleh Yayasan Damandiri dalam sistem kredit yang disebut Kredit Usaha Keluarga Sejahtera (Kukesra). Kegiatan kelompok ini menjadi sangat berarti karena kerajinan Ibu Komalasari membina kelompoknya, lebih-lebih tatkala ibu Komalasari ditinggalkan suaminya yang harus berjuang sebagai tenaga kerja di Saudi Arabia.

(6)

Sebagai kelompok dengan anggota yang umumnya tidak ahli dalam perdagangan atau usaha produktif lainnya, sukar bagi Ibu Komalasari untuk mengajak anggotanya mengentaskan diri dari lembah kemiskinan yang melanda sebagian anggotanya. Bahkan agak aneh, pada waktu itu, bahwa ibu-ibu harus bekerja membantu mengisi periuk keluarganya karena biasanya segala sesuatu diserahkan kepada suaminya. Isteri melayani suami, memelihara anak dan seisi rumah lainnya. Suami sebagai penanggung jawab wajib mencari dan memberi nafkah kepada isteri dan seluruh keluarganya. Ibu Komalasari sangat rajin dan dinamis. Melihat keadaan sekitarnya, ibu muda ini tidak putus asa. Di desanya, Pasir Halang, Sukaraja, Sukabumi, banyak menyimpan belut yang tidak dimanfaatkan dengan baik. Mereka kadang-kadang saja mengambil belut untuk sekedar konsumsi biasa. Ibu Komalasari merombak cara berfikir itu dan mencoba mengolah belut menjadi dendeng dan segala macam olahan makanan lauk siap saji lainnya. Dia meyakinkan para ibu-ibu bahwa belut yang ada di sawah dan tidak banyak dimanfaatkan, bisa diambil dari sawah dan diolah menjadi makanan yang lezat, halal dan berguna karena kaya dengan gizi.

Pada awalnya anggota kelompok yang dipimpinnya segan juga mengolah belut. Mereka tidak yakin bahwa ada yang mau membeli hasil olahan itu.. Tetapi ibu Komalasari sangat getol dan tidak putus asa memperkenalkan hasil olahan dan dendeng belut itu kepada para pembeli. Karena ketelatenannya, akhirnya belut olahan itu laku jual dan justru menjadi makanan yang lezat, bergizi dan menarik.

Upaya mengambil belut dari sawah tidak bisa dilakukan dengan sambil lalu. Untuk itu diperlukan modal yang lebih besar, sehingga pinjaman Kukesra menjadi tidak cukup. Yayasan Damandiri bekerja sama dengan

(7)

Bank BNI menyediakan pinjaman kredit mikro dengan jumlah dana yang lebih besar. Modal itu dipergunakan dengan baik oleh Ibu Komalasari dengan kelompoknya. Dengan adanya modal tambahan anggota yang semula hanya 39 naik menjadi 189. Dengan gotong royong dan persatuan dan kesatuan yang erat, kerjasama yang rapi sesama anggota kelompok, pada tahun 1997 kelompok yang gigih itu mendapat penghargaan dari pemerintah dan sempat dikunjungi oleh Menteri Kependudukan dan Kepala BKKBN. Minggu lalu kunjungan itu diulang untuk diabadikan dalam cerita Sinetron “Bukan Hanya Mimpi”. Dengan keberhasilan kerja keras itu masyarakat desa Pasir Halang bisa mengentaskan dirinya sendiri dari lembah kemiskinan. Keberhasilan pembangunan itu memberi mereka penghargaan dari pemerintah. Minggu lalu keberhasilan itu mengangkat masyarakat desa ke mimbar Sinetron di tingkat nasional. Bukan hanya mimpi.

(8)

paya itu sekaligus dimaksudkan sebagai sarana untuk menceriterakan kepada khalayak ramai bahwa di pelosok desa di Indonesia masih banyak rakyat yang berusaha menyelesaikan persoalan yang mereka hadapi dengan bekerja keras, membanting tulang dan tidak kenal putus asa. Mereka tidak segan-segan mengerjakan apa saja yang dianggap halal yang kiranya bisa mengangkat derajat dan martabatnya sebagai manusia yang terhormat.

Menurut pengalaman, upaya memperkenalkan secara luas usaha mikro yang mereka geluti melalui jaringan media massa, surat kabar,

MENGANTAR ORANG KECIL MASUK TV

Sejak tahun 2001, TPI, TVRI, Yayasan Damandiri bekerja sama dengan beberapa Bank Pembangunan Daerah (BPD), Bank BPR Nusamba dan Bank Bukopin, serta

lembaga-lembaga kemasyarakatan lainnya, berusaha mengangkat para nasabah usaha mikro, kecil dan menengah menceriterakan pengalamannya melalui layar TV. Pengungkapan pengalaman itu dimaksudkan untuk memupuk kebanggaan dan keyakinan

bahwa upaya yang mereka lakukan pantas diketahui dan dihargai secara nasional.

(9)

majalah, radio dan televisi, mempunyai dampak ganda yang luar biasa. “Gengsi” dari mereka yang ditayangkan mendadak naik di lingkungan kampung dan desanya. Para punggawa desa, kecamatan dan kabupaten, yang semula tidak memandang sebelah mata, mendadak menganggap mereka menjadi warga yang terhormat. Mereka dielu-elukan dan secara menyolok naik derajat dan martabatnya. Dalam persamuan penganten di desanya, pertemuan arisan, atau pertemuan resmi di lingkungan desa, bintang-bintang

selebritibaru tersebut mendapat perhatian dan tempat yang terhormat. Tidak sedikit yang takut masuk tv dengan alasan enggan terkenal. Pengalaman menghadapi kamera, biarpun mungkin hanya satu hari, setengah hari, atau bahkan beberapa menit, mengundang akibat yang beraneka macam.

(10)

Ada yang menangis karena terharu atau merasa aktingnya kurang sreg. Ada yang sangat bangga karena berhasil menjadi bintang. Pengalaman tersebut tidak habis diceriterakan sepanjang hari. Bahkan hari-hari berikutnya, setelah merenung semalam atau dua malam, para selebriti baru itu bisa mengarang cerita yang lebih mengasyikkan betapa grogynyamenghadapi kamera dengan

fokus hanya kepadanya. Tidak jarang mereka terkaget-kaget dan heran kenapa pada siang hari yang terang benderang masih juga diperlukan lampu terang yang menyilaukan mata. Mereka juga kaget bahwa para kru demikian sibuk mengamati gerak geriknya menghadapi kamera.

Makin dirasakan, makin terbayangkan bahwa ulah tingkahnya akan ditonton oleh ribuan, mungkin ratusan ribu orang, sehingga tidak sedikit yang tambah grogy, salah tingkah atau macet tidak bisa ber-“akting”. Segala yang sudah sangat biasa dilakukannya sehari-hari sebagai pedagang atau pengusaha, mendadak hilang mati kutu, tidak bisa dilakukannya dimuka kamera. Seperti kena sihir menghadapi juru kamera dan aba-aba “action”

dengan suara lantang yang mengejutkan.

Karena alasan itu, tidak sedikit pemain alam yang menyerah dan terpaksa harus digantikan oleh pemain pengganti yang umumnya terdiri dari “pemain profesional” terdiri dari anak muda desa yang telah sekian lama berlatih “sandiwara desa” yang disiapkan untuk perayaan tanggal 17 Agustusan atau pementasan lain yang diadakan di desanya. Kesempatan seperti ini dianggapnya sebagai peluang emas yang siapa tahu bisa membawanya kepada kesempatan lain di Kabupaten atau bahkan mengantarnya menjadi bintang sinetron TV yang beneran.

Lebih dari itu, apakah mereka digantikan oleh pemain pengganti atau diberani-beranikan main sendiri, para “selebritis” tersebut mendadak menjadi

(11)

“manusia baru” yang ditanya dan dimintai informasi tentang urusan pemberdayaan masyarakat. Tidak jarang mereka menjadi juru bicara yang sangat disegani tentang masalah kredit mikro atau urusan perbankan yang di pedesaan masih dianggap sebagai suatu kegiatan yang rumit atau aneh.

Pada saat “sinetron” itu ditayangkan, terakhir diberi judul “Bukan Hanya Mimpi”, dan ditayangkan melalui stasiun TPI setiap Sabtu jam 16.00, pada umumnya seluruh penduduk kampung atau desa dimana shooting

dilakukan, “diundang” untuk menonton. Setiap kali seorang “bintang” muncul, gegap gempita para penonton tidak dapat dihindarkan. Pemain favorit biasanya mendapat acungan jempol dan diberi sambutan gegap gempita seakan layaknya seorang pemain bola favorit memasukkan goal ke gawang musuh.

Upaya menayangkan rakyat kecil, penerima kredit mikro yang di dengung-dengungkan pemerintah akan mendapat perhatian tersebut, menjadi obat mujarab yang memberikan secercah harapan kepada jutaan yang mendambakan kesempatan yang sama. Tayangan itu sekaligus menjadi pendorong perubahan sikap dan tingkah laku para pegawai bank yang biasanya bekerja secara diam-diam melayani nasabah dengan jumlah dana yang dipinjamnya sangat besar. Kredit mikro dengan dana sekitar satu juta rupiah, dua juta rupiah, sampai limapuluh juta rupiah itu biasanya tidak pernah menarik perhatian. Sekarang mereka merasa terhibur karena ternyata rakyat kecil di pedesaan bisa juga menjadi pahlawan pembangunan dan masuk tv.

Kegembiraan tidak saja terbersit pada pejabat rendahan. Pimpinan bank, para pejabat daerah senior, dan mereka yang tergerak hatinya untuk rakyat banyak, yang biasanya jarang berkunjung ke desa, mulai berkembang

(12)

komitmennya. Mereka dengan serius mulai ikut menyaksikan shootingdan kalau ada kesempatan ikut menjadi pemain, menceriterakan komitmen lembaga yang dipimpinnya dengan semangat menyala-nyala. Mereka berjanji makin giat membantu pemberdayaan rakyat kecil dan siap memperlancar penyaluran kredit mikro. Tidak jarang yang kemudian muncul dengan dukungan layanan agunan untuk memperingan agunan yang harus disediakan rakyat kecil di pedesaan.

Orang kecil masuk TV ikut menjadi pendorong perubahan sikap, cara pandang dan tingkah laku masyarakat dalam menyelesaikan masalahnya sendiri secara mandiri. Sikap dan cara pandang semacam inilah yang harus dibawakan oleh para pejabat teras yang mengantar bangkitnya bangsa kita tercinta dengan dukungan kredit mikro yang tersedia sekarang ini. Semoga.

(13)

K O M E N T A R

B A B

X

Referensi

Dokumen terkait

Pendekatan ini penggunaan rata-rata risiko adjusted market return sebagai persyaratan minimum dibenarkan karena penghasilan rata-rata mudah didapatkan dari

(3) Paling lambat 3 (tiga) hari setelah diterimanya nama- nama calon anggota Komisi Informasi yang diajukan oleh Presiden maupun Gubernur atau Bupati atau Walikota, Dewan

Informasi jarak epicenter sumber gempa dan magnitude gempa yang ditampilkan dalam suatu peta deagregasi hazard pada studi ini adalah merupakan bagian informasi penting dalam

Meskipun demikian, karena model dibangun berdasarkan panjang periode lengas selama pradewasa nyamuk dan suhu pada periode inkubasi ekstrinsik yang merupakan fungsi

4 NILA KRISNA PEREMPUAN BUKIT MERAPEN GERUNGGANG 4 JUMEIDI LAKI-LAKI TAMAN SARI DAFTAR CALON TETAP ANGGOTA DPRD. KOTA PANGKALPINANG PEMILU

Anis Sumaji, S.Ag, M.PI selaku pembimbing utama lapangan serta selaku ketua Panitia Pembina Kesehatan dan Keselamatan Kerja (P2K3) Sakit PKU Muhammadiyah Surakarta, yang

Dari hasil analisis novel Assalamualaikum Beijing karya Asma Nadia dengan menggunakan sosiologi sastra Wellek dan Warren maka dapat disimpulkan bahwa terdapat 30% data

Berdasarkan analisis dari hasil penelitian yang telah dilakukan oleh peneliti, maka dapat ditarik kesimpulkan bahwa peran serta guru pendidikan kewarganegaraan