• Tidak ada hasil yang ditemukan

IMPLEMENTASI QANUN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM JINAYAT DAN PRAKTIK PERJUDIAN DI ARENA PACUAN KUDA (STUDI KASUS KABUPATEN ACEH TENGAH)

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "IMPLEMENTASI QANUN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM JINAYAT DAN PRAKTIK PERJUDIAN DI ARENA PACUAN KUDA (STUDI KASUS KABUPATEN ACEH TENGAH)"

Copied!
90
0
0

Teks penuh

(1)

S K R I P S I

Diajukan Oleh:

TAUFIQ ANAS NIM. 150802085

Mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan Program Studi Ilmu Administrasi Negara

PROGRAM STUDI ILMU ADMINISTRASI NEGARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU PEMERINTAHAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI AR-RANIRY DARUSSALAM-BANDA ACEH

(2)
(3)
(4)
(5)

i ABSTRAK

Pacuan kuda merupakan acara yang dilakukan secara rutin oleh Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah dalam memperingati hari jadi Kota Takengon dan Hari Kemerdekaan Indonesia. Nilai yang terkandung di dalamnya adalah budaya, ekonomi dan sosial masyarakat. Namun di dalamnya terdapat penyimpangan yang dilakukan oleh masyarakat yaitu perjudian/maisir. Tujuan dari penelitian ini untuk mengetahui bagaimana implementasi Qanun Nomor 6 tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat untuk mengatasi perjudian di arena pacuan kuda di Kabupaten Aceh Tengah dan apa faktor yang menjadi kendala dalam implementasi Qanun Jinayat untuk mengatasi perjudian di arena pacuan kuda di Kabupaten Aceh Tengah. Tujuan dari Penelitian ini untuk mengetahui implementasi Qanun Jinayat untuk mengatasi perjudian di arena pacuan kuda di Kabupaten Aceh Tengah dan untuk mengetahui faktor yang menjadi kendala dalam implementasi Qanun Jinayat mengatasi perjudian di arena pacuan kuda di Kabupaten Aceh Tengah. Metode yang digunakan untuk penulisan ini adalah kualitatif deskriptif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah observasi, wawancara, dan dokumentasi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kegiatan perjudian masih ada dilakukan oleh beberapa masyarakat. Jenis kegiatan perjudian yang dilakukan masyarakat di arena pacuan kuda seperti bertaruh antar kuda yang dipacu, media permainan seperti catur, dadu, dan kartu remi. Implementasi Qanun Jinayat untuk mengatasi perjudian di arena pacuan kuda di Kabupaten Aceh Tengah masih belum efektif sehingga masih banyak masyarakat yang melakukan kegiatan perjudian di arena pacuan kuda dan masih ditemukan beberapa kendala dalam mengimplementasi Qanun Jinayat untuk mengatasi perjudian di arena pacuan kuda di Kabupaten Aceh Tengah.

(6)

ii

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah S.W.T berkat Rahmat dan Hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Tidak lupa pula shalawat beserta salam kita sanjung-sajikan kepangkaun Nabi besar Muhammad Saw, beserta keluarga dan sahabat beliau sekalian, karena beliaulah yang telah membawa kita ke alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti saat ini. Adapun judul skripsi ini, yaitu : “IMPLEMENTASI QANUN NOMOR 6 TAHUN 2014 TENTANG HUKUM JINAYAT DAN PRAKTIK PERJUDIAN DI ARENA PACUAN KUDA”, yaitu sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi pada jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan (FISIP) UIN Ar-Raniry.

Dalam proses penulisan skripsi ini, penulis tidak terlepas dari berbagai tantangan dan hambatan, namun semua ini dapat penulis lewati dan terselesaikan berkat dukungan penuh, bantuan, bimbingan, arahan dan motivasi serta partisipasi dari berbagai pihak yang terlibat untuk menyelesaikan skripsi ini. Secara khusus penulis mengucapkan banyak terimakasih sebesar-besarnya kepada kedua orang tua tercinta yaitu Ayahanda Jafar dan Ibunda Tarmilah atas segala pengorbanan, doa dan kasih sayang yang tulus, karena dukungan keduanya sehingga penulis dapat melanjutkan pendidikan di Universitas Islam Negeri Ar-Raniry.

(7)

iii

Dengan selesainya skripsi ini, penulis turut menyampaikan ribuan terimakasih yang tak terhingga kepada:

1. Dr. H. Warul Walidin, AK, MA. Selaku Rektor Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh.

2. Dr. Ernita Dewi, S.Ag. M.Hum, selaku Dekan pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Banda Aceh.

3. Eka Januar, S.Ip., M.Soc, Sc selaku Ketua Program Studi Ilmu Adminitrasi Negara UIN Ar-Raniry Banda Aceh.

4. Dr. Said Amirul Kamar, MM, M.Si, sebagai pembimbing I yang telah meluangkan waktu untuk membimbing penulis dengan memberikan motivasi, dorongan, konsep, serta solusi dalam peneyelesaian skripsi penelitian ini.

5. Rizkika Lhena Darwin, MA, pembimbing II yang telah meluangkan waktu membimbing penulis dengan memberikan motivasi, dorongan, konsep, serta solusi dalam penyelesaian skripsi penelitian ini.

6. Terimakasih kepada seluruh dosen Ilmu Administrasi Negara yang senantiasa memberikan ilmu pengetahuan dan bimbingan selama perkuliahan dan seluruh staf yang ada di Fakultas Ilmu Sosial dan Pemerintahan yang telah membantu penulis dalam kelancaran penulisan skripsi ini.

7. Terimakasih kepada teman-teman seperjuangan Prodi Ilmu Administrasi Negara angkatan 2015, terkhusus kepada Mirza

(8)

iv

Maulana, Muhammad Kamal, Amuji Ade, Saiful Azmi, dan Alvian Rahmad Rizki, Nurul Bariyyah, Nurul Fadzillah yang telah menyemangati penulis selama ini.

8. Terimakasih kepada keluarga besar Bapak Bakri Abdul Wahab, Ridha

Fitriana, Nomo Sucipto S.Pd, Wilda Hanum S.Pd, Hadi Surahman S.Pd, dan anggota keluarga lainnya yang selalu memberikan semangat dan motivasi kepada penulis, sehingga penulis terselesaikan skripsi ini.

Hanya dengan iringan do’a lah penulis berharap semoga kebaikan yang

telah diberikan menjadi amal shaleh dan diterima oleh Allah S.W.T. Aamiiin Yaa

Rabbal ‘Alamin. Penulis berusaha yang terbaik dalam penulisan skripsi ini, namun penulis masih jauh dari kesempurnaan dalam penulisan skripsi ini. Oleh Karena itu, penulis akan terima dengan senang hati jika ada sumbangan gagasan, kritik, saran dan masukan untuk penulis menyusun dan menyelesaikan skripsi ini. Akhir kata penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat bagi pembaca.

Banda Aceh, 10 Juli 2019

Penulis,

(9)

v DAFTAR ISI LEMBAR PENGESAHAN

LEMBAR PENYATAAN KEASLIAN

ABSTRAK ... i

KATA PENGANTAR ... ii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR LAMPIRAN ... viii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah ... 4

C. Tujuan Penelitian ... 5

D. Manfaat Penelitian ... 6

BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kebijakan Publik ... 8

B. Qanun Provinsi Aceh No. 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat 20 C. Penelitian Terdahulu ... 24

BAB III METODE PENELITIAN A. Jenis Penelitian ... 30

B. Fokus Penelitian ... 31

C. Lokasi Penelitian ... 31

D. Jenis Sumber Data ... 32

E. Informan Penelitian ... 32

F. Teknik Pengumpulan Data ... 34

G. Teknik Analisa Data ... 35

H. Teknik Pemeriksaan dan Keabsahan data... 36

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 39

1. Profil Kabupaten Aceh Tengah ... 39

2. Sejarah Perjudian dan Judi Pacuan Kuda ... 42

B. Implementasi Qanun Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat ... 47

C. Faktor kendala dalam implementasikan Qanun Nomor 6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayat untuk mengatasi perjudian diarena pacuan kuda di Kabupaten Aceh Tengah ... 58

(10)

vi BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan ... 63 B. Saran ... 64 DAFTAR PUSTAKA ... 65

(11)

vii

DAFTAR TABEL

Tabel 1. Tahap Penyusunan Agenda ... 11 Tabel 2. Kerangka Berfikir ... 29 Tabel 3. Informan Penelitian ... 33

(12)

viii

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran I Daftar Pertanyaan Wawancara

Lampiran II Surat Keputusan (SK) Penunjukan Dosan Pembimbing Skripsi dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Pemerintahan UIN Ar- Raniry

Lampiran III Surat Izin Melakukan Penelitian dari Dekan Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Pemerintahan UIN Ar-Raniry

Lampiran IV Dokumentasi Penelitian Lampiran V Daftar Riwayat Hidup

(13)

1 BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah

Pacuan kuda yang ada di Kabupaten Aceh Tengah merupakan salah satu kegiatan kebudayaan yang dimiliki oleh Suku Gayo. Pacuan kuda Gayo diselenggarakan sekitar tahun 1850 dengan arena pacuan melintasi daerah Wekef hingga Menye berjarak kurang lebih 1,5 kilometer. Pada zaman dahulu masyarakat Gayo mengadakan pacuan kuda sebagai pesta rakyat setelah musim panen berakhir. Arti dari pacuan kuda bagi masyarakat Gayo adalah sebagai indentitas budaya yaitu membentuk dan memelihara semangat gotong royong dan persaudaraan yang terjalin antar sesama masyarakat dan kemudian diajarkan kepada generasi muda tentang pentingnya menjaga silaturahmi antar sesama masyarakat dan juga sebagai sarana bagi masyarakat untuk melakukan roda perekonomian mereka.

Hal tersebut terlihat dari banyaknya masyarakat yang menjual hasil bumi hingga kebutuhan primer dan kebutuhan sekunder masyarakat yang dilakukan di seputaran arena pacuan kuda. Pacuan kuda ini dilaksanakan untuk memperingati hari ulang tahun Kota Takengon Kabupaten Aceh Tengah dan peringatan hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Tetapi setiap digelarnya acara pacuan kuda ini ada suatu perbuatan yang dilakukan di depan umum yaitu perjudian di arena

(14)

pacuan kuda adalah taruhan terhadap kuda yang akan dipacu dengan memilih satu kuda sebagai jagoannya, dan jenis perjudian dengan memakai media permainan seperti dadu, lempar koin, dan permainan kartu remi.

Menurut masyarakat Gayo, bentuk judi bertaruhan dengan memilih salah satu kuda yang akan dijadikan sebagai jagoannya dan bentuk perjudian yang memakai media permainan tujuannya adalah agar suasana menjadi meriah dan lebih seru. Namun sebenarnya perjudian yang memakai media permainan tidak ada kaitannya dengan memeriahkan dan membuat acara pacuan kuda menjadi lebih seru tetapi segelintir masyarakat hanya memanfaatkan momentum pacuan kuda hanya untuk melakukan permainan yang termasuk pada perjudian.

Walaupun Pemerintah sudah memberikan himbauan secara tertulis berupa larangan melakukan perjudian dan konsekuensi yang terdapat di beberapa titik sekitaran arena pacuan kuda maupun tidak tertulis segelintir masyarakat masih tetap melakukan aktifitas perjudian tersebut.

Perjudian menjadi ancaman yang nyata terhadap norma-norma sosial sehingga bisa mengancam berlangsungnya ketertiban sosial. Dengan demikian perjudian dapat menjadi penghambat pembangunan

(15)

harus ditangani dengan cara yang rasional.1

Perjudian di arena pacuan kuda dilakukan secara sembunyi-sembunyi maupun secara terang-terangan, melibatkan anak-anak, remaja dan orang dewasa. Perilaku mereka ini bertentangan dengan norma hukum dan norma-norma yang berlaku di dalam masyarakat khususnya masyarakat Aceh. Sebagai daerah yang memiliki keistimewaan dan otonomi khusus dengan melaksanakan Syariat Islam secara kaffah yang memiliki peraturan tersendiri yang disebut juga dengan Qanun.

Qanun jinayat dibuat tahun 2014 dan mencakup khalwat (mesum), khamr (alkohol), maisir (perjudian), zina, menuduh orang berbuat zina, perbuatan tak senonoh di depan umum (ikhtilat), pemerkosaan, pelecehan seksual, gay (musahaqah), lesbian (liwat).

Dengan demikian jelas bahwa bentuk perjudian yang berada di arena pacuan kuda melanggar Qanun jinayah, yaitu Qanun Nomor 6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayat yang memiliki ketentuan `uqubat bahwa Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 5, diancam dengan „uqubat cambuk didepan umum paling banyak 12 (dua belas) kali dan paling sedikit 6 (enam) kali.

1. Tiyarto, Sugeng Kebijakan Penegakan Hukum Pidana Dalam Rangka Penanggulangan

Perjudian,2006 diakses pada tanggal 10 April 2018 pukul 21.25 dari situs : http://eprints.undip.ac.id/15905/

(16)

melakukan kegiatan perjudian khususnya di arena pacuan kuda. Hal tersebut terbukti pada informasi yang didapatkan pada pembukuan yang dimiliki oleh POL PP/ WH. Pada event pacuan kuda yang diadakan bulan Februari 2019 dalam rangka ulang tahun Kota Takengon sebanyak 7 kasus perjudian yang berhasil ditemukan sedangkan pada event pacuan kuda yang diadakan pada bulan Agustus 2019 dalam rangka memperingati hari ulang tahun Kemerdekaan Indonesia meningkat sebanyak 9 kasus perjudian. Beberapa hal diatas yang menjadi daya tarik peneliti untuk melakukan penelitian ini.

Mengingat kegiatan pacuan kuda tidak hanya berkaitan tentang nilai kebudayaan masyarakat Gayo, tetapi juga beberapa proses kegiatan perputaran perekonomian yang sangat bermanfaat khususnya untuk masyarakat Gayo. Namun sangat disayangkan ada beberapa fenomena menyimpang yang terjadi dilapangan yaitu praktek perjudian.

B. Identifikasi dan Rumusan Masalah a. Identifilasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah penelitian sebagaimana tersebut, maka dirumuskan identifikasi masalah sebagai berikut:

1. Rendahnya pengetahuan masyarakat terhadap pemahaman qanun nomor 6 Tahun 2014 tentang Hukum Jinayat untuk mengatasi

(17)

terjadinya multi tafsir substansi qanun terselenggaranya perjudian; 2. Lemahnya pemahaman terhadap permainan judi dipacuan kuda

secara umum masyarakat Aceh tengah menganggap sebagai perkembangan budaya yang tumbuh dan kembang dalam kehidupan masyarakat.

b. Rumusan Masalah

Berdasarkan pada latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalah yang ingin diteliti dari penelitian ini yaitu:

a. Bagaimana implementasi Qanun Nomor 6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayat untuk mengatasi perjudian diarena pacuan kuda di Kabupaten Aceh Tengah ?

b. Faktor apa yang menjadi kendala dalam mengimplementasikan Qanun Nomor 6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayat untuk mengatasi perjudian diarena pacuan kuda di Kabupaten Aceh Tengah ?

C. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah di atas, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

(18)

tahun 2014 tentang Hukum Jinayat untuk mengatasi perjudian di arena pacuan kuda di Kabupaten Aceh Tengah.

b. Untuk mengetahui faktor yang menjadi kendala dalam menerapkan Qanun Nomor 6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayat mengatasi perjudian di arena balapan pacuan kuda di Kabupaten Aceh Tengah. D. Manfaat Penelitian

1. Secara Teoritis

Sebagai penambah ilmu pengetahuan tentang penerapan sebuah Qanun dan dapat bermanfaat bagi penelitian selanjutnya yang terkait dengan perjudian yang ada di arena pacuan kuda.

2. Secara Praktis a. Masyarakat

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebuah wawasan yang bermanfaat dalam hal penerapan Qanun Jinayat untuk mengatasi masalah perjudian yang ada di arena pacuan kuda.

b. Peneliti

Penelitian ini merupakan suatu ukuran keilmuan yang didapatkan di bangku kuliah, adanya penambahan wawasan terhadap perjudian yang ada di arena pacuan kuda.

(19)

Hasil dari penelitian ini bisa dijadikan sebuah bahan evaluasi untuk pemerintah terkait dengan penerapan Syariat Islam secara kaffah dan khususnya pada penerapan Qanun Jinayat.

(20)

8 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA A. Konsep Kebijakan Publik

1. Pengertian Kebijakan Publik

Secara etimologis, Dye menjelaskan kebijakan publik adalah apa saja yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh pemerintah.2 Sedangkan menurut Dunn bahwa istilah kebijakan (policy) berasal dari bahasa Yunani, Sanskerta, yaitu polis (negara-kota) dan dikembangkan dalam bahasa Latin menjadi politia (negara) dan akhirnya dalam bahasa Inggris

policie, yang berarti menangani masalah-masalah publik atau administrasi pemerintahan. Selanjutnya, pengertian tersebut dapat dipahami secara lebih luas, Singadila menjelaskan sebagai berikut ini:

a. Kebijakan Publik, yaitu keputusan atas sejumlah atau serangkaian pilihan (set of choosing) yang berhubungan satu sama lain yang dimaksudkan untuk mencapai sasaran/tujuan tertentu.

b. Pelaku Kebijakan, adalah orang sekumpulan orang atau organisasi yang mempunyai peran tertentu dalam kebijakan sebab mereka berada dalam posisi memengaruhi, baik pada perumusan kebijakan, pembuatan, pelaksanaan, maupun pengawasan dan penilaian atas perkembangan pelaksanaannya.

2. EM. Lukman Hakim, Pengantar Administrasi Pembangunan, (Jogjakarta: Ar-Ruzz

(21)

c. Lingkungan kebijakan adalah keadaan yang melatarbelakangi atau kejadian yang menyebabkan timbulnya sesuatu issues atau masalah kebijakan yang memengaruhi dan dipengaruhi oleh para pelaku kebijakan dan oleh kebijakan itu sendiri.

Lembaga Administrasi Negara memberikan pengertian kebijakan sebagai ketentuan-ketentuan yang harus dijadikan pedoman, pegangan atau petunujuk bagi tiap usaha dan kegiatan aparatur pemerintah, sehingga tercapai kelancaran dan keterpadauan dalam mencapai tujuan. Dari pengertian di atas, pada hakikatnya, kebijakan merupakan kajian terhadap peraturan atau program dalam rangka mencapai tujuan tertentu. Kebijakan selalu dihubungkan dengan upaya penyelesaian masalah. Islamy mengemukakan konsep bahwa suatu kebijakan memuat tiga elemen, antara lain:

a. Identifikasi dan tujuan yang ingin dicapai.

b. Taktik atau strategi dari berbagai langkah untuk mencapai tujuan yang diinginkan.

c. Penyediaan berbagai input untuk memungkinkan pelaksanaan secara nyata dari taktik atau strategi. 3

3. Sahya Anggara, Ilmu Administrasi Negara: Kajian Konsep, Teori, dan Fakta Dalam

Upaya Menciptakan Good Governance, (Bandung: CV PUSTAKA SETIA, 2016), hlm. 499-505.

(22)

2. Tahapan-Tahapan Kebijakan

Proses pembuatan kebijakan publik merupakan proses yang komplek karena banyak melibatkan proses maupun variabel yang harus dikaji. Oleh karena itu, beberapa ahli politik yang menaruh minat untuk mengkaji kebijakan publik membagi proses-proses penyusunan kebijakan publik ke dalam beberapa tahap. Tujuan pembagian seperti ini adalah untuk memudahkan kita di dalam mengkaji kebijakan publik. Beberapa ahli membagi tahap-tahap ini dengan urutan yang berbeda. Seperti misalnya, tahap penilaian kebijakan seperti yang tercantum dalam bagan di bawah ini bukan merupakan tahap akhir dari proses kebijakan publik, sebab masih ada satu tahap lagi, yakni tahap perubahan kebijakan dan terminasi atau penghentian kebijakan. Tahap-tahap kebijakan publik adalah sebagai berikut:

(23)

Tabel 1. Tahap Penyusunan Agenda

Sumber: Budi Winarno (2007) Tahapan-Tahapan Kebijakan

a. Tahap Penyusanan Agenda

Para pejabat yang dipilih dan diangkat menempatkan masalah pada agenda publik. Sebelumnya masalah-masalah ini berkompetisi terlebih dahulu untuk dapat masuk ke dalam agenda kebijakan. Pada akhirnya, beberapa masalah masuk ke agenda kebijakan para perumus kebijakan. Pada tahap ini suatu masalah mungkin tidak disentuh sama sekali, sementara masalah yang lain ditetapkan menjadi fokus pembahasan, atau ada pula masalah karena alasan-alasan tertentu ditunda untuk waktu yang lama.

Formulasi Kebijakan

Implementasi Kebijakan Penyusunan Agenda

Adopsi Kebijakan

(24)

b. Tahap Formulasi Kebijakan

Masalah yang telah masuk ke agenda kebijakan kemudian dibahas oleh para pembuat kebijakan. Masalah-masalah tadi diartikan untuk kemudian dicari pemecahan masalah terbaik. Dalam pemecahan masalah tersebut berasal dari berbagai alternatif atau pilihan kebijakan (policy alternatives/ policy options) yang ada. Sama halnya dengan perjuangan suatu masalah untuk masuk ke dalam agenda kebijakan, dalam tahap perumusan kebijakan masing-masing alternatif bersaing demi dapat dipilih sebagai kebijakan yang diambil untuk memecahkan masalah. Pada tahap ini masing-masing aktor akan “bermain” untuk mengusulkan pemecahan masalah terbaik.

c. Tahap Adopsi Kebijakan

Dari sekian banyak alternatif kebijakan yang diusulkan oleh para perumus kebijakan, pada akhirnya salah satu alternatif kebijakan tersebut diadopsi dengan dukungan dari mayoritas legislatif, konsensus antar direktur lembaga atau keputusan peradilan.

d. Tahap Implementasi Kebijakan

Suatu program kebijakan hanya akan menjadi catatan-catatan elit, jika program tersebut tidak diimplementasikan. Oleh karena itu, keputusan program kebijakan yang telah diambil sebagai alternatif pemecahan masalah harus diimplementasikan, yakni dilaksanakan oleh badan-badan adminstrasi maupun agen-agen pemerintah di tingkat bawah. Kebijakan yang telah diambil dilaksanakan oleh unit-unit administrasi yang

(25)

memobilisasikan sumberdaya finansial dan manusia. Pada tahap implementasi ini berbagai kepentingan akan saling bersaing. Beberapa implementasi kebijakan mendapat dukungan para pelaksana

(implementors), namun beberapa yang lain mungkin akan ditentang oleh para pelaksana.

e. Tahap Evaluasi Kebijakan

Pada tahap ini kebijakan yang telah dijalankan akan dinilai atau dievaluasi, untuk melihat sejauh mana kebijakan yang dibuat telah memecahkan masalah. Kebijakan publik pada dasarnya dibuat untuk meraih dampak yang diinginkan. Dalam hal ini, memecahkan masalah yang dihadapi masyarakat. Oleh karena itu, ditentukanlah ukuran-ukuran atau kriteria-kriteria yang menjadi dasar untuk menilai apakah kebijakan publik telah meraih dampak yang diinginkan.4

2. Konsep Implementasi Kebijakan

Implementasi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) adalah pelaksanaan, penerapan.5 Implementasi kebijakan dipandang secara luas mempunyai makna pelaksanaan undang-undang dimana sebagai aktor, organisasi, prosedur, dan teknik bekerja bersama-sama untuk

4. Budi Winarno, Kebijakan Publik: Teori dan Proses, (Yogyakarta: Medpress (Anggota

IKAPI), 2007), hlm. 33-34.

5. Tim Penyusun, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Cet, III ( Jakarta: Balai Pustaka, 1990), hlm 327

(26)

menjalankan dalam upaya untuk meraih tujuan-tujuan kebijakan atau program-program.6

Implementasi adalah kegiatan untuk mendistribusikan keluaran kebijakan (to deliveri policy output) yang dilakukan oleh para implementer kepada kelompok sasaran (target group) sebagai upaya untuk mewujudkan tujuan kebijakan. Tujuan kebijakan diharapkan akan muncul manakala policy output dapat diterima dan dimanfaatkan dengan baik olek kelompok sasaran sehingga dalam jangka panjang hasil kebijakan akan mampu diwujudkan.7

Menurut Edwards, implementasi diartikan sebagai tahapan dalam proses kebijaksanaan, yang berada diantara tahapan penyususnan kebijaksanaan dan hasil atau konsekuensi (output, outcome). Aktivitas implementasi menurutnya terdiri atas perencanaan, pendanaan, pengorganisasian, pengangkatan dan pemecatan karyawan, dan negosiasi.8

Implementasi yaitu seperangkat kegiatan yang dilakukan menyusul suatu keputusan. Suatu keputusan selalu dimaksudkan untuk mencapai sasaran tertentu, guna merealisasi pencapaian sasaran itu, diperlukan serangkaian aktivitas, jadi implementasi itu adalah operasionalisasi dari berbagai aktivitas guna mencapai suatu sasaran

6. Budi Winarno, 2011, Kebijakan Publik (Teori, Proses, Dan Srudi Kasus), hlm 147

7. Erwan Agus Purwanto dan Dyah Ratih Sulistyastuti, Implementasi Kebijakan Publik,

Konsep Dan Aplikasinya Di Indonesia, 2012, hlm. 21.

(27)

tertentu. Dalam rumusan Higgns implementasi adalah rangkuman dari berbagai kegiatan yang didalamnya sumber daya manusia menggunakan sumber daya lainnya.9

Menurut Masmanian dan Sabatier bahwa Implementasi adalah pelaksanaan keputusan kebijakan dasar, biasanya dalam bentuk undang-undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau keputusan-keputusan eksekutif yang penting atau badan peradilan lainnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan masalah yang ingin diatasi, menyebutkan secara tegas tujuan atau sasaran yang ingin dicapai dengan berbagai cara untuk menstruktur atau mengatur proses implementasinya. Dari pendapat beberapa ahli tersebut dapat disimpulkan bahwa mengimplementasikan kebijakan adalah melaksanakan keputusan dalam rangka mengatasi suatu permasalahan melalui langkah-langkah yang sudah ditetapkan dalam rangka mencapai tujuan, Masmanian dan Sabatier dalam Wahab merumuskan suatu model dasar dalam implementasi kebijakan yang disebut Kerangka Analisis Implementasi. Dimana analisis implementasi kebijaksanaan negara mengidentifikasikan variabel-variabel yang mempengaruhi tercapainya tujuan-tujuan formal pada keseluruhan proses implementasi. Variabel-variabel tersebut diklasifikasikan menjadi tiga kategori besar yaitu :

1. Mudah tidaknya masalah yang akan digarap dikendalikan.

(28)

2. Kemampuan keputusan kebijaksanaan untuk menstrukturkan secara tepat proses implementasinya.

3. Pengaruh langsung berbagai variabel politik terhadap keseimbangan dukungan bagi tujuan yang termuat dalam keputusan kebijaksanaan tersebut.10

3. Implementasi Kebijakan Model George C. Edward III

Dalam implementasi kebijakan publik dikenal juga Model George C. Edwards III. Menurut model yang dikembangkan oleh George C. Edward III, ada empat faktor yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan implementasi suatu kebijakan yaitu :11

1. Komunikasi

Komunikasi adalah suatu kegiatan manusia untuk menyampaikan apa yang menjadi pemikiran dan perasaannya, harapan atau pengalamannya kepada orang lain. Faktor komunikasi dianggap sebagai faktor yang amat penting, karena dalam setiap proses kegiataan yang melibatkan unsur manusia dan sumber daya akan selalu berurusan dengan permasalahan “Bagaimana hubungan yang dilakukan”.

Implementasi yang efektif baru akan terjadi apabila para pembuat kebijakan dan implementor mengetahui apa yang akan mereka kerjakan,

10. Bastiar, Sutadji M, Bambang Irawan, Implementasi Kebijakan e-KTP Dalam

Mewujudkan Tertib Administrasi Kependudukan Dan Pencatatan Sipil Kabupaten Kutai Barat, E Jurnal Administrative Reform, Vol. 2, No. 3, 2014: 1967-1979, Hlm. 1971.

11. Mira Hasanawati, Skripsi Implementasi e-KTP di Kecamatan Baros Kabupaten Serang,

(29)

dan hal itu hanya dapat diperoleh melalui komunikasi yang baik, yang juga dari komunikasi tersebut membentuk kualitas partisipatif masyarakat. Terdapat tiga indikator yang dapat dipakai dalam mengukur keberhasilan variabel komunikasi, yaitu:

a) Transmisi

Transmisi (penyaluran) komunikasi yang baik akan dapat menghasilkan suatu implementasi yang baik pula. Seringkali komunikasi yang telah melalui beberapa tingkatan birokrasi menyebabkan terjadinya salah pengertian (miskomunikasi).

b) Kejelasan

Komunikasi yang diterima oleh para pelaksana kebijakan haruslah jelas, akurat, dan tidak bersifat ambigu. Sehingga dapat dihindari terjadinya perbedaan tujuan yang hendak dicapai oleh kebijakan seperti yang telah ditetapkan (tidak tepat sasaran).

c) Konsistensi

Perintah yang diberikan dalam pelaksanaan suatu komunikasi harus konsisten dan jelas untuk ditetapkan atau dijalankan. Karena apabila perintah sering berubah-ubah akan membingungkan pelaksanaan kebijakan dilapangan, sehingga tujuan dari kebijakan tidak akan dapat tercapai.

(30)

2. Sumber Daya

Sumber daya mempunyai peranan penting dalam implementasi kebijakan, karena bagaimanapun jelas dan konsistennya ketentuan-ketentuan atau aturan-aturan suatu kebijakan. Jika para personil yang bertanggung jawab mengimplementasikan kebijakan kurang mempunyai sumber-sumber untuk melakukan pekerjaan secara efektif, maka implementasi kebijakan tersebut tidak akan efektif. indikator-indikator yang dipergunakan untuk melihat sejauhmana sumber daya dapat berjalan dengan rapi dan baik, antara lain:

a) Staf, yang jumlah dan kemampuannya sesuai dengan yang dibutuhkan. b) Informasi, yaitu berkaitan dengan cara melaksanakan kebijakan dan

data yang berkaitan dengan kebijakan yang akan dilaksanakan.

c) Kewenangan, artinya kewenangan yang dibutuhkan bagi implementor sangat bervariasi bergantung pada kebijakan yang harus dilaksanakan. Kewenangan dapat berwujud membawa kasus ke meja hijau, menyediakan barang dan jasa, kewenangan untuk memperoleh dan menggunakan dana, kewenangan untuk meminta kerja sama dengan badan pemerintahan yang lain, dan lain-lain.

d) Fasilitas, fasilitas termasuk hal yang penting bagi keberhasilan

implementasi kebijakan oleh para implementor. Fasilitas fisik sebagai sarana dan prasarana pendukung diperlukan untuk memperlancar proses komunikasi kebijakan. Tanpa fasilitas fisik yang memadai, implementasi juga tidak akan efektif. Fasilitas fisik ini beragam bergantung pada kebutuhan kebijakan.

(31)

3 Disposisi (Sikap)

Disposisi adalah sikap dan komitmen dari pelaksana terhadap kebijakan atau program yang harus dilaksanakan karena setiap kebijakan membutuhkan pelaksana-pelaksana yang memiliki hasrat kuat dan komitmen yang tinggi agar mampu mencapai tujuan kebijakan yang diharapkan. ada tiga unsur utama yang mempengaruhi kemampuan dan kamauan aparat pelaksana untuk melaksanakan kebijakan, antara lain sebagai berikut:

a) Kognisi, yaitu seberapa jauh pemahaman pelaksana terhadap kebijakan. Pemahaman terhadap tujuan kebijakan sangat penting bagi aparat pelaksana. Apabila sistem nilai yang mempengaruhi sikapnya berbeda dengan sistem nilai pembuat kebijakan, implementasi kebijakan tidak akan berjalan dengan efektif. Ketidakmampuan adminstratif dari pelaksana kebijakan, yaitu ketidakmampuan dalam menanggapi kebutuhan dan harapan yang disampaikan oleh masyarakat dapat menyebabkan pelaksanaan suatu program tidak efektif.

b) Arahan dan tanggapan pelaksanaan. Hal ini meliputi penerimaan, ketidak berpihakan ataupun penolakan pelaksana dalam menyikapi kebijaksanaan.

c) Intensitas respons atau tanggapan pelaksana.12

(32)

B. Qanun Provinsi Aceh Nomor 6 tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat Qanun Nomor 6 tahun 2014 yang juga disebut dengan Qanun Jinayat adalah perda yang mengatur hukum pidana Islam di provinsi Aceh. Qanun ini memiliki sepuluh jarimah (Jarimah berasal dari bahasa Arab yang berarti perbuatan dosa dan atau tindak pidana) diantaranya melarang konsumsi dan produksi minuman keras (khamar), judi (maisir), sendirian bersama lawan jenis yang bukan mahram (khalwat), bermesraan di luar hubungan nikah (ikhtilath), zina, pelecehan seksual, pemerkosaan, menuduh seseorang melakukan zina tanpa bisa menghadirkan empat saksi (qadzaf), sodomi antar lelaki (liwath), dan hubungan seks sesama wanita (musahaqah). Hukum jinayat pertama kali diberlakukan di Aceh lewat Qanun Nomor 11 tahun 2002, yang kebanyakan isinya bersifat simbolis. Pada tahun 2003, terdapat perda-perda lain yang disahkan diantaranya Qanun Nomor 12 tentang minuman khamar dan sejenisnya, Nomor 13 tentang maisir (perjudian), dan Nomor 14 tentang khalwat (perbuatan bersunyi-sunyi antara dua orang atau lebih yang berlainan jenis dan bukan mahram).

Qanun yang menggantikan qanun-qanun tahun 2003 ini menambah jenis kejahatan yang dapat dihukum berdasarkan hukum jinayat, dan hukuman yang diganjar juga lebih berat. Dalam qanun-qanun yang dikeluarkan tahun 2003, pelanggar dapat dijatuhi hukuman cambuk dengan rotan sebanyak maksimal 40 kali, dan pada kenyataannya cambukan yang diberikan jarang melebihi 12 kali. Namun,

(33)

perda tahun 2014 menetapkan batas minimal sebanyak 10 kali dan maksimal sebanyak 150 kali.

Hukuman bagi mereka yang melanggar bisa berupa hukuman cambuk, denda, dan penjara. Beratnya hukuman tergantung pada pelanggarannya. Hukum ini berlaku untuk semua orang Muslim ataupun badan hukum di Aceh. Hukum ini juga berlaku untuk kaum non-Muslim jika kejahatannya tidak diatur oleh Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, atau jika dilakukan bersama dengan seorang Muslim dan pihak non-Muslim secara suka rela memilih hukum Islam.13

Maisir terdapat di jarimah kedua dalam Qanun Nomor 6 tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat yang memiliki 5 pasal didalamnya. Pada pasal pertama yaitu pasal 18 menerangkan bahwa “apabila setiap orang yang dengan sengaja melakukan jarimah maisir dengan nilai taruhan dan/atau keuntungan paling banyak 2 gram emas murni, diancam dengan „Uqubat Ta‟zir cambuk paling banyak 30 kali atau denda paling banyak 300 gram emas murni atau penjara paling lama 30 bulan.” Dari pasal 18 tersebut menerangkan bahwa apabila setiap masyarakat dengan sengaja melalukan jarimah maisir atau judi secara sengaja dengan nilai yang ditaruhan setara dengan harga 2 gram emas murni maka akan diancam dengan ketentuan „Uqubat Ta‟zir yaitu dengan hukuman cambuk paling banyak 12 kali atau dengan membayar denda paling banyak 120 gram emas murni atau hukuman penjara paling lama 12 bulan atau 1 tahun.

13. media.acehprov, “Qanun Provinsi Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat”,

diakses pada 1 Oktober 2019, pukul 20.35, dari situs : https://www1-media.acehprov.go.id

(34)

Pada pasal kedua yaitu pasal 19 menyatakan bahwa Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah Maisir dengan nilai taruhan dan/atau keuntungan lebih dari 2 (dua) gram emas murni, diancam dengan „Uqubat Ta‟zir cambuk paling banyak 30 (tiga puluh) kali atau denda paling banyak 300 (tiga ratus) gram emas murni atau penjara paling lama 30 (tiga puluh) bulan. Dari pasal tersebut menerangkan bahwa apabila setiap orang atau masyarakat yang dengan sengaja melakukan jarimah maisir/perjudian dengan nilai taruhan lebih dari 2 gram emas murni maka akan dikenakan „Uqubat Ta‟zir atau hukuman yang diberikan oleh hakim dengan hukuman cambuk paling banyak 30 kali atau dengan membayar denda paling banyak 300 gram emas murni atau hukuman penjara paling banyak 30 bulan atau 2 tahun 6 bulan. Perbedaan pasal 18 dan 19 ini terletak pada banyaknya materi yang dipertaruhkan. Pada pasal 18 dengan nilai taruhan tidak lebih senilai dengan 2 gram emas murni dan pasal 19 dengan nilai taruhan lebih dari senilai dengan 2 gram emas murni

Pada pasal ketiga yaitu pasal 20 menjelaskan bahwa Setiap Orang yang dengan sengaja menyelenggarakan, menyediakan fasilitas, atau membiayai Jarimah Maisir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 19 diancam dengan „Uqubat Ta‟zir cambuk paling banyak 45 (empat puluh lima) kali dan/atau denda paling banyak 450 (empat ratus lima puluh) gram emas murni dan/atau penjara paling lama 45 (empat puluh lima) bulan. Pasal ini menjelaskan bahwa setiap masyarakat

(35)

umum maupun lembaga-lembaga dilarang untuk memberikan akses dan memfasilitasi kegiatan maisir. Dan dijelaskan pula bahwa masyarakat maupun lembaga-lembaga pemerintah melarang adanya pemberian perlindungan terhadap kegiatan maisir. Pemerintah juga dilarang memberikan izin dalam bentuk apapun kepada setiap badan atau masyarakat perorangan yang melakukan kegiatan perjudian.

Apabila masyarakat, lembaga-lembaga dan pemerintahan terbukti menyelenggarakan, menyediakan fasilitas, atau membiayai kegiatan maisir atau perjudian akan dikenakan „Uqubat Ta‟zir dengan hukuman cambuk paling banyak 45 kali atau denda paling banyak 450 gram emas murni atau hukuman kurungan paling lama 45 bulan atau 3 tahun 9 bulan.

Pada pasal ke empat yaitu pasal 21 menyebutkan bahwa Setiap Orang yang dengan sengaja melakukan Jarimah Maisir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 19, dengan mengikutsertakan anak-anak diancam dengan „Uqubat Ta‟zir cambuk paling banyak 45 (empat puluh lima) kali atau denda paling banyak 450 (empat ratus lima puluh) gram emas murni atau penjara paling lama 45 (empat puluh lima) bulan. Pasal ini menjelaskan bahwa apabila masyarakat dengan sengaja mengikut sertakan anak-anak dalam kegiatan jarimah maisir/perjudian maka akan dikenakan „Uqubat Ta‟zir dengan hukuman cambuk maksimal 45 kali atau membayar denda maksimal 450 gram emas murni atau hukuman kurungan/penjara maksimal 45 bulan/3 tahun 9 bulan.

(36)

Pada pasal ke empat yaitu pasal 22 menyebutkan bahwa Setiap Orang yang melakukan percobaan Jarimah Maisir sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 dan Pasal 19 dikenakan „Uqubat Ta‟zir paling banyak 1/2 (setengah) dari „Uqubat yang diancamkan.Pasal ini menjelaskan bahwa apabila masyarakat telah terbukti akan melakukan melakukan kegiatan jarimah maisir/perjudian maka akan di kenakan „Uqubat Ta‟zir maksimal setengah dari uqubat yang telah di jelaskan pada pasal 18.14

C. Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian ini ada beberapa referensi yang diambil dari penelitian yang pernah dilakukan oleh peneliti terdahulu, namuntidak semua hasil penelitian tersebut dapat menjawab tujuan penelitian tentang perjudian di arena pacuan kuda. Adapun penelitian terdahulu tersebut adalah sebagai berikut

1. Penelitian oleh Angga Adi Saputra

Penelitian pertama dilakukan oleh Angga Adi Saputra (2013), yang berjudul “Upaya Kepolisian Dalam Menangulangi Tindak Pidana Perjudian Di Wilayah Hukum Polres Boyolali”.15

Metode yang digunakan didalam skripsi ini adalah metode penelitian deskriptif dan dianalisa dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Tujuan dari penelitian ini ada tiga yaitu, (1) Mengetahui bentuk-bentuk perjudian

14. Qanun Aceh No. 6 Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat

15. Saputra, Angga Adi,Upaya Kepolisian Dalam Menanggulangi Tindak Pidana Perjudian

Di Wilayah Hukum Polres Boyolali, 2013. Diakses pada 10 April 2018, pukul 21.40 pada situs : http://eprints.ums.ac.id/27046/

(37)

yang dilakukan masyarakat, diantaranya menggunakan kupon, dadu dan kartu. Tujuan dari penelitian ini ada tiga, yang pertama, penelitian ini bertujuan untuk melihat bentuk-bentuk perjudian. Kedua, untuk mengkaji berbagai tindakan yang dilaksanakan. Ketiga, mengetahui hambatan-hambatan para penegak hukum untuk menyelesaikan berbagai masalah perjudian yang ada di masyarakat. Hasil dari penelitiannya peneliti menemukan beberapa kendala yang dialami oleh pihak Polres Boyolali didalam mengungkap modus operandi tindak pidana perjudian, antara lain masih banyaknya masyarakat yang menyukai perjudian, kurangnya kepedulian dan partisipasi masyarakat dalam memberikan informasi mengenai perjudian, semakin rapinya modus operandi yang dijalankan oleh para pelaku tindak pidana perjudian, terbatasnya atau kurangnya personil untuk melakukan operasi maupun razia dan ditambah pula dengan kurangnya dukungan sarana yang dimiliki oleh pihak kepolisian.

Persamaan antara penelitian upaya Kepolisian dalam Menanggulangi tindak pidana perjudian di wilayah hukum Polres Boyolali dengan penelitian ini terletak pada objek penelitian yaitu sama-sama meneliti tentang perjudian dan perbedaannya penelitian ini dilakukan di Polres Boyolali yang merupakan lembaga penegak hukum dan bertujuan untuk mengetahui bentuk-bentuk perjudian yang dilakukan masyarakat dan kendala yang dihadapi kepolisian dalam menanggulangi tindak pidana perjudian, sedangkan yang peneliti lakukan adalah sebuah

(38)

implementasi kebijakan Qanun Provinsi Nomor 6 tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat terhadap kasus perjudian di arena pacuan kuda yang bertempat di Kabupaten Aceh Tengah dan hanya melihat penerapan Qanun Jinayat dalam mencegah perjudian tersebut.

2. Penelitian oleh Amalia Pintenate

Penelitian oleh Amalia Pintenate pada Tahun 2017 Mahasiswa Jurusan Sosiologi Universitas Syiah Kuala berjudul: “Pacuan Kuda Dalam Kajian Sosiologi (Studi Penelitian di Kabupaten Bener Meriah)”.16 Menggunakan penelitian kualitatif, metode deskriptif dan mengunakan teknik random sampling. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui peran dan fungsi dari pacuan kuda bagi masyarakat Bener Meriah mengadakan tradisi pacuan kuda yang dilaksanakan di bulan tertentu untuk memperingati hari kemerdekaan dan ulang tahun Kabupaten Bener Meriah. Peneliti menyimpulkan bahwa Tradisi Pacuan Kuda merupakan tradisi yang bermula dari kegiatan para pemuda kampung Bintang yang dilaksanakan setiap sehabis panen padi. Saat memacu, kadang kala terserempak dengan kelompok pemuda dari kampung lain, yang melakukan hal yang sama. Lalu terjadi interaksi sosial, di mana para joki dari masing-masing kampung sepakat untuk mengadakan pertandingan Pacu Kuda antar kampung tanpa hadiah bagi pemenang hanya “Gah” atau marwah. Sejak kemerdekaan Indonesia tradisi pacuan kuda dijadikan perlombaan tahunan yang dilakukan untuk

16. Amalia Pinte Nate,Pacuan Kuda Dalam Kajian Sosiologi Universitas Syah Kuala.

2017,diakses pada 12 April 2018, pukul 09.10 dari situs:www.jim.unsyiah.ac.id/FISIP/article/view/2650

(39)

merayakan Hari Ulang Tahun Indonesia dan hari jadi Kota Takengon yang diikuti oleh ketiga peserta yaitu Kabupaten Aceh Tengah, Gayo Lues, dan Aceh Tengah.

Walaupun ada persamaan antara penelitian yang dilakukan oleh Amalia Pintenate dengan penelitian ini yaitu kesamaan objek penelitian tentang pacuan kuda. Namun ada perbedaan yang tampak diantara keduanya, yaitu perbedaan lokasi penelitian yang dilakukan dan perbedaan selanjutnya adalah memfokuskan tentang kegiatan menyimpang yang dilakukan masyarakat pada saat pelaksanaan perayaan pacuan kuda yaitu perjudian dengan melihat implementasi dari Qanun Nomor 6 tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat dalam menanggulangi perilaku masyarakat yang bermain judi di dalam arena pacuan kuda.

3. Penelitian oleh Ali Geno Berutu, MA.Hk

Penelitian oleh Ali Geno Berutu, MA.Hk pada tahun 2015 Mahasiswa Sekolah Pascasarjana UIN Jakarta yang berjudul: “Implementasi Qanun maisir (judi) Terhadap Masyarakat suku Pak-Pak Di Kota Subulussalam-Aceh”. Menggunakan penelitian kualitatif metode deskriptif dan menggunakan pendekatan sosio-legal-historis. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui penerapan qanun yang berbasis jinayat secara kaffah dan menyeluruh di Provinsi Aceh. Menurut peneliti, implementasi qanun jinayat belum merata dan efektif di berbagai Kabupaten/Kota di Provinsi Aceh.“Banyak masalah dan

(40)

kendala yang dihadapi dilapangan, baik dari pelaksananya (pemerintah) maupun masyarakat sebagai objek hukum penerapan Syariat Islam itu sendiri. Begitu juga halnya dengan tempat dilakukannya penelitian ini yaitu Kota Subulussalam, pelaksanaan terhadap jenis Qanun Jinayat di atas masih terkesan stagnan dan jalan ditempat, belum ada kemajuan yang berarti dalam penerapan Qanun Jinayat di kota ini, tentunya hal tesebut sangat berdampak terhadap efektivitas penerapan qanun ditengah-tengah masyarakat Kota Subulussalam dan perlu segera mencari solusinya”.17

Persamaan antara penelitian Ali Geno Berutu, MA.Hk : terletak pada sub bahasan tentang Impelentasi Qanun Nomor 6 tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat, sedangkan perbedaannya terletak pada objek yang diteliti, peneliti ini melakukan penelitian di Kota Subulussalam sedangkan penelitian ini dilakukan di Kabupaten Aceh tengah. Perbedaan yang kedua adalah penelitian diatas hanyalah membahas tentang Qanun Nomor 13 tentang maisir saja, sedangkan yang peneliti lakukan adalah memfokuskan objek penelitian tentang implementasi Qanun Nomor 6 tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat dan praktek perjudian di arena pacuan kuda.

17. Ali Geno Berutu, MA.Hk, 2015 Pascasarjana UIN Jakarta, Implementasi Qanun maisir

(judi) Terhadap Masyarakat suku Pak-Pak Di Kota Subulussalam-Aceh, 2015. diakses pada 10 April 2018, pukul 10.25 dari situs: http://e-journal.metrouniv.ac.id

(41)

Tabel 2. Kerangka berfikir

Implementasi kebijakan model George C. Edward III

1. Komunikasi 2. Sumber Daya 3. Disposisi 4. Konsistensi

Implementasi Qanun Provinsi Aceh Nomor 6

Tahun 2014 Tentang Hukum Jinayat Dalam

Mengatasi Perjudian di Arena Pacuan Kuda di

Kabupaten aceh Tengah

Satuan Polisi Pamong Praja/Wilayatul Hisbah (SATPOL PP/WH) Kabupaten Aceh Tengah

(42)

30 BAB III

METODOLOGI PENELITIAN A. Jenis Penelitian

Berdasarkan jenisnya, penelitian ini tergolong pada penelitian yang bersifat kualitatif. Penelitian kualitatif adalah penelitian tentang riset yang bersifat deskriptif dan cenderung menggunakan analisis. Proses dan makna (prespektif subjek) lebih ditonjolkan dalam penelitian kualitatif. Selanjutnya Kriyantono menyatakan bahwa penelitian kualitatif bertujuan untuk menjelaskan fenomena dengan sedalam-dalamnya melalui pengumpulan sedalam-dalamnya.18 Penelitian kualitatif menekankan pada kedalaman data yang didapatkan oleh peneliti. Data kualitatif adalah data yang berbentuk kata, kalimat, skema dan gambar.19 Semakin dalam dan detail data yang didapatkan, maka semakin baik kualitas dari penelitian kualitatif ini. Dalam penelitian ini, peneliti ikut serta dalam peristiwa/kondisi yang sedang diteliti. Untuk itu hasil dari penelitian ini memerlukan kedalaman analisis dari peneliti. Selain itu, hasil penelitian ini bersifat subjektif sehingga tidak dapat digeneralisasikan. Secara umum, penelitian kualitatif dilakukan dengan metode wawancara dan obeservasi. Melalui metode ini, peneliti tidak dapat meriset kondisi sosial yang di observasi, karena seluruh realitas yang terjadi merupakan kesatuan yang terjadi secara alamiah.

18. Kriyantono, Rachmat. Teknik Riset Komunikasi..( Jakarta. Prenada. 2006)

(43)

31

Penggunaan pendekatan ini disebabkan karena di dalam penelitian deskriptif kualitatif ini menggunakan manusia sebagai sumber data utama, hasil dari penelitian ini berupa informasi langsung atau pernyataan yang selaras dengan keadaan yang ada dilapangan atau alamiah. Kemudian peneliti melakukan analisis permasalahan atau kendala yang dihadapi oleh berbagai pihak terkait yang menyangkut dengan implementasi Qanun Nomor 6 tahun 2014 tentang Hukum Jinayat.

B. Fokus Penelitian

Fokus penelitian ini dimaksudkan untuk membatasi studi kualitatif sekaligus membatasi penelitian guna memilih mana data yang relevan dan mana yang tidak relevan (Moleong, 2010). Pembatasan dalam penelitian kualitatif ini lebih didasarkan pada tingkat kepentingan/urgensi dari masalah yang dihadapi dalam penelitian ini. Penelitian ini akan difokuskan pada implementasi Qanun Provinsi Aceh Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Hukum jinayat dalam pemberantasan perjudian di acara pacuan kuda.

C. Lokasi Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kampung Belang Bebangka Kecamatan Pegasing Kabupaten Aceh Tengah Provinsi Aceh. Penetapan lokasi ini karena Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah rutin mengadakan tradisi pacuan kuda setiap tahunnya dengan merayakan beberapa hari

(44)

32

besar seperti hari ulang tahun kemerdekaan dan hari ulang tahun Kota Takengon.

Namun pada saat berlangsungnya perlombaan pacuan kuda terdapat sebuah kegiatan yang melanggar norma dan hukum yang dilakukan masyarakat yaitu praktek perjudian. Masih terdapat beberapa masyarakat yang masih melakukan kegiatan perjudian meskipun telah ada himbauan tertulis maupun tidak tertulis dengan dilarangnya perbuatan tersebut.

D. Jenis Sumber Data a. Data Primer

Data primer adalah data yang didapat peneliti atau data yang diperloleh dari sumber pertama baik individu atau perseorangan seperti hasil dari wawancara, observasi, dokumentasi maupun wawancara secara intensif dengan subjek penelitian.

Dalam penelitian ini, data primer diperoleh dari hasil pengamatan langsung ke lokasi lapangan pacuan kuda yang ada di Kampung Belang Bebangka dengan meninjau langsung masyarakat yang melakukan aktivitas perjudian. Kemudian data yang telah didapat berdasarkan uraian dan penjelasan dari subjek penelitian diatas.

b. Data Sekunder

Data sekunder adalah data yang dikumpulkan dari instansi pemerintah (biro sensus, biro statistik), instansi medis dan

(45)

33

kesehatan, dan dari terbitan-terbitan ilmiah/nonfiksi (etnografi, sosiologi, sejarah) maupun fiksi (termasuk yang populer) catatan serta arsip yang tidak diterbitkan pada lembaga-lembaga penelitian setempat.20

Data sekunder adalah data yang diperoleh atau dikumpulkan dari sumber-sumber yang telah ada. Data itu diperoleh dari perpustakaan atau laporan-laporan/dokumentasi peneliti yang terdahulu.

E. Informan Penelitian

Adapun yang menjadi informan pada penelitian ini adalah

Nomor Informan Jabatan

1 Syahrial Afri, SH, MM Kepala Satpol PP/WH Aceh Tengah 2 M. Arif Reje Kampung Belang Bebangka 3 Ir. M. Yusin Saleh Kepala Majelis Adat Gayo 4 Irwandi Sekjen PORDASI Aceh/Pengelola

Pacuan Kuda Tabel 3. Informan Penelitian

20. Bagong Suyanto dan Sutinah, 2005. Metode Penelitian Sosial Bagi Alternatif Pendekatan. Yogyakarta : Pustaka

(46)

34 F. Teknik Pengumpulan Data

a. Observasi

Observasi pada penelitian ini peneliti melihat dan mengamati langsung proses perjudian yang ada di pacuan kuda yang terletak di lapangan Blang Bebangka, kampung Blang Bebangka Kecamatan Pegasing Kabupaten Aceh Tengah seperti bagaimana proses perjudian itu berlangsung, siapa saja yang terlibat dalam kegiatan perjudian tersebut dan bagaimana aparat penegak hukum baik itu Polisi maupun Wilayatul Hisbah (WH) yang mengontrol proses berlangsungnya pacuan kuda dengan para pemain judi. Hal-hal yang telah diuraikan tersebut akan sangat membantu peneliti dalam mengumpulkan data karena dengan mengamati langsung proses kegiatan itu terjadi akan lebih banyak mendapatkan informasi yang akan dijadikan data penelitian.

b. Wawancara

Dalam tahap ini peneliti akan mewawancarai beberapa informan yang berhubungan dengan judul skripsi. Disini peneliti akan menggali informasi mengenai implementasi Qanun Jinayat dan kegiatan perjudian di arena pacuan kuda. Hasil dari wawancara dari beberapa informan tersebut akan dijadikan data yang akan diolah pada tahap berikutnya. c. Dokumen

Dokumen adalah catatan peristiwa yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau karya-karya monumental seseorang.

(47)

35

Hasil penelitian dari observasi atau wawancara akan lebih dapat dipercaya jika didukung oleh dokumen-dokumen yang bersangkutan.21 Dokumen yang diperlukan sebagai data dalam penelitian ini adalah berita tentang perjudian di pacuan kuda dari berbagai media, foto dokumentasi saat observasi, undang-undang atau Qanun, catatan atau rekaman pada proses wawancara berlangsung oleh narasumber yang telah ditetapkan diatas.

G. Teknik Analisis Data a. Reduksi Data

Istilah reduksi data dalam penelitian kualitatif dapat disejajarkan maknanya dengan istilah pengolahan data (mulai dari editing, koding, hingga tabulasi data) yang mencakup kegiatan mengikhtiarkanhasil pengumpulan data selengkap mungkin dan memilah-milahnya kedalam suatu konsep tertentu, kategori tertentu atau tema tertentu.22

Dalam melakukan penelitian kualitatif, peneliti setiap harinya bisa mendapatkan banyak data, baik dari hasil wawancara, dari hasil observasi, atau dari sejumlah dokumen. Data yang terekam dalam apa yang disebut dengan “catatan-catatan lapangan” (fieldnotes) tersebut, tentunya perlu dirangkum, diikhtisarkan, atau diseleksi, masing-masing

21. Sugiyono. 2017. Metode Penelitian Administrasi. Bandung. Alfabeta

22. Bunging, Burhan. 2003. Analisa Data Penelitian Kualitatif: Pemahaman Filosofis dan

(48)

36

bisa dimasukkan kedalam kategori tema yang termasuk dalam kategori pekerjaan analisis yang disebut reduksi data.23

b. Penyajian Data

Penyajian data dilakukan dengan tujuan untuk mempermudah peneliti dalam melihat gambaran secara keseluruhan atau bagian tertentu dari penelitian. Penyajian data dilakukan dengan cara mendeskripsikan hasil wawancara yang dituangkan dalam bentuk uraian dengan teks naratif, dan didukung oleh dokumen-dokumen, serta foto-foto maupun gambar sejenisnya untuk diadakanya suatu kesimpulan.24

c. Penarikan Kesimpulan

Penarikan Kesimpulan adalah melakukan pemeriksaan secara intensif selama dilakukannya proses penelitian dalam pengumpulan data. Peneliti melakukan analisa dan mencari bentuk, tema, hubungan persamaan, dan sebagainya dan dipaparkan dalam kesimpulan. Dalam sebuah penelitian ini, penarikan kesimpulan dilakukan dengan cara mengambil intisari dari rangkaian kategori hasil penelitian berdasarkan observasi dan wawancara.

H. Teknik Pemeriksaan Keabsahan Data

Menurut Creswell (2014:299) terdapat strategi-strategi untuk menguji dan memastikan validitas internal antara lain: triangulasi data, member checking, waktu yang lama dan observasi berulang, pemeriksaan

23. Faisal, Sanapiah. 2007, Format-Format penelitian Sosial, Jakarta: Raja Grafindo Persada

(49)

37

oleh sesama peneliti, pola partisipatoris, dan klarifikasi bias peneliti. Validitas didasarkan pada kepastian apakah hasil penelitian sudah akurat dari sudut pandang peneliti, partisipan, atau pembaca secara umum (Creswell 2014) Berikut strategi validitas.

a. Triangulasi data

Melakukan pengumpulan data melalui beragam sumber supaya hasil wawancara, observasi, dan dokumentasi dapat dianalisis sepenuhnya.

b. Member checking

Member checking dilakukan peneliti dengan menanyakan kembali apakah hasil intrepretasi peneliti tentang realitas dan makna yang disampaikansudah akurat.

c. Memperpanjang waktu observasi di lapangan

Dengan memanfaatkan waktu yang lama di lapangan diharapkan peneliti dapat lebih memahami secara mendalam fenomena gugat cerai sehingga hasil penelitian akan semakin akurat atau valid.

d. Pemeriksaan oleh sesama peneliti (peer examination)

Melakukan diskusi dengan rekan peneliti terkait hasil penelitian. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan interpretasi lain selain interpetasi peneliti. Diskusi juga dilakukan dengan yang orang yang lebih berkompeten, seperti dosen pembimbing.

(50)

38

Dalam penelitian ini peneliti melibatkan informan dalam tahap penelitian, mulai dari perancangan hingga pemeriksaan interpretasi dan kesimpulan.

(51)

39 BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi Penelitian 1. Profil Kabupaten Aceh Tengah

Kabupaten Aceh Tengah menempati bagian tengah Pulau Sumatera yang merupakan bagian dari pegunungan Bukit Barisan. Kabupaten Aceh Tengah dimekarkan menjadi dua, yaitu Kabupaten Aceh Tengah dan Kabupaten Bener Meriah. Kabupaten Aceh Tengah merupakan wilayah yang berbatasan dengan wilayah kabupaten lain :

Sebelah Utara : Kabupaten Bener Meriah Sebelah Timur : Kabupaten Aceh Timur Sebelah Selatan : Kabupaten Gayo Lues Sebelah Barat : Kabupaten Nagan Raya.25

Kabupaten Aceh Tengah terletak antara 4º 10´ LU - 4º 58´ LU dan dari 96º 18´ BT, 96º 22´ BT. Luas wilayahnya mencapai 4.318,39 km² yang umumnya berupa dataran rendah, dan bagian tengah wilayahnya sebagian perbukitan. Wilayah tersebut terdiri dari areal hutan sebanyak 49,19%, pertanian 1,84%, pemukiman 18,04%, perkebunan rakyat 6,63%, perkebunan negara 9,7%, perikanan 0,02%, dan sisanya berupa semak, pepohonan, padang rumput, dan lain lain 14,58%. Adapun areal hutan

25. Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Aceh Tengah dalam angka

(52)

40

dibagi dalam beberapa fungsi, seperti hutan lindung 32,99%, hutan produksi terbatas 12,22%, hutan suaka margasatwa 9,77%, dan lainnya 35,02%.26

Bagian pedalaman wilayah kabupaten ini memiliki topografi perbukitan dan pegunungan di jajaran Pegunungan Bukit Barisan dengan ketinggian 2.000-2.600 mdpl. Beberapa pegungan yang terdapat di kabupaten ini adalah Burni Telong (2.600 m), Burni Bies (2.076 m), Bur Kul 92.670 m), Burni Pepanyi (2.300 m), Burni Kelieten (2.640 m). Semuanya terletak di seputaran Danau Lut Tawar. Jauh dibagian selatan didekat perbatasan dengan Kabupaten Nagan Raya dan Gayo Lues menjulang gunung Abong-Abong (3.000 m). Tanah vulkanik yang subur ada disekitar gunung-gunung tersebut, misalnya sekitar Burni Bies, Burni Telong, dan Bur Kul. Batas selatan dan barat tanah vulkanik ini ada di aliran Wihni Peusangan. Wilayah yang subur inilah yang menjadi pusat perkebunan kopi rakyat di kabupaten ini. Di bagian tengahnya terletak Danau Lut Tawar berukuran panjang 17,5 km, lebar maksimum 4,5 km dan kedalaman sekitar 200 m. Kabupaten Aceh Tengah beriklim tropis dengan curah hujan rata-rata 1.822 mm pertahun, dengan curah hujan yang banyak terjadi pada bulan september sampai desember. Seluruh sumber air yang terdapat di kabupaten ini bersumber dari pegunungan, melalui sungai-sungai dan danau. Temperatur udara terutama di seputaran kota Takengon berkisaran antara 15ºC-23ºC.

26. Ketut Wiradyana, Taufikurrahman Setiawan, Gayo Merangkai dentitas, (Jakarta: Yayasan

(53)

41

Jumlah penduduk berdasarkan sensus tahun 2016 adalah 170.766 jiwa. Penduduk terpadat di Kabupaten Aceh Tengah berada di wilyah Kecamatan Bebesen, yaitu 33.800 jiwa atau 716/km² dengan luas area47,19 km².27

Mata pencaharian penduduk Kabupaten Aceh Tengah pada umumnya di sektor pertanian dan perkebunan, kemudian sisanya di sektor peternakan, perikanan, perdagangan, dan pemerintahan. Kabupaten Aceh Tengah memilki flora dan fauna yang dibudidayakan maupun yang alami. Jenis-jenis flora dan fauna umumnya tanaman yang bernilai ekonomis, seperti tanaman pertanian (sayur-mayur, buah-buahan palawija) dan tanaman perkebunan. Komoditi yang di hasilkan oleh kebun rakyat maupun negara antara lain kopi (coffee), tebu (Saccharum offichinarum), tembakau (Nicotiana tobacum), lada (Piperaceae), kemiri (Aleurites moluccana), pinang (Areca Catechu), dan lain-lain. Jenis fauna yang dibudidayakan antara lain sapi (bovidae,fml), kerbau (bos bubalus), kuda (equus caballus), kambing (Capra), domba, serta unggas ayam (Callus), dan itik. Kabupaten ini terbagi ata 14 kecamatan yaitu Kecamatan Linge, Bintang. Lut tawar, Kebayakan, Pegasing, Bebesen, Kute Panang, Silih Nara, Ketol, Celala, Jagong Jeget, Atu lintang, Bies, dan Rusip Antara yang didalamnya termasuk dua kelurahan dan 266 desa.28

27. Badan Pusat Statistik Kabupaten Aceh Tengah, Kabupaten Aceh Tengah, hlm 19, 125

28. Ketut Wiradyana, Taufikurrahman Setiawan, Gayo Merangkai dentitas, (Jakarta: Yayasan

(54)

42

2. Sejarah Pacuan Kuda Dan Judi Pacuan Kuda

Acara pacuan kuda yang diadakan setahun dua kali yaitu di bulan April dalam rangka memperingati hari jadi Kabupaten Aceh Tengah dan memperingati hari kemerdekaan Indonesia pada bulan Agustus merupakan acara kebudayaan yang sangat ditunggu-tunggu oleh masyarakat di kabupaten Aceh Tengah, bukan hanya masyarakat biasa yang menikmati acara tersebut tetapi semua kalangan yang ada di Aceh Tengah, Aceh Tengah dan Gayo Lues, baik itu dari masyarakat, Polsek, Polres, Tentara, Pejabat, Wisatawan lokal dan Wisatawan asing ikut menyaksikan acara tersebut. Acara pacuan kuda yang diadakan setahun sekali ini merupakan hiburan rakyat yang telah ada dari dulu sampai sekarang. Dalam acara pacuan kuda ini banyak nilai-nilai yang terkandung didalamnya antara lain norma, pendidikan, sosial, seni dan ekonomi. Seperti biasanya pada pembukaan acara pacuan kuda ini akan diadakan tarian masal, baik itu tari Bines, Didong, maupun tari Guel yang diiringi dengan alat musik khas Gayo yang jarang sekali dipertunjukan dan diperdengarkan di depan umum, masyarakat sangat menikmatinya, di samping itu acara pacuan kuda menciptakan nilai ekonomi yang sangat luar biasa, pada acara pacuan kuda ini perputaran rupiah sangat cepat dikarenakan didalam acara pacuan kuda ini pedagang, petani, pejabat, pelajar, dan aparat penegak hukum berkumpul, seakan-akan acara tersebut mengharuskan mereka datang tanpa harus diundang untuk memeriahkan acara tersebut.

(55)

43

Pacu kuda pertama-tama digelar sekitar tahun 1850 dengan arena pacuan melintasi Wekef hingga Menye berjarak lebih kurang 1,5 kilometer, rutenya memanjang, bukan memutar seperti saat ini. Saat itu, pacu kuda diselenggarakan saat luah berume atau lues belang (setelah panen padi). Sebelum masyarakat Gayo mengenal sarana transportasi modern, kuda memiliki peran penting dalam banyak hal di Gayo terutama sebagai sarana transportasi barang dan manusia serta kegiatan olah tanah di sawah.

Selanjutnya menurut AR. Hakim Aman Pinan dalam bukunya Pesona Tanoh Gayo, menyatakan pacu kuda di Pante Menye Bintang diselenggarakan saat pagi dan sore hari, setelah ashar. Satu sisi line pacuan dibatasi dengan air danau Lut Tawar dan sisi lainnya (timur) dengan pagar Geluni. Saat itu joki tidak dibenarkan memakai baju alias telanjang dada. Saat itu tidak ada disediakan hadiah, para pemenang hanya memperoleh “Gah” atau nama besar (marwah). Biasanya, pacu kuda dilanjutkan dengan perayaan atau syukuran luah munoling (paska panen padi) yang biayanya diperoleh dengan berpegenapen (saling menyumbang biaya dan perlengkapan lainnya).

Versi lainnya, menurut ditulis Piet Rusydi, pacu kuda adalah kegiatan iseng para pemuda setelah munoling (panen padi) khususnya di Bintang. Kuda-kuda yang berkeliaran saat Lues Belang ditangkap dengan opoh kerung (kain sarung) dan di pacu. Tradisi ini tanpa mulai dijadikan event tetap mulai tahun 1930 yang melibatkan kuda-kuda serta

(56)

44

joki dari beberapa kampung. Seiring perkembangan zaman Belanda pelaksanaan acara pacuan kuda di Kabupaten Aceh Tengah didakan seadanya sebagai hiburan dan pesta rakyat setelah musim panen padi berakhir di lepas di jalanan umum mulai dari daerah Tan Saril sampai kedepan Belang Kolak maupun sebaliknya terus dipaju bolak-balik. Menurut sejarah karena lintasan yang digunakan membahayakan untuk penonton, pemerintahan Belanda waktu itu memindahkan acara pacu kuda ke lapangan baru diberi nama Belang Musara Alun di Belang Kolak lintasannya pun mengelilingi lapangan yang diberi tiang untuk pembatas lapangan.

Seiring dengan terbentuknya Kabupaten Aceh Tengah tahun 1956, penyalenggaraan event pacu kuda diambil alih oleh Pemerintah Aceh Tengah. Penyelengaraan pacu kuda terus berlanjut yang digelar dalam memeriahkan Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Republik Indonesia. Dalam sejarahnya, pacuan kuda Gayo sempat di gelar selain memperingati HUT RI yakni pada bulan Maret tahun 1992 yang digagas oleh Dandim 0106 Aceh Tengah.

Pada tahun 2002 penyelenggaraan pacu kuda dipindahkan ke Pegasing, persisnya di Lapangan H. Muhammad Hasan Gayo Belang Bebangka. Hal tersebut dikarenakan pengunjung pacu kuda semakin banyak, Gelanggang Musara Alun dinilai tidak cocok lagi sebagai tempat diadakannya acara pacuan kuda sehingga mendapat persetujuan

(57)

45

dari Bupati Aceh Tengah pada saat itu Drs. H. Mustafa M. Tamy dengan persetujuan masyarakat dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD).

Perjudian di pacuan kuda bermula pada saat Kolonial Belanda masuk ke dataran tinggi Gayo seiring dengan dilaksanakannya acara pacuan kuda untuk memeperingati hari ulang tahun Ratu Wihelmina. Pada saat itu pacuan kuda telah dijadikan kegiatan event resmi yang dilakukan pada masa Kolonial Belanda dan tempat berlangsungnya tidak lagi di jalanan umum melainkan telah disediakan arena untuk berlangsungnya pacuan kuda tersebut. Kemudian pada saat setelah Indonesia merdeka, kegiatan acara pacuan kuda ditetapkan sebagai event tahunan memperingati hari kemerdekaan Indonesia. Terdapat jenis perjudian lain yang dilakukan masyarakat seperti taruhan kuda yang dipacu permainan dadu, kartu remi, catur, yang disediakan oleh masyarakat.

Hal tersebut senada dengan hasil wawancara dengan Tokoh Adat Gayo yang mengatakan bahwa:

“Judi yang ada di pacuan kuda mulai ada waktu Kolonial Belanda masuk kesini, dulu judi dan taruhan dilakukan sama orang-orang belanda pada perayaan ulang tahun Ratu Belanda namanya Ratu Wihelmina. Menurut cerita mulut ke mulut, kemudian lama kelamaan masyarakat umum mengikuti perilaku mereka, saat itu judi yang dilakukan cuma taruhan kuda saja itu cuma untuk penyemangat agar acara lebih meriah. Dan setelah merdeka sekitar tahun 60 an, bukan cuma masyarakat biasa yang menyediakan dan ikut permaianan tersebut tetapi pada saat itu Pemerintah Kabupaten menyediakan permainan yang disebut Lelang Harga.Acara itu khusus untuk masyarakat yang ingin melakukan taruhan dengan sistem harga taruhan tertinggi. Setiap nama dan jumlah uang yang dipertaruhkan akan ditulis di papan tulis besar dan pemenangnya akan mendapat hadiah 3

(58)

46

kali lipat dari pemerintah. Dari masa itu kemudian kebiasaan taruhan maupun judi seperti sudah membudaya di masyarakat sampai sekarang.”29

Pada tahun 1960 kegiatan perjudian pacuan kuda saat event tahunan ini memiliki intervensi dari Pemerintah Kabupaten Aceh Tengah menyediakan acara yang disebut dengan lelang harga. Mekanisme yang diberlakukan pada lelang harga ini adalah siapa saja masyarakat yang akan melakukan taruhan terhadap kuda yang akan dipacu akan ditulis di sebuah papan besar dengan mencantumkan nama yang ikut serta dalam lelang harga tersebut dan jumlah yang akan dipertaruhkan, apabila salah seorang yang peserta lelang harga tersebut menjadi pemenang maka akan diberi hadiah 3 kali lipat sesuai dengan jumlah taruhan yang dilakukan.

Kegiatan perjudian dan taruhan pada saat itu dimaksudkan agar acara lebih meriah dan menambah semangat dan antusias masyarakat yang menyaksikan acara pacuan kuda dan tidak ada media hiburan lainnya yang bisa menambah masyarakat berantusias menyaksikan dan acara pacuan kuda yang diselenggarakan. Berbeda dengan zaman sekarang, media hiburan yang ada di pacuan kuda sudah cukup beragam jenisnya yang tidak ada mengandung unsur perjudian didalamnya. Informan juga menambahkan di zaman sekarang apabila judi dan taruhan tidak dilakukan maka tidak ada berpengaruh pada kemeriahan dan daya tarik masyarakat, selain pacuan kuda merupakan budaya yang dimaksudkan untuk pesta

Gambar

Tabel 1. Tahap Penyusunan Agenda ...............................................................
Tabel 1. Tahap Penyusunan Agenda
Tabel 2. Kerangka berfikir
Gambar 1. Foto setelah melakukan wawancara kepada Kepala dan Staf SATPOL PP/WH  Kabupaten Aceh Tengah
+3

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Individu yang mengalami kondisi flow sangat terlibat dalam aktivitas yang dilakukannya, keterlibatan dalam aktivitas dikarenakan terjadinya proses kognitif dan

Dengan memahami dan mengikuti petunjuk yang diberikan oleh guru, siswa mampu membuat sebuah buklet mengenai berbagai macam kegiatan manusia yang dapat memengaruhi..

Hal ini karena selain jumlah BAL yang lebih tinggi pada A, BAL kering yang dihasilkan pada penelitian ini masih dalam keadaan aktif, mampu beradaptasi dan

Dengan persamaan tersebut dapat dijelaskan bahwa setiap kenaikan nilai Responsiviness sebesar satu satuan akan menaikan kepuasan konsumen sebesar 0.257 satuan atau

Penelitian sejalan juga pada Fina Dwi Putri “Hubungan Penerapan Teknik Disiplin di TK X dengan Kemampuan Penalaran Moral Anak Usia 4- 6 Tahun”. Penelitian ini

Hasil penelitian menunjukkan bahwa: (1) proses penyelenggaraan pendidikan di SMKN 1 Bantul dapat dikategorikan sebagai pengelolaan sekolah yang efektif, yang telah

[r]

Dengan mengacuh pada pendekatan tersebut, maka ciri Arsitektur Ekspresionis, yaitu; Menggunakan makna dari simbol dan ide ruang yang diterapkan dalam bangunan Menggunakan bentuk