• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA. namanya pemasaran tidak ada yang namanya perusahaan, akan tetapi apa yang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA. namanya pemasaran tidak ada yang namanya perusahaan, akan tetapi apa yang"

Copied!
27
0
0

Teks penuh

(1)

6 BAB II

TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Teori Tentang Pemasaran

Pemasaran sebagaimana diketahui, adalah inti dari sebuah usaha. Tanpa namanya pemasaran tidak ada yang namanya perusahaan, akan tetapi apa yang dimaksud dengan pemasaran itu sendiri orang masih rancu. Pemasaran merupakan penghubung antara kepentingan penjual dengan kepentingan pembeli. Penjual memperoleh keuntungan dari barang atau jasa yang ia tawarkan, sedangkan pembeli memperoleh barang atau jasa yang ia butuhkan sesuai dengan keinginannya.

Banyak yang menganggap bidang ini identik atau sama dengan bidang penjualan. Sesungguhnya pemasaran memiliki arti yang luas daripada penjualan. Bidang penjualan merupakan bagian dari bidang pemasaran, sekaligus merupakan bagian terpenting dari bidang pemasaran itu sendiri. Pemasaran berarti bekerja dengan pasar untuk mewujudkan pertukaran potensial dengan maksud memuaskan kebutuhan dan keinginan manusia. Jika perusahaan menaruh perhatian lebih banyak untuk terus menerus mengikuti perubahan kebutuhan dan keinginan baru, mereka tidak akan mengalami kesulitan untuk mengenali peluang-peluangnya. Karena para konsumen selalu mencari yang terbaik untuk kehidupannya dan tentu saja dengan harga yang terjangkau dan dengan kualitas yang baik pula, hal itulah yang memicu adanya persaingan yang semakin tajam yang menyebabkan para penjual merasa semakin lama semakin sulit menjual produknya di pasar. Sebaliknya, pihak pembeli merasa sangat diuntungkan karena

(2)

7 mereka bebas memilih dari pihak manapun dengan kualitas dan mutu produk yang baik. Hal inilah yang mendorong para pakar bisnis untuk mencari jalan keluar yang terbaik.

Teori pemasaran yang amat sederhana pun selalu menekankan bahwa dalam kegiatan pemasaran harus jelas siapa yang menjual apa, dimana, bagaimana, bilamana, dalam jumlah berapa dan kepada siapa. Adanya strategi yang tepat akan sangat mendukung kegiatan pemasaran secara keseluruhan.

2.1.1 Pengertian Pemasaran

Menurut Tjiptono (2008) pemasaran adalah fungsi yang memiliki kontak yang paling besar dengan lingkungan eksternal, padahal perusahaan hanya memiliki kendali yang terbatas terhadap lingkungan eksternal.

Kegiatan yang dilakukan tersebut melibatkan individu dan kelompok baik sebagai pihak yang menawarkan maupun sebagai pihak yang ditawarkan akan sebuat produk atau jasa tertentu. Pada hakekatnya pemasaran merupakan suatu kegiatan yang dilakukan oleh perusahaan yang bertujuan agar produk /jasa yang dihasilkan dapat diterima oleh konsumen. Hal ini sesuai dengan pengertian pemasaran yang dijelaskan menurut Kotler (2009), pemasaran didefinisikan sebagai “sebuah proses kemasyarakatan dimana individu dan kelompok memperoleh apa yang mereka butuhkan dan inginkan dengan menciptakan, menawarkan, dan secara bebas mempertukarkan produk dan jasa yang bernilai dengan orang lain”.

Definisi menurut Harper W (2000) bahwa pemasaran adalah “suatu proses sosial yang melibatkan kegiatan-kegiatan penting yang memungkinkan individu

(3)

8 dan perusahaan mendapatkan apa yang mereka butuhkan dan inginkan melalui pertukaran dengan pihak lain dan untuk mengembangkan hubungan pertukaran.”

Dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa pemasaran bertujuan untuk mengetahui dan memahami konsumen sedemikian rupa sehingga produk atau jasa itu cocok dengan konsumen dan selanjutnya menjual dirinya sendiri. Idealnya, pemasaran hendaknya menghasilkan seorang konsumen yang siap untuk membeli. Semua yang dibutuhkan selanjutnya adalah menyediakan produk atau jasa itu.

2.1.2 Pemasaran Jasa dan Karakteristik Jasa

Industri jasa pada saat ini merupakan sektor ekonomi yang sangat besar dan pertumbuhannya yang sangat pesat. Pertumbuhan tersebut selain diakibatkan oleh pertumbuhan jenis jasa yang sudah ada sebelumnya, juga disebabkan oleh munculnya jenis jasa baru, sebagai akibat dari tuntutan dan perkembangan zaman. Dipandang dari segi konteks globalisasi, pesatnya pertumbuhan bisnis jasa antar negara ditandai dengan meningkatnya intensitas pemasaran lintas negara serta terjadinya aliansi berbagai penyedia jasa di dunia.

Pada dasarnya jasa merupakan semua aktivitas ekonomi yang hasilnya tidak merupakan produk dalam bentuk fisik atau konstruksi, yang biasanya dikonsumsi pada saat yang sama dengan waktu yang dihasilkan dan memberikan nilai tambah (seperti misalnya kenyamanan, kesenangan, atau kesehatan) atau pemecahan. Kotler (1994) jasa adalah setiap tindakan atau perbuatan yang dapat ditawarkan oleh suatu pihak kepada pihak lain, yang pada dasarnya bersifat intangible (tidak berwujud fisik) dan tidak menghasilkan kepemilikan sesuatu.

(4)

9 Berdasarkan dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa jasa merupakan sebuah tindakan atau perbuatan yang bersifat intangible atau tidak berwujud yang ditawarkan untuk dijual kepada pihak lain yaitu pengguna jasa. Menurut Tjiptono (1996), jasa memiliki beberapa karakteristik utama yang membedakannya dengan barang. Karakteristik jasa tersebut adalah:

a. Tidak berwujud (intangibility)

Jasa bersifat intangible, artinya tidak dapat dilihat, dirasa, diraba, dicium, atau didengar sebelum dibeli. Jasa berbeda dengan barang. Jika barang merupakan suatu objek, alat, atau benda, maka jasa adalah suatu perbuatan, kinerja (performance), atau usaha. Bila barang dapat dimiliki, maka jasa hanya dapat dikonsumsi tetapi tidak dapat dimiliki. Seseorang tidak dapat menilai hasil dari jasa sebelum ia menikmatinya sendiri. Bila pelanggan membeli jasa, maka ia hanya menggunakan, memanfaatkan, atau menyewa jasa tersebut. Pelanggan tersebut tidak lantas memiliki jasa yang dibelinya. Oleh karena itu untuk mengurangi ketidakpastian, para pelanggan memperhatikan tanda-tanda atau bukti kualitas jasa tersebut. Mereka akan menyimpulkan kualitas jasa dari tempat (place), orang (people), peralatan (equipment), bahan-bahan komunikasi (communication materials), simbol, dan harga yang mereka amati.

b. Tidak dapat dipisahkan (inseparability)

Barang biasanya diproduksi, kemudian dijual, lalu dikonsumsi. Sedangkan jasa biasanya dijual terlebih dahulu, baru kemudian diproduksi dan dikonsumsi secara bersamaan. Interaksi antara penyedia jasa dan

(5)

10 pelanggan merupakan ciri khusus dalam pemasaran jasa. Keduanya mempengaruhi hasil (outcome) dari jasa tersebut. Dalam hubungan penyedia jasa dan pelanggan ini, efektivitas individu yang menyampaikan jasa (contact personnel) merupakan unsur penting. Dengan demikian, kunci keberhasilan bisnis jasa ada ada pada proses rekrutmen, kompensasi, pelatihan, dan pengembangan karyawannya. Faktor lain yang tidak kalah pentingnya adalah pemberian perhatian khusus pada tingkat partisipasi/keterlibatan pelanggan dalam proses jasa (misalnya aktivitas dan peran serta pelajar/mahasiswa dalam pendidikan di sekolah/PT). Demikian halnya dengan fasilitas pendukung jasa sangat perlu diperhatikan, misalnya ruang kuliah yang nyaman, tersedianya OHP, fasilitas komputer, mesin fotocopy dan sebagainya. Pemilihan lokasi yang tepat, dalam artian dekat dan mudah dicapai pelanggan juga perlu dipertimbangkan.

c. Berubah-ubah (variability)

Jasa bersifat sangat variabel karena merupakan nonstandardized output, artinya banyak variasi bentuk, kualitas dan jenis, tergantung pada siapa, kapan, dan di mana jasa tersebut dihasilkan. Ada tiga faktor yang menyebabkan variabilitas kualitas jasa (Bovee, Houston, dan Thill, 1995), yaitu kerja sama atau partisipasi pelanggan selama penyampaian jasa, moral/motivasi karyawan dalam melayani pelanggan, dan beban kerja perusahaan. Pada industri jasa yang bersifat people based cenderung kurang terstandarisasi dan seragam dibandingkan hasil dari jasa yang

(6)

11 bersifat equipment based maupun operasu manufaktur. Para pembeli jasa sangat peduli terhadap variabilitas yang tinggi ini dan sering kali mereka meminta pendapat orang lain sebelum memutuskan untuk memilih penyedia jasa.

d. Mudah lenyap (perishability)

Jasa merupakan komoditas tidak tahan lama dan tidak dapat disimpan. Dengan demikian, bila suatu jasa tidak digunakan maka jasa tersebut akan berlalu begitu saja. Hal ini mengakibatkan kapasitas produksi menjadi faktor yang kritikal. Jasa yang tepat harus disediakan untuk konsumen yang tepat pada tempat yang tepat disaat yang tepat dan harga yang tepat untuk memaksimalkan profitabilitas.

2.2 Teori Tentang Relationship Marketing

Relationship marketing telah mendapat banyak perhatian dan dipandang sebagai ranah baru yang menjanjikan dalam dunia akademis maupun praktis. Seiring makin ketatnya persaingan, masalah terpenting yang dihadapi perusahaan bukan lagi sekadar bagaimana menawarkan produk atau jasa berkualitas baik, namun juga bagaimana memelihara para konsumen loyal yang bisa memberikan keuntungan jangka panjang bagi perusahaan. Relationship marketing dipandang sebagai konsep utama dalam merancang strategi pemasaran untuk tujuan tersebut, baik dalam industrial marketing maupun dalam consumer product marketing (Little dan Marandi, 2003).

Perspektif relationship marketing didasarkan pada gagasan bahwa diatas nilai produk dan/atau jasa yang dipertukarkan, keberadaan hubungan di antara

(7)

12 kedua belah pihak menciptakan nilai tambah bagi pelanggan dan juga bagi pemasok atau penyedia jasa dan profitabilitas hubungan adalah salah satu tujuan utama dari pemasaran, dimana profitabilitas pelanggan lebih penting dari profitabilitas produk (Zeithaml et al., 2001).

2.2.1 Pengertian Relationship Marketing

Tanjung (2004) menyatakan bahwa, “Relationship marketing adalah pertumbuhan, pengembangan, dan pemeliharaan dalam jangka panjang yang menimbulkan hubungan biaya efektif dengan pelanggan, pemasok, karyawan, dan partner-partner yang saling menguntungkan”. Relationship marketing merupakan suatu produk yang membangun hubungan jangka panjang yang memuaskan dengan pihak-pihak kunci meliputi pelanggan, pemasok, dan penyalur guna mempertahankan preferensi bisnis dalam jangka panjang.

Menurut Lupiyoadi (2006) menyatakan bahwa relationship marketing adalah cara usaha pemasaran pada pelanggan yang meningkatkan pertumbuhan jangka panjang perusahaan dan kepuasan maksimum pelanggan. Pelanggan yang baik merupakan suatu asset dimana bila ditangani dan dilayani dengan baik akan memberikan pendapatan dan pertumbuhan jangka panjang bagi suatu perusahaan.

Tujuan perusahaan (baik dalam bentuk laba, volume penjualan, pangsa pasar, pertumbuhan, misi sosial, maupun tujuan lainnya) dicapai melalui upaya memuaskan dan mempertahankan pelanggan. Untuk mencapai tujuan tersebut, perusahaan tidak semata-mata hanya menekankan pada aspek transaksi, namun justru lebih berfokus pada aspek relasional. Pemasaran relasional merupakan bagian dari pemasaran holistik yang meliputi pemasaran internal, pemasaran

(8)

13 kinerja, pemasaran terintegrasi dan pemasaran hubungan (relasional).

Menurut Tjiptono (2006) bahwa “Transaction marketing lebih berorientasi pada transaksi penjualan jangka pendek, sedangkan relationship marketing lebih menekankan pentingnya jalinan kerja sama yang saling menguntungkan dengan pelanggan dalam jangka panjang.” Dari defenisi tersebut maka dapat dikatakan bahwa relationship marketing adalah upaya mengenal konsumen lebih baik, sehingga perusahaan dapat memenuhi needs and wants mereka dalam jangka panjang (Zeithmal dkk., 2006).

Pernyataan di atas didukung pendapat Arafat (2006) yang mengemukakan bahwa menjalin hubungan dengan pelanggan dalam jangka panjang tidak sekadar menciptakan transaksi. Menjadi paradigma baru untuk mencapai keberhasilan pemasaran yaitu dengan menjalin dan mempertahankan hubungan dengan pelanggan secara berkesinambungan paradigma tersebut dinamakan relationship marketing. Dasar pemikiran dalam praktik pemasaran ini adalah bahwa jalinan hubungan dengan pelanggan itu dianggap sangat menghemat biaya dibanding dengan mencari pelanggan baru atau mendapatkan pelanggan lama yang sudah putus hubungan. Memang terjalinnya hubungan jangka panjang antara pemasar dengan pelanggan itu bermula dari terciptanya transaksi, kemudian transaksi-transaksi serupa diulang kembali sehingga akhirnya menjadi jalinan hubungan jangka panjang.

Lebih lanjut Kotler dan Amstrong (2009) mengemukakan bahwa relationship marketing adalah proses menciptakan, menjaga, dan meningkatkan hubungan yang kuat bernilai tinggi dengan pelanggan dan pihak yang

(9)

14 berkepentingan lain. Relationship marketing mengakui pentingnya berbagai pihak, anatara lain: pemasok, pegawai, distributor, agen, dan pengecer untuk bekerjasama memberikan nilai-nilai yang terbaik bagi sasaran pelanggan. Beberapa karakteristik relationship marketing menurut Kotler (2003) adalah sebagai berikut:

a. Memfokuskan diri pada para partner dan pelanggan dan bukannya pada produk-produk yang dihasilkan perusahaan.

b. Memberikan penekanan terhadap bertahannya dan pertumbuhan pelanggan daripada perolehan pelanggan baru.

c. Mengandalkan kerja tim-tim yang terdiri atas berbagai fungsi dalam perusahaan daripada kerja yang dilakukan di tingkat departemen.

d. Mengandalkan lebih banyak mendengarkan dan belajar dibandingkan berbicara.

Dari berbagai definisi tersebut, dapat disimpukan bahwa pemasaran relasional (relationship marketing) adalah:

a. Mencari nilai-nilai baru untuk pelanggan dimana nilai tersebut dapat dirasakan baik oleh penyedia jasa maupun konsumen.

b. Perusahaan perlu mendesain dan memperbaiki proses bisnis, komunikasi, teknologi, dan sumber daya manusia dalam mendukung nilai yang diinginkan pelanggan individual sebagai konsekuensi dan strategi bisnis dan berfokus pada pelanggan.

(10)

15 c. Usaha kerja sama (interaksi) yang terus-menerus antara pembeli dan

penjual.

d. Membangun nilai hubungan dalam organisasi untuk menciptakan nilai pelanggan yang diinginkan dan untuk stakeholder-nya.

2.2.2 Tujuan Pemasaran Relasional (Relationship Marketing)

Menurut Little dan Marandi (2003), tujuan utama dari pemasaran relasional bagi perusahaan yang mengadopsinya adalah untuk mempertahankan para pelanggan dengan mendapatkan loyalitas mereka berdasarkan komitmen bersama. Loyalitas disini bermakna komitmen pelanggan terhadap pemasok yang didasarkan pada pilihan. Sementara menurut Lovelock et al. (1999), dalam konteks bisnis, loyalitas bermakna kesediaan pembeli untuk terus menjadi pelanggan dari sebuah perusahaan dalam jangka waktu yang lama, membeli dan menggunakan berbagai barang dan jasanya secara berulang dan lebih baik lagi secara eksklusif, serta secara sukarela merekomendasikan produk-produk perusahaan tersebut kepada teman-teman dan rekan-rekan.

Menurut Zeithmal dkk., (2006), tujuan dari relationship marketing adalah untuk membangun dan mempertahankan pelanggan komit yang menguntungkan bagi perusahaan dan pada waktu yang sama meminimumkan waktu dan usaha yang dikeluarkan untuk pelanggan yang kurang menguntungkan.

Pemasaran relasional adalah cara terbaik untuk mempertahankan para pelanggan dalam jangka panjang dengan menciptkan nilai tambah bagi mereka sehingga perusahaan bisa meraih keunggulan daya saing di dunia yang semakin kompetitif (Little dan Marandi, 2003).

(11)

16 Sheth dan Parvatiyar (1995) memandang bahwa pemasaran relasional berpotensi untuk meningkatkan produktivitasnya pemasaran dan untuk menciptakan nilai yang saling menguntungkan dengan meningkatkan efektivitas pemasaran dan/atau meningkatkan efisiensi pemasaran.

Gupta dan Zeithaml (2006), Little dan Marandi (2003), Donaldson dan O’Toole (2000), Kumar, Shah, dan Venkatesan (2006) mengatakan bahwa pemasaran relasional bertujuan membuat pelanggan menjadi lebih menguntungkan dengan terus memperbesar Customer Lifetime Value (CLV). Sementara Little dan Marandi (2003), Kremer (1998), serta Sheth dan Parvatiyar (1995) memandang bahwa jejaring yang dimiliki pelanggan lama bisa dimanfaatkan untuk menarik pelanggan baru dengan biaya yang lebih rendah.

Dari berbagai literatur yang ada dapat disimpulkan bahwa tujuan dari penerapan pemasaran relasional adalah untuk:

1. Mempertahankan pelanggan yang menguntungkan (customer retention dan customer duration).

2. Membuat pelanggan menjadi lebih menguntungkan dengan memperbesar Customer Lifetime Value (CLV).

3. Memperoleh pelanggan baru dengan biaya yang lebih rendah dari jejaring yang dimiliki oleh pelanggan lama.

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pemasaran Relasional (Relationship Marketing)

Dalam penelitian Yau (1999) dinyatakan bahwa filosofi pemasaran saat ini beralih dari pemasaran transaksional menjadi pemasaran relasional, dan telah

(12)

17 menetapkan 4 (empat) variabel atau faktor-faktor yang mempengaruhi pemasaran relasional untuk mengukur kinerja perusahaan, yaitu :

1. Pertalian (Bonding)

Pertalian (Bonding) adalah usaha untuk menciptakan kepercayaan pada perusahaan atau organisasi dan usaha untuk membangun hubungan yang erat dengan pihak lain (Ventura, 2003).

Menurut Yau (1999) pertalian meliputi cara perusahaan menciptakan kepercayaan dan usaha untuk menjaga hubungan dan kerjasama dengan pihak lain.

Bonding merupakan pertalian yang berfungsi untuk mempertahankan hubungan yang sudah ada antara pemasar dengan pelanggan sehingga membantu perusahaan menghadapi pesaing.

Customer bonding suatu sistem yang berinisiatif untuk mempertahankan hubungan dengan pelanggan atau calon pelanggan (Richard Cost dan Janet Smith, 2000).

Pada dasarnya customer bonding merupakan suatu proses dimana pemasar berusaha membangun atau mempertahankan kepercayaan pelanggannya sehingga satu sama lain saling menguntungkan dalam hubungan tersebut.

2. Empati (Emphaty)

Merupakan suatu dimensi dalam relationship marketing yang digunakan untuk melihat situasi dari perspektif atau sudut pandang lain, hal ini dapat diartikan dengan memahami berbagai keinginan dan tujuan orang lain.

(13)

18 Menurut kamus KBBI (kamus besar bahasa Indonesia), empati adalah keadaan mental yang membuat seseorang mengidentifikasi atau merasa diri dalam keadaan perasaan atau pikiran yang sama dengan orang atau kelompok lain.

Empati adalah suatu dimensi dari pemasaran relasional (relationship marketing) yang digunakan untuk melihat situasi dari perspektif atau sudut pandang lain. Hal ini diartikan dengan memahami berbagai keinginan dan tujuan orang lain. Ini termasuk kemampuan masing-masing individu untuk melihat situasi dari sudut pandang yang lain dalam artian kognitif (Hwang dalam Yau et. Al., 1999). Pengertian kognitif sendiri menurut Peter dan Olson (1999) adalah proses mental yang lebih tinggi yang terdiri dari:

a. Pengertian

Pengertian dalam hal ini berarti menginterpretasikan atau menetapkan arti aspek khusus lingkungan seseorang.

b. Penilaian

Penilaian yaitu menetapkan apakah suatu aspek lingkungan atau perilaku pribadi seseorang adalah baik atau buruk, positif atau negatif, menyenangkan atau tidak menyenangkan.

c. Perencanaan

Perencanaan yaitu menetapkan bagaimana memecahkan suatu permasalahan atau mencapai suatu tujuan.

d. Penetapan

Penetapan yaitu membandingkan alternatif pemecahan suatu masalah dari sudut pandang sifat yang relevan, dan mencari alternatif terbaik.

(14)

19 e. Berfikir

Berfikir yaitu aktifitas kognitif yang muncul di sepanjang aktivitas di atas.

Dari penjelasan di atas yang dimaksud dengan empati dalam artian kognitif adalah kemampuan seseorang untuk menginterpretasikan, memberi makna, dan memahami aspek utama pengalaman pribadi mereka.

3. Timbal Balik (Reciprocity)

Timbal balik adalah suatu dimensi dari pemasaran relasional yang meyebabkan salah satu pihak memberikan timbal balik atau mngembalikan atas apa yang telah didapat atau sepadan dengan yang diterimanya (Yau, et al., 1999). Timbal balik mengindikasikan adanya suatu kerjasama atau hubungan dengan pihak lain. Jadi ciri dari suatu pemasaran relasional (relationship marketing), salah satunya adalah adanya timbal balik. Hal ini mencerminkan bahwa antara perusahaan dan pelanggan memiliki kewajiban yang sama. Perusahaan berewajiban memberikan pelayanan yang sesuai dengan apa yang ditawarkan dan kesesuaian antara harga dan pelayanan. Sebaliknya pelanggan wajib membayar apa yang telah diterimanya.

Variabel timbal balik meliputi kesesuaian harga dengan kualitas, usaha memberikan kompensasi atas kerusakan atau pelayanan yang buruk, dan kesesuaian jasa dengan apa yang ditawarkan.

4. Kepercayaan (Trust)

Kepercayaan dapat diartikan sebagai keyakinan suatu pihak terhadap pihak lain atau terhadap suatu hubungan (relationship). Dalam konteks pemasaran

(15)

20 relasional, kepercayaan merupakan salah satu dimensi dari pemasaran relasional untuk menentukan sejauhmana apa yang dirasakan suatu pihak atas integritas dan janji yang ditawarkan pihak lain (Yau, et al., 1999).

Menurut Garbarino dan Johnson (1999), pengertian kepercayaan dalam pemasaran jasa lebih menekankan pada sikap individu yang mengacu pada keyakinan konsumen atas kualitas dan keandalan jasa yang diterimanya. Sedangkan menurut Mowen dan Minor (2001), kepercayaan pelanggan adalah semua pengetahuan yang dimiliki oleh pelanggan dan semua kesimpulan yang dibuat pelanggan tentang objek, atribut, dan manfaatnya. Objek dapat berupa produk, orang, perusahaan, dan segala sesuatu dimana seseorang memiliki kepercayaan dan sikap.

2.2.4 Karakteristik-Karakteristik Pemasaran Relasional (Relationship Marketing)

Pemasaran relasional menggeser penekanan dari konsentrasi meraih pangsa pasar dan menarik pelanggan baru, ke konsentrasi memelihara para pelanggan yang sudah ada dan berusaha mendapatkan lebih banyak lagi “isi dompet” mereka dengan menjual produk yang sama lebih banyak lagi atau dengan melakukan cross-selling kepada mereka (Little dan Marandi, 2003). Masih menurut Little dan Marandi (2003), nilai manfaat (lifetime value) dari pelanggan adalah salah satu elemen penting dalam praktik pemasaran relasional.

Gummesson (1999) menyoroti kolaborasi jangka panjang dan win-win sebagai fitur kunci dari pemasaran relasional. Pemasaran relasional seharusnya menghasilkan situasi win-win, bukannya situasi win-lose yang tercipta oleh sifat

(16)

21 buruk pemasaran transaksional. Pada tabel 2.1 bisa dilihat perbedaan antara transaction marketing dan relationship marketing menurut Bruhn (2003).

Tabel 2.1 Perbedaan Transaksi Pemasaran (Transaction Marketing)dan Pemasaran Relasional (Relationship Marketing)

Kriteria Diferensiasi Transaction Marketing Relationship Marketing Pandangan dunia (world

view) Mengelola portofolio produk perusahaan, menetapkan dan memodifikasi parameter-parameter bauran pemasaran. Mengelola portofolio pelanggan perusahaan, membangun hubungan bisnis jangka panjang.

Horizon penilaian Durasi pendek. Durasi panjang. Konsep kunci 4p, segmentasi, branding,

dll.

Interaksi, hubungan, dan jejaring.

Fokus pemasaran Produk/jasa. Produk/jasa dan

pelanggan.

Tujuan pemasaran Akuisisi pelanggan. Akuisisi pelanggan, dan pemeliharaan

pelanggan. Strategi pemasaran Presentasi hasil. Dialog. Interaksi pemasaran Komunikasi satu arah,

studi pasar yang bersifat formal.

Komunikasi interaktif, pembelajaran dan adaptasi yang saling menguntungkan.

Strategi promosi Iklan non-personal, manajemen merek dan citra.

Melalui interaksi personal, membangun identitas sebagai pemasok reliable dalam

jejaring. Sumber: Bruhn (2003)

Dapat disimpulkan bahwa karakteristik relationship marketing adalah penekanan terhadap usaha mempertahankan pelanggan dan meningkatkan profit yang didapat perusahaan dari tiap pelanggan dengan jalan membina hubungan jangka panjang dengan mereka. Dalam hal ini, pelanggan tidak hanya dinilai dari satu kali transaksi, tapi dari potensinya untuk memberikan profit dalam jangka panjang bagi perusahaan.

(17)

22 2.3 Teori Tentang Loyalitas Konsumen (Customer Loyalty)

2.3.1 Pengertian Loyalitas

Tujuan akhir dari perusahaan adalah untuk menumbuhkan suatu loyalitas konsumen, sehingga pemasaran dilakukan untuk mengembangkan unsur-unsuryang dapat menciptakan loyalitas konsumen. Menurut Kincaid (2003) pelanggan (customer) adalah:

a) Manusia yang bisa membuat keputusan dan menggunakan produk.

b) Seseorang yang telah mengakusisi atau yang mempertimbangkan untuk mengakusisi salah satu dari produk yang dimiliki oleh perusahaan. Setiap orang yang terlibat dalam pembuatan keputusan, mulai dari pembuat keputusan finansial hingga yang mempengaruhi keputusan (kadang bisa dilakukan oleh orang yang sama), adalah pelanggan.

Dalam hal ini pengakusisian produk didapat dari suatu hasil pembelian, pinjaman, hadiah, atau apapun yang dapat membuat produk sampai kepada konsumen. Setelah pelanggan telah memulai untuk menggunakan atau telah mempertimbangkan produk atau jasa perusahaan, berarti pelanggan tersebut telah memulai suatu hubungan dengan perusahaan. Adalah kewajiban perusahaan untuk menjaga hubungan ini dan mengerti akan kemauan pelanggannya. Perusahaan selalu mengharapkan agar pelanggan yang dimiliki akan terus menggunakan produk atau jasa perusahaan dibandingkan dengan produk atau jasa kompetitor.

Menurut Kincaid (2003), loyalitas pelanggan (customer loyalty) adalah suatu perilaku, yang dibentuk melalui pengalaman positif dan nilai. Perilaku ini

(18)

23 adalah membeli produk yang dimiliki perusahaan, bahkan saat produk tersebut tidak muncul sebagai keputusan yang paling rasional.

Menurut Sheth dan Mittal (2004), loyalitas pelanggan adalah suatu komitmen pelanggan pada suatu merek, toko, atau supplier berdasar pada suatu attitude favorable yang kuat dan dimanifestasikan dalam patronase pengulangan. Loyalitas adalah suatu kata yang dahulu dipandang sebagai suatu bentuk kesetiaan dan antusias pada suatu negara, atau individual. Menururt Lovelock (2005), loyalitas dipakai untuk menggambarkan suatu keinginan pelanggan untuk terus melakukan suatu pola ulangan pada jangka waktu yang lama dan merekomendasikan produk yang dimiliki oleh perusahaan kepada teman dan asoasisi. Menurut Griffin (2003), loyalitas yang meningkat dapat menghemat biaya perusahaan pada:

a) Biaya pemasaran, dimana biaya untuk merebut pelanggan lebih tinggi daripada mempertahankan pelanggan.

b) Biaya transaksi, yang menjadi lebih rendah. Misalnya, pembelian partai besar dengan menggunakan kontrak.

c) Biaya perputaran pelanggan (customer turnover), karena pelanggan yang hilang dan harus digantikan sedikit.

d) Keberhasilan cross selling menjadi meningkat seiring dengan meningkatnya pangsa pelanggan yang lebih besar.

e) Word of mouth menjadi positif, dengan asumsi para pelanggan yang loyal juga merasa puas.

(19)

24 f) Biaya atas kegagalan. Misalnya, pengurangan pengerjaan ulang, klaim

garansi, dan sebagainya.

Menurut Odin (Aydin dan Ozer, 2005) terdapat banyak definisi yang berbeda mengenai loyalitas pelanggan, tetapi terdapat dua perbedaan yang mendasar yaitu, stochastic dan deterministic loyalty. Pendekatan stochastic mengasumsikan loyalitas pelanggan sebagai suatu prilaku dan dalam pendekatan ini struktur preferensi dari suatu pelanggan direfleksikan melalui prilaku pelanggan. Beberapa skala operasional dari pendekatan ini adalah pembelian, frekuensi pembelian, dan lain-lain. Sedangkan pendekatan deterministic mengasumsikan loyalitas pelanggan sebagai suatu sikap dan beberapa skala operasional pendekatan ini adalah preferensi, intensitas pembelian, proiritas supplier, dan kemauan untuk melakukan rekomendasi.

Menurut Griffin (2003) terdapat dua faktor penting dalam mengembangkan loyalitas yaitu, keterikatan (attachment) yang tinggi terhadap produk atau jasa tertentu dibandingkan dengan produk atau jasa yang dimiliki oleh pesaing. Suatu keterikatan pelanggan dibentuk oleh dua dimensi yaitu, tingkat preferensi yang lebih mengacu pada seberapa besar keyakinan pelanggan terhadap produk atau jasa tertentu dan tingkat diferensiasi produk yang dipersepsikan, yang lebih mengacu pada seberapa signifikan pelanggan membedakan produk atau jasa tertentu dari alternatif produk dan jasa yang lain. Dari dua pengertian ini dapat muncul empat jenis keterikatan yang dimiliki oleh pelanggan terhadap suatu produk atau jasa tertentu.

(20)

25 Keterikatan yang paling tinggi akan terbentuk bila seorang pelanggan mempunyai preferensi yang kuat akan produk atau jasa tertentu dan mampu untuk membedakannya dari produk atau jasa yang dimiliki oleh pesaing. Keterikatan yang tinggi terbentuk bila pelanggan mempunyai preferesi yang lemah akan produk atau jasa tertentu, tetapi masih menganggap bahwa produk atau jasa perusahaan tersebut berbeda dari yang ditawarkan oleh kompetitor dan lebih memberikan kontribusi pada loyalitas.

Akan tetapi, bila preferensi yang kuat digabungkan dengan sedikit diferensiasi yang dipersepsikan, maka akan membuat pelanggan loyal pada multiproduk. Hal ini merupakan suatu bentuk keterikatan yang rendah. Hal ini biasanya terjadi pada produk bahan makanan dan minuman, sebagai contoh konsumen kadang-kadang memilih coca cola dan pepsi. Jika pelanggan mempunyai preferensi yang positif namun lemah dan tidak mampu untuk membedakan produk atau jasa yang dimiliki oleh perusahaan dengan yang dimiliki oleh pesaing, maka akan menyebabkan suatu bentuk keterikatan yang paling rendah, dengan pembelian ulang yang tidak sering dan berbeda-beda dari suatu waktu ke yang lainnya.

Faktor kedua yang menentukan loyalitas pelanggam adalah pembelian berulang. Terdapat empat jenis loyalitas yang mungkin muncul bila keterikatan yang rendah dan tinggi diklasifikasi silang dengan pola pembelian yang rendah dan tinggi. Keterikatan yang rendah terhadap suatu produk atau jasa dan dikombinasikan dengan tingkat pembelian berulang yang rendah menunjukkan

(21)

26 tidak adanya loyalitas (no loyalty), perusahaan lebih baik menghindari pelanggan jenis ini dan mereka tidak akan jadi pelanggan yang loyal.

Pembelian berulang yang tinggi digabung dengan keterikatan yang rendah menghasilkan loyalitas yang lemah, pembeli jenis ini membeli karena kebiasaan dan mereka mudah untuk berpindah ke pesaing yang dimiliki perusahaan. Mereka membeli karena sudah terbiasa atau sudah biasa menggunakan produk atau jasa tertentu karena situasi atau sikap. Sebagai contoh, seseorang yang setiap harinya membayar jasa tarif jalan bebas hambatan untuk menuju tempat bekerja. Dengan memposisikan produk dan jasa yang dimiliki dan di benak konsumen perusahaan dapat mengubah suatu loyalitas yang lemah menjadi lebih tinggi.

Tingkat preferensi yang relatif tinggi digabungkan dengan tingkat pembelian berulang yang rendah menghasilkan loyalitas tersembunyi (latent loyalty). Dalam hal ini faktor situasi dan kebiasaan bukan menjadi alasan pelanggan untuk melakukan pembelian berulang. Seorang pelanggan menyukai suatu produk atau jasa tertentu tetapi pelanggan tersebut tidak mampu untuk membelinya, mungkin karena harga yang tinggi atau menemukan kesulitan untuk mengakses toko.

Tingkat keterikatan yang tinggi digabung dengan tingkat pembelian berulang yang juga tinggi akan menghasilkan menghasilkan loyalitas premium (spurious loyalty), dan ini merupakan jenis loyalitas yang paling dapat ditingkatkan. Pelanggan selalu membeli produk atau jasa tertentu secara berulang-ulang atau selalu datang ke suatu toko secara berkala, tapi pelanggan tidak merasakan adanya suatu preferensi sikap dalam pembelian berulang tersebut. Pada

(22)

27 tingkat preferensi tertinggi, pelanggan mempunyai kabanggan dalam memakai produk atau jasa tertentu dan merekomendasikannya kepada teman atau keluarga.

2.3.2 Karakteristik Loyalitas Konsumen

Loyalitas konsumen merupakan ukuran yang dapat diandalkan untuk memprediksi pertumbuhan penjualan dan juga loyalitas pelanggan dapat didefinisikan berdasarkan perilaku pembelian yang konsisten (Griffin, 2005). Berikut adalah karakteristik dari loyalitas konsumen:

1. Melakukan pembelian berulang secara teratur.

Konsumen melakukan pembelian secara continue pada suatu produk tertentu. Contoh: pelanggan Michi Salon Krakatau melakukan creambath secara rutin setiap bulan, bahkan tidak hanya creambath tetapi mereka juga mengeluarkan uang tambahan untuk masker wajah atau menggunakan jasa yang lainnya.

2. Membeli antar lini produk atau jasa (purchase across product and service lines).

Konsumen tidak hanya membeli jasa dan produk utama tetapi konsumen juga membeli lini produk dan jasa dari perusahaan yang sama. Contoh:/ konsumen tidak hanya menggunakan jasa di Michi Salon Krakatau saja, tetapi, mereka juga membeli produk perawatan dari Michi Salon Krakatau. 3. Mereferensikan kepada orang lain (refers other).

Dimana konsumen melakukan komunikasi dari mulut ke mulut (word of mouth) berkenaan dengan produk atau jasa tersebut. Contoh: seorang konsumen Michi Salon Krakatau yang sudah lama menggunakan jasa

(23)

28 tersebut menceritakan tentang keunggulan salon, kemudian temannya tertarik untuk menggunakan jasa di Michi Salon Krakatau.

4. Menunjukkan kekebalan terhadap tarikan dari pesaing (demonstrates an immunity to the full of the competition).

Konsumen menolak untuk menggunakan produk atau jasa alternatif yang ditawarkan oleh pesaing. Contoh: para konsumen Michi Salon Krakatau menolak untuk menggunakan jasa salon lain, bahkan mereka juga cenderung menolak untuk mengetahui tentang salon-salon lain.

Pelanggan yang loyal merupakan aset bagi perusahaan, hal ini dapat dilihat berdasarkan karakteristik yanh dimilikinya. Oleh karena itu, loyalitas konsumen merupakan suatu ukuran yang bisa diandalkan untuk memprediksi pertumbuhan dimasa yang akan datang bagi suatu perusahaan.

2.4 Hubungan Relationship Marketing dengan Loyalitas Konsumen

Banyak badan usaha berusaha membedakan dirinya dengan memberikan service yang terbaik. Harga yang murah dan spesifikasi produk yang baik tidak selalu memenangkan penjualan, sebaliknya kunci terletak pada penciptaan hubungan yang kuat dengan konsumen.

Pada dasarnya kepuasan konsumen secara total tidak mungkin tercapai sekalipun hanya untuk sementara waktu. Namun, upaya perbaikan dan penyempurnaan kepuasan dapat dilakukan dengan berbagai strategi. Adapun salah satu strategi yang dapat digunakan adalah pemasaran relasional (relationship marketing). Kepuasan pelanggan yang diperoleh dari barang atau jasa dapat

(24)

29 menyebabkan pembelian barang atau jasa tersebut menjadi lebih sering dan akhirnya terbentuk loyalitas terhadap barang atau jasa tersebut.

Loyalitas pelanggan adalah komitmen pelanggan terhadap suatu merek, toko, atau pemasok, berdasarkan sikap positif dan terlihat dari pembelian yang berulang-ulang (Sheth dan Mittal, 2005).

Schiffman (2000) menjelaskan bahwa pemasaran relasional (relationship marketing) diciptakan diciptakan untuk mengembangkan kesetiaan dan komitmen pelanggan terhadap produk dan jasa suatu badan usaha. Dengan demikian, relationship marketing dapat dicapai dengan menciptakan hubungan yang kuat dan abadi dengan kelompok inti pelanggan. Relationship marketing menekankan pada pengembangan ikatan jangka panjang dengan pelayanan, yakni dengan cara membuat pelanggan merasa nyaman terhadap pelayanan usaha seperti melalui interaksi dan koneksi pribadi terhadap bisnis.

2.5 Kerangka Konseptual Penelitian

Pemasaran relasional (relationship marketing) merupakan istilah yang erat kaitannya dengan meraih dan menjaga loyalitas pelanggan. Dengan adanya pemasaran relasional yang dilakukan oleh perusahaan maka diharapkan akan tercipta kepuasan pelanggan, begitu juga perusahaan yang berupaya menciptakan hubungan jangka panjang dengan pelanggan demi mencapai profitabilitas perusahaan.

Tandjung (2004) menyatakan bahwa pemasaran relasional (relationship

(25)

30 panjang yang menimbulkan hubungan biaya efektif dengan pelanggan, pemasok, karyawan dan rekan-rekan lain yang saling menguntungkan.

Menurut Yau (1999) dalam jurnal ventura pertalian meliputi cara perusahaan menciptakan kepercayaan dan usaha untuk menjaga hubungan dan kerjasama dengan pihak lain. Proses pertalian konsumen dimulai dari penciptaan kesadaran konsumen terhadap produk atau jasa yang ditawarkan yang kemudian tumbuh menjadi suatu ikatan yang berkelanjutan sebagai dasar dari hubungan antara perusahaan dengan konsumennya, bahkan dapat diperluas ke konsumen lainnya. Pada dasarnya pertalian konsumen merupakan suatu proses dimana pemasar berusaha membangun atau mempertahankan kepercayaan konsumennya sehingga satu sama lain saling menguntungkan dalam hubungan tersebut.

Empati diartikan dengan memahami berbagai keinginan orang lain. Ini termasuk kemampuan masing-masing individu untuk melihat situasi dari sudut pandang yang lain dalam artian kognitif. Teknik empati adalah mengenal kepribadian konsumen guna menemukan keinginan yang menonjol untuk memudahkan komunikasi dalam kegiatan menghadapi konsumen. Hal ini mengindikasikan bahwa empati adalah sebuah kondisi yang diperlukan untuk menekan sebuah hubungan positif antara dua bagian tersebut.

Suatu dimensi dari pemasaran relasional (relationship marketing) yang menyebabkan salah satu pihak memberikan timbal balik atau mengembalikan atas apa yang telah didapatkan atau sepadan dengan yang diterimanya. Hal ini untuk melindungi kedua belah pihak agar mendapat keuntungan yang sama dan salah satu pihak tidak merasa rugi. Timbal balik mengindikasikan adanya suatu kerja

(26)

31 sama atau hubungan dengan pihak lain. Hal ini mencerminkan bahwa antara perusahaan dengan konsumen memiliki kewajiban yang sama. Perusahaan berkewajiban memberikan pelayanan yang sesuai dengan apa yang ditawarkan dan kesesuaian antara harga dan pelayanan. Sebaliknya konsumen wajib membayar apa yang telah diterimanya.

Kepercayaan menjadi salah satu kunci utama dalam pemasaran relasional. Perusahaan harus memahami tingkah laku secara umum dari konsumennya agar dapat mengetahui dan mengenali keinginanya sehingga perusahaan menemukan strategi yang tepat dalam usaha mencapai kepercayaan konsumen. Keempat variabel pemasaran relasional (relationship marketing) tersebut dapat mempengaruhi loyalitas konsumen.

Berdasarkan teori tersebut maka kerangka konseptual penelitian dapat dibuat secara sistematis secara berikut:

Relationship Marketing (X):

Gambar 1.1 Kerangka Konseptual Penelitian Pertalian (X1) Loyalitas Konsumen (Y) Empati (X2) Timbal Balik (X3) Kepercayaan (X4)

(27)

32 2.7 Hipotesis Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah dan kerangka penelitian yang telag disusun, maka hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

Pemasaran relasional (relationship marketing) yang terdiri dari: pertalian, empati, timbal balik, dan kepercayaan berpengaruh terhadap Loyalitas Konsumen di Michi Salon Krakatau Medan.

Gambar

Gambar 1.1 Kerangka Konseptual Penelitian Pertalian  (X1)  Loyalitas  Konsumen (Y) Empati (X2) Timbal Balik  (X3) Kepercayaan (X4)

Referensi

Dokumen terkait

dan Sumatera Barat) yang berperan penting dalam meningkatkan rasa nasionalisme dan patriotisme masyarakat Indonesia. Hasil dari wawancara kami menunjukkan bahwa hanya

1) Melakukan pendaftaran, meliputi pendaftaran balita, ibu hamil, ibu nifas,ibu menyusui, dan sasaran lainnya. 2) Pelayanan kesehatan ibu dan anak. Untuk pelayanan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja keuangan pengakuisisi PT XL Axiata Tbk yang diukur dengan rasio return on invesment, return on equity, debt to

(3) Bagian tulang ulna: bahwa kejadian stress markers berupa penebalan di bagian tulang ulna dialami pada buruh tani sejak belum lama bertani (bertani 2 tahun) sebesar 66%,

Untuk melaksanakan tugas pokok dan fungsi sebagai lembaga pengawasan Obat dan Makanan tersebut, Balai Besar POM di Bandung melaksanakan program yang ditetapkan Badan POM sesuai

Allah sangat keras melarang manusia membuat kerusakan di muka bumi. Yang demikian itu kehinaan bagi mereka di dunia, dan di akhirat mereka mendapat azab yang besar. Elemen

(3) wawancara. Metode pengumpulan data melalui pengamatan langsung terhadap kinerja lulusan pelatihan pada pekerjaan yang sebenarnya, merupakan pendekatan paling efektif

This research aims to identify all production costs incurred in production, to calculate the cost of goods manufactured correctly using the Process Costing Method