BADAN POM RI N
TAHUN 2015 - 2019
t •411
BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI BANDUNG
BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN
Jalan Pasteur No. 25 Bandung 40171, Telp (022) 4230546 Fax (022) 4230526, e-mail : bpom_bandung pom.go.id
RENSTRA
CANA STRATEGIS
BADAN POM RI
SURAT KEPUTUSAN
KEPALA BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI BANDUNG
NO. HK.02.02.94.05.15.2405
Tentang
RENCANA STRATEGIS
BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI BANDUNG
TAHUN 2015-2019
MENIMBANG :
a. bahwa berdasarkan amanat Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
RI Nomor 02 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis Badan Pengawas Obat dan
Makanan Tahun 2015-2019 bahwa setiap satuan kerja dan unit kerja mandiri di
lingkungan Badan POM wajib menyusun dokumen Renstra Tahun 2015-2019 sesuai
dengan Renstra Badan POM tahun 2015-2019;
b. bahwa berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam huruf a, perlu
menetapkan Surat Keputusan Kepala Balai Besar POM di Bandung tentang Rencana
Strategis Balai Besar POM di Bandung Tahun 2015-2019.
MENGINGAT :
1. Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan
Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 1004,
Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
2. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka
Panjang Nasional Tahun 2005-2025 (Lembar Negara Republik Indonesia Tahun 2007
Nomor 33, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4700);
3. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2015-2019;
4. Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi,
Kewenangan, Susunan Organisasi, dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah Non
Departemen sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan
Presiden Nomor 3 Tahun 2013;
5. Keputusan Presiden Nomor 110 Tahun 2001 tentang Unit Organisasi dan Tugas
Eselon I Lembaga Pemerintah Non Departemen sebagaimana telah beberapa kali
diubah terakhir dengan Peraturan Presiden Nomor 4 Tahun 2013;
6. Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Badan
Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pedoman
Penyusunan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/ L) 2015-2019;
7. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 14 Tahun 2014
tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan
Pengawas Obat dan Makanan;
8. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 2 Tahun 2015 tentang
Rencana Strategis Badan Pengawas Obat dan Makanan Tahun 201.5-2019.
BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI BANDUNG JI. Pasteur No. 25 Bandung 40171 Telp. 4230546, 4213152, 4266620, 4200381, 4200382. Fax. 4230546, E-mail : bpom_bandung@pom.go.id
ANAN DIBANDUNG
\\ir-d\
\DszAbd
.
M.Si., Apt.
...,_,MIA1196.41.028 199103 1 002
BADAN POM RI
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN : KEPUTUSAN KEPALA BALAI BESAR POM DI BANDUNG
TENTANG RENCANA STRATEGIS BALAI BESAR POM DI
BANDUNG TAHUN 2015-2019
KEDUA
: Rencana Strategis Balai Besar POM di Bandung Tabun 2015-2019
tercantum dalam Lampiran sebagai bagian yang tidak terpisahkan
dari Keputusan ini;
KETIGA
: Keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
DITETAPKAN DI : B A N D U N G
PADA TANGGAL : 04 Mei 2015
KEPALA BALAI BESAR PENGAWAS
Surat Keputusan isi disampaikan kepada Yth. :
1. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI di Jakarta
2. Sekretaris Utama Badan POM di Jakarta
3. Inspektur Badan POM di Jakarta
BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI BANDUNG
BADAN POM RI
SURAT KEPUTUSAN
KEPALA BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI BANDUNG
NO. OR.03.01.94.01.15.0061
Tentang
PENETAPAN INDIKATOR KINERJA UTAMA (IKU)
BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI BANDUNG BADAN PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN REPUBLIK INDONESIA
TAHUN 2015
MENIMBANG :
a. bahwa dalam rangka pengukuran dan peningkatan kinerja serta lebih meningkatkan
akuntabilitas kinerja, Balai Besar POM di Bandung perlu menetapkan indikator
kinerja utama (IKU/key performance indicators);
b. bahwa sehubungan dengan huruf a maka perlu ditetapkan keputusan mengenai
penetapan IKU Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Bandung.
MENGINGAT :
1. Peraturan Pemerintah Nomor 8 Tahun 2006 tentang Pelaporan Keuangan dan
Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2006
Nomor 25, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4614);
2. Peraturan Pemerintah Nomor 39 Tahun 2006 tentang Tata Cara Pengendalian dan
Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan (Lembaran Negara Republik
Indonesia Tahun 2006 Nomor 96, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia
Nomor 4663);
3. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Pembangunan Jangka Menengah
Nasional Tahun 2015-2019;
4. Peraturan Presiden Nomor 43 Tahun 2014 tentang Rencana Kerja Pemerintah Tahun
2015;
5. Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 14 Tahun 2014
tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan
Pengawas Obat dan Makanan;
6. Instruksi Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja
Instansi Pemerintah;
7. Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara Nomor
PER/ 09/M.PAN/ 5/2007 tentang Pedoman Umum Penetapan Indikator Kinerja
Utama di Lingkungan Instansi Pemerintah;
BALA! BESAR PENGAWAS OBAT DAN
MAKANAN DI BANDUNG
13 A N D N G
BADAN POM RI
MEMUTUSKAN
MENETAPKAN
PERTAMA
Indikator Kinerja Utama sebagaimarta tercantum dalam lampiran
keputusan ini, merupakan acuan ukuran kinerja yang digunakan oleh
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Bandung untuk menetapkan
Rencana Strategis (Renstra), menyampaikan Rencana Kerja dan.
Anggaran (RKA), menyusun dokumen Penetapan Kinerja (PK),
menyusun laporan akuntabilitas kinerja serta melakukan evaluasi
pencapaian kinerja sesuai dengan dokumen Rencana Strategis Balai
Besar Pengawas Obat dan Makanan di Bandung Tahun 2015-2019.
KEDUA
: Indikator Kinerja Utama (IKU) Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan
di Bandung serta penetapan Renstra, RKA, dan PK merupakan acuan
bagi penyusunan dokumen sesuai SAKIP Balai Besar Pengawas Obat
dan Makanan di Bandung;
KETIGA
: Keputusan ini berlaku untuk periode Renstra Balai Besar Pengawas Obat
dan Makanan di Bandung Tahun 2015-2019.
DITETAPKAN DI :BANDUNG
PADA TANGGAL : 06 Januari 2015
KEPALA BALAI BESAR PENGAWAS
OB
AKANAN DIBANDUNG
/>
\-1
s. Ab
J
an, M.Si., Apt.
028 199103 1 002
Surat Keputusan isi disampaikan kepada Yth. :
1. Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI di Jakarta
2. Sekretaris Utama Badan POM di Jakarta
3. Inspektur Badan POM di Jakarta
BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI BANDUNG JI. Pasteur No. 25 Bandung 401 71 Telp. 4230546, 4213152, 4266620, 4200381, 4200382. Fax. 4230546, E-mail : bpom_bandung@pom.go.id
d 4-, :4 0 0 cU E 4-, cu ol '-4 b.0 6-I b•O 7:$ ;.:, •-, a) as al CC; 0 Cf) r a, 0 ,ID
,.0
0 0
Cf)2
a
CI) cn c.o.) cn c.i) cn -12 42 4a'Ct -P 4-, 45g 4-M j CD CU CD CU rq a) cn tfl Cn CA (/) b.0 (1) C.) a CU t a) -41 Ptil 4.1 pt: ,pti" P • GI CC1 0, as .. 0 9 it) -- ra C I '0 Z '' n 1- 1 '0) 0 al •! ,4 " s., t t ap a) • . o w4 C:2 en QD CD M tA (1) O E1-4
P4 g lis' w a) 0., i..1 C bp E 44 0 ft 0 aj 0 02 E E-i -0 :1:1 )-4 't 0aa
=-.
-ta
:, .,
as4
-, w 44,1
)
c
g 0 q t ,__ , g m a$ „.. cs) • 0 E.-+ W P.4PQ
E4 Ci) as bA H ai ›-, c) as bs) V to t ° ct '11 „F4) •cs a., txo 71 •,, O cuog 0 4 0 O 0 tn ,-- -I b•0 al os ,•4 0 z 0 • --4 45
ti
.,_.
cz z (Ts b.0 ••-, g3 5 -0 20 1 -0 ca 79, 0 ti) 73 ".,.., 6.013-' 'd 0 r= -..-00ii,. m cd cz m g Y u ct qj 0.' '7/ m as 0 v 5 m 0 ,-- ) 4-'ic/ tA fa., P-1 ot TA 0 „0 --11 *o ,- '.d .). o 0 i. c`il E &LI. r.,.6.0 ‘-aP. M cli `-' 0 cd t CU 1.> )--1 P
g,s
:
,
o ,__ :,,_.„.
E-;,-.
m -2 -- ,
b) c.,$ ,.. E a) 74a% —
CA ) 5 `z -) Z 0 a. "0 ad C 0 ,4 Cl.) 0 ,,- 0 ..--1 CU ,-- $:)- , gp '''' 1 4-+' as g ct " cz$ c‘l ,-'-■ (t d 0_, cn 5 ;.1 -K:s $2 o .-o -c) 0 vz fa-, i 6,3 ;•40)a)ccsach) ,-,i ,-0,t,nz sa., u) 5 z o t ,• (4 cts 3 t t ;; .,--1 LI g ct4 d — f3 --A
7c-Mr)4 .- i 2 z
;-
— . Fd
(5 7;1 81) ;i- 0 a oa) . fa) . tun -o a) Q,0 • 0 <t000gZ0 asm.masmasascdasas O • 0 , 0 0 0 0 00 "8 7; (T) FA ›, ,•• ,-.4 -. ,.- ,- ,-- 0 ,-`-''ecs as as ccs
--. cs ,_.. K K•,,,-, ,a) cp a) a) a) > a) (1) a) P., P., D., 0, a) fa, sa-, do 0 0 d 4 ci -0 6 ,.,-; tb, -• —1 .-L, 1.1-1 erii
1.
Nama
Un
it
Org
an
isas
i
Bandung, 04 Mei 2015
BANDUNG . IV 11
199103 1 002
KATA PENGANTAR
Sebelumnya, kami panjatkan puji syukur kehadirat Allah SWT karena berkat seizinNya Rencana Strategis (Renstra) Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (POM) di Bandung tahun 2015-2019 telah selesai disusun.
Sesuai dengan surat edaran Badan POM RI No. OR.01.02.2.21.01.15.0238 tentang Penyusunan Rencana Startegi Unit Kerja Tahun 2015 - 2019 dalam rangka pelaksanaan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) di lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan, maka Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Bandung telah menyusun Rencana Strategi dengan mengacu kepada Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Strategi Badan POM tahun 2015-2019 dan berpedoman pada Peraturan Menteri Negara Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala BAPENNAS Nomor 5 Tabun 2014 tentang Pedoman Penyusunan Rencana Strategi Kementrian/Lembaga (Renstra-KL) 2015-2019.
Rencana Strategi merupakan rencana lima tahun ke depan yang disusun dengan mempertimbangkan faktor internal maupun faktor eksternal. Oleh karena itu tujuan utama dalam menyusun xenstra adalah untuk menjadi acuan dalam penyusunan rencana kinerja, penyusunan rencana kerja dan anggaran, penetapan kinerja, pelaksanaan tugas, pelaporan dan pengendalian kegiatan di lingkungan Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Bandung, serta penyusunan Laporan Kinerja Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan di Bandung.
Rencana Strategis Balai Besar POM di Bandung disusun berdasarkan analisa situasi dengan memperhatikan hambatan, peluang, tantangan dan potensi yang dimiliki oleh Balai Besar POM di Bandung. Rencana Strategis yang telah disusun dapat dijadikan pedoman dalam rangka perencanaan kegiatan yang berkelanjutan. Rencana Strategi ini disusun untuk periode lima tahun (2015-2019).
Kami sampaikan juga terima kasih kepada tim Penyusun Renstra dan juga semua pihak yang telah bekerja dengan baik menyelesaikan Renstra Balai Besar POM di Bandung tahun 2015-2019.
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
ii
DAFTAR ANAK LAMPIRAN
iv
DAFTAR GAMBAR
DAFTAR TABEL
vi
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 KONDISI UMUM
1.1.1
•PERAN BALAI BESAR POM DI BANDUNG BERDASARKAN
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
1.1.2
STRUKTUR ORGANISASI DAN SUMBER DAYA MANUSIA..
1.1.3
CAPAIAN KINERJA BALAI BESAR POM DI BANDUNG
PERIODE 2010-2014
1.2 POTENSI DAN PERMASALAHAN
1
2
4
5
9
1.2.1
SISTEM KESEHATAN NASIONAL (SKN)
9
1.2.2
JAMINAN KESEHATAN NASIONAL (JKN)
11
GLOBALISASI, PERDAGANGAN BEBAS, DAN KOMITMEN
1.2.3
INTERNASIONAL
11
1.2.4
PERUBAHAN IKLIM
12
PERUBAHAN DEMOGRAFI, EKONOMI DAN SOSIAL
1.2.5
MASYARAKAT
13
1.2.6
DESENTRALISASI DAN OTONOMI DAERAH
14
1.2.7
PERKEMBANGAN TEKNOLOGI
15
1.2.8
IMPLEMENTASI PROGRAM FORTIFKASI PANGAN
16
1.2.9
JEJARING KERJA
17
KOMITMEN DALAM PELAKSANAAN REFORMASI
1.2.10
BIROKRASI
17
BAB II
VISI, MISI, BUDAYA ORGANISASI, TUJUAN DAN SASARAN
STRATEGI
24
2.1 VISI
24
2.2 MISI
25
2.3 BUDAYA ORGANISASI
26
2.4 TUJUAN
27
2.5 SASARAN STRATEGI
27
BAB III ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI
32
3.1 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI BPOM
32
3.2 ARAH KEBIJAKAN DAN STRATEGI BALAI BESAR POM DI
BANDUNG
38
3.3 KERANGKA REGULASI
42
3.4 KERANGKA KELEMBAGAAN
44
BAB IV TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN
45
4.1 TARGET KINERJA
45
4.1.1 KEGIATAN DALAM SASARAN STRATEGIS
MENGUATNYA SISTEM PENGAWASAN OBAT DAN
MAKANAN
46
4.1.2 KEGIATAN DALAM SASARAN STRATEGIS
MENINGKATNYA KEMANDIRIAN PELAKU USAHA,
KEMITRAAN DENGAN PEMANGKU KEPENTINGAN,
48
DAN PARTISIPASI MASYARAKAT
4.1.3 KEGIATAN DALAM SASARAN STRATEGIS
MENINGKATNYA KUALITAS KELEMBAGAAN DI
BANDUNG
49
4.2 KERANGKA PENDANAAN
50
BAB IV PENUTUP
52
ANAK LAMPIRAN
53
DAFTAR ANAK LAMPIRAN
Anak Lamp 1. Matriks Kinerja dan Pendanaan Balai Besar POM di
Bandung 2015-2019
53
Anak Lamp 2. Matriks Kerangka Regulasi Balai Besar POM di Bandung
55
2015-2019
Anak Lamp 3. Kamus Indikator Renstra Balai Besar POM di Bandung
2015-2019
56
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 • Wilayah Kerja Balai Besar POM di Bandung
3
Gambar 1.2
Struktur Organisasi Balai Besar POM di Bandung
4
Gambar 1.3
Profile SDM Balai Besar POIVI di Bandung Berdasarkan Tingkat
Pendidikan
5
Gambar 1.4a Profil Obat yang Memenuhi Standar Tahun 2010 s.d 2014
6
Gambar 1.4b Profil Obat Tradisional yang Memenuhi Standar Tahun 2010
s.d 2014
6
Gambar 1.4c Profil Kosmetika yang Memenuhi Standar Tahun 2010 s.d 2014
6
Gambar 1.4d Profil Suplemen Makanan yang Memenuhi Standar Tahun 2010
s.d 2014
6
Gambar 1.4e Profil Makanan yang Memenuhi Standar Tahun 2010 s.d 2014
6
Gambar 1.5 Jumlah Penduduk Jawa Barat berdasarkan kelompok Umur
14
Gambar 1.6a Presentase Garam yang TMS
16
Gambar 1.6b Presentase Terigu yang TMS
16
Gambar 1.7
Diagram Permasalahan dan Isu Strategis, Kondisi Saat Ini dan
Dampaknya
22
Gambar 2.1
Peta Strategis Balai Besar POM di Bandung
24
DAFTAR TABEL
Tabel 1.1 Kebutuhan SDM Balai Besar POM di Bandung Berdasarkan ABK
5
Tabel 1.2 Capaian Kinerja Balai Besar POM di Bandung periode 2010-2014
7
Tabel 1.3 Rangkuman Analisis SWOT
21
label 4.1 Sasaran Strategis, Indikator, dan Target Kinerja
27
label 4.2 Sasaran Strategis, Indikator Kinerja, dan Pendanaan
28
Tabel 2.1 Visi, Misi, Tujuan, Sasaran Strategis dan Indikator Kinerja Balai
Besar POM di Bandung
30
label 3.1 Program/Kegiatan Strategis, Sasaran Program/ Kegiatan, dan Indikator
Balai Besar/ Balai POM
37
Tabel 3.2 Sasaran Strategis, Arah Kebijakan Balai Besar POM di Bandung,
Program/ Kegiatan, Sasaran Kegiatan dan Indikator Kinerja Balai
Besar/ Balai POM
42
Tabel 4.1 Sasaran Strategis, Indikator, dan Target Kinerja
46
Tabel 4.2 Sasaran Strategis, Indikator Kinerja, dan Pendanaan
50
BADAN POM RI
LAMPIRAN
SURAT KEPUTUSAN
KEPALA BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI
BANDUNG
NO. HK.02.02.94.05.15.2405
Tentang
RENCANA STRATEGIS
BALAI BESAR PENGAWAS OBAT DAN MAKANAN DI BANDUNG
TAHUN 2015-2019
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. KONDISI UMUM
Sesuai amanat Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional, perencanaan pembangunan nasional disusun secara periodik meliputi Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) untuk jangka waktu 20 tahun, Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) dan Rencana Strategis (Renstra) Kementerian/Lembaga untuk jangka waktu 5 tahun, serta Rencana Pembangunan Tahunan yang selanjutnya disebut Rencana Kerja Pemerintah (RKP) dan Rencana Kerja Kementerian/Lembaga (Renja K/L).
Rencana Pembang-unan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) 2005-2025 yang ditetapkan melalui Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 memberikan arah sekaligus menjadi acuan bagi seluruh komponen bangsa (pemerintah, masyarakat dan dunia usaha) di dalam mewujudkan cita-cita dan tujuan pembangunan nasional. Selanjutnya RPJPN ini dibagi menjadi empat tahapan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN), salah satunya adalah RPJMN 2015-2019 yang merupakan tahap ketiga dari pelaksanaan RPJPN 2005-2025. Sebagai kelanjutan RPJMN tahap kedua, RPJMN tahap ketiga ditujukan untuk Iebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan raenekankan pada pencapaian daya saing kompetitif perekonomian yang berlandaskan keunggulan sumber daya alarm, sumber daya manusia berkualitas serta kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi yang tents meningkat.
Sebagaimana amanat tersebut dan dalam rangka mendukung pencapaian program-program prioritas pemerintah, Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (POM) di Bandung sesuai dengan kewenangan, tugas dan fungsinya menyusun Rencana Strategis (Renstra) yang memuat visi, misi, tujuan, strategi, kebijakan serta program dan kegiatan Balai Besar POM di Bandung untuk periode 2015-2019. Penyusunan Renstra Balai Besar POM di Bandung berpedoman pada Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Republik Indonesia Nomor 02 Tahun 2015 tentang Rencana Strategis BPOM Tahun 2015-2019. Proses penyusunan Renstra Balai Besar POM di Bandung tahun 2015-2019 dilakukan sesuai dengan amanat peraturan perundang-undangan yang berlaku dan hasil evaluasi pencapaian kinerja tahun 2010-2014, serta melibatkan pemangku
4fl BADAN POM RI
kepentingan yang menjadi mitra Balai Besar POM di Bandung. Selanjutnya Renstra Balai Besar POM di Bandung periode 2015-2019 diharapkan dapat meningkatkan kinerja Balai Besar POM di Bandung dibandingkan dengan pencapaian dari periode sebelumnya sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan.
Adapun kondisi umum Balai Besar POM di Bandung pada saat ini berdasarkan peran, tupoksi dan pencapaian kinerja adalah sebagai berikut :
1.1.1 Peran Balai Besar POM di Bandung berdasarkan Peraturan Perundang-Undangan
Badan POM adalah sebuah Lembaga Pemerintahan Non Kementerian (LPNK) yang bertugas mengawasi peredaran obat, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik, dan makanan di wilayah Indonesia. Tugas, fungsi dan kewenangan Badan POM diatur dalam Keputusan Presiden Nomor 103 Tahui 2001 tentang Kedudukan, Tugas, Fungsi, Kewenangan, Susunan Organisasi dan Tata Kerja Lembaga Pemerintah non Departemen yang telah diubah terakhir kali dengan Peraturan Presiden Nomor 3 Tahun 2013 tentang Perubahan Ketujuh alas Keputusan Presiden Nomor 103 Tahun 2001.
Badan POM sebelum dibentuk sebagai sebuah Lembaga Pemerintah Non Departemen (LPND)/LPNK, merupakan salah satu direktorat jenderal di lingkungan Departemen Kesehatan (sekarang disebut Kementerian Kesehatan) yang bernama Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan (Ditjen POM).
Latar belakang yuridis pemisahan atau perubahan Ditjen POM menjadi sebuah LPND dengan nama Badan POM tidak terlepas dari perubahan sistem pemerintahan yang sebelumnya bersifat sentralistis berdasarkan Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah menjadi bersifat desentralistis seiring dengan diundangkarmya Undang-Undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah, yang antara lain, menetapkan bahwa kewenangan daerah mencakup kewenangan dalam seluruh bidang pemerintahan, kecuali kewenangan dalam bidang politik luar negeri, pertahanan-keamanan, peradilan, moneter dan fiskal, agama, serta kewenangan bidang
Balai Besar Pengawas Obat dan Makanan (POM) di Bandung merupakan salah satu Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan POM RI, yang mempunyai tugas melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan produk Terapetik, Narkotik, Psikotropika dan Zat Adiktif lain, Obat Tradisional, Kosmetik, Produk Komplemen, Keamanan Pangan dan Bahan Berbahaya. Dalam melaksanakan tugas tersebut, Balai Besar POM di Bandung menyelenggarakan fungsi: (a) penyusunan rencana dan program pengawasan obat dan makanan; (b) pelaksanaan pemeriksaan secara laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk terapetik, narkotika, psikotropika zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan, pangan dan bahan berbahaya; (c) pelaksanaan pemeriksaan laboratorium, pengujian dan penilaian mutu produk secara mikrobiologi; (d) pelaksanaan pemeriksaan setempat, pengambilan contoh dan pemeriksaan sarana produksi dan distribusi; (e) investigasi dan penyidikan pada kasus pelanggaran hukum; (f) pelaksanaan sertifikasi produk, sarana produksi dan distribusi tertentu yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan; (g) pelaksanaan kegiatan layanan informasi
PETA PROVINSI JAWA BARAT Kab. Bekasi Kota Bekasi Kota Karawang Depok Kab. Kab. Subang
Bogor Kota Kab.
Bogor Purwakarta Kota
Cirebon Kab.
ClarljUr
a
Kab. Kab.
C tah i Suniedang lengka
Kota Cirebon
Sukabomi Kab. Kota
Bandung Bandung Kab.
Barat Kuningan Kab. Bandung Kab. Kab. Sukaburni Kota Banjar Kab. Tasikmalaya Kab. Pangandaran BADAN POM RI
konsumen; (h) evaluasi dan penyusunan laporan pengujian Obat dan Makanan; (i) pelaksanaan urusan tata usaha dan kerumahtanggaan; dan (j) pelaksanaan tugas lain yang ditetapkan oleh Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan, sesuai dengan bidang tugasnya. Tugas dan fungsi Balai Besar POM di Bandung diatur dalam Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor 05018/SK/ KBPOM tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan RI Nomor 14 Tahun 2014.
Sesuai amanat tersebut diatas, wilayah kerja Balai Besar POM di Bandung adalah seluruh wilayah administratif Provinsi Jawa Barat. Secara administratif pemerintahan, wilayah Provinsi Jawa Barat terbagi kedalam 27 kabupaten/kota, meliputi 18 kabupaten dan 9 kota serta terdiri dari 625 kecamatan, 638 kelurahan, dan 5.316 desa. Dengan luas wilayah 37.173,97 km2 serta jumlah penduduk pada tahun 2013 sebesar 45.340.799 jiwa (Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013). Jumlah sarana produksi dan sarana distribusi yang harus diawasi lebih kurang sebanyak 16.013 sarana. Ini menjadi tantangan yang harus dihadapi oleh Balai Besar POM di Bandung dalam melaksanakan tugas dan fungsinya melakukan pengawasan Obat dan Makanan secara komprehensif dan proaktif.
Gambar 1.1
Wilayah Kerja Balai Besar POM di Bandung
Di sisi lain, tugas dan fungsi Balai Besar POM di Bandung juga sangat penting dan strategis dalam mendukung kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Barat pada RPJMD tahun 2013-2018 yang salah satunya diarahkan untuk membangun perekonomian yang kokoh dan berkeadilan. Hal tersebut dimaknai melalui kebijakan pengembangan kemampuan dan daya saing ekonomi Jawa Barat berbasis potensi lokal. Untuk itu, Balai Besar POM di Bandung perlu meningkatkan kemitraan dengan berbagai pemangku kepentingan serta mendorong kemandirian pelaku usaha dalam memberikan jaminan keamanan Obat dan Makanan sehingga dapat meningkatkan daya saing di pasar lokal dan global.
KEPALA
BALAI BESAR POM DI BANDUNG
Sub Bagian TATA USAHA
----
Bidang Pengujian Produk Bidang Pengujian Bidang Bidang Bidang Sertifikasi Terapetik, Narkotik, Obat Pangan dan Pengujian Pemeriksaan dan Layanan Tradisonal, Kosmetik, dan Bahan Berbahaya Mikrobiolod dan Informasi
Produk Komplemen Penyidikan Konsumen
,... .
I I
1. Seksi I. Seksi
KELOMPOK JABATAN FUNGSIONAL Pemeriksaan Sertifikasi
....„..,... 2. Seksi 2. Seksi Penyidikan Layanan Informasi Konsumen
49/
BADAN POM RISelain itu, dengan adanya Permenkes No. 922/MENKES/ SK/ X/2008 tentang Pedoman Teknis Pembagian Urusan Pemerintahan Bidang Kesehatan Antara Pemerintah, Pemerintah Daerah Provinsi, dan Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota menuntut Balai Besar POM di Bandung untuk membantu Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota dalam mengembangkan strategi maupun memberikan bimbingan teknis penyelenggaraan pengawasan di bidang Obat dan Makanan.
Sistem Kesehatan Nasional (SKN) yang tertuang dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia No. 72 Tahun 2012 menuntut Balai Besar POM di Bandung untuk aktif berperan serta dalam SKN tersebut. Balai Besar POM di Bandung dituntut meningkatkan kinerjanya dalam melakukan pengawasan pre market dan post market Obat dan Makanan sehingga dapat menjamin Obat dan Makanan yang beredar memenuhi syarat keamanan, khasiat/manfaat dan mutu.
1.1.2 Struktur Organisasi dan Sumber Daya Manusia
Struktur Organisasi dan Tata Kerja Balai Besar POM di Bandung disusun berdasarkan Keputusan Kepala BPOM Nomor 05018/SK/KBPOM Tahun 2001 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan sebagaimana telah beberapa kali diubah terakhir dengan Peraturan KepaIa BPOM Nomor 14 Tahun 2014.
Gambar 1.2
Struktur Organisasi Balai Besar POM di Bandung
Dalam mendukung tugas-tugas Balai Besar POM di Bandung sesuai peran dan fungsinya, diperlukan Sumber Daya Manusia (SDM) yang memiliki keahlian dan potensi yang sesuai. Berdasarkan perhitungan Analisis Beban Kerja (ABK) tahun 2015, jumlah SDM yang dibutuhkan sebanyak 233 orang. Saat ini, SDM yang dimiliki Balai Besar POM di Bandung adalah 137 orang, sehingga masih kekurangan SDM sebanyak 96 orang.
41.61% 25.55% 15.33% 45% 40% 35% 30% 25% 20% 15% 10% 5% 0% 1.46%
S2 Apoteker Si D3 Farmasi SLTA dan SD dan sederajat Lainnya
RADAR POM RI
Tabel 1.1
Kebutuhan SDM Balai Besar POM di Bandung Berdasarkan ABK
No Unit Kerja Jumlah SDM
berdasarkan ABK Jumlah SDM GAP 1. Bidang Pengujian Teranokoko 59 orang 34 orang 25 orang 2. Bidang Pengujian Pangan 27 orang 15 orang 12 orang 3. Bidang Pengujian Mikrobiologi 20 orang 13 orang 7 orang 4. Bidang Pemeriksaan dan Penyidikan 73 orang 36 orang 37 orang 5. Bidang Sertifikasi dan LIK 17 orang 11 orang 6 orang 6. Sub Bagian Tata Usaha 35 orang 26 orang 9 orang 7. Manajemen Mutu 2 orang 2 orang
Total 233 orang 137 orang 96 orang
Jika dilihat dari tingkat pendidikan, proporsi pascasarjana dan sarjana sebesar 64,23% dan non sarjana sebesar 35,77%, dengan komposisi tingkat pendidikan sebagaimana gambar berikut:
Gambar 1.3
Profile SDM Balai Besar POM di Bandung Berdasarkan Tingkat Pendidikan
SDM merupakan faktor strategis dalam mencapai tujuan dan sasaran organisasi. Namun, dengan kondisi SDM sebagaimana tersebut diatas, menyebabkan beberapa tugas dan fungsi pengawasan belum dapat dilakukan secara optimal. Untuk itu, selain menambah kuantitas SDM, juga perlu peningkatan kualitasnya sehingga dapat beradaptasi dengan perkembangan lingkungan eksternal yang sangat dinamis. Balai Besar POM di Bandung perlu meningkatkan kegiatan pengembangan kompetensi SDM secara berkesinambungan melalui capacity building yang terencana, sehingga menghasilkan SDM yang handal dan dapat memberikan nilai tambah keberhasilan organisasi.
1.1.3 Capaian Kinerja Balai Besar POM di Bandung periode 2010-2014
Sesuai dengan peran dan kewenangannya, Balai Besar POM di Bandung mempunyai tugas melaksanakan kebijakan di bidang pengawasan produk terapetik, narkotik, psikotropik dan zat adiktif, obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan, pangan dan bahan berbahaya. Pencapaian
90.00% 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 82:33% 58.60% 2010 2011 2012 2013 2014 98.00% 93.00% 91.09% 87.10% 88.00% 91.45% 86.46% 88.55% 83.00% 78.00% 2010 2011 2012 2013 2014 2010 2011 2012 2013 2014 100.50% 100.00% 99.50% 99.00% 98.50% 98.00% 100.00% 100.00% 90.00% 80.00% 70.00% 60.00% 50.00% 40.00% 30.0(7% 73.71% 66.03% 2010 2011 2012 2013 2014 BADAN POM RI
keberhasilan pelaksanaan tugas tersebut dapat dilihat dari pencapaian sasaran strategis. Sasaran strategis Balai Besar POM di Bandung periode 2010-2014 mengacu pada sasaran strategis Badan POM yang merupakan penjabaran dari misi dan tujuan yang telah ditetapkan untuk menggambarkan hasil (outcome) yang dicapai selama kurun waktu 5 (lima) tahun.
Adapun pencapaian indikator kinerja utama sesuai sasaran trategis selama tahun 2010 s.d 2014 dapat dilihat pada grafik 1.4. Pada grafik tergambar bahwa pencapaian tahun 2014 dibandingkan tahun 2010 proporsi untuk produk obat, kosmetik dan obat tradisional cenderung mengalami penurunan sedangkan untuk produk produk komplemen dan pangan mengalami kenaikan. Untuk itu, maka pengawasan yang dilakukan oleh Balai Besar POM di Bandung harus terus ditingkatkan. 100.00% 98.53% 96.14% 97.00% 98.89% 95.65% 94.00% 96.58% 91.00% 88.00% 85.00% 2010 2011 2012 2013 2014
Gambar 1.4a. Profil Obat yang Memenuhi Standar Tahun 2010 s.d 2014
Gambar 1.4b. Profil Obat Tradisional yang Memenuhi Standar Tahun 2010 s.d 2014
Gambar 1.4c. Profil Kosmetika yang Memenuhi Standar Tahun 2010 s.d 2014
Gambar 1.4d. Profil Suplemen Makanan yang Memenuhi Standar Tahun 2010 s.d 2014
Gambar 1.4e. Profil Makanan yang Memenuhi Standar Tahun 2010 s.d 2014
Seacara lengkap, hasil pencapaian indikator kinerja utama berdasarkan Sasaran Strategis
Balai Besar POM di Bandung periode 2010-2014 adalah sebagai berikut:
2.
BADAN POM RI Tabel 1.2
Capaian Kinerja Balai Besar POM di Bandung Periode 2010-2014
Target (%) Nilai
Realisasi (%) Pencapaian Kategori
No Sasaran Strategis/Indikator Perjanjian Kinerja Sasaran Penilaian
2010 2011 2012 2013 2014 2010 2011 2012 2013 2014 (2014)
rr
L Meningkatnya Efektivitas Pengawasan Obat dan Makanan dalam Rangka Melindungi Masyarakat dengan Sistem yang Tergolong Terbaik di ASEAN
-
Persentase kenaikan Obat yang base base
memenuhi standar line 0.10 0.20 0.30 0.40 line 2.58 2.28 0.43 -0.51 126.96 Buruk
Persentase kenaikan Obat Tradisional base base
yang memenuhi standar line 0.25 0.50 0.75 1.00 line 17.49 -4.41 6.37 -5.73 - 573.30 Buruk
Persentase kenaikan Kosmedka yang base base
memenuhi standar line 0.25 0.50 0.75 1.00 line 0.25 -2.66 -2.54 4.63 -462.83 Buruk
Persentase kenaikan Suplemen base base
Makanan yang memenuhi standar line 0.50 1.00 1.50 2.00 line 1.09 0.76 1.09 0.76 38.05 Buruk
Persentase kenaikan Makanan yang base base
3/5 7.50 11.25 15.00 12.84 23.99 18.80 16.31 108.74 Cukup
memenuhi standar line line
Proporsi Obat yang memenuhi standar 99.23 99.23 99.00 99.75 95.98 96.16 98.74 98.44 96.59 95.65 99.66 Baik (Aman, Manfaat dan Mutu)
Proporsi Obat Tradisional yang
2.00 2.00 2.00 1.00 2.50 3.31 2.97 5.65 1.97 6.61 95.79 Baik Mengandung Bahan Kimia Obat (BKO)
Proporsi Kosmetika yang Mengandung 97.76
3.00 3.00 2.50 1.00 2.50 1.16 2.08 5.78 2.48 4.68 Balk Bahan Berbahaya
Proporsi Suplemen Makanan yang
4.00 4.00 1.00 2.00 0.00 1.08 0.00 0.33 0.00
0.3399.6 .573
Balk Tidak Memenuhi Syarat Keamanan
1
Proporsi Makanan yang memenuhi 75.00 75.00 65.00 70.00 65.68 49.72 62.56 73.71 68.52 66.03 100.53 Balk syarat
Ti
Rata-rata - 52,29
Berhasil asil Terwujudnya Laboratorium Pengawasan Obat dan Makanan yang Modern dengan Jaringan Kerja di Seluruh Indonesia dengan Kompetensi dan Kapabilitas 'Ferunggul di ASEAN
Persentase pemenuhan sarana dan prasarana laboratorium terhadap standar terkini
a. Sarana 60.00 65.00 70.00 80.00 70.83 48.44 52.34 61.98 63.02 71.35 100.73 Baik b. Prasarana 60.00 65.00 100.0 100.0 100.0 99.85 96.83 111.2 111.2 111.2 111.20 Cukup Persentase Laboratorium Balai Besar
POM di Bandung yang terakreditasi 100.0
-
100.0 100.0 Baik secara konsisten sesuai standar
Persentase ruang lingkup pengujian 34.70
-
41.61 119.92 Cukup yang terakreditasi
Rata-rata 107.96 Berhasil
3. Meningkatnya Kompetensi, Kapabilitas dan jumlah Modal Insani yang Unggul dalam Melaksanakan Pengawasan Obat dan Makanan
SUM yang ditingkatkan
kompetensinya sesuai dengan standar kompetensi
Pemenuhan SUM sesuai dengan beban kerja
4.
5.
Meningkatnya Koordinasi, Perencanaan, Pembinaan, Pengendalian terhadap Program dan Administrasi di Lingkungan Balai Besar POM di Bandung
Sesuai dengan Sistem Manajemen Mutu
Persentase unit kerja yang menerapkan 5(100 100.0 100.0 100.0 100.0 50.00 100.0 100.0 100.0 100.0 100.0 Balk sistem manajemen mutu
Rata-rata 100.0 Berhasil
Meningkatnya Ketersediaan Sarana dan Prasarana yang Dibutuhkan oleh Balai Besar POM di Bandung
Persentase ketersediaan sarana dan
41.92 prasarana penunjang kinerja
Rata-rata
41.92 100.0
100.0
Balk
Berhasil
Hasil analisis terhadap pengukuran kinerja sasaran strategis pada tahun 2014 atau akhir periode Renstra Balai Besar POM di Bandung tahun 2010-2014 adalah sebagai berikut :
1. Capaian kinerja sasaran strategis pertama yaitu "Meningkatnya Efektivitas Pengawasan Obat dan Makanan dalam Rangka Melindungi Masyarakat dengan Sistem yang Tergolong
Rencana Strategis Balai Besar POM di Bandung Tahun 2015-2019 I Bab 1 7
15.00 15.00 40.00 75.00 75.00 56.62 44.60 91.18 78.20 70.80 94.40 Cukup
88.00 88.50 89.00 89.50 77.53 76.40 78.09 76.04 74.72 76.97 99.27 Baik
MADAN POM RI
Terbaik di ASEAN" yang diukur dengan 10 indikator, sebanyak 5 indikator masuk kategori penilaian Baik, sebanyak 1 indikator masuk kategori penilaian Cukup dan sebanyak 4 indikator masuk kategori penilaian Buruk, dengan rata-rata Nilai Pencapaian Sasaran dari 10 indikator tersebut sebesar -52,29%, maka Sasaran Strategis tersebut dinyatakan Tidak Berhasil.
2. Capaian kinerja sasaran strategis kedua yaitu : "Terwujudnya Laboratorium Pengawasan Obat dan Makanan yang Modern dengan Jaringan Kerja di Seluruh Indonesia dengan Kompetensi dan Kapabilitas Terunggul di ASEAN" yang diukur dengan 4 indikator, sebanyak 2 indikator masuk kategori penilaian Baik dan sebanyak 2 indikator masuk kategori penilaian Cukup, dengan rata-rata Nilai Pencapaian Sasaran dari 4 indikator tersebut sebesar 107.96%, maka Sasaran Strategis tersebut dinyatakan Berhasil.
3. Capaian kinerja sasaran strategis ketiga yaitu : "Meningkatnya Kompetensi, Kapabilitas dan Jumlah Modal Insani yang Unggul dalam Melaksanakan Pengawasan Obat dan Makanan" yang diukur dengan 2 indikator, sebanyak 1 indikator masuk kategori penilaian Baik dan sebanyak 1 indikator masuk kategori penilaian Cukup, dengan rata-rata Nilai Pencapaian Sasaran dari 2 indikator tersebut sebesar 96,84%, maka Sasaran Strategis tersebut dinyatakan Berhasil.
4. Capaian kinerja sasaran strategis keempat yaitu : "Meningkatnya Koordinasi, Perencanaan, Pembinaan, Pengendalian terhadap Program dan Administrasi di Lingkungan Balai Besar di Bandung Sesuai dengan Sistem Manajemen Mutu" yang diukur dengan 1 indikator, sebanyak 1 indikator masuk kategori penilaian Baik, dengan Nilai Pencapaian Sasaran dari 2 indikator tersebut sebesar 100,0%, maka Sasaran Strategis tersebut dinyatakan Berhasil.
5. Capaian kinerja sasaran strategis kelima yaitu : "Meningkatnya Ketersediaan Sarana dan Prasarana yang Dibutuhkan oleh Balai Besar POM di Bandung" yang diukur dengan 1 indikator, sebanyak 1 indikator masuk kategori penilaian Baik, dengan Nilai Pencapaian Sasaran dari 2 indikator tersebut sebesar 100,0%, maka Sasaran Strategis tersebut dinyatakan Berhasil.
Berdasarkan hasil pengukuran kinerja sasaran strategis pada tahun 2014 atau akhir periode Renstra Balai Besar POM di Bandung tahun 2010-2014, dari 5 (lima) sasaran strategis tersebut diatas, hanya 1(satu) sasaran strategis yang tidak berhasil. Dengan demikian, Balai Besar POM di Bandung telah menunjukan kinerja yang baik khususnya dalam mewujudkan laboratorium pengawasan Obat dan Makanan yang modem dengan jaringan kerja di seluruh Indonesia dengan kompetensi dan kapabilitas terunggul di ASEAN; meningkatnya kompetensi, kapabilitas dan jumlah modal insani yang unggul dalam melaksanakan pengawasan Obat dan Makanan; meningkatnya koordinasi, perencanaan, pembinaan, pengendalian terhadap program dan administrasi di Lingkungan Balai Besar di Bandung sesuai dengan Sistem Manajemen Mutu; dan meningkatnya ketersediaan sarana dan prasarana yang dibutuhkan oleh Balai Besar POM di Bandung. Namun demikian, Balai Besar POM di Bandung belum berhasil dalam meningkatkan
MOAN POM RI
efektivitas pengawasan Obat dan Makanan dalam rangka melindungi masyarakat dengan sistem yang tergolong terbaik di ASEAN. Ketidakberhasilan ini menjadi bahan evaluasi dalam merumuskan strategi untuk Renstra Balai Besar POM di Bandung pada Tahun 2015-2019.
1.2. POTENSI DAN PERMASALAHAN
Seiring dengan dinamika lingkungan strategis, baik lokal maupun nasional, permasalahan dan tantangan yang dihadapi oleh masyarakat semakin kompleks. Secara garis besar, lingkungan strategis yang bersifat eksternal yang dihadapi oleh Balai Besar POM di Bandung terdiri atas 2 (dua) isu mendasar, yaitu kesehatan dan globalisasi. Isu kesehatan tersebut terkait dengan implementasi Sistem Kesehatan Nasional (SKN) dan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Sedangkan isu globalisasi terkait perdagangan bebas, komitmen internasional, dan perkembangan teknologi. Selain itu, isu lokal yang menjadi perhatian terkait dinamika lingkungan strategis yaitu perubahan demografi, ekonomi dan sosial masyarakat, desentralisasi dan otonomi daerah. Hal itu menuntut peningkatan peran dan kapasitas instansi Balai Besar POM di Bandung dalam mengawasi peredaran produk Obat dan Makanan.
Selama periode 2010-2014, pelaksanaan peran dan fungsi Balai Besar POM di Bandung tersebut di atas telah diupayakan secara optimal sesuai dengan target pencapaian kinerjanya. Namun demikian, upaya tersebut masih menyisakan permasalahan yang belum sepenuhnya sesuai dengan harapan masyarakat, antara lain: (1) belum sepenuhnya tercapai penapisan produk dalam rangka pengawasan Obat dan Makanan sebelum beredar (pre-market) seperti beberapa sarana produksi Obat dan Makanan yang belum memenuhi ketentuan, (2) belum optimalnya pengawasan Obat dan Makanan pasca beredar di masyarakat (post market), khususnya obat tradisional dan kosmetik serta (3) belum efektifnya pemberdayaan masyarakat melalui Komunikasi Informasi dan Edukasi dalam rangka meningkatkan efektifitas pengawasan Obat dan Makanan.
Secara garis besar, lingkungan strategis yang bersifat eksternal dan internal yang dihadapi oleh Balai Besar POM di Bandung adalah sebagai berikut:
1.2.1 Sistem Kesehatan Nasional (SKN)
Berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 72 Tahun 2012, SKN adalah pengelolaan kesehatan yang diselenggarakan oleh semua komponen bangsa Indonesia secara terpadu dan saling mendukung guna menjamin tercapainya derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya. Salah satu subsistem SKN adalah sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, yang meliputi berbagai kegiatan untuk menjamin: (i) aspek keamanan, khasiat/ kemanfaatan dan mute sediaan
farmasi, alat kesehatan dan makanan yang beredar; ketersediaan, pemerataan dan
keterjangkauan obat, terutama obat esensial; (iii) perlindungan masyarakat dari penggunaan yang salah dan penyalahgunaan obat penggunaan obat yang rasional; serta (iv) upaya kemandirian di bidang kefarmasian melalui pemanfaatan sumber daya dalam negeri. Subsistem ini saling terkait
BADAN POM RI
dengan subsistem lainnya sehingga pengelolaan kesehatan dapat diselenggarakan dengan berhasil guna dan berdaya guna.
SKN merupakan bagian dari sistem kemasyarakatan yang dipergunakan sebagai acuan utama dalam mengembangkan perilaku dan Iingkungan sehat serta menuntut peran aktif masyarakat dalam berbagai upaya kesehatan tersebut. Bentuk pelayanan kesehatan tersebut berupa Iayanan Rumah Sakit, Puskesmas dan kegiatan peran serta masyarakat melalui Posyandu. Semakin banyaknya pelayanan masyakat yang disediakan, maka kebutuhan akan obat semakin meningkat sehingga diperlukan penjaminan mutu obat.
Balai Besar POM di Bandung merupakan penyelenggara subsistem sediaan farmasi, alat kesehatan dan makanan, utamanya untuk menjamin aspek keamanan, khasiat/kemanfaat dan mutu Obat dan Makanan yang beredar serta upaya kemandirian di bidang pengawasan Obat dan Makanan. Pengawasan sebagai salah satu unsur dalam subsistem tersebut dilaksanakan melalui berbagai upaya secara komprehensif oleh Balai Besar POM di Bandung, yaitu:
a) Upaya terkait jaminan aspek keamanan, khasiat/kemanfaat dan mutu Obat dan Makanan yang beredar
• Pengawasan, melibatkan berbagai pemangku kepentingan yaitu pemerintah, pemerintah daerah, pelaku usaha dan masyarakat secara terpadu dan bertanggung jawab.
• Pelaksanaan regulasi yang baik didukung dengan sumber daya yang memadai secara kualitas maupun kuantitas, sistem manajemen mutu, akses terhadap ahli dan referensi ilmiah, kerjasama internasional, laboratorium pengujian mutu yang kompeten, independen, dan transparan.
• Pembinaan, pengawasan dan pengendalian impor, ekspor, produksi dan distribusi Obat dan Makanan. Upaya ini merupakan suatu kesatuan utuh, dilakukan melalui penilaian keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu produk, inspeksi fasilitas produksi dan distribusi, pengambilan dan pengujian sampel, surveilans dan uji setelah pemasaran, serta pemantauan label atau penandaan, iklan dan promosi.
• Penegakan hukum yang konsisten dengan efek jera yang tinggi untuk setiap pelanggaran, termasuk pemberantasan produk palsu dan ilegal.
• Perlindungan masyarakat dari penyalahgunaan Narkotika, Psikotropika, Zat Adiktif sebagai upaya yang terpadu antara upaya represif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. • Perlindungan masyarakat terhadap pencemaran sediaan farmasi dari bahan-bahan
dilarang atau penggunaan bahan tambahan makanan yang tidak sesuai dengan persyaratan.
b) Upaya terkait kemandirian Obat dan Makanan.
• Pembinaan industri farmasi di Jawa Barat agar mampu melakukan produksi sesuai dengan Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dan dapat melakukan usahanya dengan efektif dan efisien sehingga mempunyai daya saing yang tinggi.
BAOAN POM RI
Untuk itu, potensi permasalahan ini menjadi tantangan tersendiri bagi Balai Besar POM di Bandung untuk dapat memberikan rasa aman bagi masyarakat dalam mengkonsumsi obat yang beredar di pasaran. Keberhasilan pembangunan kesehatan sangat ditentukan oleh dukungan sistem nilai dan budaya masyarakat yang secara bersama terhimpun dalam berbagai sistem kemasyarakatan salah satunya SKN. Implementasi SKN merupakan peluang bagi Balai Besar POM di Bandung untuk mendorong upaya kesehatan masyarakat yang lebih baik lagi dalam mengahadapi pola perilaku dan lingkungan sehat khususnya Obat dan Makanan.
1.2.2 Jaminan Kesehatan Nasional (JKN)
JKN merupakan salah satu bentuk perlindungan sosial untuk menjamin agar setiap rakyat dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup yang minimal layak menuju terwujudnya kesejahteraan sosial yang berkeadilan bagi seluruh rakyat Indonesia. Program JKN diatur dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN). Dalam JKN juga diberlakukan penjaminan mutu obat yang merupakan bagian tak terpisahkan dalam penyelenggaraan pembangunan kesehatan.
Implementasi JKN dapat membawa dampak secara langsung dan tidak langsung terhadap pengawasan Obat dan Makanan. Dampak langsung adalah meningkatnya jumlah permohonan pendaftaran produk obat, baik dari dalam maupun luar negeri karena industri obat akan berusaha menjadi supplier obat untuk program pemerintah tersebut. Selain peningkatan jumlah obat yang akan diregistrasi, jenis that pun akan sangat bervariasi. Hal ini, disebabkan adanya peningkatan demand terhadap obat sebagai salah satu produk yang dibutuhkan. Sementara dampak tidak langsung dari penerapan JKN adalah terjadinya peningkatan konsumsi obat, baik jumlah maupun jenisnya.
Tingginya demand obat akan mendorong banyak industri farmasi melakukan pengembangan fasilitas dan peningkatan kapasitas produksi dengan perluasan sarana yang dimiliki. Dengan adanya peningkatan kapasitas dan fasilitas tersebut, diasumsikan akan terjadi peningkatan permohonan sertifikasi CPOB. Dalam hal ini tuntutan terhadap peran Balai Besar POMdi Bandung akan semakin besar, antara lain adalah peningkatan pengawasan pre-market melalui sertifikasi CPOB dan post-market melalui intensifikasi pengawasan obat pasca beredar. Seiring dengan penerapan JKN, akan banyak industri farmasi yang harus melakukan resertifikasi CPOB yang berlaku 5 (lima) tahun. Dari sisi penyediaan (supply side) JKN, kapasitas dan kapabilitas laboratorium pengujian BPOM harus terus diperkuat. Begitu pula dengan pengembangan dan pemeliharaan kompetensi SDM Pengawas Obat dan Makanan (penguji dan inspektur), serta kuantitas SDM yang hams terus ditingkatkan sesuai dengan beban kerja.
1.2.3 Globalisasi, Perdagangan Bebas dan Komitmen Internasional
Era globalisasi dapat menjadi peluang sekaligus tantangan bagi pembangunan kesehatan, khususnya dalam rangka mengurangi dampak yang merugikan. Dampak dari pengaruh
BAOAN POM RI
lingkungan eksternal khususnya globalisasi tersebut telah mengakibatkan Indonesia masuk dalam perjanjian-perjanjian internasional yang memungkinkan terbentuknya suatu kawasan bebas perdagangan. Hal ini membuka peluang produk Obat dan Makanan Indonesia akan lebih mudah memasuki pasaran domestik negara-negara yang tergabung dalam perjanjian pasar regional. Oleh karena itu diharapkan industri farmasi, obat tradisional, kosmetik, suplemen kesehatan dan makanan dalam negeri mampu menjaga daya saing terhadap produk luar negeri. Hal tersebut juga berdampak pada pertumbuhan sektor industri Obat dan Makanan di Propinsi Jawa Barat. Berdasarkan data yang ada, pada tahun 2014 terdapat 86 industri obat, 190 industri PKRT, 141 alat kesehatan, 159 industri kosmetik, 30 industri suplemen makanan, 61 Industri Obat Tradisional (TOT), 136 Industri Kecil Obat Tradisional (IKOT), 14.726 Industri Rumah Tangga Pangan (IRTP) dan 560 Industri Pangan. Hal tersebut merupakan potensi bagi Balai Besar POM di Bandung dalam pen-tantapan stakeholder untuk memberikan bimbingan dan pembinaan dalam rangka mendorong kemandirian pelaku usaha.
Pertumbuhan sektor industri di bidang Obat dan Makanan di Propinsi Jawa Barat terus mengalami peningkatan . Hal ini menjadi peluang bagi Balai Besar POM di Bandung untuk ikut serta dalam meningkatkan daya saing industri tersebut dalam mengahadapi pasar global. Namun disisi lain, muncul permasalahan di era perdagangan bebas tersebut antara lain dengan masuknya produk Obat dan Makanan dari luar negeri yang belum tentu terjamin keamanan dan mutunya untuk dikonsumsi. Untuk itu, masyarakat membutuhkan proteksi yang kuat dan rasa aman dalam mengkonsumsi Obat dan Makanan tersebut.
Apabila dibandingkan pertumbuhan sektor industri di bidang Obat dan Makanan dengan SDM yang dimiliki oleh Balai Besar POM di Bandung, sampai dengan tahun 2014 presentase pemenuhan SDM sesuai beban ketja hanya 76,97%. Sedangkan pemenuhan SDM sesuai beban kerja tahun 2015 berdasarkan Renstra tahun 2015-2019 hanya sebesar 59,31 %. Jumlah SDM yang tidak sebanding ini menjadi tantangan yang sangat besar dalam pengawasan Obat dan Makanan. Untuk itu, Balai Besar POM di Bandung harus menyusun strategi agar kegiatan pengawasan Obat dan Makanan di Provinsi Jawa Barat dapat terlaksana secara optimal, antara lain dengan peningkatan kompetensi SDM sesuai dengan kebutuhan organisasi dan penyusunan prioritas kegiatan. Selain itu, menerapkan sistem manajemen kinerja secara optimal sehingga lebih efektif dan efisien. Namun, kelebihan yang dimiliki oleh Balai Besar POM di Bandung adalah adanya pedoman pengawasan yang jelas sebagai acuan dalam pengawasan atas Obat dan Makanan sehingga seluruh kegiatan pengawasan tersebut telah memiliki acuan dan standar baku. Selain itu, Balai Besar POM di Bandung telah menerapkan sistem manajemen mute ISO 9001:2008 dan ISO 17025:2008.
1.2.4 Perubahan Iklim
Ancaman perubahan iklim dunia, akan semakin dirasakan oleh sektor pertanian khususnya produk bahan pangan di Indonesia. Perubahan iklim dapat mengakibatkan berkurangnya ketersediaan pangan yang berkualitas, sehat, bermanfaat, dengan harga yang kompetitif. Dan sisi
BADAN POM RI
ekonomi makro, industri makanan dan minuman di masa yang akan datang perannya akan semakin penting sebagai pemasok pangan dunia. Selain dari sisi pangan, perubahan iklim juga dapat mengakibatkan munculnya bibit penyakit baru basil mutasi gen dari beragam virus. Bibit penyakit baru tersebut diantaranya virus influenza yang variannya sekarang menjadi cukup banyak dan mudah tersebar dari satu negara ke negara lain.
Menurut Kementerian Kesehatan yang bekerja sama dengan Research Center for Climate
Change University of Indonesia (RCCC-LII) tahun 2013, dalam pelaksanaan kajian dan pemetaan
model kerentanan penyakit infeksi akibat perubahan iklim, terdapat tiga penyakit yang perlu mendapat perhatian khusus terkait perubahan iklim dan perkembangan vektor yaitu Malaria, Demam Berdarah Dengue (DBD) dan Diare. Selain dari ketiga jenis penyakit tersebut, masih ada lagi penyakit yang banyak ditemukan akibat adanya perubahan iklim seperti, Infeksi Saluran Pernapasan (ISPA) dan penyakit batu ginjal.
Di dalam Renstra Jawa Barat 2013 - 2018, pada permasalahan pembangunan di bidang kesehatan disebutkan salah satu yang menjadi perhatian adalah meningkatnya intensitas beberapa penyakit menular dan tidak menular serta malnutrisi dan terjadi penyebaran beberapa penyakit menular (multiple burden of desease) diluar sasaran MDGs 2015, serta adanya ancaman meningkatnya atau munculnya penyakit lain (new emerging dan re-emerging) serta kejadian luar biasa yang diakibatkan adanya perubahan perilaku manusia dan lingkungan. Peningkatan tersebut pasti akan diimbangi dengan peningkatan jenis dan jumlah obat terkait penyakit-penyakit tersebut.
Dengan adanya potensi permasalahan serta peluang dari proses perubahan iklim, diperlukan peranan dari Balai Besar POM di Bandung dalam mengawasi peredaran varian obat baru dari jenis penyakit tersebut. Selain dari obat kimia, varian obat baru ini juga diikuti pula dengan varian obat herbal tradisional Indonesia dan Cina yang paling banyak beredar di pasar. Kondisi ini menuntut kerja keras dari Balai Besar POM di Bandung dalam melakukan pengawasan terhadap perkembangan produksi dan peredaran obat tersebut.
1.2.5 Perubahan Demografi, Ekonomi dan Sosial Masyarakat
Kemajuan dari ekonomi suatu provinsi dapat dilihat dari indikator makro-ekonomi, yakni pendapatan per kapita. Di provinsi Jawa Barat, pendapatan per kapita dari tahun 2008-2012 mengalami peningkatan dan persentase jumlah penduduk miskin Jawa Barat terus mengalami penurunan dari tahun 2007 (13,55%) hingga tahun 2012 (9,89%).
Hal ini menunjukan adanya peningkatan daya bell masyarakat yang secara teori dan fakta, bahwa semakin tinggi pendapatan maka semakin besar pula konsumsi masyarakat terhadap Obat dan Makanan yang memiliki standar dan kualitas. Faktor tersebut dapat menyebabkan kecenderungan perubahan gaya hidup dan pola konsumsi masyarakat. Peningkatan konsumsi jumlah dan jenis produk Obat dan Makanan tanpa diimbangi dengan pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan dapat menimbulkan penurunan derajat kesehatan.
jum la h p en du du k ( da lam 000) 35,000 30,000 25,000 20,000 15,000 10,000 5,000 BADAN POM RI
Di sampling itu, faktor demografi Provinsi Jawa Barat sebagai provinsi dengan jumlah penduduk terbanyak di Indonesia yaitu pada tahun 2013 sebesar 45.340.799 jiwa (Sumber : Badan Pusat Statistik, 2013) menjadi tantangan bagi Balai Besar POM di Bandung dalam perannya memberikan informasi dan edukasi publik mengenai produk Obat dan Makanan yang aman. Dari gambar 1.5 terlihat bahwa jumlah penduduk terbesar berada pada rentang usia 15 - 64 tahun.
2010 2011 2012 2013
■0-14 ■15-64 ■>65
Gambar. 1.5. Jumlah Penduduk Jawa Barat Berdasarkan Kelompok Uxnur (Sumber: Badan Pusat Statistik 2013)
Laju Pertumbuhan Penduduk (LPP) Jawa Barat pada periode 2007-2012 berfluktuasi dan lebih tinggi dari LPP Nasional. Fluktuasi pertumbuhan penduduk tersebut, diakibatkan kontribusi dari pertumbuhan migrasi penduduk (1,1%) sementara pertumbuhan berdasarkan kelahiran (0,8%) menurut data Tahun 2011, hal ini menunjukkan bahwa Provinsi Jawa Barat merupakan Provinsi yang terbuka untuk keluar masuknya arus migrasi dari atau ke Provinsi lain. Pertumbuhan jumlah penduduk dan bergesernya pola hidup masyarakat umum menjadi tantangan Balai Besar POM di Bandung untuk meningkatkan pengawasan Obat dan Makanan yang semakin banyak jenis dan jumlahnya. Hal tersebut juga harus disertai dengan peningkatan kualitas dan kuantitas edukasi terhadap masyarakat di Provinsi Jawa Barat mengenai produk Obat dan Makanan yang aman.
Tuntutan masyarakat terhadap pangan yang semula hanya pada segi harga, rasa dan tren gaya hidup, pada saat im telah bergeser lebih kepada keamanan dan muter pangan. Hal tersebut disebabkan karena meningkatnya tingkat pendidikan masyarakat dan semakin banyaknya lembaga perlindungan konsumen yang memberikan ilmu pengetahuan kepada masyarakat dalam memilih produk serta pengetahuan tentang hak dan kewajiban yang harus dipenuhi oleh konsumen.
1.2.6 Desentralisasi dan Otonomi Daerah
Dengan perubahan paradigma sistem penyelenggaraan pemerintahan yang semula sentralisasi menjadi desentralisasi atau otonomi daerah, maka urusan kesehatan menjadi salah satu kewenangan yang diselenggarakan secara konkuren antara pusat dan daerah. Sistem Desentralisasi ini dapat menimbulkan beberapa permasalahan di bidang pengawasan Obat dan
RADAR POM RI
Makanan diantaranya kurangnya dukungan dan kerjasama dari pemangku kepentingan di daerah sehingga tindaklanjut hasil pengawasan Obat dan Makanan belum optimal.
Untuk itu, agar tugas pokok dan fungsi Balai Besar POM di Bandung berjalan dengan baik, diperlukan komitmen yang tinggi, dukungan dan kerjasama yang baik dari para pelaku untuk menghasilkan tata penyelenggaraan pembangunan kesehatan yang balk. Pembangunan kesehatan hams diselenggarakan dengan menggalang kemitraan yang dinamis dan harmonis antara pemerintahan pusat dan daerah, antara pemerintah dan masyarakat, termasuk dengan pihak swasta.
Disisi lain, pengakuan stakeholder akan keberadaan Balai Besar POM di Bandung semakin meningkat. Hal tersebut disebabkan karena Balai Besar POM di Bandung tidak hanya telah menjalankan tugas dan fungsinya dengan optimal tetapi juga berperan aktif di dalam berbagai forum instansi lainnya dalam upaya pengawasan Obat dan Makanan. Beberapa diantaranya adalah Badan POM termasuk Balai Besar POM di Bandung sebagai Kelompok Kerja Keamanan Pangan Nasional di dalam Sistem Keamanan Pangan Terpadu (SKPT), Program Pembinaan Keamanan Pangan Jajanan Anak Sekolah, sebagai narasumber dalam upaya pengawasan Obat dan Makanan melalui kegiatan penyuluhan dan sosialisasi kepada masyarakat yang bekerja sama dengan Pemerintah Provinsi dan Kabupaten/Kota.
Balai Besar POM di Bandung juga melayani pengujian produk Obat dan Makanan dari pihak ketiga. Secara umum, pengujian dari pihak ketiga berasal dari instansi pemerintah dan masyarakat umum, antara lain kepolisian dan pelaku usaha P-IRT. Hal tersebut menjadi peluang, khusunya bagi Laboratorium Balai Besar POM di Bandung dalam menjalin kerjasama dengan
stakeholder sekaligus mendukung peningkatan daya saing pelaku usaha.
1.2.7 Perkembangan Teknologi
Perkembangan teknologi baik teknologi produksi, distribusi dan pengembangan jenis produk, akan membawa dampak perubahan secara terus-menerus pada produk Obat dan Makanan. Hal ini hams menjadi perhatian dan antisipasi Balai Besar POM di Bandung untuk terus berinovasi dalam menghadapi perkembangan dan tuntutan yang ada. Di sisi lain, perkembangan teknologi informasi juga dapat menjadi potensi bagi Balai Besar di Bandung untuk dapat melakukan pelayanan online, yang dapat memudahkan akses dan jangkauan masyarakat. Namur, teknologi informasi juga dapat menjadi tantangan bagi Balai Besar POM di Bandung terkait tren pemasaran dan transaksi produk Obat dan Makanan yang dilakukan secara online, yang juga perlu mendapatkan pengawasan dengan berbasis pada teknologi.
Sarana dan prasarana merupakan unsur penting dalam mendukung keberhasilan kegiatan dan untuk meningkatkan kinerja secara keseluruhan. Sarana dan prasarana tersebut dapat berupa sarana dan prasarana yang mendukung kegiatan manajemen dan juga kegiatan teknis laboratorium. Laboratorium merupakan tulang punggung dari pengawasan Obat dan Makanan, oleh karenanya diperlukan sarana dan prasarana laboratorium yang lengkap mulai dari metode analisa, baku pembanding, reagensia sampai kepada peralatan yang memadai. Peralatan yang dimiliki masih belum memenuhi persyaratan minimal yang ditetapkan. Adalah fakta bahwa
100.00% 0.00% 100.00% 50.00% 0.00% 0.00°A 01101•0 4111.1. 2011 2012 2013 2014 BARAN POM RI
kemampuan dan kapasitas uji laboratorium Badan POM, termasuk Balai Besar POM di Bandung, belum memadai jika dibandingkan dengan beban kerja pengawasan Obat dan Makanan. Dengan perkembangan teknologi saat ini, tentu juga terkait erat dengan perkembangan teknologi di bidang pengujian, sehingga menjadi suatu tantangan tersendiri untuk laboratorium Balai Besar POM di Bandung. Laboratorium dituntut untuk terus mengikuti perkembangan teknologi yang ada terkait dengan produk dan metode analisis.
1.2.8 Implementasi Program Fortifikasi Pangan
Salah satu upaya di dalam mendukung Arah Kebijakan Nasional Perbaikan Kualitas Konsumsi Pangan dan Gizi Masyarakat dilakukan melalui peningkatan peran industri dan pemerintah daerah dalam ketersediaan pangan beragam, aman, dan bergizi diantaranya dengan dukungan fortifikasi mikronutrien penting. Fortifikasi pangan merupakan salah satu cara dalam menangani permasalahan tingginya angka kekurangan gizi mikro. Sebagai langkah awal pemerintah menetapkan fortifikasi pada garam dan tepung terigu, mengingat masih tingginya masalah gangguan kesehatan karena kurang yodium (GAKI). Penerapan fortifilasi harus diiringi dengan pengawasan oleh Balai Besar POM di Bandung. Hasil pengawasan garam beryodium dalam kurun waktu lima tahun terakhir (2010- 2014) menunjukkan bahwa pada tahun 2014 jumlah garam yang TMS mutu mengalami kenaikan, yaitu sebesar 32,17% dari total sampel yang diuji. Sedangkan hasil pengawasan tepung terigu dalam kurun waktu empat tahun terakhir (2011-2014) menunjukkan bahwa jumlah sampel yang TMS mutu mengalami penurunan, pada tahun 2014 dari jumlah sampel yang diuji tidak ada yang TMS mutu.
80.00% 60.00% 40.00% 20.00% 0.00% 11% 65.00% 50.00% 0.00% 32.1 7% 2010 2011 2012 2013 2014
Gambar 1.6a. Presentase Garam yang TMS Gambar 1.6b. Presentase Terigu yang TMS
Kegiatan Intensifikasi pengawasan produk fortifikasi Nasional (tepung terigu dan garam) merupakan upaya pengawasan produk pangan baik dalam rangka pemenuhan persyaratan (compliance) maupun surveilan keamanan pangan. Upaya tersebut dilakukan melalui verifikasi terhadap pemenuhan Cara Produksi Pangan Olahan yang Balk (CPPOB), baik penerapan CPPOB pada produsen pangan dan penerapan Cara Ritel Pangan yang Baik di sarana peredaran. Selain itu juga dilakukan pengawasan terhadap produk pangan baik di sarana produksi maupun di sarana peredaran dan penegakan hukum terhadap pelaku pelanggaran di bidang pangan, pengujian laboratorium terhadap parameter keamanan dan mutu pangan dan gizi pangan, pengawasan terhadap kesesuaian label serta pengawasan terhadap keamanan kemasan pangan yang beredar melalui sampling dan pengujian.
BADAN POM RI
1.2.9 Jejaring Kerja
Balai Besar POM di Bandung menyadari dalam pengawasan Obat dan Makanan tidak dapat menjadi single player. Untuk itu Balai Besar POM di Bandung mengembangkan kerjasama dengan lembaga-lembaga, baik di pusat, daerah, maupun internasional. Sebagai salah satu unit pelaksana teknis di lingkungan BPOM, maka Balai Besar POM di Bandung sebagai bagian dari beberapa jejaring kerja yang sudah dimiliki BPOM yaitu Jejaring Keamanan Pangan Nasional/Daerah, Indonesia Rapid Alert System for Food and Feed (INRASFF), Jaringan Laboratorium Pengujian Pangan Indonesia (JLPPI), Satgas Pemberantasan Obat dan Makanan Ilegal (Pusat dan Daerah), Indonesia Criminal Justice System (ICJS), dan Gerakan Nasional Waspada Obat dan Makanan Ilegal (GNWOMI). Di tingkat regional maupun internasional BPOM memiliki jejaring kerja dengan
ASEAN Rapid Alert System for Food and Feed (ARASFF), World Health Organization (WHO), Codex Alimentarius Commission, Forum Kerjasama Asia Pasifik dalam harmonisasi regulasi bidang obat
(RHSC), ASEAN Referrences Laboratories (AFL), Pharmaceutical Inspection Convention and
Pharmaceutical Inspection Cooperation Scheme (PIC/S), International Crime Police Organization Interpol.
Balai Besar POM di Bandung melakukan pengembangan dan penguatan program pemberdayaan masyarakat melaui Food Safety Masuk Desa, PJAS, Pasar Aman dari Bahan Berbahaya. Selain itu, dilakukan pengembangan jejaring komunikasi melalui pertingkatan komunikasi sosial melalui Iklan Layanan Masyarakat.
1.2.10 Komitmen dalam Pelaksanaan Reformasi Birokrasi
Untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang baik, Balai Besar POM melaksanakan reformasi birokrasi (RB) sesuai PP Nomor 81 Tahun 2010 tentang Grand Design RB 2010-2025. Upaya atau proses RB yang dilakukan Balai Besar POM di Bandung merupakan pengungkit dalam pencapaian sasaran sebagai hasil yang diharapkan dari pelaksanaan RB.
a. Penataan dan Penguatan Struktur Organisasi
Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi, Balai Besar POM di Bandung memiliki instansi vertikal di tingkat Nasional yaitu BPOM. Tantangan BPOM ke depan adalah melakukan kajian, penataan, dan evaluasi organisasi dalam rangka meningkatkan efisiensi dan efektivitas organisasi secara proporsional menjadi tepat fungsi dan tepat ukuran sesuai dengan kebutuhan pelaksanaan tugas dan fungsi BPOM. Untuk itu, Balai Besar POM di Bandung turut mendukung program BPOM ke depannya tersebut.
b. Penataan Tatalaksana
Sebagai organisasi penyelenggara pelayanan publik, Balai Besar POM di Bandung berkomitmen untuk melindungi masyarakat dari Obat dan Makanan yang berisiko terhadap kesehatan dan secara terus-menerus meningkatkan pengawasan serta memberikan pelayanan kepada seluruh pemangku kepentingan. Komitmen Besar POM di Bandung tersebut dilakukan melalui penerapan sistem mutu secara konsisten dan
BADAN POM RI
ditingkatkan secara berkeTanjutan yang dibuktikan dengan pemenuhan atau perolehan
Quality Management System ISO 9001:2008; Akreditasi Laboratorium IEC 17025:2005; PIC/S Quality System Requirement for Pharmateucal Inspectorate (PI 0023).
c. Penataan Peraturan perundang-undangan dan Penegakan Hukum
Telah banyak Undang-Undang dan Peraturan Pemerintah yang menjadi landasan teknis pelaksanaan tugas fungsi Balai Besar POM di Bandung. Namun, Peraturan Perundang-undangan yang ada selama ini kurang mendukung tercapainya efektivitas pengawasan Obat dan Makanan. Demikian pula sanksi yang diberikan terhadap pelanggaran di bidang Obat dan Makanan belum memberikan efek jera sehingga sering terjadi kasus berulang. Beberapa kerangka regulasi yang diasumsikan dapat mendukung pencapaian tujuan pengawasan Obat dan Makanan dibahas pada Kerangka Regulasi.
Adanya kerangka regulasi sebagai bagian tak terpisahkan dari kaidah pelaksanaan RPJMN/RKP membuka peluang untuk menciptakan harmonisasi peraturan perundang-undangan dan meminimalkan ego sektoral. Balai Besar POM di Bandung perlu mengambil kesempatan ini dengan mengusulkan peraturan perundang-undangan yang akan masuk dalam prolegnas setiap tahunnya bersamaan dengan penyusunan rencana kerja. Selain itu sesuai kerangka regulasi, untuk memastikan bahwa setiap norma kebijakan yang akan diratifikasi memberikan manfaat bagi masyarakat, Balai Besar POM di Bandung perlu membuat cost-benefit analysis.
Pada level operasional, Balai Besar POM di Bandung telah memiliki Pedoman Pengawasan yang jelas untuk acuan dalam pengawasan Obat dan Makanan, juga menerbitkan standar mutu lainnya, seperti standar produksi dan distribusi Obat dan Makanan. Ketersediaan peraturan perundangan sampai dengan pedoman teknis yang dilegalkan dalam bentuk Peraturan Kepala BPOM tersebut sangat mendukung penegakan hukum.Tantangan ke depan, BPOM harus membuat terobosan dalam penegakan hukum seperti memperkuat kemitraan untuk pengawasan, penindakan, maupun persamaan persepsi dengan kepolisian, kejaksaan, dan instansi terkait, menggeser pengawasan ke area preventif, serta memperkuat kerjasama di Free Trade Zone Area. Upaya ini pun perlu diikuti dengan peningkatan kajian Balai Besar POM di Bandung mengenai kerugian negara secara ekonomi maupun kesehatan akibat pelanggaran Obat dan Makanan.
d. Penguatan Akuntabilitas Kinerja
Penguatan Akuntabilitas Kinerja bertujuan untuk meningkatkan kapasitas dan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah. Untuk mencapai tujuan tersebut, Balai Besar POM di Bandung telah mengimplementasikan Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) dengan baik, dibuktikan dengan hasil evaluasi Inspektorat Badan POM RI tahun 2013 memperoleh nilai AA. Komitmen pimpinan yang sangat tinggi terhadap pelaksanaan SAKIP menjadi kekuatan penting dalam upaya penguatan