• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tata Akustika

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Tata Akustika"

Copied!
33
0
0

Teks penuh

(1)

BAB 1

PENDAHULUAN

Dalam arsitektur, kenyamanan suatu ruang dapat didukung oleh beberapa aspek. Aspek

tersebut adalah suhu udara, kelembaban, kecepatan udara dan juga pengendalian suara.

Aspek pengendalian suara dalam ruangan disebut juga sistem tata suara atau akustika.

Akustika pada ruangan dalam arsitektur berhubungan dengan pengendalian suara bising

dan pengurangan suara gema atau gaung yang berlebihan.

Sistem akustika ruangan tergantung pada fungsi ruangan yang digunakan. Setiap ruangan

mempunyai sistem akustikanya sendiri seperti waktu dengung dan tekanan suara.

Ruang-ruang seperti untuk ceramah, khotbah, auditorium, maupun Ruang-ruang kelas mempunyai

waktu dengung dan kenyamanan pendengaran yang berbeda. Masalah yang terdapat saat

menata suara dalam ruangan adalah lamanya waktu dengung, tekanan suara dalam

ruangan serta bagaimana mengurangi gema atau gaung dalam ruangan. Selain itu,

material yang digunakan dalam ruangan juga berpengaruh. Hal itu dapat ditunjukkan

pada permukaan material yang mempunyai sifat

absortif

(menyerap) atau reflektif

(memantul).

Pengamatan mengenai permasalahan yang ditimbulkan oleh sistem akustika ruangan

dilakukan untuk dapat memahami dan mengidentifikasi serta memberikan upaya

pemecahannya. Berikut adalah deskripsi kutipan-kutipan dari studi kasus yang pernah

dilakukan oleh mahasiswa/dosen/pengamat mengenai sistem akustika ruang dan juga

berisi opini serta solusi dari penulis. Karya ilmiah ini diharapkan dapat memberikan

perspektif baru mengenai pemecahan masalah terhadap sistem akustika alami pada

ruangan yang berbeda.

(2)

BAB 2

SISTEM TATA SUARA DALAM RUANG

2.1 Landasan Teori

Sistem tata suara dapat disebut juga sistem akustika yaitu salah satu bidang yang

mempelajari suara, gelombang mekanik pada gas, cairan dan bahan. Sistem akustika

mempunyai beberapa sub-divisi, salah satunya adalah akustika arsitektural yaitu ilmu

yang mempelajari bagaimana mengontrol kualitas suara di dalam gedung atau ruang.

Beberapa istilah yang sering digunakan dalam mempelajari sistem akustika ruang adalah

sebagai berikut:

1. Gelombang Suara

Gelombang suara adalah getaran/osilasi yang terjadi akibat fenomena tekanan, regangan,

perubahan posisi partikel, dan perubahan kecepatan partikel dari medium pengantar

gelombang suara itu sendiri (udara, air/cairan atau juga benda padat). Getaran/osilasi itu

sendiri, terjadi pada sumber suaranya, misalnya snar gitar dan juga body gitar itu sendiri.

Gelombang suara itu sendiri harus merambat melalui medium (atau juga kombinasi

medium2 dengan jenis berbeda, misalnya udara dan tembok atau kaca jendela).

Gelombang suara yang merambat di udara (umumnya) merupakan penyebab terjadinya

sensasi pendengaran pada telinga manusia. Seperti efek domino, pergerakan gelombang

terjadi dengan cara perpindahan energi yang terdapat pada gelombang tersebut dari satu

partikel ke satu partikel dekat lainnya pada suatu medium. Kecepatan rambat gelombang

bergantung pada kerapatan massa mediumnya. Di udara, gelombang suara merambat

dengan kecepatan kira-kira 340 m/s. Pada medium rambat zat cair dan padat, kecepatan

rambat gelombang suara menjadi lebih cepat yaitu 1500 m/s di dalam air dan 5000 m/s di

dalam besi.

2. Parameter gelombang suara.

Penyimpangan tekanan medium dari kondisi seimbangnya yang terjadi akibat adanya

propagasi gelombang suara. Diukur dalam satuan Pascal (Pa). Parameter ini

dipersepsikan oleh telinga manusia sebagai Jumlah osilasi partikel medium yang terjadi

dalam setiap detik. Diukur dalam satuan cps (cycle per second) atau Hertz (Hz).

(3)

Perbandingan antara jarak tempuh gelombang dengan waktu yang diperlukannya. Diukur

dalam satuan meter/sekon (m/s) atau meter/detik (m/dt).

3. Intensitas Suara

Gelombang suara pada umumnya menyebar dengan arah persebaran spheris / bola, atau

menyebar ke segala arah dengan merata, kecuali pada kondisi-kondisi tertentu yang

disebabkan oleh atenuasi lingkungan. Intensitas suara menggambarkan kerapatan energy

suara persatuan uas persebaran.

2.2 Parameter Akustik Ruang

Kriteria yang biasa dipakai untuk mengukur kualitas akustik ruang auditorium adalah

parameter subjektif dan objektif. Parameter subjektif lebih banyak ditentukan oleh

persepsi individu, berupa penilaian terhadap seorang pembicara oleh pendengar dengan

nilai indeks antara 0 sampai 10. Parameter subjektif meliputi intimacy, spaciousness atau

envelopment, fullness, dan overal impressions yang biasanya dipakai untuk akustik teater

dan concert hall (Legoh, 1993). Paramater ini memiliki banyak kelemahan karena

persepsi masing-masing individu dapat memberikan penilaian yang berbedabeda sesuai

dengan latar belakang individu, sehingga diperlukan metoda pengukuran yang lebih

objektif dan bersifat analitis seperti bising latar belakang (

background noise

), distribusi

Tingkat Tekanan Bunyi (TTB), RT (

Reverberation Time

), EDT (

Early Decay Time

), D50

(

Deutlichkeit

), C50, C80 (

Clarity

), dan TS (

Centre Time

).

2.2.1 Tingkat Bising Latar Belakang (Background Noise Level)

Dalam setiap ruangan, dirasakan atau tidak, akan selalu ada suara. Hal ini menjadi dasar

pengertian tentang adanya bising latar belakang (background noise). Bising latar

belakang dapat didefinisikan sebagai suara yang berasal bukan dari sumber suara utama

atau suara yang tidak diinginkan. Dalam suatu ruangan tertutup seperti auditorium maka

bising latar belakang dihasilkan oleh peralatan mekanikal atau elektrikal di dalam ruang

seperti pendingin udara (

air conditioning

), kipas angin, dan seterusnya. Demikian pula,

kebisingan yang datang dari luar ruangan, seperti bising lalu lintas di jalan raya, bising di

area parkir kendaraan, dan seterusnya. Bising latar belakang tidak dapat sepenuhnya

(4)

dihilangkan, akan tetapi dapat dikurangi atau diturunkan melalui serangkaian perlakuan

akustik terhadap ruangan.

2.2.2 Distribusi Tingkat Tekanan Bunyi (TTB)

Salah satu tujuan dalam mendesain ruang auditorium adalah mencapai suatu tingkat

kejelasan yang tinggi sehingga diharapkan agar setiap pendengar pada semua posisi

menerima tingkat tekanan bunyi yang sama. Suara yang dipancarkan oleh pembicara atau

pemusik diupayakan dapat menyebar merata dalam auditorium, agar para pendengar

dengan posisi yang berbeda-beda dalam auditorium tersebut memiliki penangkapan dan

pemahaman yang sama akan informasi yang disampaikan oleh pembicara maupun

pemusik.

Syarat agar pendengar dapat menangkap informasi yang disampaikan meskipun dalam

posisi berbeda adalah selisih antara tingkat tekanan bunyi terjauh dan terdekat tidak lebih

dari 6 dB. Jika dalam suatu ruangan yang relatif kecil di mana sumber bunyi dengan

tingkat suara yang normal telah mampu menjangkau pendengar terjauh, maka hampir

dapat dipastikan bahwa distribusi tingkat tekanan bunyi dalam ruangan tersebut telah

merata.

2.2.3 Respon Impuls Ruang

1. Waktu Dengung (

Reverberation Time

)

Parameter yang sangat berpengaruh dalam desain akustik auditorium adalah waktu

dengung (Reverberation Time). Hingga saat ini, waktu dengung tetap dianggap sebagai

kriteria paling penting dalam menentukan kualitas akustik suatu ruang. Dalam geometri

akustik disebutkan bahwa bunyi juga mengalami pantulan jika mengenai permukaan yang

keras, tegar, dan rata, seperti plesteran, batu bata, beton, atau kaca. Selain bunyi

langsung, akan muncul pula bunyi yang berasal dari pantulan tersebut.

Bunyi yang berkepanjangan akibat pemantulan permukaan yang berulang-ulang ini

disebut dengung. Waktu dengung adalah waktu yang dibutuhkan suatu energi suara untuk

meluruh hingga sebesar sepersatujuta dari energi awalnya, yaitu sebesar 60 dB. Sabine

(1993) mendefinisikan waktu dengung yaitu waktu lamanya terjadi dengung di dalam

(5)

ruangan yang masih dapat didengar. Dalam perkembangannya, waktu dengung tidak

hanya didasarkan pada peluruhan 60 dB saja, tetapi juga pada pengaruh suara langsung

dan pantulan awal (EDT) atau peluruhan-peluruhan yang terjadi kurang dari 60 dB,

seperti 15 dB (RT15), 20 dB (RT20), dan 30 dB (RT30). Waktu dengung (Reverberation

Time) sangat menentukan dalam mengukur tingkat kejelasan speech. Auditorium yang

memiliki waktu dengung terlalu panjang akan menyebabkan penurunan

speech

inteligibility

, karena suara langsung masih sangat dipengaruhi oleh suara pantulnya.

Sedangkan auditorium dengan waktu dengung terlalu pendek akan mengesankan ruangan

tersebut “mati”.

2. EDT (Early Decay Time)

EDT atau Early Decay Time yang diperkenalkan oleh V. Jordan yaitu perhitungan waktu

dengung (RT) yang didasarkan pada pengaruh bunyi awal yaitu bunyi langsung dan

pantulan-pantulan awal yaitu waktu yang diperlukan Tingkat Tekanan Bunyi (TTB) untuk

meluruh sebesar 10 dB. Pengukuran EDT disarankan untuk menghitung parameter

subjektif seperti reverberance, clarity, dan impression.

3. Definition atau Deutlichkeit ( a time window of 50 ms), D50

Definition merupakan kemampuan pendengar membedakan suara dari masing-masing

instrumen dalam sebuah pertunjukan musik dalam kondisi transien, nada dasar dan

harmoniknya mulai membentuk sehingga kemungkinan terjadi variasi spektrum.

Definition juga merupakan kriteria dalam penentuan kejelasan pembicaraan dalam suatu

ruangan dengan cara memanfaatkan konsep perbandingan energi yang termanfaatkan

dengan energi suara total dalam ruangan. D50 merupakan rasio antara energi yang

diterima pada 50 ms pertama dengan total energi yang diterima. Durasi 50 ms disebut

juga batas kejelasan speech yang dapat diterima. Semakin besar nilai D50 maka semakin

baik pula tingkat kejelasan pembicaraan, karena semakin banyak energi suara yang

termanfaatkan dalam waktu 50 ms.

(6)

4. Clarity atau Klarheitsmass (C50 ; C80)

Clarity diukur dengan membandingkan antara energi suara yang termanfaatkan (yang

datang sekitar 0.05 – 0.08 detik pertama setelah suara langsung) dengan suara pantulan

yang datang setelahnya, dengan mengacu pada asumsi bahwa suara yang ditangkap

pendengar dalam percakapan adalah antara 50-80 ms dan suara yang datang sesudahnya

dianggap suara yang merusak. Semakin tinggi nilai C50, maka semakin pendek waktu

dengung, demikian pula sebaliknya.

5. TS (Centre Time)

TS merupakan waktu tengah antara suara datang (direct) dan suara pantul (early to late),

semakin tinggi nilai TS maka kejernihan suara akan semakin buruk. TS merupakan

sebuah titik dimana energi diterima sebelum titik ini seimbang dengan energi yang

diterima sesudah titik tersebut. TS sebagai pengukur sejauh mana kejelasan sebuah suara

diterima oleh pendengar, di mana semakin rendah nilai TS semakin jelas suara yang

diterima.

2.3 Parameter Subjektif

Parameter subjektif (berupa intimacy) merupakan impresi dalam kualitas bunyi yang

seolah-olah sumber bunyi berada di dekat pendengar, atau disebut pula “presence”.

Spaciousness atau envelopment merupakan kriteria bunyi yang seolah-olah meliputi

seluruh ruang dengan merata. Sedangkan

fullness of tone

merupakan karakter yang

mudah dikenali dalam musik, berkaitan dengan kualitas bunyi yang dihasilkan oleh

instrumen musik secara memuaskan, kualitasnya sangat ditentukan oleh waktu dengung.

Overal impression merupakan penilaian rata-rata dari semua parameter yang penting.

Kondisi akustik suatu pertunjukan perlu disesuaikan dengan karakter kebutuhan akustik

bagi suatu pertunjukan.

(7)

BAB 3

PERMASALAHAN SISTEM AKUSTIKA DALAM RUANG

3.1 Permasalahan Sistem Akustika Alami Pada Ruangan

Sistem akustika yang baik dalam ruangan adalah sistem yang dapat menciptakan ruang

yang memiliki kualitas akustik yang baik dan dapat dinikmati oleh orang yang

merasakannya. Sistem ini bergantung pada jenis ruangan yang akan didesain karena

setiap jenis ruang mempunyai pengaturan yang berbeda. Beberapa faktor yang dapat

mendukung berhasilnya sistem akustika dalam suatu ruang adalah dapat memantulkan

suara, dapat menghasilkan kualitas suara yang dapat didengar, tidak tercipta gema/gaung

pada ruangan tertentu serta tidak terdapat gangguan bising atau

noise

.

Sistem akustika alami dapat tercipta dengan mengatur permukaan bahan dan material

yang ada pada ruangan, luas ruangan, sumber suara dan sebagainya. Sedangkan sistem

akustika buatan adalah ruangan yang menggunakan pengeras suara atau menggunakan

sound system

. Sistem akustika alami tidak selalu berhasil, sebab banyak yang harus diatur

dan disesuaikan dengan fungsi ruangan. Berikut adalah beberapa faktor yang dapat

menjadi permasalahan dalam menciptakan sistem akustika alami pada ruangan.

1. Waktu Dengung Tidak Sesuai Fungsi Bangunan

Waktu dengung atau

reverberation time

(RT) sangat penting untuk memastikan suara

terdengar baik dalam ruangan. Setiap ruangan mempunyai waktu dengungnya

masing-masing agar tercipta kenyamanan suara untuk pendengar di dalamnya. Ruangan yang

besar seperti ruang konser, opera, ruang teater ataupun auditorium perlu waktu dengung

yang panjang. Hal itu dimaksudkan agar suara yang terdengar menjadi lebih merdu dan

ruangan tidak terkesan ”mati” (waktu dengung pendek).

(8)

Gambar 1 : Ruangan konser butuh waktu dengung panjang

Sedangkan untuk ruangan-ruangan kecil seperti ruang kelas, kantor ataupun kamar tidur

tidak membutuhkan waktu dengung yang panjang. Waktu dengung yang panjang pada

ruangan kecil akan menimbulkan gema yang besar sehingga pendengar menjadi tidak

nyaman secara auditori. Sehingga, waktu dengung yang pendek cocok untuk ruangan

kecil dan kapasitas pendengarnya juga tidak sebesar ruang konser.

Gambar 2 : Ruang kelas butuh waktu dengung pendek

2. Terjadi Penyimpangan Suara

Penyimpangan suara terjadi pada suatu ruangan karena tekanan suara yang tidak sampai

pada pendengar. Hal ini terjadi karena sumber suara terlalu lemah dibandingkan dengan

volume ruangan. Ruangan yang besar butuh tekanan suara yang besar juga agar suara

dapat sampai ke pendengar. Solusi terbaik agar suara dapat terdengar dengan baik adalah

menciptakan sistem akustik buatan yaitu dengan menambahkan pengeras suara.

(9)

Saat ini sudah banyak teknologi canggih dari pada pengeras suara yang ada pada gambar.

Speaker yang didesain sudah digital bahkan dapat dipasang pada instalasi ducting pada

plafon.

Selain menciptakan sistem akustik buatan, sistem akustik alami juga dapat diciptakan

meskipun sedikit pengaruhnya jika perbandingan sumber suara dan volume ruangan

terlalu besar. Sistem akustik alami dapat diciptakan dengan memperhatikan material dan

bahan pada ruangan seperti material yang mempunyai koefisien serap tinggi dapat

dikurangi agar suara tidak banyak terserap. Hal itu dapat diganti dengan bahan yang

mempunyai permukaan yang sifatnya menyebar atau memantulkan suara. Dengan

memperhatikan koefisien permukaan bidang pada ruang, ruangan dapat menjadi lebih

nyaman secara auditori dan tidak tercipta gema.

3. Bentuk Permukaan Bidang Mempengaruhi Suara

Dalam suatu ruang, permukaan bidang sangat mempengaruhi suara. Permukaan bidang

yang datar akan menciptakan sudut datang dan sudut pantul suara sama sehingga tidak

masalah. Namun ada juga permukaan yang tidak datar seperti cekung atau cembung yang

menyebabkan terjadi pemusatan suara dan pemantulan suara secara berlebihan.

Pemantulan suara yang berlebihan dapat menyebabkan gema sehingga kenyamanan

auditori akan berkurang.

Solusi yang dapat diciptakan untuk masalah ini adalah melakukan

treatment

akustik

dengan membuat permukaan bidang yang cekung mempunyai koefisien absorbtif

(menyerap) yang lebih atau diffusif (menyebar). Permukaan absorbtif dapat diciptakan

dengan menggunakan material karpet atau kain tebal.

(10)

Gambar 5: Karpet mempunyai koefisien serap yang tinggi

4. Terjadi Gangguan Bunyi atau Suara (Noise)

Masalah lainnya yang dapat mengganggu kenyamanan auditori dalam suatu ruang adalah

terjadinya gangguan bunyi yang tidak diinginkan atau

noise.

Gangguan bising terjadi jika

pendengar tidak menghendaki adanya suara tersebut. Hal itu bisa terjadi pada ruangan

yang terletak pada lokasi yang lingkungan luarnya bising seperti rumah yang terletak di

pinggir jalan raya atau terdapat daerah konstruksi.

Ruangan khusus seperti studio musik mempunyai isolasi suara khusus agar suara dari luar

tidak masuk ke dalam studio. Selain itu, untuk mencegah suara dari dalam studio agar

tidak mengganggu ruangan lain di luarnya. Karena studio musik biasanya menggunakan

material yang kedap suara atau material yang koefisien serapnya tinggi agar suara dapat

terisolasi dengan baik.

Solusi untuk ruangan-ruangan dalam seperti rumah dapat mendesain building skin yang

bersifat reflektif tinggi agar suara dapat dipantulkan ke luar seperti kaca atau beton.

Material keras seperti kaca mempunyai koefisien serap yang kecil dan koefisien reflektif

yang tinggi. Solusi lainnya adalah menempatkan pohon berdaun lebat untuk meredam

suara bising pada lingkungan.

(11)

BAB 4

STUDI KASUS

4.1 Studi Kasus: ”Akustika Ruang Kuliah GKU Barat” oleh Akbar Aidil Sardi/

13306003/ ITB

”LATAR BELAKANG:

Setiap ruangan, baik tertutup maupun terbuka, tidak terlepas dari akustik ruang. Akustik ruang adalah bentuk atau geometri ruangan yang mempengaruhi distribusi suara di dalam ruangan tersebut. Setiap ruangan memiliki karakter akustik ruang yang berbeda, tergantung pada kegunaan ruangan tersebut. Untuk menyesuaikannya, suatu ruangan dapat dikondisikan dengan mengoptimalkan geometri ruangan. Apabila masih kurang optimal, ruangan tersebut dapat ditambahkan material-material yang

mempengaruhi distribusi suara. Ruang kelas merupakan tempat terjadinya transfer ilmu antara pengajar dengan peserta kuliah. Agar terjadi transfer ilmu yang optimal, dibutuhkan akustik ruang yang sesuai dengan kriteria akustik ruang kelas sehingga peserta kuliah merasakan kenyamanan akustik saat kegiatan perkuliahan.

TOPIK PERMASALAHAN:

Ruang kuliah pada Gedung GKU Barat merupakan ruang kelas yang berukuran besar. Ruang kelas ini tidak sepenuhnya dikondisikan secara akustik. Ruang kelas ini dibentuk bertingkat pada setiap baris peserta kuliahnya dan diikuti dengan bentuk langit-langit yang tidak datar. Namun, tidak digunakan material-material yang dapat mengkondisikan akustik ruangan seperti pada lantai, dinding, langit-langit, meja dan kursi. Ruangan ini didesain untuk dapat menampung peserta kuliah yang banyak, namun hal ini sebaiknya diimbangi dengan kenyamanan akustik yang baik bagi peserta kuliah. Untuk meningkatkan kenyamanan akustik, dapat dilakukan dengan sedikit perubahan pada bentuk ruangan dan penambahan material-material yang mempengaruhi distribusi suara. Peningkatan kenyamanan akustik tidak dapat diketahui besarnya secara langsung, namun perlu dilakukan analisis akustik ruangan yang

menggambarkan besaran akustik ruangan dan perubahan distribusi suara dalam ruangan. JUDGEMENT:

Secara subjektif, kenyamanan akustik ruangan kuliah di Gedung GKU Barat sudah cukup nyaman untuk perkuliahan. Suara langsung dari pengajar masih dapat terdengar jelas sampai barisan paling belakang dan penyebaran suara cukup merata. Ruangan terasa cukup hangat dimana suara pengajar terasa seimbang baik pada frekuensi rendah maupun tinggi. Namun, noise dari sumber lain juga terdengar jelas sehingga sedikitpun noise akan mengganggu kegiatan perkuliahan. Suara dari pengajar juga masih bergema (dengung) yang menyebabkan suara pengajar terdengar kurang jelas. Tingkat tekanan suara yang diterima pada setiap titik juga tidak sama. Peserta kuliah yang duduk di barisan paling belakang mendengar suara yang lebih kecil daripada yang duduk di tengah atau di depan.

Gambar: Ruang Kuliah GKU Barat ANALISIS:

Fenomena-fenomena akustik yang terdapat pada suara antara lain: a. Absorpsi

(12)

itu akan menyerap sebagian atau seluruh energi gelombang suara yang membenturnya. b. Refleksi

Suatu fenomena akustik ketika gelombang suara mengenai suatu material, maka material itu akan memantulkan sebagian atau seluruh energi gelombang suara yang

membenturnya. c. Refraksi

Suatu fenomena akustik ketika gelombang suara berubah arah rambatnya saat gelombang suara tersebut merambat melalui dua lapisan material yang berbeda.

d. Difraksi

Suatu fenomena akustik ketika arah rambat gelombang suara yang sebelumnya merambat pada satu arah menjadi banyak arah. Saat fenomena ini terjadi, energi yang dibawa oleh gelombang suara menjadi terpecah-pecah dan mengalir sesuai dengan arah variasi difraksi.

e. Difusi

Suatu fenomena akustik ketika gelombang suara dilepaskan dalam suatu ruang yang tingkat tekanan suaranya tidak sama di setiap titik. Gelombang suara yang memiliki tingkat tekanan suara tertentu akan mengalir menuju semua titik yang tingkat tekanan suaranya lebih rendah.

f. Transmisi

Suatu fenomena akustik ketika gelombang suara mengenai suatu permukaan material dan material tersebut meneruskan rambatan suara sebagian atau seluruh energi gelombang suara yang membenturnya.

Geometri ruangan sangat menentukan nilai besaran-besaran akustik, terutama waktu dengung. Waktu dengung ruang kelas gedung GKU Barat terasa lebih besar dari standart waktu dengung ruang kelas, terbukti dengan masih adanya sedikit dengung dari suara pengajar. Hal ini disebabkan oleh kurangnya permukaan absorbsi gelombang suara di dalam ruangan. Sebagian besar gelombang suara direfleksi sehingga mengakibatkan dengung. Untuk mengatasi masalah waktu dengung, dapat dilakukan dengan membuat permukaan yang tidak rata pada sebagian permukaan dinding sehingga gelombang suara terdifusi dan memberi material pengabsorbsi gelombang suara pada dinding, lantai dan langit-langit.

Suara langsung dari pengajar dapat diterima setiap peserta kuliah dengan baik, hal ini disebabkan oleh bentuk lantai yang bertingkat pada setiap baris tempat duduk peserta kuliah dan jarak antar tempat duduk peserta kuliah yang tidak terlalu dekat, sehingga suara pengajar dapat sampai langsung ke pendengar tanpa ada penghalang.

Besarnya tingkat tekanan suara yang pada setiap titik tidak merata dapat diantisipasi dengan memodifikasi bentuk ruangan seperti membentuk permukaan pantul terhadap peserta kuliah pada langit-langit. Hal ini dilakukan untuk memanfaatkan gelombang suara yang merambat ke arah lain agar mengarah kepada peserta kuliah sehingga memperkuat tekanan suara bagi peserta kuliah yang posisi duduknya jauh dari sumber suara (pengajar).”-sumber:

(13)

Berdasarkan hasil pengamatan pada kutipan di atas, maka beberapa hal yang dapat

disimpulkan adalah:

1. Dalam mendesain sebuah ruangan kelas atau kuliah, haruslah memperhatikan

kenyamanan akustik agar pendengar khususnya murid atau mahasiswa dapat

mengerti pelajaran dengan baik. Distribusi suara pada ruang kelas GKU Barat

sudah cukup baik dan merata karena model dan geometri kelas yang semakin

lama semakin tinggi (lihat gambar). Hal ini menyebabkan jarak suara ke

pendengar juga tidak jauh beda.

2. Meskipun distribusi suara nya merata, namun tekanan suara pada setiap titik tidak

sama. Pendengar yang duduk paling belakang mendengar suara yang lebih kecil

dari pendengar yang duduk di depan. Oleh karena itu, desain ruangan harus diatur

kembali dengan menambahkan permukaan pantul pada langit-langit. Suara dari

depan, dipantulkan dulu ke langit-langit, baru kemudian sampai ke pendengar.

Dengan begini, tekanan suara dapat rata pada setiap titik.

Gambar: Pemantulan suara terlebih dahulu oleh langit-langit

3. Setelah melakukan pengamatan, penulis karya ini menyimpulkan bahwa waktu

dengung ruang kelas ini lebih panjang dibandingkan standar ruang kelas pada

umumnya. Hal itu dapat dibuktikan dengan masih terdapatnya gema saat

berbicara sehingga suara yang sampai kepada pendengar menjadi tidak jelas.

Gema ini terjadi karena permukaan bidang pada ruang kelas masih banyak yang

bersifat reflektif. Solusi pada masalah ini dapat diberikan dengan mengubah

bentuk permukaan bidang pada kelas seperti tembok belakang menjadi tidak rata

sehingga menimbulkan sifat difusi atau menyebar. Suara yang terpantul ke

tembok belakang menjadi tersebar merata ke kelas dan tidak terpantul kembali.

(14)

Selain itu, menambahkan permukaan yang bersifat absorbsi agar suara dapat

terserap dan mengurangi pemantulan suara secara berlebihan. Material absorbsi

dapat diberikan pada dinding, lantai, langit-langit ataupun furniture.

4.2 Studi Kasus: ”Pengamatan Subjektif Akustik Pada Ruang Serba Guna Mesjid

Salman” Oleh Yatrizal/ 13307021 / ITB

” Abstrak

Ruang serba guna mesjid salman merupakan ruangan yang biasanya digunakan untuk berbagai kegiatan seperti kegiatan rutin pelaksanaan ibadah jumat dan juga beberapa kegiatan pertemuan yang

bernuansakan keislaman. Karena fungsinya yang sangat penting maka aspek kenyaman secara akustik pun perlu untuk diperhatikan,secara subjektif maka ruangan ini dapat dikatakan nyaman secara akustik karena suara dapat didengar dengan baik dari berbagai titik pada ruangan. Dimensi ruangan ini dengan panjang 30 meter dan lebar sekitar 15 meter pola dinding sejajar pada salah satu sisi,sementara 3 sisi lainnya memiliki sudut dan bentuk tertentu. Pengolahan data dilakukan secara subjektif dan melalui rekaman suara yang direkam menggunakan handphone untuk didengarkan kejelasan dan pola dengung yang terjadi.Berdasarkan data rekaman maka ruangan ini memiliki suatu rentang waktu dengung yang relatif pendek. Secara subjektif dari penilaian pengamat maka ruangan ini telah cukup bagus meskipun masih adanya waktu dengung.

A. Latar Belakang

Gedung serba guna (GSG ) ini digunakan untuk kegiatan ibadah seperti ceramah dan shalat jumat selain itu juga digunakan pada agenda khusus seperti pertemuan-pertemuan ataupun seminar keislaman.

Dalam konteks ini maka perlu dihindari adanya cacat akustik seperti echo,resonansi,waktu dengung yang terlalu panjang ataupun masalah kebisingan yang berasal dari luar

ruangan.Waktu dengung yang terlalu panjang akan menyebabkan suara yang didengar tidak terlalu jelas.Hal ini kemudian akan mempengaruhi terhadap kejelasan informasi yang didapatkan oleh pendengar.

Untuk dimensi ruangan yang berbeda maka akan ada perlakuan dan gejala akustik yang berbeda,hal ini pun terkait dengan fungsi ruangan.Seperti yang dijelaskan sebelumnya ruangan ini digunakan untuk kegiatan ibadah yang bisa digolongkan sebagai speech hall.Dan terkadang digunakan untuk ruangan pertemuan atau seminar yang bersifat speech hall.

Maka untuk itu nilai fungsi tersebut perlu diperhatikan beberapa faktor seperti tingkat

kebisingan,waktu dengung ruangan,geometri ruangan dan sistem tata suara.Geometri ruangan ini akan berpengaruh pada pantulan suara,echo dan difusi suara yang terjadi pada ruangan. C. Tujuan penelitian

1. Mengetahui kondisi akustik ruangan GSG salman secara subjektif seperti kriteria kebisingan dan waktu dengung

2. Mengetahui dampak dari bahan pembentuk ruangan dan penempatan posisi tata suara terhadap tingkat kejelasan suara yang didengar.

C. Tujuan penelitian

1. Mengetahui kondisi akustik ruangan GSG salman secara subjektif seperti kriteria kebisingan dan waktu dengung

2. Mengetahui dampak dari bahan pembentuk ruangan dan penempatan posisi tata suara terhadap tingkat kejelasan suara yang didengar.

Penilaian secara Subjektif

Penilaian yang dilakukan oleh pengamat dilakukan secara subjektif dengan mendengarkan langsung ketika melakukan ibadah shalat jumat di GSG Salman dan juga ketika menghadiri beberapa pertemuan yang diadakan di GSG Salman.Data juga diamati melalui rekaman yang direkam ketika pelaksanaan shalat jumat.

(15)

Gambar: Bagian Kiblat (bagian belakang Gambar: Bagian panggung (bagian depan)

Gambar: Langit-langit Gambar: Bagian dinding barat

Gambar: Bagian dinding timur Gambar: Diffuser pada langit-langit

Gambar: Bagian langit-langit Gambar: Penempatan loudspeaker pada panggung Dimensi ruangan:

Ruangan berbentuk bujur sangkar dengan adanya dinding sejajar pada arah yang berhadapan.Namun dinding ini tidak sepenuhnya sejajar karena bentuknya yang memiliki beberapa perubahan sudut terutama pada bagian dinding timur. Pada dinding sebelah timur dibentuk dari semen dengan plesteran cat berwarna putih dan juga memiliki permukaan kaca yang cukup luas.Pada dinding sebelah barat juga berupa dinding dari semen dan terdapat dua buah pintu pada sisi sebelah barat ini.

Pada bagian luar dari dinding sebelah timur terdapat beberapa pohon yang cukup tinggi dan

rindang.Loudspeaker diletakan pada bagian tengah ruangan dan pada bagian sekitar panggung.Bagian lantai selain panggung terbuat dari keramik,sedangkan lantai pada bagian panggung dilapisi dengan karpet.

Pada bagian atap terdapat difusser yang memiliki celah-celah dengan jarak yang teratur.pada bagian ini juga digunakan eternit atau kayu lapis dengan cat berwarna putih.

(16)

Penilaian atau judgement subjektif yang dilakukan pengamat dengan menggunakan indera pendengaran dan menggunakan alat perekam dari handphone memberikan penilaian sebagai berikut:

a. Intimacy

Dengan mendengarkan langsung maka pada vonem pengucapan tertentu terdengar adanya dengung,dengung ini cukup membuat suara yang ditransmisikan sumber (dalam hal ini loudspeaker yang terdapat pada bagian tengah dan pada bagian panggung) terganggu.Kondisi dengung ini terjadi pada saat jumlah jamaah memenuhi ruangan. Pada acara khutbah jumat maka layar ditempatkan pada arah yang berlawanan dengan panggung dan dengan adanya posisi penempatan loudspeaker seperti yang telah dijelaskan sebelumnya ternyata tidak menimbulkan nuansa bahwa penceramah berbicara dari arah mihrab atau suara berasal dari bagian depan(bagian yang terdapat layar)

Hal ini mungkin mengurangi intimacy dari suara yang didengar karena ketika mendengarkan khutbah jumat maka diharapkan suara terdengar dari arah mihrab.

b. Aspek bising dari lingkungan sekitar

Letak ruangan serba guna salman yang berada pada lantai dua dan juga cukup jauh dari jalan raya menyebabkan bising atau noise yang berasal dari luar ruangan bisa dikatakan tidak ada,ditambah lagi pada sekitar wilayah ruangan ini terdapat beberapa pepohonan yang dapat berfungsi sebagai barrier alami terhadap kebisingan dari luar ruangan.

c. Dominansi suara langsung

Berdasarkan data yang direkam maka tidak terdengar adanya perbedaan waktu yang signifikan antara suara langsung dengan suara pantul,sehingga suara masih dapat terdengar walaupun permasalahannya adalah waktu dengung ruangan yang mengakibatkan energi suara didalam ruangan meluruh dengan waktu yang relative lama.

d. Distribusi suara

Distribusi suara yang didengarkan cukup baik karena adanya penempatan loudspeaker pada beberapa tempat didalam gedung serbaguna ikut membantu dalam perataan tekanan suara yang dapat didengarkan.

e. Warmth

Kriteria ini menggambarkan kualitas dengung yang berasal dari sumber suara pada frekuensi rendah.Apabila waktu dengung yang terjadi pada frekuensi rendah lebih panjang daripada pada waktu frekuensi tinggi maka bisa dikatakan ruangan tersebut warmth.

Paramater ini mendapatkan bahwa pada saat khutbah jumat maka dengung dapat terdengar lebih lama dibandingkan ketika adanya bunyi frekuensi tinggi (berdenging) yang berasal dari loudspeaker.Artinya ruangan ini memiliki tingkat warmth yang relative baik.

f. Clarity dan Fullness

Clarity(Kejernihan) adalah ukuran yang bermanfaat untuk melakukan penilaian kualitas suara m usik dan percakapan,ada beberapa faktor yang mempengaruhi clarity antara lain

a. Initial Time Delay,initial time delay harus cukup pendek antara suara langsung dan suara pantul pertama agar tidak terjadi pelemahan gelombang suara

b. Suara langsung harus cukup keras untuk tiap posisi pada ruangan c. Suara dengung tidak terlalu keras untuk menutupi suara langsung

Berdasarkan parameter diatas maka initial time delay dari ruangan ini cukup pendek sehingga mengakibatkan adanya dominansi suara langsung yang cukup besar dibandingkan dengan suara pantul,lalu penyebaran suara pada tiap posisi didalam ruangan pun cukup merata karena adanya sistem tata suara yang membantu dalam pendistribusian tekanan suara namun suara dengung masih dapat dirasakan walaupun tidak terlalu keras sehingga dapat menutupi suara langsung.

Jadi secara keseluruhan maka dapat dikatakan ruangan ini cukup jernih walaupun tidak bisa dikatakan sangat baik namun mencukupi untuk nilai fungsi ruangan yang dapat dikategorikan sebagai speech hall.

g. Difus

Difus disini mungkin dapat dirasakan secara subjektif melalui sebaran suara pada berbagai posisi,secara keseluruhan dengan adanya diffuser pada area atap dan pada area sebelah timur dari ruangan menyebabkan kualitas distribusi suara cukup merata.

(17)

Secara garis besar, aksutik Gedung serba guna Mesjid Salaman ini sudah cukup baik dengan adanya tingkat kejelasan suara yang merata pada berbagai posisi,pada bagian waktu dengung masih terdapat jeda relative lama.sementara initial time delay telah relative pendek dan memenuhi untuk nilai fungsi speech hall yang akibatnya dominansi suara langsung masih lebih besar dibandingkan suara pantul.Hal ini juga membuat suara yang didengar dapat cukup jelas.

Pada bagian intimacy dan suasana dalam pendengaran memang ada permasalahan ketika

loudspeaker diletakan pada bagian samping dan belakang ruangan namun hal ini tidak mempengaruhi tingkat kejelasan suara.” -sumber:

http://jokosarwono.files.wordpress.com/2010/03/laporan-pengamatan-subjektif-akustik-gsg-salman-yatrizal-13307021.pdf

Berdasarkan kutipan laporan pengamatan di atas, maka yang dapat disimpulkan adalah:

1. Bangunan mesjid termasuk ruangan yang membutuhkan sistem akustik khusus

agar dapat memenuhi kenyamanan akustiknya. Berbeda dengan ruang kelas,

mesjid termasuk pada

ruangan pidato, ceramah atau speech hall.

Ruangan

ceramah harus dapat memberikan kualitas dan kenyamanan suara yang baik agar

pendengar dari seluruh titik dapat mendengarnya. Dalam kasus Gedung Serba

Guna Mesjid Salaman, distribusi suara ke semua titik sudah dapat terpenuhi. Hal

ini disebabkan sistem akustiknya menggunakan sistem akustik buatan yaitu

dengan tambahan

loudspeaker

pada area samping dan panggung. Jika tanpa

menggunakan sistem akustik buatan, suara akan sulit merata karena ruangannya

luas dan kosong (tanpa dinding atau sekat).

2. Saat jemaah memenuhi ruangan, ada suara dengung yang terdengar. Hal ini

berarti waktu dengungnya masih belum pas dan sedikit panjang. Namun dengung

yang terdengar masih dapat ditutupi dengan suara dari pengeras suara.

3. Ruangan pada mesjid ini tidak terdapat gangguan bising atau noise karena letak

bangunannya yang jauh dari jalan raya. Selain itu, kalaupun ada bising, di

sekeliling mesjid terdapat barier alami yaitu pohon yang lebat yang dapat

menghalangi bunyi yang tidak diinginkan masuk ke ruangan.

4. Distribusi suara pada ruangan GSG Mesjid Salman selain dibantu oleh pengeras

suara juga dibantu oleh elemen arsitektur pada bagian langit-langitnya yaitu

adanya difuser. Difuser ini membantu suara yang terpantul menjadi menyebar ke

segala arah sehingga suara dapat terdengar ke semua titik dalam ruangan.

(18)

Gambar: Diffuser yang membantu distribusi suara ke seluruh ruangan

5. Tingkat warmth pada GSG ini termasuk cukup baik sebab saat diamati ketika

khotbah jumat dimulai, suara dengung yang terdengar lebih lama dan panjang

dibandingkan saat menggunakan pengeras suara. Sebuah ruangan dapat dikatakan

warmth apabila waktu dengung yang terjadi pada frekuensi rendah (saat khotbah

jumat) lebih panjang daripada saat frekuensi tinggi (menggunakan pengeras

suara).

4.3 Studi Kasus: ”Studi Penerapan Sistem Akustik Pada Ruang Kuliah Audio Visual

(AV)” oleh Hedy C. Indrani dan Citra Cahyawati / Universitas Kristen Petra

Surabaya

” Akustik RuangDalam sebuah ruangan, terdapat fenomena suarayang terjadi didalamnya. Fenomena tersebut akancukup mempengaruhi suara yang diterima olehpengguna ruangnya. Dalam ruangan tertutup terdapatdua hal yang dapat mempengaruhi suara pada saatditerima oleh pengguna ruang, suara langsung yangditerima dari sumber suaranya dan suara pantul yangdipantulkan oleh elemen-elemen interior yang ter-dapat dalam ruangan itu sendiri, baik dinding, lantai,maupun plafonnya. Jarak sumber dengan pendengarcukup mempengaruhi besarnya suara yang diterimapendengar. Karakter atau sifat sebuah ruangan juga mem-pengaruhi besarnya energi suara yang sampai kepadapendengar. Ruangan sendiri memiliki karakter yangberbeda-beda satu dengan yang lainnya. Ada ruanganyang bersifat memantulkan suara yang terdengardalam ruangan, namun ada juga ruangan yang suara tersebut. Ruangan yang bersifatmemantulkan suara akan memantulkan suara yangterjadi di dalam ruangan tersebut, sedangkan ruanganyang bersifat menyerap akan menyerap energi suarayang sampai sehingga tidak ada suara pantul yangdikeluarkan oleh elemen-elemen interior ruangan.Selain itu, terdapat beberapa reaksi permukaan yangberpengaruh terhadap gelombang suara yang terjadi.Reaksi yang terjadi terhadap gelombang suara antara lain:

a. Reaksi Serap (absorption)

Reaksi serap ini terjadi akibat turut bergetarnyamaterial terhadap gelombang suara yang sampaipada permukaan material tersebut. Sebagian darigetaran tersebut terpantul kembali ke ruangan,sebagian berubah menjadi panas dan sebagian lainditeruskan ke bidang lain dari material tersebut.Contohnya, musik dari ruang sebelah dapat ter-dengar apabila tidak dipasang peredam suara.Bahan kapas, karpet, dan sejenisnya memilikireaksi serap yang lebih tinggi terhadap gelombangsuara dan frekuensi tinggi dibandingkan denganfrekuensi rendah. Sedangkan tembok, kaca, besi,kayu umumnya meneruskan sebagian energigelombang nada rendah ke sisi lain dari materialtersebut, dan sebagian gelombang suara bergetar-nya menjadi panas dan sebagian lain dipantulkankembali ke ruang dengar.

(19)

Dalam ruang kosong apabila menepuk tangan danmendengar suara pantulan setelah menepuktangan. Suara pantulan terjadi berkali-kali denganwaktu dan bunyi yang tidak teratur. Cara meng-atasi suara pantulan yang terjadi adalah denganmeletakkan panel akustik yang berfungsi sebagaipenyerap suara yang tidak diinginkan atau diffuseryang menyebarkan energi pantulan ke berbagaiarah dan akan meniadakan pantulan suara. Materialnya bisa berupa permadani yang di-gantung di dinding, karpet di atas lantai, kordenpada dinding atau jendela, atau material penyerapsuara di dinding.

c. Reaksi Sebar atau Ditembuskan (transmission)

Salah satu solusi akustik yang terbaik adalahmeletakan panel serap dan sebar (difusi) padabidang pantul pararel. Frekuensi rendah biasanyatidak diserap oleh karpet atau rug, sehinggamenghasilkan fase negatif pada frekuensi midbassyang saling meniadakan, akibat dari interfensisuara langsung dan suara pantulan yang seringdisebut dengan “Allison Affect” yang diambil darinama desainer loudspeaker Roy Allison. Panelsebar mengubah energi suara dari satu arah dansatu besaran menjadi kebeberapa arah

denganbeberapa besaran. Dalam perancangan akustik sebuah ruang, tidakpernah terlepas dari yang namanya pemilihan materialdalam desain ruangan tersebut. Pemilihan material-material yang digunakan sangat mempengeruhi sistemkedap suara atau yang lebih dikenal dengan sebutansistem akustik ruangan. Menurut Peter (1986:33),bahan-bahan penyerap bunyi sendiri dibedakan men-jadi:

a. Bahan peredam berpori-pori (porous absorbers)Terdiri dari material berupa butiran dan berserat,diproduksi dari kaca atau mineral fibers.

b. Peredam berselaput (membrane absorbers)Berbentuk panel tipis, biasanya berupa kayu lapisyang terdapat diatas ruang hampa udara dan didepan sebuah penopang keras.

c. Penyerap berongga (cavity or Helmholtz absorbers)Biasanya berupa volume tertutup dengan peng-hubung udara berbentuk leher celah sempit denganudara disekitarnya.Perancangan ruang dengan sistem akustik yangsesuai memang perlu dipikirkan dengan baik bagiseorang perancang ruang. Sistem

keterasingan terkadang juga dibutuhkan untuk memberikan areaprivasi bagi penggunanya sesuai dengan fungsi ruangyang ada.

Sebagai perencana akustik ruang, penge-lompokan ruang dengan kesamaan interferensi akustik(ruang kantor, kelas, ruang rapat) mengharuskanperencana ruang mengetahui tingkat kebisingan yangdihasilkan. Kriteria dasar sebuah ruangan yang digunakanuntuk speech yang baik adalah suara yang ada

dapatdidengar dengan jelas dan cukup keras (Lawrence,1970:126). Akustik untuk speech merupakan akustikdengan tingkat kenyaringan yang cukup tinggisehingga pendengar dapat menerima suara yangdisampaikan oleh pembicara dengan baik. Gaung dandengung yang ada harus diminimalisasi sehinggatidak menimbulkan noise atau efek feedback yangmenganggu bagi pendengar. Dalam

perancangan ruang kuliah, hal-hal yangharus diperhatikan adalah:a. Bentuk dan volume ruang kuliah,b. Faktor-faktor yang sangat mempengaruhi kondisimendengar, danc. Pengaruh geometri pandangan ruang, yaitupelingkup horisontal dan vertikal garis pandangyang baik.Reverberation time ruang kelas yang penuhberkisar antara 0,6 sampai 0,8 detik pada frekuensitengah, dan biasanya bergantung volumenya. Dalamusaha menghindari bising eksterior, ruang kuliahsekarang lebih memilih untuk menggunakan pen-cahayaan dan penghawaan buatan, yang manapenpen-cahayaan dan penghawaan buatan tersebut juga memberikan background noise dalam sebuah ruangitu sendiri.

HASIL DAN PEMBAHASAN

Ruang kuliah Audio Visual yang digunakansebagai tempat penelitian dibedakan menjadi 2 (dua)yakni ruang Audio Visual di Gedung P (AVP) danruang Audio Visual di Gedung T (AVT).Ruang AVP memiliki bentukan segienamdengan luas ruang 126,94 m2 dan berkapasitas + 120orang. Model ruang AVP dibedakan menjadi 2 (dua)jenis yakni ruangan dengan pola lantai datar danruangan dengan pola lantai berundak. Sedangkan ruang AVT berbentuk segiempat danmemiliki 2 (dua) luasan ruang yang berbeda yakniruang dengan luas 267,84 m2 berkapasitas +216orang, serta ruang dengan luas 401,76 m2 berkapasitas+324 orang.

Hasil Wawancara

Berdasarkan wawancara yang dilakukan ter-hadap pengguna ruang didapatkan hasil bahwasebanyak 42,5% pengguna merasakan ruang kuliahAVT sudah cukup nyaman, sedangkan 20% merasa-kan ruang kuliah AVP sudah nyaman. Sebanyak 30%pengguna merasa kurang nyaman dengan ruangkuliah AVP dan 7,5% merasa kurang nyaman denganruang kuliah AVT. Alasan kurang nyamannya ruangkuliah AVP

(20)

sendiri dikarenakan elemen interior danperalatan yang ada kurang terawat dengan baik danjuga suara yang didengarkan di dalam ruangan masihterdengar kurang jelas, berdengung, pecah, sertapenyebaran distribusi suara yang dihasilkan masihkurang merata. Sedangkan alasan kurang nyamannyaruang kuliah AVT adalah suara yang dihasilkankadang-kadang kurang jelas dan bergema.

Setelah dilakukan wawancara dengan pengguna,selanjutnya dilakukan pengukuran background noisepada ruang kuliah AV sebanyak 2 (dua) kalipengukuran, yakni background noise dengan sumbersuara dan background noise tanpa sumber suara.Pengukuran background noise dengan sumber suaradilakukan di tengah ruangan dalam keadaan pen-cahayaan buatan dan penghawaan buatan menyala,yakni dengan menyalakan lampu-lampu ruangan danAC ruangan yang ada. Hasil pengukuran menunjukkan background noise antara 67-73 dB. Sedangkanhasil pengukuran background noise tanpa sumbersuara berkisar antara 38-65 dB. Hasil pengukurankeduanya masih berada dibawah standar maksimalkebisingan yang diijinkan untuk ruang AV yakni 80-94 dBA.

Background Noise ruang kuliah AVP

Pembagian titik ukur ruang kuliah AVP dilaku-kan dengan jarak setiap 180 cm/titik. Dengan demiki-an, terdapat 38 titik ukur dengan 1 titik tengah barispertama sebagai sumber suaranya

Background Noise ruang kuliah AVT

Pembagian titik ukur ruang kuliah AVT dilaku-kan dengan jarak setiap 180 cm/titik. Untuk ruangAVT 501 dan 503 terdapat 70 titik ukur dengan 1 titiktengah baris pertama sebagai sumber suaranya.Sedangkan pada ruangan AVT 502 terdapat 110 titikukur dengan 1 titik tengah baris pertama sebagaisumber

suaranya juga. Pengukuran ruangan AVT 501 dan AVT 503 di-lakukan dengan mengambil sample ruangan di AVT503. Hal ini dikarenakan luasan ruangan, materialpembentuk ruangan, dan kondisi sekitar ruangan AVT501 dan AVT 503 sama, sehingga background noiseyang dihasilkan juga akan sama.

Hasil Verifikasi Reverberation Time

Verifikasi perhitungan Reverberation Time(RT) dilakukan dengan menggunakan 3 (tiga)macam cara yakni perhitungan secara manual,perhitungan menggunakan bantuan software Auto-desk Ecotect Analysis 2011, dan software Arms-trong Reverberation Time. Dalam perhitungan RTruang kuliah AVP tidak dapat dilakukan denganprogram Armstrong Reverberation Time, hal inidikarenakan program tersebut hanya bisa untukbentuk ruang yang sederhana saja maksimalsegienam, sedangkan untuk ruang kuliah AVP me-miliki bentuk segidelapan.

(21)

SIMPULAN

Penelitian akustik ruang kuliah Audio Visualmemberikan rekomendasi desain akustik yang baikuntuk ruang kuliah Audio Visual di UniversitasKristen Petra, Surabaya. Penelitian ini dilakukanmelalui 3 (tiga) treatment untuk menaikkan RT ruangkuliah AVP di Universitas Kristen Petra. Treatment yang pertama dilakukan dengan mengganti materialpada furnitur ruang sehingga menaikkan RT dari 0,19-0,24 detik menjadi 0,36-0,55 detik dalam occupancy0% (keadaan ruang kosong). Kondisi ini dinilai masihbelum dapat digunakan sebagai ruang kuliah AudioVisual dengan akustik yang baik, karena belummasuk dalam standar RT yang dianjurkan untuk ruangspeech. Treatment yang lain adalah dengan menggantimaterial non-struktural dalam ruangan (material lantai,partisi, plafon, jendela, maupun furnitur). RT

yangdihasilkan merupakan RT yang tertinggi dari tigatreatment yang ada, namun masih berada dalam rangestandar RT yang dianjurkan, yakni 0,57-0,59 detikdalam occupancy 0% dan 0,49-0,51 detik dalamoccupancy 100% (ruangan terisi penuh sesuai dengankapasitasnya).

Treatment yang terakhir adalah denganmenggunakan material dalam treatment kedua,namun ditambahkan dengan panel multipleks padadinding partisinya yang ternyata menyerap suara yangdihasilkan sehingga menghasilkan RT berkisar antara0,56-0,58 detik. Dengan demikian, RT yang dihasil-kan masih lebih rendah dari RT dalam treatmentkedua. Treatment kedua akhirnya dipilih sebagaidesain akustik yang paling sesuai dengan standarruang speech, dimana RT yang dihasilkan merupakanRT tertinggi dari treatment-treatment yang ada namunmasih tetap berada dalam standar RT yang dianjurkan.Dengan demikian, ruang Audio Visual dapat ber-fungsi dengan maksimal jika ditunjang dengan sistemakustik yang baik.” -sumber:http://webcache.googleusercontent.com/search?

(22)

Hal-hal yang dapat disimpulkan dan bermanfaat dari hasil studi pengamatan di atas

adalah:

1. Uji teoritis bahwa dalam mendesain sistem akustik ruang hal yang harus

diperhatikan adalah fenomena suara yang terjadi di dalamnya. Fenomena tersebut

cukup mempengaruhi suara yang diterima oleh pendengar. Dalam ruang tertutup,

suara yang diterima pendengar adalah suara langsung dari sumber dan suara

pantul yang dipantulkan oleh permukaan bidang lainnya. Jarak sumber akan

mempengaruhi seberapa besar suara yang diterima oleh pendengar. Selain itu, hal

penting lainnya adalah pemilihan material dalam desain ruang tersebut. Pemilihan

material yang digunakan sangat mempengarui sistem akustik ruangan seperti sifat

material yang absorbtif, difusi, dan reflektif.

2. Pada pengamatan ruang kuliah audio visual, dilakukan pada dua gedung yaitu

gedung P (AVP) dan gedung T (AVT). Hasil studi dilakukan dengan pengamatan,

pengukuran dan wawancara. Hasil wawancara terhadap ruang AVP menunjukkan

bahwa sebagian besar pengguna ruang sudah nyaman dengan ruangannya, namun

masih ada juga sebanyak 30% merasa kurang nyaman. Hal ini disebabkan oleh

dengung yang terjadi, suara pecah dan distribusi suara yang tidak merata pada

setiap titik.

3. Suatu ruangan dinilai baik secara akustik juga dilihat dari noise atau gangguan

suara yang tidak diinginkan yang terjadi pada ruangan tersebut. Pada pengamatan

ini, penulis melakukan pengukuran background noise sebanyak dua kali dengan

perbedaan dari sumber suara dan tanpa sumber suara. Pengukuran dilakukan

dengan membagi ruangan menjadi beberapa titik dan menggunakan desibelmeter.

Sehingga didapat hasilnya sedemikian rupa dan dapat disimpulkan bahwa noise

yang terjadi masih di bawah standar maksimal noise pada ruang yaitu 80-94 dB.

4.

Reverberation time

atau waktu dengung adalah faktor terpenting untuk

menentukan suatu ruangan baik atau tidak secara akustik. Untuk ruang audio

visual, RT yang ideal adalah 0.36-0.55 detik dalam keadaan kosong. Pengamatan

(23)

yang dilakukan pada ruang AVP dan AVT Petra menunjukkan bahwa RT nya

masih di bawah standar yaitu 0.19-0.24 detik. Hal ini akan mempengaruhi kualitas

suara yang didengar oleh penerima. Solusi yang dapat dilakukan adalah dengan

mengganti material pada furniture ruang AVP dan AVT menjadi material yang

memiliki koefisien lebih rendah dari material aslinya. Solusi lainnya adalah

dengan mengganti material non struktural dalam ruang menjadi material yang

bersifat absorbtif atau difusif.

4.4 Studi Kasus: Apartemen Metropolis

Gambar: Masterplan Apt. Metropolis

”Pada gambar 1 di atas dapat dilihat penyusunan unit-unit apartemen pada Apartemen Metropolis.

Bagian yang berwarna merah merupakan unit apartemen yang memiliki kemungkinan bising paling besar yang berasal dari sistem utilitas yang berwarna biru. Jadi harus ada pengendalian bising yang lebih pada unit-unit apartemen tersebut. Selain itu juga harus ada pengendalian bising antar unit apartemen supaya setiap unit apartemen tidak saling mengganggu dan menjaga privasi antar penghuninya.

Gambar: Denah unit

Terdapat dua tipe unit apartemen pada Apartemen Metropolis, yang pertama adalah tipe studio, yang lain adalah tipe 1 bedroom. Susunan unit‐unitnya adalah tipe double loaded corridor, di mana satu korid or diapit oleh dua

baris unit apartemen. Susunan ini memungkinkan setiap apartemen akan mendapatkan bising yang berasal dari koridor dan dari sisi kanan‐kiri unit tetangga. Material yang digunakan

(24)

untuk menyekat antar unit apartemen dan koridornya adalah material dinding yang diplaster, yang memili ki nilai TL: 45 dB, dan nilai ∝= 0.06 (Szokolay, 2004). Sedangkan sisi yang menghadap koridor adalah dinding dan pintu. Dengan menggunakan gambar 5, dapat dihitung nilai TL kombinasinya, yaitu pe rbandingan luas dinding dan pintu adalah 1:6 dengan

selisih nilai insulasi 10 dB, jadi nilai TL kombinasinya adalah 45 – 3 = 42 dB, nilai

α pintu kayu = 0.15, dan nilai α jendela kaca = 0,1.Akan dilakukan perhitungan noise reduction pada kedu a unit apartemen ini. Unit studio dihitung ruang tidurnya, sedangkan unit 1 bedroom dihitung

ruang duduknya.

Hasil perhitungan diatas menyebut kan bahwa

partisiyangmenghalangiantar unit bisa mengurangi bising sebesar 33 dB, dan partisi yang menghalangi unit dan koridor mampu mengurangi bising sebesar 34 dB. Jadi pada satu unit sedang dilakukan kegiatan memasak, atau menyedot debu, atau telepon

berdering, maka akan timbul suara sebesar 80 dB dari unit tersebut.

Dilihat dari perhitungan NR, maka suara yang akan sampai ke unit tetangganya adalah sebesar 80 – 33 = 47 dB. Nilai ini masih terlalu tinggi di atas zona kenyamanan bising untuk ruang tidur dan ruang duduk, yaitu 30‐35. Tapi bilasatu unit hanya melakukan aktivitas berbicara sebesar 60 dB, maka suara yang sampai ke unit tetangganya adalah 60‐33= 27 dB, nilai ini masih memasuki zona kenyamanan. Dari perhitungan dua macam unit apartemen di atas, bisa dilihat bahwa

luasan partisi yang tidak terlalu besar selisihnya tidak akan merubah nilai NR, tapi perbedaan material ak an merubah nilai NR. Dari hasil tersebut juga bisa dilihat bahwa kayu ( pintu yang menghalangi unit dan koridor) berperan lebih besar

dalam mengurangi bising, meskipun selisihnya hanya 1 dB, tidak terlalu terasa perbedaannya.

Berikutnya dilakukan sedikit modifikasi pada material dinding dengan menggantinya dengan bahan 110 mm brick, 2 x (12 render, 50 x 12 battens, 12 softboard with bonded 6 mm hardboard) yang memiliki TL sebesar 54 dB.” –sumber:

(25)

Hasil yang dapat disimpulkan dan dimanfaatkan dari pengamatan tentang pengendalian

bising pada unit apartemen adalah:

1. Suara bising yang terjadi pada unit apartemen disebabkan oleh utilitas gedung itu

sendiri. Hal itu terjadi pada unit apartemen yang terletak dekat dengan sistem

utilitas. Jika suara bising itu terus menerus masuk ke dalam unit, penghuni tidak

akan nyaman dengan suara bising tersebut. Karena itu harus ada penanggulangan

pada ruang unit. Hal itu bisa dilakukan dengan menggunakan material yang lebih

tebal dengan nilai TL lebih besar. Nilai TL ini berfungsi untuk mengurangi noise,

sehingga tidak terlalu mengganggu penghuni.

2. Solusi kedua adalah dengan memisahkan struktur ruang utilitas dengan struktur

unit yang ada di dekatnya. Dengan begitu, ruang utilitas dapat dimodifikasi

sedimikian rupa sehingga tidak mengganggu unit disebelahnya. Pemisahan

struktur ini bisa diikuti dengan pemberian dinding ganda sehingga dapat meredam

suara bising lebih baik lagi agar tidak masuk ke unit hunian.

3. Solusi terakhir adalah bisa memberikan cavity atau rongga pada dindingnya.

Dinding dapat didesain memiliki rongga sebelum sampai pada dinding unit. Hal

ini dapat meredam suara bising dari unit utilitas lebih baik.

4.5 Artikel: Kebisingan Pada Bangunan

” Perkembangan teknik dan daya hidup modern menyebabkan banyak sekali mesin dan

sumber-sumber bunyi yang menggangu pendengaran manusia. Gangguan ini semakin besar, banyak dan tersebar sampai ke pelosok. Selain kerusakan-kerusakan pada pendengaran yang dapat membuat telinga tuli, kesehatan manusia pada lapisan vegetative bisa menderita karenanya. Kerja jantung dan peredaran darah memburuk, lalu daya perut dan pencernaan menurun bersama dengan daya kerja dan kegembiraan hati yang tidak jarang menimbulkan akibatnya yang sedih. Gangguan bunyi merupakan beban berat untuk jaringan saraf dan bisa merusak hubungan baik antara manusia. Ada dua macam sifat bunyi, yaitu:

1. Bunyi yang diinginkan, seperti pada pembicaraan atau mendengarkan music. Kondisi ini menurut system akustik yang baik menyangkut sumber bunyi, media rambatan, dan penerima.

2. Bunyi yang tidak diinginkan seperti bising lalu lintas atau bising kerammaian lingkungan sekitar. Kondisi ini membutuhkan langkah pengendalian intensitas bising pada sumbernya atau memindahkan sumber bising sejauh mungkin dari penerima. Selain itu, dibuat pengahalang pada media perambatan serta perlindungan bising pada penerima.

Gangguan bunyi di dalam bangunan akibat bunyi udara menghasilkan bising latar belakang. Bising latar belakang adalah campuran beberapa bising yang ada dalam ruang yang tidak ditempati yang ditimbulkan oleh instalasi teknik gedung, oleh lalu lintas kendaraan di luar, oleh kegiatan umum di

(26)

kantor dalam ruang-ruang yang berdampingan dengan ruang penerima, dan lain sebagainya. Untuk menghindari gangguan bunyi dapat diatur konstruksi lantai, dinding, dan langit-langit dengan pemilihan bahan bangunan yang memadai.

Karena bangunan di daerah tropis memiliki konstruksi sangat ringan dan dinding luarnya terbuka maka sulit sekali meredam suara, melalui konstruksi gedung dan pemilihan bahan bangunan. Akan tetapi, walaupun berada dalam gedung tertutup yang ber-AC, seperti rumah makan, pasar swalayan, dan sebagainya, telinga masih tetap sakit karena pencemaran udara seperti pengeras suara, dan music lainnya.

Bising lingkungan perlu dikendalikan untuk menghindari gangguan kesehatan bagi manusia yang berdiam di lingkungan bising tesebut. Pengaruh bising lingkungan pada pendengaran ditentukan oleh intenstas tingkat kebisingan dan lamanya kebisingan itu.

Yang terpenting dalam pengendalian bising lingkungan adalah bagaimana menetapkan batas bising sehingga memperkecil resiko pengaruh yang merusak pendengaran. Atau setidaknya tidak menggangu aktivitas penghuni dalam ruangan.

Kriteria Kebisingan

Penanggulangan kebisingan dalam bangunan a. Kemampuan membendung gelombang

Faktor ini berkaitan dengan bahan yang dapat menyerap bunyi suara bagus tetap tidak bisa membendung atau menghalang-halangi arus penjalaran gelombang-gelombang bunyi. Dibanding semua bahan, yang paling istimewa adalah kayu. Kayu terdiri dari sel-sel besar dan kecil yang satu sama lain tumbuh lekat, sehingga rongga kayu banyak mengubah energi bunyi menjadi energi gesekan atau kalor. Tetapi kayu cukup padat dan elastic juga untuk berfungsi sebagai membrane resonator yang memungkinkan pemantulan bunyi. Kombinasi daya serap dan daya resonansi serta

penghalangan bunyi-bunyi yang begitu bagus tidaklah terdapat pada bahan-bahan organik atau logam. Kayu juga berfungsi untuk pengolahan gelombang-gelombang dari yang berfrekuensi cukup tinggi sampai yang rendah, dan karenanya sampai kini merupakan bahan paling ideal penyelesaian masalah akustik. Selain kayu, bamboo juga merupakan bahan akustik yang luar biasa bagusnya, karena dalam bentuk lampit atau tikar bambu .Prinsip resonator sudah ditemukan secara alamiah, sehingga pembuatan khusus lubang-lubang sempit sebetulnya sudah tidak diperlukan lagi. Terutama bila dilihat susunan bahan bambu sendiri (kulit relative keras dan daging kayu relatif lunak). b. Koefisien serapan bunyi

Faktor ini menjelaskan tentang bunyi yang masuk ke dinding sebagian diserap oleh dinding dan menghilang (absorpsi) sebagian lagi dihantar oleh dinding dan merambat terus kemana-mana (hantaran) dan ada yang keluar lagi di hawa udara di pihak lain dari dinding. Yang keluar ini sebagian karena bunyi menembus dinding melalui pori-pori bahan dinding (transmisi) dan sebagian keluar karena resonansi (transmisi resonansi). Berapa bunyi yang masuk dipantulkan kembali, diserap, dihantar terus melalui molekul-molekul udara dalam pori-pori bahan atau pun oleh bahan itu sendiri, dan berapa dikeluarkan karena gejala resonansi tergantung dari banyak unsur, seperti sifat bahan dinding, tebal bahan, susunan lapisan-lapisan dinding, keadaan kelembaban dan sebagainya. Serapan bunyi akan total terjadi apabila gelombang-gelombang bunyi menjumpai lubang atau jendela atau hilang di luar. Oleh karena itu perhitngan kemampuan penyerapan bahan atau dinding sering dibandingkan juga dengan kesatuan yang disebut 1 m² jendela terbuka.

Karena penyerapan tergantung juga dari sudut sentuhan gelombang dengan permukaan, maka secara teoritis faktor sudut sentuhan itu juga harus diperhitungkan. Tetapi dalam praktek koefisien serapan yang kita pakai adalah hasil pencatatan eksperimentil dari sentuhan-sentuhan gelombang bunyi pada

(27)

suatu dinding. Tetapi juga ternyata lagi, bahwa frekuensi bunyi juga ikut menetukan hasil serapan. Kelainan dalam frekuensi bunyi membawa juga kelainan dalam koefisien serapan. Sebetulnya kedudukan sesuatu dinding terhadap yang lainnya dan masih banyak factor pengaruh lain yang menentukan hasil akhir dari serapan.

c. Kategori serapan ruangan dari segi akustik bangunan

Bangunan-bangunan rumah digolongkan dalam tiga kelas: baik, sedang, dan cukup. Selain itu dalam setiap rumah itu sendiri ruangan-ruangan pun digolongan menurut kategori kebutuhan isolasi bunyi. Pertama penggolongan dipertimbangkan atas dua dasar:

1) Kemungkinan untuk menjadi ruangan penghasil bunyi 2) Kemungkinan untuk menjadi ruangan penerima bunyi

Setiap rumah harus meiliki satu ruang yang memenuhi syarat-syarat akustik tertentu sebagi ruang tenang. Maksudny agar dalam rumah paling sedikit ada satu ruang tidur yang lebih tenang daripada ruang-ruang tidur lainnya.

d. Isolasi dinding

Pengetrapan isolasi dinding pemisah terbagi dalam dua keadaan konstruksinya, yakni: ¨ Yang berlapis tunggal, isolasi dinding berlapis tunggal tergantung dari tiga unsur: 1) Volume dinding dan beratnya

2) Jumlah pori-pori di dalamnya (kepadatan) 3) Kekakuan lentur

Semakin tebal dan berat dinding pemisah, semakin sulit pula bunyi dari ruang yang satu merembes ke ruang yang lain. Dari penelitian yang seksama ternyata bahwa kemampuan isolasi bunyi dapat dikatakan berbanding lurus dengan massa penyatuan luas dinding pemisah. Harga isolasi desibel berjalan lurus dengan massa-masa benda penahan bunyi.

Dari segi keuntungan isolasi karena kekompakan massa dapat ditarik kesimpulan, bahwa pembuatan dinding-dinding pemisah harus benar-benar masif padat. Dinding harus kenyang, penuh tak berongga sedikit pun, karena mata rantai yang paling lemahlah yan paling menentukan kemampuan isolasi. Demikian juga pelapisan dengan plester, teruatama untuk bahan-bahan berpori sangatlah mutlak penting, agar kerapatan dan kepadatan terjaga. Sehubungan dengan itu, massa setempat dinding (massa per m² luas per cm tebal) harus rata homogen. Sebab seandainya dinding terselip suatu bagian yang tidak begitu padat, ringan dan keropos, maka tempat lemah itu lagi yang menentukan harga isolasi. Dengan demikian ekonomi bangunan perihal isolasi akustik akan rugi. Selain itu gejala resonansi berperan penting di sini. Dari sebab itu kekakuan bahan punya pengaruh yang agak berlawanan dengan kepadatan massa. Semakin kaku bahan, semakin mirip pir yang kaku dan mendekati pelat dengan sifat membrane, dan semakin mudah bahan beresonansi dengan getaran-getaran yang datang. Terutama terhadap frekuensi-frekuensi yang tinggi. Bila bahan dinding lembek, maka tidaklah mudah ikut resonansi. Seandaipun dinding ikut bergetar, angka getaranya rendah, sehingga lebih mampu untuk memadamkan getaran yang datang karena efek “pengacauan”.

(28)

Perhitungan kemampuan isolasi dinding berlapis majemuk sangat sulit dan rumit serta hanya dapat dikerjakan dalam laboratorium dengan alat-alat seksama. Didning berlapis majemuk lazimnya terdiri dari dua lapisan luar dengan lapisan perantara di tengahnya. Faktor yang mempengaruhi

kemampuan isolasi ialah:

1) Kepadatan bahan dan berat setiap beban lapisan

2) Derajat kekauan bahan dalam hubungan dengan kemampuan resonansinya 3) Jaran antara kedua lapisan luar

4) Lapisan udara di antara dinding atau sifat kekakuan bahan lapisan tengah. Kemampuan isolasi ke seluruh dinding dapat dicapai apabila:

1) Hasil perkalian antara berat bahan dan jarak diantaranya semakin besar

2) Kedua lapisan luar dipisahkan sempurna oleh bantalan udara atau bahan isolasi (biasanya serabut yangberpori terbuka banyak). Tidak boleha ada jembatan bunyi berupa bahan padat, batang pendukung, paku dan sebagainya yang dapat dijadikan jalan bunyi.

3) Kekakuan kedua lapisan luar dibuat tidak sama. Sala satu lapisan dibuat lembek dan begitu mudah menyerap bunyi frekwensi tinggi.

e. Serapan karena transmisi dan resonansi

Setiap penyerapan bunyi pada hakekatnya adalah gejala pengubahan sebagian energi bunyi dari bentuk yang satu (energi mekanis) ke bentuk energi mekanis lain atau ke bentuk energi kalor, sehingga bentuk energi semula seolah-olah “menghilang”. Tetapi pada dasarnya hanya mengubah ke bentuk energi yang lain.

Setiap benda atau unsr konstruksi bangunan hanya satu atau beberapa frekwensi getaran khas (disebut frekwensi sendiri). Pada frekwensi itu benda sangat mudah bergetar, baik karena sendirinya maupun karena sentuhan oleh getaran bunyi.

Penanggulangan kebisingan luar bangunan a. Pemilihan lokasi bangunan dan peraturannya

Penempatan gedung serta pengaturan halaman sekeliling dapat mepengaruhi tingkat gangguan suara. Rumah sakit misalnya tidak baik di letakkan di tepi jalan raya padat lalu lintas dan sekolah pun juga jangan diletakkan di samping pabrik. Demikian juga ruangan kamar tidur sebaiknya diletakkan di sisi yang tenang dan sebagainya.

Tetapi tidak selalu kita bisa memilih lokasi penepatan bangunan yang tepat dan bagus dari segi keamanan terhadap gangguan-gangguan suara dari jalan raya dan sebagainya. Kita dapat cukup tertolong oleh tumbuhan-tumbuhan serta pepohonan. Terutama terhadap suara-suara bising berfrekuensi tinggi, dedaunan punya daya penyerap yang bagus.

Denah bangunan juga harus direncanakan secara seksama dalam hubungannya dengan penjalaran bunyi-bunyi yang mengganggu. Perencanaan denah harus diatur, agar perletakan ruang tidur dan ruangan lainnya yang membutuhkan ketenangan dan jangan didampingkan dengan ruang-ruang yang bersuasana bising.” –sumber: http://febyoktora-archi.blogspot.com/2011/04/kebisingan-pada-bangunan-materi-kuliah.html

Hal-hal yang dapat disimpulkan dan menjadi manfaat dari artikel di atas adalah:

1. Bising dapat mengganggu kenyamanan akustik suatu ruangan. Penanggulangan

yang tepat mengenai bising diperlukan agar penghuni dalam ruangan tidak

terganggu. Suara bising datang dari mana saja, bisa dari suara bising kendaraan

yang lewat karena lokasi yang berada di pinggir jalan, suara bising dari utilitas,

dan sebagainya. Bising bisa ditanggulangi dengan berbagai cara, salah satunya

adalah pemilihan material yang digunakan pada ruangan. Material kayu dinilai

(29)

merupakan material yang paling baik dalam memecahkan masalah bising

sehingga mendapatkan kenyamanan akustik yang optimal. Kayu terdiri dari sel

besar dan kecil yang tumbuh lekat sehingga rongganya dapat mengubah energi

bunyi menjadi energi gesek atau kalor. Kayu dapat menyerap suara bagus tapi

tidak bisa membendung arus penjalaran gelombang bunyi. Kayu juga berfungsi

sebagai membran resonator yang memungkinkan pemantulan bunyi sehingga

kayu mempunyai kombinasi daya serap dan daya resonansi yang baik. Ruangan

akan terhindar dari suara bising akibat kemampuan yang dimiliki kayu. Selain

kayu, bambu juga dinilai baik untuk membantu mengurangi kebisingan pada

ruangan. Hal itu bisa dilakukan dengan menyusun bambu menjadi sebuah bidang

yang bisa dipasang pada dinding.

2. Pembuatan dinding ruang dalam bangunan haruslah tepat, tidak berongga, masif

padat. Plesteran dinding (bata) juga harus baik dan rata homogen agar tidak ada

suara bising yang bisa merambat terlalu banyak. Jika hal ini tidak dilakukan

dengan baik, tidak hanya suara bising dapat merambat dengan mudah, konstruksi

dinding juga tidak akan bertahan lama.

3. Dalam meletakkan posisi ruang (organisasi ruang), harus memperhatikan lokasi

rumah atau bangunan. Jika bangunan terletak jauh dari sumber bising seperti di

pinggir jalan raya, tentu tidak masalah. Namun, jika bangunan terletak di pinggir

jalan raya maka organisasi ruang harus diperhatikan khususnya ruang-ruang

utama. Ruang-ruang utama sebaiknya diletakkan di tengah, yang jauh dengan

sumber bising. Sedangkan ruang-ruang servis seperti tangga, dapur, kamar mandi

atau ruang cuci dapat diletakkan di pinggir sebagai barier bising menuju ruang

utama. Selain organisasi ruang, penataan ruang luar juga berpengaruh. Ruang luar

dapat diberikan pohon-pohon berdaun lebat yang dapat merambat suara bising

agar tidak masuk ke dalam bangunan. Daun punya daya penyerapan yang bagus

sehingga dapat menghalangi suara yang mengganggu.

Gambar

Gambar 1 : Ruangan konser butuh waktu dengung panjang
Gambar 4: Terjadi pemusatan suara pada permukaan cekung
Gambar 5: Karpet mempunyai koefisien serap yang tinggi

Referensi

Dokumen terkait

Penelitian ini menunjukkan bahwa financial target x1, financial stability x2, ineffective monitoring x3, pergantian auditor x4, pergantian direksi x5, dan jumlah foto CEO x6

(5) Penjabaran lebih lanjut mengenai tugas pokok dan fungsi Rumah Sakit Umum Daerah Kelas D ditetapkan dengan Peraturan Bupati.. Bagian Kedua

Dan di Bulan Oktober dimana kita menyambut hari Reformasi, maka memulai suatu kegiatan baru yaitu mengajak dan menghimbau seluruh anggota jemaat yang sudah dan belum membaca

Untuk mempermudah penelitian yang akan dilakukan dan mempertajam permasalahan yang akan dibahas, maka penulis membatasi permasalahan tersebut pada

Dalam teori pendekatan situasional, kepemimpinan yang efektif adalah bagaimana seorang pemimpin dapat mengetahui keadaan baik kemampuan ataupun sifat dari anak buah yang di

(2) Penyalahguna narkotika bagi diri sendiri, yang dimaksud dengan “penyalahguna narkotika” adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum, menurut Pasal

• Mrpkn suatu skala penilaian yg dilakukan pd pasien stroke utk melihat kemajuan hsl perawat fase akut (akibat impairment).. • Penilaian dilakukan2 kali yaitu saat masuk

Pengaruh penggunaan media power point terhadap hasil belajar siswa Untuk melihat bagaimana pengaruh penggunaan media power point. terhadap hasil belajar dengan