• Tidak ada hasil yang ditemukan

STUDI KOMPARASI METODE

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "STUDI KOMPARASI METODE"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

1

STUDI KOMPARASI METODECONTEXTUAL TEACHING LEARNING DAN

METODE CERAMAH TERHADAP HASIL BELAJAR NASIONALISME PADA DIKLAT PRAJABATAN BAGI CPNS PROVINSI BALI

Rusmulyani1)

Abtract

This study aims to improve the learning outcomes of participants Prajabatan Training Bali Province through the application of Contextual Teaching and Learning (CTL) method. This study uses a classroom action research conducted in 2 (two) cycles, carried out on Prajabatan Training with research subjects are participants Preparatory Training Gol.III Bali Province conducted in the Provincial Training Board of Bali in 2016. Research method using Classroom Action Research. Data collection is done through observation, documentation and test. Data analysis was conducted with 3 (three) stages including: data reduction, data presentation and conclusion or verification.\Hypothesis states allegedly through Contextual Teaching and Learning approach (CTL) can improve the learning outcomes of participants Prajabatan Training for materials or the eyes of the nationalism training. Empirical data show that through the implementation of Contextual Teaching and Learning (CTL) method can improve the participants' learning outcomes, from the initial condition of the average score of the participants of training 40 with the completeness of 45.4% to the final condition in cycle II the average score of the participants of training 40 with completeness 100 % Or 11 participants completed training on Preparatory Training Gol.III for material of Nationalism.

Can be concluded through the implementation of Contextual Teaching And Learning method can improve the learning outcomes of participants Prajabatan Training of Bali Province for the eyes of the nationalism training.

Keywords: Learning outcomes, CTL, Lecture, Nationalism PENDAHULUAN

Salah satu faktor yang menjadi penentu keberhasilan suatu lembaga dalam mencapai tujuan yang ingin dicapainya adalah Sumber Daya Manusia (SDM). Penangangan terhadap SDM ini harus dilakukan secara tepat dan menyeluruh di setiap aspek bagian sistem organisasi dari suatu lembaga tersebut. SDM merupakan sumber pengetahuan, keterampilan, dan kemampuan yang terbentuk di dalam diri setiap individu atau perorangan dalam suatu organisasi di suatu lembaga. Di dalam suatu organisasai, SDM menduduki peran yang sangat strategis karena menjadi subyek dan obyek dalam pencapaian tujuan yang akan dicapaioleh suatu organisasi. Meningkatkan kualitas SDM sangatlah diperlukan dalam meningkatkan mutu dari suatu lembaga atau organisasi tertentu. Pegawai Negeri Sipil (PNS) adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu diangkat sebagai pegawai ASN (Aparatur Sipil Negara) secara tetap oleh pejabat pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan sebagaimana tertuang dalam pasal 1 Undang–Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. PNS sebagai aparatur pemerintahan mempunyai peranan penting dan strategis dalam menyelenggarakan tugas

(2)

2

pemerintahan dan pembangunan nasional. Keterlaksanaan dari setiap tugas pemerintahan sangat bergantung pada kemampuan, keterampilaan, disiplin, dan etos kerja dari Pegawai Negeri Sipil. Selain memiliki keempat peranan tersebut, seorang Pegawai Negeri Sipil haruslah memiliki sikap setia dan taat pada Pancasila, UUD 1945, Negara, dan Pemerintah.

Dalam meningkatkan kualitas SDM dari aparatur pemerintahan, salah satu upaya pemerintah dalam peningkatan SDM aparatur adalah melalui pendidikan dan pelatihan (Diklat) ,yang pertama kali diatur dalam Undang Undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok – Pokok Kepegawaian yang menegaskan adanya diklat bagi CASN dan PNS. Diklat Pegawai Negeri Sipil juga diatur dalam Undang – Undang Nomor 43 Tahun 1999 yang menegaskan bahwa untuk mencapai daya guna dan hasil guna yang sebesar–besarnya diadakan pengaturan dan penyelenggaraan Penpeserta diklatan dan pelatihan Pegawai Negeri Sipil.

Diklat adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta peserta diklat secara aktif mengembangkan potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara. (UU RI No. 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, pasal 1).

Veitzhal Rivai (2009) menjelaskan bahwa pelatihan merupakan bagian penpeserta diklatan yang menyangkut proses belajar untuk memperoleh dan meningkatkan keterampilan diluar sistem penpeserta diklatan yang berlaku dalam waktu relatif singkat dengan metode yang lebih mengutamakan pada praktek dari pada teori. Jadi, Pendidikan dan Pelatihan merupakan proses pembelajaran agar peserta diklat dapat mengembangkan potensinya melalui proses pembelajaran dengan menggunakan teori dan mempraktekannya langsung di lapangan.

Dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil (PNS), ditetapkan bahwa salah satu jenis Diklat yang strategis untuk mewujudkan PNS sebagai bagian dari ASN menjadi profesional seperti tersebut di atas adalah Diklat Prajabatan. Diklat ini dilaksanakan dalam rangka memperluas wawasan kepada CPNS bagaimana

(3)

3

untuk menjadi PNS yang dapat memberikan pelayanan yang baik kepada masyarakat. Kompetensi inilah yang kemudian berperan dalam membentuk karakter PNS yang kuat, yaitu PNS yang mampu bersikap dan bertindak profesional dalam melayani masyarakat. Diklat Prajabatan diperuntukkan bagi CPNS agar mereka mendapatkan pengetahuan yang baru dan siap untuk menjadi PNS yang profesional sesuai dengan bidangnya. Pengetahuan baru yang dimaksud disini adalah pembentukan wawasan kebangsaan, kepribadian dan etika PNS, di samping pengetahuan dasar tentang sistem penyelenggaraan pemerintahan negara, bidang tugas dan budaya organisasinya agar mampu melaksanakan tugas dan perannya sebagai pelayan masyarakat. Dengan pengetahuan yang baru tersebut diharapkan para CPNS yang telah mengikuti Diklat Prajabatan dapat menjadi PNS yang berkualitas dan memberikan pelayanan yang terbaik kepada masyarakat.

Diklat Prajabatan dilaksanakan selama 33 Hari Kerja atau 319 Jam Pelajaran (JP), yang dialokasikan untuk pembelajaran klasikal (18 hari kerja) atau 159 JP, dan 15 hari kerja atau 160JP untuk pembelajaran non klasikal atau aktualisasi nilai dasar PNS.

Pada saat pembelajaran klasikal, peserta diasramakan dan diberikan kegiatan penunjang kesehatan jasmani/mental berupa senam kesegaran jasmani. Tahap – tahap pembelajaran dan mata diklat wajib diikuti oleh peserta diklat tersebut telah ditetapkan sesuai dengan kebutuhan bagi seorang CPNS untuk menjadi PNS yang professional dan menjadi contoh bahkan panutan bagi semua masyrakat.

Selama ini dalam pelaksanaan Diklat Prajabatan masih menggunakan metode penyampaian dengan ceramah. Hal ini membuat peserta diklat merasa bosan, jenuh dan kurang bersemangat dalam mengikuti pembelajaran. Sehingga pemahaman peserta terhadap materi Diklat kurang optimal dan berpengaruh terhadap pencapaian tujuan Diklat dalam membentuk peserta menjadi teladan bagi PNS yang lainnya serta bisa memberikan pelayanan yang terbaik untuk masyarakat.

Berdasarkan hasil observasi yang dilakukan mengenai pelaksanaan Diklat Prajabatan bagi CPNS masih terjadi permasalahan tersebut dalam proses pembelajaran, khususnya untuk mata diklat nasionalisme masih menggunakan

(4)

4

metode konvensional berupa ceramah dan kurang bervariasi, sehingga kurang mendorong keaktifan peserta dalam kegiatan belajar. Menurut penulis perlu adanya suatu inovasi dalam penggunaan metode pembelajaran, salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode pembelajaran kontekstual atau

Contekstual Teaching and Learning (CTL).

Kontekstual adalah salah satu prinsip pembelajaran yang memungkinkan peserta diklat belajar dengan penuh makna. Pembelajaran kontekstual mengakui bahwa “belajar” merupakan sesuatu yang kompleks dan multi dimensional yang jauh melampaui berbagai metodologi yang hanya berorientasi pada latihan dan rangsangan atau tanggapan. Melalui penggunaan metode kontekstual peserta diklat didorong untuk aktif dalam menguasai dan memahami materi Diklat.

Berdasarkan uraian tersebut maka peneliti tertarik untuk melakukan suatu penelitian studi komparasi atau perbandingan tentang penggunaan metode kontekstual Contekstual Teaching and Learning (CTL) dengan metode konvensional/ceramah terhadap hasil belajar Nasionalisme pada peserta Diklat Prajabatan CPNS Golongan III Provinsi Bali.

Identifikasi Masalah

Variabel dalam penelitian ini adalah metode kontekstual (X1), metode ceramah (X2) dan hasil belajar (Y).

Pertanyaan dalam penelitian ini adalah apakah hasil belajar peserta diklat dengan menggunakan metode kontekstual (CTL) lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar dengan menggunakan metode konvensional/ceramah pada Diklat Prajabatan CPNS Golongan III Provinsi Bali.

Hipotesis penelitian adalah diduga melalui pengggunaan hasil belajar dengan menggunakan metode kontekstual (CTL) lebih baik dibandingkan dengan hasil belajar dengan menggunakan metode konvensional/ceramah pada peserta diklat prajabatan CPNS Golongan III Provinsi Bali.

Perumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah Apakah hasil belajar peserta diklat dengan menggunakan metode kontekstual (CTL) lebih baik dibandingkan

(5)

5

dengan hasil belajar peserta diklat dengan menggunakan metode ceramah pada Diklat Prajabatan CPNS Golongan III Provinsi Bali.

Tujuan Penulisan 1. Tujuan Teoritis

a. Untuk mengkaji penggunaan metode kontekstual (CTL) dalam pelaksanaan Diklat Prajabatan Golongan III Provinsi Bali

b. Untuk membandingkan keberhasilan penggunaan metode kontekstual

(CTL) dengan metode ceramah dalam meningkatkan hasil belajar peserta diklat Prajabatan.

2. Tujuan Praktis

a. Memberikan gambaran tentang pelaksanaan metode kontekstual (CTL)

dalam pembelajaran.

b. Memberikan gambaran keberhasilan penggunaan metode kontekstual (CTL)

dalam meningkatkan hasil belajar peserta Diklat Prajabatan.

KERANGKA TEORITIK

1. Pengertian Pembelajaran

Trianto (2010) menjelaskan bahwa Pembelajaran merupakan aspek kegiatan manusia yang kompleks, yang tidak sepenuhnya dapat dijelaskan. Pembelajaran secara simpel dapat diartikan sebagai produk interaksi berkelanjutan antara pengembangan dan pengalaman hidup. Pembelajaran dalam makna kompleks adalah usaha sadar dari seorang widyaiswara untuk membelajarkan peserta peserta diklatnya (mengarahkan interaksi peserta peserta diklat dengan sumber belajar lainnya) dalam rangkan mencapai tujuan yang diharapkan.

Konsep pembelajaran menurut Corey (dalam Sagala, 2011) adalah suatu proses dimana lingkungan seseorang secara disengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam tingkah laku tertentu dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respons terhadap situasi tertentu, pembelajaran merupakan subset khusus dari penpeserta diklatan.

(6)

6

Sedangkan menurut Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 pasal 1 Ayat 20 menyatakan bahwa Pembelajaran adalah proses interaksi peserta diklat dengan sumber belajar pada suatu lingkungan belajar.

2. Metode Pembelajaran Kontekstual

Pembelajaran metode kontekstual adalah terjemahan dari istilah

Contekstual Teaching and Learning atau biasa yang disebut dengan (CTL). Kontekstual adalah salah satu prinsip pembelajaran yang memungkinkan peserta peserta diklat belajar dengan penuh makna. Pembelajaran kontekstual mengakui bahwa “belajar” merupakan sesuatu yang kompleks dan multidimensional yang jauh melampaui berbagai metodologi yang hanya berorientasi pada latihan dan rangsangan atau tanggapan.

Menurut Nurhadi (2003), pembelajaran kontekstual (Contekstual Teaching and Learning) adalah konsep belajar dimana widyaiswara menghadirkan dunia nyata ke dalam kelas dan mendorong peserta diklat membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapan ke dalam kehidupan mereka sehari-hari, sementara peserta peserta diklat memperoleh pengetahuan dan keterampilan dari konteks yang terbatas, sedikit demi sedikit, dan dari proses mengkontruksi sendiri, sebagai bekal untuk memecahkan masalah dalam kehidupannya sebagai anggotamasyarakat.

Menurut Muslich (2007), ada 5 (lima) elemen yang harus diperhatikan dalam praktik pembelajaran kontekstual. Lima elemen yang dimaksud sebagai berikut:

1. Pengaktifan pengetahuan yang sudah ada (activating knowledge).

2. Pemerolehan pengetahuan baru (acquiring knowledge) dengan cara mempelajari secara keseluruhan dulu, kemudian memperhatikan detailnya. 3. Pemahaman pengetahuan (understanding knowledge), yaitu dengan cara

menyusun (a) konsep sementara (hipotesis),(b) melakukan sharing kepada orang lain agar mendapat tanggapan (validasi), dan atas dasar tanggan itu, (c) konsep tersebut direvisi dan dikembangkan.

4. Mempraktikkan pengetahuan dan pengalaman tersebut (applaying knowledge).

(7)

7

5. Melakukan refleksi (reflecting knowledge) terhadap strategi pengembangan pengetahuan tersebut.

3. Metode Pembelajaran Ceramah

Ceramah adalah penyajian pelajaran yang dilakukan oleh widyaiswara dengan penuturan atau penjelasan lisan secara langsung terhadap peserta peserta diklat (Djamarah dan Aswan Zain, 2006). Dalam pembelajaran metode ini penggunaannya dapat didukung dengan alat dan media. Menurut Mulyasa (2005), ceramah merupakan suatu metode dimana widyaiswara menyajikan bahan melalui penjelasan lisan secara langsung terhadap peserta diklat.

Dari pengertian di atas dapat diambil kesimpulan metode ceramah merupakan suatu cara belajar-mengajar dimana bahan disajikan secara langsung oleh widyaiswara dan bersifat satu arah. Dalam kegiatan belajar-mengajar dengan metode ceramah peserta diklat memiliki keterbatasan dalam memperhatikan, mendengarkan, mencermati, mencatat, dan kalau perlu diberi kesempatan untuk menjawab atau mengemukakan pertanyaan atau feedback.

4. Hasil Belajar

Menurut Djamarah (2002), belajar adalah suatu proses yang dilakukan seseorang untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku secara keseluruhan, sebagai hasil pengalamannya sendiri dalam interaksi dengan lingkungannya. Belajar adalah serangkaian kegiatan jiwa raga untuk memperoleh suatu perubahan tingkah laku sebagai hasil dari pengalaman individu dalam interaksi dengan lingkungannya yang menyangkut kognitif, afektif, dan psikomotor.

Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006), belajar adalah proses melibatkan manusia secara orang per orang sebagai satu kesatuan organisme sehingga terjadi perubahan pada pengetahuan, keterampilan, dan sikap. Hakikat belajar adalah perubahan dalam tingkah laku subyek dalam situasi tertentu berkat pengalamannya yang berulang-ulang, dan perubahan tingkah laku tersebut tidak dapat dijelaskan atas dasar kecenderungan respon bawaan, kematangan atau keadaan temporer dari subjek (Suyahman, 2006).

(8)

8

Teori belajar behaviorisme (tingkah laku) menyatakan bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku. Seseorang dianggap telah belajar sesuatu bila ia mampu menunjukkan tingkah laku. Menurut teori ini, yang terpenting adalah masukan/input berupa masukan dan luaran/output yang berupa respon. Sedangkan apa yang terjadi di antara stimulus dan respon itu dianggap tak penting diperhatikan sebab tidak bisa diamati. Selanjutnya, teori belajar kognitivisme menyatakan bahwa belajar adalah perubahan persepsi dan pemahaman (Suyitno, 2007).

Hasil belajar merupakan cerminan tingkat keberhasilan atau pencapaian tujuan dari proses belajar yang telah dilaksanakan yang pada puncaknya diakhiri dengan suatu evaluasi. Hasil belajar diartikan sebagai hasil akhir pengambilan keputusan tentang tinggi rendahnya nilai peserta diklat selama mengikuti proses belajar mengajar, pembelajaran dikatakan berhasil jika tingkat pengetahuan peserta diklat bertambah dari hasil sebelumnya (Djamarah, 2002).

Hasil belajar merupakan tingkat penguasaan yang dicapai oleh peserta diklat dalam mengikuti program belajar mengajar, sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Menurut Dimyati dan Mudjiono (2006) hasil belajar merupakan hasil dari suatu interaksi tindak belajar dan tindak mengajar. Sukmadinata (2007) mengatakan hasil belajar merupakan realisasi atau pemekaran dari kecakapan-kecakapan potensial atau kapasitas yang dimiliki seseorang. Sedangkan hasil belajar menurut Arikunto (2010) sebagai hasil yang telah dicapai seseorang setelah mengalami proses belajar dengan terlebih dahulu mengadakan evaluasi dari proses belajar yang dilakukan. Hasil belajar dapat dikatakan tuntas apabila telah memenuhi kriteria ketuntasan minimum yang ditetapkan oleh masing-masing widyaiswara mata pelajaran. Hasil belajar sering dipergunakan dalam arti yang sangat luas yakni untuk bermacam-macam aturan terdapat apa yang telah dicapai oleh peserta dalam diklat, misalnya brainstorming, tugas individu, tes lisan yang dilakukan selama pelajaran berlangsung, tes akhir/ujian dan sebagainya.

Banyak faktor yang dapat mempengaruhi hasil pembelajaran. Ada faktor yang dapat diubah (seperti cara mengajar, mutu rancangan, metode evaluasi, dan lain-lain), adapula faktor yang harus diterima apa adanya (seperti: latar belakang peserta diklat, gaji, lingkungan, dan lain-lain) Suhardjono dalam Arikunto (2006) sedangkan (Slameto, 2003) menyebutkan bahwa hasil belajar dipengaruhi oleh

(9)

9

beberapa faktor, seperti kecakapan dan ketangkasan belajar pada setiap individu. Walau demikian, ada beberapa petunjuk umum tentang cara-cara belajar yang efektif, yakni memberi petunjuk saat mereka belajar dan mengawasi, membimbing sewaktu belajar. Hasilnya akan lebih baik lagi kalau cara-cara belajar dipraktekkan dalam tiap pelajaran yang diberikan.

5. Pendidikan dan Pelatihan (Diklat)

Menurut Notoatmodjo (2003) Pendidikan dan Pelatihan adalah merupakan upaya untuk mengembangkan sumber daya manusia, terutama untuk mengembangkan kemampuan intelektual dan kepribadian masyarakat. Selanjutnya menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil Pendidikan dan Pelatihan Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disebut Diklat adalah proses penyelenggaraan mengajar dalam rangka meningkatkan kemampuan Pegawai Negeri sipil.

Subagyo (2005) menjelaskan bahwa pendidikan dan pelatihan pegawai adalah aktivitas yang meliputi usaha memberikan pengetahuan dan keterampilan kepada para pegawai dengan maksud agar pelaksanaan tugas lebih efektif. Sedangkan Sikula dalam Mangkunegara (2009), menerangkan bahwa Training is short-terms educational procces utilizing a systematic and organized procedure by which nonmanagerial personnel learn technical knowledge and skills for a definite purpose. Artinya bahwa pelatihan (training) adalah suatu proses Diklat jangka pendek yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisasi,pegawai non manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan teknis dalam mencapai tujuan.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2000 tentang Pendidikan dan Pelatihan Jabatan Pegawai Negeri Sipil pasal 2 dan 3, bahwa Diklat bertujuan agar :

a. Peningkatan pengetahuan, keterampilan, dan sikap untuk dapat melaksanakan tugas jabatan secara operasional dengan didasari kepribadian etika Pegawai Negeri Sipil (PNS) sesuai dengan kebutuhan instansi;

(10)

10

b. Menciptakan aparatur yang mampu berperan sebagai pembaharu dan sebagai perekat dan pemersatu bangsa;

c. Memantapkan sikap dan semangat kepribadian yang berorientas pada pelayanan, pengayoman, pemberdayaan masyarakat;

d. Menciptakan kesamaan visi dan dinamika pola berpikir dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pembangunan demi terwujudnya pemerintahan yang baik.

Tujuan Pendidikan Dan Pelatihan (Diklat ) menurut Moekijat (2003) antara lain:

1. Untuk mengembangkan keterampilan sehingga pekerjaan dapat diselesaikan dengan lebih cepat dan lebih efektif.

2. Untuk mengembangkan pengetahuan, sehingga pekerjaan dapat diselesaikan secara rasional.

3. Untuk mengembangkan sikap, sehingga menimbulkan kemauan kerjasama dan bekerja bersama-sama .

6. Pegawai Negeri Sipil (PNS)

Undang–Undang Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara Pasal 1 menjelaskan bahwa Pegawai Negeri Sipil yang selanjutnya disingkat PNS adalah warga negara Indonesia yang memenuhi syarat tertentu diangkat sebagai pegawai ASN secara tetap oleh pejabat Pembina kepegawaian untuk menduduki jabatan pemerintahan.

Menurut Kranenburg (Yamin, 2008), Pegawai Negeri adalah Pejabat yang ditunjuk, jadi pengertian tersebut tidak termasuk terhadap mereka yang memangku jabatan mewakili, seperti anggota parlemen, Presiden, dan sebagainya.

7. Nasionalisme

Mata diklat ini merupakan salahsatu materi inti yang diujikan, yang bertujuan untuk memfasilitasi pembentukan nilai Pancasila dalam menumbuhkan nasionalisme ASN sebagai pelaksana kebijakan publik, pelayan publik dan sebagai perekat pemersatu bangsa,serta analisis dampaknya. Melalui pembelajaran mata diklat nasionalisme peserta diharapkan mampu

(11)

11

mengaktualisasikan Pancasila sebagai nilai-nilai dasar nasionalisme dalam pelaksanaan tugas jabatannya.( Perkalan No.15 Tahun 2015).

Metode Penelitian

Metode penelitian ini menggunakan bentuk Penelitian Tindakan Kelas. Pada penelitian tindakan kelas ini yang menjadi sampel penelitian adalah peserta Diklat Prajabatan Provinsi Bali sebanyak dua kelas, satu kelas sebagai kelas eksperimen dan satu kelas sebagai kelas kontrol. Untuk kelas eksperimen diberi pengajaran dengan metode pembelajaran kontekstual sedangkan untuk kelompok kontrol diberi pengajaran dengan metode ceramah.

Metode pengambilan data pada penelitian ini dilakukan dengan dokumentasi, observasi,dan tes. Penelitian ini merupakan penelitian tindakan kelas. Proses penelitiannya direncanakan dalam dua siklus.

Definisi Operasional

1. Variabel X1 untuk kontekstual(CTL) adalah salah satu prinsip pembelajaran yang memungkinkan peserta diklat belajar dengan penuh makna. Pembelajaran kontekstual mengakui bahwa “belajar” merupakan sesuatu yang kompleks dan multidimensional yang jauh melampaui berbagai metodologi yang hanya berorientasi pada latihan dan rangsangan atau tanggapan. 2. Variabel X2 untuk ceramah, merupakan suatu cara belajar-mengajar dimana

bahan disajikan secara langsung oleh widyaiswara dan peserta diklat bersifat satu arah.

3. Variabel Y untuk hasil belajar, adalah hasil yang telah dicapai seseorang setelah mengalami proses belajar dengan terlebih dahulu mengadakan evaluasi dari proses belajar yang dilakukan

Kerangka Berpikir

Pendidikan dan Pelatihan Prajabatan bagi CPNS Provinsi Bali selama ini masih menggunakan metode konvensional berupa ceramah dalam menyampaikan materi pembelajaran. Penggunaan inovasi dalam metode ceramah yang dapat lebih mendorong keaktifan peserta diklat belum banyak dilakukan. Metode ceramah dianggap sebagai metode yang efektif dalam

(12)

12

menyampaikan materi. Menurut peneliti perlu adanya suatu inovasi dalam penggunaan metode pembelajaran, salah satu metode yang dapat digunakan adalah metode pembelajaran kontekstual atau Contekstual Teaching and Learning (CTL).

Kontekstual adalah salah satu prinsip pembelajaran yang memungkinkan peserta diklat belajar dengan penuh makna. Pembelajaran kontekstual mengakui bahwa “belajar” merupakan sesuatu yang kompleks dan multidimensional yang jauh melampaui berbagai metodologi yang hanya berorientasi pada latihan dan rangsangan atau tanggapan. Melalui penggunaan metode kontekstual peserta diklat didorong untuk aktif dalam menguasai dan memahami materi Diklat. Dalam penelitian ini peneliti ingin membuktikan bahwa penggunaan metode pembelajaran kontekstual atau

Contekstual Teaching and Learning (CTL) lebih baik dibandingkan dengan penggunaan metode pembelajaran ceramah.

Hasil dan Pembahasan

Pada pertemuan awal, peserta diklat masih perlu dimotivasi untuk lebih aktif bertanya, menjawab pertanyaan, dan mengemukakan pendapatnya. Peserta diklat hanya bertanya, menjawab pertanyaan, dan mengemukakan pendapatnya jika diminta oleh widyaiswara. Hal ini dikarenakan peserta diklat masih belum terbiasa dengan menggunakan metode kontekstual. Namun pada pertemuan selanjutnya sudah ada beberapa peserta diklat yang berani bertanya, menjawab pertanyaan, dan mengemukakan pendapat. Hal ini merupakan bagian dari pembelajaran kontekstual yaitu bertanya (questioning).

Langkah kedua, widyaiswara membagi peserta diklat ke dalam beberapa kelompok, dimana masing-masing kelompok terdiri dari 5 peserta diklat. Pembagian kelompok ini dilakukan secara acak, peserta tidak dibedakan antara peserta yang pandai dan kurang pandai. Widyaiswara kemudian memberikan satu permasalahan untuk dikaji secara kelompok. Pada pertemuan pertama masalah yang dikaji yaitu mengenai nilai-nilai Nasionalisme bagi Aparatur Sipil Negara (ASN) kemudian peserta diklat diminta mendeskripsikan apa yang ada dalam film pendek tersebut. Modul pelatihan digunakan peserta diklat sebagai informasi pendukung atau tambahan.

(13)

13

Selesai berdiskusi dan mencatat hasilnya, salah satu kelompok diberi kesempatan untuk memprensentasikan hasil diskusinya. Kemudian kelompok lain diberi kesempatan untuk bertanya, menanggapi dan memberikan sanggahan ataupun masukan. Beberapa peserta diklat memberikan tanggapan, bahkan menyangkal dan berusaha mempertahankan pendapat masing-masing, sehingga suasana kelas menjadi ramai tetapi tetap kondusif. Kemudian widyaiswara meminta peserta diklat agar saling menghargai pendapat peserta yang lain. Dalam tahap ini widyaiswara mengawasi aktivitas peserta, memotivasi peserta untuk aktif dalam diskusi dan memberikan penguatan terhadap permasalahan yang sedang didiskusikan. Selesai presentasi kelompok dilanjutkan dengan diskusi secara klasikal dengan widyaiswara sebagai pemimpin diskusi sekaligus sebagai nara sumber.

Disini peserta diklat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk bertanya tentang materi yang belum dipahami. Widyaiswara juga memberi penjelasan tentang hal yang diperdebatkan, meluruskan konsep yang masih keliru dan menguatkan materi-materi yang dianggap penting. Sedangkan peserta diklat mendengar, mencatat informasi dari widyaiswara, dan menyimak informasi widyaiswara. Selanjutnya widyaiswara membimbing peserta diklat untuk menyimpulkan bersama hasil diskusi.

Pelaksanaan pembelajaran pertemuan kedua pada siklus I, dilakukan seperti pembelajaran pada pertemuan pertama dan diakhiri dengan pelaksanaan tes evaluasi siklus I. Pembelajaran ditutup widyaiswara dengan memberikan motivasi berupa dorongan agar peserta tetap bisa mempertahankan hasil belajarnya, memotivasi peserta diklat supaya tetap aktif bertanya dan mengerjakan tugas serta mempelajari materi selanjutnya.

Proses pembelajaran kontekstual pada siklus II dilaksanakan seperti pada siklus I, hanya bedanya pada siklus II ini peserta diklat diberi tugas kelompok oleh widyaiswara untuk melakukan kegiatan diskusi tentang perspektif teoritis nilai-nilai Nasionalisme dalam kehidupan bernegara. Kemudian hasil observasi tersebut ditulis dalam bentuk laporan sederhana. Hasil observasi tersebut dibahas dan didiskusikan pada pertemuan kedua siklus II.

(14)

14

Pada siklus I dan II ini peserta diklat telah melaksanakan kegiatan konstruktivisme, bertanya (questioning), menemukan (inquiry), belajar bersama

(learning community), dan pemodelan (modeling). Konstruktivisme dilakukan ketika peserta diklat mendiskusikan ASN sebagai pelaksanan kebijakan publik, pelayan publik dan perekat serta pemersatu bangsa bersama dengan anggota kelompoknya dan dilakukan ketika peserta diklat mendiskusikan hasil diskusi bersama teman kelompoknya. Bertanya dilakukan saat mengobservasi dan diskusi kelompok. Kegiatan inquiry peserta diklat dimulai dengan merumuskan masalah, mengumpulkan data melalui observasi, menganalisis dan menyajikan hasil observasi dalam bentuk tulisan/laporan sederhana. Pemodelan dilakukan peserta diklat pada saat diskusi kelompok dimana peserta diklat menjelaskan tentang ASN sebagai pelaksanan kebijakan publik, pelayan publik dan perekat serta pemersatu bangsa.

Pemodelan ini juga dilakukan saat peserta diklat presentasi di depan kelas, salah satu peserta diklat disuruh memperagakan menjadi ASN sebagai pelaksanan kebijakan publik, pelayan publik dan perekat serta pemersatu bangsa. Pada proses pembelajaran dengan menggunakan metode ceramah, langkah pertama yang dilakukan oleh widyaiswara yaitu melaksanakan skenario pembelajaran sesuai dengan rencana pembelajaran yang telah dibuat sebelumnya. Widyaiswara menjelaskan tujuan atau kompetensi yang akan dicapai dan metode yang akan digunakan untuk menyampaikan materi, kemudian widyaiswara mengingatkan peserta diklat tentang materi sebelumnya, menjelaskan garis besar materi yang akan diajarkan dan menyampaikan pertanyaan yang berhubungan dengan materi yang akan disampaikan untuk mengetahui sejauhmana pengetahuan peserta diklat terhadap materi yang akan diajarkan yaitu materi ASN sebagai pelaksanan kebijakan publik, pelayan publik dan perekat serta pemersatu bangsa.

Selanjutnya dengan metode ceramah, widyaiswara menjelaskan materi sesuai dengan rencana pembelajaran yaitu pada kompetensi dasar mendeskripsikan ASN sebagai pelaksanan kebijakan publik, pelayan publik dan perekat serta pemersatu bangsa. Widyaiswara menerangkan per sub materi nilai yang terkandung dalam Pancasila; ASN sebagai pelaksanan kebijakan publik, pelayan publik dan perekat serta pemersatu bangsa Dalam menjelaskan materi,

(15)

15

kadang kala diselingi umpan balik melalui tanya jawab dengan tujuan untuk mengkondisikan kelas dan untuk mengetahui sejauhmana penjelasan widyaiswara dapat diterima dan dipahami oleh peserta diklat. Setelah widyaiswara selesai menyampaikan materi, peserta diklat diberi tugas individu yaitu peserta diklat diminta untuk mengerjakan soal-soal. Tugas yang diberikan berkaitan dengan materi yang baru saja diajarkan atau materi selanjutnya. Pada tahap ini aktivitas widyaiswara adalah mengawasi peserta diklat dan memberikan bantuan kepada peserta diklat yang kurang memahami materi atau mengalami kesulitan. Pembahasan tugas dilaksanakan pada pertemuan selanjutnya. Dan hasil penelitian menunjukkan bahwa :

1. Terdapat perbedaan hasil belajar peserta diklat yaitu dari hasil analisis uji t pada siklus I yang diperoleh thitung sebesar 4,117 dan ttabel sebesar 1,66, maka

thitung > ttabel yang berarti H0 ditolak dan Ha diterima. Dengan penolakan

H0 ini berarti bahwa hasil belajar peserta diklat yang menggunakan metode kontekstual. lebih baik daripada peserta diklat yang menggunakan metode ceramah.

2. Rata-rata hasil belajar setelah pembelajaran siklus II yang diperoleh menggunakan kedua metode tersebut menunjukkan perbedaan yang signifikan. Rata-rata hasil belajar pada siklus II pada kelompok eksperimen mencapai 72,75 sedangkan pada kelompok kontrol sebesar 68,25. Dan rata-rata peningkatan nilai hasil belajar antara siklus I dan siklus II dari kedua kelompok juga menunjukkan perbedaan yang signifikan.

3. Rata-rata peningkatan nilai hasil belajar yang menggunakan metode kontekstual mencapai 9,25 sedangkan rata-rata peningkatan nilai hasil belajar yang menggunakan metode ceramah hanya sebesar 5,42. Dilihat dari rata-rata peningkatan nilai hasil belajar masing-masing kelompok terlihat bahwa metode kontekstual lebih baik dibandingkan dengan metode ceramah.

4. Peningkatan rata-rata hasil belajar materi/mata diklat Nasionalisme peserta diklat yang diberi pengajaran metode kontekstual lebih baik daripada peningkatan rata-rata hasil belajar Nasionalisme peserta diklat yang diberi pengajaran dengan metode ceramah.

(16)

16

PENUTUP Kesimpulan

Dari hasil penelitian dan pembahasan, dapat disimpulkan bahwa terdapat perbedaan hasil belajar antara peserta diklat yang diajar dengan metode kontekstual dan metode ceramah untuk materi Nasionalisme pada diklat prajabatan Provinsi Bali.

Perbedaan tersebut ditunjukkan dari nilai hasil belajar peserta diklat yang diajar dengan metode kontekstual pada siklus I dan siklus II lebih tinggi dibandingkan nilai hasil belajar peserta diklat yang diajar dengan metode ceramah yaitu pada siklus I kelas kontekstual memperoleh rata-rata nilai 63,50 sedangkan kelas ceramah sebesar 62,83 dan pada siklus II kelas kontekstual memperoleh rata-rata nilai 72,75 sedangkan kelas ceramah sebesar 68,25.

Rata-rata peningkatan hasil belajar pada peserta diklat yang diberi pengajaran metode kontekstual lebih baik daripada rata-rata peningkatan nilai hasil belajar peserta diklat yang diberi pengajaran metode ceramah. Rata-rata peningkatan nilai hasil belajar kelas kontekstual yaitu sebesar 9,25, sedangkan kelas ceramah sebesar 5,42.

Dalam melaksanakan pembelajaran Nasionalisme dengan penerapan metode Contextual Teaching and Learning (CTL) pada Diklat Prajabatan, kemampuan fasilitator dalam mengajar materi tentang nilai-nilai nasionalisme dari hasil pengamatan dalam dua siklus mengalami peningkatan, hal ini dapat dilihat dari aktivitas fisik, mental, dan emosional peserta diklat mengalami peningkatan yang baik.

Saran

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, maka peneliti memberikan saran dengan harapan dapat bermanfaat dalam upaya meningkatkan mutu kegiatan belajar mengajar yang dapat mengakibatkan hasil belajar peserta diklat meningkat. Adapun saran yang dapat disampaikan antara lain:

1. Dalam kegiatan pembelajaran hendaknya widyaiswawara/pengajar menggunakan metode kontekstual sebagai metode pembelajaran dalam rangka meningkatkan kemampuan mengajar karena metode kontekstual ini

(17)

17

dapat memotivasi peserta diklat untuk belajar hingga menumbuhkan keinginan pada diri peserta untuk lebih meningkatkan hasil belajarnya.

2. Dengan merencanakan pembelajaran dengan metode CTL, pengajar/fasilitator lebih mudah dalam menyampaikan materi, karena selalu berhubungan langsung dengan kehidupan sehari-hari, terutama dalam penerapan nilai-nilai nasionalisme.

3. Dengan penerapan metode Contextual Teaching and Learning (CTL), dapat diterapkan pada semua mata Diklat yang diajarkan serta dikaitkan dalam kehidupan pribadi maupun dalam melaksanakan tupoksinya.

4. Dalam melaksanakan proses pembelajaran dengan penerapan metode

Contextual Teaching and Learning (CTL), akan menjadi pengalaman baru bagi

peneliti terutama dalam melaksanakan pembimbingan aktualisasi.

5. Sebaiknya pengajar/fasilitator mengembangkan metode Contextual Teaching and Learning (CTL), sehingga dalam proses pembelajaran tidak hanya terfokus pada pengajar/fasilitator dengan metode ceramah saja, tetapi harus bersifat kontekstual dalam pembelajaran yang diterapkan dalam kehidupan sehari-hari dan di organisasi, sehingga setiap pembelajaran yang diberikan lebih mudah dipahami oleh peserta diklat.

6. Widyaisawara/pengajar disarankan menggunakan metode CTL, karena melalui metode ini Widyaiswara agar memilih model,strategi,metode, dan teknik pembelajaran yang inovatif dan menyenangkan sehingga peserta diklat akan lebih termotivasi untuk belajar. Widyaiswara hendaknya menciptakan suasana demokratis di lingkungan diklat sehingga peserta dapat mengembangkan kemampuannya.

7. Peneliti lain agar mengembangkan penelitian ini dengan mempertimbangkan variable yang berbeda, sehingga factor-faktor lain yang diduga memberikan kontribusi dapat diketahui secara lebih komprehensif serta dapat memperkaya wawasan widyaiswara tentang metode dan model pembelajaran sehingga mampu meningkatkan kualitas pembelajaran yang dikelolanya.

(18)

18

Daftar Pustaka

Arikunto, Suharsimi. 2010. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. (Edisi Revisi 2010), Jakarta: Rineka Cipta.

Dimyati dan Mudjiono. 2006. Belajar Dan Pembelajaran (Bandung : Alfabeta Djamarah, Syaiful Bahri dan Azwan Zain. 2002. Strategi Belajar Mengajar.

Jakarta: Rineka Cipta

Djamarah, Syaiful Bahri. 2002. Psikologi Belajar. Jakarta : PT. Rineka Cipta Moekijat. 2003. Manajemen Kepegawaian. Jakarta: PT. Bumi Aksara.

Mulyasa. 2005. Menjadi Guru Profesional. Bandung: PT. Remaja Rosda Karya Muslich, Masnur. 2007. KTSP Pembelajaran Berbasis Kompetensi dan

Kontekstual. Jakarta : BumiAksara

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Penpeserta diklatan Dan Perilaku Kesehatan. Jakarta: Rineka. Cipta.

Nurhadi, dkk. 2003. Pembelajaran Kontekstual dan Penerapannya dalam KBK. Malang: Universitas Negeri Malang.

Rivai, Veithzal, 2009. Manajemen Sumber Daya Manusia. Untuk Perusahaan : Dari Teori ke Praktek. Jakarta: Rajagrafindo Persada

Sagala, Syaiful. 2011. Konsep dan Makna Pembelajaran. Bandung : Alfabeta. Subagyo, Pangestu. 2005. Statistik Induktif. Edisi Kelima. Yogyakarta : BPFE

UGM

Sukmadinata, Nana Syaodih, 2007, Landasan Psikologi Proses Penpeserta diklatan, Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Suyahman. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Sukoharjo: UNIVET Perss

Suyitno, Amin. 2007. Pemilihan Model-Model Pembelajaran dan Penerapannya

di Sekolah. Jakarta: Pusdiklat Tenaga Teknis Keagamaan-Depag

Slameto. (2003). Belajar dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhinya. Jakarta: PT. Rineka Cipta.

Trianto, 2010, Mengembangkan Model Pembelajaran Tematik, Jakarta: PT Prestasi

Mangkunegara. (2009). Manajemen Sumber Daya Manusia. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Yamin, Martinis. 2008. Paradigma Penpeserta diklatan Konstruktivistik. Jakarta. GP Press

Peraturan Perundangan :

UU No.43 tahun 1999 tentang Pokok- Pokok Kepegawaian. UU No.5 Tahun 2014 tentang ASN

UU No.20 Tahun 2003 tentang SIstem Pendidikan nasional PP no.101 Tahun 2000 tentang Diklat PNS

---,Diknas.2003. Pendekatan Kontekstual (Contextual Teaching and Learning). Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional

RENSTRA Badan Diklat Provinsi Bali 2013-2018

PERKALAN No.15 Tahun 2015. Pedoman Penyelenggaraan Diklat Prajabatan Bagi CPNS Gol.III

Referensi

Dokumen terkait

Abstrak: Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan pengaruh layanan orientasi terhadap penyesuaian diri dalam kegiatan belajar di sekolah pada peserta didik kelas XI SMA

[r]

1. Tujuan penelitian untuk:.. Untuk mengetahui penerapan komunikasi interpersonal yang terjadi antara perawat dan pasien pada pelayanan kesehatan di RSUD Syekh Yusuf

Untuk membuka ( decrypt ) data tersebut digunakan juga sebuah kunci yang dapat sama dengan kunci untuk mengenkripsi (untuk kasus private key.. cryptography ) atau dengan kunci

Untuk meraih gelar sarjana S1, Dianing menulis skripsi dengan judul Gaya Hidup Posmodern Tokoh- Tokoh Dalam Novel Mata Matahari Karya Ana Maryam Sebuah Tinjauan

6.5.5 Terdapat prosedur untuk menjamin bahwa Jika terjadi perubahan terhadap sarana dan peralatan produksi, perubahan tersebut harus sesuai dengan persyaratan

Bentuk support activity adalah kegiatan penunjang yang menghubungkan dua atau lebih pusat kegiatan umum yang ada di kota, misalnya open space (taman kota, taman

Pada penelitian ini membahas tentang implementasi untuk mendapatkan kecocokan objek pada citra digital yang sudah dimanipulasi menggunakan metode Algoritma SIFT pada