Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terhadap Kunjungan Ibu Yang Mempunyai Balita (Usia 12- 59 Bulan) Ke Posyandu Di Kelurahan Warudoyongwilayah Kerja Puskesmas Pabuaran Kecamatan Warudoyong Kota Sukabumi Teten Tresnawan, Henhen Suhendra
1
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI TERHADAP KUNJUNGAN IBU YANG MEMPUNYAI BALITA (USIA 12- 59 BULAN) KE POSYANDU DI KELURAHAN WARUDOYONGWILAYAH KERJA PUSKESMAS PABUARAN
KECAMATAN WARUDOYONG KOTA SUKABUMI
Teten Tresnawan, Henhen Suhendra
ABSTRAK
Melihat masih rendahnya angka kunjungan balita ke posyandu menandakan bahwa tingkat keberhasilan dalam pemanfaatan kesehatan masih kurang. Hal ini bisa diakibatkan oleh beberapa faktor yang mengakibatkan rendahnya kunjungan Ibu Balita ke Posyandu. Tujuan dilakukannya penelitian ini adalah untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap kunjungan Ibu Balita Ke Posyandu diantaranya umur, pendidikan, pekerjaan, dan pengetahuan.Umur adalah lama waktu hidup sejak dilahirkan. Pendidikan adalah proses perubahan sikap seseorang melalui upaya pengajaran secara formal. Pekerjaan adalah perbuatan yang dijadikan untuk mendapatkan penghasilan. Pengetahuan adalah hasil dari tahu yang terjadi setelah melakukan peginderaan. Penelitian ini menggunakan jenis penelitian korelasional melalui pendekatan cross sectional. Populasi dalam penelitian adalah seluruh ibu yang mempunyai balita (Usia 12- 59 Bulan) dan terdaftar di posyandu berjumlah 245 orang, yang menjadi sampel penelitian sebanyak 152 orang. Teknik pengambilan sampel dengan cara cluster sampling. Analisis hipotesa menggunakan koefisien kontingensi. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, didapatkan hasil bahwa P Value umur : = 0,001, P Value pendidikan, pekerjaan dan pengetahuan hasilnya adalah : = 0,000, yang berarti ke empat faktor terebut mempunyai pengaruh terhadap kunjungan Ibu Balita ke Posyandu. Berdasarkanhasilpenelitian, upaya yang dapat dilakukan oleh Puskesmas adalah melakukan penyuluhan secara rutin mengenai pentingnya berkunjung ke Posyandu.
PENDAHULUAN
Sejalan dengan perkembangan
paradigma pembangunan, telah
ditetapkan arah kebijakan pembangunan kesehatanyang tertuang dalam Rencana
Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM) 2010-2014 Bidang Kesehatan. Kondisi pembangunan kesehatan diharapkan telah mampu mewujudkan kesejahteraan masyarakat yang
ditunjukkan dengan membaiknya berbagai indikator pembangunan Sumber Daya Manusia. Seperti
diantaranya adalah dengan
meningkatnya derajat kesejahteraan dari status gizi masyarakat, meningkatnya kesetaraan gender, danmeningkatnya tumbuh kembang optimal (Kementrian Kesehatan RI, 2012).
2
Salah satu indikator derajat kesehatan masyarakat di Indonesia adalah angka kematian ibu, angka kematian bayi, dan angka kematian balita yang masih tinggi. Angka Kematian Ibu (AKI), Angka Kematian Bayi (AKB) danAngka Kematian Balita (AKABA) di Indonesia ini masih jauh dari target yang harus dicapai pada tahun 2015(Kementrian Kesehatan RI, 2012).
Balita merupakan golongan yang rentan terhadap masalah kesehatan. Gangguan kesehatan yang terjadi pada balita mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan baik pada masa balita maupun masa berikutnya. Dan upaya untuk memantau pertumbuhan dan perkembangan balita salah satunya adalah dengan Posyandu (Supriasa, 2002).
Posyandu (Pos Pelayanan
Terpadu) merupakan salah satu bentuk Upaya Kesehatan Bersumber Daya Masyarakat (UKBM) yang dikelola dan diselenggarakan dari, oleh, untuk dan
bersama masyarakat dalam
penyelenggaraan pembangunan
kesehatan, guna memberdayakan
masyarakat dan memberikan
kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar,
utamanya untuk mempercepat
penurunan angka kematian ibu dan bayi (Kemenkes RI, 2011).
Ciri keberhasilan pemanfaatan pelayanan kesehatan adalah keaktifan kedatangan masyarakat ke pusat pelayanan kesehatan yang dalam hal ini khususnya pemanfaatan Posyandu. Kehadiran ibu di Posyandu dengan membawa balitanya ke Posyandu sangat mendukung tercapainya salah
satu tujuan Posyandu yaitu
meningkatkan kesehatan ibu dan balita (Adisasmito, 2007).
Sesuai dengan data mengenai cakupan penimbangan balita tahun 2011 yang dikutip dari Menteri Kesehatan RI (2012), didapatkan data bahwa presentase cakupan penimbangan balita di Indonesia sebesar 71,4%, sedangkan untuk di Jawa Barat dengan presentase 84,8%. Di Wilayah Kota Sukabumi sendiri, pada Tahun 2012 cakupan
penimbangan balita di
seluruhwilayahkerjaPuskesmas di Kota Sukabumisebesar 229259 balita dari
jumlah balita sebanyak278747
balitadenganpersentasijumlahcakupanpe nimbangan 82,48 %.
Berdasarkan data Dinas Kesehatan Kota Sukabumi Bulan Januari- Desember 2012, menunjukkan bahwa
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terhadap Kunjungan Ibu Yang Mempunyai Balita (Usia 12- 59 Bulan) Ke Posyandu Di Kelurahan Warudoyongwilayah Kerja Puskesmas Pabuaran Kecamatan Warudoyong Kota Sukabumi Teten Tresnawan, Henhen Suhendra
3
dari 15 Puskesmas yang terdapat di Kota Sukabumi kunjungan balita paling tinggi untuk melakukan penimbangan terdapat di Posyandu wilayah
Puskesmas Lembursitu dengan
presentasi cakupanpenimbangan 92,32 %, dan jumlah kunjungan balita paling rendah untuk melakukan penimbangan terdapat di Posyandu wilayah kerja Puskesmas Tipar dengan presentasi
cakupanpenimbangan 70,24
%.Sedangkan jumlah kunjungan balita di Posyandu wilayah Puskesmas Pabuaran dengan presentasi cakupan penimbangan77,33%, hal tersebut
menunjukan bahwa Puskesmas
Pabuaran termasuk peringkat kedua dengan jumlah cakupan penimbangan balita terendah dari 15 Puskesmas di wilayah Kota Sukabumi ( Dinkes Kota Sukabumi , 2012).
Puskesmas Pabuaran membawahi 2 Wilayah Kelurahan binaan, diantaranya adalah Kelurahan Nyomplong dan
Kelurahan Warudoyong. Jumlah
Posyandu secara keseluruhan sebanyak 18 Posyandu yang terdiri dari 3 Posyandu Pratama, 11 Posyandu Madya, dan 4 Poyandu Purnama.
Jumlah Posyandudi Kelurahan
Nyomplong berjumlah 11 Posyandu dan jumlah Posyandu yang berada di
Kelurahan Warudoyong berjumlah 7 Posyandu.
Berdasarkan LaporanTahunan Gizi Puskesmas Pabuaran Tahun 2012, menunjukkan bahwa dari 2 kelurahan di wilayah kerja Puskesmas Pabuaran, presentasi jumlah cakupan kunjungan balita untuk melakukan penimbangan pada tahun 2012 sebanyak 79,6 %. Dan data kunjungan balita untuk melakukan penimbangan yang paling rendah berada di Kelurahan Warudoyong dengan presentase cakupan penimbangan 78,5 %(Puskesmas Pabuaran, 2012).
Gambaran perilaku masyarakat yang termasuk didalamnya ibu yang mempunyai balita dalam memanfaatkan sarana pelayanankesehatan yang ada didaerahnya dapat terlihat dari tingkat keberhasilan program Posyandu yaitu cakupan penimbangan balita di Posyandu (Mamdy dalam Juarsa, 2004).MenurutLawrence Green Dalam
Notoatmodjo (2003). Tentang
pendidikan dan perilaku kesehatan, tentunya ada beberapa faktor yang mempengaruhi perilaku individu yang termasuk didalamnya ibu yang mempunyai balita dalam hal perilaku yang berhubungan dengan kesehatan diantaranya adalah faktor predisposisi (pengetahuan, pendidikan, status
4
pekerjaan, umur, dan lain-lain), faktor pendukung (lingkungan fisik, tersedia atau tidak tersedianya fasilitas atu sarana kesehatan, dan lain- lain), dan faktor pendorong (yang terwujud dalam sikap dan perilaku petugas kesehatan).
Setelah melakukan wawancara dengan petugas gizi di Pukesmas Pabuaran dan melihat hasil Laporan Gizi Puskesmas Pabuaran Tahun 2012, Beliau menuturkan bahwa jumlah kunjungan ibu balita ke Posyandu untuk melakukan timbangan hanya sebanyak kurang lebih setengah dari jumlah balita yang ada di wilayah tersebut. Berdasarkan observasi langsung dengan menggunakan teknik wawancara kepada 10 ibu yang mempunyai balita di Kelurahan Warudoyong,hanya 3 ibu yang aktif membawa balitanya ke posyandu dengan kriteria usia berkisar >30 tahun, dengan rata- rata lulusan sekolah menengahatas, dan hampir semua adalahiburumahtangga. Dan ketika ditanya mengenai posyandu, rata- rata dari ke 3 ibu mengetahui tentang Posyandu yang meliputi pengertian Posyandu, tujuan Posyandu, manfaat
Posyandu, sasaran dan
kegiatanPosyandu.
Sedangkan tujuh dari sepuluh ibu jarang untuk membawa balitanya ke
Posyandu, yang dimanakarakteristik usia dari ke tujuh ibu balita yang jarang untuk membawa balitanya ke Posyandu berkisar >20 Tahun, dengan rata- rata lulusan sekolah menengahatas, dan hampir semua adalahpekerjaburuh pabrik. Dan ketika ditanya mengenai Posyandu, hampir dari ke 7 ibu tidaktahu tentang Posyandu yang meliputi pengertian Posyandu, tujuan Posyandu, manfaat Posyandu, sasaran dan kegiatan Posyandu.
Berdasarkan pernyataan diatas, maka peneliti tertarik untuk mengetahui Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Terhadap Kunjungan Ibu Yang
MempunyaiBalita (Usia 12- 59 Bulan)
Ke Posyandu Di Kelurahan
Warudoyong Wilayah Kerja Puskesmas Pabuaran Kecamatan Warudoyong Kota Sukabumi.
METODE
Peneliti menggunakan jenis penelitian korelasional. Penelitian korelasional adalah penelitian yang bertujuan apakah terdapat asosiasi antara dua variabel atau lebih serta seberapa jauh korelasi yang ada antara variabel yang diteliti (Hidayat, 2010).Dengan pendekatan cross sectional, yaitu dimana data yang menyangkut variabel bebas dan terikat
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terhadap Kunjungan Ibu Yang Mempunyai Balita (Usia 12- 59 Bulan) Ke Posyandu Di Kelurahan Warudoyongwilayah Kerja Puskesmas Pabuaran Kecamatan Warudoyong Kota Sukabumi Teten Tresnawan, Henhen Suhendra
5
dikumpulkan dalam waktu yang bersamaan, atau yang dapat mengukur variabel Independen dan Variabel Dependen pada waktu yang bersamaan.
Dalam penelitian ini peneliti akan
mengkaji Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Kunjungan Ibu Yang Mempunyai Balita (Usia 12- 59 Bulan)
Ke Posyandu Di Kelurahan
Warudoyong Wilayah Kerja Puskesmas Pabuaran Kecamatan Warudoyong Kota Sukabumi.
Penelitian ini dilakukan di Kelurahan Warudoyong Wilayah Kerja Puskesmas Pabuaran Kota Sukabumi yang dimulaisejak bulan Maret sampai dengan Bulan Juli 2013.
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh Ibu Balita (Usia 12- 59 Bulan) yang terdaftar di Posyandu
diKelurahan Warudoyong
yaitusebanyak 255 orang. Namun sebanyak 10 orang sudah menjadi responden dalam survey pendahuluan sebelumnya. Sehingga populasinya menjadi 245 orang responden. Dan sampel dalam penelitian ini adalah sebagian Ibu Balita (Usia 12- 59 Bulan) yang terdaftar di Posyandudi Kelurahan Warudoyong Wilayah Kerja Puskesmas Pabuaran Kota Sukabumi.Sampel dalam penelitian ini adalah sebagian Ibu Balita
(Usia 12- 59 Bulan) yang terdaftar di Posyandudi Kelurahan Warudoyong Wilayah Kerja Puskesmas Pabuaran Kota Sukabumidan memenuhi kriteria
responden yang
telahditetapkanolehpeneliti dengan ukuran sampel menggunakan rumus slovin maka jumlah sampelnya sebanyak 152responden dengan cara pengambilan sampel menggunakan sampling cluster.
HASIL DAN PEMBAHASAN
a. Pengaruh Umur Terhadap Kunjungan Ibu Balita (Usia12- 59 Bulan) Ke Posyandu Di Kelurahan Warudoyong Wilayah Kerja Puskesmas Pabuaran Kota Sukabumi.
Tabel 1. Pengaruh Umur Terhadap terhadap Kunjungan Ibu Balita (Usia12- 59 Bulan) Ke Posyandu Umur Kunjungan ke posyandu Tot al P value Koefisien kontingensi Rutin Tidak rutin < 32 tahun 30 38 68 0,001 0,266 ≥ 32 tahun 60 24 84 Total 90 62 152
6
Berdasarkan Tabel 1 dapat dilihat Ibu yangmempunyai Balita (Usia 12- 59 Bulan) darijumlah 68 Ibuberumur < 32 Tahun mayoritas memiliki kunjungan ke Posyandu tidak rutin sebanyak 38 responden atau 55,9 %.Sedangkan untukIbuBalitaumur ≥ 32 Tahun dari 84 Ibu Balita mayoritas kunjungan rutin yaitu sebanyak 60 responden atau 71,4 %.
Berdasarkan hasil dari uji statistik diperoleh nilai nilai P value = 0,001 berarti < 0,05 yang menunjukan bahwa ada pengaruh antara umur dengan kunjungan Ibu Balita ke Posyandu dengan nilai koefisien kontingensi 0,266dannilai Q = 0,37 yang menunjukan bahwa keeratan pengaruh umur dengan kunjungan Ibu Balita ke Posyanducukuperat.
Dengan melihat adanya pengaruh antara umur dengan kunjungan ibu balita ke posyandu, hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Yamin (2003) yang menyebutkan bahwa perilaku ibu dalam pemanfaatan posyandu dipengaruhi oleh umur ibu, artinya semakin bertambah usia ibu semakin rutin pemanfaatan Posyandu. Hasil ini juga sejalan dengan penelitian Eddy (2000), yang
menyatakan bahwa terdapat hubungan yang positif antara umur Ibu yang mempunyaiBalita (Usia 12- 59 Bulan) dengan cakupan penimbangan.
b. Pengaruh Pendidikan Terhadap Kunjungan Ibu Balita (Usia12- 59 Bulan) Ke Posyandu Di Kelurahan Warudoyong Wilayah Kerja Puskesmas Pabuaran Kota Sukabumi.
Tabel 2
Pengaruh Pendidikan Terhadap
Kunjungan Ibu Balita (Usia12- 59 Bulan) Ke Posyandu
Berdasarkan Tabel2 dapat dilihat bahwa dari 30 Ibu yang mempunyai Balita (Usia 12- 59 Bulan) dengan pendidikan dasar mayoritas memiliki kunjungan ke Posyandu tidak rutin sebanyak 22 responden atau 73,3 %. Sedangkan dari 101 Ibu yang mempunyai Balita (Usia 12- 59 Bulan) dengan pendidikan menengah mayoritas Pendidikan Kunjungan ke posyandu Tot al P value Koefisien kontingensi Rutin Tidak rutin Pendidikan dasar 8 22 30 0.000 0,314 Pendidikan menengah 67 34 101 Pendidikan tinggi 15 6 21 Total 90 62 152
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terhadap Kunjungan Ibu Yang Mempunyai Balita (Usia 12- 59 Bulan) Ke Posyandu Di Kelurahan Warudoyongwilayah Kerja Puskesmas Pabuaran Kecamatan Warudoyong Kota Sukabumi Teten Tresnawan, Henhen Suhendra
7
kunjungan rutin yaitu sebanyak 67 responden atau 66,3%. Dan dari 21 Ibu yang mempunyai Balita (Usia 12- 59 Bulan) dengan pendidikan tinggi mayoritas rutin yaitu sebanyak 15 responden atau 71,4 %.
Berdasarkan hasil dari uji statistik diperoleh nilai P value = 0,000 berarti < 0,05 yang menunjukan ada pengaruh antara pendidikan dengan kunjungan Ibu Balita ke posyandu. Dengan nilai koefisien kontingensi 0,314 dannilai Q = 0,44 yang menunjukan bahwa keeratan pengaruh pendidikan dengan kunjungan Ibu Balita ke Posyandu cukuperat.
Dengan melihat adanya pengaruh antara pendidikan dengan kunjungan ibu balita ke posyandu, hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian Harinto (1992) yang menyatakan bahwa ada hubungan antara pendidikan responden dengan partisipasi mereka ke Posyandu.
Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktoryang penting dalam tumbuh kembang anak karena dengan pendidikan yang baik orang tua dapat menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak yang baik, bagaimana menjaga kesehatan anaknya,
pendidikannya dan sebagainya
(Soetjiningsih, 1995 dalam Khalimah (2007). Selain itu pendidikan merupakan faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang. Semakin tinggi pendidikan seseorang, maka akan semakin banyak pula pengetahuan yang mereka miliki. Sebaliknya, jika pendidikan rendah, maka akan menghambat perkembangan sikap seseorang terhadap penerimaan, informasi, dan nilai-nilai baru yang diperkenalkan.
c. Pengaruh Pekerjaan Terhadap Kunjungan Ibu Balita (Usia12- 59 Bulan) Ke Posyandu Di Kelurahan Warudoyong Wilayah Kerja Puskesmas Pabuaran Kota Sukabumi.
Tabel 3 Pengaruh Pekerjaan Terhadap Kunjungan Ibu Balita (Usia12- 59 Bulan) Ke Posyandu.
Berdasarkan Tabel 3 dapat dilihat bahwa Ibu yang mempunyai Balita (Usia 12- 59 Bulan),darijumlah 60 Ibu Pekerjaan Kunjungan ke posyandu Total P value Koefisien kontingensi Ruti n Tidak rutin Bekerja 13 47 60 0,000 0,525 Tidak bekerja 77 15 92 Total 90 62 152
8
yang bekerja mayoritas memiliki kunjungan ke Posyandu tidak rutin sebanyak 47 responden atau 78,3 %. Sedangkan darijumlah 92 Ibu yang tidak bekerja mayoritas kunjungan rutin yaitu sebanyak 77 responden atau 83,7 %.
Berdasarkan hasil dari uji statistik diperoleh nilai P value = 0,000 berarti < 0,05 yang menunjukan ada pengaruh antara pekerjaan dengan kunjungan ibu balita ke Posyandu dengan nilai keofisien kontingensi 0,525dannilai Q = 0,74 yang menunjukan bahwa keeratan pengaruh pekerjaan dengan kunjungan ibu balita ke Posyandu sangaterat.
Seseorang yang mempunyai
pekerjaan dengan waktu yang cukup
padat akan mempengaruhi
ketidakhadiran dalam pelaksanaan pelayanankesehatan. MenurutLeni Tranmianingsih (2011), bahwaPada umumnya orang tua yang tidak mempunyai waktu luang, sehingga dengansemakin tingginya aktivitas pekerjaan orang tua makaakansemakin sulit untukdatangkepelayanankesehatan.
Dengan melihat adanya pengaruh antara pekerjaan dengan kunjungan Ibu yang mempunyaiBalita (Usia 12- 59 Bulan) ke Posyandu. Hasil penelitian ini didukung oleh hasil penelitian Sambas
(2002) yang menyatakan bahwa ibu balita yang bekerja tidak mempunyai peluang baik untuk berkunjung ke Posyandu dibandingkan dengan ibu yang tidak bekerja.
Adanya hubungan kemungkinan
disebabkan oleh ibu balita yang bekerja tidak mempunyai waktu luang, sehingga semakin tinggi aktivitaspekerjaan ibu maka semakin sulit ibu datang ke Posyandu. Asumsi lain kemungkinan karena Posyandu diselenggarakan pada hari kerja dan jam kerja yaitu diselenggarakan mulai jam 09.00 hingga 12.00 WIB pada hari kerja sehingga ibu yang bekerja tidak dapat membawa anaknya ke Posyandu. Pendapat ini didukung oleh hasil penelitian Widiastuti (2006) yang menyatakan bahwa ibu yang bekerja menyebabkan tidak membawa anaknya ke Posyandu untuk ditimbang karena faktor bekerja penghambat ibu balita dalam memanfaatkan penimbangan anak balitanya di Posyandu.
Salah satu penyebab seseorang tidak berpartisipasi baik ke Posyandu adalah karena pekerjaan. Seseorang yang mempunyai pekerjaan dengan waktu yang cukup padat akan mempengaruhi ketidak hadiran dalam pelaksanaan Posyandu.
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terhadap Kunjungan Ibu Yang Mempunyai Balita (Usia 12- 59 Bulan) Ke Posyandu Di Kelurahan Warudoyongwilayah Kerja Puskesmas Pabuaran Kecamatan Warudoyong Kota Sukabumi Teten Tresnawan, Henhen Suhendra
9 d. Pengaruh Pengetahuan Terhadap
Kunjungan Ibu Balita (Usia12- 59 Bulan) Ke Posyandu Di Kelurahan Warudoyong Wilayah Kerja Puskesmas Pabuaran Kota Sukabumi.
Tabel 4 Pengaruh Pengetahuan Terhadap Kunjungan Ibu Balita (Usia12- 59 Bulan) Ke Posyandu.
Berdasarkan Tabel 4 dapat dilihat bahwa dari 90 Ibu yang mempunyai Balita (Usia 12- 59 Bulan) dengan pengetahuan baik mayoritas memiliki kunjungan ke Posyandu rutin sebanyak 70 responden atau 77,8 %. Sedangkan dari 36 Ibu yang mempunyai Balita
(Usia 12- 59 Bulan) dengan
pengetahuan cukup mayoritas
kunjungan tidak rutin yaitu sebanyak 21 responden atau 58,3%. Dan dari 26 Ibu yang mempunyai Balita (Usia 12- 59 Bulan) dengan pengetahuan kurang mayoritas tidak rutin yaitu sebanyak 21 responden atau 80,8 %.
Berdasarkan hasil dari uji statistik diperoleh nilai P value = 0,000 berarti <
0,05 yang menunjukan ada pengaruh antara pengetahuan denga kunjungan ibu balita ke posyandu dengan nilai keofisien kontingensi 0,431 dannilai Q = 0,60 yang menunjukan bahwa keeratan pengaruh pengetahuan dengan kunjungan ibu balita ke Posyandu erat. Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa presentase Ibu Balita yang berpartisipasi tidak aktif ke Posyandu lebih banyak pada ibu balita yang memiliki pengetahuan kurang dibanding dengan ibu balita yang memiliki pengetahuan baik.
Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian Tuti (1989) bahwa pengetahuan ibu tidak berhubungan secara bermakna dengan kehadiran ibu balita ke Posyandu.
Pada dasarnya, pengetahuan merupakan domain yang sangat penting untuk terbentuknya tindakan seseorang. Perilaku yang didasari dengan pengetahuan akan lebih baik daripada perilaku yang tidak didasari dengan pengetahuan. Salah satu faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang
adalah pengetahuan. Namun,
pembentukan perilaku itu sendiri tidak semata-mata berdasarkan pengetahuan, tetapi masih dipengaruhi oleh banyak faktor yang sangat kompleks.
Pengetahu an Kunjungan ke posyandu Tot al P value Koefisi en konting ensi Rutin Tidak rutin Baik 70 20 90 0,000 0,431 Cukup 15 21 36 Kurang 5 21 26 Total 90 62 152
10
MenurutLawrence Green (1980)
dalam Notoatmodjo (2007),
menempatkan pengetahuan sebagai faktor predisposisi, yaitu faktor yang mempermudahatau mempredisposisikan terjadinya perilaku sesorang. Pengetahuan seseorang akan suatu program kesehatan akan mendorong orang tersebut mau berpartisipasi didalamnya.
Dan kenyataanya bahwa dari sebagian besar Ibu yang mempunyai Balita (Usia 12- 59 Bulan) Di Kelurahan Warudoyong yang tidak rutin berkunjung ke posyandu untuk melakukan penimbangan, mengatakan bahwa mereka tidak mengetahui fungsi dan manfaat dari pelayanan Posyandu yang selalu di selenggarakan oleh pihak Puskesmas sendiri. Hal tersebut diakibatkan oleh belum optimalnya informasi yang diberikan oleh pihak
puskesmas baik ketika
diselenggarakannya posyandu ataupun diluar kegiatan Posyandu.
KESIMPULAN DAN SARAN a. Kesimpulan
Berdasarkan hasil
penelitiandapatdisimpulkanbahwaFakto r-Faktor Yang Mempengaruhi Terhadap Kunjungan Ibu Yang MempunyaiBalita
(Usia 12- 59 Bulan) Ke Posyandu Di Kelurahan Warudoyong Wilayah Kerja
Puskesmas Pabuaran Kecamatan
Warudoyong Kota Sukabumi adalah sebagai berikut :
1. Sebagian besar umur Ibu yang mempunyai Balita (Usia 12- 59 Bulan) di kelurahan Warudoyong berada pada rentang ≥ 32 Tahun. 2. Sebagian besar pendidikan Ibu
yang mempunyai Balita (Usia 12-
59 Bulan) di kelurahan
Warudoyong adalah Pendidikan Menengah.
3. Sebagian besar pekerjaan Ibu yang mempunyai Balita (Usia 12- 59 Bulan) di kelurahan Warudoyong adalah Tidak Bekerja.
4. Berdasarkan hasil analisa didapat sebagian besar pengetahuan Ibu yang mempunyai Balita (Usia 12-
59 Bulan) di kelurahan
Warudoyong adalah Baik.
5. Berdasarkan hasil analisa didapat sebagian besar kunjungan Ibu yang mempunyai Balita (Usia 12- 59 Bulan) di kelurahan Warudoyong adalah Kunjungan Rutin.
6. Terdapatpengaruh Umur Ibu yang mempunyai Balita (Usia 12- 59 Bulan) terhadap kunjungan ke
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terhadap Kunjungan Ibu Yang Mempunyai Balita (Usia 12- 59 Bulan) Ke Posyandu Di Kelurahan Warudoyongwilayah Kerja Puskesmas Pabuaran Kecamatan Warudoyong Kota Sukabumi Teten Tresnawan, Henhen Suhendra
11
Posyandu di kelurahan
Warudoyong.
7. Terdapat pengaruh Pendidikan Ibu yang mempunyai Balita (Usia 12- 59 Bulan) terhadap kunjungan ke
Posyandu di kelurahan
Warudoyong.
8. Terdapat pengaruh Pekerjaan Ibu yang mempunyai Balita (Usia 12- 59 Bulan) terhadap kunjungan ke
Posyandu di kelurahan
Warudoyong.
9. Terdapat pengaruh Pengetahuan Ibu yang mempunyai Balita (Usia 12- 59 Bulan) terhadap kunjungan ke Posyandu di kelurahan Warudoyong.
10. Variabel yang paling
berpengaruh terhadap kunjungan ke
Posyandu di kelurahan
Warudoyong adalah Variabel Pekerjaan.
b. Saran
1. Bagi Puskesmas Pabuaran
Dengan melihat salah satu kenyataan bahwa dari sebagian besar Ibu yang mempunyai Balita (Usia 12- 59 Bulan) Di Kelurahan Warudoyong yang tidak rutin berkunjung ke posyandu untuk
melakukan penimbangan,
mengatakan bahwa mereka tidak
mengetahui fungsi dan manfaat dari pelayanan Posyandu yang selalu di
selenggarakan oleh pihak
Puskesmas sendiri. Hal tersebut diakibatkan oleh belum optimalnya informasi yang diberikan oleh pihak puskesmas baik ketika diselenggarakannya posyandu ataupun diluar kegiatan Posyandu. Sehingga disarankan supaya pihak puskesmas untuk melakukan penyuluhan mengenai pentingnya berkunjung ke posyandu secara rutin kepada masyarakat yang termasuk didalamnya Ibu yang mempunyai Balita (usia 12- 59 bulan), dan penyuluhan tersebut bisa dilakukan baik ketika penyelenggaraan ataupun diluar penyelenggaraan posyandu.
2. Peneliti selanjutnya
Melalui penelitian ini
diharapkan dapat digunakan sebagai sumber referensi dan bacaan untuk peneliti selanjutnya dalam kaitannya dengan faktor–
faktor yang mempengaruhi
terhadap kunjungan Ibu yang mempunyai Balita ke Posyandu dan diharapkan dapat melanjutkan penelitian dengan menambahkan variabel lain yang belum diteliti.
12 DAFTAR PUSTAKA Arikunto. 2010. Prosedurpenelitian. Jakarta : PT RinekaCipta Badanpusat statistic.Surveidemografidankeseh atan Indonesia.Jakarta :2012 Choirunisa.2009.
PanduanTerpentingMerawatBayi danBalita.Yogyakarta : Moncer Publisher Depkes RI. 2010. Rencanapembangunankesehatan menujuIndonesiasehat 2015 DepKes RI. 2006. PedomanUmumPengelolaanPosy andu. Jakarta : SalembaMedika
DinasKesehatan Kota
Sukabumi.Cakupan d/s per
puskesmas di Kota Sukabumitahun 2012 DinasKesehatan Kota Sukabumi.Laporantahunanpuskes maspabuarantahun 2012 Handoko. 2008. Statistikkesehatan. Yogyakarta : MitraCendikia Press
Hidayat, Alimul Aziz. 2011.
Metodepenelitiankeperawatandan teknikanalisis data. Jakarta: SalembaMedika
Hindahmuaris.
2012.Sarapansehatuntukanakbalit
a. Jakarta :
GramediapustakaUtama
Hutagalung S. 1992. Faktor- Faktor Yang
MempengaruhiPerilakuIbuDalam
MenimbangkanAnaknya Di
PosyanduKotipPalu, Propinsi Sulawesi Tengah. Tesis. Program PascaSarjanaKesehatanMasyaraka t UI. Imah J. 2011. Gambarantingkatpengetahuanibu balitatentangkunjunganbalita di posyanduperumboromuktipermaib anyuurippurworejo.UniversitasNe geri Surabaya.
Juarsa K. 2004. Faktor- Faktor Yang BerhubunganDenganCakupanPen imbanganBalita Di Posyandu Wilayah 1 KabupatenPandeglangTahun 2004.Tesis. Program StudiIlmuKesehatanMasyarakatPa scaSarjana UI. Kementriankesehatan RI.Pedomanumumpengelolaanpos yandu. Jakarta :2011
Kozier Barbara. 2010. Fundamental keperawatan. Konsep, proses danpraktik. Jakarta : EGC
Leni T. 2012.FaktorPenyebabKetidakhadi ranIbu Yang MemilikiBalitaKePosyandu Di DesaBanjarSeminaiKecamatanDa yunKaabupatenSiak.JurnalPeneliti an.
Maharsi R. 2007. Faktor- Faktor Yang MempengaruhiKepatuhanIbuBalit aDatangKePosyandu Di Wilayah KecamatanBekasi Utara Kota BekasiTahun 2007.Tesis. Program PascaSarjanaKesehatanMasyaraka t UI.
Mubarak, I. W. 2010.
Ilmukesehatanmasyarakat.Jakarta : SalembaMedika
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Terhadap Kunjungan Ibu Yang Mempunyai Balita (Usia 12- 59 Bulan) Ke Posyandu Di Kelurahan Warudoyongwilayah Kerja Puskesmas Pabuaran Kecamatan Warudoyong Kota Sukabumi Teten Tresnawan, Henhen Suhendra
13 Musyrifatul J. 2011.PengaruhtingkatPendidikan, Pengetahuan, jaraktempaattinggal, dansikapibukepadapelayananpetu gaspuskesmasterhadapfrekuensik unjunganibukeposyandu di kabupatenlamongan.UniversitasN egeri Surabaya.
Nita K. 2011.Faktor- faktor yang berhubungandenganpartisipasiibu balitadalampemanfaatanpelayana ngizibalita di posyandukelurahansukasarikecam atantangerangkotatangerangtahu n 2011.Universitasislamnegerisyarif hidayatullah. Notoatmodjo.2003 .Pendidikandanperilakukesehatan . Jakarta: RhinekaCipta _______.2007.Promosikesehatandanilm uperilaku. Jakarta: RhinekaCipta
_______. 2010. Metodologipenelitiankesehatan. Jakarta: RhinekaCipta Nursalam. 2011. Konsepdanpenerapanmetodologip enelitianilmukeperawatan. Jakarta : SalembaMedika SaadahNurlailis. 2012. Hubungan Antara KelengkapanFasilitasPosyanduD enganPartisipasiMasyarakat Di
Posyandu (Di Wilayah
KerjaPuskesmasSaradan, Madiun).
JurnalPenelitianKesehatanSuaraF orikes, Volume iii Nomor 3, juli 2012
Sambas G. 2002. Faktor- Faktor Yang BerhubunganDenganKunjunganI bu- IbuAnakBalitaKePosyandu Di KelurahanBojongherangkabupate nCianjur.Tesis. Program StudiIlmuKesehatanMasyarakatPa scaSarjana UI. Sudarti, Kresno. 2008. LaporanPenelitianStudiPemanfaa tanPosyandu Di KelurahanCipinangMuaraKecam atanJatinegaraKodya Jakarta TimurTahun 2007.Tesis. Program StudiIlmuKesehatanMasyarakatPa scaSarjana UI.
Soetjiningsih. 2001.
Tumbuhkembanganak. Jakarta : EGC
id.wikipedia.org. Wiki. 2013. Balita. 8 April 2013 http://repository.unri.ac.id/bitstream/12 3456789/1196/1/jurnal%20leni%2 0tranmianingsih.pdfdiaksestangga l 05 april 2013 http://www.slideshare.net/tiofanni/kti- tio-fanny-sitorus-08040-atvii-th2011diaksestanggal 05 april 2013 http://www.geocities.ws/klinikikm/epid emiologi/metode.htmdiaksestangg al 05 april 2013 http://www.geocities.ws/klinikikm/epid emiologi/metode.htmdiaksestangg al 05 april 2013
14
Hubungan
Pengetahuan Remaja Putri Kelas X Tentang Flour Albus Dengan Pelaksanaan Vulva Hygiene Di SMK PGRI 1 Sukabumi Wilayah Kerja PuskesmaTipar Kota Sukabumi
Susilawati; Andestia susi0580@yahoo.com
Abstrak
Perawatan organ reproduksi khususnya pelaksanaan vulva hygiene pada remaja putri merupakan salah satu upaya dalam perawatan organ reproduksi yang bertujuan untuk mencegah timbulnya infeksi pada organ reproduksi.Salah satu masalah yang sering dialami oleh remaja putri yaitu terjadinya flour albus hal tersebut dipengaruhi oleh sikap negatif yang dilakukan oleh remaja akibat kurangnya perawatan alat reproduksi.Tujuan:untuk mengetahui adanya hubungan pengetahuan remaja putri tentang flour albus dengan pelaksanaan vulva hygiene.Metode:Desain penelitian ini menggunakan metode penelitiancross sectional. Pengambilan sampel menggunakan random sampling dengan jumlah sampel sebanyak 133responden remaja putri kelas X di SMK PGRI 1 Sukabumi. Analisa data menggunakan koefisien kontingensi untuk mengukur keeratan hubungan kedua variable. Hasil:Penelitian menunjukkan adanya hubungan antara pengetahuan remaja putri tentang flour albus dengan pelaksanaan vulva hygiene.Rekomendasi:Pemberian edukasi melalui pendidikan kesehatan yang diberikan kepada remaja putri sangat diharapkan lebih ditingkatkan lagi oleh pihak sekolah terkait kesehatan reproduksi remaja khusunya mengenai masalah flour albus.
Kata kunci :Flour albus, vulva hygiene, pengetahuan.
Pendahuluan
Memelihara kebersihan dan kesehatan (personal hygiene)merupakan salah satu upaya pendidikan kesehatan yang diberikan kepada peserta didik di sekolah atau di rumah, salah satunya dengan melakukan perawatan organ reproduksi (vulva hygiene) khususnya pada remaja putri.
Remaja putri merupakan salah satu bagian dari siklus hidup wanita yang perlu diperhatikan terutama dalam hal kesehatan reproduksi karena masa remaja merupakan satu masa transisi antara masa kanak-kanak dan dewasa. Pada masa ini terjadi pematangan organ reproduksi manusia yang membawa perubahan fisik secara cepat dan kadang kala tidak dibarengi dengan perubahan
Hubungan Pengetahuan Remaja Putri Kelas X Tentang Flour Albus Dengan Pelaksanaan Vulva Hygiene Di SMK PGRI 1 Sukabumi Wilayah Kerja Puskesma Tipar Kota Sukabumi Susilawati; Andestia
15
psikologi, khususnya tentang
pengetahuan remaja putri dalam kesehatan reproduksi (Ocviyanti, 2007).
Wahyurini (2007) mengemukakan bahwa pentingnya remaja putri
mengetahui tentang kesehatan
reproduksi yaitu untuk mencegah terjadinya infeksi yang terjadi akibat kurangnya perawatan pada organ reproduksi atau tidak melakukannya vulva hygiene.
Vulva hygiene merupakan salah satu cara untuk terhindar dari penyakit yang diakibatkan oleh tidak terjaganya kebersihan reproduksi. Pengetahuan remajatentang vulva hygiene sangat berdampak besar bagi kesehatan reproduksi remaja itu sendiri. Salah satu keuntungan dari vulva hygiene yaitu mencegah timbulnya infeksi pada organ reproduksi.
Dampak yang bisa timbul pada organ reproduksi yang diakibatkan kurangnya perawatan (vulva hygiene)yang dapat menimbulkan gejala infeksi yaitu terjadinya flour albus atau yang sering kita sebut dengan keputihan.
Flour albus merupakan salah satu gejala infeksi yang terjadi pada organ reproduksi wanita yang disebabkan oleh
jamur candida albicans, infeksi parasit protozoa (trocomonas vaginalis), infeksi bakteri (gardnerella) dan infeksi karena virus.Dampak dari terjadinya flour albus pada remaja adalah dapat menyebabkan infeksi pada organ
reproduksi yang masih dalam
pertumbuhan, selain itu juga dapat mengganggu aktivitas belajar jika terjadi pada remaja sekolah karena ketidaknyamanan (Ocviyanti, 2007).
Penyebab dari terjadinya flour albus pada remaja biasanya dipengaruhi oleh sikap negatif yang dilakukan oleh remaja seperti kurangnya perawatan alat reproduksi, jarangnya ganti pembalut saat menstruasi, menggunakan celana dalam yang ketat dan sering menggunakan celana jeans.
Faktor-faktor ini kemungkinan besar terjadi karena kurangnya pengetahuan remaja tentang sikap yang baik untuk melaksanakan vulva hygiene dalam mencegah terjadinya flour albus (Wijayanti, 2009). Penelitian yang dilakukan oleh Setyadi (2012) di Sekolah Menengah Kejuruan di kota Sukabumi diketahui remaja putri yang mengalami keputihan sebanyak 65 siswi atau 90%, dan sebanyak 72 siswa yang buruk dalam melakukan cara perawatan daerah kewanitaan yang baik. Hal ini
16
mungkin disebabkan karena
ketidaktahuan dan ketidakpahaman remaja putri mengenai cara perawatan yang baik dan benar untuk menjaga kebersihan daerah kewanitaan sehingga
dapat menyebabkan terjadinya
keputihan (Setyadi, 2012).
Berdasarkan data dari laporan PKPR (pelayanan kesehatan peduli remaja) Dinkes kota sukabumi tahun 2012 ditemukan angka kejadian reproduksi didapatkan data angka kejadian kesehatan reproduski sebanyak 193 orang dari seluruh puskesmas yang tersebar di Sukabumi. Berdasarkan data dari Dinkes Kota Sukabumi tahun 2012, bahwa di Puskesmas Tipar terdapat 48 orang dengan angka kejadian kesehatan reproduksi. Berdasarkan data dinas pendidikan dan kebudayaan (2012)
SMK PGRI 1 Kota Sukabumi
merupakan salah satu sekolah dengan jumlah siswi terbanyak yaitu sebanyak 652 siswi dibandingkan dengan jumlah siswa yaitu sebanyka 280 siswa.
Berdasarkan hasil studi pendahuluan melalui wawancara dengan guru bimbingan konseling (BK) dan Pembina UKS bahwa ada beberapa siswi yang mengeluh tentang masalah reproduksi seperti gangguan menstruasi dan
keputihan, dan dari 0 orang siswi sebanyak 8 orang siswi tidak melakukan vulva hygiene dan 2 orang melakukan vulva hygiene dan rata-rata tidak mengetahui tentang flour albus.
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan metode penelitian korelasional.Responden dalam penelitian ini dilakukan pada 133 responden remaja putri SMK PGRI 1 Sukabumi kelas Xyang dilaksanakan dari mulai bulan Maret sampai Juli 2013. Cara pengambilan sampel yaitu dengan menggunakan tekhnik random sampling cluster. Instrumen penelitian untuk mengukur pengetahuan flour albusdan pelaksanaan tentang vulva
hygiene dengan menggunakan
kuesioner.
Uji validitas menggunakan rumus Pearson Product Moment. Uji reliabilitas dengan menggunakan uji statistik Cronbach Alpha yang mengacu kepada indeks reliabilitas menurut Guilford diperoleh nlai r untuk variabel pengetahuan yaitu 0.844. Analisa bivariat dalam penelitian ini menggunakan Koefisien Kontingensi (C).
Hubungan Pengetahuan Remaja Putri Kelas X Tentang Flour Albus Dengan Pelaksanaan Vulva Hygiene Di SMK PGRI 1 Sukabumi Wilayah Kerja Puskesma Tipar Kota Sukabumi Susilawati; Andestia
17 Hasil Penelitian
Penelitian dilakukan kepada 133 responden, melalui pengumpulan data dalam bentuk kuisioner. Berdasarkan data demografi responden, sebagian besar responden berusia 16 tahun yaitu sebanyak 74 responden (55.6%), sedangkan sebagian kecil responden yaitusebanyak 2 responden (1,5%) berusia 18 tahun. Data berdasarkan sumber informasi yang didapatkan
sebagian besar responden
mendapatkan informasi tentang keputihan melalui teman,keluarga dan guru yaitu sebanyak 72 responden (54,1%) sedangkan sebagian kecil responden dari televisi yaitu sebanyak 13 responden (9,8%).
Berdasarkan Pengetahuan Remaja diketahui gambaran pengetahan responden tentang flour albus yaitu sebagian besar pengetahuannya termasuk kategori baik sebesar 70.7% (93 orang), dan sebagian besarnya lagi berada pada kategori cukup sebanyak 26.3% (32 orang). Berdasarkan pelaksanaan vulva hygiene sebagian responden tidak melakukan vulva hygiene sebanyak 57.9% (77 orang) dan yang melakukan vulva hygiene sebanyak 42.1 % (56 orang).
Hasil analisa bivariat hubungan antara pengetahuan tentang fluor albus dengan pelaksanaan vulva hygiene remaja putri SMK PGRI 1 Sukabumi tergambar dalam table dibawah ini:
Tabel 1.1 Penggabungan Korelasional
Keterangan: * bermakna pada α < 0,05
Berdasarkan table 1.1 diatas hasil uji statistik diperoleh nilai P value 0.05 artinya tolak H0 dan terima H1, yang
artinya ada hubungan antara
pengetahuan remaja putri dengan pelaksanaan vulva hygiene di SMK PGRI 1 Sukabumi karena nilai r = 0.000 dan nilai C (kooefisien kontingensi) = 0.384 dengan derajat hubungan antara variable didapatkan nilai Q = 0.54 ini yang menunjukan bahwa keeratan hubungan antara variabel berhubungan erat.Sehingga dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang erat antara pengetahuan remaja putri dengan pelaksanaan vulva hygiene di SMK PGRI 1 Sukabumi.
Pengetahuan Pelaksanaan Vulva hygiene Total Nilai Q Nilai C P Tidak YA Baik 42 52 94 0.54 0.384 0.000* Cukup 35 4 39 Jumlah 77 56 133
18 Pembahasan
Pengetahuan merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu, yakni indera penglihatan,
penciuman, rasa dam raba
(Notoatmodjo, 2003). Salah satu faktor yang memperngaruhi pengetahuan seseorang adalah informasi, menurut Notoatmodjo (2003) informasi akan
memberikan pengaruh pada
pengetahuan seseorang. Hal ini juga terkait dengan informasi yang didapatkan responden, dimana sebagian responden ternyata memperoleh informasi yang baik tentang fluor albus dari orang tua, teman dan guru yaitu sebanyak 54.1%, dari petugas kesehatan sebanyak 36.1%, dan dari televisi sebanyak 9.8%.
Sumber informasi yang diperoleh responden sangat memiliki peran penting dalam merubah perilaku seseorang dalam melaksanakan vulva hygiene. Dalam hal ini pengetahuan yang dimiliki responden tentang flour albus sebagian besar memiliki pengetahuan baik sebesar 70,7%. Hal tersebut menunjukkan bahwa remaja putri siswi SMK PGRI 1 Sukabumi memiliki peluang yang lebih baik dalam melakukan perawatan vulva hygiene.
Gambaran remaja putri yang
melaksanakan vulva hygiene di SMK 1 PGRI Sukabumi hanya 42.1% yang
melaksanakan vulva hygiene,
dansebagian besar dari responden yang tidak melaksanakan vulva hygiene justru memiliki pengetahuan baik. Hal tersebut kemungkinan dipengaruhi oleh berbagai faktor, diantaranya kesadaran individu itu sendiri tentang bagaimana kebersihan diri khususnya vulva hygiene itu sangat penting, selain itu bisa juga dipengaruhi oleh lingkungan yang kurang memungkinan dalam melakukan perawatan vulva hygiene.
Berdasarkan hasil penelitian didapatkan terdapat hubungan antara pengetahuan remaja putri dengan pelaksanaan vulva hygiene di kelas X SMK PGRI 1 Sukabumi, berarti jika pengetahuan responden tentang fluor albus baik maka pada pelaksanaan vulva hygiene nya pun akan baik dan sebaliknya. Hal tersebut menunujukkan bahwa semakin baik pengetahuan seseorang tentang fluor albus maka akan sebaik pelaksanaan vulvva hygien yang dilakukan, ini sesuai dengan suumber bahwa sikap seseorang dipengaruhi
pengetahuan yang dimilikinya
Hubungan Pengetahuan Remaja Putri Kelas X Tentang Flour Albus Dengan Pelaksanaan Vulva Hygiene Di SMK PGRI 1 Sukabumi Wilayah Kerja Puskesma Tipar Kota Sukabumi Susilawati; Andestia
19
dapat dipengaruhi oleh faktor lain seperti faktor lingkungan dan sosial budaya yang sudah menjadi kebiasaan sejak dulu. Selain itu menurut tingkatan pengetahuan yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003) bahwatingkatan pengetahuan responden berada pada tingkat hanya sekedar tahu dan memahami saja, responden belum dapat mengaplikasikan secara langsung apa yang mereka ketahui.
Kesimpulan
Simpulan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Sebagian besar pengetahuan siswi kelas X tentang fluor albus yaitu termasuk kategori baik sebanyak 94 orang.
2. Pelaksanaan vulva hygiene siswi kelas X sebagian besar tidak melaksanakan yaitu sebesar 56 orang.
3. Terdapat hubungan antara
pengetahuan remaja putri tentang fluor abus dengan pelaksanaan vulva hygiene.
Rekomendasi
Hasil penelitian ini diharpakan dapat dijadikan dasar dalam meningkatkan program penyuluhan dan pendidikan kesehatan tentang kesehatan reproduksi remaja khususnya tentang fluor albus,
serta menambah sumber referensi sebagai bahan penelitian selanjutnya atau sumber bacaan bagi masyarakat pada umumnya dan tenaga kesehatan pada khususnya.
Referensi
Arikunto. 2006. Prosedur penelitian Suatu pendekatan praktek. Jakarta: rineka cipta
Depkes, 2011. Data kesehatan reproduksi remaja kota sukabumi: dinkes kota sukabumi
Hurlock. 1999. Konsep pengetahuan. EGC: Jakarta
Hurlock. 2001. Remaja. EGC: Jakarta
Manuaba, A. 2001. Memahami
kesehatan reproduksi wanita, EGC, Jakarta
Medika Santosa B. 2007. Panduan kesehatan reproduksi wanita, Jakarta: SKP publishing
Notoatmodjo, 2010.Metodologi
penelitian kesehatan. Jakarta: rineka cipta
Nursalam.2002.metode penelitian ilmu keperawatan, Jakarta: Salemba Prawirohardjo, sarwono. 2001.ilmu
kesehatan reproduksi. Jakarta:egc Soetijiningsih. 2007. Pedoman umum
remaja di Indonesia. Bina pustaka: Jakarta
20
Hubungan Pengetahuan Kader Posyandu Tentang Posyandu dan Kader dengan Partisipasi Kader Dalam Kegiatan Posyandu di Kelurahan Nanggeleng Wilayah
Kerja Puskesmas Nanggeleng Kota Sukabumi
Asti Nurilah Khadar1, Dewi Hanifah2
Latar belakang penelitian ini di puskesmas Nanggeleng masih tingginya kader yang tidak aktif hal ini disebabkan oleh pengetahuan kader posyandu yang masih kurang. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui hubungan pengetahuan kader Posyandu tentang Posyandu dan Kader dengan partisipasi kader dalam kegiatan posyandu.Pengetahuan merupakan hasil dari tahu setelah seseorang melakukan penginderaan terhadap objek tertentu. Posyandu merupakan pos pelayanan kesehatan dasar untuk meningkatkan kesehatan masyarakat, yang didalamnya terdapat peran aktif dari kader Posyandu. Partisipasi kader posyandu adalah keikutsertaan kader dalam kegiatan Posyandu (Widiastuti A, 2007). Jenis penelitian ini menggunakan metode korelasional dengan pendekatan Cross Sectional. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik Sampling jenuhdengan Populasi 105 orang. Berdasarkan uji statistic untuk reliabilitas diperoleh nilai r = 926 atau r ≥ 0,6 dan nilai p = 0.000 ini berarti tolak H0 karena p value <0.05. Hal ini menunjukkan ada hubungan antara pengetahuan kader posyandu tentang Posyandu dan Kader dengan partisipasi kader dalam kegiatan posyandu. Pengetahuan kader posyandu tentang posyandu dan kader sebagian besar memiliki pengetahuan baik yaitu 74 responden (77,9%) sebagian besar kader Posyandu tidak berpartisipasi terhadap kegiatan posyandu yaitu sebanyak 52 responden (54,7%). Simpulan dari penelitian ini yaitu terdapat hubungan antara pengetahuan kader posyandu tentang Posyandu dan Kader dengan partisipasi kader dalam kegiatan posyandu. Maka disarankan pada Puskesmas Nanggeleng untuk dapat meningkatkan pelatihan terhadap Kader Posyandu.
Kata kunci :Pengetahuan, Kader Posyandu, partisipasi kader posyandu
Pendahuluan
Posyandu dibentuk oleh
masyarakat desa/kelurahan dengan tujuan untuk mendekatkan pelayanan kesehatan dasar, terutama Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).Posyandu masih menjadi sarana penting di dalam masyarakat yang mendukung upaya pencapaian keluarga sadar gizi
(KADARZI), membantu peningkatan keluarga kecil bahagia sejahtera. Kegiatan didalamnya meliputi kegiatan
pemantauan pertumbuhan yang
diintegrasikan dengan pelayanan seperti imunisasi untuk pencegahan penyakit, penanggulangan diare, pelayanan kesehatan ibu dan anak, pelayanan kontrasepsi, hingga penyuluhan
Hubungan Pengetahuan Kader Posyandu Tentang Posyandu dan Kader dengan Partisipasi Kader Dalam Kegiatan Posyandu di Kelurahan Nanggeleng Wilayah Kerja Puskesmas Nanggeleng Kota Sukabumi. Asti Nurilah Khadar, Dewi Hanifah
21
konseling (Kemenkes RI, 2011). Kegiatan Posyandu dimotori oleh para kader terpilih dari wilayah sendiri yang terampil yang telah dilatih menjadi kader kesehatan setempat dibawah bimbingan Puskesmas (Kemenkes RI, 2011).
Secara kuantitas, perkembangan
jumlah posyandu sangat
menggembirakan, karena di setiap desa ditemukan 3-4 posyandu. Pada saat posyandu dicanangkan pada Tahun 1986 jumlah posyandu tercatat sebanyak 25.000 posyandu, pada Tahun 2005 meningkat menjadi 238.699 posyandu (Depkes RI, 2006) dan tahun 2008 menjadi 269.202 posyandu (Depkes RI, 2009).
Menurut data Kementerian Kesehatan tahun 2011, sebanyak 268.439Posyandu tersebar di seluruh Indonesia. Jumlah Posyandu di Indonesia pada tahun 2012 mengalami penurunan yakni sebanyak 266.827 yang tersebar di seluruh Indonesia dan terdapat sekitar 3 sampai 4 orang kader per Posyandu dan berarti dibutuhkan lebih dari 1 juta kader Posyandu. Kondisi tersebut memperlihatkan peran penting dari kader Posyandu sebagai garda terdepan dalam pelayanan kepada masyarakat melalui Posyandu. Namun
demikian, masih banyak kader yang belum memiliki pemahaman dan keterampilan yang memadai dalam
melaksanakan tugasnya. Kader
Posyandu sebaiknya mampu menjadi pengelola Posyandu dengan baik karena merekalah yang paling memahami kondisi kebutuhan masyarakat di wilayahnya (Kemenkes RI, 2012).
Kenyataaan di lapangan
menunjukkan masih ada posyandu yang mengalami keterbatasan kader, yaitu tidak semua kader aktif dalam setiap kegiatan posyandu sehinggga pelayanan tidak berjalan lancar.Berdasarkan penelitian Septiani (2012), kader yang direkrut oleh staf puskesmas kebanyakan hanya berpendidikan
sampai tingkat SLTA dengan
pengetahuan yang sangat minim dan umumnya tidak bekerja.
Upaya untuk memasyarakatkan program posyandu di Era pemerintahan orde baru cukup gencar dikampanyekan ke masyarakat dengan slogan "Ayo ke posyandu", namun di Era Reformasi berlangsung perkembangan posyandu kelihatannya mengalami kemunduran, karena terkesan pembangunan politik dan ekonomi lebih diprioritaskan dari pada pembangunan sosial, akibatnya pembangunan kesehatan yang berbasis
22
masyarakat sedikit terabaikan, sehingga dampaknya terhadap keberadaan posyandu seolah-olah menjadi "Hidup segan mati tak mau” (Gemari,2005). Salah satu upaya pemerintah untuk mengatasi hal tersebut adalah adanya Surat edaran Menteri Dalam Negeri dan Otonomi Daerah Nomor :411.3/1116/SJ tanggal 13 Juni 2000 tentang revitalisasi posyandu. Berdasarkan surat tersebut, diharapkan akan mengembalikan kerja posyandu dan keaktifan-keaktifan kader di dalamnya (Depkes RI, 2005)
Berdasarkan data dari Dinas Kesehatan Sukabumi pada periode
Tahun 2012 diketahui bahwa
Puskesmas Nanggeleng adalah
peringkat terendah dari seluruh jumlah Kader Posyandu di Kota Sukabumi. Puskesmas Nanggeleng merupakan puskesmas yang berada di Kelurahan Nanggeleng Kecamatan Citamiang Kota Sukabumi. Puskesmas Nanggeleng memiliki 13 RW dengan jumlah posyandu sebanyak 18 Posyandu. Jumlah kader aktif 59 orang dan kader pasif berjumlah 17 orang, serta merupakan persentase tertinggi untuk jumlah kader pasif di seluruh Puskesmas di kota Sukabumi yaitu 22.4 %. Partisipiasi kader dalam pelatihan juga masih kurang. Data yang diperoleh
dari Puskesmas Nanggeleng dari 59 kader, yang aktif mengikuti pelatihan hanya 24 orang. Berbagai alasan ketidak ikutsertaan kader lainnya yang tidak mengikuti pelatihan, diantaranya dikarenakan ada yang bekerja, kesibukan masing-masing, dan tidak adanya keinginan untuk mengikuti pelatihan.
Hal tersebut di dukung dengan hasil studi pendahuluan yang didapat dari hasil wawancara langsung terhadap 10 orang kader, 6 orang diantaranya merupakan kader yang dikategorikan pasif dan dari 6 orang kader pasif tersebut, 2 orang diantaranya memiliki pengetahuan yang baik. Sedangkan 4 orang kader yang dikategorikan aktif masing-masing memiliki pengetahuan yang baik. Pertanyaan yang ditanyakan meliputi pengertian, peran dan fungsi, manfaat, tujuan dari Posyandu dan kader Posyandu.
Hasil penelitian Harisan dan Diana Dwi Nuryani tahun 2012, bahwa keaktifan kader dipengaruhi beberapa faktor, salah satu diantaranya adalah pengetahuan. Menurut Lawrence Green (1991) yang dikutip oleh Notoatmodjo, bahwa pengetahuan dapat menunjukan perilaku kader terhadap partisipasinya. Kader dengan pengetahuan yang tidak
Hubungan Pengetahuan Kader Posyandu Tentang Posyandu dan Kader dengan Partisipasi Kader Dalam Kegiatan Posyandu di Kelurahan Nanggeleng Wilayah Kerja Puskesmas Nanggeleng Kota Sukabumi. Asti Nurilah Khadar, Dewi Hanifah
23
memadai tentang kader dan posyandu tentu saja akan berpengaruh terhadap partisipasinya dalam menggerakkan Posyandu. Hal ini akan menghambat ketercapaian tujuan program Posyandu.
Pada kesempatan ini peneliti tertarik
untuk mengetahui hubungan
pengetahuan kader posyandu tentang posyandu dan kader dengan partisipasi kader dalam kegiatan posyandu di kelurahan Nanggeleng wilayah kerja Puskesmas Nanggeleng.
Metode
Rancangan penelitian ini adalah penelitian cross sectional. Subjek penelitian adalah kader posyandu di Wilayah Kerja Puskesmas Nanggeleng dengan jumlah 95 responden. Tehnik pengambilan sampel adalah sampling jenuh. Instrumen yang digunakan adalah kuesioner pengetahuan tentang kader posyandu dan kuesioner tentang partisipasi kader dalam kegiatan Posyandu, dengan nilai uji validitas adalah p=0.000 atau P value < 0.05 dan nilai reliabilitas adalah r = 926 atau r ≥ 0,6. Hal ini menunjukkan bahwa instrumen telah dinyatakan valid dan reliabel.
Hasil
Karakteristik responden ditunjukkan pada tabel berikut:
Tabel 4.1Karakteristik Responden di Kelurahan Nanggeleng Karakteristik Jumla h Presentas i (%) Umur <20 2 2.1 20-35 70 73.7 >35 23 24.2 Pendidikan Tidaksekolah 0 0 SD 18 18.9 SMP 23 24.2 SMA 53 55.8 PerguruanTingg i 1 1.1 Pekerjaan Bekerja 18 18.9 TidakBekerja 77 81.1 Jumlah 95 100
Berdasarkan tabel 4.1 diketahui bahawa karakteristik responden paling banyak terdapat pada kelompok umur 20-35 tahun (73,7%), dengan pendidikan SMA (55,8%), dan status pekerjaan tidak bekerja (81,1%) .
Adapun gambaran pengetahuan tentang Posyandu dan Kader dari 95 responden dapat dilihat pada tabel 4.4 berikut ini :
Tabel 4.4 Tabel distribusi Frekuensi Berdasarkan Pengetahuan
Pengetahuan Jumla h
Presentas i (%)
24 Baik 74 77.9 Cukup 21 22.1 Jumlah 95 100 Berdasarkan tabel 4.4 diperoleh data bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan yang
baik yaitu sebanyak 74 responden atau 77.9% dan yang memiliki pengetahuan cukup sebanyak 21 responden atau 22.1%.
Berikut ini merupakan gambaran partisipasi kader Posyandu dalam kegiatan Posyandu
Tabel 4.5 Tabel distribusi Frekuensi Berdasarkan Partisipasi Partisipasi Juml ah Present asi (%) Berpartisipasi 43 45.3 Tidakberpartisi pasi 52 54.7 Jumlah 95 100.0
Berdasarkan tabel 4.5 diperoleh data bahwa dari 95 responden paling banyak responden tidak berpartisipasi yaitu sebanyak 52 responden atau 54.7% dan yang berpartisipasi sebanyak 43 responden atau 45.3%.
Hasil analisis statistik terhadap hubungan pengetahuan kader dengan partisipasi kader dalam kegiatan Posyandu adalah sebagai berikut:
Tabel 4.6 Hubungan Pengetahuan Kader Posyandu Tentang Posyandu dan Kader dengan Partisipasi Kader dalam Kegiatan Posyandu
Berdasarkan tabel 4.6 dapat dilihat dari 25 responden yang berpengetahuan cukup 2 responden diantaranya berpartisipasi terhadap kegiatan posyandu, dan dari 70 responden yang berpengetahuan baik 41 responden diantaranya berpartisipasi terhadap kegiatan posyandu. Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi-Kuadrat diperoleh nilai p=0,000 (p<0.005) ini
menunjukan terdapat hubungan
pengetahuan kader posyandu tentang posyandu dan kader dengan partisipasi kader dalam kegiatan posyandu di Kelurahan Nanggeleng wilayah kerja
Puskesmas Nanggeleng Kota
Sukabumi. Pengetahuan Partisipasi Total P-Value Berpartisipasi Tidak berpartisipasi n % n % n % 0,000 Baik 41 58.6 29 41.4 70 100 Cukup 2 8 23 92 25 100
Hubungan Pengetahuan Kader Posyandu Tentang Posyandu dan Kader dengan Partisipasi Kader Dalam Kegiatan Posyandu di Kelurahan Nanggeleng Wilayah Kerja Puskesmas Nanggeleng Kota Sukabumi. Asti Nurilah Khadar, Dewi Hanifah
25 Pembahasan
Berdasarkan tabel 4.4 diperoleh data bahwa sebagian besar responden memiliki pengetahuan baik yaitu sebanyak 68 responden atau 71.6% dan yang memiliki pengetahuan cukup sebanyak 6 responden atau 6.3%. Hal ini dapat memberikan gambaran bahwa pengetahuan kader Posyandu tentang Posyandu dan Kader sudahbaik.
Faktadilapanganmenunjukkan bahwa seseorang yang memiliki pengetahuan baik akan berpengaruh terhadap tingkat pemahaman yang selanjutnya akan mampu menjabarkan suatu objek tertentu. Maka dalam hal ini, apabila pengetahuan kader sudah terbentuk dengan baik maka partisipasi kader akan terwujud sesuai dengan apa yang diharapkan dan target-target daripada kegiatan posyandu dapat tercapai. Sesuaiteori yang dikemukakan oleh Notoatmodjo (2003) bahwa pola pengetahuan ini dapat dilihat dari aspek pemahaman, penerapan, analisis serta evaluasi.
Sebagian besar responden
termasuk pada golongan usia
reproduktif. Pada usia ini kemampuan intelektual individu belum mengalami penurunan. Seperti yang kita ketahui usia mempengaruhi terhadap daya
tangkap dan pola pikir seseorang. Semakin bertambah usia akan semakin berkembang pula daya tangkap dan pola fikirnya, sehingga pengetahuan yang
diperolehnya semakin membaik
(Notoatmodjo, 2007).
Umur 20-35 tahun ini termasuk dalam kategori dewasa sehingga berpengaruh pada kemampuan fisik dan berfikir seseorang sudah maksimal atau sudah cukup matang. Hal ini kemungkinan terjadi karena pengalaman dan pengetahuan kaderposyandu tentang Posyandu dan Kader kurang.
Semakin tua semakin bijaksana, semakin banyak informasi yang dijumpai dan semakin banyak hal yang
dikerjakan sehingga menambah
pengetahuannya. Berdasarkan
pernyataan tersebut maka diperoleh bahwa umur memang mempengaruhi pengetahuan seseorang/individu.
Selain itu, pendidikan juga
sangat berpengaruh terhadap
pengetahuan seseorang. Berdasarkan tabel 4.1 diperoleh data bahwa sebagian besar pendidikan responden adalah SMA yaitu berjumlah 53 responden atau 55.8% dan yang paling sedikit yaitu Perguruan Tinggi yaitu 1 responden atau 1.1%.
26
Pendidikan mempengaruhi
proses belajar, makin tinggi pendidikan seseorang makin mudah orang tersebut untuk menerima informasi. Dengan pendidikan tinggi maka seseorang akan
cenderung untuk mendapatkan
infromasi, baik dari orang lain maupun dari media massa. Semakin banyak informasi yang masuk semakin banyak pula pengetahuan yang didapat tentang kesehatan. Namun perlu ditekankan bahwa seorang yang berpendidikan
rendah tidak berarti mutlak
berpengetahuan rendah pula
(Notoatmodjo, 2007).
Berdasarkan hasil penelitian, ditemukan bahwa sebagian besar kader tidak berpartisipasi dalam kegiatan Posyandu yang dapat dilihat dari tabel 4.5 bahwa dari 95 responden terdapat 52 responden tidak berpartisipasi dalam kegiatan Posyandu dengan persentase
54.7%. Adapun kader yang
berpartisipasi dalam kegiatan Posyandu sebanyak 43 responden dengan
persentase 45.3%.Dari hasil
diatasdapatdilihat bahwa partisipasi kader dalam kegiatan Posyandu yang berada di wilayah kerja Nanggeleng memiliki tingkat partisipasi yang rendah. Hal tersebut berdampak pada kegiatan posyandu, yang dapat
mengakibatkan kegiatan posyandu tidak berjalan efektif. Oleh karena itu partisipasi kader dapat dijadikan sebagai tolak ukur keberhasilan dalam kegiatan posyandu.
Berdasarkan tabel 4.6 tentang distribusi frekuensi pengetahuan kader posyandu tentang kader dan posyandu dengan partisipasi kader dalam kegiatan posyandu, sebagian besar memiliki pengetahuan baik tentang posyandu dan kader yang cenderung memiliki partisipasi yang baik. Hasil temuan ini menunjukkan bahwa pengetahuan kader posyandu tentang posyandu dan kader berpengaruh terhadap partisipasi kader dalam kegiatan posyandu.Hal ini didukung Berdasarkan uji statistic analisa bivariate dengan menggunakan uji Chi-Kuadrat atau Chi-square diperoleh nilai p=0,000 yang artinya ada hubungan antara pengetahuan kader posyandu tentang posyandu dan kader dengan partisipasi dalam kegiatan posyandu.Berdasarkan hasil pemaparan
diatas dapat diketahuibahwa
pengetahuan yang dimiliki oleh kader
posyandu dapat meningkatkan
partisipasi kader dalam kegiatan Posyandu.
Hubungan Pengetahuan Kader Posyandu Tentang Posyandu dan Kader dengan Partisipasi Kader Dalam Kegiatan Posyandu di Kelurahan Nanggeleng Wilayah Kerja Puskesmas Nanggeleng Kota Sukabumi. Asti Nurilah Khadar, Dewi Hanifah
27
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat hubungan terdapat hubungan pengetahuan kader posyandu tentang posyandu dan kader dengan partisipasi kader dalam kegiatan posyandu di Kelurahan Nanggeleng wilayah kerja
Puskesmas Nanggeleng Kota
Sukabumi. Disarankan agar Puskesmas Nanggeleng Kota Sukabumi dapat lebih meningkatkan pengetahuan Kader Posyandu tentang Posyandu dan Kader, seperti melakukan Pelatihan-pelatihan terhadap seluruh Kader Posyandu agar program posyandu dapat berjalan dengan baik.
DAFTAR PUSTAKA
Alimul, Aziz. A. 2007. Metode Penelitian Keperawatan dan Teknik Analisis Data. Jakarta : Salemba Medika.
2009. Metode
Penelitian Keperawatan dan Tekhnik Analisis Data. Jakarta: Salemba Medika.
Arikunto, Suharsimi. 2007. Manajemen Penelitian. Jakarta : Rineka Cipta.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian:Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Budhiana, Johan 2012. Modul Mata Kuliah Analisis Data Penelitian
Departemen Kesehatan RI, 2007. Pedoman Strategi KIE Keluarga
Sadar Gizi (KADARZI).
Direktorat Jenderal Bina
Kesehatan Masyarakat,
Direktorat Bina Gizi
Masyarakat.
Dinas Kesehatan Kota Sukabumi, 2012. Laporan Tahunan Bidang Pelayanan Kesehatan Sukabumi Dini, Nurul. 2012. Hubungan
Pengetahuan Kader Posyandu Tentang Posyandu terhadap Kunjungan ibu Balita ke
Posyandu di Kelurahan
Sirnagalih Kecamatan Indihiang Kota Tasikmalaya
28
Kemenkes. 2009. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Tengah Tahun
2009. Semarang: Dinkes
Provinsi Jawa Tengah.
Kemenkes. 2011. Profil Kesehatan Provinsi Jawa Barat 2011. Semarang: Dinkes Provinsi Jawa Barat.
Narimati, U., Anggani, S.D., Ismawati, L.
(2011).PenulisanKaryaIlmiah. Bandung: Genesis
Notoatmodjo. 2003. Pendidikan dan Perilaku Kesehatan. Jakarta : Rineka Cipta
2007. Kesehatan Masyarakat Ilmu dan seni. Jakarta : Rineka Cipta.
2010. Metodologi
Penelitian Kesehatan. Jakarta : PT. Rineka Cipta
Nursalam. 2003. Konsep dan
Penerapan Metodologi
Penelitian Ilmu Keperawatan. Jakarta : Salemba Medika. Sugiyono, 2011. Metode penelitian
Kuantitatif Kualitatif Dan R&D.
Pengaruh Gaya Kepemimpinan Terhadap Motivasi KerjaPerawat Di Instalasi Rawat Inap BLUD RS Sekarwangi Kabupaten SukabumiJohan Budhiana, Yeni Rustiani
29
PENGARUH GAYA KEPEMIMPINAN TERHADAP MOTIVASI KERJA PERAWAT DI INSTALASI RAWAT INAP
BLUD RS SEKARWANGI KABUPATEN SUKABUMI Johan Budhiana, Yeni Rustiani
Jb_budhiana@yahoo.co.id ABSTRAK
Pelayanan perawatan di Rawat Inap menurun ,penyebab kurangnya motivasi kerja perawat,diperlukan perawat dengan motivasi kerja tinggi agar pelayanan perawatan meningkat.Tujuan penelitian ini mengetahui pengaruh gaya kepemimpinanyang terhadap motivasi kerja perawat di Instalasi Rawat Inap BLUD RS Sekarwangi Kabupeten Sukabumi.. Gaya kepemimpinan yaitu merupakan carapemimpin mempengaruhi prilaku bawahan agar mau bekerja sama dan bekerja secara produktif untuk mencapai tujuan organisasi.Motivasi kerja adalahsuatu dorongan yang mempengaruhi seseorang untuk terus meningkatkan, mengarahkan dan memelihara prilakunya yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dalam lingkungan kerjanya.Jenis penelitian korelasional, pendekatan cross sectional. Sampel perawat 112 orang. Pengambilan sampel stratified proportional random sampling. Uji validitas gaya kepemimpinan 20 semua valid, reliabilitas 0.871. Uji validitas motivasi 25 ,valid 24. Analisa hipotesa digunakan chi kuadrat, serta koefisien korelasi spearman.Hasil didapatkan P Value gaya kepemimpinan = 0.000 ada pengaruh terhadap motivasi kerja perawat. Nilai corellaten koefisien yaitu 0.486. Kesimpulan gaya kepemimpinan berpengaruh terhadap motivasi kerja perawat.Peningkatan motivasi kerja perawat di Rumah Sakit dapat dilakukan dengan carapemilihan calon pemimpin melalui fit and proper test.
PENDAHULUAN
Peningkatan mutu pelayanan kesehatan menjadi isu utama dalam pembangunan kesehatan baik dalam lingkup nasional maupun global. Hal ini didorong karena semakin besarnya tuntutan terhadap organisasi pelayanan kesehatan
untuk mampu memberikan
pelayanan kesehatan secara prima
terhadap konsumen.Bentuk
pelayanan kesehatan salah satunya adalah rumah sakit.Rumah sakit merupakan salah satu fasilitas pelayanan kesehatan yang memiliki peran sangat strategis dalam upaya mempercepat peningkatan derajat kesehatan masyarakat (Aditama, 2003). Pelayanan rumah sakit diantaranya yaitu pelayanan rawat
30
inap.Keberhasilan pelayanan rawat inap dipengaruhi oleh beberapa tim penunjang diataranya kualitas pelayanan tim keperawatan.
Pelayanan keperawatan yang diharapkan adalah pelayanan keperawatan yang professional dan berkualitas, sehingga dapat meningkatkan cakupan pelayanan kesehatan rumah sakit.Salah satu
faktor yang mempengaruhi
pelayanan kesehatan di rumah sakit adalah motivasi kerja perawat. Motivasi kerja adalah suatu kondisi atau keadaan yang mempengaruhi seseorang untuk terus meningkatkan, mengarahkan serta memelihara prilakunya yang berhubungan baik secara langsung maupun tidak langsung dengan lingkungan kerjanya ( Hasibuan,2010 ). Salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi kerja adalah gaya kepemimpinan. Pengaruh gaya kepeminpinan diduga merupakan faktor yang cukup dominan terhadaptinggi rendahnya motivasi kerja perawat. Gaya kepeminpinan yang dapat mengarahkan, melatih, dapat berpartisipasi, mendelegasikan
sebagian wewenang sangat
diperlukan untuk mempengaruhi
peningkatan motivasi kerja karyawannya, karena karyawan yang merasa kerjanya tertekan yang disebabkan beban kerja yang berat, pelaksanaan prosedur yang kurang jelas, kurangnya komunikasi antara pemimpin dan karyawannya, kualitas pengawasan yang rendah, kurangnya kepercayaan pimpinan kepada karyawan dan perbedaan nilai antara karyawan dan peminpin.
Saat ini praktik pelayanan asuhan keperawatan di banyak Rumah Sakit Umum Daerah belum begitu banyak mencerminkan praktik pelayanan profesional. Metoda pemberian asuhan keperawatan yang dilaksanakan belum sepenuhnya berorientasi pada upaya pemenuhan kebutuhan klien, melainkan lebih berorientasi pada pelaksanaan tugas dan rutinitas saja, belum dapat memenuhi kebutuhan bio-psikososial kultural dan spiritual.Keterampilan, keramahan, disiplin, tanggung jawab yang kurang optimal, serta motivasi yang rendah.Motivasi yang rendah merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi yang berdampak pada kerja perawat di rumah sakit.
BLUD RS Sekarwangi adalah rumah sakit yang terletak di Cibadak