• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi Penyakit Pulpa berdasarkan Etiologi dan Klasifikasi di RSKGM, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Distribusi Penyakit Pulpa berdasarkan Etiologi dan Klasifikasi di RSKGM, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia Tahun"

Copied!
16
0
0

Teks penuh

(1)

Distribusi Penyakit Pulpa berdasarkan Etiologi dan Klasifikasi di RSKGM,

Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia Tahun 2009-2013

Nindya Larasati*, Kamizar, Munyati Usman

Department of Conservative Dentistry, Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia, Jakarta 10430, Indonesia

*E-mail: nindya.larasati@ui.ac.id

Abstrak

Latar Belakang: Profil Data Kesehatan Indonesia 2011 mencatat penyakit pulpa dan

periapeks urutan ke-7 penyakit rawat jalan di Indonesia. Tujuan: Penelitian ini memberikan informasi distribusi penyakit pulpa dilihat dari etiologi dan klasifikasi di RSKGM, Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia. Metode: Studi deskritif melalui rekam medik pasien tahun 2009-2013 dengan variabel etiologi dan klasifikasi penyakit pulpa. Hasil: Etiologi paling banyak ditemukan disebabkan karies (98.5%) dan penyakit pulpa paling sering ditemukan adalah nekrosis pulpa (45%). Kesimpulan: Kasus penyakit pulpa pada pasien di RSKGM-FKGUI paling banyak disebabkan oleh karies dan penyakit pulpa paling banyak ditemui adalah nekrosis pulpa.

Distribution of Pulpal Disease based on Etiology and Classification in RSKGM, Faculty of Dentistry, University of Indonesia Year 2009-2013

Abstract

Background: Profil Data Kesehatan Indonesia 2011 recorded pulpal and periapical disease as

the seventh disease treated in the outpatient in Indonesia. Aim: This study was to provide information about distribution of pulpal disease based on etiology and classification in RSKGM, Faculty of Dentistry, University of Indonesia. Method: Description study from medical record of patients period 2009-2013 with variable etiology and classification of pulpal disease. Results: The most found etiology is caries (98.5%) and pulpal disease is necrosis pulp (45%). Conclusion: Pulpal disease in patients of RSKGM-FKGUI is mostly caused by caries and pulpal disease that mostly found is necrosis pulp.

Keywords: pulpal disease, etiology, classification

Pendahuluan

Prevalensi penyakit pulpa di Indonesia masih dapat dikategorikan tinggi. Profil Data Kesehatan Indonesia tahun 2011 mencatat penyakit pulpa dan periapeks terdapat pada urutan ke 7 penyakit rawat jalan di Indonesia pada data tahun 2010.1 Demikian juga data dari Departemen Kesehatan, rumah sakit umum pemerintah daerah DKI Jakarta mencatat kasus

(2)

29.273 kasus pada 2008, dan 11.290 kasus pada 2010.1–4 Namun, masih belum ada data lengkap mengenai distribusi penyakit pulpa.

Penyebab penyakit pulpa paling utama adalah karies yang disebabkan oleh bakteri. Karies masih merupakan penyebab utama dari kerusakan gigi. Menurut Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) tahun 2004, prevalensi karies di Indonesia berkisar 90,05% menunjukkan tingginya angka penyakit tersebut.5 Apabila karies tidak dirawat pada email dan denitn gigi, maka bakteri dapat berlanjut ke pulpa. Namun, kelainan pulpa tidak hanya disebabkan oleh karies tetapi juga dapat disebabkan oleh trauma, panas, dan kimia.6 Trauma dapat berasal dari benturan benda keras, panas dapat berasal dari saat preparasi kavitas, dan kimia dapat berasal dari bahan material pengisi saluran akar.

Untuk memudahkan pengambilan data, menurut Ingle klasifikasi penyakit pulpa dibagi menjadi 3 bagian besar, yaitu reversible pulpitis, irreversible pulpitis (acute irreversible pulpitis, chronic irreversible pulpitis, dan chronic hiperplastic pulpitis), dan necrosis pulp.7 Apabila karies dibiarkan saja tanpa ditangani dan mencapai pulpa, maka dapat menyebabkan perawatan yang lebih lama dan kompleks.

RSKGM-FKGUI (Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut) adalah rumah sakit khusus yang digunakan untuk pendidikan dan pelayanan kesehatan gigi milik Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia yang merupakan prasarana untuk mahasiswa Profesi dan Spesialis untuk menyelesaikan pendidikan.8 Pasien yang dirawat merupakan pasien yang datang berdasarkan kesadaran diri akan kesehatan giginya dan yang dibawa oleh mahasiswa. RSKGM-FKGUI sudah dikenal masyarakat luas dimana hasil penelitian yang didapatkan dapat menjadi perwakilan gambaran keadaan kesehatan pulpa masyarakat sekitar.

Berdasarkan data di atas, angka penyakit pulpa masih dapat dikatakan tinggi sehingga penulis tertarik untuk mengetahui distribusi pasien dengan penyakit pulpa yang datang berobat ke RSKGM-FKGUI dengan melihat rekam medik pasien pada tahun 2009-2013. Hasil penelitian ini diharapkan dapat membantu rencana tindakan pencegahan dalam program kesehatan gigi dan mulut untuk masyarakat. Dengan mengetahui etiologi dari penyakit pulpa yang dialami pasien, diharapkan dokter gigi dapat membuat rencana pencegahan guna mencegah karies mencapai pulpa dengan meningkatkan kesadaran masyarakat. Dengan memahami klasifikasi penyakit pulpa, dokter gigi dapat membuat rencana perawatan yang sesuai.

(3)

Tinjauan Teoritis

Jaringan Pulpa

Pulpa adalah jaringan ikat yang mengandung komponen jaringan seperti substansi interselular, cairan jaringan, sel-sel tertentu, limfatik, pembuluh darah, saraf, odontoblast, fibroblast, dan komponen seluler lainnya.9 Secara embriologis, jaringan pulpa terbentuk dari central cells-nya dental papilla membuat jaringan pulpa menyerupai jaringan dentin.9 Meskipun menyerupai jaringan ikat lainnya, pulpa memiliki fungsi dan lingkungan yang spesial.

Pulpa memiliki fungsi sebagai formative, sensory, nutritive, dan protective.9 Pulpa terlibat dalam menjaga, mendukung, dan pembentukan lanjutan dari dentin dikarenakan inner layer dari badan sel odontoblast masih terdapat di sepanjang dinding luar pulpa.9 Fungsi pulpa sebagai sensorik dikarenakan asosiasi badan sel dengan afferent axon dalam tubulus dentin yang berlokasi di sekitar lapisan odontoblast yang dapat memberikan tanda stimulus sakit saat saat berkontak dengan perubahan suhu, vibrasi, dan kimia.9 Stimulus sakit tersebut membantu menentukan perlu tidaknya pemberian anastesi saat prosedur perawatan. Pulpa juga berfungsi sebagai pemberi nutrisi untuk dirinya dan dentin, dikarenakan tidak adanya pembuluh darah di dentin.9 Terakhir, pulpa memiliki fungsi sebagai pelindung dikarenakan pulpa terlibat dalam pembentukan secondary dentin atau tertiary dentin menyebabkan semakin tebalnya penutup pulpa.9 Selain itu pulpa juga memiliki sel darah putih (WBC) di dalam sistem vaskular dan jaringannya sehingga dapat memicu respon inflamasi dan imun.9

(4)

Sumber: http://www.buzzle.com/articles/human-tooth-anatomy-with-labeled-diagrams.html 2014

Anatomi Pulpa

Adanya kumpulan jaringan pulpa yang terkumpul di dalam pulp chamber pada gigi terbagi menjadi dua divisi utama: coronal pulp dan radicular pulp.9

Coronal pulp terletak pada mahkota gigi, dimana apabila terdapat perpanjangan kecil dari coronal pulp disebut pulp horn.9 Pulp horn tersebut terdapat pada buccal cusp gigi premolar dan mesio-buccal cusp gigi molar pada geligi sulung dan hampir di semua gigi kecuali gigi anterior pada geligi permanen.9 Regio-regio tersebut harus menjadi pertimbangan saat preparasi kavitas untuk mencegah terjadinya pulpa terekspos.9

Radicular pulp atau akar pulpa atau pulp canal merupakan bagian dari pulpa yang terletak di akar gigi dan memanjang dari bagian servikal gigi ke setiap apeks gigi.9 Bagian pulpa ini memiliki lubang terbuka dari pulpa melewati sementum menuju periodontal ligament sekitarnya.9

Apical foramen merupakan lubang terbuka dari pulpa menuju ke periodontal ligament sekeliling gigi dekat dengan setiap apeks gigi.9 Apabila terdapat lebih dari satu foramen yang ada pada setiap akar gigi, maka foramen terbesar merupakan apical foramen dan sisanya merupakan accessory foramina.9

Accessory canal atau lateral canal dapat diasosiasikan dengan pulpa dan merupakan lubang terbuka tambahan dari pulpa ke periodontal ligament.9 Kanal ini terbentuk ketika Hertwig’s epithelial root sheat bertemu dengan pembuluh darah saat pembentukan akar yang kemudian struktur akar tersebut terbentuk di sekeliling pembuluh.9

Gambar 2 Anatomi Pulpa9

(5)

Terdapat empat zona yang terlihat apabila jaringan pulpa dilihat secara mikroskopik: odontoblastic layer, cell-free zone, cell-rich zone, dan central zone.6

a. Odontoblastic Layer

Zona odontoblastik terbentuk dari badan sel odontoblast, dimana proses odontoblastik terjadi di dentin tubulus dan predentin matrix, meluas ke dentin.6 Merupakan zona paling dekat dengan dentin dan melapisi dinding luar pulpa.9

Odontoblast pada zona dapat membentuk secondary atau tertiary dentin sepanjang dinding luar pulpa sehingga memungkinkan sel odontoblast untuk kembali ke posisinya dekat dentin yang baru terbentuk.9 Selain itu, badan sel dari afferent axon dari tubulus dentin dalam dentin terletak di antara badan sel odontoblast.

b. Cell-free Zone

Cell-free zone atau zone of Weil, merupakan zona yang relatif aselular pada pulpa, terletak ke arah tengah mendekati zona odontoblastik.6 Zona tersebut terlihat bebas sel apabila dilihat secara visual, namun apabila dilihat dengan low-level microscopic power zona ini memiliki sel dengan jumlah yang lebih sedikit dibandingkan dengan zona odontoblastik seperti fibroblast, sel mesenkim, dan makrofag.6 Komponen utama yang dapat ditemukan pada zona ini adalah capillary plexus, Rachkow nerve plexus, dan substansi dasar.6

c. Cell-rich Zone

Cell-rich zone terletak di tengah mendekati cell-free zone.6 Zona ini memiliki jumlah sel yang lebih banyak dibandingkan cell-free zone namun tidak sebanyak odontoblastic zone.9 Komponen utamanya adalah substansi dasar, fibroblast dengan hasilnya seperti collagen fiber, sel mesenkim yang tidak berdiferensiasi, dan makrofag. Selain itu, di zona ini juga terdapat pembuluh vaskular lebih banyak dibandingkan cell-free zone.9

d. Central Zone

Merupakan daerah yang terletak di tengah kamar pulpa.9 Pada zona ini terdapat banyak sel sehingga menyerupai cell-rich zone dan memiliki pembuluh vaskular dan saraf yang bercabang ke perifer pulpa.6,9

(6)

Menurut Grossman, penyakit pulpa disebabkan oleh bakteri, trauma, panas, dan kimia.6 Bakteri merupakan penyebab paling umum dari penyakit pulpa. Bakteri atau produknya dapat memasuki pulpa melaluli celah di dentin, dikarenakan karies atau terekspos dari developmental groove, sekitar restorasi, perluasan infeksi, gingiva, atau dari darah.6 Trauma dapat terjadi pada mahkota atau akar gigi. Trauma pada pulpa dapat disebabkan oleh gaya yang berat dan besar pada gigi terjadi saat olahraga, berkelahi, kecelakaan lalu lintas, atau kecelakaan di rumah. Panas merupakan etiologi yang tidak umum pada injuri pulpa. Adapun panas yang dapat menyebabkan injuri pulpa yaitu panas dari preparasi kavitas, konduksi panas oleh filling, dan panas gesekan saat pemolesan. Penyebab kimia pada injuri pulpa merupakan kasus yang jarang terjadi. Contoh penyebab kimia yang dapat menyebabkan kematian pulpa adalah keberadaan arsenik dalam bubuk semen silikat dan penggunaan pasta desensitisasi yang mengandung paraformaldehyde. Namun, seiring berkembangnya ilmu dental material dan pemahaman reaksi pulpa sekarang banyak material dental fillings yang tidak menyebabkan kerusakan permanen pada pulpa. Semakin dalam kavitas, semakin besar kerusakan yang ditimbulkan, namun pada beberapa kasus pulpa dapat menyembuhkan diri dari injuri tersebut. Prognosis jangka panjang dari restorative filling dideterminasi dari kemampuannya menghambat microleakage dan kontaminasi bakteri pulpa.6

Respon Inflamasi

Saat pulpa terkena injuri, berbagai substansi dilepaskan oleh sel residen yang mendorong neutrophils dan mononuclear leukocytes (monocytes dan T- dan B-lymphocytes) untuk meninggalkan pembuluh darah.10 Apabila tidak ada atau hanya sedikit bakteri yang terlibat pada injuri, contoh trauma dari preparasi, infiltrasi dari neutrophil akan terbatas dalam mengeleminasi sel-sel inflamasi. Begitu pun sebaliknya, bila bakteri yang terlibat banyak, maka neutrophil akan bergabung dalam jumlah yang besar dan akan memasuki ujung tubulus dentin pada pulpa. Dengan begitu, neutrophil akan berkontribusi untuk perlindungan pulpa dengan menutup difusi dari makromolekul bakteri dan penetrasi dari organisme bakteri.10

Monosit darah perifer juga akan menginfiltrasi daerah injuri. Begitu masuk ke jaringan, monokosit akan teraktivasi dan berubah menjadi makrofag yang akan melakukan beberapa fungsi penting seperti membunuh bakteri, membersihkan debris selular, mengarahkan antigen, dan menstimulasi perbaikan jaringan dengan angiogenesis dan proliferasi fibroblas.10

(7)

Patogenesis Penyakit Pulpa

Pulpa bereaksi terhadap iritasi yang mengenainya sebagaimana jaringan ikat lainnya dan dapat mengakibatkan inflamasi dan kematian sel. Tingkat keparahan inflamasi tergantung pada intensitas, durasi, dan keparahan dari kerusakan jaringan serta sistem pertahanan tubuh.7 Begitu pulpa terekspos oleh karies atau trauma, dapat dikatakan pulpa tersebut telah terinfeksi karena mikroorganisme mendapatkan akses secara langsung ke pulpa.6

Bakteri merupakan faktor yang paling berpengaruh pada penyakit pulpa dikarenakan dapat mengakibatkan terjadinya karies. Karies sendiri merupakan infeksi bakteri secara lokalisasi dan progresif yang mengakibatkan disintegrasi dari gigi, dimana dimulai dari disolusi enamel dan diikuti invasi bakteri.11 Karies mulai berkembang di bawah biofilm dari plak gigi ketika lingkungan mendukung pertumbuhan dan metabolisme bakteri kariogenik. Meskipun bakteri dapat memasuki pulpa melalui tubulus dentin, asam dan toxin dapat memasuki pulpa terlebih dahulu. Sehingga, respon inflamasi pulpa lebih kepada toxin dibandingkan bakterinya. Spektrum luas dari reaksi pulpa, dari tidak adanya inflamasi hingga terjadinya abses, berhubungan dengan konsentrasi dari substansi berbahaya tersebut di pulpa.7 Meskipun substansi dapat masuk dikarenakan dentin terekspos, konsentrasinya tidak cukup tinggi untuk menyebabkan inflamasi menunjukkan bahwa konsentrasi interstitial fluid dari substansi tersebut dapat diatasi pada konsentrasi rendah.7 Selama tingkat aliran darah normal, mikrosirkulasi dapat bekerja efisien dalam menghilangkan substansi yang bercampur di kamar pulpa.7

Bakteri menembus dentin dan berkembang dalam tubuli dentin yang permeabel menyebabkan permeabilitas dentin menurun dengan terbentuknya dentin peritubuler dan dentin reparatif yang tidak teratur. Apabila tidak ada perawatan, toksin bakteri yang masuk terlebih dahulu dapat mencapai pulpa dan menyebabkan inflamasi pada pulpa yang vital sehingga dapat menyebabkan nekrosis pulpa bila dibiarkan.

Klasifikasi Penyakit Pulpa

Banyak sistem klasifikasi penyakit pulpa yang diajukan para pakarnya, namun banyak dari klasifikasi tersebut dibentuk hanya berdasarkan penemuan histologikal. Namun, banyak penelitian yang menunjukkan bahwa tidak ada korelasi antara tanda klinis dan symptom dan histopatologi dari kondisi klinis.12 Pada istilah umumnya, penemuan secara objektif dan

(8)

subjektif digunakan untuk mengklasifikasikan patosis yang ditemui, dengan pertimbangan apakah jaringan sehat atau mengalami penyakit.12

Tabel 1. Klasifikasi penyakit pulpa

Ingle7 Grossman6 Bergenholtz10

1. Normal pulp 2. Reversible pulpitis 3. Irreversible pulpitis • Acute • Chronic o Hyperplastic (pulp polyp) 4. Pulp necrosis 1. Reversible pulpitis • Acute • Chronic 2. Irreversible pulpitis • Acute • Chronic o Pulp exposure o Hyperplastic (pulp polyp) o Internal resorption 3. Pulp degeneration 4. Necrosis 1. Healthy pulp 2. Pulpitis (Acute/Chronic) 3. Necrotic pulp RSKGM FKG UI13 1. Hiperemia pulpa 2. Pulpitis akut 3. Pulpitis kronis

4. Pulpitis kronis eksaserbasi akut 5. Pulpitis kronis hiperplastik 6. Nekrosis pulpa

Salah satu klasifikasi yang digunakan dalam penelitian ini adalah klasifikasi penyakit pulpa menurut Ingle. Reversible pulpitis adalah kondisi inflamasi ringan-sampai-sedang pada pulpa yang disebabkan oleh stimulus yang merugikan.6 Reversible pulpitis dapat disebabkan oleh agen yang dapat menyebabkan injuri pada pulpa. Adapun agen tersebut yaitu karies,

(9)

trauma, dentin yang terekspos pada leher gigi, perawatan restorasi baru, restorasi rusak, stimulus kimia dari makanan manis atau asam atau iritasi dari bahan filling.6,12 Apabila stimulusnya tidak dihentikan dan dirawat, pulpa akan terus terinflamasi dan dapat berkembang menjadi kondisi irreversible.7 Irreversible pulpitis merupakan kondisi inflamasi lanjutan apabila pulpa tidak ditangani saat kondisi reversible pulpitis. Irreversible pulpitis dapat dibagi menjadi dua yaitu acute (adanya gejala sakit terhadap suhu terutama pada dingin yang menetap, sharp atau dull, spontaneous atau intermittent pain, localized atau diffuse atau referred pain) dan chronic (tidak adanya gejala klinis namun inflamasi biasanya disebabkan karies, eskavasi karies, trauma, dan lain-lain, dimana apabila dibiarkan gigi dapat menjadi symptomatic atau pulpa menjadi nekrosis).12 Chronic Hyperplastic pulpitis atau polip pulpa

adalah respon proliferatif dari tereksposnya pulpa gigi sulung atau gigi permanen yang belum sempurna.11 Kelainan ini dicirikan dengan adanya perkembangan jaringan granulasi, yang terkadang diselimuti oleh epitelium dan menyebabkan iritasi rendah jangka panjang terutama saat mengunyah.Polip pulpa biasanya ditemukan pada dewasa muda dan pada gigi geligi sulung dan permanen (mixed dentition).7 Necrotic pulp terjadi saat persediaan darah ke pulpa tidak ada dan saraf pulpa menjadi tidak fungsional. Setelah pulpa menjadi nekrosis, pulpa tidak akan memberi respon pada tes elektrik dan tes dingin serta terkadang tidak ada rasa sakit (mati rasa), walaupun terkadang dapat terasa sangat sakit pada stimulasi panas.7,12 Kondisi ini dapat berupa partial atau total, tergantung pada bagian mana yang terkena inflamasi.6

Metode Penelitian

Penelitian merupakan penelitian deskritif. Penelitian dilakukan dengan menggunakan subyek berupa rekam medik Rumah Sakit Kesehatan Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia khususnya pasien dengan diagnosis penyakit pulpa tahun 2009-2013. Penelitian dilaksanakan di Rumah Sakit Kesehatan Gigi dan Mulut Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia (RSKGM-FKGUI) selama bulan September 2014. Kriteria inklusi subjek penelitian yaitu pasien yang terdiagnosis penyakit pulpa Kriteria eksklusi subjek yaitu memiliki kelainan/penyakit sistemik, berusia dibawah 15 tahun, dan terdiagnosis penyakit periapikal.

Alur penelitian adalah sebagai berikut. Penelitian dimulai setelah surat etik penelitian dikeluarkan. Pengambilan data penelitian dilakukan di RSKGM-FKGUI dengan melihat

(10)

rekam medik pasien periode tahun 2009 hingga tahun 2013. Selanjutnya, data diolah untuk mendapatkan hasil penelitian yang kemudian dilakukan penulisan laporan hasil penelitian.

Hasil Penelitian

Berdasarkan rekam medik pasien di RSKGM-FKGUI pada periode tahun 2009-2013, didapatkan 5039 pasien yang terdiagnosa memiliki penyakit pulpa dengan jumlah kasus sebanyak 8414 kasus.

Tabel 2. Prevalensi Penyakit Pulpa pada Pasien RSKGM-FKGUI Tahun 2009-2013 dibandingkan dengan Penyakit Periapeks

Jenis Penyakit Jumlah pasien yang

dirawat Endodontik Frekuensi Persentase (%)

Penyakit pulpa 5039 8414 90

Penyakit periapeks 795 932 10

Total 5834 9346 100

Berdasarkan tabel 2 dari 9346 kasus penyakit pulpa dan periapeks hasil observasi yang didapatkan di RSKGM-FKGUI tahun 2009-2013, prevalensi penyakit pulpa sebanyak 8414 kasus (90%).

Selanjutnya perincian distribusi penyakit pulpa untuk tahun 2009, 2010, 2011, 2012, 2013 :

Tabel 3 Distribusi Penyakit Pulpa pada Pasien RSKGMP-FKGUI untuk tiap tahunnya (2009-2013)

Tahun Jumlah pasien Frekuensi Persentase (%)

2009 317 551 6.6

2010 1028 1679 19.9

2011 1108 1833 21.8

(11)

2013 1307 2252 26.8

Total 5039 8414 100

Berdasarkan tabel 3, didapatkan pada tahun 2009 sebanyak 317 pasien dengan diagnosis penyakit pulpa dengan prevalensi sebanyak 551 kasus (6.6%), tahun 2010 sebanyak 1028 pasien dengan prevalensi sebanyak 1679 kasus (19.9%), tahun 2011 sebanyak 1108 pasien dengan prevalensi sebanyak 1833 kasus (21.8%), tahun 2012 sebanyak 1279 pasien dengan prevalensi sebanyak 2099 kasus (24.9%), dan tahun 2013 sebanyak 1307 pasien dengan prevalensi sebanyak 2252 kasus (26.8%).

Selanjutnya dari 8414 kasus penyakit pulpa, dibuat distribusi penyakit pulpa berdasarkan etiologi dan klasifikasi di RSKGM-FKGUI tahun 2009-2013. Tabel di bawah ini akan memberikan gambaran distribusi penyakit pulpa berdasarkan etiologi dan frekuensi :

Tabel 4 Distribusi Penyakit Pulpa berdasarkan Etiologi pada Pasien RSKGM-FKGUI Tahun 2009-2013

Variabel Jumlah Kasus Persentase

(%) Etiologi Bakteri 8288 98.5 Trauma 126 1.5 Panas 0 0 Kimia 0 0 Total 8418 100

Berdasarkan tabel 4, didapatkan etiologi penyakit pulpa yang paling banyak adalah kasus yang disebabkan oleh bakteri yaitu 98.5% dari 8414 kasus yang ditemukan.

Tabel 5 Distribusi Penyakit Pulpa berdasarkan Klasifikasi pada Pasien RSKGM-FKGUI Tahun 2009-2013

Variabel Jumlah Kasus Persentase

(12)

Klasifikasi

Reversible pulpitis 3539 42.1

Acute irreversible pulpitis 26 0.3

Chronic irreversible pulpitis 1015 12.1

Chronic hyperplastic pulpitis 11 0.1

Partial necrosis pulp 32 0.4

Necrosis pulp 3791 45

Total 8418 100

Berdasarkan tabel 5, klasifikasi penyakit pulpa, yang paling banyak ditemukan adalah necrosis pulp sejumlah 3791 (45%), lalu reversible pulpitis 3539 (42.1%), chronic irreversible pulpitis 1015 (12.1%), partial necrosis pulp 32 (0.4%), acute irreversible pulpitis 26 (0.3%), dan yang terakhir chronic hyperplastic pulpitis 11 (0.1%).

Tabel 6 Distribusi Pasien dengan Penyakit Pulpa berdasarkan Jenis Kelamin di RSKGM-FKGUI Tahun 2009-2013

Variabel Jumlah Kasus Persentase

(%) Jenis Kelamin

Laki-laki 1932 38.3

Perempuan 3107 61.7

Total 5039 100

Berdasarkan tabel 6, tercatat distribusi pasien RSKGM-FKGUI dengan penyakit pulpa berdasarkan jenis kelamin dimana didapatkan hasil jumlah pasien laki-laki sebanyak 1932 orang (38.3%) dan pasien perempuan sebanyak 3107 (61.7%).

Pembahasan

Penelitian mengenai distribusi penyakit pulpa berdasarkan etiologi dan klasifikasi dilakukan di RSKGM-FKGUI. Penelitian dilakukan dengan cara observasi rekam medik

(13)

pasien di RSKGM-FKGUI pada periode tahun 2009-2013, khususnya dengan diagnosis penyakit pulpa. Didapatkan total pasien dengan penyakit pulpa dan periapeks sebanyak 5834 dari total seluruh pasien RSKGM-FKGUI sebanyak 287185. Data penelitian diambil dalam jangka waktu 5 tahun dikarenakan mengikuti Program Pembangunan Pemerintah Indonesia dalam bidang kesehatan yang dilakukan selama 5 tahun. Pengambilan data dilakukan secara manual sehingga dapat memungkinkan adanya data yang terlewat saat proses pengambilan data. Selain itu, pengisian dan pencatatan rekam medik pasien di RSKGM-FKGUI belum digantikan dalam bentuk electronic medical record.

Tabel 2 didapatkan prevalensi penyakit pulpa sebanyak 90% dari 9346 untuk kasus campuran antara penyakit pulpa dan periapeks menunjukkan prevalensi penyakit pulpa lebih besar dibandingkan prevalensi penyakit periapeks. Hasil penemuan ini sesuai dengan hasil penelitian yang telah dilakukan pada tahun 2007 oleh Putri Indra Lestari sebesar 78.9% dan tahun 2009 oleh Dina Maureen sebesar 84.1% yang juga menunjukkan lebih besarnya prevalensi penyakit pulpa dibandingkan dengan prevalensi penyakit periapeks.13,15–17

Tabel 3, mengenai distribusi penyakit pulpa pada pasien RSKGMP-FKGUI dari tahun 2009 sampai tahun 2013 terlihat bahwa adanya peningkatan jumlah kasus penyakit pulpa untuk tiap tahunnya. Hal tersebut dapat menggambarkan kemungkinan pasien sudah lebih sadar dan ada kemauan untuk memeriksakan kesehatan gigi dan pulpanya ke dokter gigi.

Tampak pada data tabel 4 mengenai distribusi penyakit pulpa berdasarkan etiologi pada pasien RSKGM-FKGUI tahun 2009-2013. Dari data terlihat bahwa etiologi yang paling menyebabkan kasus penyakit pulpa adalah karies (98.5%). Karies tersebut disebabkan bakteri yang menyebabkan kerusakan pada gigi. Sesuai dengan literature bahwa penyebab paling umum dari kerusakan pulpa adalah karies, yang merupakan penyebab utama semua kasus penyakit gigi (95%).18 Demikian juga Bergenholtz mengatakan bahwa karies merupakan penyebab utama dari tanda-tanda sakit dan inflamasi pulpa.10

Tabel 4, tercatat bahwa selain karies, peneliti juga menemukan adanya etiologi trauma dari rekam medik pasien RSKGM-FKGUI tahun 2009-2013 sebesar 1.5%. Menurut Grossman, rendahnya angka tersebut dapat dikarenakan trauma banyak terjadi pada anak-anak dibandingkan dengan orang dewasa.6 Sejalan dengan peneliti Sharma, keadaan tersebut dikarenakan lebih aktifnya aktivitas anak-anak dibandingkan orang dewasa.19

Tabel 4, tercatat bahwa tidak ada etiologi panas dan kimia yang ditemukan peneliti dari rekam medik pasien RSKGM-FKGUI tahun 2009-2013. Keadaan ini memungkinkan dikarenakan sudah semakin majunya teknologi alat dan bahan material kedokteran gigi.

(14)

dengan pulpa. Dikarenakan rendahnya konduktivitas thermal dentin, proses preparasi dapat menyebabkan efek dehidrasi.10 Hal tersebut sudah diatasi dengan adanya pendingin pada hand piece, sehingga saat melakukan proses preparasi panas dari bur dapat diringankan. Dahulu etiologi kimia berasal dari toksisitas material restoratif. Namun, beberapa penelitian menunjukkan bahwa bahan material restorasi sekarang tidaklah terlalu mengancam kesehatan pulpa.10

Tabel 5, didapatkan bahwa penyakit pulpa paling banyak adalah necrosis pulp dengan prevalensi sebesar 45%. Banyaknya distribusi kasus necrosis pulp dapat dikarenakan rendahnya pengetahuan dan kesadaran masyarakat akan kesehatan gigi dan mulut. Pasien rata-rata baru akan berobat ke dokter gigi apabila mengalami rasa sakit yang sangat atau adanya rasa tidak nyaman seperti bau yang dapat disebabkan gangren pulpa. Kemungkinan apabila hanya sebatas sakit ringan seperti reversible pulpitis atau sakit yang dapat dihilangkan dengan obat seperti irreversible pulpitis, pasien lebih memilih merawat dan menyembuhkan diri sendiri sesuai dengan literatur yang dibuat oleh Prof. Dr. Edgar Schäfer.18 Perilaku ini menyebabkan tidak terawatnya kesehatan gigi dan pulpa sehingga menyebabkan karies dapat terus menyerang ke dalam pulpa mengakibatkan terjadinya necrosis pulp apabila dibiarkan saja dalam waktu lama.

Tabel 5, tercatat prevalensi penyakit pulpa terbanyak ke dua adalah reversible pulpitis sebesar 42.1%. Angka tersebut menunjukkan bahwa adanya kemungkinan meningkatnya kesadaran pasien akan kesehatan pulpa. Bila terasa sakit atau nyeri, pasien mau memeriksakan keadaan gigi dan pulpa nya. Hampir seimbangnya angka necrosis pulp dan reversible pulpitis menunjukkan kemungkinan dapat meningkatnya angka reversible pulpitis apabila adanya peningkatan upaya pencegahan.

Tabel 6, tercatat distribusi pasien RSKGM-FKGUI dengan penyakit pulpa berdasarkan jenis kelamin dimana didapatkan hasil jumlah pasien laki-laki sebanyak 1932 orang (38.3%) dan pasien perempuan sebanyak 3107 (61.7%). Angka ini menunjukkan bahwa jumlah pasien perempuan lebih banyak dibandingkan jumlah pasien laki-laki. Hasil penelitian sesuai dengan hasil penelitian yang dilakukan di Virginia Commonwealth University, US yang mendapatkan hasil jumlah pasien laki-laki sebesar 44.6% dan pasien perempuan sebesar 55.4%.20 Keadaan ini menunjukkan adanya perbedaan status kesehatan gigi pada suatu populasi berdasarkan jenis kelamin.20 Hal ini kemungkinan disebabkan oleh adanya perbedaan kesadaran untuk berobat, serta adanya perbedaan faktor anatomi dan fisiologi pada perempuan dan laki-laki.15

(15)

Kesimpulan

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di klinik integrasi FKG-UI periode tahun 2009-2013, tercatat dari 8414 kasus penyakit pulpa ditemukan etiologi penyebab penyakit pulpa terbesar (98,5%) adalah karies yang disebabkan oleh bakteri dan klasifikasi penyakit pulpa yang terbanyak adalah nekrosis pulpa (45%).

Selain itu, ditemukan bahwa jumlah pasien perempuan (61,7%) lebih banyak dibandingkan pasien laki-laki (38,3%).

Saran

Pergantian sistem pengisian dan pencatatan data rekam medik pasien RSKGM-FKGUI menjadi electronic medical record guna mencegah kemungkinan terlewatnya data serta pemberian KIE dan DHE yang lebih baik kepada pasien yang datang berobat ke RSKGM-FKGUI. Untuk penelitian selanjutnya sebaiknya dilakukan penambahan variabel berupa umur dan pekerjaan.

Daftar Referensi

1. RI DK. Profil Data Kesehatan Indonesia 2011. 2012:Tabel 4.30. 2. RI DK. Profil Kesehatan Indonesia 2006. 2007:Lampiran 4.14. 3. RI DK. Profil Kesehatan Indonesia 2008. 2009:Lampiran 4.20. 4. RI DK. Profil Kesehatan 2009. 2010:Lampiran 4.17.

5. Pradono J, Soemantri S. Survei Kesehatan Nasional  : Survei Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) 2004 Volume 3  :Sudut Pandang Masyarakat Mengenai Status, Cakupan, Ketanggapan Dan Sistem Pelayanan Kesehatan. Jakarta: Departemen Kesehatan. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Pusat Penelitian dan Pengembangan Pelayanan dan Teknologi Kesehatan,; 2005.

6. Grossman LI. Grossman’s Endodontic Practice. 12th ed. (Chandra BS, Krishna VG, eds.). New Delhi: Wolters Kluwer Health; 2010.

7. Ingle JI, Bakland LK, Baumgertner JC. Ingles’s Endodontics. 6th ed. BC Decker Inc; 2008.

8. Kedokteran Gigi F. Rumah Sakit Khusus Gigi dan Mulut. Available at: http://fkg.ui.ac.id/rumah-sakit-khusus-gigi-dan-mulut.html. Accessed October 12, 2014.

(16)

9. Bath-Balogh M, Fehrenbach MJ. Illustrated Dental Embryology, Histology, and Anatomy. 3rd ed. Elsevier; 2012:163-167.

10. Bergenholtz G, Bindslev PH, Reit C. Textbook of Endodontology. 2nd ed. Blackwell Publishing ltd; 2010.

11. AAE. American Association of Endodontists  : Glossary of Endodontic Terms. 8th ed. American Association of Endodontists; 2012:10.

12. Cohen S, Hargreaves KM. Cohen’s Pathways of the Pulp. 10th ed. Mosby, Inc; 2011:36. 13. Maureen D. Pola penyebaran penyakit pulpa berdasarkan jenis kelamin, usia, dan

kelompok elemen gigi (kajian di klinik integrasi RSGMP FKGUI tahun 2008). 2009. 14. Flaitz CM. Pulp Polyp Treatment & Management. 2014. Available at:

http://emedicine.medscape.com/article/1076860-treatment. Accessed December 12, 2014. 15. Lestari PI. Prevalensi dan distribusi frekuensi penyakit pulpa berdasarkan faktor pejamu (manusia) di klinik integrasi RSGMP FKG UI periode bulan Maret-Juni tahun 2007. 2007.

16. Arfah NS. Prevalensi dan distribusi frekuensi penyakit periapeks berdasarkan faktor pejamu (manusia) di klinik integrasi RSGMP FKG UI periode bulan Maret-Juni tahun 2007. 2007.

17. Paramitha EA. Pola penyebaran penyakit periapeks berdasarkan jenis kelamin, usia, dan kelompok elemen gigi (kajian di klinik integrasi RSGMP FKGUI tahun 2008). 2009. 18. Pulp diseases - Causes. Available at:

http://www.med-college.hu/de/wiki/artikel.php?id=291&lan=2#1. Accessed October 9, 2014.

19. Dua R, Sharma S. Prevalence, causes, and correlates of traumatic dental injuries among seven-to-twelve-year-old school children in Dera Bassi. Contemp. Clin. Dent. 2012;3(1):38-41. doi:10.4103/0976-237X.94544.

20. Oertel ER. Prevalence of Pulpal and / or Periradicular Disease in the VCU School of Dentistry Screening Patient Population. 2005.

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi penyakit pulpa
Tabel 3 Distribusi Penyakit Pulpa pada Pasien RSKGMP-FKGUI untuk tiap tahunnya  (2009-2013)
Tabel  5  Distribusi  Penyakit  Pulpa  berdasarkan  Klasifikasi  pada  Pasien  RSKGM- RSKGM-FKGUI Tahun 2009-2013
Tabel  6  Distribusi  Pasien  dengan  Penyakit  Pulpa  berdasarkan  Jenis  Kelamin  di  RSKGM-FKGUI Tahun 2009-2013

Referensi

Dokumen terkait