• Tidak ada hasil yang ditemukan

Distribusi Penyakit Periapikal berdasarkan Etiologi dan Klasifikasi di RSKGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Tahun

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "Distribusi Penyakit Periapikal berdasarkan Etiologi dan Klasifikasi di RSKGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia Tahun"

Copied!
15
0
0

Teks penuh

(1)

Distribusi Penyakit Periapikal berdasarkan Etiologi dan Klasifikasi

di RSKGM Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia

Tahun 2009-2013

Anka Aliya Matriani*, Kamizar, Munyati Usman

Departement of Conservative Dentistry, Faculty of Dentistry, Universitas Indonesia, Jakarta 10430, Indonesia *E-mail: anka.aliya@ui.ac.id

Abstrak

Latar Belakang: Penyakit periapikal merupakan lanjutan dari penyakit pulpa akibat karies atau trauma. Tujuan: mendapatkan informasi mengenai penyakit periapikal berdasarkan etiologi dan klasifikasi di RSKGM FKG UI tahun 2009-2013 sehingga dapat digunakan untuk rencana pencegahan. Metode: studi cross-sectional deskriptif melalui data rekam medik dengan variabel etiologi dan klasifikasi penyakit periapikal. Hasil: Persentase penyakit periapikal 10% dari total penyakit pulpa dan periapikal. Kesimpulan: 98.28% disebabkan oleh karies dan 1.72% disebabkan oleh trauma. Diagnosis yang paling banyak ditemukan adalah abses alveolar kronis (57.72%).

Distribution of Periapical Disease based on Its Etiology

and Classification in RSKGM Faculty of Dentistry University of Indonesia in 2009-2013 Abstract

Background: Periapical disease is a continuity from pulpal disease caused by caries or trauma. Aim: to obtain information about periapical disease etiology and classification in RSKGM FKG UI in 2009-2013 so that it can be used for the prevention. Method: a cross-sectional descriptive study through dental medical records with etiology and classification of periapical disease as variable. Result: The percentage of periapical disease by 10% of the total pulpal and periapical disease cases. Conclusion: 98.28% were caused by caries and 1.72% caused by trauma. Periapical disease that commonly found is chronic alveolar abscess (57.72%).

Keywords: classification; etiology; periapical disease

Pendahuluan

Penyakit periapikal merupakan perubahan patologis yang terjadi pada jaringan di sekitar akar gigi.1 Berdasarkan ruang lingkupnya, penyakit periapikal termasuk dalam cakupan ilmu endodontik. Menurut Dorland, endodontik meliputi penyakit-penyakit yang mengenai pulpa gigi, akar gigi, dan jaringan periapikal.2 Di Indonesia, penyakit pulpa dan periapikal termasuk

(2)

penyakit yang prevalensinya cukup tinggi. Berdasarkan data DTD (Daftar Tabulasi Dasar), penyakit pulpa dan periapikal menempati posisi ke-11 dari seluruh penyakit dengan jumlah 30,06% untuk penyakit rawat jalan Rumah Sakit di Indonesia pada tahun 2006.3 Bahkan pada tahun 2009 dan 2010, berdasarkan pola 10 penyakit terbesar pada pasien rawat jalan Rumah Sakit di Indonesia, penyakit pulpa dan periapikal mengalami peningkatan posisi yaitu dari posisi ke-9 menjadi posisi 8 dari seluruh penyakit dengan jumlah kasus tahun 2009 sebanyak 122.467 kasus dan tahun 2010 sebanyak 208.888 kasus.4, 5

Dari data di atas, dapat diketahui bahwa populasi penyakit pulpa dan periapikal masih tergolong besar. Selain itu, juga terdapat peningkatan peringkat penyakit pulpa dan periapikal yang menandakan berkurangnya kesadaran masyarakat mengenai pentingnya merawat kesehatan gigi. Namun, belum ada data khusus mengenai penyakit periapikal yang dapat digunakan sebagai informasi untuk mencegah penjalaran penyakit lebih lanjut. Apabila dibiarkan tidak dirawat, penyakit periapikal akan bertambah parah dan dapat menyebar ke daerah wajah. Hal ini membutuhkan perawatan yang lebih lama, berulang kali, dan biaya yang lebih mahal. Oleh karena itu, dibutuhkan data tahunan mengenai distribusi penyakit periapikal, khususnya di RSKGM FKG UI, yang digunakan sebagai informasi untuk meningkatkan kesadaran masyarakat dan agar dapat direncanakan suatu tindakan pencegahan. Penyebab utama penyakit periapikal dapat dibedakan menjadi 2 golongan, yaitu living

irritants dan non-living irritants. Yang termasuk ke dalam living irritants adalah

mikroorganisme dan virus, sedangkan non-living irritants adalah iritan mekanis, suhu, dan kimia.6 Dari kedua penyebab tersebut, lesi pada jaringan periapikal paling sering disebabkan oleh elemen bakteri yang berasal dari sistem saluran akar gigi yang terinfeksi.7

Dalam penelitian ini akan dilihat jenis penyakit periapikal mana yang paling banyak ditemukan di RSKGM FKG UI. Selain itu, juga akan dilihat distribusi penyebab penyakit periapikal, yaitu karies dan trauma.

RSKGM merupakan rumah sakit khusus yang melayani perawatan bagi penyakit gigi dan mulut, termasuk perawatan penyakit periapikal. Perawatan penyakit periapikal disebut juga dengan perawatan endodontik. Namun, belum ada data tahunan terbaru mengenai pola penyebaran penyakit yang ditangani oleh RSKGM FKG UI, terutama oleh bagian konservasi.

(3)

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan informasi mengenai penyakit periapikal pada pasien RSKGM FKG UI tahun 2009-2013 sehingga dapat digunakan untuk pencegahan penyebaran penyakit.

Tinjauan Teoritis

Anatomi Jaringan Periapikal

Jaringan periapikal merupakan lanjutan jaringan periodonsium ke arah apikal dari gigi, walaupun sebenarnya jaringan yang berada di dekat apeks gigi lebih menyerupai isi dari saluran akar dibandingkan jaringan periodonsium.6 Jaringan periodonsium adalah jaringan yang mengelilingi dan mendukung akar gigi, yang terdiri dari sementum, ligamen periodontal, lamina dura dan tulang alveolar.1 Yang menghubungkan antara pulpa dan jaringan periapikal adalah foramen apikal dan kanal lateral. Jaringan periapikal terdiri dari:

a. Foramen apikal, merupakan penghubung antara pulpa dan jaringan periapikal. Selama pembentukan akar, foramen apikal terletak pada ujung akar anatomis. Ketika perkembangan gigi telah sempurna, foramen apikal menjadi lebih kecil dan memiliki jarak dengan ujung akar anatomis. Pada satu gigi, bisa terdapat satu atau lebih foramen apikal, biasanya pada gigi akar ganda. Apabila terdapat lebih dari satu foramen, yang terbesar disebut sebagai foramen apikal dan sisanya merupakan kanal aksesori atau kanal lateral. Diameter foramen apikal biasanya antara 0.3-0.6mm. Diameter terbesar ditemukan pada saluran akar distal molar mandibula dan akar palatal molar maksila.

b. Kanal lateral atau kanal aksesori, merupakan penghubung komunikasi antara pulpa dan ligamen periodontal. Komunikasi terjadi melalui saluran yang melewati dentin dan sementum yang membawa pembuluh darah kecil dan saraf. Kanal aksesori dapat berjumlah satu atau lebih, besar atau kecil. Biasanya terbentuk pada daerah sepertiga apikal. Kanal lateral, sama seperti foramen apikal, dapat menjadi jalur menyebarnya penyakit pulpa ke jaringan periapikal dan terkadang menyebabkan penyakit periodonsium menyebar ke saluran akar.

(4)

c. Sementum, merupakan jaringan menyerupai tulang, dengan kekerasan yang lebih tinggi, yang melapisi akar gigi dan menyediakan perlekatan untuk serat-serat periodontal. Walaupun lebih keras dan resorbsinya lebih pelan dari pada tulang, dentin tetap mengalami resorbsi saat terdapat lesi inflamasi periapikal dan sering mengakibatkan hilangnya konstriksi apikal.

d. Ligamen periodontal, merupakan jaringan konektif khusus yang ruangnya sempit, bervariasi dari 0.21 mm pada gigi muda hingga 0.15 mm pada gigi yang lebih dewasa. Keseragaman dari besarnya ruang periodontal merupakan salah satu kriteria untuk menentukan kesehatannya. Ruang periodontal dibatasi oleh sementoblast dan osteoblast. Di dalam ruang periodontal juga terdapat sel-sel seperti fibroblast, stem sel, makrofag, osteoklast, pembuluh darah, saraf, dan limfatik. Sel-sel tersebut tidak berpengaruh terhadap kesehatan periodonsium, namun akan berproliferasi pada saat terjadi inflamasi sehingga menyebabkan pembentukan kista. Jaringan periodonsium menerima inervasi autonomik dan sensoris. Saraf autonomiknya merupakan saraf simpatetik, sedangkan saraf sensorik berasal dari saraf trigeminal divisi 2 dan 3. Saraf-saraf ini sangat sensitif dan merekam tekanan pada ligamen yang berasosiasi dengan pergerakan gigi. e. Lamina dura, merupakan bagian dari tulang alveolar yang memiliki kepadatanyang

lebih tinggi sehingga secara radiograf gambarannya terlihat lebih opak. Kontinuitas dari lamina dura menentukan kesehatan periodontal.

f. Tulang alveolar, memiliki banyak lubang untuk mengakomodasi pembuluh darah, saraf, dan menanam jaringan konektif dari daerah kanselus prosesus alveolaris yang melewati ruang periodontal.

Histologi Jaringan Periapikal

Jaringan pulpa pada daerah periapikal berbeda dengan jaringan pulpa koronal secara struktur. Jaringan pulpa koronal terutama terdiri dari jaringan konektif selular dan sedikit serat kolagen. Sedangkan, jaringan pulpa periapikal lebih fibrous dan mengandung sedikit sel. Struktur fibrosa ini berperan sebagai sistem pertahanan melawan perkembangan inflamasi

(5)

pulpa ke arah apikal. Struktur fibrosa ini juga menyokong pembuluh darah dan saraf yang memasuki pulpa. Pembuluh darah berjalan di antara tulang trabekula dan di sepanjang ligamen periodontal sebelum memasuki foramen apikal sebagai arteri atau arteriol.8

Pada daerah apikal, odontoblast pulpa tidak ada atau berubah bentuk menjadi datar atau kuboidal. Dentin yang terbentuk tidak terlalu tubular seperti pada dentin koronal melainkan lebih tidak berbentuk dan tidak beraturan. Tipe dentinnya adalah dentin sklerotik yang kurang permeabel dibanding dentin koronal. Hal ini menyebabkan tubuli dentin sklerotik lebih sulit dipenetrasi oleh mikroba dan iritan lain. Pada daerah apikal juga biasanya ditemukan sementum selular yang mengandung sementosit.8

Etiologi Penyakit Periapikal

Iritan yang ada di dalam pulpa dan jaringan periapikal dapat menyebabkan inflamasi pada periapikal gigi. Iritan utama dari jaringan ini dapat dibedakan menjadi 2, yaitu:1

a. Living irritant – yang termasuk dalam iritan ini adalah iritan mikrobial, yaitu bakteri, toksin bakteri, fragmen bakteri, dan virus. Iritan ini masuk ke jaringan periapikal melewati bagian apikal dari saluran akar dan menyebabkan inflamasi dan perubahan jaringan. Banyak studi yang mengatakan bahwa penyakit periapikal tidak akan muncul apabila tidak ada campur tangan bakteri di dalamnya. Maka bakteri merupakan faktor utama yang dapat menyebabkan penyakit periapikal.

b. Non-living irritant

- Iritan Mekanis – prosedur operatif, trauma kecelakaan, trauma oklusi - Iritan Termal – rangsang dingin, panas (misalnya pada saat mengebur)

- Iritan Kemikal – bahan pengisi saluran akar, bahan pembersih kavitas, dan bahan antibakteri.

Saluran akar gigi normalnya steril dan keberadaan mikroorganisme tergantung pada invasinya. Ketika terdapat inflamasi karena paparan masif bakteri, pertahanannya akan mengalami penurunan sehingga bakteri dapat menginvasi dan mengkolonisasi saluran akar. Jalan yang sangat sering dilewati sebagai jalur masuk mikroorganisme ke dalam saluran akar adalah adanya paparan jaringan pulpa yang disebabkan oleh karies atau trauma. Jalur-jalur

(6)

potensial tersebut adalah email dan dentin yang retak karena trauma, tubuli dentin yang terekspos karena karies, fraktur, preparasi kavitas atau mahkota, kebocoran marginal disekitar tumpatan, resorpsi akar atau root planing.7

Patogenesis Penyakit Periapikal

Saluran akar merupakan sumber utama infeksi. Mikroorganisme yang terdapat pada saluran akar dapat berproliferasi sehingga berkembang ke luar saluran akar. Sisa-sisa metabolik mikroorganisme tersebut atau toksin jaringan nekrosis juga dapat berdifusi ke jaringan periapikal. Ketika mikroorganisme memasuki daerah periapikal, mereka akan dihancurkan oleh PMN. Namun apabila mikroorganisme tersebut sangat virulen, mereka akan mengalahkan mekanisme pertahanan dan menghasilkan perkembangan lesi periapikal.9

Toksin dari mikroorganisme dan pulpa yang nekrosis pada saluran akar bersifat mengiritasi dan merusak jaringan periapikal. Iritan-iritan tersebut bersamaan dengan enzim proteolitik yang dihasilkan oleh PMN yang mati akan membentuk pus dan menghasilkan perkembangan abses kronis. Di pinggir daerah jaringan tulang yang rusak, toksin bakteri akan dilemahkan sehingga dapat berperan sebagai stimulan dan menghasilkan pembentukan granuloma. Setelah itu, fibroblast akan bekerja dan membangun jaringan fibrosa, osteoblast akan membatasi area dengan membentuk tulang sklerotik. Bersamaan dengan ini, apabila epitelial rests of Malassez juga terstimulasi, akan terjadi pembentukan kista.9

Klasifikasi Penyakit Periapikal

Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Periapikal1, 6, 10

Grossman Ingle Torabinejad

1) Penyakit periapikal akut a. Abses Apikalis akut b. Periodontitis apical akut

- Vital - Non vital

2) Eksaserbasi Akut Suatu Lesi Kronis

3) Penyakit periapikal kronis dengan daerah rarefaksi

1) Periodontitis Apikalis Akut 2) Periodontitis Apikalis Kronis 3) Granuloma 4) Kista Periapikal 1) Periodontitis apikalis akut 2) Periodontitis apikalis kronis 3) Condensing Osteitis

(7)

Dari beberapa uraian klasifikasi di atas, maka dalam karya ilmiah ini akan diklasifikasikan penyakit periapikal menurut Ingle.

Metode Penelitian

Jenis penelitian ini adalah penelitian deskriptif melalui observasi rekam medik di RSKGM FKG UI tahun 2009-2013. Subjek penelitian berupa rekam medik pasien RSGKM FKG UI khususnya yang terdiagnosis penyakit periapikal tahun 2009-2013. Tempat dan Waktu penelitian di RSKGM FKG UI pada bulan September 2014. Kriteria inklusi adalah rekam medik pasien dewasa di atas 15 tahun RSKGM FKG UI tahun 2009-2013 dengan diagnosis penyakit periapikal. Kriteria eksklusi adalah rekam medik pasien RSKGM FKG UI dengan penyakit sistemik.

Penelitian dimulai dengan pembuatan surat izin pengambilan data rekam medik kepada pihak RSKGM FKG UI. Kemudian dilakukan pengajuan izin kepada komite etik Fakultas Kedokteran Gigi, Universitas Indonesia dengan nomor 87 / Ethical Clearance / FKGUI / IX / 2014 pada 12 September 2014. Setelah itu, dilakukan pengambilan data rekam medik pasien RSKGM FKG UI tahun 2009-2013. Lalu dilakukan pengolah data dan didapatkan hasil penelitian. Data akan diolah dengan menggunakan perangkat lunak pengolah data. Hasil data yang diolah akan menunjukkan distribusi penyakit periapikal dihubungkan dengan etiologi dan klasifikasinya pada pasien yang datang ke RSKGM FKG UI pada tahun 2009-2013.

Hasil Penelitian

a. Abses apikalis kronis b. Granuloma

c. Kista

4) Condensing osteitis

5) Resorpsi akar eksternal 6) Penyakit jaringan periapikal

non-endodontik

5) Condensing Osteitis

6) Abses Apikalis Akut 7) Abses Apikalis Kronis

5) Abses apikalis kronis

(8)

Dari hasil observasi rekam medik umum yang dilakukan peneliti di RSKGM FKG UI, terdapat 5834 pasien yang mengalami penyakit pulpa dan periapikal dengan total kasus sebanyak 9346 kasus.

Tabel 2. Pola Penyebaran Penyakit Pasien RSKGM FKG UI Periode 2009-2013

Jenis Penyakit Jumlah

Pasien Frekuensi Persentase (%)

Penyakit Pulpa 5039 8414 90

Penyakit Periapikal 795 932 10

Total 5834 9346 100

Berdasarkan tabel 2 terlihat bahwa dari total penyakit pulpa dan periapikal, hanya terdapat 10% penyakit periapikal dengan jumlah 932 kasus dari total 9346 kasus.

Setelah mengetahui frekuensi penyakit periapkal dalam periode 5 tahun, dilakukan persebaran terhadap frekuensi penyakit periapikal pada tiap tahunnya.

Tabel 3. Persebaran Frekuensi Penyakit Periapikal di RSKGM FKG UI Pada Tiap Tahunnya (2009-2013)

Tahun Frekuensi Penyakit Periapikal

2009 74 2010 204 2011 218 2012 255 2013 181 Total 932

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa frekuensi penyakit periapikal pada tahun 2009 masih sangat kecil, yaitu sebanyak 74 kasus. Pada tahun berikutnya frekuensi penyakit periapikal terus meningkat hingga tahun 2012, yaitu sebanyak 255 kasus dan kemudian menurun pada tahun 2013, yaitu sebanyak 181 kasus.

(9)

Dari 932 kasus penyakit periapikal yang ditemukan di RSKGM FKG UI tahun 2009-2013, dilakukan observasi terhadap distribusi data penyakit periapikal berdasarkan etiologinya, yaitu living irritant atau bakteri yang akhirnya menyebabkan karies dan non-living irritant atau trauma. Berikut adalah tabel mengenai distribusi penyakit periapikal berdasarkan etiologinya.

Tabel 4. Distribusi Penyakit Periapikal Pasien RSKGM FKG UI Periode 2009-2013 Berdasarkan Etiologi Etiologi Penyakit Periapikal Frekuensi Persentase (%) Karies 916 98.28 Trauma 16 1.72 Total 932 100

Tabel 4 menunjukkan bahwa penyakit periapikal lebih banyak disebabkan oleh living

irritant, yaitu karies sebesar 98.28%.

Setelah itu, dilakukan persebaran dari masing-masing penyakit periapikal yang mengacu pada Ingle, yaitu periodontitis apikalis akut, periodontitis apikalis kronis, granuloma, kista periapikal, condensing osteitis, abses apikalis akut, dan abses apikalis kronis. Tabel 4.4 menyajikan pola penyebaran penyakit periapikal di RSKGM FKG UI tahun 2009-2013 berdasarkan masing-masing penyakitnya.

Tabel 5. Distribusi Penyakit Periapikal di RSKGM FKG UI Periode 2009-2013 Berdasarkan Klasifikasi

Penyakit Periapikal Frekuensi Persentase (%)

Periodontitis Apikalis Akut 6 0.64 Periodontitis Apikalis Kronis 260 27.9 Granuloma 37 3.97 Kista Periapikal 45 4.83

(10)

Abses Apikalis Akut 13 1.4

Abses Apikalis Kronis 538 57.72

Kelainan Periapikal 33 3.54

Total 932 100

Dari tabel 5 dapat dilihat bahwa penyakit periapikal yang paling banyak terjadi adalah abses apikalis kronis sebanyak 538 kasus dengan persentase sebesar 57.72%. Sedangkan yang paling sedikit ditemukan adalah periodontitis apikalis akut dengan persentase sebesar 0.64%. Sebagai data tambahan, juga dilakukan persebaran penyakit periapikal berdasarkan jenis kelamin.

Tabel 6. Pola Persebaran Penyakit Periapikal di RSKGM FKG UI Periode 2009-2013 Berdasarkan Jenis Kelamin

Jenis Kelamin Frekuensi Penyakit Periapikal Persentase (%)

Laki-Laki 349 37

Perempuan 583 63

Total 932 100

Tabel 6 menunjukkan bahwa pasien penyakit periapikal di RSKGM FKG UI yang lebih banyak ditemui adalah perempuan, yaitu sebanyak sebesar 63%.

Pembahasan

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan gambaran mengenai keadaan penyakit periapikal pada pasien RSKGM FKG UI tahun 2009-2013, sehingga diperoleh informasi yang dapat digunakan untuk pencegahan terjadinya penyakit periapikal. Pada penelitian ini, penyakit periapikal yang digunakan mengacu pada sistem klasifikasi Ingle, yaitu periodontitis apikalis akut, periodontitis apikalis kronis, granuloma, kista periapikal, condensing osteitis, abses apikalis akut, dan abses apikalis kronis. Penelitian dilakukan dengan melihat rekam medik

(11)

pasien yang mengalami penyakit periapikal per tahun dan nilai selama 5 tahun di tahun 2009-2013.

Penelitian ini dilakukan secara manual dengan membuka setiap data rekam medik pasien yang terdapat di lemari RSKGM FKG UI. Data yang didapat nomornya tidak berurutan sehingga kemungkinan ada data yang terlewat atau tidak terdokumentasi karena data rekam medik belum terdokumentasi secara elektronik atau electronic medical record. Pengisian rekam medik yang kurang lengkap membuat penulis kesulitan dalam mengklasifikasikan penyakit periapikal yang dialami pasien.

Dari hasil penelitian, hanya terdapat 10% kasus penyakit periapikal dari total 9986 kasus penyakit pulpa dan periapikal (Tabel 2). Hal ini sejalan dengan penelitian Efrina dan kawan-kawan11, 12 pada tahun 2008 di RSKGM FKG UI, persentase penyakit periapikal jika dibandingkan dengan persentase penyakit pulpa adalah 15.8% dari total penyakit pulpa dan periapikal. Data ini menunjukkan kesesuaian dengan penelitian yang dilakukan saat ini di mana persentase penyakit periapikal lebih kecil dibandingkan dengan persentase penyakit pulpa, walaupun persentase tahun 2009-2013 lebih kecil dari tahun 2008. Hal ini terjadi karena penyakit periapikal merupakan kelanjutan dari penyakit pulpa dan tidak semua penyakit pulpa berkembang menjadi penyakit periapikal apabila pasien segera melakukan perawatan.

Dari tabel frekuensi penyakit periapikal tiap tahunnya (Tabel 3) dapat dilihat bahwa jumlah penyakit periapikal mengalami peningkatan dari tahun 2009 hingga tahun 2012. Namun, terjadi penurunan frekuensi penyakit periapikal dari tahun 2012 ke tahun 2013. Terjadinya fluktuasi ini menunjukkan bahwa kesadaran dan pemahaman masyarakat untuk melakukan perawatan kesehatan gigi sejak dini masih rendah.Dengan menurunnya frekuensi pada tahun 2009-2013, diharapkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya menjaga kesehatan gigi dan mulut sedini mungkin akan terus meningkat. Dokter gigi dapat meningkatkan upaya-upaya promotif, seperti memberikan penjelasan kepada pasien mengenai keuntungan melakukan perawatan sedini mungkin dan dampak yang akan dialami pasien apabila menunda perawatan, agar frekuensi penyakit periapikal semakin menurun pada tahun-tahun ke depan. Pada pola penyebaran penyakit periapikal berdasarkan etiologi, diketahui bahwa penyebab terbanyak yang menimbulkan penyakit periapikal adalah karies dengan persentase sebesar

(12)

98.28% (Tabel 4). Hal ini sesuai dengan Torabinejad yang mengatakan bahwa mikroorganisme yang ada pada karies merupakan sumber utama iritasi pulpa dan jaringan periapikal.1 Dalam penelitiannya, Haghdoost menyebutkan bahwa faktor yang paling dikenal dapat menyebabkan penyakit periapikal adalah mikroorganisme yang ada di saluran akar. Mikroorganisme dapat sampai ke jaringan periapikal apabila pulpa sudah mengalami nekrosis. Faktor yang paling sering menyebabkan inflamasi dan nekrosis pulpa adalah karies.13 Selain itu, tingginya prevalensi karies (90.05%)14 dibandingkan dengan trauma dental (4.5%)15 merupakan alasan mengapa hampir semua penyakit periapikal disebabkan oleh karies.

Diagnosis penyakit periapikal yang paling banyak ditemukan di RSKGM FKG UI periode 2009-2013 adalah abses apkalis kronis dengan persentase 57.72% (Tabel 5). Hal ini sesuai dengan penelitian Efrina Ayudyah Paramitha (2009)11 pada tahun 2008 di RSKGM FKG UI mengenai pola penyebaran diagnosis penyakit periapeks yang menunjukkan bahwa diagnosis terbanyak penyakit periapikal adalah abses alveolar kronis dengan persentase sebesar 44.7%. Besarnya persentase ini, menggambarkan peningkatan persentase kasus dari tahun 2008 (44.7%) ke periode tahun 2009-2013 (57.72%). Meningkatnya jumlah kasus abses apikalis kronis ini menunjukkan penurunan tingkat kesadaran masyarakat terhadap kesehatan gigi dan mulut. Hal ini dapat menggambarkan persepsi masyarakat mengenai rasa sakit. Menurut Budiharto, masyarakat sering salah mengartikan rasa sakit. Rasa sakit dianggap sebagai ketidakmampuan anggota badan untuk berfungsi normal. Padahal sakit adalah gejala klinis yang dirasakan dari suatu penyakit.16 Inilah yang menyebabkan mayoritas masyarakat menunda perawatan kesehatan gigi dan mulut hingga individu tersebut merasa terganggu secara fungsional. Dalam keadaan ini, penyakit sudah bertambah parah dan menyebar lebih lanjut. Oleh karena itu, banyak pasien yang mulai mencari perawatan ketika penyakitnya sudah sampai pada tahap abses apikalis kronis. Hal ini terjadi karena pasien pernah mengalami pembengkakan pada rongga mulutnya dan sudah mulai menggangu fungsi mastikasi sehingga pasien datang mencari pengobatan.

Pada data tambahan (Tabel 6) dapat dilihat bahwa jumlah penyakit periapikal lebih banyak dialami oleh perempuan dibandingkan laki-laki, yaitu sebesar 63%. Hal ini berhubungan dengan faktor-faktor yang mempengaruhi utilisasi pelayanan kesehatan gigi. Pine C dan Harris R (2007) mengatakan bahwa profil dari pengguna pelayanan kesehatan gigi yang paling sering adalah perempuan. Fenomena ini bersifat konsisten seiring waktu dan konstan di

(13)

negara-negara sehingga terlihat universal, serta merupakan suatu tren yang dapat kita katakan selalu terjadi.17 Hal ini sesuai dengan penelitian Soekidjo (2003) bahwa angka kesakitan lebih tinggi pada perempuan. Faktor yang mempengaruhinya adalah tingkat kesadaran dan kepedulian perempuan terhadap penampilan lebih baik dibandingkan laki-laki, sehingga lebih sering melakukan perawatan kesehatan gigi. Selain itu, hal ini juga dapat dihubungkan dengan faktor pekerjaan di mana waktu yang dimiliki laki-laki lebih banyak digunakan untuk bekerja sehingga kurang memiliki waktu untuk melakukan perawatan kesehatan gigi dan mulut. Selain itu, beberapa penelitian juga mengatakan bahwa perempuan lebih rentan terhadap karies di mana karies merupakan etiologi terbesar penyakit periapikal. Fakor-faktor yang menyebabkan perempuan lebih rentan terhadap karies di antaranya, erupsi gigi pada perempuan terjadi lebih awal, tingginya kandungan hormon esterogen, lebih rendahnya laju alir saliva, dan adanya waktu lebih untuk mengkonsumsi makanan ringan di antara waktu makan.18, 19, 20 Hal-hal tersebutlah yang menyebabkan frekuensi penyakit periapikal yang ditemukan di RSKGM FKG UI lebih banyak pada perempuan dibandingkan pria.

Kesimpulan

Dari penelitian yang mengacu pada data rekam medik pasien RSKGM FKG UI tahun 2009-2013 didapatkan penyakit periapikal sejumlah 932 kasus (10%) dari total 9346 kasus penyakit pulpa dan periapikal dengan penyebab utama adalah karies. Penyakit periapikal yang paling sering ditemui adalah abses apikalis kronis (57.72%). Selain itu, juga didapatkan bahwa pasien perempuan (63%) lebih banyak dari pada pasien laki-laki.

Saran

Peningkatan edukasi tentang kesehatan gigi dan mulut terhadap masyarakat luas sehingga diharapkan angka kepenyakitan periapikal tahun berikutnya semakin menurun. Pengisian data pasien di RSKGM FKG UI diharapkan terkomputerisasi untuk setiap kasus dan perawatan yang dilakukan agar dapat memudahkan pencarian data dan dapat dilakukan evaluasi tahunan mengenai pelayanan kesehatan gigi dan mulut di RSKGM FKG UI. Selain itu, penelitian

(14)

selanjutnya sebaiknya dapat menggunakan variabel yang lebih luas, seperti usia, ras, pekerjaan, status sosial ekonomi, dan elemen gigi sehingga dapat mewakili epidemiologi oral deskriptif secara keseluruhan.

Daftar Referensi

1. Torabinejad M, Walton RE. Endodontics Principles and Practice. 4th ed. St. Louis: Saunders; 2009. p. 17-20.

2. Tim Penerjemah EGC. Kamus Kedokteran Dorland. Jakarta: EGC; 1994.

3. CD statistik rumah sakit di Indonesia edisi tahun 2007. 2007.

4. Departemen Kesehatan. Profil kesehatan Indonesia tahun 2009. Jakarta: Departemen kesehatan RI; 2010. hal. 34

5. Departemen Kesehatan. Profil kesehatan Indonesia tahun 2010. Jakarta: Departemen kesehatan RI; 2011. hal. 43

6. Ingle JI, Bakland LK. Endodontics. 5th ed. Canada: B.C. Decker, Inc; 2002. p. 179-186.

7. Bergenholtz G, Bindslev PH, Reit C. Textbook of Endodontology. 2nd ed. UK: John

Wiley & Sons; 2010. p. 95-97, 113, 123-125.

8. Garg N, Garg A. Textbook of Endodontics. New Delhi: Jaypee Brothers Medical Publisher; 2014. p. 38-48, 71-72.

9. http://intranet.tdmu.edu.ua/data/kafedra/internal/stomat_ter/classes_stud/en/stomat/ptn /Propaedeutics%20of%20Therapeutic%20dentistry/2%20year/10.%20Endodontics%2 0-%20its%20objectives%20and%20goals.%20.files/image010.jpg (diakses tanggal 9-9-2014 13.30 WIB)

10. http://www.slideshare.net/indiandentalacademy/anatomy-of-apical-third-endodontic-courses (diakses tanggal 9-9-2014 13.40 WIB)

11. Paramitha EA. Pola Penyebaran Penyakit Periapeks berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, dan Kelompok Elemen Gigi (Kajian di Klinik Integrasi RSGMP FKG UI tahun 2008). Jakarta: Universitas Indonesia; 2009.

12. Maureen. D. Pola Penyebaran Penyakit Pulpa berdasarkan Jenis Kelamin, Usia, dan Kelompok Elemen Gigi (Kajian di Klinik Integrasi RSGMP FKG UI tahun 2008). Jakarta: Universitas Indonesia; 2009.

13. Haghdoost. AA, Shahravan A. Endodontic Epidemiology. Iran: Iranian Endodontic Journal; 2014.

14. Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan. Riset Kesehatan Dasar 2013. Jakarta: Kementerian Kesehatan RI; 2013.

15. Amaliah N. Prevalensi Fraktur Gigi Akibat Pencabutan Pada Rahang Atas dan Bawah

Di RSGMP Kandea FKG UNHAS. Makassar: Universitas Hasanuddin; 2014

16. Budiharto. Pengantar Ilmu Perilaku Kesehatan dan Pendidikan Kesehatan Gigi. Jakarta.

17. Pine C, Harris R. Communiy Oral Health. Quintessence Publishin Co, Inc; 2007. 18. Kutesa A, Mwanika A, Wandera M. Pattern of Dental Caries in Mulago Dental School

(15)

19. Lukacs JR, Largaespada L. Explaining Sex Differences in Dental Caries Prevalence: Saliva, Hormones, adn “Life-History” Etiologies. American Journal of Human Biology; 2006.

20. Rehman K, Khan H, Shah SA. Frequency of Class II Type Carious Lesions in First

Permanent Molars and Their Association with Pulp. Pakistan Oral & Dental Journal; 2009.

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi Penyakit Periapikal 1 ,  6, 10
Tabel 2. Pola Penyebaran Penyakit Pasien RSKGM FKG UI Periode 2009-2013
Tabel  4.  Distribusi  Penyakit  Periapikal  Pasien  RSKGM  FKG  UI  Periode  2009-2013  Berdasarkan Etiologi  Etiologi Penyakit  Periapikal  Frekuensi  Persentase (%)  Karies  916  98.28  Trauma  16  1.72  Total  932  100
Tabel  6  menunjukkan  bahwa  pasien  penyakit  periapikal  di  RSKGM  FKG  UI  yang  lebih  banyak ditemui adalah perempuan, yaitu sebanyak sebesar 63%

Referensi

Dokumen terkait

Catford (1965) dan teori yang mendukung penelitian ini adalah teori terjemahan oleh Mildred Larson (1998) Hasil dari penelitian ini ditemukan empat jenis Kategori

Model pembelajaran TPS digabung dengan pendekatan inkuiri adalah suatu rangkaian pembelajaran siswa yang menekankan pada proses berfikir secara ilmiah, logis ,dan analisis

Maksud tujuan umum di sini adalah untuk mendapatkan informasi dan pelajaran berharga dari peristiwa sejarah di masa lampau agar menjadi pijakan dalam melangkah ke masa

[r]

Hal ini juga terjadi pada PT Bank Tabungan Negara Persero, Tbk yang mengalami kecenderungan penurunan profitabilitas yang ditunjukkan dengan indikator Return on asset ROA diduga

Dapatan kajian menunjukkan tidak terdapat hubungan yang signifikan di antara profil personaliti guru cemerlang dengan prestasi kerja

Makalah, dalam Widy akar ya Nasional Pangan dan Gizi VI I I.. Aspek Kesehat an dan Gizi dalam Ket ahanan

Hasil observasi saat pelaksanaan IMD diketahui bahwa bidan sudah melaksanakan tahap-tahap IMD namun belum mengarahkan dan membimbing ibu dalam pelaksanaan IMD yang benar, hal ini