• Tidak ada hasil yang ditemukan

JUVENIL IKAN KERAPU BEBEK altivelis TERHADAP INFEKSI BAKTERI Vibrio alginolyticus SETELAH DIBERI PAKAN KADAR Fe BERBEDA FATWA DWI ADI PUTRA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "JUVENIL IKAN KERAPU BEBEK altivelis TERHADAP INFEKSI BAKTERI Vibrio alginolyticus SETELAH DIBERI PAKAN KADAR Fe BERBEDA FATWA DWI ADI PUTRA"

Copied!
52
0
0

Teks penuh

(1)

VIABILITAS JUVENIL

altivelis TERHADAP INFEKSI BAKTERI

SETELAH DIBERI PAKAN KADAR Fe BERBEDA

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

VIABILITAS JUVENIL IKAN KERAPU BEBEK

TERHADAP INFEKSI BAKTERI Vibrio alginolyticus

SETELAH DIBERI PAKAN KADAR Fe BERBEDA

FATWA DWI ADI PUTRA

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR

2011

KERAPU BEBEK Cromileptes

Vibrio alginolyticus

SETELAH DIBERI PAKAN KADAR Fe BERBEDA

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

(2)

PERNYATAAN MENGENAI SKRIPSI DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi berjudul :

VIABILITAS JUVENIL IKAN KERAPU BEBEK Cromileptes altivelis TERHADAP INFEKSI BAKTERI Vibrio alginolyticus SETELAH DIBERI PAKAN Fe BERBEDA

merupakan bagian dari penelitian “Peningkatan Daya Tahan Ikan Kerapu Bebek

Cromileptes altivelis Yang Diberi Pakan Bersuplemen Fe” atas nama Dr. Mia

Setiawati, Departemen BDP-FPIK-IPB. Semua sumber data dan informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2011

FATWA DWI ADI PUTRA C14050662

(3)

VIABILITAS JUVENIL

altivelis TERHADAP INFEKSI BAKTERI

SETELAH DIBERI PAKAN KADAR Fe BERBEDA

sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

VIABILITAS JUVENIL IKAN KERAPU BEBEK

TERHADAP INFEKSI BAKTERI Vibrio alginolyticus

SETELAH DIBERI PAKAN KADAR Fe BERBEDA

FATWA DWI ADI PUTRA

SKRIPSI

ebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

Departemen Budidaya Perairan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan

Institut Pertanian Bogor

DEPARTEMEN BUDIDAYA PERAIRAN FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2011

KERAPU BEBEK Cromileptes

rio alginolyticus

SETELAH DIBERI PAKAN KADAR Fe BERBEDA

ebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Perikanan pada

Program Studi Teknologi dan Manajemen Perikanan Budidaya

(4)

Judul Skripsi :Viabilitas Juvenil Ikan Kerapu Bebek Cromileptes altivelis Terhadap Infeksi Bakteri Vibrio alginolyticus Setelah Diberi Pakan Fe Berbeda

Nama Mahasiswa : Fatwa Dwi Adi Putra Nomor Pokok : C14050662

Disetujui,

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Mia Setiawati, M.Si Dr. M. Agus Suprayudi, M.Sc NIP 19641026199203 2 001 NIP 19650418199103 1 003

Diketahui,

Ketua Departemen Budidaya Perairan

Dr. Odang Carman, M. Sc NIP 19591222198601 1 001

(5)

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, Rabb yang memiliki kemuliaan, kekuatan, kesempurnaan, dan ketelitian sehingga skripsi dengan judul ” Viabilitas Juvenil Ikan Kerapu Bebek Cromileptes altivelis Terhadap Infeksi Bakteri Vibrio alginolyticus Setelah Diberi Pakan Fe Berbeda” dapat diselesaikan. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April hingga September 2009 bertempat di Laboratorium Nutrisi Ikan, Laboratorium Kesehatan Ikan BDP-FPIK-IPB dan Stasiun Lapang Pusat Studi Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor (PSIK IPB) - Ancol, Jakarta Utara.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :

1. Dr. Mia Setiawati, M.Si sebagai Pembimbing I dan Dr. M. Agus Suprayudi, M.Sc sebagai Pembimbing II atas arahan dan bimbingan selama penelitian dan penyusunan skripsi

2. Dr. Munti Yuhana sebagai Pembimbing Akademik dan Dosen Penguji yang telah banyak memotivasi serta mendidik selama menjadi mahasiswa.

3. Ayah, Ibu, Kakak, Nenek dan Tante atas dorongan semangat dan do’a yang tak pernah lelah terucap untuk penulis.

4. Staf Laboratorium Nutrisi Ikan (Bapak Wasjan, Bang Yossi dan Mbak Retno) atas bimbingan dan arahannya selama di laboratorium.

5. Rekan-rekan yang membantu dan menyemangati : Bayu dan semua BDP42. 6. Rekan-rekan perjuangan: Anhar, Adnan, Daniyal, Jamal, Wika, Firman, Aria,

Fuadi, Sandre, Singgih, Jamil, Fahrul, Widi, dan Rustamaji. Terima kasih atas kebersamaan, semangat, dan teladan selama ini.

7. Keluarga besar Forum Keluarga Muslim FPIK.

Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukan.

Bogor, Juni 2011

FATWA DWI ADI PUTRA C14050662

(6)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 10 Januari 1988 dari pasangan Bapak Wahyudin dan Ibu Fatum (Alm).

Penulis memulai pendidikan formal pada tahun 1992 di TK Trijaya III. Kemudian penulis melanjutkan pendidikan di SDN Sudimara 3 Ciledug pada 1993, SLTP Yadika 3 Ciledug pada tahun 1999 dan SMA Negeri 90 Jakarta pada tahun 2002. Penulis diterima menjadi mahasiswa IPB melalui jalur USMI pada tahun 2005, dan terdaftar sebagai mahasiswa Departemen Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan pada tahun 2006.

Selama menempuh pendidikan di IPB, penulis aktif dalam berbagai kegiatan. Penulis pernah berpartisipasi dalam Program Kreativitas Kemahasiswaan bidang penelitian yang didanai DIKTI pada tahun 2009. Penulis juga pernah aktif menjadi asisten beberapa mata kuliah, antara lain asisten Pendidikan Agama Islam pada tahun 2007, asisten praktikum Nutrisi Ikan pada tahun 2009. Pada bulan Juli-Agustus 2008, penulis melaksanakan praktek lapang dengan judul “Pembenihan Dan Pembesaran Ikan Koi (Cyprinus carpio) di Kelompok Petani Sumber Harapan, Blitar-Jawa Timur”. Selain aktif di bidang ilmiah dan akademik, penulis juga aktif di berbagai lembaga kemahasiswaan, diantaranya sebagai Kadiv PSDM Ikatan Keluarga Muslim TPB 2006, Kadiv HRD Forum Keluarga Muslim FPIK 2007, Ketua Forum Keluarga Muslim FPIK 2008. Penulis menyelesaikan pendidikan S1 BDP FPIK IPB dengan skripsi berjudul ” Viabilitas Juvenil Ikan Kerapu Bebek Cromileptes altivelis

Terhadap Infeksi Bakteri Vibrio alginolyticus Setelah Diberi Pakan Fe Berbeda”.

(7)

ABSTRAK

FATWA DWI ADI PUTRA. C14050662. Viabilitas juvenil ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis terhadap infeksi bakteri Vibrio alginolyticus setelah diberi

pakan Fe berbeda. Dibimbing Oleh MIA SETIAWATI dan M. AGUS

SUPRAYUDI.

Budidaya ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) berpotensi menghadapi masalah hama dan penyakit. Bakteri vibrio penyebab vibriosis merupakan masalah utama bagi industri budidaya ikan kerapu yang menyebabkan kematian. Penggunaan Fe sebagai mineral yang bekerja dalam sel darah diduga dapat berpengaruh pada viabilitas ikan kerapu bebek dalam menghadapi penyakit. Ikan dipelihara dalam akuarium berukuran 60x40x50 cm selama 40 hari, masing-masing berisi 10 ekor ikan dengan bobot awal rata-rata ikan seberat 9,44±0,36 gram/ekor. Pakan uji yang digunakan memiliki kadar zat besi berbeda, yaitu 0 ppm, 100 ppm dan 500 ppm. Pemberian pakan dilakukan sebanyak 3 kali sehari secara at satiation. Setelah 40 hari pemeliharaan, ikan diberi stressor perendaman air tawar selama 10 menit dan dilakukan uji tantang dengan menyuntikan 108 CFU/ml bakteri Vibrio alginolyticus. Pemberian pakan suplementasi zat besi (Fe) 0 ppm, 100 ppm, dan 500 ppm tidak berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan harian dan tingkat kelangsungan hidup ikan kerapu bebek sebelum di infeksi bakteri. Namun setelah diinfeksi bakteri, perlakuan pakan suplementasi Fe 100 ppm memiliki viabilitas yang lebih baik dibandingkan dengan perlakuan pakan lainnya.

Kata kunci : viabilitas, pakan, zat besi, infeksi bakteri, ikan kerapu bebek.

---

ABSTRACT

FATWA DWI ADI PUTRA. C14050662. Viability of humpback grouper

Cromileptes altivelis juvenile on the infection of Vibrio alginolyticus fed by

different iron (Fe) supplementation. Supervised by MIA SETIAWATI and M. AGUS SUPRAYUDI.

Humpback grouper (Cromileptes altivelis) culture potentially against the problem of pests and diseases.Vibrio bacteria which causes vibriosis is the main problem for humpback grouper culture industry which cause the death of fish. The use of iron as a mineral that works in the blood cells could be expected to affect viability of humpback grouper against the disease. The fish was cultured in 60x40x50 cm aquarium reared for 40 days, and stoked at a density of 10 ind./aquarium, it weight was 9.44±0.36 gram/ind. The experiment diet contained different iron supplementation level which are 0 ppm, 100 ppm and 500 ppm. The feed was given 3 times daily at a satiation. After 40 days culture feeding, the fish was exposed in fresh water for 10 minutes and injected by 108 CFU/ml Vibrio alginolyticus. The feeding of iron supplementation (Fe) 0 ppm, 100 ppm, and 500

(8)

ppm did not significantly affect specific grow rate and survival rate of humpback grouper before the bacterial infection. After the bacterial infection, the fish fed by diet containing 100 ppm Fe had better viability.

(9)

© Hak Cipta milik IPB, tahun 2011 Hak Cipta dilindungi Undang-Undang

Dilarang mengutip sebagian atau seluruh karya tulis ini tanpa mencantumkan atau menyebutkan sumbernya. Pengutipan hanya untuk kepentingan pendidikan, penelitian, penulisan karya ilmiah, penyusunan laporan, penulisan kritik, atau tinjauan suatu masalah; dan pengutipan tersebut tidak merugikan kepentingan yang wajar IPB.

Dilarang mencantumkan dan memperbanyak sebagian atau seluruh Karya tulis dalam bentuk apapun tanpa izin IPB

(10)

DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR TABEL... i

DAFTAR GAMBAR... ii

DAFTAR LAMPIRAN... iii

I. PENDAHULUAN... 1

1.1 Latar Belakang... 1

1.2 Tujuan... 2

II. METODOLOGI... 3

2.1 Pakan Uji... 3

2.2 Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data... 3

2.3 Parameter Uji... 5

2.3.1 Laju Pertumbuhan Harian... 5

2.3.2 Tingkat Konsumsi Pakan... 5

2.3.3 Tingkat Kelangsungan Hidup... 6

2.3.4 Efisiensi Pakan... 6

2.3.5 Gambaran Darah... 6

2.3.6 Analisis Kimia... 6

2.3.7 Analisis Statistik... 6

III. HASIL DAN PEMBAHASAN... 8

3.1 Hasil... 8 3.2 Pembahasan... 15 IV. KESIMPULAN... 22 4.1 Kesimpulan... 22 4.2 Saran... 22 DAFTAR PUSTAKA... 23 LAMPIRAN... 26

(11)

DAFTAR TABEL

Halaman 1. Hasil proksimat pakan uji dan pakan komersil... 3

2. Data konsumsi pakan (KP), laju pertumbuhan harian (LPH), efisiensi pakan (EP), dan tingkat kelangsungan hidup (KH)... 8

3. Nilai rataan total leukosit, total eritrosit, kadar hematokrit, dan kadar hemoglobin pada 40 hari pemeliharaan dengan pakan uji... 9

4. Perbandingan perlakuan pakan suplementasi Fe 100 ppm dengan perlakuan

(12)

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1. Susunan acak akuarium perlakuan... 4

2. Pertumbuhan ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis selama 40 hari perlakuan pakan uji suplementasi Fe 0 ppm, 100 ppm, dan 500 ppm... 9

3. Nilai rataan total leukosit, total eritrosit, kadar hemoglobin dan kadar hematokrit hari ke-0 dan hari ke-6 pascainfeksi Vibrio alginolyticus pada perlakuan suplementasi Fe 0 ppm, 100 ppm, dan 500 ppm... 10

4. Pertumbuhan mutlak ikan perlakuan pakan suplementasi Fe 0 ppm, 100 ppm dan 500 ppm pascainfeksi bakteri Vibrio alginolyticus... 12

5. Tingkat kelangsungan hidup (KH) ikan pascainfeksi bakteri Vibrio

alginolyticus... 13

6a. Nilai rataan total leukosit (x105 sel/mm3) dan total eritrosit (x105 sel/mm3) hari ke-0 dan hari ke-6 pascainfeksi Vibrio alginolyticus pada perlakuan pakan suplementasi Fe 100 ppm dan pakan komersil... 14

6b. Kadar hemoglobin (%) dan kadar hematokrit (gram %) hari ke-0 dan hari ke-6 pascainfeksi Vibrio alginolyticus pada perlakuan pakan suplementasi Fe 100 ppm dan pakan komersil... 15

(13)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1. Prosedur analisis proksimat... 27

2. Komposisi bahan pakan (100 gram berat kering)... 29

3. Parameter kualitas air selama 40 hari pemeliharaan sebelum infeksi bakteri Vibrio alginolyticus... 30

4. Pengukuran parameter haematologi... 30

5. Hasil analisis statistik... 32

6. Perubahan nilai total leukosit, total eritrosit, kadar hemoglobin dan kadar hematokrit perlakuan suplementasi Fe 0 ppm, 100 ppm, dan 500 ppm pascainfeksi bakteri Vibrio alginolyticus... 36

7.

8.

Data bobot ikan pascainfeksi bakteri...

Perhitungan harga pakan... 37

37

9. Data kematian ikan pascainfeksi... 38

(14)

I.

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengembangan budidaya ikan kerapu telah diambil oleh pemerintah dalam pemanfaatan dan peningkatan produksi sumber daya ikan kerapu secara lestari dan berkelanjutan (Anonimous, 2009). Permintaan ikan kerapu semakin tinggi, dibuktikan dengan meningkatnya ekspor ikan kerapu. Selain itu harga ikan ini tergolong cukup tinggi, untuk ikan kerapu bebek hidup berkisar antara Rp 400.000 hingga Rp 450.000/kg. Mengacu pada fakta yang ada, pengembangan budidaya ikan kerapu menjadi sangat strategis bagi Indonesia untuk mempertahankan kemampuan produksi dan perdagangan ikan kerapu berkelanjutan (Anonimous, 2009).

Pemeliharaan ikan kerapu bertujuan untuk mencapai produksi maksimal secara berkesinambungan, baik dalam jumlah, mutu maupun ukuran. Kegiatan budidaya ikan kerapu dihadapkan pada kendala terbatasnya ketersediaan benih yang berkualitas. Sebagai salah satu spesies ikan yang dibudidayakan di perairan laut, kerapu bebek juga berpotensi menghadapi masalah hama dan penyakit. Berdasarkan kondisi tersebut perlu diperhatikan beberapa hal yaitu pakan dan pengendalian hama penyakit (Oktarina, 2009). Dalam beberapa tahun terakhir, pembenihan ikan kerapu telah berhasil dilakukan di Indonesia, tetapi dalam perkembangannya masih banyak keluhan terhadap rendahnya kualitas benih seperti rendahnya daya tahan terhadap penyakit (Anonimous, 2009).

Transportasi, penanganan, aklimatisasi dan kondisi lingkungan yang buruk berpengaruh pada kondisi tubuh ikan kerapu bebek dan dapat menyebabkan stres. Stres pada ikan berakibat pada lemahnya pertahanan tubuh membuat patogen di perairan masuk dan menginkubasi. Ikan yang telah terjangkit berbagai penyakit menjadi lemah kemudian mati (Ikbal, 2006).

Bakteri vibrio penyebab vibriosis masih merupakan masalah utama bagi industri budidaya ikan kerapu yang menyebabkan kematian hingga mencapai 100 persen. Bakteri patogen yang utama adalah Vibrio alginolyticus (Fahri, 2011). Kondisi ini menyebabkan penanggulangan penyakit tersebut perlu mendapat perhatian dan penanganan secara khusus.

(15)

2

Penggunaan Fe sebagai mineral yang bekerja dalam sel darah, bagian dari heme, berperan dalam transpor oksigen ke dalam jaringan tubuh (hemoglobin), penyimpanan oksigen dalam jaringan otot (mioglobin), dan transpor elektron melalui respirasi sel-sel (cytocromes) (Groof et al., 2000). Hal ini diduga dapat berpengaruh pada ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis dalam menghadapi stres dan penyakit.

Berdasarkan pertimbangan tersebut, perlu dilakukan penelitian untuk mengkaji peran suplementasi zat besi (Fe) yang ditambahkan pada pakan terhadap viabilitas ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis yang diinfeksi bakteri Vibrio

alginolyticus.

1.2 Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh suplementasi Fe dalam pakan terhadap viabilitas melalui status kesehatan ikan (gambaran darah), pertumbuhan dan kelangsungan hidup ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis sebelum dan setelah diinfeksi bakteri Vibrio alginolyticus.

(16)

3

II. METODOLOGI

2.1 Pakan Uji

Sebelum dilakukan pembuatan pakan, bahan baku penyusun pakan yang digunakan sebagai pakan uji dianalisis proksimat terlebih dahulu dengan metode AOAC (1984) dalam Takeuchi (1988) untuk mengetahui kadar air, kadar abu, serat kasar, kadar protein, dan kadar lemak. Prosedur analisis proksimat tersaji dalam Lampiran 1.

Pakan uji yang digunakan adalah pakan buatan dalam bentuk pelet kering. Pakan diformulasikan dengan kadar protein dan kalori yang sama, namun dengan kadar zat besi yang berbeda. Komposisi bahan pakan tersaji pada Lampiran 2. Sumber zat besi yang digunakan dalam pakan berasal dari bahan Fe anorganik (FeSO4.7H2O). Pemberian zat besi yang digunakan pada setiap perlakuan adalah

sebagai berikut :

1. Tanpa pemberian FeSO4.7H2O.

2. Pemberian Fe 100 ppm yaitu FeSO4.7H2O sebesar 0,5 g/kg pakan.

3. Pemberian Fe 500 ppm yaitu FeSO4.7H2O sebesar 2,5 g/kg pakan.

Selain itu dibandingkan juga dengan pakan komersil yang memiliki kandungan protein yang sama dengan pakan uji. Hasil analisis proksimat pakan uji dan pakan komersil dapat dilihat dalam Tabel 1.

Tabel 1. Hasil proksimat pakan uji dan pakan komersil

Pakan Kadar

Air

Berat Kering (%)

Abu Serat Kasar Protein Lemak

Fe (ppm) 0 ppm 7,23 13,60 2,36 50,04 20,17 226,44 100 ppm 7,34 13,51 2,86 50,22 20,67 307,50 500 ppm 8,56 13,25 2,83 49,41 20,93 729,16 Komersil 8,11 12,40 1,06 51,01 15,41 772,14

2.2 Pemeliharaan Ikan dan Pengumpulan Data

Ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) yang digunakan sebagai ikan uji berasal dari Balai Budidaya Air Payau Situbondo, Jawa Timur. Proses adaptasi ikan dilakukan selama satu bulan di dalam wadah fiber berdiameter 2 meter dan bervolume 1000 liter dengan volume air sebanyak 60%. Selama proses adaptasi kualitas air tetap dijaga dengan cara penyifonan setiap hari dan penggantian air

(17)

4 setiap 2 hari sekali.

Pemeliharaan ikan selama perlakuan dilakukan dalam akuarium berukuran 60x40x50 cm sebanyak 12 buah, 1 buah tandon filter, dan 1 buah tandon penampungan air yang disusun membentuk sistem resirkulasi. Masing-masing tandon berdiameter 2 meter dan bervolume 1000 liter. Akuarium disusun secara acak dengan urutan sebagai berikut.

Gambar 1. Susunan acak akuarium perlakuan Keterangan Gambar 1 :

K = pakan pembanding (komersil)

S = Pakan perlakuan suplementasi Fe 500 ppm I = Pakan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm O = Pakan perlakuan suplementasi Fe 0 ppm 1, 2 dan 3 = ulangan

Setiap akuarium diisi air laut setinggi 40 cm dilengkapi oleh aerasi terus-menerus, resirkulasi air dengan debit 1 liter/menit, dan penutup akuarium berupa plastik transparan untuk mencegah ikan keluar dari dalam akuarium serta menjaga suhu akuarium tetap stabil. Sebelum perlakuan dimulai, ikan dipuasakan selama 24 jam untuk menghilangkan sisa pakan dalam saluran pencernaan ikan, kemudian ikan ditimbang dalam bobot basah tubuhnya. Setiap akuarium diisi 10 ekor ikan. Bobot rata-rata ikan yang digunakan dalam perlakuan adalah 9,44±0,36 gram/ekor.

Selama perlakuan sebelum infeksi bakteri, ikan diberi pakan sebanyak 3 kali sehari yaitu pada pukul 07.00, 12.30, dan 17.00 WIB secara at satiation selama 40 hari. Kualitas air tetap dijaga dengan cara penyiponan setiap hari. Kualitas air diamati secara berkala. Pengamatan kualitas air menunjukan suhu rata-rata pada saat perlakuan berkisar antara 28–32 oC, salinitas air berkisar antara 29–30 g/L, pH berkisar antara 7,2–8,0, DO (Dissolved oksigen) berkisar antara 6,6–7,0 mg/L, dan NO2- sebanyak 0 mg/L (Lampiran 3). Ikan yang mengalami

kematian dan pakan sisa ditimbang selama perlakuan.

Setelah pemeliharaan selama 40 hari, ikan ditimbang dan dicatat bobot akhirnya, kemudian dilakukan uji tantang dengan menyuntikan bakteri Vibrio

(18)

5

alginolyticus. Dosis bakteri yang disuntikkan ke dalam tubuh ikan adalah

sebanyak 108 CFU/ml. Sebelum disuntikkan bakteri, semua ikan diberi stresor dengan cara direndam (dipping) di air tawar selama 10 menit. Saat penyuntikan bakteri, ikan dipingsankan terlebih dahulu menggunakan MS-222 dengan dosis 80-100 ppm. Kemudian ikan dipelihara dengan metode sama seperti perlakuan sebelumnya. Setiap hari dilakukan pengamatan terhadap nafsu makan dan kondisi fisik tubuh ikan.

Status kesehatan ikan diketahui melalui analisis gambaran darah, yang dilakukan sebanyak dua kali yaitu pada hari ke-0 atau sebelum infeksi bakteri

Vibrio alginolyticus dan hari ke-6 pascainfeksi bakteri Vibrio alginolyticus.

Gambaran darah yang diamati yaitu, eritrosit, leukosit, hemoglobin, dan hematokrit. Sebelum pengambilan darah, ikan dipingsankan terlebih dahulu menggunakan MS-222.

2.3 Parameter Uji

2.3.1 Laju Pertumbuhan Harian

Laju pertumbuhan harian dihitung berdasarkan persamaan:

LPH (%) =  − 1 x 100% Keterangan :

Wt = bobot rata-rata individu pada waktu t (gram) Wo = bobot rata-rata individu pada waktu awal (gram) t = waktu pemeliharaan (hari)

2.3.2 Tingkat Konsumsi Pakan

Tingkat konsumsi pakan dapat diketahui dengan cara menimbang pakan yang dikonsumsi setiap hari selama perlakuan (gram).

(19)

6

2.3.3 Tingkat Kelangsungan Hidup

Tingkat kelangsungan hidup (KH) dihitung dengan cara :

KH (%) = ∑   

∑    x 100% 2.3.4 Efisiensi Pakan

Efisiensi pakan (EP) dianalisis dengan menggunakan rumus sebagai berikut:

EP =  

 x 100%

Keterangan :

EP = Efisiensi pakan

Bt = Biomassa mutlak ikan pada akhir masa perlakuan (gram) Bd = Biomassa mutlak ikan yang mati selama masa perlakuan (gram) Bo = Biomassa mutlak ikan pada awal masa perlakuan (gram)

F = Jumlah pakan yang dikonsumsi selama masa perlakuan (gram)

2.3.5 Gambaran Darah

Perhitungan gambaran darah meliputi perhitungan kadar hemoglobin (Hb), hematokrit (Ht), eritrosit (sdm), dan leukosit (sdp). Prosedur perhitungan jumlah sel darah selengkapnya dapat dilihat pada Lampiran 4.

2.3.6 Analisis Kimia

Analisis kimia yang dilakukan meliputi analisis proksimat bahan pakan dan analisis proksimat pakan. Analisis proksimat tersebut meliputi analisis kadar protein, analisis kadar lemak, analisis serat kasar, analisis kadar air dan analisis kadar abu. Prosedur analisis proksimat bahan dan pakan ini dilakukan dengan metode AOAC (1984) dalam Takeuchi (1988) (Lampiran 1). Pengukuran kualitas air meliputi suhu, kadar oksigen terlarut (DO), salinitas, pH, alkalinitas, dan total ammonia nitrogen (TAN).

2.3.7 Analisis Statistik

Penelitian ini menggunakan Rancangan Acak Lengkap (RAL) dengan 4 perlakuan dan masing-masing perlakuan terdiri dari 3 kali ulangan. Selanjutnya,

(20)

7 untuk mengetahui perbedaan antar perlakuan untuk parameter uji LPH, KP, KH, dan EP dilakukan pengujian dengan menggunakan Anova lalu dilanjutkan dengan uji Duncan pada selang kepercayaan 95%. Analisis statistik menggunakan program excel MS. Office 2007 dan SPSS ver.16 for Windows. Sedangkan gambaran darah dianalisis secara deskriptif.

(21)

III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil

Pemberian pakan suplementasi dengan penambahan Fe berbeda yaitu 0 ppm, 100 ppm, dan 500 ppm pada ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis selama 40 hari, diperoleh parameter konsumsi pakan (KP) yang berbeda nyata antara perlakuan suplementasi Fe 0 ppm dengan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm, sedangkan KP perlakuan suplementasi Fe 0 ppm terhadap perlakuan suplementasi Fe 500 ppm dan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm terhadap perlakuan suplementasi Fe 500 ppm tidak berbeda nyata. Parameter laju pertumbuhan harian (LPH) dan tingkat kelangsungan hidup (KH) juga menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Berdasarkan hasil penelitian, didapat nilai laju pertumbuhan harian (LPH) berkisar antara 1,93-2,23% dan tingkat kelangsungan hidup (KH) berkisar antara 85,00-96,67% (Tabel 2). Parameter efisiensi pakan (EP) perlakuan suplementasi Fe 0 ppm berbeda nyata terhadap perlakuan suplementasi Fe 100 ppm dan perlakuan suplementasi Fe 500 ppm (P<0,05). Sedangkan EP perlakuan suplementasi Fe 100 ppm terhadap perlakuan suplementasi Fe 500 ppm tidak berbeda nyata.

Tabel 2. Data konsumsi pakan (KP), laju pertumbuhan harian (LPH), efisiensi pakan (EP), dan tingkat kelangsungan hidup (KH).

Parameter Perlakuan pemberian Fe (ppm) 0 100 500 KP 192,27±3,08 a 179,00±4,96 b 182,68±4,90 ab LPH 1,93±0,26 a 2,23±0,26 a 1,99±0,13 a EP 45,37±3,57 a 58,38±4,15 b 58,46±3,43 b KH 86,67±5,77 a 85,00±7,07 a 96,67±5,77 a

Keterangan : huruf superskript yang sama pada baris yang sama menunjukkan hasil yang tidak berbeda nyata (P>0,05). Analisis statistik terdapat pada Lampiran 5.

Pada akhir perlakuan bobot rata-rata ikan berkisar antara 19,85–22,13 gram. Hal tersebut menunjukkan bahwa ikan disetiap perlakuan mengalami pertumbuhan atau memiliki kemampuan untuk tumbuh yang relatif sama, dapat dilihat pada Gambar 2.

(22)

9 Gambar 2. Pertumbuhan ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis selama 40 hari

perlakuan pakan uji suplementasi Fe 0 ppm, 100 ppm, dan 500 ppm.

Berdasarkan beberapa parameter gambaran darah ikan kerapu bebek yang diambil setelah 40 hari perlakuan, pemberian pakan suplementasi Fe berbeda 0 ppm, 100 ppm, dan 500 ppm menunjukkan nilai rataan total leukosit berkisar antara (1,56–1,72)x105sel/mm3, total eritrosit berkisar antara (1,39–1,76)x106 sel/mm3, kadar hematokrit 13,24–24,22%, dan kadar hemoglobin 6,73–8,6 g% . Hal ini dapat dilihat dalam Tabel 3.

Tabel 3. Nilai rataan total leukosit, total eritrosit, kadar hematokrit, dan kadar hemoglobin pada 40 hari pemeliharaan dengan pakan uji.

Gambaran Darah Perlakuan pemberian Fe (ppm) 0 100 500 Leukosit (105 sel/mm3) 1,61 ± 0,15 1,72 ± 0,14 1,56 ± 0,19 Eritrosit (106 sel/mm3) 1,76 ± 0,20 1,39 ± 0,59 1,50 ± 0,39 Hematokrit (%) 13,24 ± 4,30 15,82 ± 5,47 24,22 ± 6,32 Hemoglobin (gram %) 6,73 ± 1,67 8,6 ± 1,83 7,2 ± 0,2

Kesehatan ikan diamati melalui pengambilan sampel darah pada hari ke-0 sebelum infeksi bakteri dan hari ke-6 pascainfeksi bakteri Vibrio alginolyticus. Parameter gambaran darah yang diamati adalah total leukosit, total eritrosit, kadar hematokrit, dan kadar hemoglobin. Hal ini dapat dilihat pada Gambar 3.

0 5 10 15 20 25 H-40 H0 B o b o t (g ram ) Lama perlakuan Fe 0 ppm Fe 100 ppm Fe 500 ppm

(23)

Gambar 3. Nilai rataan t hematokrit

pada perlakuan suplementasi Fe 0 ppm, 100 ppm, dan 500 ppm.

Total leukosit antar perlakuan 0 ppm, 100 ppm, dan 500 ppm pada hari ke

0 sebelum infeksi bakteri

sel/mm3. Pada pengamatan hari ke

total leukosit masing

-total leukosit masing -ppm adalah sebesar 0,07

Nilai leukosit paling ti yaitu mencapai 2,22x

(Gambar 3). Nilai perubahan total leukosit masing

dalam Lampiran 6.

Nilai total eritrosit semua ikan perlakuan hari ke

1,76) x106sel/mm3. Kemudian pada hari ke pada ikan perlakuan

yaitu masing-masing naik menjadi 1,79 Sedangkan total eritrosit ikan perlakuan penurunan dari 1,76 0 0,5 1 1,5 2 2,5 H0 1 0 5 s e l / m m 3 Leukosit 0 5 10 15 H0 Hemoglobin

Gambar 3. Nilai rataan total leukosit, total eritrosit, kadar hemoglobin hematokrit hari ke-0 dan hari ke-6 pascainfeksi Vibrio alg

pada perlakuan suplementasi Fe 0 ppm, 100 ppm, dan 500 ppm.

Total leukosit antar perlakuan 0 ppm, 100 ppm, dan 500 ppm pada hari ke m infeksi bakteri Vibrio alginolyticus berkisar antara

. Pada pengamatan hari ke-6 pascainfeksi bakteri Vibrio alg

-masing perlakuan mengalami peningkatan. Peningkatan nilai -masing perlakuan suplementasi Fe 0 ppm, 100 ppm, dan 500 ppm adalah sebesar 0,07x105sel/mm3, 0,17x105sel/mm3 dan 0,66

paling tinggi terlihat pada ikan perlakuan suplementasi Fe 500 ppm, yaitu mencapai 2,22x105sel/mm3 yang sebelumnya hanya 1,56x

Nilai perubahan total leukosit masing-masing perlakuan dapat dilihat

Nilai total eritrosit semua ikan perlakuan hari ke-0 berkisar antara

. Kemudian pada hari ke-6 pascainfeksi terjadi peningkatan pada ikan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm dan suplementasi Fe 500 ppm

masing naik menjadi 1,79x106sel/mm3 dan 1,91 Sedangkan total eritrosit ikan perlakuan suplementasi Fe 0 ppm

penurunan dari 1,76x106sel/mm3 menjadi 1,51x106sel/mm3. Peningkatan nilai H6 Leukosit Fe 0 ppm Fe 100 ppm Fe 500 ppm 0 5 10 15 20 25 H0 H6 1 0 5se l / m m 3 Eritrosit H6 Hemoglobin Fe 0 ppm Fe 100 ppm Fe 500 ppm 0 10 20 30 40 H0 H6 g ram % Hematokrit 10

, kadar hemoglobin, dan kadar Vibrio alginolyticus pada perlakuan suplementasi Fe 0 ppm, 100 ppm, dan 500 ppm.

Total leukosit antar perlakuan 0 ppm, 100 ppm, dan 500 ppm pada hari ke

-berkisar antara (1,56–1,72)x105 Vibrio alginolyticus,

Peningkatan nilai masing perlakuan suplementasi Fe 0 ppm, 100 ppm, dan 500 dan 0,66x105sel/mm3.

nggi terlihat pada ikan perlakuan suplementasi Fe 500 ppm, sebelumnya hanya 1,56x105sel/mm3

masing perlakuan dapat dilihat

0 berkisar antara (1,39–

6 pascainfeksi terjadi peningkatan suplementasi Fe 500 ppm, dan 1,91x106sel/mm3. Fe 0 ppm mengalami Peningkatan nilai H6 Eritrosit Fe 0 ppm Fe 100 ppm Fe 500 ppm H6 Fe 0 ppm Fe 100 ppm Fe 500 ppm

(24)

11 total eritrosit masing-masing perlakuan suplementasi Fe 100 ppm dan 500 ppm adalah sebesar 4,07x106sel/mm3 dan 4,04x106sel/mm3. Sedangkan penurunan yang terjadi pada perlakuan suplementasi Fe 0 ppm adalah sebesar 2,46x106sel/mm3 (Gambar 3). Perubahan nilai total eritrosit masing-masing perlakuan dapat dilihat dalam Lampiran 6.

Pada pengamatan kadar hemoglobin hari ke-0 sebelum infeksi bakteri, didapat nilai yang berkisar antara 6,73-8,60 g%. Pengamatan selanjutnya pada hari ke-6 pascainfeksi terjadi peningkatan pada ikan perlakuan suplementasi Fe 0 ppm dan suplementasi Fe 500 ppm masing-masing menjadi 10,13 dan 7,20 g%. Sedangkan kadar hemoglobin ikan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm sama seperti pengamatan awal yaitu 8,60 g%. Peningkatan kadar hemoglobin masing-masing perlakuan suplementasi Fe 0 ppm dan 500 ppm adalah sebesar 0,47 g% dan 2,93 g% (Gambar 3). Perubahan nilai kadar hemoglobin masing-masing perlakuan dapat dilihat dalam Lampiran 6.

Kadar hematokrit pada hari ke-0 berkisar antara 13,24 –24,22%. Pada pengamatan hari ke-6 pascainfeksi kadar hematokrit semua perlakuan meningkat. Peningkatan kadar hematokrit masing-masing perlakuan suplementasi Fe 0 ppm, 100 ppm, dan 500 ppm adalah sebesar 8,19%, 8,56% dan 8,17% (Gambar 3). Perubahan nilai kadar hematokrit masing-masing perlakuan dapat dilihat dalam Lampiran 6.

Pertumbuhan mutlak pascainfeksi bakteri Vibrio alginolyticus ikan perlakuan pakan suplementasi Fe 100 ppm lebih tinggi dibandingkan dengan ikan perlakuan pakan suplementasi Fe 0 ppm dan 500 ppm. Pertumbuhan mutlak pascainfeksi bakteri ikan perlakuan suplementasi Fe 0 ppm sebesar 2,42 gram/hari, ikan perlakuan pakan suplementasi Fe 100 ppm sebesar 4,29 garam/hari, dan ikan perlakuan pakan suplementasi Fe 500 ppm sebesar 2,68 gram/hari (Gambar 4 ; Lampiran 7).

(25)

Gambar 4. Pertumbuhan mutlak ikan perlakuan pakan suplementasi Fe 0 ppm, 100 ppm dan 500 ppm pascainfeksi bakteri

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa hasil terbaik ditunjukkan oleh perlakuan pakan suplementasi Fe 100 ppm.

pakan komersil, ikan perlakuan pakan suplementasi Fe 100 ppm mengkonsumsi pakan yang lebih sedikit yaitu sebesar 179,

perlakuan pakan komersil yaitu sebesar 198,74

pertumbuhan harian 0,01% (Tabel 4)

ppm memiliki laju pertumbuhan harian sebesar 2,23% sedangkan ikan perlaku pakan komersil memiliki laju pertumbuhan harian sebesar 2,31%.

kelangsungan hidup (

kecil dibandingkan

sebesar 85% dan 100%. Namun,

bakteri ikan perlakuan pakan suplementasi Fe 100 ppm dengan ikan perlakuan pakan komersil, masing dengan pengambilan sampel masing

pascainfeksi (Gambar 0 0,5 1 1,5 2 2,5 3 3,5 4 4,5 5 g ram /h ar i

Pertumbuhan mutlak ikan perlakuan pakan suplementasi Fe 0 ppm, 100 ppm dan 500 ppm pascainfeksi bakteri Vibrio alginolyticus

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa hasil terbaik ditunjukkan oleh perlakuan pakan suplementasi Fe 100 ppm. Selanjutnya diban

kan perlakuan pakan suplementasi Fe 100 ppm mengkonsumsi pakan yang lebih sedikit yaitu sebesar 179,00 gram dibandingkan dengan ikan perlakuan pakan komersil yaitu sebesar 198,74 gram dengan perbedaan laju 0,01% (Tabel 4). Ikan perlakuan pakan suplementasi Fe 100 ppm memiliki laju pertumbuhan harian sebesar 2,23% sedangkan ikan perlaku pakan komersil memiliki laju pertumbuhan harian sebesar 2,31%.

(KH) ikan perlakuan pakan suplementasi Fe 100 ppm

dengan ikan perlakuan pakan komersil, masing sebesar 85% dan 100%. Namun, tingkat kelangsungan hidup (KH bakteri ikan perlakuan pakan suplementasi Fe 100 ppm lebih besar

dengan ikan perlakuan pakan komersil, masing-masing sebesar 70% dan 0% dengan pengambilan sampel masing-masing sebanyak 30%

Gambar 5).

0 ppm 100 ppm 500 ppm

Perlakuan Suplementasi Fe

12

Pertumbuhan mutlak ikan perlakuan pakan suplementasi Fe 0 ppm,

Vibrio alginolyticus.

Hasil pengamatan menunjukkan bahwa hasil terbaik ditunjukkan oleh ndingkan dengan

kan perlakuan pakan suplementasi Fe 100 ppm mengkonsumsi dibandingkan dengan ikan dengan perbedaan laju . Ikan perlakuan pakan suplementasi Fe 100 ppm memiliki laju pertumbuhan harian sebesar 2,23% sedangkan ikan perlakuan

pakan komersil memiliki laju pertumbuhan harian sebesar 2,31%. Tingkat

) ikan perlakuan pakan suplementasi Fe 100 ppm lebih

sil, masing-masing

KH) pascainfeksi

esar dibandingkan

masing sebesar 70% dan 0% masing sebanyak 30% pada hari ke-6

(26)

Gambar 5. Tingkat kelangsungan hidup alginoly

Nilai efisiensi pakan ikan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm adalah sebesar 58,38% sedangkan ikan perlakuan pakan komersil adalah sebesar 66,81%. Harga pakan komesil adalah sebesar Rp. 20.000,

suplementasi Fe 100 ppm adalah sebes

perlakuan pakan suplementasi Fe 100 ppm dengan perlakuan pakan komersil dapat dilihat dalam Tabel

Tabel 4. Perbandingan perlakuan pakan perlakuan pakan PARAMETER KINERJA PERTUMBUHAN KP (gram) LPH (%) KH (%) KH H-13 pascainfeksi (%) EP (%) Harga Per kg (Rp)

*perhitungan harga pakan terdapat dalam

Keterangan :

KP : Konsumsi Pakan

LPH : Laju Pertumbuhan Harian

KH : Tingkat Kelangsungan Hidup (sebelum infeksi bakteri)

EP : Efisiensi Pakan

KH H-13 : Tingkat Kelangsungan Hidup (sebelum infeksi bakteri) 0 2 4 6 8 10 12 1 2 3 Ju m lah i k an

Tingkat kelangsungan hidup (KH) ikan pascainfeksi bakteri

yticus.

Nilai efisiensi pakan ikan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm adalah sebesar 58,38% sedangkan ikan perlakuan pakan komersil adalah sebesar 66,81%. Harga pakan komesil adalah sebesar Rp. 20.000,-/kg, sedangkan harga pakan suplementasi Fe 100 ppm adalah sebesar Rp.17.196,- /kg. Hasil pembandingan perlakuan pakan suplementasi Fe 100 ppm dengan perlakuan pakan komersil dapat dilihat dalam Tabel 4 berikut ini:

. Perbandingan perlakuan pakan suplementasi Fe 100 ppm perlakuan pakan komersil.

PARAMETER Perlakuan pakan Komersil Pemberian Fe 100 ppm KINERJA PERTUMBUHAN 198,74 ± 4,39 179,00 ± 4,96 2,31 ± 0,37 2,23 ± 0,26 100,00 ± 0 85,00± 7,07 infeksi (%) 0 66,81 ± 15,40 58,38 ± 4,15 20000 17196*

*perhitungan harga pakan terdapat dalam Lampiran 8.

Konsumsi Pakan

Laju Pertumbuhan Harian

: Tingkat Kelangsungan Hidup (sebelum infeksi bakteri) Efisiensi Pakan

: Tingkat Kelangsungan Hidup (sebelum infeksi bakteri)

3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13

Hari ke- pascainfeksi

13

pascainfeksi bakteri Vibrio

Nilai efisiensi pakan ikan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm adalah sebesar 58,38% sedangkan ikan perlakuan pakan komersil adalah sebesar 66,81%. /kg, sedangkan harga pakan Hasil pembandingan perlakuan pakan suplementasi Fe 100 ppm dengan perlakuan pakan komersil

uplementasi Fe 100 ppm dengan erlakuan pakan Pemberian Fe 100 ppm 179,00 ± 4,96 2,23 ± 0,26 85,00± 7,07 70 58,38 ± 4,15 17196*

: Tingkat Kelangsungan Hidup (sebelum infeksi bakteri)

: Tingkat Kelangsungan Hidup (sebelum infeksi bakteri) komersil Fe 0 ppm Fe 100 ppm Fe 500 ppm

(27)

Nilai total leukosit ikan perlakuan 0 sebelum infeksi bakteri

komersil, yaitu masing Kemudian pada hari ke

perlakuan mengalami peningkatan menjadi

1,67x105sel/mm3. Sedangkan nilai total eritrosit ikan perlakuan

100 ppm pada hari ke

dengan ikan perlakuan pakan komersil, yaitu masing

sel/mm3 dan 1,77x10

eritrosit masing-masing perlakuan mengalami peningkatan menjadi

sel/mm3 dan 1,89x10

Fe 100 ppm pada hari ke

dengan ikan perlakuan pakan komersil, masing

Pada hari ke-6 pascainfeksi kadar hemoglobin ikan

100 ppm tidak mengalami perubahan sedangkan ikan perlakuan pakan komersil

tejadi peningkatan kadar hemoglobin menjadi 7,47%.

perlakuan suplementasi Fe 100 ppm

rendah dibandingkan dengan ikan perlakuan pakan komersil, yaitu masing

sebesar 15,81 g% dan 23,31 g%.

hematokrit masing-masing perlakuan mengalami peningkatan menjadi 24,37 g%

dan 27,96 g% (Gambar

Gambar 6a. Nilai rataan total leukosit

sel/mm3 pada perlakuan 002 002 002 002 002 002 H0

Leukosit

Nilai total leukosit ikan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm

0 sebelum infeksi bakteri lebih tinggi dibandingkan dengan ikan perlakuan pakan komersil, yaitu masing-masing sebesar 1,72x105sel/mm3 dan 1,63x

Kemudian pada hari ke-6 pascainfeksi nilai total leukosit masing perlakuan mengalami peningkatan menjadi 1,89x105

. Sedangkan nilai total eritrosit ikan perlakuan

pada hari ke-0 sebelum infeksi bakteri lebih rendah dibandingkan dengan ikan perlakuan pakan komersil, yaitu masing-masing sebesar

106 sel/mm3. Kemudian pada hari ke-6 pascainfeksi nilai total masing perlakuan mengalami peningkatan menjadi

105 sel/mm3. Kadar hemoglobin ikan perlakuan

pada hari ke-0 sebelum infeksi bakteri lebih tinggi dibandingkan dengan ikan perlakuan pakan komersil, masing-masing sebesar 8,60% dan 7,73%. 6 pascainfeksi kadar hemoglobin ikan perlakuan suplementasi Fe tidak mengalami perubahan sedangkan ikan perlakuan pakan komersil ingkatan kadar hemoglobin menjadi 7,47%. Nilai kadar hematokrit ikan

suplementasi Fe 100 ppm pada hari ke-0 sebelum infeksi bakteri rendah dibandingkan dengan ikan perlakuan pakan komersil, yaitu masing

15,81 g% dan 23,31 g%. Kemudian pada hari ke-6 pascainfeksi kadar masing perlakuan mengalami peningkatan menjadi 24,37 g% g% (Gambar 6a dan 6b).

. Nilai rataan total leukosit (x105 sel/mm3) dan total eritrosit 3

) hari ke-0 dan hari ke-6 pascainfeksi Vibrio alg

pada perlakuan pakan suplementasi Fe 100 ppm dan H6

Leukosit

Fe 100 ppm Komersil 000 005 010 015 020 H0 H6

Eritrosit

14

suplementasi Fe 100 ppm pada hari

ke-lebih tinggi dibandingkan dengan ikan perlakuan pakan dan 1,63x105sel/mm3.

6 pascainfeksi nilai total leukosit masing-masing

5

sel/mm3 dan

. Sedangkan nilai total eritrosit ikan perlakuan suplementasi Fe

lebih rendah dibandingkan masing sebesar 1,39x106

6 pascainfeksi nilai total masing perlakuan mengalami peningkatan menjadi 1,80x106

. Kadar hemoglobin ikan perlakuan suplementasi

inggi dibandingkan masing sebesar 8,60% dan 7,73%. suplementasi Fe tidak mengalami perubahan sedangkan ikan perlakuan pakan komersil Nilai kadar hematokrit ikan 0 sebelum infeksi bakteri lebih

rendah dibandingkan dengan ikan perlakuan pakan komersil, yaitu masing-masing

6 pascainfeksi kadar masing perlakuan mengalami peningkatan menjadi 24,37 g%

total eritrosit (x105 Vibrio alginolyticus suplementasi Fe 100 ppm dan pakan komersil.

H6

Eritrosit

Fe 100 ppm Komersil

(28)

Gambar 6b. Kadar hemoglobin

hari ke

-suplementasi Fe 100 ppm dan

3.2 Pembahasan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeliharaan dengan perbedaan dosis suplementasi Fe dalam pakan

pertumbuhan harian

(Cromileptes altivelis

oleh defisiensi zat besi karena bukan merupakan sumber energi untuk pertumbuhan ikan. Pertumbuhan ikan akan berjalan normal jika kebutuhan energinya tercukupi. Zat besi hanya berperan dalam pembentukan sel darah d

sebagai ko-enzim yang terlibat dengan berbagai aktivitas enzim dalam metabolisme yang terjadi di dalam tubuh ikan (Halver, 1989)

Pada ikan perlakuan suplementasi Fe 500 ppm tidak ditemukan gejala kelebihan zat besi yang menyebabkan keracunan, penurunan

pertumbuhan bahkan hingga menyebabkan kematian pada ikan uji. Sehingga diduga bahwa pemberian suplementasi Fe 500 ppm masih dalam kisaran yang diperbolehkan. Hasil analisis pakan suplementasi Fe 500 ppm pada penelitian

adalah sebesar 729,16

1380 ppm dalam bentuk ferosulfat bersifat racun (Desjardins

Lim et al., 2001).

Jumlah konsumsi pakan ikan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm

kecil dibandingkan dengan ikan per Hal ini disebabkan karena

007 007 008 008 009 009 H0

Hemoglobin

. Kadar hemoglobin (%) dan kadar hematokrit (gram %)

-6 pascainfeksi Vibrio alginolyticus pada perlakuan suplementasi Fe 100 ppm dan pakan komersil.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeliharaan dengan perbedaan dosis suplementasi Fe dalam pakan tidak berpengaruh nyata terhadap laju pertumbuhan harian dan tingkat kelangsungan hidup ikan kerapu bebek

Cromileptes altivelis) (p>0,05). Umumnya pertumbuhan ikan tidak dipengaruhi oleh defisiensi zat besi karena bukan merupakan sumber energi untuk pertumbuhan ikan. Pertumbuhan ikan akan berjalan normal jika kebutuhan energinya tercukupi. Zat besi hanya berperan dalam pembentukan sel darah d

enzim yang terlibat dengan berbagai aktivitas enzim dalam metabolisme yang terjadi di dalam tubuh ikan (Halver, 1989).

Pada ikan perlakuan suplementasi Fe 500 ppm tidak ditemukan gejala kelebihan zat besi yang menyebabkan keracunan, penurunan

pertumbuhan bahkan hingga menyebabkan kematian pada ikan uji. Sehingga diduga bahwa pemberian suplementasi Fe 500 ppm masih dalam kisaran yang diperbolehkan. Hasil analisis pakan suplementasi Fe 500 ppm pada penelitian

16 ppm. Pakan ikan rainbow trout dengan dosis lebih da dalam bentuk ferosulfat bersifat racun (Desjardins et al

Jumlah konsumsi pakan ikan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm dibandingkan dengan ikan perlakuan suplementasi Fe 0 ppm dan 500 ppm. Hal ini disebabkan karena beberapa ekor ikan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm

H6

Hemoglobin

Fe 100 ppm Komersil 000 010 020 030 H0 H6

Hematokrit

15

%) hari ke-0 dan

pada perlakuan pakan

Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemeliharaan dengan perbedaan pengaruh nyata terhadap laju ikan kerapu bebek Umumnya pertumbuhan ikan tidak dipengaruhi oleh defisiensi zat besi karena bukan merupakan sumber energi untuk pertumbuhan ikan. Pertumbuhan ikan akan berjalan normal jika kebutuhan energinya tercukupi. Zat besi hanya berperan dalam pembentukan sel darah dan

enzim yang terlibat dengan berbagai aktivitas enzim dalam

Pada ikan perlakuan suplementasi Fe 500 ppm tidak ditemukan gejala

efisiensi pakan,

pertumbuhan bahkan hingga menyebabkan kematian pada ikan uji. Sehingga diduga bahwa pemberian suplementasi Fe 500 ppm masih dalam kisaran yang diperbolehkan. Hasil analisis pakan suplementasi Fe 500 ppm pada penelitian ppm. Pakan ikan rainbow trout dengan dosis lebih dari et al., 1997 dalam

Jumlah konsumsi pakan ikan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm lebih

lakuan suplementasi Fe 0 ppm dan 500 ppm. ikan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm

H6

Hematokrit

Fe 100 ppm Komersil

(29)

16 pada ulangan mengalami kematian bukan karena pakan yang diberikan saat pemeliharaan. Namun demikian laju pertumbuhan harian ikan suplementasi Fe 100 ppm tidak berbeda dibandingkan dengan ikan suplementasi Fe 0 ppm dan 500 ppm (p>0,05). Suplementasi zat besi dapat meningkatkan kinerja pertumbuhan. Lim et al. (2001) menyatakan bahwa defisiensi zat besi bukan masalah bagi ikan, karena biasanya pakan ikan yang bersumber dari tepung ikan atau protein hewani kaya akan kandungan mineral, akan tetapi kekurangan zat besi pada ikan tetap menimbulkan gangguan pada karakteristik darah seperti menurunnya eritrosit, hemoglobin, dan hematokrit serta mengurangi bobot tubuh ikan. Selain itu, Lim et

al. (2001) juga menyatakan bahwa dosis zat besi yang berlebih dapat

mengakibatkan keracunan yang ditandai dengan penurunan efisiensi pakan, pertumbuhan bahkan meningkatkan kematian. Jumlah Fe dengan suplementasi Fe 500 ppm diduga akan menyebabkan kelebihan Fe dalam waktu pemberian yang lama, sehingga kinerja pertumbuhan dapat menurun.

Semakin sedikit jumlah pakan yang diberikan dengan hasil pertumbuhan yang sama, maka efisiensi pakan semakin baik. Salah satu penyebab meningkatnya efisiensi pakan adalah kualitas pakan yang baik. Tabel 2 menunjukkan bahwa efisiensi pakan meningkat seiring dengan meningkatnya suplementasi zat besi dalam pakan. Efisiensi pakan antara perlakuan suplementasi Fe 100 ppm dan 500 ppm tidak berbeda. Efisiensi pakan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm dan 500 ppm lebih tinggi dibandingkan dengan efisiensi pakan pada perlakuan suplementasi Fe 0 ppm. Hal ini menunjukkan bahwa Fe secara tidak langsung meningkatkan pertumbuhan sehingga efisiensi pakan meningkat.

Kualitas pakan juga mempengaruhi tingkat kelangsungan hidup ikan. Ikan dapat memenuhi kebutuhan untuk hidup dan tumbuh dengan kualitas pakan yang baik. Tingkat kelangsungan hidup ikan uji pada setiap perlakuan suplementasi Fe tidak berbeda (p>0,05), yaitu antara 86,67-96,67%. Brock dan Mulero (2000)

dalam Webster dan Lim (2002) menyatakan bahwa Fe merupakan nutrien yang

berpengaruh terhadap fungsi sistem imunitas dan meningkatkan sistem pertahanan tubuh terhadap infeksi.

Berdasarkan Tabel 3, suplementasi zat besi (Fe) sebesar 0 ppm, 100 ppm, dan 500 ppm dalam pakan uji tidak memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kinerja pertumbuhan ikan kerapu bebek. Selama perlakuan 40 hari ikan

(30)

17 mengalami pertumbuhan normal. Hal ini menunjukkan bahwa pakan uji yang diberikan mengandung nutrien yang sesuai dengan kebutuhan ikan kerapu bebek, yaitu dengan kadar protein sebesar 50% dan kadar lemak sebesar 20%. Pertumbuhan antar perlakuan tidak memberikan pengaruh yang berbeda nyata diduga karena pemeliharaan yang kurang lama. Untuk mengetahui pengaruh interaksi antara kebutuhan zat besi dan vitamin C terhadap pertumbuhan pada ikan

Channel Catfish, membutuhkan waktu 14 minggu (Lim et al., 2000).

Ikan memerlukan nutrien untuk tumbuh, bereproduksi dan menjalankan fungsi fisiologis. Kebutuhan nutrien meliputi protein, lemak, karbohidrat, mineral, vitamin dan energi. Nutrien ini dapat diperoleh dari pakan yang kualitasnya bergantung pada kandungan nutrien dan daya cerna pakan. Jumlah dan kualitas pakan yang tepat sangat berkaitan dengan pertumbuhan ikan. Nilai nutrien pakan umumnya dilihat dari komposisi protein, lemak, karbohidrat, mineral, dan vitamin serta kandungan energinya (Furuichi, 1988). Pada stadia awal dari larva dibutuhkan nutrien pakan yang cukup untuk memenuhi kebutuhan energinya dan untuk mendapatkan nutrien esensial (Suwirya dkk., 2001).

Penggunaan pakan dengan kandungan protein kasar 48%, lemak 18-19%, dan karbohidrat 13% dengan rasio kalori : protein 9,5 kkal GE/gram protein serta penambahan imunostimulan, mampu menghasilkan laju pertumbuhan harian pada kisaran 1,5-1,6% (Indriastuti, 2006). Protein diperlukan untuk membentuk jaringan dan organ tubuh. Kebutuhan protein berarti jumlah minimal yang diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dasar asam amino ikan untuk mencapai pertumbuhan maksimal (NRC, 1977).

Ikan kerapu adalah jenis ikan karnivora. Oleh karena itu jenis ikan ini memerlukan pakan dengan kandungan protein yang cukup tinggi. Kebutuhan protein ikan kerapu berkisar antara 47,8% sampai 60,0% (Suwirya dkk., 2001). Sedangkan kebutuhan protein pada juvenil ikan berkisar antara 30-50% dan 40-50% pada estuari grouper (NRC, 1977).

Amlacher (1970) menyatakan bahwa karakteristik darah mengalami perubahan yang sangat serius khususnya bila terkena infeksi. Beberapa parameter yang dapat memperlihatkan perubahan patologi pada darah adalah kadar hematokrit, hemoglobin, jumlah sel darah merah dan jumlah sel darah putih.

(31)

18 Faktor-faktor kimia dan fisik yang dapat menyebabkan ikan menjadi stres adalah kepadatan tinggi, kualitas air yang buruk, penanganan yang buruk, gizi yang kurang memadai, dan sanitasi yang buruk (Rottman et al., 1992). Stres dalam bentuk apapun dapat meningkatkan kebutuhan energi ikan serta mengurangi tingkat pertumbuhan ikan. Pertumbuhan akan terjadi bila kebutuhan energi untuk pemeliharaan tubuh sudah terpenuhi terlebih dahulu (Lovell, 1988

dalam Setiawati, 2006).

Leukosit pada ikan merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh yang bersifat nonspesifik. Kenaikan leukosit yang terjadi pada ikan biasanya terjadi pada ikan yang mengalami gangguan dari luar tubuhnya, termasuk infeksi patogen karena fungsi leukosit sebagai sistem pertahanan tubuh ikan (Moyle dan Cech, 1988). Pada Gambar 3, peningkatan leukosit secara drastis terlihat pada ikan perlakuan Fe 500 ppm di hari ke-6 pascainfeksi bakteri. Ikan meningkatkan kinerja pertahanan tubuhnya dan diduga bahwa ikan menggunakan cadangan zat besi untuk meningkatkan aktivitas leukositnya. Piliang dan Djojosoebagio (2006) menyatakan bahwa, ketersediaan zat besi dapat menyebabkan intensitas aktivitas leukosit menjadi meningkat apabila terjadi infeksi, karena ferritin sebagai cadangan zat besi selain terdapat dalam plasma darah, juga terdapat dalam butir-butir darah merah dan butir-butir-butir-butir darah putih.

Nilai total eritrosit semua ikan masih menunjukkan batas normal. Pada ikan normal, jumlah eritrosit berkisar antara (1,05-3,00)x106sel/mm3 darah (Roberts, 1978). Total eritrosit pada pengamatan hari ke-6 pascainfeksi bakteri pada ikan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm dan perlakuan suplementasi Fe 500 ppm mengalami peningkatan, sedangkan total eritrosit ikan perlakuan suplementasi Fe 0 ppm mengalami penurunan. Peningkatan ini diduga karena adanya zat besi yang tersimpan dalam tubuh ikan. Zat besi bersama protein merupakan penyusun sel darah merah dan hemoglobin (Lehniger, 1982). Oleh karena itu diperlukan ketersediaan Fe yang cukup dalam tubuh ikan sehingga dapat menggantikan zat besi yang hilang karena dimanfaatkan oleh bakteri sebagai nutrien untuk meningkatkan virulensi patogenisital.

Kadar hemoglobin masing-masing perlakuan berkorelasi positif dengan total eritrositnya. Sama seperti pengamatan total eritrosit, pengamatan hari ke-6 pascainfeksi, kadar hemoglobin tertinggi juga terdapat pada ikan perlakuan

(32)

19 suplementasi Fe 500 ppm. Peningkatan hemoglobin diakibatkan oleh peningkatan asupan Fe melalui pakan (Shim dan Ong, 1999).

Pada awal pengamatan kadar hematokrit rata-rata ikan uji masing-masing perlakuan berkisar antara 13,24–24,22%. Nilai hematokrit darah ikan berkisar antara 5-60%. Apabila ikan terserang penyakit atau kehilangan nafsu makan karena sebab-sebab yang tidak jelas, nilai hematokrit menjadi lebih rendah (Snieszko et al., 1960). Hematokrit merupakan perbandingan antara volume sel-sel darah dan volume total darah. Pada Gambar 3 terlihat bahwa kadar hematokrit berkorelasi positif dengan total eritrosit. Fluktuasi nilai eritrosit diikuti oleh fluktuasi yang sama dengan nilai hematokrit.

Pertumbuhan mutlak pascainfeksi bakteri ikan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm lebih baik dibandingkan ikan perlakuan lainnya. Mazeaud dan Mazeaud (1981) menyatakan bahwa stres dapat menyebabkan pertumbuhan ikan rendah. Hal ini diduga bahwa penggunaan suplementasi Fe 100 ppm dalam pakan tepat karena dapat mengatasi stres dengan baik, sehingga energi yang didapatkan dari pakan dapat dipakai untuk pertumbuhan ikan.

Tingkat kelangsungan hidup ikan pascainfeksi bakteri menunjukkan bahwa ikan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm dan 500 ppm lebih baik dibandingkan dengan ikan perlakuan suplementasi Fe 0 ppm. Hal ini diduga bahwa penambahan Fe dalam pakan dapat memberikan cadangan Fe dalam tubuh ikan sehingga dapat digunakan saat dibutuhkan. Sedangkan ikan yang kekurangan Fe akan mengalami stres. Stres pada ikan dapat menyebabkan kematian pada ikan tersebut (Mazeaud dan Mazeaud, 1981).

Pakan suplementasi Fe 100 ppm lebih ekonomis dibandingkan pakan suplementasi Fe 500 ppm dengan viabilitas yang sama terhadap ikan uji. Maka untuk selanjutnya pemberian ikan dengan pakan suplementasi Fe100 ppm dibandingkan dengan pemberian pakan komersil.

Hasil perbandingan antara pakan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm dan pakan komersil menunjukkan bahwa pakan suplementasi Fe 100 ppm dapat bersaing dengan pakan komersil. Sebelum diinfeksi bakteri, kinerja pertumbuhan ikan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm tidak jauh berbeda jika dibandingkan dengan ikan yang diberi pakan komersil (Tabel 4). Namun setelah diinfeksi bakteri, tingkat kelangsungan hidup ikan perlakuan pakan suplementasi Fe 100

(33)

20 ppm bakteri adalah 70 % sedangkan kelangsungan hidup ikan yang diberi pakan komersil adalah 0%, data mortalitas dapat dilihat dalam Lampiran 9. Hal ini membuktikan pakan dengan suplementasi Fe 100 ppm mampu menjaga imunitas ikan.

Harga per kilogram pakan dengan suplementasi Fe 100 ppm lebih murah dibandingkan dengan pakan komersil, selisih harga per kilogramnya sebesar Rp.2.804,-. Selain itu, tingkat konsumsi pakan ikan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm lebih rendah dibandingkan dengan ikan perlakuan pakan komersil sehingga menghasilkan keuntungan materi yang lebih besar. Jika pemeliharaan ikan dimulai saat ikan berukuran 8 cm selama 3 bulan dengan asumsi jumlah ikan masing-masing perlakuan 100 ekor dan terinfeksi bakteri maka hasil akhirnya menunjukkan bahwa pemeliharaan ikan dengan suplementasi Fe 100 ppm lebih untung sebesar Rp.3.250.793,078 dibandingkan dengan pemeliharaan ikan dengan menggunakan pakan komersil (Lampiran 10).

Pada Gambar 6a, peningkatan leukosit secara drastis terlihat pada ikan perlakuan Fe 100 ppm dibandingkan ikan perlakuan pakan komersil di hari ke-6 pascainfeksi bakteri. Ikan meningkatkan kinerja pertahanan tubuhnya dan diduga bahwa ikan menggunakan cadangan zat besi untuk meningkatkan aktivitas leukositnya. Sebagian besar leukosit ditransfer ke daerah-daerah infeksi untuk memberikan pertahanan yang cepat dan perlawanan terhadap setiap gen infeksi (Anderson, 1974).

Total eritrosit pada pengamatan hari ke-6 pascainfeksi bakteri pada ikan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm dan perlakuan pakan komersil mengalami peningkatan. Peningkatan ini diduga karena adanya zat besi yang tersimpan dalam tubuh ikan. Selain itu, Wedemeyer dan Yasutake (1977) menyatakan bahwa eritrosit yang tinggi juga menandakan ikan dalam keadaan stress. Oleh karena itu diperlukan ketersediaan Fe yang cukup dalam pakan sehingga dapat menggantikan zat besi yang hilang karena dimanfaatkan oleh bakteri sebagai nutrien untuk meningkatkan virulensi patogenisital.

Penurunan kadar hemoglobin terlihat pada ikan perlakuan pakan komersil sedangkan kadar hemglobin ikan perlakuan suplementasi Fe 100 ppm tetap. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Ogbulie dan Okpokwasili (1999),

(34)

21 dibandingkan dengan ikan sakit, namun hal sebaliknya dengan leukosit. Hal ini membuktikan bahwa ketersediaan Fe dalam tubuh ikan perlakuan pakan komersil lebih rendah walaupun Fe dalam pakan komersil tinggi, diduga bahwa Fe dalam pakan komersil tidak dapat diserap oleh tubuh ikan.

Nilai hematokrit masing-masing perlakuan pakan suplementasi Fe 100 ppm dan pakan komersil meningkat. Kadar hematokrit berkorelasi positif dengan total eritrosit. Fluktuasi nilai eritrosit diikuti oleh fluktuasi yang sama dengan nilai hematokrit.

(35)

9

IV. KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan

Pemberian pakan suplementasi zat besi (Fe) 0 ppm, 100 ppm, dan 500 ppm tidak berpengaruh nyata terhadap kinerja pertumbuhan, yaitu laju pertumbuhan harian sebesar 1,93-2,23 % dan tingkat kelangsungan hidup sebesar 85,0-96,7 % ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis sebelum diinfeksi bakteri. Namun setelah diinfeksi bakteri, perlakuan pakan suplementasi Fe 100 ppm memiliki viabilitas yang lebih baik dengan kelangsungan hidup sebesar 70 % dan pertumbuhan mutlak sebesar 4,29 gram/hari serta lebih ekonomis dibandingkan dengan perlakuan pakan lainnya dan pakan komersil.

4.2 Saran

Penelitian selanjutnya memerlukan masa pemeliharaan yang lebih lama dan pemberian pakan dengan suplementasi Fe hingga ikan ukuran konsumsi untuk mengetahui pengaruh suplementasi terhadap kinerja pertumbuhan ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis.

(36)

10

DAFTAR PUSTAKA

Amlacher, E., 1970. Textbook of fish disease. Conroy D. A., R. L. Herman (eds.) TFH Publ. Neptune. New York. 302p.

Anderson, D.P., 1974. Fish immunology. TFH Publication.Ltd. Hongkong. 239pp.

Anonimous, 2009. Budidaya kerapu. Available at http://kerapu.web.id/index. php?option=com_content&task=view&id=5&Itemid=6. [1 Desember 2009].

Fahri, M., 2011. Bakteri pathogen pada budidaya perikanan Vibrio alginolyticus. Available at http:// http://elfahrybima.blogspot.com/2009/01/bakteri-pathogen-pada-budidaya.html [2 Juni 2011].

Furuichi, M., 1988. Fish nutrition. P79-229 In : Watanabe, T. (editor). Fish Nutrition and Marineculture. Department of Aquatic Biosciences, Tokyo University of Fisheries. Tokyo.

Groof, J.L., Smith, J.L. and Gropper, S.S., 2000. Advanced nutrition and human metabolism (4th edition). Wadssorth/Thomson Learning.

Halver, J.E., 1989. Fish nutrition. Second edition. Academic Press, Inc. University of Washington. Seattle. Washington.

Ikbal, 2006. Aplikasi imunostimulan pada pakan ikan kerapu bebek Cromileptes

altivelis yang dipelihara di jaring apung. [Skripsi]. Program Studi

Teknologi dan Manajemen Akuakultur. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Indriastuti, L., 2006. Pengaruh penambahan bahan-bahan imunostimulan dalam formulasi pakan buatan terhadap respon imunitas dan pertumbuhan ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis. [Skripsi]. Program Studi Teknologi Dan Manajemen Akuakultur. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Lehniger, A.L., 1982. Dasar-dasar biokimia jilid 1. Jakarta. Penerbit Erlangga. 182p.

Lim, C., Phillip, H.K., Li, M.H. and Robinson, E.H., 2001. Interaction between dietary level of iron and vitamin C on growth, hematology, immune responsse and resistance of channel catfish Ictalurus punctatus to

Edwardsiella ictaluri challenge. Aquaculture 185:313-327.

Lim, C., Phillip, H.K., and Craig A.S., 2001. Dietary iron and fish health p189-199 in fish health. Hawort Press Inc. New York.

(37)

24 Mazeaud, M.M. and Mazeaud, F., 1981. Adrenergic responses to stress in fish. In : Packering, A.D. (editor). Stress and Fish. Academic Press, Inc. London.

Moyle, P.B. and Chech Jr, J.J., 1988. Fhishes : an introduction to ichthyology. Prentice Hall, Inc. USA. 559 p.

National Research Council, 1977. Nutrient requirements of warm water fishes. National Academic Press. Washington D. C. 115 pp.

Oktarina, R.M., 2009. Pengaruh frekuensi perendaman dalam air tawar terhadap kinerja pertumbuhan ikan kerapu bebek Cromileptes altivelis. [Skripsi]. Departemen Budidaya Perairan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Ogbulie, J.N. and Okpokwasili, G.C., 1999. Haematologycal and histologycal responses of Clarias gariepinus and Heterobrancus bidorsalis to some bacterial deseases in River State, Nigeria. J. National. Sci. Foundation of Sri Lanka 27(1):1-16.

Piliang, W.G. dan Djojosoebagio, S.A.H., 2006. Fisiologi nutrisi Vol II. IPB Press. Bogor : xvi + 238hlm.

Roberts, R.J., 1978. Fish pathology. Baillierre Tindal. London.

Rottman, R.W., Francis-Floyd, R., and Durborow, R., 1992. The role of stress in fish disease. SRAC Publication No. 474.

Setiawati, M., 2006. Suplementasi Fe optimal sebagai peningkat vitalitas ikan kerapu bebek (Cromileptes altivelis) saat kondisi stress hipoksia. [Penelitian Dosen Muda]. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. Institut Pertanian Bogor.

Shim, K.F., and Ong, S.I., 1999. Iron requirement of the guppy (Poecilia

reticulata, Peters). Journal of Aquaculture and Aquatic Sciences, 6(2).

Snieszko, S.F., 1960. Microhematocrit as a tool in fishery research and management. U. S. Wildl. Serv. Sci. Rep. fish. 341:15.

Suwirya, K., Giri, N.A. dan Marzuqi, M., 2001. Pengaruh n-3 HUFA terhadap pertumbuhan dan efisiensi pakan yuwana ikan kerapu bebek

Cromileptes altivelis. pp 201-206. dalam Sudradjat, A., Heruwati, E.S.,

Poernomo, A., Rukyani, A., Widodo, J. dan Danakusuma, E., (Eds) Teknologi Budidaya Laut dan Pengembangan Sea Farming di Indonesia, Depertement Kelautan dan Perikanan.

(38)

25 Takeuchi, T., 1988. Laboratory work chemical evaluation of dietary nutrient. p79-229 In Watanabe, T., (editor). Fish Nutrition and Marineculture. Departemen of Aquatic Biosciences, Tokyo University of Fisheries. Tokyo.

Webster, C.D., and Lim, C., 2002. Introduction to fish nutrition, p19-30. In Nutrient Requirement and Feeding of Finfish For Aquaculture. C.D. Webster (eds). British Library. London, UK.

Wedemeyer, G.A., and Yatasuke, W.T., 1977. Clinical methods for the assessment of the effect environment stress on the fish health. Technical paper of the U.S. fish and wildlife service. U.S. depart of interior fish and wildlife service.

(39)
(40)

27

Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat.

Kadar air

Cawan dipanaskan pada suhu 105-110oC salama 1 jam, kemudian didinginkan di dalam eksikator dan ditimbang (X1). Bahan yang akan

dianalisis ditimbang sebanyak 2-3 gram (A). Cawan dan bahan tersebut dipanaskan pada suhu 105-110oC selama 4-5 jam, disimpan dalam eksikator dan ditimbang (X2). Persentase kadar air diperoleh dengan menggunakan

rumus:

Kadar abu

Cawan dipanaskan selama 1 jam pada suhu 105-110oC, didinginkan dalam eksikator dan ditimbang (X1). Bahan yang akan dianalisis ditimbang

sebanyak 2-3 gram (A). Cawan dan bahan tersebut dipanaskan di atas pembakar bunsen sampai uapnya hilang. Panaskan lagi dalam tanur pada suhu 600oC sampai bahan berwarna putih semua (seperti abu). Kemudian disimpan dalam eksikator dan ditimbang (X2). Persentase kadar abu dapat

diperoleh dengan menggunakan rumus:

Kadar protein

i. Tahap oksidasi

Bahan yang akan dianalisis ditimbang sebanyak 0.5-1 gram (A), dimasukkan ke dalam labu, ditambah 3 gram katalis, 4 butir granul dan 10 ml H2SO4 pekat. Dipanaskan hingga terjadi perubahan warna menjadi

hijau bening, kemudian didinginkan. Setelah dingin diencerkan dengan akuades hingga volume 100 ml.

ii.Tahap destilasi

10 ml H2SO4 ditambah 2-3 tetes MR-MB dimasukkan ke dalam

erlenmeyer 125 ml, kemudian disiapkan erlenmeyer di bawah alat destilasi. Diambil 5 ml larutan hasil oksidasi, dimasukkan ke dalam labu Kjeldhal dan ditambahkan 10 ml NaOH 30%. Dipanaskan hingga terjadi kondensasi (selama 10 menit), sejak terjadi tetesan pertama.

iii.Tahap titirasi

Hasil destilasi dititrasi dengan NaOH 0.05N hingga cairan berwarna hijau

% 100 ) ( (%) 1 2 x A X A X air Kadar = + − % 100 ) ( (%) 2 1 x A X X abu Kadar = −

(41)

28

Lanjutan Lampiran 1. Prosedur analisis proksimat.

muda, dihitung volume titran yang digunakan (Va), dilakukan prosedur yang sama terhadap blanko (Vb).

Kadar lemak metode Sochlet

Labu dipanaskan pada suhu 105-110oC selama 1 jam, disimpan di dalam eksikator dan ditimbang (X1), dimasukkan petroleum benzen sebanyak

150-200 ml. Bahan yang akan dianalisis ditimbang sebanyak 2-3 gram (A), kemudian masukkan ke dalam selongsong dan Sochlet serta letakkan pemberat di atasnya. Labu yang telah dihubungkan dengan Sochlet dipanaskan diatas water bath 70oC sampai cairan yang merendam bahan dalam Sochlet menjadi bening. Labu dilepaskan dan tetap dipanaskan hingga petroleum benzen menguap semua. Labu dan lemak yang tersisa dipanaskan dalam oven ± 15 menit hingga 1 jam, disimpan dalam eksikator dan ditimbang (X2).

Kadar lemak metode Folch

Ikan yang akan dianalisis dicincang, kemudian digiling. Gilingan daging terdebut sebanyak A gram dimasukkan ke dalam wadah, dilarutkan dengan 20 ml chloromethanol, dimasukkan ke dalam homogenizer selama 5 menit dengan kecepatan 5000 rpm. Hasil homogenisasi disaring dengan menggunakan vacum pump, wadah yang digunakan dibilas dengan menggunakan sisa chloromethanol sebanyak 20 ml.hasil saringan diambil dan dibiarkan selama 24 jam agar lemak mengendap. Setelah 24 jam, lemak diambil, disaring aadan dimasukkan ke dalam labu kemudian dievaporasi kemudian ditimbang (B gram).

Kadar serat kasar

Sebanyak 0.5 gram bahan ditimbang (A) dimasukkan ke dalam erlenmeyer 350 ml dan ditambahkan 50 ml H2SO4 0.3N. Erlenmeyer yang berisi bahan

tersebut dipanaskan kemudian didinginkan dan ditambah lagi 25 ml NaOH 1.5N, dipanaskan selama 30 menit. Kertas saring dipanaskan dan ditimbang

% 100 20 25 . 6 ) ( 0007 . 0 (%) Pr x A x x Va Vb x otein Kadar = − % 100 (%) 2 1 x A X X Lemak Kadar = − % 100 (%) x B A Lemak Kadar =

Gambar

Tabel 1. Hasil proksimat pakan uji dan pakan komersil  Pakan  Kadar
Tabel  3.  Nilai  rataan  total  leukosit,  total  eritrosit,  kadar  hematokrit,  dan  kadar  hemoglobin pada 40 hari pemeliharaan dengan pakan uji
Gambar 3. Nilai rataan t hematokrit
Gambar 4.  Pertumbuhan mutlak ikan perlakuan pakan suplementasi Fe 0 ppm,  100 ppm dan 500 ppm pascainfeksi bakteri
+4

Referensi

Dokumen terkait

Korelasi yang erat antara % recovery N pangkasan pohon legum oleh tanaman jagung dan % N yang dilepaskan dari pangkasan pohon legum pada kondisi tidak tercuci selama 7 minggu (r

adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial sebagaimana dimaksud dalam Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yang terdiri atas

Dari penjelasan di atas, maka tindakan pengurus Perseroan Jiwasraya dalam melakukan pengelolaan Perseroan, khususnya terkait investasi yang akhirnya menjadi salah

Selain itu apabila dilihat di dalam PSAK No.45 mengenai Pelaporan Keuangan Organisasi Nirlaba ditunjukkan tentang bagaimana format bentuk dari laporan keuangan yang terdapat

Didalam pasal 23 Peraturan Walikota Semarang Nomor 5 Tahun 2013 tentang Penataan Toko Modern Minimarket Kota Semarang dijelaskan baKZD ³%DJL 7RNR Modern Minimarket yang

Materi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Rajungan (Portunus pelagicus) yang tertangkap oleh nelayan di Desa Betahwalang, Demak dengan ukuran 10 cm.. Peralatan yang

20 Dalam peraturan yang dibuat oleh dewan ICAO juga telah diatur dalam Aturan Keamanan Penerbangan yang tertulis dalam Annex 17 yang didefinisikan dengan pengamanan