• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "BAB II TINJAUAN PUSTAKA"

Copied!
18
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pembangunan dan Objek Wisata 2.1.1. Teori Pembangunan

Pembangunan dapat diartikan berbeda-beda oleh setiap orang tergantung dari sudut pandang apa yang digunakan oleh orang tersebut. Perbedaan cara pandang mengenai proses pembangunan yang dilakukan akan menyulitkan kepada kita tentang seberapa maju proses pembangunan yang dilakukan di sebuah negara atau daerah.

Perbedaan pengertian pembangunan tersebut dapat dijelaskan dengan menggunakan dua pandangan yang berbeda, yaitu pertama, pandangan pembangunan lama atau sering dikenal dengan pembangunan tradisional. Pembangunan dalam pandangan ini diartikan sebagai berbagai upaya yang dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) di tingkat nasional atau Produk Dometik Regional Bruto (PDRB) di tingkat daerah. Penggunaan indikator Produk Domestik Bruto (PDB) ini terkait dengan kemampuan indikator ini dalam mencerminkan tingkat kemakmuran bangsa. Dengan kata lain, indikator ini memungkinkan kita untuk mengetahui tingkat output yang diproduksi di sebuah negara untuk dikonsumsi oleh penduduknya atau digunakan untuk melakukan investasi. Selain penggunaan indikator Produk Domestik Bruto (PDB) sebagai tolok ukur pertumbuhan di sebuah negara, beberapa ahli ekonomi pembangunan lain menggunakan indikator produksi dan penyerapan tenaga kerja (employment) di negara tersebut.

(2)

Disisi lain dalam pandangan pembangunan ekonomi wilayah (Tarigan, 2006), menyatakan bahwa pembangunan merupakan pertambahan pendapatan masyarakat secara keseluruhan yang terjadi di wilayah tersebut, yaitu kenaikan seluruh nilai tambah (added value) yang terjadi.

Pembangunan bukan semata-mata merupakan fenomena ekonomi. Dalam pengertian yang paling mendasar, pembangunan haruslah mencakup masalah materi dan finansial dalam kehidupan manusia. Oleh karena itu pembangunan seharusnya diselidiki sebagai suatu proses multidimensional yang melibatkan reorganisasi dan reorientasi dari semua sistem ekonomi dan sosial (Todaro, 2000)

Pembangunan adalah mengadakan atau membuat atau mengatur sesuatu yang belum ada, yang dilakukan untuk kemakmuran dan kesejahteraan masyarakat. Pembangunan tersebut dapat merupakan pembangunan fisik dan dapat merupakan pembangunan sosial ekonomi. Sedang pembangunan regional meliputi suatu wilayah dan mempunyai tekanan utama pada perekonomian dan tekanan berikutnya pada keadaan fisik, sehingga merupakan gabungan dari kedua hal tersebut diatas. Pembangunan meliputi tiga kegiatan yang saling berhubungan (Jayadinata, 1999), yaitu: Pertama, menimbulkan peningkatan kemakmuran dan peningkatan pendapatan serta kesejahteraan sebagai tujuan, dengan tekanan perhatian pada lapisan terbesar (dengan pendapatan terkecil) dalam masyarakat. Kedua, memilih metode yang sesuai untuk mencapai tujuan tersebut. Ketiga, menyusun kembali (restructuring) masyarakat dengan maksud supaya timbul pertumbuhan sosial ekonomi yang kuat.

(3)

Berdasarkan skalanya, pembangunan dapat mempunyai skala nasional, regional atau lokal. Pembangunan nasional meliputi seluruh negara dengan tekanan pada perekonomian. Pembangunan lokal meliputi kawasan kecil dengan tekanan pada keadaan fisik. Sedang pembangunan regional meliputi suatu wilayah dan mempunyai tekanan utama pada perekonomian dan tekanan kedua pada keadaan fisik, sehingga merupakan dari kedua hal diatas (Jayadinata, 1999).

Todaro (2000) dalam konteks pembangunan nasional maupun daerah, pembangunan yang dilakukan sebagai suatu pembangunan ekonomi, hal tersebut dapat dibenarkan karena pembangunan bukan hanya berarti penekanan pada akselerasi dan peningkatan dalam pertumbuhan perkapita sebagai indeks dari pembangunan, tetapi pembangunan merupakan suatu proses multidimensional yang meliputi pula reorganisasi dan pembaharuan seluruh sistem dan aktifitas ekonomi dan sosial dalam mensejahterakan kehidupan masyarakat.

Berdasarkan uraian tersebut diatas dapat dijelaskan bahwa pembangunan adalah suatu proses yang luas yang menyangkut dimensi sosial, ekonomi, fisik, politik, budaya dan sebagainya. Namun dari dimensi-dimensi tersebut yang paling berpengaruh adalah dimensi ekonomi. Kemajuan ekonomi adalah suatu komponen yang esensial dari pembangunan, walaupun bukan satu-satunya. Oleh karena itu pembangunan biasanya diartikan sebagai pembangunan ekonomi, yang didefinisikan sebagai suatu proses yang menyebabkan pendapatan perkapita penduduk meningkat dalam jangka panjang (Sukirno, 2005). Demikian pula pembangunan di Indonesia baik nasional maupun pembangunan di tingkat propinsi dan kabupaten/kota, diartikan

(4)

pula sebagai pembangunan perekonomiannya, sedangkan pembangunan sektor selain ekonomi dianggap sebagai dampak pembangunan ekonomi baik langsung maupun secara tidak langsung.

2.1.2. Objek Wisata

Objek wisata adalah suatu tempat yang menjadi kunjungan wisatawan karena mempunyai sumberdaya tarik, baik alamiah, maupun buatan manusia, seperti keindahan alam atau pegunungan, pantai flora dan fauna, kebun binatang, bangunan kuno bersejarah, monument-monumen, candi-candi, tari-tarian, atraksi dan kebudayaan khas lainnya (Adisasmita, 2010).

Menurut Fandeli (2000), objek wisata adalah perwujudan daripada ciptaan manusia, tata hidup, seni budaya serta sejarah bangsa dan tempat atau keadaan alam yang mempunyai daya tarik untuk dikunjungi wisatawan. Sedangkan objek wisata alam adalah objek wisata yang daya tariknya bersumber pada keindahan sumber daya alam dan tata lingkungannya.

Suatu objek wisata menurut Yoeti ( 1992) harus memenuhi tiga persyaratan, yaitu:

a. Daerah itu harus mempunyai apa yang disebut sebagai “something to see” (sesuatu untuk dilihat). Artinya, di tempat tersebut harus ada objek wisata dan atraksi wisata yang berbeda dengan apa yang dimiliki oleh daerah lain (pemandangan alam, upacara adat, kesenian) yang dapat dilihat oleh wisatawan.

(5)

b. Di daerah tersebut harus tersedia apa yang disebut dengan istilah “something to do” (sesuatu untuk dikerjakan). Artinya, di tempat tersebut tersedia fasilitas rekreasi yang membuat mereka betah untuk tinggal lebih lama di tempat itu (penginapan/hotel yang memadai, kolam renang, sepeda air) sehingga mereka dapat melakukan sesuatu yang tidak bisa dilakukan di rumah ataupun di tempat wisata lainnya.

c. Di daerah tersebut harus tersedia apa yang disebut dengan istilah “something to buy” (sesuatu untuk dibeli). Artinya, di tempat tersebut harus tersedia fasilitas untuk berbelanja (shopping), terutama souvenir dan kerajinan rakyat sebagai oleh-oleh untuk dibawa pulang ke tempat asal masing-masing.

Dilihat dari perspektif kehidupan masyarakat, objek wisata perdesaan merupakan suatu bentuk pariwisata dengan objek dan daya tarik berupa kehidupan desa yang memiliki ciri-ciri khusus dalam masyarakatnya, panorama alamnya dan budayanya khususnya wisatawan asing. Kehidupan desa sebagai tujuan wisata adalah desa sebagai objek sekaligus sekaligus juga sebagai subyek dari kepariwisataan, sebagai suatu objek maksudnya adalah bahwa kehidupan pedesaaan merupakan tujuan bagi kegiatan wisata, sedangkan sebagai subyek adalah bahwa desa dengan segala aktivitas sosial budayanya merupakan penyelenggara sendiri dari berbagai aktivitas kepariwisataan dan apa yang dihasilkan oleh kegiatan tersebut akan dinikmati oleh masyarakatnya secara langsung. Oleh karena itu, peran aktif dari masyarakat sangat menentukan kelangsungan kegiatan objek wisata perdesaan.

(6)

Penggolongan jenis objek wisata akan terlihat dari ciri-ciri khas yang ditonjolkan oleh tiap-tiap objek wisata. Dalam UU No. 9 Tahun 1990 Tentang Kepariwisataan disebutkan bahwa objek dan daya tarik wisata terdiri dari :

a. Objek dan daya tarik wisata ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang berwujud keadaan alam, serta flora dan fauna.

b. Objek dan daya tarik wisata hasil karya manusia yang berwujud museum, peninggalan sejarah, wisata agro, wisata tirta, wisata buru, wisata petualangan alam, taman rekreasi dan tempat hiburan.

Sujali (1989) mengemukakan bahwa bahan dasar yang perlu dimiliki oleh industri pariwisata dibedakan menjadi tiga bentuk, yaitu :

a. Objek wisata alam (natural resources): Bentuk dari objek ini berupa pemandangan alam seperti pegunungan, pantai, flora dan fauna atau bentuk yang lain. Contohnya adalah pantai Parangtritis, Purwahamba Indah, gunung Merbabu dan lain-lain.

b. Objek wisata budaya atau manusia (human resources): objek ini lebih banyak dipengaruhi oleh lingkungan/kehidupan manusia seperti museum, candi, kesenian, upacara keagamaan, upacara adat, upacara pemakaman atau bentuk yang lain. Contohnya adalah candi Borobudur, Keraton Yogyakarta, upacara sedekah bumi.

c. Objek wisata buatan manusia (man made resources): objek ini sangat dipengaruhi oleh aktivitas manusia sehingga bentuknya tergantung pada kreativitas manusianya seperti tempat ibadah, alat musik, museum, kawasan wisata yang

(7)

dibangun seperti Taman Mini Indonesia Indah, Monumen Yogya Kembali, Taman Ria Safari.

2.2. Pengembangan Objek Wisata Perdesaan

Basis pengembangan pariwisata adalah potensi sumber daya keragaman budaya, seni, dan alam (pesona alam). Pengembangan sumber daya tersebut dikelola melalui pendekatan peningkatan nilai tambah sumber daya secara terpadu antara pengembangan produk pariwisata dan pengembangan pemasaran pariwisata melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat lokal dalam rangka pengembangan pariwisata. Tujuan program ini adalah mengembangkan dan memperluas diversifikasi produk dan kualitas pariwisata nasional yang berbasis pada pemberdayaan masyarakat, kesenian, dan kebudayaan, dan sumber daya alam (pesona alam) lokal dengan tetap memperhatikan kelestarian seni dan budaya tradisional serta kelestarian lingkungan hidup setempat, mengembangkan dan memperluas pasar pariwisata terutama pasar luar negeri.

Berdasarkan hal diatas maka pembangunan kepariwisataan memiliki 3 fungsi atau tri-fungsi, yaitu :

1. Menggalakkan kegiatan ekonomi.

2. Memelihara kepribadian bangsa dan kelestarian fungsi lingkungan hidup, dan 3. Memupuk rasa cinta tanah air dan bangsa, serta menanamkan jiwa semangat, dan

(8)

Tercapainya tri-fungsi tersebut diatas maka harus ditempuh 3 macam upaya atau tri-fungsinya, yaitu :

1. Pengembangan objek dan daya tarik wisata.

2. Meningkatkan dan mengembangkan promosi dan pemasaran, dan 3. Meningkatkan pendidikan dan pelatihan kepariwisataan.

Indonesia memiliki peluang yang besar dalam pengembangan pariwisata. Hal ini dapat dirinci sebagai berikut :

1. Meskipun pernah terjadi krisis minyak dan resesi ekonomi yang berkepanjangan ternyata wisatawan terus meningkat jumlahnya tidak banyak berpengaruh,

2. Seiring dengan meningkatnya kesejahteraan masyarakat, anggaran untuk berlibur cenderung meningkat,

3. Tersedianya waktu berlibur yang cukup panjang di negara-negara sumber wisatawan,

4. Kemajuan teknologi dibidang transportasi dan komunikasi mendorong orang untuk bepergian jauh,

5. Meningkatnya kunjungan wisatawan ke Asia Pasifik memberikan peluang bagi Indonesia untuk dikunjungi,

6. Diversifikasi produk wisata akan memperluas lingkup pilihan untuk berlibur ke Indonesia,

7. Tingkat sadar wisata masyarakat semakin meningkat. Hal ini akan dapat memberikan dukungan yang lebih nyata bagi pengembangan pariwisata,

(9)

8. Aksesibilitas ke Indonesia semakin bertambah luas akan mendorong arus kunjungan wisatawan mancanegara,

9. Semakin mantapnya pengaturan dan kelembagaan di bidang pariwisata akan mendukung pelaksanaan hal-hal yang berkaitan kerjasama lintas sektoral baik disektor pemerintah maupun swasta. (Wagito, 2001).

Pengembangan wisata perdesaan pada dasarnya dilakukan dengan berbasis pada potensi yang dimiliki masyarakat perdesaan. Pola pengembangan objek wisata perdesaan ini diharapkan akan mampu mendorong tumbuhnya berbagai sektor ekonomi kerakyatan seperti industri kerajinan rakyat, industri jasa-perdagangan, agro-industri maupun industri rumah tangga. Aktivitas semacam ini diharapkan menjadi faktor daya tarik bagi wisatawan untuk berkunjung ke desa.

Melihat kenyataan bahwa mayoritas masyarakat Indonesia masih bergelut dengan sektor pertanian, dan kaya akan berbagai tradisi adat budaya, maka arah pengembangan objek wisata perdesaan seharusnya lebih diarahkan pada pengembangan ekowisata, agro-wisata ataupun agro-industri.

Pengembangan ekowisata bertumpu pada upaya pelestarian sumber daya alam atau budaya sebagai objek wisata yang dapat dijadikan sebagai sumber ekonomi berkelanjutan. Unsur penting yang menjadi daya tarik dari sebuah daerah tujuan ekowisata adalah (1) kondisi alam, (2) kondisi flora dan fauna, (3) kondisi fenomena alam dan (4) kondisi adat dan budaya. Selain itu, kegiatan petualangan, pendidikan dan penelitian juga menjadi daya tarik dalam pengembangan ekowisata ini. Pengembangan ekowisata ini, dapat dilakukan misalnya dengan penggalian nilai-nilai

(10)

budaya dalam masyarakat. Desa-desa yang memiliki potensi keindahan alam, budaya seperti kerajinan dan perdesaan ziarah, sebenarnya dapat diangkat sebagai objek wisata perdesaan percontohan yang pada akhirnya dapat memberikan kontribusi besar terhadap perkembangan ekonomi daerah (Suyatna, 2005).

Pengembangan agro-wisata berkaitan dengan upaya untuk mengangkat hasil-hasil pertanian, seperti buah-buahan dan sayuran sebagai daya tarik bagi wisatawan agar berkinjung di daerahnya. Pengembangan agro-wisata dengan komoditi buah-buahan dan bunga di beberapa desa di Kabupaten Simalungun, merupakan salah satu contoh yang dapat ditiru oleh desa-desa lainnya.

Sementara pengembangan agro-industri terkait dengan upaya meningkatkan hasil pertanian, perikanan, peternakan maupun perkebunan menjadi produk yang memiliki nilai tambah. Upaya mengembangkan beberapa industri rumah tangga seperti belut goreng, kerupuk udang, bakso ikan (perikanan), selai pisang (perkebunan), susu cream dari kambing atau sapi perah (peternakan) dapat menjadi suatu contoh kongkret dari model pengembangan objek wisata perdesaan ini. Upaya pengembangan objek wisata perdesaan ini, memerlukan sinergi dan kerjasama dari berbagai stake holder, yakni dari masyarakat, birokrat, dan pengusaha.

Pariwisata dikatakan sebagai katalisator dalam pembangunan, karena dampak yang diberikannya terhadap kehidupan perekonomian di negara yang dikunjungi wisatawan. Kedatangan wisatawan mancanegara (foreign tourists) pada suatu Daerah Tujuan Wisata (DTW) telah memberikan kemakmuran dan kesejahteraan bagi penduduk setempat, di mana pariwisata itu dikembangkan (Yoeti, 2008)..

(11)

Menurut Yoeti (2008), dilihat dari kacamata ekonomi makro, jelas pariwisata memberikan dampak positif, karena sebagai suatu industri :

1. Dapat menciptakan kesempatan berusaha. Dengan datangnya wisatawan, perlu pelayanan untuk menyediakan kebutuhan (need), keinginan (want) dan harapan

(expectation) wisatawan yang terdiri berbagai kebangsaan dan tingkah lakunya. 2. Dapat meningkatkan kesempatan kerja (employments). Bayangkan saja, bila

sebuah hotel dibangun dengan kamar sebanyak 400 kamar, paling sedikit diperlukan karyawan 600 orang dengan ratio 1: 1,5.

3. Dapat meningkatkan pendapatan sekaligus mempercepat pemerataan pendapatan masyarakat, sebagai akibat multiplier effect yang terjadi dari pengeluaran wisatawan yang relatif cukup besar itu.

4. Dapat meningkatkan penerimaan pajak pemerintah dan retribusi daerah. Seperti kita ketahui tiap wisatawan berbelanja selalu dikenakan pajak sebesar 10 persen sesuai Peraturan Pemerintah yang berlaku.

5. Dapat meningkatkan pendapatan nasional atau Gross Domestic Bruto (GDB). 6. Dapat mendorong peningkatan investasi dari sektor industri pariwisata dan sektor

ekonomi lainnya.

2.3. Tingkat Kesejahteraan Masayarakat

Menurut Todaro (2000), ada tiga komponen yang dapat diukur dari hakekat pembangunan. Ketiga komponen itu adalah kecukupan (sustenance), jati diri ( self-esteem) serta kebebasan (freedom). Ketiga hal inilah yang merupakan tujuan pokok

(12)

yang harus dicapai oleh setiap orang dan masyarakat dalam proses pembangunan. Ketiganya berkaitan secara langsung dengan kebutuhan-kebutuhan manusia yang mendasar, yang terwujud dalam berbagai macam manifestasi (bentuk) di hampir semua masyarakat dan budaya sepanjang zaman.

Selain bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat, pembangunan juga berupaya menumbuhkan aspirasi dan tuntutan masyarakat untuk mewujudkan kehidupan yang lebih baik. Salah satu akibat dari pembangunan yang hanya menerapkan paradigma pertumbuhan semata, adalah munculnya kesenjangan antara kaya dan miskin, serta pengangguran yang merajalela.

Tantangan utama pembangunan adalah untuk memperbaiki kehidupan. Kualitas kehidupan yang lebih baik memang mensyaratkan adanya pendapatan yang tinggi. Namun kiranya pendapatan bukanlah satu-satunya ukuran kesejahteran. Banyak hal lain yang tidak kalah pentingnya yang harus diperjuangkan, mulai dari pendidikan, peningkatan standar kesehatan dan nutrisi, pemberantasan kemiskinan, perbaikan kondisi lingkungan hidup, pemerataan kesempatan, pemerataan kebebasan individual dan penyegaran kehidupan budaya.

Tingkat kesejahteraan masyarakat dapat dilihat dari berbagai komponen yang dapat menggambarkan apakah masyarakat tersebut sudah berada pada kehidupan yang sejahtera atau belum. Komponen yang dapat dilihat antara lain keadaan perumahan di mana mereka tinggal, tingkat pendidikan, dan kesehatan. Badan Pusat Statistik (2000) menyatakan bahwa komponen kesejahteraan yang dapat dipakai sebagai indikator kesejahteraan masyarakat adalah kependudukan, tingkat kesehatan

(13)

dan gizi masyarakat, tingkat pendidikan, ketenagakerjaan, taraf dan pola konsumsi masyarakat, keadaan perumahan dan lingkungan, dan keadaan sosial budaya.

Di samping komponen yang dikemukakan di atas, ada komponen lain yang mempengaruhi tingkat kesejahteraan masyarakat misalnya luas kepemilikan lahan (Djohar, 1999). Hal ini dimungkinkan karena dilihat dari segi ekonomi, lahan/tanah merupakan earning asset yang dapat digunakan untuk menghasilkan pendapatan, sedangkan dilihat dari segi sosial, lahan/tanah dapat menentukan status sosial seseorang terutama di daerah perdesaan.

2.4. Pengembangan Wilayah

Menurut Undang-undang Nomor 26 tahun 2007 tentang Tata Ruang, wilayah adalah ruang yang merupakan kesatuan geografis beserta segenap unsur terkait yang batas dan sistemnya ditentukan berdasarkan aspek administratif dan/atau aspek fungsional. Sirojuzilam dan Mahalli (2010) wilayah adalah sekelompok daerah yang letaknya berdekatan dan didiami sejumlah penduduk di atas territorial atau ruang tertentu. Secara ringkas konsep mengenai ruang atau wilayah ditandai dengan lokasi absolut dan distribusi areal dari gambaran tertentu di permukaan bumi.

Secara umum wilayah dibedakan menjadi 3 bagian, yaitu :

a. Wilayah homogen, merupakan wilayah dimana kegiatan ekonomi berlaku dipelbagai pelosok ruang mempunyai sifat yang sama antara lain ditinjau dari segi pendapatan perkapita penduduk dan dari segi struktur ekonominya.

(14)

b. Wilayah nodal, merupakan wilayah sebagai suatu ruang ekonomi yang dikuasai oleh beberapa pelaku ekonomi.

c. Wilayah administrasi, merupakan wilayah yang didasarkan atas pembagian administrasi pemerintahan (Sirojuzilam dan Mahalli, 2010).

Dengan memahami konsep wilayah diharapkan para perencana dalam melakukan pendekatan lebih memperhatikan komponen-komponen penyusunan wilayah tersebut yang saling berinteraksi dan mengkombinasikan potensi dari masing-masing komponen sehingga tercipta suatu strategi pembangunan dan pengembangan wilayah yang baik dan terarah.

Pengembangan dapat diartikan sebagai suatu kegiatan menambah, meningkatkan, memperbaiki atau memperluas. Konsep pengembangan wilayah di Indonesia lahir dari suatu proses iteratif yang menggabungkan dasar-dasar pemahaman teoritis dengan pengalaman-pengalaman praktis sebagai bentuk penerapannya yang bersifat dinamis (Sirojuzilam dan Mahalli, 2010).

Nasution (2009) pengembangan wilayah merupakan proses pemberdayaan masyarakat dengan segala potensinya dan meliputi seluruh aktivitas masyarakat di dalam suatu wilayah, baik aspek ekonomi, sosial dan budaya, maupun aspek-aspek lainnya. Sedangkan Sirojuzilam (2005) pengembangan wilayah pada dasarnya mempunyai arti peningkatan nilai manfaat wilayah bagi masyarakat suatu wilayah tertentu mampu menampung lebih banyak penghuni, dengan tingkat kesejahteraan masyarakat yang rata-rata banyak sarana atau prasarana, barang atau jasa yang

(15)

tersedia dan kegiatan usaha-usaha masyarakat yang meningkat, baik dalam arti jenis, intensitas, pelayanan maupun kualitasnya.

Dalam pengembangan wilayah sering menghadapi kenyataan bahwa dana yang tersedia adalah terbatas sedangkan usulan dari masing-masing sektor cukup banyak (Tarigan, 2006). Di sisi lain pembangunan yang berkesinambungan harus dapat memberi tekanan pada mekanisme ekonomi, sosial, politik, dan kelembagaan, baik dari sektor swsasta maupun pemerintah, demi terciptanya suatu perbaikan standar hidup masyarakat secara cepat (Mahalli, 2005).

2. 5. Penelitian Sebelumnya

Adapun penelitian yang telah dilakukan mengenai pengembangan objek wisata dan pengembagan wilayah sebelumnya antara lain :

1. Arifin (2005) “Pengaruh Kegiatan Pariwisata terhadap sosial ekonomi masyarakat di Kawasan Bukit Cinta Rawa Pening Kabupaten Semarang” dengan pendekatan studi dilakukan dengan melakukan analisis kualitatif (melakukan analisis secara deskriptif, menggunakan metode komparatif dan pembobotan). Selain melakukan pendekatan secara kualitatif, pada studi ini juga menggunakan pendekatan kuantitatif (menggunakan teknik The Employment and population Multiplier Model dan Average Propensity to Consume) menyimpulkan bahwa pada aspek sosial, di kawasan wisata Bukit Cinta selama 10 tahun dari tahun 1994-2004 ternyata mengalami perubahan sosial seperti sistem kemasyarakatan (kegotongroyongan dan kekeluargaan serta kebersamaan yang mulai luntur dan berkurang), jenis pekerjaan masyarakat mempunyai variasi yang lebih banyak,

(16)

tingkat pendidikan masyarakat juga mengalami perkembangan, hal ini disebabkan karena akibat adanya aktivitas pariwisata di dalam kawasan, ada sebagian masyarakat yang mempunyai tambahan penghasilan sehingga mereka mempunyai kemampuan untuk melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tingggi. Akibat adanya manfaat aktivitas pariwisata terhadap kehidupan eknomi ternyata dapat meningkatkan peran serta dan kepedulian masyarakat dalam menjaga kawasan wisata Bukit Cinta. Pada aspek ekonomi, adanya perkembangan aktivitas pariwisata di dalam kawasan mengakibatkan perubahan pada tingkat pendapatan masyarakat yang cukup signifikan Pada kesempatan kerja dan berusaha juga mengalami peningkatan, hal ini karena salah dampak dari kegiatan pariwisata adalah mampu menyediakan lapangan pekerjaan baru. Meskipun besarnya nilai tersebut belum sesuai dengan target yang seharusnya dicapai oleh masyarakat di dalam kawasan.

2. Subari (2007) dalam tesisnya “Pengaruh Pemanfaatan Lingkungan Objek Wisata Candi Borobudur terhadap Ekonomi Masyarakat di Sekitarnya” dengan analisis kualitatif dan kuantitatif, menyimpulkan bahwa secara makro kegiatan pariwisata di lingkungan objek wisata candi Borobudur memberikan kontribusi yang besar terhadap pertumbuhan ekonomi Kecamatan Borobudur yaitu 12,77% dan pendapatan bagi Kabupaten Magelang rata-rata 15 milyar setahun, namun secara mikro belum diikuti oleh tingkat kesejahteraan masyarakatnya, angka kemiskinan di Kecamatan Borobudur mencapai 61,78%.

(17)

3. Bantuan Purba (2006) dalam tesisnya “Pengembangan Pariwisata Terhadap Peningkatan Kesejahteraan Rakyat dan Pengembangan Wilayah Kabupaten Karo”, menyimpulkan bahwa terdapat hubungan antara pengembangan pariwisata dengan peningkatan kesempatan kerja dan pendapatan masyarakat di Kabupaten Karo.

4. OK Henry (2008) dalam tesisnya “Dampak Lokasi Wisata Theme Park Terhadap Pendapatan Masyarakat dan Pengembangan Wilayah Kecamatan Pantai Cermin”, menyimpulkan bahwa pendapatan masyarakat masih belum memadai secara signifikan dengan indikasi bahwa lapangan pekerjaan, hiburan, dalam melaksanakan pekerjaan utamanya, perhatian dari pemerintah daerah, pengetahuan, pendidikan keluarga, kegiatan organisasi masyarakat, pemenuhan kebutuhan pangan, papan, menabung masih belum meningkat.

(18)

2.6. Kerangka Pemikiran

Adapun kerangka pemikiran dalam penelitian ini, digambarkan sebagai berikut :

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian

Pengembangan Objek Wisata Perdesaan Pengembangan Wilayah Penerimaan PAD Kesejahteraan Masyarakat Kontribusi

Gambar

Gambar 2.1. Kerangka Pemikiran Penelitian Pengembangan Objek Wisata Perdesaan Pengembangan Wilayah  Penerimaan PAD Kesejahteraan Masyarakat Kontribusi

Referensi

Dokumen terkait

(1) Ketentuan pengenaan sanksi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 53 ayat (2) huruf d merupakan acuan bagi pemerintah Kabupaten dalam melakukan tindakan penertiban terhadap

Tingginya harga input produksi dan rendahnya kesuburan tanah, mendorong petani untuk menanam pohon, terutama pada lahan yang miring. Pengusahaan tanaman semusim dianggap

Mandiri ini yang merupakan kontribusi tambah/ plus terhadap pengembangan swadaya masyarakat, karena pesantren ini tidak hanya bergerak pada satu sisi disektor

Jumlah tersebut setara dengan 34 persen dari target vaksinasi Covid-19 untuk tenaga medis.. Airlangga mengatakan, jumlah yang mendapat vaksin tersebut diharapkan terus meningkat

Perihal nama jenis ikan terdapat pada pembagian nama pasaran untuk saat ini berdasar ukuran dan jenis dibedakan menjadi dua jenis nama pasaran yaitu menurut nama pasaran di Hong

permasalahan ini dalam penelitian yang berjudul “Isbat Nikah Perkawinan Poligami Dan Dalam Masa Iddah (Analisis Penetapan

Bahwa Setelah kedua pasangan calon melakukan perbaikan syarat calon dan pencalonan dari tanggal 6 September sampai dengan 10 September 2015, pada hari Kamis

Radiasi inframerah dari matahari langsung yang terpapar terlalu lama setiap hari pada kulit dapat menyebabkan kulit mudah keriput dan kering, karena sinar matahari dapat