• Tidak ada hasil yang ditemukan

24 Pendahuluan Meniran telah digunakan secara turun temurun dalam menyembuhkan berbagai penyakit di Indonesia. Pengobatan penyakit malaria, sariawan,

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "24 Pendahuluan Meniran telah digunakan secara turun temurun dalam menyembuhkan berbagai penyakit di Indonesia. Pengobatan penyakit malaria, sariawan,"

Copied!
24
0
0

Teks penuh

(1)

EKSPLORASI MENIRAN HIJAU (Phyllanthus niruri L.) DAN

MENIRAN MERAH (Phyllanthus urinaria L.) DI KABUPATEN

BANGKALAN DAN GRESIK PROPINSI JAWA TIMUR

Abstrak

Penelitian bertujuan untuk (1) mengidentifikasi dan menganalisis pendapat masyarakat tentang keberadaan dan pemanfaatan tanaman meniran sebagai tanaman obat, (2) mengidentifikasi dan menganalisis karakter morfologi yang dapat digunakan sebagai kriteria seleksi produksi biomassa dan kandungan flavonoid yang tinggi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa eksplorasi meniran di Kabupaten Bangkalan dan Gresik mendapatkan 13 aksesi yang terdiri dari 6 meniran hijau (Phyllanthus niruri L.) asal Bangkalan, 6 meniran hijau (Phyllanthus niruri L.) asal Gresik dan 1 meniran merah (Phyllanthus urinaria L.) asal Bangkalan. Masyarakat telah mengenal dan memanfaatkan tanaman meniran sebagai obat diuretik, obat penurun panas, sakit gigi dan perawatan setelah persalinan. Diameter batang, jumlah cabang, bobot basah total dan jumlah daun berpengaruh langsung dan dapat dijadikan sebagai karakter untuk seleksi terhadap produksi biomassa kering. Dari 6 karakter yang diamati, tidak satupun karakter yang dapat digunakan sebagai karakter seleksi terhadap kandungan flavonoid. Aksesi meniran hijau (Phyllanthus niruri L.) asal Bangkalan (A6) dan asal Gresik (A7) dipilih sebagai aksesi berpotensi mempunyai produksi biomassa tinggi. Sedangkan meniran merah (Phyllanthus

urinaria L.) asal Bangkalan (A13) dipilih sebagai aksesi berpotensi mempunyai kandungan flavonoid tinggi.

Kata kunci : eksplorasi, flavonoid, seleksi, aksesi, karakter

Abstract

The objectives of this research were (1) to identify and analyze public opinion which is the existence and used of plant Phyllanthus as medicinal plants (2) to identify and analyze the morphological characters that can be used as selection criteria of biomass production and its high flavonoid. The results of the research show that Phyllanthus exploration in Bangkalan and Gresik acquire 13 accessions including 6 green meniran (Phyllanthus niruri L.) from Bangkalan, 6 green meniran (Phyllanthus niruri L.) from Gresik and 1 red meniran (Phyllanthus urinaria L.) from Bangkalan. The community has been known and used this plant as drugs for diuretic, febrifuge, toothache and treatment after childbirth. Stem diameter, number of branches, total wet weight and number of leaves were direct influences and can be used as characters for selection the production of dry biomass. The six characters were observed but neither of them ca be use as a selection character for the flavonoid. Accession green meniran (Phyllanthus niruri L.) from Bangkalan (A6) and from Gresik (A7) were selected as the accession potentially had high biomass production. The red meniran (Phyllanthus urinaria L.) from Bangkalan (A13) was selected as the accession potentially had high flavonoid .

(2)

Pendahuluan

Meniran telah digunakan secara turun temurun dalam menyembuhkan berbagai penyakit di Indonesia. Pengobatan penyakit malaria, sariawan, diare sampai nyeri ginjal banyak menggunakan herba meniran. Pemanfaatan meniran untuk mengobati demam dan sebagai peluruh air seni (diuretik) banyak dilakukan di Thailand. Dalam pengobatan tradisional India, meniran digunakan untuk pengobatan penyakit kuning (jaundice), diabetes, gangguan pada kulit dan gangguan menstruasi (Soerjani et al. 1987; Heyne 1987; Sulaksana dan Jayusman 2004). Efek pengobatan yang dimiliki oleh tanaman ini antara lain disebabkan oleh adanya senyawa bioaktif seperti flavonoid, lignan, alkaloid, triterpenoid, tanin dan asam lemak yang terkandung di dalamnya.

Eksplorasi terhadap tanaman obat unggulan telah dilakukan oleh Pusat Studi Biofarmaka bekerjasama dengan BPOM terhadap daerah sentra produksi tanaman obat di Indonesia. Jawa Timur termasuk dalam daerah sentra tanaman obat mengingat kapasitas daerah dalam menghasilkan komoditas tanaman obat yang termasuk dalam kelompok unggulan.

Eksplorasi terhadap tanaman meniran yang tumbuh secara liar di alam dilakukan untuk mendapatkan data yang berhubungan dengan kondisi agrobiofisik dan sampel tanaman di lapangan. Data ini dapat digunakan sebagai data pembanding untuk menyusun kegiatan budidaya pada tahapan selanjutnya. Ghulamahdi (2003) menyatakan bahwa untuk berproduksi tinggi maka budidaya tanaman obat harus dilakukan di tempat yang lingkungannya cocok untuk kebutuhan spesies tersebut. Adapun kondisi lingkungan yang diperlukan untuk masing-masing spesies dapat dilihat dari tempat asal spesies tersebut ditemukan. Pengetahuan mengenai taksonomi berupa pengelompokan jenis spesies dalam famili akan sangat membantu cara perbaikan dan budidaya spesies tersebut. Hal ini yang mendasari penyusunan perbaikan cara pembiakan, budidaya, peningkatan produksi per satuan luas dan peningkatan kandungaan bioaktif tanaman.

Langkah awal dalam kegiatan pemuliaan untuk perbaikan genetik adalah memiliki koleksi plasma nutfah dengan keragaman genetik yang tinggi. Belum ada informasi yang lengkap tentang data karakterisasi dan hubungan kekerabatan antar aksesi meniran yang ada di alam maupun yang telah dibudidayakan .

(3)

Karakterisasi dilakukan untuk mendapatkan data sifat atau karakter morfo-agronomis (deskripsi morfologi dasar) dari aksesi plasma nutfah. Dari data karakterisasi dapat dibedakan dengan cepat dan mudah fenotipe dari setiap aksesi dan jumlah aksesi yang sebenarnya untuk menghindari adanya duplikasi dalam rangka mengurangi biaya pemeliharaan koleksi.

Pada tanaman meniran, produksi biomassa dan kandungan bioaktif merupakan faktor penting yang menentukan produktivitas tanaman meniran sebagai tanaman obat secara keseluruhan. Untuk meningkatkan produktivitas meniran perlu diketahui komponen pertumbuhan yang dapat digunakaan sebagai kriteria seleksi dengan cara memilih karakter yang memberikan kontribusi besar terhadap produksi biomassa dan kandungan bioaktifnya. Pengetahuan mengenai korelasi antar komponen pertumbuhan, produksi biomassa dan kandungan bioaktif sangat diperlukan untuk menentukan kriteria seleksi tidak langsung terhadap produksi biomassa dan kandungan bioaktifnya. Hubungan yang dinyatakan dengan korelasi sederhana seringkali mengakibatkan diperolehnya informasi yang semu disebabkan adanya interaksi yang akan menutup pola hubungan yang sebenarnya.

Analisis lintas (path analysis) dapat digunakan untuk mengatasi masalah dimana masing-masing sifat yang dikorelasikan dengan produksi biomassa maupun dengan produksi bioaktif dapat diuraikan menjadi pengaruh langsung dan tidak langsung. Penggunaan analisis korelasi dan sidik lintas untuk mempelajari keeratan hubungan antar komponen pertumbuhan, komponen hasil dan hasil serta untuk pengembangan kriteria seleksi telah banyak dilakukan. Martono et al. (2010) menggunakan analisis korelasi dan analisis lintas untuk mempelajari keeratan hubungan antara komponen pertumbuhan dengan produksi terna dan asiatikosida pada pegagan. Ganefianti et al. (2006) pada tanaman cabe, Mursito (2003), Wirnas et

al. (2006) pada kedelai, Nasution (2008) pada tanaman nenas dan Sinaga (2008) pada tanaman manggis.

Hubungan kekerabatan antar aksesi dapat memberikan informasi tentang ciri khas karakter dari tiap kelompok aksesi yang terbentuk. Informasi ini dapat digunakan sebagai rekomendasi untuk menentukan aksesi potensial yang dapat dikembangkan lebih lanjut. Penelitian yang mempelajari seberapa kuat hubungan

(4)

antara karakter morfologi meniran belum terungkap. Oleh karena itu perlu dilakukan penelitian.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mengidentifikasi dan menganalisis pendapat masyarakat tentang keberadaan dan pemanfaatan tanaman meniran sebagai tanaman obat, (2) mengidentifikasi dan menganalisis karakter morfologi yang dapat digunakan sebagai kriteria seleksi produksi biomassa dan kandungan flavonoid yang tinggi.

Bahan dan Metode

Tempat dan Waktu Penelitian

Eksplorasi dilakukan pada bulan September 2006 sampai dengan Januari 2007 di dua lokasi di Propinsi Jawa Timur yaitu Kabupaten Bangkalan dan Kabupaten Gresik. Pada setiap kabupaten diambil tiga kecamatan dan selanjutnya dipilih enam desa berdasarkan ketinggian tempat dan tipe lahan yang berbeda (Tabel 1).

Bahan dan Alat

Bahan-bahan yang digunakan pada percobaan ini adalah enam aksesi meniran hijau asal Bangkalan, enam aksesi meniran hijau asala Gresik dan satu aksesi meniran merah asal Bangkalan, satu set bahan kimia untuk analisis tanah, dan analisis kandungan bioaktif tanaman. Alat-alat yang digunakan meliputi peralatan survei lapangan, data primer dan sekunder, peralatan analisis tanah dan peralatan analisis kandungan bioaktif tanaman.

Metode Penelitian

Penelitian menggunakan metode eksplorasi (survei) yaitu dengan cara mengamati morfologi meniran di lapangan, pengamatan anatomi di laboratorium dan analisis kandungan bioaktif di laboratorium. Tanaman yang dijadikan sampel adalah tanaman yang telah memasuki fase generatif yang ditandai dengan adanya bunga dan buah. Selama kegiatan eksplorasi berlangsung dilakukan kegiatan pengambilan data dari penduduk setempat dalam bentuk kuisioner. Penentuan responden dilakukan secara acak di tempat pengambilan sampel tanaman. Masing-masing titik diambil 10

(5)

orang responden sehingga secara keseluruhan terdapat 120 orang responden. Data dan informasi yang dibutuhkan meliputi :

1. Data primer berupa data tanaman, lingkungan dan data kuisioner, diperoleh melalui penelitian lapangan berupa inventarisasi dan identifikasi aksesi meniran dan pendapat setiap responden dengan menggunakan kuisioner yang telah dipersiapkan dan wawancara mendalam terhadap setiap responden untuk pertanyaan yang memerlukaan keterangan yang lebih luas.

2. Data sekunder, diperoleh dari berbagai sumber antara lain Instansi pemerintah daerah seperti Dinas Pertanian Tanaman Pangan dan Perkebunan, Biro Pusat Statistik, Badan Meteorologi dan Geofisika, dan bahan pustaka lainnya yang mendukung penelitian.

Pelaksanaan

Kegiatan dimulai dengan cara menentukan lokasi Kabupaten Bangkalan dan Gresik secara sengaja. Setiap tempat yang dijadikan titik pengamatan ditemukan minimal 10 tanaman meniran per kuadran (50 cm x 50 cm). Dilakukan pengamatan dan pengambilan sampel tanaman, sampel tanah dan pengisian kuisioner.

Pengamatan

1. Pengumpulan data berupa pendapat masyarakat dilakukan secara langsung di lapangan.

2. Pengamatan terhadap kartakter morfologi tanaman meliputi :

(1). Tinggi tanaman (cm) diukur dari pangkal batang sampai ujung pucuk tanaman.

(2). Jumlah daun majemuk, dihitung apabila daun telah membuka sempurna (3). Jumlah cabang, dihitung cabang yang terbentuk dari batang utama, maupun

dari cabang primer.

(4). Diameter batang (mm), dilakukan pengukuran panjang diameter pada sisi tengah batang dengan menggunakan jangka sorong digital.

(5). Produksi biomassa basah total (g), didapat dengan cara menimbang dengan timbangan neraca analitik seluruh tanaman.

(6). Produksi biomassa kering total (g), didapat dengan cara menimbang dengan timbangan neraca analitik seluruh bagian tanaman yang telah dioven pada suhu 105oC selama 24 jam.

(6)
(7)
(8)

Hasil dan Pembahasan

Eksplorasi

Berdasarkan kapasitas daerah dalam menghasilkan komoditas tanaman obat yang termasuk dalam kelompok unggulan, Jawa Timur termasuk daerah sentra tanaman obat di Indonesia.

Tabel 1 Daftar aksesi meniran beserta asal-usulnya yang diperoleh dari hasil eksplorasi di Kabupaten Bangkalan dan Gresik Propinsi Jawa Timur.

Jenis meniran Nomor aksesi Asal-usul Lokasi (kabupaten) Habitat Ketinggian tempat (m dpl) Meniran hijau

A1 Bangkalan Kebun naungan mangga

18

A2 Bangkalan Tegalan terbuka 86

A3 Bangkalan Tegalan terbuka 57

A4 Bangkalan Tegalan terbuka 72

A5 Bangkalan Pekarangan terbuka 74 A6 Bangkalan Pekarangan terbuka 27

A7 Gresik Tegalan terbuka 5

A8 Gresik Tegalan terbuka 1

A9 Gresik Kebun naungan

mangga

2

A10 Gresik Kebun naungan

mangga, pisang

4

A11 Gresik Kebun naungan

pisang

13

A12 Gresik Tegalan terbuka 10

Meniran merah

A13 Bangkalan Tegalan terbuka 27

Dari observasi pada 13 titik pengamatan didapatkan 12 aksesi meniran hijau asal Bangkalan dan Gresik dan 1 aksesi meniran merah asal Bangkalan.

Keadaan Umum Propinsi Jawa Timur

Propinsi Jawa Timur terletak pada 110o54 BT sampai 115o57 BT 5o371 LS sampai 8o48 LS. Sebelah utara berbatasan dengan Laut Jawa, sebelah timur

(9)

berbatasan dengan Laut Bali dan Selat Bali, sebelah barat berbatasan dengan Propinsi Jawa Tengah dan sebelah selatan berbatasaan dengan Samudera Hindia.

Berdasarkan karakteristik tinggi tempat diatas permukaan laut (dpl), Jawa Timur terbagi atas 3 kelompok wilayah yaitu :

1. 0 – 500 m dpl meliputi 83% dari luas wilayah dan morfologinya relatif datar. 2. 500 – 1000 m dpl meliputi sekitar 11% dari luas wilayah dengan morfologi

berbukit dan bergunung-gunung.

3. 1000 m dpl meliputi sekitar 6% dari luas wilayah dengan morfologi terjal. Berdasarkan klasifikasi Schmidt dan Ferguson, 52% wilayah mempunyai iklim tipe D. Keadaan suhu maksimum rata-rata mencapai 33oC sedangkan suhu minimum rata-rata mencapai 22oC. Keadaan curah hujan pertahun mempunyai karakteristik sebagai berikut :

1. Kurang dari 1750 mm per tahun meliputi 35.54% wilayah

2. 1750 sampai dengan 2000 mm per tahun meliputi 44.00% wilayah 3. Lebih dari 2000 mm per tahun meliputi 20.46%

Kabupaten Bangkalan

Kabupaten Bangkalan terletak diantara koordinat 6o51’39’’–7o11’39’’ Lintang Selatan dan 112o40’06’’– 113o08’04’’ Bujur Timur mempunyai luas areal kurang lebih sebesar 126 014 km2terdiri dari 18 kecamatan yaitu Kecamatan Kamal, Labang, Kwanyar, Modung, Blega, Konang, Galis, Tanah Merah, Tragah, Socah, Bangkalan, Burneh, Arosbaya, Geger, Kokop, Tanjung Bumi, Sepulu dan Klampis.

Kabupaten Bangkalan berada pada ketinggian 2–100 m di atas permukaan laut. Wilayah yang terketak di pesisir pantai, seperti Kecamatan Sepulu, Bangkalan, Socah, Kamal, Modung, Kwanyar, Arosbaya, Klampis, Tanjung Bumi, Labang dan Kecamatan Burneh mempunyai ketinggian antara 2–10 m di atas permukaan laut. Sedangkan wilayah yang terletak di bagian tengah mempunyai ketinggian antara 19– 100 m di atas permukaan laut, tertinggi adalah kecematan Geger dengan ketinggian 100 m diatas permukaan laut.

(10)

Gambar 9 Peta Kabupaten Bangkalan dan letak lokasi pengambilan sampel (Sumber : Bangkalan dalam Angka, 2008).

Tanah di Kabupaten Bangkalan sebagian besar memiliki kemiringan 2–15 % yaitu sekitar 50.45% atau 63 002 hektar dan kemiringan 0–2 % sekitar 45.43% atau 56 738 hektar. Apabila dilihat dari tekstur tanahnya maka sebagian besar bertekstur sedang yaitu seluas 116 267 hektar atau sekitar 93.10%. Berdasarkan kedalaman spektip tanahnya maka persentase terbesar adalah tanah yang kedalamannya 90 cm yaitu sekitar 64 131 hektar atau 51.35%. Tata guna lahan daerah Kabupaten Bangkalan terbagi menjadi dua yaitu : lahan basah yang meliputi sawah, waduk rawa dan tambak dan lahan kering yang terdiri dari pemukiman, tegalan, kebun, hutan dan lain- lain.

(11)

Tabel 2 Keadaan iklim, kadar air tanah dan keasaman tanah pada setiap lokasi pengambilan sampel di Kabupaten Bangkalan

No. Aksesi

Iklim Kadar air tanah

(%) Keasaman tanah (pH H20) Suhu (oC) Kelembaban (%) Intensitas cahaya (fc) A1 28 56 185 6.64 8.30 A2 31 32 872 2.78 7.73 A3 32 36 984 2.48 7.97 A4 34 31 875 12.17 8.22 A5 32 39 500 3.28 8.10 A6 31 45 545 30.88 8.00 A13 31 45 650 30.25 8.00

Keterangan : A1-A6= meniran hijau asal Bangkalan, A13 : meniran merah asal Bangkalan, suhu dan kelembaban : diukur pada waktu pengambilan sampel, kadar air tanah dan pH H20 :

hasil analisis di Laboratorium fisikadan kimia tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB.

Kabupaten Bangkalan mempunyai iklim tipe Monsoon dengan dua musim yaitu hujan yang berlangsung antara bulan Nopember–April dan Kemarau antara bulan Mei–Oktober. Kondisi topografi, disamping angin Monsoon sangat mempengaruhi besarnya curah hujan, semakin tinggi letaknya di atas permukaan laut semakin besar pula curah hujannya bila dibandingkan dengan daerah dataran. Bagian tengah berupa perbukitan dan gunung, curah hujannya jauh lebih besar daripada curah hujan di dataran yang merupakan pantai, baik di bagian utara maupun di bagian selatan. Di daerah perbukitan curah hujan bahkan > 2000 mm per tahun yang memberikan kontribusi yang besar terhadap resapan air kedalam tanah. Sedangkan di daerah pantai curah hujan berkisar antara 500–1000 mm per tahun. Kabupaten Gresik

Kabupaten Gresik berada antara 7o dan 8oLintang Selatan dan antara 112o dan 113o Bujur Timur. Sebagian besar wilayahnya merupakan dataran rendah dengan ketinggian antara 0-12 meter di atas permukaan laut kecuali sebagian kecil di bagian utara (Kecamatan Panceng) mempunyai ketinggian sampai 25 meter di atas permukaan laut.

(12)

Tabel 3 Keadaan iklim, kadar air tanah dan keasaman tanah pada setiap lokasi pengambilan sampel di Kabupaten Gresik

Lokasi Aksesi

Iklim Kadar air tanah

(%) Keasaman tanah (pH H20) Suhu (oC) Kelembaban (%) Intensitas cahaya (fc) A7 30 52 811 7.73 8.19 A8 31 45 855 13.97 8.04 A9 33 42 145 11.43 7.77 A10 31 45 155 35.07 7.88 A11 32 42 150 12.22 7.99 A12 32 39 600 24.16 8.17

Keterangan : A7-A12 : meniran hijau asal Gresik, Suhu dan Kelembaban : diukur pada waktu pengambilan sampel, kadar air tanah dan pH H20 : hasil analisis di Laboratorium fisika

dan kimia tanah Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan IPB.

Bagian Utara Kabupaten Gresik dibatasi oleh Laut Jawa, bagian Timur dibatasi oleh Selat Madura dan Kota Surabaya, bagian Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sidoarjo dan Kabupaten Mojokerto, sementara bagian Barat berbatasan dengan Kabupaten Lamongan.

Sebagian besar tanah di wilayah Kabupaten Gresik terdiri dari jenis Aluvial, Grumusol, Mediteran Merah dan Litosol. Curah hujan di Kabupaten Gresik adalah relatif rendah, yaitu rata-rata 2000 mm per tahun sehingga hampir setiap tahun mengalami musim kering yang panjang.

(13)

Gambar 10 Peta Kabupaten Gresik dan letak lokasi pengambilan sampel (Sumber : Gresik dalam Angka, 2008).

Berdasarkan ciri-ciri fisik tanahnya, Kabupaten Gresik dapat dibagi menjadi 4 (empat) bagian yaitu:

1. Kabupaten Gresik Bagian Utara meliputi wilayah Panceng, Ujung Pangkah, Sidayu, Bungah, Dukun, Manyar adalah bagian dari daerah pegunungan Kapur Utara yang memiliki tanah relatif kurang subur (wilayah Kecamatan Panceng). Sebagian dari daerah ini adalah daerah hilir aliran Bengawan Solo yang bermuara di pantai Utara Kabupaten Gresik (Kecamatan Ujung pangkah). Daerah hilir Bengawan solo tersebut sangat potensial karena mampu menciptakan lahan yang cocok untuk permukiman maupun usaha pertambakan. Potensi bahan-bahan galian di wilayah ini cukup potensial

A9

A7

(14)

terutama dengan adanya beberapa jenis bahan galian golongan C. Kondisi tanah tidak termasuk Pulau Bawean

2. Kabupaten Gresik Bagian Tengah meliputi wilayah : Duduk Sampeyan, Balong Panggang, Benjeng, Cerme, Gresik, Kebomas merupakan kawasan dengan tanah relatif subur. Wilayah ini mempunyai sungai-sungai kecil antara lain Kali Lamong, Kali Corong, Kali Manyar sehingga di bagian tengah wilayah ini merupakan daerah yang cocok untuk pertanian dan pertambakan.

3. Kabupaten Gresik Bagian Selatan meliputi Menganti, Kedamean, Driyorejo dan Wringin Anom adalah merupakan sebagian dataran rendah yang cukup subur dan sebagian merupakan daerah bukit-bukit (Gunung Kendeng). Potensi bahan-bahan galian di wilayah ini diduga cukup potensial terutama dengan adanya beberapa jenis bahan galian golongan C, bahan galian yang bukan strategis dan juga bukan vital seperti batu kapur, posphat, dolomit, batu bintang, tanah liat, pasir dan bahan galian lainnya. Sebagian dari bahan golongan C ini telah diusahakan dengan baik, dan sebagian lainnya masih dalam taraf eksplorasi.

4. Kabupaten Gresik Wilayah Kepulauan Bawean dan pulau kecil sekitarnya yang meliputi wilayah Kecamatan Sangkapura dan Tambak berpusat di Sangkapura.

Pengetahuan dan Pemanfaatan Tanaman Meniran Sebagai Tanaman Obat Berdasarkan data hasil survei (Tabel 4) diketahui bahwa sebagian besar (81.67%) masyarakat di Kabupaten Bangkalan dan Gresik sudah mengenal dan memanfaatkan tanaman meniran, hanya 18.33% yang belum mengenal dan mengetahui manfaat tanaman meniran sebagai tanaman yang berpotensi sebagai tanaman obat.

(15)

Tabel 4 Uraian deskripsi informasi masyarakat tentang tanaman meniran

No. Informasi Masyarakat Jawaban Jumlah

(frekuensi) (%) 1. Mengenal tanaman meniran Mengenal 98 (81.67)

Tidak mengenal 22 (18.33)

2. Nama yang diketahui Meneran, memeniran 50 (41.67)

Meniran 48 (40)

3. Mengambil tanaman Dari alam 98 (81.67)

Budidaya 0 (0%)

4. Bagian yang digunakan untuk pengobatan

Seluruh tanaman 98 (81.67)

Daun 56 (46.67)

5. Cara memanen tanaman Mencabut seluruh bagian

tanaman 98 (81.67)

Memetik daun 56 (46.67)

6. Penyakit yang diobati Susah buang air kecil 75(62.50)

Sakit gigi 45(37.50)

Panas karena demam 65(54.17) Perawatan persalinan 25(20.83)

Perbedaan dalam menyebutkan nama tanaman hanya disebabkan kebiasaan dalam pengucapan yang berbeda dimana di Kabupaten Bangkalan dikenal sebagai meneran atau memeniran, sedangkan di Gresik mengenal dengan sebutan meniran. Masyarakat yang mengenal meniran di dua kabupaten (81.67%), sebagian besar masih mengambil tanaman meniran dari alam dan belum ditemukan masyarakat yang membudidayakannya. Yang menarik (hasil wawancara mendalam) masyarakat

(16)

telah mengetahui siklus hidup tanaman meniran sehingga mereka mengambil dengan cara rotasi atau bergiliran antara tempat satu dengan tempat lainnya.

Masyarakat menggunakan dua cara pengambilan tanaman. Pengambilan seluruh bagian tanaman dengan cara mencabut seluruh bagian tanaman dari bagian akar hingga bagian ujung daun (81.67%). Sedangkan 46.67 % menggunakan hanya bagian daun saja dengan cara memetik sejumlah daun yang akan digunakan untuk mengobati penyakit.

Beberapa penyakit biasa diobati dengan menggunakan tanaman meniran. Untuk penyakit susah buang air kecil dan panas karena demam biasanya masyarakat merebus seluruh bagian tanaman dari akar hingga pucuk tanaman. Air rebusan diminum sampai gejala berkurang. Selain itu untuk sakit gigi dan penyembuhan sehabis persalinan menggunakan daun meniran yang dicampur dengan beberapa tanaman obat lainnya.

Hasil survei menunjukkan bahwa tanaman meniran sudah dikenal dan dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar dimana tanaman meniran berada sebagai tanaman obat. Pengetahuan tentang manfaat tanaman didapat secara turun temurun dan digunakan dalam kehidupan sehari-hari. Hal ini sangat mendukung untuk menjadikan tanaman meniran menjadi tanaman obat yang dapat dibudidayakan di masyarakat mengingat keberadaannya akan punah apabila dilakukan pengambilan secara terus menerus tanpa ada kegiatan pembudidayaan tanaman.

Korelasi fenotipik dan sidik lintas keragaman morfologi 13 aksesi meniran Aksesi meniran menunjukkan variasi yang besar dalam beberapa karakter morfologi. Pada Tabel 5 dapat dilihat rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, bobot basah total, bobot kering total dan kandungan flavonoid 13 aksesi meniran.

Uji korelasi antar karakter dilakukan terhadap tujuh karakter komponen pertumbuhan, produksi biomassa dan kandungan flavonoid yang diduga saling berkorelasi. Koefien korelasi antar karakter ditunjukkan pada Tabel 6.

Dari Tabel 6 terlihat bahwa tinggi tanaman (X1), jumlah daun (X2), jumlah cabang (X3), diameter batang (X4) dan bobot basah total (X5) mempunyai korelasi positif sangat nyata terhadap bobot kering total, masing-masing dengan nilai r1y =

(17)

0.85, r2y = 0.86, r3y = 0.64, r4y = 0.89 dan r5y = 0.90. Hal ini menunjukkan bahwa apabila terjadi peningkatan nilai pada karakter tersebut maka produksi biomassa kering akan meningkat.

Tabel 5 Rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun majemuk, jumlah cabang, bobot basah total, bobot kering total dan kandungan flavonoid 13 aksesi meniran

Aksesi TT (cm) JD JC DB (mm) BBT (g) BKT (g) Flavonoid 1. 37.80 66.00 16.40 4.20 19.30 2.90 3.00 2. 48.20 85.60 18.40 5.10 20.30 3.20 2.00 3. 34.60 64.80 15.20 4.80 19.40 2.70 2.00 4. 29.90 65.60 14.20 3.20 18.32 2.30 3.00 5. 29.40 66.60 14.80 3.60 18.32 2.30 2.00 6. 60.20 104.2 20.20 6.40 21.50 4.30 3.00 7. 64.60 102.2 20.50 6.40 21.00 4.20 3.00 8. 50.80 72.60 20.60 4.60 19.80 2.80 1.00 9. 51.00 68.40 20.90 3.60 19.20 2.60 2.00 10. 61.80 104.4 18.40 6.40 20.80 3.50 2.00 11. 60.20 104.8 20.20 6.40 20.20 3.20 1.00 12. 60.20 100.8 15.20 6.20 20.50 3.20 2.00 13. 20.20 58.20 13.40 2.60 16.20 2.00 3.00

Keterangan : Aksesi 1-6 : meniran hijau asal Bangkalan, Aksesi 7-12 : meniran hijau asal Gresik, Aksesi 13 : meniran merah asal Bangkalan, TT : tinggi tanaman (cm), JD : jumlah daun, JC : jumlah cabang, DB : diameter batang (mm), BBT : bobot basah total (g), BKT : bobot kering total (g), analisis fitokimia flavonoid dengan kriteria : 3 = kuat, 2 = sedang, 1 = lemah.

Tabel 6 Koefisien korelasi antar pasangan karakter 13 aksesi meniran

Karakter TT JD JC DB BBT Flavonoid BKT TT 1 0.900** 0.779** 0.897** 0.909** -0.3007 0.847** JD 1 0.541 0.945** 0.835** -0.165 0.859** JC 1 0.549 0.685* -0.363 0.644* DB 1 0.913** -0.238 0.886** BBT 1 -0.203 0.903** Flavonoid 1 0.108 BKT 1

Keterangan : TT : tinggi tanaman (cm), JD : jumlah daun, JC : jumlah cabang, DB : diameter batang (mm), BBT : bobot basah total (g), BKT : bobot kering total (g) analisis fitokimia flavonoid dengan kriteria 3 = kuat, 2 = sedang, 1 = lemah.

(18)

Produksi biomassa kering yang tinggi disebabkan karena pertambahan tinggi tanaman yang diikuti dengan semakin banyak cabang, semakin banyak daun dan semakin besar diameter batang sehingga menghasilkan produksi biomassa basah yang tinggi. Produksi biomassa basah yang tinggi mengakibatkan bertambahnya produksi biomassa kering. Hasil ini didukung oleh data hasil korelasi antar pasangan karakter yang menunjukkan bahwa karakter tinggi tanaman berkorelasi positif sangat nyata terhadap jumlah daun, jumlah cabang, diameter batang dan bobot basah total. Karakter jumlah daun berkorelasi positif sangat nyata terhadap diameter batang dan bobot basah total. Karakter diameter batang berkorelasi positif sangat nyata dengan bobot basah total. Sedangkan karakter kandungan flavonoid berkorelasi negatif tidak berbeda nyata pada semua karakter yang lain.

Analisis lintas karakter morfologi dan kandungan flavonoid terhadap produksi biomassa kering

Dalam analisis korelasi diasumsikan bahwa selain kedua karakter yang dipasangkan, yang lain dianggap konstan. Selain itu analisis korelasi tidak dapat digunakan untuk menggambarkan besarnya sumbangan dari suatu peubah terhadap peubah yang lain. Dengan analisis lintas masalah ini dapat diatasi karena masing-masing sifat yang dikorelasikan dengan hasil dapat diuraikan menjadi pengaruh langsung dan tidak langsung. Mursito (2003) menyatakan karena banyaknya peubah yang harus dipertimbangkan dalam matriks korelasi, maka kriteria seleksi tak langsung menjadi kompleks dan kurang menentu.

Kontribusi setiap karakter terhadap produksi biomassa kering baik langsung maupun tidak langsung dianalisis melalui analisis lintas. Dari Tabel 7 dan Gambar 11 dapat dilihat bahwa pengaruh langsung terbesar ditunjukkan oleh karakter diameter batang (C4 = 0.69, r4y = 0.89). Diameter batang memiliki pengaruh langsung yang kuat yang menentukan bobot kering total diikuti oleh karakter jumlah cabang (C3 = 0.41, r3y = 0.64), tinggi tanaman (C1 = -0.30, r1y = 0.85), bobot basah total (C5 = 0.26, r5y = 0.90) dan jumlah daun (C2 = 0.11, r2y =. 0.86).

Tinggi tanaman mempunyai hubungan langsung yang bernilai negatif. Jika koefisien korelasi bernilai positif tetapi pengaruh langsungnya negatif maka pengaruh tidak langsung menjadi penyebab korelasi. Dengan demikian semua variabel bebas harus diperhatikan dan diperhitungkan secara serempak.

(19)

Hasil analisis terhadap pengaruh tidak langsung menunjukkan bahwa karakter jumlah daun, jumlah cabang, diameter batang dan bobot basah total mempunyai pengaruh tidak langsung yang negatif, hanya karakter kandungan flavonoid yang menunjukkan pengaruh langsung yang positif. Hal ini menunjukkan bahwa peningkatan tinggi tanaman menyebabkan penurunan pada bobot kering total. Keadaan ini karena karakter tinggi tanaman pada waktu survei dilakukan sangat beragam karena umur tanaman yang diambil untuk sampel sangat bervarisi dengan rentang yang lebar. Karakter kandungan flavonoid tidak dapat digunakan karena analisis sidik terhadap kandungan flavonoid menunjukkan koefisien korelasi yang tidak berbeda nyata.

Tabel 7 Pengaruh langsung dan pengaruh tidak langsung beberapa karakter morfologi, kandungan flavonoid terhadap bobot kering total (BKT)

Peubah bebas yang dibakukan Pengaruh langsung (Ci)

Pengaruh tidak langsung melalui peubah Pengaruh total (rxy) Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 TT Z1 -0.30 - -0.27 -0.23 -0.27 -0.27 0.09 0.85 JD Z2 0.11 0.10 - 0.06 0.10 0.09 -0.02 0.86 JC Z3 0.41 0.32 0.22 - 0.23 0.28 -0.15 0.64 DB Z4 0.69 0.62 0.65 0.38 - 0.63 -0.16 0.89 BBT Z5 0.26 0.24 0.22 0.18 0.24 - -0.05 0.90 Flavo* Z6 0.40 -0.12 -0.07 -0.15 -0.10 -0.08 - 0.11

Keterangan : TT : tinggi tanaman (cm), JD : jumlah daun, JC : jumlah cabang, DB : diameter batang (mm), BBT : bobot basah total (gram), BKT : bobot kering total (gram), flavonoid : analisis fitokimia flavonoid dengan kriteria 3=kuat, 2=sedang, 1=lemah.

Analisis lintas yang dibangun dengan menggunakan enam karakter sebagai karakter bebas mampu menjelaskan ragam produksi biomassa kering sebesar 0.89 atau 89% sedangkan pengaruh karakter lain yang tidak dimasukkan dalam diagram lintas berupa pengaruh sisaan adalah sebesar 0.11 atau 11% artinya model yang digunakan sudah dapat menggambarkan hubungan kausal secara keseluruhan.

(20)
(21)

Analisis lintas karakter morfologi terhadap kandungan flavonoid

Hasil analisis korelasi menunjukkan bahwa tinggi tanaman berkorelasi negatif tidak nyata (r1y = -0.30) terhadap kandungan flavonoid. Sedangkan tinggi tanaman berkorelasi positif dan sangat nyata terhadap jumlah daun, jumlah cabang, diameter batang, bobot basah total dan bobot basah kering.

Korelasi tidak berbeda nyata terhadap flavonoid juga ditunjukkan oleh karakter jumlah daun (r2y = -0.16), jumlah cabang (-0.36), diameter batang (-0.24), bobot basah total (r5y = -0.20) dan bobot basah kering (r6y = 0.11).

Tabel 8 Pengaruh langsung dan tidak langsung beberapa karakter morfologi terhadap kandungan flavonoid Peubah bebas yang dibakukan Pengaruh langsung (Ci)

Pengaruh tidak langsung melalui peubah Pengaruh total (rxy) Z1 Z2 Z3 Z4 Z5 Z6 TT Z1 0.60 - 0.54 0.46 0.53 0.54 0.50 -0.30 JD Z2 -0.11 -0.10 - -0.06 -0.10 -0.10 -0.09 -0.16 JC Z3 -1.00 -0.74 -0.52 - -0.52 -0.65 -0.61 -0.36 DB Z4 -1.70 -1.53 -1.61 -0.94 - -1.55 -1.51 -0.24 BBT Z5 -0.48 -0.43 -0.40 -0.33 -0.44 - -0.43 -0.20 BKT Z6 2.25 1.91 1.93 1.45 2.04 2.03 - 0.11

Keterangan : TT : tinggi tanaman (cm), JD : jumlah daun, JC : jumlah cabang, DB : diameter batang (mm), BBT : bobot basah total (g), BKT : bobot kering total (g), flavonoid : analisis fitokimia flavonoid dengan kriteria 3=kuat, 2=sedang, 1=lemah.

Dari Tabel 8 dan Gambar 12 dapat dilihat bahwa pengaruh langsung terbesar ditunjukkan oleh karakter bobot kering total (C6 = 2.25, r4y = 0.11) diikuti oleh karakter diameter batang (C4 = -1.70, r4y = -0.24), jumlah cabang (C3 = -1.00, r3y = -0.36), tinggi tanaman (C1 = 0.60 r2y = -0.30), bobot basah total ( C5 = -0.48, r5y = -0.20) dan jumlah daun (C2 = -0.11 r2y = -0.16).

Diameter batang, jumlah cabang, tinggi tanaman, bobot basah total dan jumlah daun menunjukkan hubungan langsung yang negatif. Peningkatan diameter batang, jumlah cabang, bobot basah total dan jumlah daun akan menurunkan

(22)

kandungan flavonoid pada meniran. Dengan demikian karena semua koefisien korelasi ini positif dan negatif tidak berbeda nyata maka semua karakter tidak dapat digunakan sebagai kriteria seleksi untuk mendapatkan genotipe meniran yang berpotensi memiliki kandungan flavonoid yang tinggi. Penelitian terhadap pegagan (Martono et al. 2010), menunjukkan tidak ada satupun karakter morfologi yang berhubungan dengan pertumbuhan yang dapat digunakan sebagai kriteria seleksi untuk mendapatkan kandungan asiatikosida pegagan yang tinggi. Pada penelitian meniran ini, analisis fitokimia kandungan flavonoid berupa data kualitatif sehingga belum menggambarkan keberadaan flavonoid sebenarnya.

Analisis lintas yang dibangun dengan menggunakan enam karakter sebagai karakter bebas dapat menjelaskan ragam sebesar 0.74 atau 74%. Pengaruh faktor lain yang tidak dimaasukkan dalam diagram lintas adalah sebesar 0.26 atau 26%.

(23)
(24)

Simpulan

1. Masyarakat di sekitar lokasi eksplorasi telah mengenal dan memanfaatkan tanaman meniran sebagai tanaman obat sehari-hari.

2. Karakter morfologi yang berkorelasi positif dan nyata terhadap produksi biomassa kering adalah tinggi tanaman, jumlah daun, jumlah cabang, diameter batang dan bobot basah total.

3. Diameter batang, jumlah cabang, bobot basah total dan jumlah daun berpengaruh langsung terhadap produksi biomassa kering dan dapat dijadikan sebagai karakter untuk seleksi.

4. Dari enam karakter yang diamati, tidak satupun karakter yang dapat digunakan sebagai karakter seleksi terhadap kandungan flavonoid.

5.

Aksesi meniran hijau asal Bangkalan (A6) dan asal Gresik (A7) dipilih sebagai aksesi berpotensi mempunyai produksi biomassa tinggi. Sedangkan meniran merah asal Bangkalan (A13) dipilih sebagai aksesi berpotensi mempunyai kandungan flavonoid tinggi.

Gambar

Tabel 1  Daftar  aksesi  meniran  beserta  asal-usulnya  yang  diperoleh  dari  hasil eksplorasi di Kabupaten Bangkalan dan Gresik Propinsi Jawa Timur.
Gambar 9 Peta Kabupaten Bangkalan dan letak lokasi pengambilan sampel (Sumber : Bangkalan dalam Angka, 2008).
Tabel  2  Keadaan  iklim,  kadar  air  tanah  dan  keasaman  tanah  pada setiap  lokasi pengambilan sampel di Kabupaten Bangkalan
Tabel  3  Keadaan  iklim,  kadar  air  tanah  dan  keasaman  tanah  pada  setiap  lokasi pengambilan sampel di Kabupaten Gresik
+6

Referensi

Dokumen terkait

Pelayanan petugas pada saat terjadinya keterlambatan penerbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 54 huruf b adalah tersedianya petugas pelaksana angkutan udara haji yang

Jenis material yang digunakan adalah material isotropik atau orthotropik dengan analisis bidang plane stress atau plane strain , yang memiliki perhitungan matriks

Penelitian ini telah berhasil apabila dalam proses pembelajaran motorik halus anak melalui kegiatan mewarnai, menggunting, dan menempel (3M) dengan metode demonstrasi dapat

pengaruh sistem pengendalian intern yang terdiri dari lingkungan pengendalian, penilaian risiko, kegiatan pengendalian, informasi dan komunikasi, serta pemantauan baik

Sama halnya dengan grafik, bahan pembelajaran grafis dalam bentuk bagan sudah sangat umum digunakan oleh para guru, namun ada beberapa hal yang harus diperhatikan dalam

Untuk negara berkembang dengan kebergantungan yang relatif tinggi pada produksi yang energi intensif, seperti logam dan manufaktur, pertumbuhan ekonomi akan sangat berhubungan

dibolehkan. Dalam hal upah, memberikan upah hendaknya setelah ada ganti dan yang di upah tidak berkurang nilainya, seperti : memberi upah kepada yang menyusui, upah

Berdasarkan latar belakang masalah yang diuraikan, maka rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana pengaruh profitabilitas, ukuran perusahaan, dan financial