• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PREDIKSI KEBUGARAN (NILAI VO 2 MAX) PADA SISWA SD TERPILIH DI WILAYAH JAKARTA TIMUR TAHUN 2013

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL PREDIKSI KEBUGARAN (NILAI VO 2 MAX) PADA SISWA SD TERPILIH DI WILAYAH JAKARTA TIMUR TAHUN 2013"

Copied!
17
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PREDIKSI KEBUGARAN (NILAI VO

2

MAX) PADA SISWA SD

TERPILIH DI WILAYAH JAKARTA TIMUR TAHUN 2013

Ni Putu Pristi Wisuantari1, Ratu Ayu Dewi Sartika2 1Mahasiswa Program Studi Gizi, Fakultas Kesehatan Masyarakat UI 2Staf Pengajar Program Studi Gizi, Fakultas Kesehatan Masayarakat UI Abstrak

Rendahnya tingkat kebugaran pada anak-anak dan remaja akan meningkatkan risiko penyakit kardiovaskular. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa tingkat kebugaran pada anak-anak dan remaja masih tergolong rendah dan belum ada standar model prediksi dalam menentukan status kebugaran berdasarkan nilai VO2max di Indonesia. Penelitian ini bertujuan untuk membentuk model prediksi kebugaran (nilai VO2max) pada siswa SD terpilih di wilayah Jakarta Timur. Desain studi penelitian ini adalah cross-sectional. Penelitian dengan menggunakan tes 20m shuttle run melibatkan 118 siswa. Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan tingkat kebugaran yang signifikan antar jenis kelamin dan hubungan bermakna antara asupan zat gizi (energi, protein, karbohidrat, vitamin B1, zat besi), status gizi (IMT/U), dan aktivitas fisik dengan kebugaran. Status gizi (IMT/U) dan jenis kelamin memiliki peran dominan dalam menentukan status kebugaran siswa. Untuk mencapai status kebugaran yang baik diperlukan asupan zat gizi yang cukup, status gizi yang baik dan aktivitas fisik yang teratur.

Kata Kunci: Kebugaran (VO2max); tes 20m shuttle run; asupan zat gizi; status gizi; aktivitas fisik

Abstract

Low levels of fitness in children and adolescents are at increased risk of cardiovascular disease. Some studies suggest that fitness levels in children and adolescents was still relatively low and there is no standard model of prediction in determining the fitness status based on VO2max in Indonesia. The primary purpose of this study was to develop fitness (VO2max) prediction model in selected elementary student in East Jakarta. This study used cross-sectional design. The fitness test measured by 20m shuttle run test. The sample was 118 students. Results study showed that there was a differences fitness between male and female, which is male was more fit than female. Than nutritional intake (energy, protein, carbohydrate, thiamin, and iron), nutritional status (BMI/A), and physical activity was significantly related to fitness. Nutritional Status (BMI/A) and sex have an important role in determining the fitness status of students. Adequate intake, good nutritional status (BMI/A), and increase physical activity are required to improve fitness level.

Keywords: Fitness (VO2max); 20m shuttle run test; nutritional intake; nutritional status; physical activity

Pendahuluan

Anak-anak dan remaja merupakan generasi harapan bangsa yang berperan sebagai agen perubahan suatu bangsa.Kesehatan anak-anak dan remaja menjadi hal yang perlu untuk dibahas karena kesehatan merupakan hal penting bagi manusia untuk tetap produktif dan menjadi Sumber Daya Manusia yang berkualitas. Kesehatan erat kaitannya dengan kebugaran seseorang (Nieman, 2011). Kebugaran merupakan kemampuan seseorang dalam

(2)

melaksanakan tugas sehari-hari dengan mudah, tanpa merasa lelah secara berlebih, dan masih adanya sisa tenaga untuk menikmati waktu senggang serta sisa tenaga untuk keperluan yang mendadak (Sumosardjuno, 1992).

Seseorang yang mampu mempertahankan kebugarannya dengan jenis dan kapasitas yang sesuai dan dengan pengontrolan berat badan yang baik akan memberikan keuntungan berupa masa hidup yang lebih panjang (Fatmah dan Ruhayati, 2011). Namun, apabila seseorang belum memiliki tingkat kebugaran yang optimal atau dengan kata lain termasuk dalam kategori rendah akan cenderung berisiko terkena penyakit kardiovaskular (Ahn, 2011)

Telah dilakukan beberapa penelitian di berbagai negara mengenai rendahnya tingkat kebugaran pada anak-anak dan remaja. Penelitian pada anak-anak dan remaja (usia 8-17 tahun) Afrika-Amerika dan berkulit putih menunjukan bahwa anak-anak dan remaja berkulit putih memiliki tingkat kebugaran lebih tinggi dibandingkan anak-anak dan remaja Afrika-Amerika (Lee dan Arslanian, 2007). Berdasarkan hasil pengamatan tingkat kebugaran dengan menggunakan tes 20 m Shuttle Run selama 6 tahun (1998-2004) di Liverpool pada anak usia 9-11 tahun didapatkan adanya penurunan tingkat kebugaran pada anak laki-laki dan perempuan setiap tahunnya (Stratton, et al., 2007).

Penelitian mengenai kebugaran pada anak-anak dan remaja juga telah dilakukan di Indonesia. Menurut Pawestri (2011) dalam penelitiannya yang dilakukan pada remaja usia 16-19 tahun di Sekolah Menengah Atas Kebumen dengan mengukur tingkat kebugaran menggunakan Tes Kesegaran Jasmani Indonesia (TKJI) menunjukkan hasil bahwa kebugaran anak sekolah tersebut tergolong rendah. Selain itu, penelitian yang dilakukan di 31 provinsi pada anak usia 7-13 tahun juga menunjukkan nilai rata-rata VO2max berada di bawah standar (Mahardika, 2009).

Tingkat kebugaran seseorang berhubungan dengan beberapa faktor. Salah satu faktor yang berhubungan dengan kebugaran yaitu jenis kelamin. Menurut Melo (2011), antara laki-laki dan perempuan terdapat perbedaan nilai VO2max yang signifikan. Penelitian yang dilakukan pada 246 anak laki-laki dan 283 anak perempuan usia 8-15 tahun di Portugis dengan menggunakan tes multistage 20 m shuttle run menunjukkan bahwa anak laki-laki cenderung lebih bugar dibandingkan anak perempuan (Guerra, et al., 2002). Studi kebugaran dengan menggunakan tes sepeda ergometer di Eropa pada anak usia 9-10 tahun yang tergabung dalam European Youth Heart Study (EYHS) menunjukkan hasil bahwa tingkat kebugaran kardiovaskular pada anak laki-laki lebih baik dibandingkan anak perempuan secara signifikan (Ruiz, et al., 2006).

(3)

Faktor selanjutnya yang berhubungan dengan kebugaran yaitu asupan zat gizi. Asupan zat gizi yang optimal dibutuhkan untuk melakukan aktivitas fisik (Hoeger dan Hoeger, 1996). Studi kebugaran dengan disain cross sectional pada anak usia 5-12 tahun di Bogota, Kolombia menunjukkan bahwa pada anak perempuan dengan konsentrasi zat besi (fe) rendah di dalam darah memiliki tingkat kecepatan berlari lebih lambat dibandingkan dengan anak perempuan dengan konsentrasi zat besi (fe) normal di dalam darah (Arsenault, et al., 2011). Penelitian lain pada studi eksperimental dengan menggunakan treadmill test diperoleh hasil bahwa pemberian suplementasi vitamin C dapat mencegah kerusakan otot dan peroksidasi lipid (Roohi, et al., 2008).

Status gizi merupakan faktor yang juga diketahui berhubungan dengan kebugaran seseorang. Penelitian di Maputo, Mozambik yang dilakukan pada anak usia 6-18 tahun didapatkan hasil bahwa anak dengan status gizi overweight memiliki tingkat kebugaran yang lebih buruk dibandingkan anak dengan status gizi tidak overweight (Prista, et al., 2003). Penelitian yang dilakukan dengan disain studi cross sectional di Taiwan juga menunjukkan bahwa anak yang memiliki status gizi overweight atau obese cenderung memiliki kekuatan otot dan ketahanan kardiovaskular yang lemah dibandingkan dengan anak yang memiliki status gizi normal (Chen, et al., 2006).

Selain jenis kelamin, asupan zat gizi, dan status gizi, aktivitas fisik juga merupakan faktor yang berhubungan dengan kebugaran anak-anak dan remaja. Aktivitas fisik merupakan pergerakan tubuh akibat aktivitas otot-otot rangka yang akan meningkatkan pengeluaran energi (ACSM, 2009). Penelitian pada kelompok anak dengan status gizi normal dan kelompok anak yang berisiko overweight di Kanada dengan rentang usia 6 -10 tahun menunjukkan bahwa pada kelompok anak dengan status gizi normal lebih aktif dengan tingkat kebugaran lebih baik dibandingkan dengan kelompok anak yang berisiko overweight (Ball, et al., 2002). Anak yang melakukan aktivitas fisik dalam level yang tinggi akan meningkatkan level kebugarannya (Ruiz, et al., 2006).

Berdasarkan penelitian-penelitian yang telah dilakukan, terdapat faktor dominan yang dapat mempengaruhi tingkat kebugaran seseorang. Penelitian yang dilakukan oleh Fernhall, et al (1998) pada anak usia 8-15 tahun dan Matsuzaka, et al (2004) pada anak usia 8-17 tahun dengan menggunakan 20m multistage shuttle run test menunjukkan bahwa jenis kelamin merupakan salah satu faktor dominan dalam menentukan nilai VO2max (Melo, et al., 2011).

Tempat yang dipilih sebagai lokasi penelitian ini adalah SD 1 dengan rata-rata nilai ujian nasional 27.01 dan menempati peringkat 9 pada tahun 2011/2012 dan SD 2 yang berlokasi tidak jauh dari SD 1 dengan rata-rata nilai ujian nasional yaitu 25.52 dan menempati

(4)

peringkat 30 di wilayah Jakarta Timur pada tahun 2011/2012. Pemilihan tersebut didasarkan pada penelitian Etnier, J.L, et al (1997) yang menunjukkan bahwa terdapat hubungan positif antara kebugaran aerobik dengan kemampuan kognitif dan konsentrasi seseorang (Chomitz, V.R, et al., 2009). Oleh karena itu, peneliti terdorong untuk mengetahui lebih lanjut mengenai gambaran tingkat kebugaran dan faktor-faktor yang berhubungan dengan kebugaran pada kedua sekolah tersebut. Selain itu, penggunaan metode prediksi yang efektif dan mudah untuk dilakukan juga mendorong peneliti untuk melakukan pengembangan model prediksi kebugaran dengan menggunakan pengukuran VO2max.

Tinjauan Teoritis

Daya tahan kardiorespiratori atau biasa disebut dengan kebugaran aerobik adalah kemampuan jantung, paru-paru, dan pembuluh darah untuk memberikan sejumlah oksigen yang cukup ke sel-sel dalam melakukan aktivitas yang panjang. Penentuan daya tahan kardiorespiratori yaitu dengan pengambilan oksigen maksimal (VO2max). Karena semua jaringan dan organ tubuh menggunakan oksigen untuk melakukan fungsinya, dengan pengambilan oksigen yang lebih banyak berarti akan lebih mengefisienkan sistem kardiorespiratori (Hoeger dan Hoeger, 1996).

Menurut Nieman (2011), VO2max didefinisikan sebagai kapasitas maksimal oksigen yang dapat dikonsumsi selama latihan atau kapasitas maksimal di mana oksigen dapat diambil, didistribusikan, dan digunakan oleh tubuh selama melakukan aktivitas fisik. VO2max biasanya dinyatakan dalam ml/kg/menit (Hoeger and Hoeger, 1996). Pengukuran VO2max dapat dilakukan dengan 2 cara, yaitu secara langsung dan secara tidak langsung. Pengukuran VO2max secara langsung merupakan metode yang paling akurat, namun dibutuhkan biaya yang mahal, waktu yang banyak dan motivasi yang tinggi dari responden, serta sulit digunakan dalam ukuran sampel yang besar, sedangkan pengukuran VO2max secara tidak langsung yaitu menggunakan metode estimasi. Berbagai tes pengukuran kebugaran tidak langsung diantaranya yaitu tes naik turun tangga dan tes lapangan (Nieman, 2011).

Tes lapangan merupakan tes yang praktis, murah, tidak memakan waktu, mudah dilaksanakan dalam kelompok yang besar, dan cukup akurat jika dilakukan dengan benar (Nieman, 2011). 20m shuttle run test merupakan tes kebugaran aerobik yang sangat umum (Ashok, 2008) dan valid jika digunakan pada anak-anak dan remaja (Barnett et al., 1993; Boreham et al., 1990; Falgairette et al., 1994; Fernhall et al., 1998; Leger et al., 1998; Liu et al., 1992; Mahoney, 1992; McVeigh et al., 1995; Pitetti et al., 2002; Van Mechelen et.al., 1986 dalam Melo et al., 2011).

(5)

Pengukuran VO2max 20m shuttle run test yaitu dengan cara berlari sepanjang 20 meter (sesuai dengan garis atau titik yang telah ditentukan) secara bolak-balik sesuai dengan irama dan tanda (beep) yang telah ditentukan dengan peningkatan kecepatan setiap levelnya. Tanda beep terdiri dari dua jenis yaitu single beep dan triple beep. Bunyi single beep merupakan tanda akhir waktu di setiap lap dan bunyi triple beep menunjukkan bahwa responden harus meningkatkan kecepatan larinya. Responden dinyatakan gagal apabila tertinggal 2 kali bunyi single beep secara berturut-turut atau responden merasa kelelahan (Leger, et al., 1988).

Beberapa peneliti telah membuat persamaan untuk memprediksi nilai VO2max dengan

20m shuttle run test, salah satunya adalah persamaan Matsuzaka, et al. (2004) yaitu :

Keterangan :

VO2max = asupan oksigen maksimum (ml.kg-1.min-1)

Gender = jenis kelamin (0 untuk laki-laki; dan 1 untuk perempuan)

A = usia (tahun)

BMI = indeks massa tubuh (kg/m2)

TL = total lap

Metode prediksi dalam menentukan nilai VO2max merupakan metode pengukuran secara tidak langsung. Metode prediksi merupakan metode yang mudah dilakukan tanpa membutuhkan biaya yang besar dengan tingkat keakuratan yang cukup baik apabila dilakukan dengan benar, oleh karena itu metode ini perlu dikembangkan untuk memudahkan proses pengukuran VO2max. Berbagai macam model prediksi telah dikembangkan oleh berbagai peneliti dalam menentukan prediksi VO2max. Pada model prediksi yang dikembangkan oleh Fernhall, et al (1998) dan Matsuzaka, et al (2004), prediktor dominan dalam menentukan nilai

VO2max adalah jenis kelamin (Melo, et al., 2011). Model VO2max lain yang dikembangkan

dengan menggunakan pengukuran tes lapangan juga dilakukan oleh Kline, et al (1987) dan Iskaningtyas (2012) dengan menggunakan tes berjalan 1 mil dalam menentukan nilai VO2max dan hasilnya adalah jenis kelamin merupakan variabel prediktor terkuat yang dapat mempengaruhi nilai VO2max dibandingkan variabel lainnya (Sharkley, 2011). Beberapa variabel prediktor lain yang masuk dalam model dalam menentukan nilai VO2max yaitu BMI pada Fernhall, et al (1998) dan Matsuzaka, et al (2004).

Faktor-faktor yang berhubungan dengan kebugaran yaitu faktor genetik, usia, jenis kelamin, asupan zat gizi, status gizi, dan aktivitas fisik. Pada faktor genetik, gen yang terdapat

(6)

di dalam tubuh seseorang akan mempengaruhi level kemampuan fisiknya. Sifat genetik dalam tubuh kemudian akan mempengaruhi kekuatan maksimal, pergerakan anggota tubuh, kecepatan lari, kecepatan reaksi, fleksibilitas, serta keseimbangan pada setiap individu (Fatmah dan Ruhayati, 2011). Pada faktor usia, daya tahan kardiorespiratori akan menurun sejalan dengan bertambahnya usia, namun dengan berolahraga yang teratur sejak dini akan

mengurangi penurunan tersebut (Moeloek, 1984 dalam Fatmah dan Ruhayati, 2011). Proses

penuaan memberikan kontribusi dalam penurunan kebugaran aerobik (Åstrand, 1992).

Menurut Melo, et al (2011) terdapat perbedaan VO2max yang signifikan antara laki-laki dan perempuan. Perbedaan kebugaran antara laki-laki-laki-laki dan perempuan dipengaruhi oleh faktor perbedaan tubuh, komposisi tubuh, kekuatan otot, jumlah haemoglobin, kapasitas paru-paru, dan sebagainya (Jansen, 1979 dalam Fatmah dan Ruhayati, 2011). Menurut Sharkley (2011), laki-laki memiliki hemoglobin (pembawa oksigen dalam sel darah merah) lebih banyak dibandingkan perempuan.

Selama beraktivitas, energi dibutuhkan lebih banyak dalam melakukan aktivitas fisik. Energi dihasilkan melalui proses metabolisme. Produk yang dihasilkan dari metabolisme tersebut yaitu berupa ATP (Adenosin Tri Phosphate). Kemudian ATP tersebut digunakan untuk kontraksi otot dan fungsi sel lainnya (Sharkley, 2011). Karbohidrat merupakan sumber energi utama yang digunakan oleh tubuh untuk bekerja, memelihara sel, dan menghasilkan panas (Hoeger dan Hoeger, 1996). Selain karbohidrat, sumber utama energi yang digunakan oleh tubuh dan berhubungan dengan kebugaran adalah protein (Hoeger dan Hoeger, 1996). Banyak survey yang dilakukan di sekolah menengah dan perguruan tinggi menyatakan bahwa diet tinggi protein akan meningkatkan performa atlet (Williams, 2002).

Vitamin A merupakan salah satu vitamin larut lemak (Almatsier, 2009). perkusor vitamin A (β-karoten) memiliki fungsi sebagai antioksidan yang mampu mereduksi kerusakan sel pada saat melakukan latihan akibat adanya radikal bebas (Chen, 2006). Sementara vitamin B1 memiliki peranan esensial dalam transformasi energi dan vitamin B2 memiliki fungsi sebagai komponen koenzim Flavin Adenin Dinukleotida (FAD) dan Flavin Adenin

Mononukleotida (FMN), di mana komponen koenzim tersebut terlibat dalam reaksi

reduksi-oksidasi berbagai jalur metebolisme energi dan mempengaruhi respirasi sel. vitamin C juga merupakan salah satu vitamin yang berhubungan dengan kebugaran seseorang. Menurut Roohi, et al (2008) pemberian suplementasi vitamin C dapat mencegah kerusakan otot dan peroksidasi lipid. Mineral yang berhubungan dengan kebugaran adalah zat besi dan kalsium (Ca). Zat besi (fe) di dalam tubuh berhubungan dengan rasa lelah dan daya tahan tubuh sehingga kecukupan akan zat besi sangat dibutuhkan dalam melakukan latihan aerobik berupa

(7)

daya tahan (Williams, 2002) dan kalsium merupakan penyumbang mineral terbanyak yaitu sebesar 1.5-2% dari berat badan orang dewasa, sekitar 99% terdapat pada jaringan tulang keras dan 1% terdapat pada jaringan otot (Almatsier, 2009).

Status gizi juga merupakan salah satu faktor yang berhubungan dengan kebugaran. Status gizi adalah suatu keadaan tubuh sebagai akibat keseimbangan antara asupan (intake) makanan dan penggunaannya oleh tubuh yang dapat diukur dari berbagai dimensi (Jellife dan Jellife, 1989 dalam Fatmah dan Ruhayati, 2011). Berdasarkan literatur, pada awal pematangan pubertas (12-15 tahun) terdapat perbedaan massa otot dan massa lemak antar jenis kelamin, anak perempuan lebih memiliki lemak subkutan dan anak laki-laki lebih memiliki masa otot dibandingkan perempuan (Benĕfice, 1992 dalam Guerra, et al., 2002).

Aktivitas fisik adalah pergerakan tubuh akibat aktivitas otot-otot skelet yang mengakibatkan pengeluaran energi, sedangkan latihan fisik merupakan bagian dari aktivitas fisik. Latihan fisik adalah aktivitas fisik yang terencana, tersktruktur secara berulang-ulang dan memiliki tujuan untuk memperbaiki dan mempertahankan kebugaran (Fatmah dan Ruhayati, 2011). Terdapat hubungan yang positif antara jumlah dan intensitas dalam melakukan aktivitas fisik dengan kebugaran kardiorespiratori pada anak-anak (Ruiz et al, 2005).

Metode

Desain studi yang digunakan dalam penelitian ini adalah cross sectional. Variabel independen yang diteliti adalah jenis kelamin, asupan zat gizi (energi, protein, karbohidrat, vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, vitamin C, zat besi (Fe), kalsium (Ca)), status gizi (IMT/U), dan aktivitas fisik. Variabel dependennya adalah kebugaran. Lokasi penelitian ini adalah SD 1 yang terletak di Jl. Raya Pondok Kelapa Jaya Gas, Jakarta Timur dan SD 2 terletak di Jl. Inspeksi Saluran, Cipinang Besar Selatan, Jakarta Timur. Penelitian dilakukan pada bulan April hingga Mei 2013. Sampel dalam penelitian ini adalah siswa kelas IV dan V usia 9-11 tahun. Perhitungan sampel menggunakan transformasi Fisher kemudian diteruskan dengan menentukan besar sampel dari uji hipotesis koefisien korelasi sehingga diperoleh sampel minimalnya adalah 116 responden. Sampel yang tersedia yaitu 129 responden dengan menggunakan metode kuota sampling. Kemudian diperoleh 118 responden yang memenuhi kriteria.

Data primer dikumpulkan dengan cara mengukur antropometri secara langsung, yaitu mengukur berat badan (menggunakan timbangan digital merk Kris) dan tinggi badan (menggunakan microtois) untuk mengetahui status gizi responden, metode pengisian

(8)

kuesioner yang telah diuji coba untuk memperoleh data aktivitas fisik, metode wawancara food recall 2 x 24 jam untuk mengetahui asupan makanan pada hari sekolah (senin-jumat) dan hari libur (minggu) dan melakukan tes 20m shuttle run untuk menentukan status kebugaran menggunakan estimasi VO2max. Data yang diperoleh kemudian dianalisis menggunakan program SPSS. Analisis data pada penelitian ini terdiri dari analisis univariat untuk mengetahui gambaran distribusi frekuensi dari setiap variabel dalam penelitian, analisis bivariat menggunakan uji t independen dan uji korelasi, dan analisis multivariat untuk memperoleh model prediksi kebugaran.

Hasil Penelitian

Actual subject yang memenuhi persyaratan yaitu 118 responden terdiri dari 62

responden SD 1 dan 56 responden SD 2. Sebaran data variabel kebugaran (VO2max), status gizi (IMT/U), dan aktivitas fisik dipaparkan dalam tabel berikut.

Tabel 1 Sebaran Data Kebugaran (VO2max), Status Gizi (IMT/U), dan Aktivitas Fisik

pada Siswa SD 1 dan SD 2 Tahun 2013

Variabel Sekolah n Mean Median Sd Min-Max

VO2max (ml/kg/menit) Total SD 1 62 39.99 40.23 4.09 30.30 - 47.80 SD 2 56 118 41.49 40.70 41.55 40.75 4.49 4.33 30.30 – 50.40 31.20 - 50.40 IMT/U (zscore) Total SD 1 62 0.94 1.31 1.56 -2.40 - 3.67 SD 2 56 118 0.72 0.84 0.72 1.07 1.42 1.49 -2.24 - 3.69 -2.40 - 3.69 Aktivitas Fisik Total SD 1 62 1.93 1.89 0.33 1.36 - 3.27 SD 2 56 118 2.20 2.06 2.14 2.00 0.47 0.42 1.27 - 3.59 1.27 - 3.59 Dari hasil perolehan data, rata-rata nilai estimasi VO2max responden SD 1 lebih rendah dibandingkan dengan SD 2. Data yang tersedia kemudian dibandingkan dengan standar nilai VO2max berdasarkan batas (cut off point) nilai VO2max yaitu 40.2 ml/kg/menit sehingga diperoleh 48.40% responden SD 1 dan 41.10% responden SD 2 yang memiliki status kebugaran di bawah standar. Secara statistik, pada status gizi responden jika dilihat dari nilai maksimum kedua sekolah tersebut diketahui bahwa terdapat responden yang memiliki status gizi kurus dengan nilai zscore yaitu -2.40 dan -2.24 dan status gizi obesitas yang dinyatakan melalui nilai tertinggi IMT/U yaitu 3.67 dan 3.69. Data aktivitas fisik dipaparkan dengan indeks aktivitas fisik dari hasil perhitungan rata skor pada kuesioner. Nilai rata-rata indeks skor aktivitas fisik SD 2 lebih tinggi dibandingkan SD 1. Untuk variabel asupan zat gizi, sebaran data yang diperoleh disajikan dalam tabel berikut.

(9)

Tabel 2 Sebaran Data Asupan Zat Gizi pada Siswa SD 1 dan SD 2 Tahun 2013 Variabel Sekolah n Mean Median Sd Min-Max Energi (kkal) Total SD1 62 2198.05 2225.40 274.24 1569.65 - 2796.55 SD 2 56 118 2135.35 2168.29 2072.45 2115.80 274.88 275.17 1570.85 - 2657.80 1569.65 – 2796.55 Protein (gram) Total SD 1 62 62.25 61.43 8.49 46-60 - 89.50 SD 2 56 118 63.47 62.83 63.00 62.33 11.32 9.91 38.60 – 95.90 38.60 - 95.90 Karbohidrat (gram) Total SD 1 62 293.41 292.45 53.48 176.85 - 416.45 SD 2 56 118 292.80 293.12 290.63 291.00 54.73 53.85 172.50 – 458.10 172.50 - 458.10 Vitamin A(µg) Total SD1 62 506.66 475.53 298.42 66.30 - 1261.20 SD 2 56 118 555.75 529.96 527.20 495.68 279.28 289.31 126.65 - 1251.65 66.30 - 1261.20 Vitamin B1 (mg) Total SD 1 62 0.54 0.50   0.13 0.35 - 1.00 SD 2 56 118 0.50 0.52 0.50 0.50   0.09 0.12 0.30 - 0.70 0.30 - 1.00 Vitamin B2 (mg) Total SD 1 62 0.95 0.95 0.23   0.45 - 1.65 SD 2 56 118 0.86 0.91 0.85 0.90 0.23 0.24   0.40 - 1.45 0.40 - 1.65 Vitamin C (mg) Total SD1 62 40.19 36.18 24.76 4.25 - 101.25 SD 2 56 118 42.76 41.41 39.25 37.10 29.40 26.97 0.00 - 126.90 0.00 - 126.90 Zat Besi (mg) Total SD1 62 8.95 8.13 3.10 4.15 - 15.75 SD 2 56 118 7.99 8.49 7.48 7.88 2.16 2.73 4.15 - 16.75 4.15 - 16.75 Kalsium (mg) Total SD1 62 315.37 312.68 162.32 50.50 - 730.20 SD 2 56 118 318.36 316.75 311.50 311.50 131.91 148.45 87.30 - 767.40 50.50 - 767.40 Jika dilihat dari sisi kedua sekolah, pada asupan zat gizi makro, nilai rata-rata asupan energi dan karbohidrat SD 1 lebih tinggi dibandingkan dengan SD 2, sedangkan nilai rata-rata asupan protein SD 1 lebih rendah dibandingkan dengan SD 2. Pada asupan zat gizi mikro, nilai rata-rata asupan vitamin B1, vitamin B2, dan zat besi (Fe) SD 1 lebih tinggi dibandingkan dengan SD 2, sedangkan nilai rata-rata asupan vitamin A, vitamin C, dan kalsium (Ca) SD 1 lebih rendah dibandingkan dengan SD 2.

Pada analisis bivariat dilakukan uji t independen dan uji korelasi yang akan ditampilkan pada tabel-tabel berikut.

(10)

Tabel 3 Nilai Estimasi VO2max Antar Jenis Kelamin pada Siswa SD 1 dan SD 2 Tahun 2013 Variabel Jenis Kelamin Total (n) Mean ± Sd (VO2max) Nilai P value Laki-laki 58 41.62 ± 0.43 0.023* Perempuan 60 39.81 ± 4.18

*) Keterangan : perbedaan signifikan

Tabel 4 Hubungan Asupan Zat Gizi, Status Gizi (IMT/U), dan Aktivitas Fisik dengan Kebugaran (Estimasi VO2max) pada Siswa SD 1 dan SD 2 Tahun 2013

Variabel Total (n) Korelasi (r) Nilai p value

Energi 117 -0.76 0.000* Protein 115 -0.22 0.023* Karbohidrat 117 -0.46 0.000* Vitamin A 115 0.07 0.440 Vitamin B1 117   -0.38 0.000* Vitamin B2 117   -0.11 0.221 Vitamin C 117   0.03 0.739

Zat Besi (Fe) 118   -0.26 0.004*

Kalsium (Ca) 118   -0.01 0.934

IMT/U 118 -0.86 0.000*

Aktivitas fisik 113 0.20 0.031*

*) Keterangan : Berhubungan signifikan

Pada Tabel 3, terdapat perbedaan yang signifikan antara jenis kelamin dengan nilai estimasi VO2max. Hal ini ditandai dengan nilai p value sebesar 0.023 (p < α 0.05). Hasil analisis uji korelasi (Tabel 4) menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara asupan zat gizi (energi, protein, karbohidrat, vitamin A, vitamin B1, dan zat besi (Fe)), status gizi (IMT/U), dan aktivitas fisik dengan kebugaran (nilai VO2max).

Pada analisis multrivariat, dilakukan cleaning data secara keseluruhan sehingga diperoleh 108 responden yang masuk dalam kriteria. Analisis yang digunakan adalah multiple

regression linear. Dari hasil permodelan akhir, variabel jenis kelamin dan status gizi (IMT/U)

merupakan prediktor dominan dalam menentukan status kebugaran berdasarkan nilai VO2max. Kedua variabel tersebut juga telah memenuhi lima asumsi multiple regression

linear. Selanjutnya dilakukan uji multicollinearity dan uji interaksi. Hasil akhir yang

diperoleh adalah tidak terjadi multicollinearity dan terdapat interaksi antara kedua variabel dengan R square sebesar 0.815 yang berarti bahwa model prediksi VO2max tersebut sudah dapat menjelaskan 81.5% variasi data nilai VO2max walaupun hanya dengan menggunakan 2 variabel prediktor. Persamaan garis yang diperoleh adalah sebagai berikut.

(11)

VO2max = 43.86 – 2.04 (S) – 2.12 (IMT/U) – 0.66 (S)(IMT/U)

Keterangan :

VO2max = asupan oksigen maksimum (ml/kg/menit)

S = sex (jenis kelamin), (0 untuk laki-laki, 1 untuk perempuan)

IMT/U = perbandingan berat badan (kg) dengan kuadrat tinggi badan (m2) menurut umur

Pembahasan

Pada penelitian ini, rata-rata nilai VO2max siswa SD 1 dan SD 2 lebih tinggi dibandingkan dengan penelitian lain. Pada studi yang dilakukan oleh Mahardika (2009) pada anak usia 7-13 tahun dalam penelitiannya di 31 provinsi di Indonesia, nilai rata-rata estimasi VO2max-nya adalah sebesar 29 ml/kg/menit, sementara nilai rata-rata VO2max responden SD 1 adalah 39.99 ml/kg/menit dan nilai rata-rata VO2max SD 2 adalah 41.49 ml/kg/menit. Menurut Lee dan Arslanian (2007) dalam penelitianya, menyebutkan bahwa rata-rata nilai kebugaran pada anak-anak dan remaja usia 8-17 tahun kelompok Afrika-Amerika adalah 29.8 ml/kg/menit dan kelompok kulit putih adalah 36.8 ml/kg/menit, ini berarti bahwa nilai rata-rata VO2max SD 1 dan SD 2 juga lebih tinggi dibandingkan kedua kelompok tersebut. Berdasarkan hasil analisis multivariat, diperoleh model prediksi dalam menentukan nilai VO2max dari variabel independen yang memenuhi syarat, yaitu jenis kelamin, status gizi (IMT/U), dan interaksi antara jenis kelamin dan status gizi (IMT/U). Model prediksi dalam menentukan nilai VO2max yang diperoleh tersebut hanya berlaku untuk anak usia 9-11 tahun dan apabila ingin menggunakan model prediksi tersebut sebaiknya dilakukan uji validasi terlebih dahulu karena penyusunan prediksi VO2max tersebut hanya melibatkan responden yang berasal dari wilayah Jakarta Timur.

Dalam penelitian ini, jumlah responden untuk laki-laki adalah 58 dan jumlah responden perempuan adalah 60. Pada responden laki-laki, nilai rata-rata estimasi nya adalah 41.62 ml/kg/menit sementara pada responden perempuan, nilai rata-rata VO2max-nya 39.81 ml/kg/menit. Sesuai dengan hipotesis awal pada penelitian ini yaitu ada perbedaan tingkat kebugaran yang signifikan, yaitu pada rata-rata nilai VO2max antara laki-laki dan perempuan. Secara teori, perbedaan tubuh, komposisi tubuh, kekuatan otot, jumlah hemoglobin, dan kapasitas paru merupakan faktor-faktor yang menyebabkan adanya perbedaan kebugaran antara laki-laki dan perempuan (Sharkley, 2011). Hasil ini juga sejalan dengan penelitian Guerra, et al (2002) dan Ruiz, et al (2006). Pada hasil analisis multiregresi,

(12)

variabel jenis kelamin merupakan salah satu variabel penentu nilai VO2max.. Jika responden berjenis kelamin perempuan maka akan terjadi penurunan nilai VO2max sebesar 2.04 ml/kg/menit dan jika responden berjenis kelamin laki-laki maka tidak akan terjadi penurunan pada nilai VO2max–nya.

Hasil analisis korelasi asupan zat gizi, terdapat hubungan yang signifikan antara asupan energi, protein, karbohidrat, vitamin B1, dan zat besi (Fe) dengan kebugaran (nilai VO2max). Energi digunakan sebagai bahan bakar di dalam tubuh (Lukaski, 2004). Energi diperoleh dari proses metabolisme dan dibutuhkan untuk melakukan pergerakan atau kontraksi otot dan fungsi sel lainnya (Sharkley, 2011). Korelasi asupan energi penelitian ini sejalan dengan penelitian Suarez, et al (2012) yang menunjukkan bahwa kebugaran aerobik lebih rendah pada anak-anak dengan asupan energi tinggi pada kelompok overweight dan

obese. Protein merupakan komponen utama tubuh yang berfungsi untuk membangun dan

memperbaiki jaringan, seperti otot, darah, organ dalam kulit (Hoeger dan Hoeger, 1996). Korelasi negatif protein pada penelitian ini sejalan dengan penelitian Gutin, et al (2002) yang dilakukan pada anak-anak dan remaja usia 13-16 tahun dengan status gizi obesitas. Karbohidrat merupakan sumber utama energi yang digunakan pada saat seseorang melakukan gerak atau beraktivitas (Hoeger dan Hoeger, 1996). Dalam penelitian ini, antara karbohidrat dan kebugaran menunjukkan hubungan yang signifikan dengan korelasi hubungan sedang. Hal ini sejalan dengan studi eksperimental dengan pemberian minuman elektrolit rendah karbohidrat dan protein dalam jumlah sedang dapat meningkatkan kebugaran aerobik (Stegall, et al., 2010). Hasil analisis korelasi antara vitamin B1 dengan nilai VO2max menunjukkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara vitamin B1 dengan nilai VO2max dengan korelasi hubungan sedang. Vitamin B1 memiliki peranan penting dalam metabolisme karbohidrat dan protein (Lukaski, 2004). Tiamin dalam bentuk Koenzim Tiamin Pirofosfat (TPP) atau Trifosfat (TTP) memegang peranan esensial dalam transformasi energi (Almatsier, 2004). Hubungan signifikan juga diperoleh pada asupan zat besi (Fe) dengan kebugaran (nilai VO2max), sejalan dengan penelitian Arsenault, et al (2011). zat besi berfungsi dalam sintesis hemoglobin (Lukaski, et al., 2002). Zat besi juga berkaitan dengan rasa lelah dan daya tahan tubuh sehingga pada saat latihan aerobik dibutuhkan ketersediaan zat besi yang cukup (Williams, 2002). Bertolak belakang dengan hipotesis awal, yaitu terdapat hubungan yang tidak signifikan antara asupan vitamin A, vitamin B2, vitamin C, dan kalsium (Ca). Hal tersebut kemungkinan dikarenakan oleh seluruh atau sebagian besar responden tidak memenuhi batas kecukupan AKG (2004).

(13)

Uji bivariat antara status gizi (IMT/U) dengan nilai VO2max menunjukkan hubungan yang signifikan. Nilai negatif pada hasil korelasi antara variabel IMT/U dengan estimasi VO2max menjelaskan bahwa semakin tinggi nilai zscore maka nilai VO2max cenderung semakin rendah atau sebaliknya, semakin rendah nilai zscore maka nilai VO2max cenderung semakin tinggi. Seperti halnya studi pada anak usia 6-18 tahun di Maputo, Mozambik menunjukkan bahwa pada anak-anak dengan kelompok gizi lebih memiliki status kebugaran lebih rendah dibandingkan kelompok lain hampir di setiap tes kebugaran (Prista, et al., 2003). Studi kebugaran cross sectional di Taiwan juga memperlihatkan hasil bahwa daya tahan kardiorespiratori pada anak usia 6-18 tahun dengan status gizi gemuk atau obesitas lebih rendah dibandingkan yang memiliki status gizi normal (Chen, et al., 2006). Di Indonesia sendiri, penelitian serupa juga ditemui pada anak-anak usia 10-11 tahun dengan menggunakan perhitungan estimasi di mana tes kebugaran yang digunakan adalah tes lari 1 mil. Hasil studi juga menunjukkan adanya korelasi negatif antara variabel IMT/U dengan Nilai VO2max, yaitu semakin tinggi nilai zscore reponden maka nilai VO2max semakin rendah (Iskaningtyas, 2012). Status gizi (IMT/U) juga merupakan salah satu prediktor dalam menentukan nilai VO2max pada penelitian ini. Jika dilihat pada konstanta yang diperoleh melalui hasil uji multiregresi menunjukkan bahwa status gizi merupakan prediktor dominan dalam menentukan nilai VO2max. Dari model prediksi VO2max yang diperoleh, dapat dijelaskan bahwa setiap penurunan nilai IMT/U sebesar 1 zscore maka nilai VO2max akan meningkat sebesar 2.12 ml/kg/menit. Prediktor dominan pada variabel IMT/U juga didukung oleh hasil analisis korelasi, dimana terdapat hubungan yang sangat kuat atau sempurna antara variabel IMT/U dengan kebugaran (nilai VO2max).

Pada penelitian ini, aktivitas fisik juga memiliki hubungan yang signifikan dengan kebugaran (nilai VO2max). Sementara itu, nilai korelasi yang diperoleh menunjukkan bahwa hubungan antara kedua variabel tersebut lemah, kemudian arah dalam grafik scatter plot bersifat positif yaitu semakin tinggi tingkat aktivitas responden maka akan semakin tinggi pula nilai VO2max-nya. Hal ini didukung oleh beberapa penelitian lainnya, di antaranya yaitu pada penelitian Gutin, et al (2005) yang dilakukan pada remaja kulit hitam dan remaja kulit putih usia 16 tahun di Augusta menyebutkan bahwa remaja yang melakukan aktivitas lebih banyak memiliki daya tahan kardiovaskular lebih baik dibandingkan remaja yang aktivitasnya rendah. Sementara menurut Ball, et al (2002) dalam penelitiannya yang dilakukan pada kelompok anak yang berisiko gemuk dengan anak dengan status gizi normal usia 6-10 tahun menunjukkan hasil bahwa kelompok anak dengan status gizi normal lebih aktif dan memiliki status kebugaran lebih baik dibandingkan dengan kelompok anak yang berisiko gemuk.

(14)

Sehingg, dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara aktivitas fisik dengan kebugaran yang diukur dengan menggunakan estimasi nilai VO2max.

Kesimpulan

1. Berdasarkan rumus estimasi kebugaran dalam menentukan nilai VO2max dengan menggunakan tes 20m shuttle run, nilai rata-rata VO2max pada siswa SD 1 yaitu 39.99 ml/kg/menit dan nilai rata-rata VO2max pada siswa SD 2 adalah 41.49 ml/kg/menit, yang berarti bahwa nilai rata-rata VO2max pada SD 2 termasuk dalam kategori baik, sementara nilai rata-rata VO2max SD 1 hampir mencapai batas minimum yang dianjurkan. Jika dilihat berdasarkan batas (cut off point), terdapat 48.40% siswa SD 1 dan 41.10% siswa SD 2 yang memiliki nilai VO2max kurang.

2. Secara statistik terdapat adanya perbedaan tingkat kebugaran antara laki-laki dan perempuan, terdapat adanya hubungan yang signifikan antara asupan zat gizi makro (energi, protein, dan karbohidrat), asupan zat gizi mikro (vitamin B1 dan zat besi (fe)), status gizi (IMT/U), dan aktivitas fisik dengan kebugaran.

3. Model prediksi yang diperoleh dari hasil analisis multivariat yaitu VO2max = 43.86 – 2.04 (S) – 2.12 (IMT/U) – 0.66 (S)(IMT/U).

Saran

Pihak sekolah diharapkan dapat bekerja sama dengan pihak UKS membuat kartu sehat untuk setiap siswa dalam rangka pemantauan dan pengontrolan berat badan dan tinggi badan siswa sebab hasil multiregresi menunjukkan bahwa faktor dominan dalam menentukan kebugaran (nilai VO2max) adalah status gizi (IMT/U). Dalam rangka peningkatan aktivitas fisik siswa, sekolah diharapkan dapat mengupayakan senam pagi secara rutin paling tidak seminggu 1x (selain jam olahraga), mewajibkan program ekstrakurikuler, serta bekerja sama dengan dinas pendidikan untuk mengadakan perlombaan rutin (6 bulan sekali) yang berkaitan dengan rangkaian aktivitas seperti lomba menari, lomba lari, lomba renang, dan sebagainya. Daftar Referensi

Ahn, Bumsoo. (2011). “Changes of Aerobic Fitness and Cardiovaskular Disease Risk Factors

in Children : A Two-Year Longitudinal Study.” Chapel Hill: Thesis Departement of

Exercise and Sport Science University of North Carolina.

(15)

American College of Sport Medicine. (2009). ACSM’s guidelines for exercise testing and

prescription 8th edition. Philadelphia, USA: Lippincott Williams and Walkins.

Armstrong, Neil., et al. (2001). Peak Oxygen Uptake In Relation To Growth And Maturation In 11-To 17-Year-Old Humans. European Journal Appl Physiology, 546-551.

Arsenault, Joanne A., et al. Micronutrient and anthropometric status indicators are associated with physical fitness in colombian school children. British Journal of Nutrition (2011): 1832-1842.

Ashok, C. (2008). Test Your Physical Fitness. Delhi, India: Kalpaz Publication.

Åstrand, P.O. (1992). Physical activity and fitness. American Journal of Clinical Nutrition, 55, 1231S- 6S.

Ball, G.D.C, Marshall, J.Dru, dan Mc Cargar,L.J. (2005). Physical activity, aerobic fitness, self-perception, and dietary intake in at risk of overweight and normal weight children.

Canadian Journal of Dietetic Practice and Research, 66, 162-169.

Chen, L.J., et al. (2006). Obesity, fitness and health in Taiwanese children and adolescent.

European Journal Of Clinical Nutrition, 60, 1367-1375.

Chomitz, V.R., et al. (2009). Is There a Relationship Between Physical Fitness and Academic Achievement? Positive Result From Public School Children in Northeastern United States. Journal of School Health vol.79.

Fatmah dan Y. Ruhayati. (2011). Gizi Kebugaran dan Olahraga. Bandung: CV Lubuk Agung.

Guerra, S., et al. (2002). Relationship between cardiorespiratory fitness, body composition and blodd pressure in school children. Journal of Sports Medicine and Physical Fitness, 42, 207-213.

Gutin,B. et al. (2002). Effects of exercise intensity on cardiovascular fitness, total body composition, and visceral adiposity of obese adolescents. American Journal Clinical

Nutrition, 75, 818-826.

Gutin, B. et al. (2005). relationship of moderate and vigourous physical activity to fitness and fatness in adolescent. The American Journal of Clinical Nutrition, 81, 746-50.

Gray, A dan Smith, C. (2003). Fitness, Dietary Intake, and Body Mass Index in Urban Native American Youth. Journal of The American Dietetic Association.

Hoeger, Werner W.K dan Sharon A. Hoeger. (1996). Fitness and Wellness. Colorado, USA: Morton Publishing Company.

(16)

Iskaningtyas, Dita A. (2012). Model Prediksi VO2max Anak Usia 10-11 Tahun Etnis Jawa

(Desa Tersobo, Kebumen) dari Tes Berjalan 1 Mil Berdasarkan Jenis Kelamin, Denyut Nadi, dan Waktu Tempuh. Depok: Skripsi Departemen Gizi, FKM UI.

Lee, S.J and Arslanian, S.A. (2007). Cardiorespiratory fitness and abdominal adiposity in youth. European Journal of Clinical Nutrition,61, 561-565.

Leger, L. A. et al. (1988). The multistage 20 metre shuttle run test for aerobic fıtness. Journal

of Sports Science 6(2), 93–101.

Lukaski, Henry C. (2004). Vitamin and Mineral Status: Effects on Physical Performance.

Journal of Nutrition, 20, 632-644.

Mahardhika, I.M.S. (2009). Profil Kebugaran Jasmani Anak Usia 07 S/D 13 Tahun Sebagai Sasaran Evaluasi Penjasorkes. Jurnal Pendidikan Dasar, Vol 10, 92-104.

Matsuzaka, A et al. (2004). Validity of the multistage 20-m shuttle-run test for Japanese children, adolescents, and adults. Pediatric Exercise and Science,16, 113–25.

Melo, X. et al. (2011). Comparing several equations that predict peak vo2max using the 20-m multistage-shuttle run-test in 8-10-year-old children.” European Journal Appl

Physiology,111, 839-849.

Nieman, D. (2011). Exercise Testing and Prescription 7th Edition. Amerika, New York:

McGraw-Hill.

Pawestri, Eskaning A. (2011). Hubungan Antara Jenis Kelamin, Status Gizi, Aktivitas fisik,

dan Asupan Gizi dengan Tingkat Kebugaran pada Siswa/Siswi SMA Negeri 1 Kebumen, Jawa Tengah Tahun 2011. Depok: Skripsi FKM UI.

Prista, Antonio, Jose Antonio Ribeiro Maia, Albertino Damasceno, and Gaston Beunen. (2003). Anthropometric Indicators of Nutritional Status: Implications for Fitness, Activity, and Health in School-Age Children and Adolscents from Maputo, Mozambique. The American Journal of Clinical Nutrition, 77 , 952-9.

Roohi, B.N. et al. (2008). Effect of vitamin c supplementation on lipid peroxidation, musle damage and inflammation after 30-min exercise at 75% vo2max. The Journal of Sports

Medicine and Physical Fitness,48, 217-224.

Ruiz, J.R. et al. (2006). Relations of total physical activity and intensity to fitness and fatness in children: the european youth heart study. The American Journal Of Clinical

Nutrition, 84, 299-303.

Sharkley, B.J. 2011. Kebugaran dan Kesehatan. Trans, E.D. Nasution. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. Trans. of Fitness and Health.

(17)

Stegall, F. et al. (2010). The effect f a low carbohydrate beverage with added protein on cycling endurance performance in trained athletes. Journal Of Strength And

Conditioning Research 24, 10, 2577-2586.

Stratton, G. et al. (2007). Cardiorespiratory fitness and body mass index of 9-11-year-old english children: a serial cross-sectional study from 1998 to 2004. International Journal

of Obesity, 31, 1172-1178.

Suarez, Gonzalez C.B., et al. (2012). Cardiovascular Fitness and Caloric Intake in Filipino Obese Children: An Observational Study. Asian Journal of Clinical Nutrition 4 (3), 88-97.

Sumosardjuno, Sadoso. (1992). Pengetahuan Praktis Pustaka Kesehatan dalam Olahraga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Williams, M.H. (2002). Nutrition for Health, Fitness & Sport 6th edition. New York: McGraw-Hill.

Williams, Courtney E.B., et al. (2009). Cardiorespiratory Fitness Predicts Changes in Adiposity in Overweight Hispanic Boys. International Journal Obesity, 16, 1027-1077.

Gambar

Tabel 1 Sebaran Data Kebugaran (VO 2 max), Status Gizi (IMT/U), dan Aktivitas Fisik  pada Siswa SD 1 dan SD 2 Tahun 2013
Tabel 2 Sebaran Data Asupan Zat Gizi pada Siswa SD 1 dan SD 2 Tahun 2013  Variabel  Sekolah  n  Mean  Median  Sd   Min-Max  Energi  (kkal)  Total  SD1  62  2198.05  2225.40  274.24  1569.65 - 2796.55 SD 2 56 118 2135.35 2168.29 2072.45 2115.80 274.88 275.1
Tabel 4 Hubungan Asupan Zat Gizi, Status Gizi (IMT/U), dan Aktivitas Fisik dengan  Kebugaran (Estimasi VO 2 max) pada Siswa SD 1 dan SD 2 Tahun 2013

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui implementasi metode praktikum berbasis lingkungan pada materi reaksi kimia siswa di kelas X Madrasah Aliyah Al

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kualitas dan proporsi spermatozoa Y hasil pemisahan semen domba lokal dengan beberapa fraksi albumen telur dan lama penyimpanan

Rachel had done what Marnal had asked: shooed the relatives away, ex- plained that she’d made a mistake and that he’d got better, and that, no, they couldn’t see him.. It had taken

Padasuka Cibatu Jayabakti Banjarwangi Purbajaya Peundeuy Cisangkal Cihurip Cikondang Cisompet Bojong Pameungpeuk Linggarjati Pamulihan Talagawangi Pakenjeng Gunamekar Bungbulang

Menurut Maquet (2008:47) seni yang diciptakan oleh masyarakat bagi kepentingan mereka sendiri dikenal sebagai art by destination sedangkan seni yang diciptakan

Dalam hal ini seorang wirausaha harus terus berusaha untuk menciptakan inovasi produk baik dalam memperbaiki atau menciptakan keunikan yang baru terhadap produk tersebut

konsep surat izin penelitian 1 hari surat izin penelitian Jika pejabat tidak berada di tempat. Menulis dalam buku register dan

Sedang untuk siswa yang tidak aktif akan mendapatkan teguran-te- guran baik lewat pembina pramuka atau- pun oleh Waka Kesiswaan diteruskan ke- pada Wali Kelas