1
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang
Persalinan adalah suatu proses fisiologis yang memungkinkan serangkaian perubahan yang besar pada ibu untuk dapat melahirkan janinnya melalui jalan lahir. Ini didefinisikan sebagai pembukaan serviks yang progresif, dilatasi atau keduanya, akibat kontraksi rahim teratur yang terjadi sekurang- kurangnya setiap 5 menit dan berlangsung 30 sampai 60 detik (Christina, 2001).
Keberhasilan sebuah proses persalinan sangat dipengaruhi oleh kondisi fisik ibu dan bayi, kondisi psikis maupun penolong yang membantu proses persalinan. Bila salah satu dari faktor tersebut ada yang tidak sesuai bisa terjadi masalah dalam proses persalinan, baik terhadap ibu atau bayinya. Hal ini sangat penting, mengingat beberapa kasus kematian ibu dan bayi diakibatkan oleh tidak terdeteksinya secara dini adanya salah satu dari faktor-faktor tersebut, sehingga terjadi keterlambatan penanganan (Asrinah, et al. 2010).
Persalinan yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan proses persalinan tidak berjalan lancar sehingga lama persalinan lebih lama dari normal atau terjadi partus lama. Faktor-faktor yang mempengaruhi lamanya persalinan meliputi faktor ibu, faktor janin, dan faktor jalan lahir. Faktor ibu meliputi paritas, his dan usia. Faktor janin meliputi sikap, letak, malposisi dan malpresentasi, janin besar, dan kelainan kongenital seperti hidrosefalus. Sedangkan faktor jalan lahir meliputi panggul sempit, tumor pada pelvis, kelainan pada serviks dan vagina (Prawirohardjo, 2006).
S e b a g i a n i b u h a m i l a k a n m e n g h a d a p i k e g a w a t a n d e n g a n d e r a j a t r i n g a n s a m p a i b e r a t ya n g d a p a t m e m b e r i k a n b a h a y a t e r j a d i n ya ketidaknyamanan, ketidakpuasan, kesakitan, kecacatan bahkan kematian bagi ibu dan bayinya.Komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan pasca persalinan, uri tertinggal, partus tak maju/partus lama serta infeksi.Komplikasi kehamilan, persalinan dan nifas merupakan
masalah kesehatan yang penting, bilatidak ditanggulangi akan
menyebabkan angka kematian ibu yang tinggi
Kematianbseorangbibuvd a l a m p r o s e s r e p r o d u k s i m e r u p a k a n t r a g e d i y a n g m e n c e m a s k a n . K e b e r a d a a n s e o r a n g i b unm e r u p a k a n t o n g g a k
2
u n t u k t e r c a p a i n ya k e l u a r g a ya n g s e j a h t e r a d a n k e m a t i a n s e o r a n g i b u merupakan suatu bencana bagi keluarganya. Dampak sosial dan ekonomi kejadian ini dapatdipastikan sangat besar, baik bagi keluarga, masyarakat maupun angkatan kerja
1.2 Rumusan Masalah
1. Permasalahan apa saja yang ditemukan dalam proses kehamilan dan
persalinan
2. Penatalaksanaan apa saja yang dapat dilakukan dalam proses persalinan yang
Bermasalah
1.3. Tujuan
Makalah ini disusun bertujuan untuk:
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah maternitas
2. Untuk menambah informasi kepada mahasiswa keperawatan pada khususnya dan
mahasiswa lain pada umumnya mengenai masalah yang ditemukan dalam proses kehamilan dan persalinan.
3. Untuk menambah literatur bacaan mahasiwa keperawatan pada khususnya dan
3
BAB 2 PEMBAHASAN
1. SECTIO CAESAREA
a. Pengertian
Sectio caesaria adalah suatu cara melahirkan janin dengan sayatan pada dinding uterus melalui dinding depan perut. (Rustam Mochtar, 1992). Sectio caesaria adalah suatu persalinan buatan dimana janin dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding depan perut dan dinding rahim dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500 gram (Sarwono, 1991).
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
b. Etiologi
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-hal yang perlu tindakan SC proses persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan normal ( Dystasia ).
a) Pada Ibu
disproporsi kepala panggul
Disfungsi uterus
Distosia jaringan lunak
Plasenta previa
His lemah / melemah
b) Pada anak
Janin besar
Gawat janin
Letak lintang
4
c. Jenis- jenis sectio caesarea
1. Abdomen ( Sectio Caesarea Abdominalis )
a) Sectio Caesarea Transperitonealis
Sectio Caesarea klasik atau corporal dengan insisi memanjang pada corpus uteri, dilakukan dengan membuat sayatan memanjang pada corpus uteri kira – kira 10 cm.
Kelebihan:
o Mengeluarkan janin lebih cepat
o Tidak menyebabkan komplikasi tertariknya vesica urinaria
o Sayatan bisa diperpanjang proximal atau distal.
Kekurangan :
o Mudah terjadi penyebaran infeksi intra abdominal karena tidak ada retroperitonealisasi yang baik.
o Sering terjadi rupture uteri pada persalinan berikutnya.
b) Sectio Caesarea ismika atau profunda atau low cervical dengan insisi pada segmen bawah rahim.
Dilakukan dengan membuat sayatan melintang ( konkaf ) pada segmen bawah rahim, kira – kira 10 cm.
Kelebihan:
o Penutupan luka lebih mudah.
o Penutupan luka dengan retroperitonealisasi yang baik.
o Tumpang tindih dari peritoneal flap baik sekali untuk
menahan penyebaran isi uterus ke rongga peritoneum.
o Perdarahan kurang.
o Kemungkinan terjadi rupture uteri spontan kurang / lebih kecil dari pada cara klasik.
Kekurangan:
o Luka dapat melebar ke kiri , ke kanan dan ke bawah
sehingga dapat menyebabkan arteri Uterina putus sehingga terjadi pendarahan hebat.
5
c) Sectio Caesarea Extraperitonealis yaitu tanpa membuka peritoneum parietalis dengan demikian tidak membuka cavum abdomen.
2. Vagina ( Sectio Caesarea Vaginalis )
Menurut arah sayatan rahim, section caesarea dapat dilakukan sebagai berikut:
o Sayatan memanjang ( longitudinal )
o Sayatan melintang ( transversal )
o Sayatan huruf T ( T incision )
d. Indikasi
Operasi sectio caesarea dilakukan jika kelahiran pervaginal mungkin akan menyebabkan resiko pada ibu ataupun pada janin, dengan pertimbangan hal-halyang perlu tindakan SC proses persalinan normal lama/ kegagalan proses persalinan normal ( Dystasia )
Fetal distress
His lemah / melemah
Janin dalam posisi
Kalainan letak
sungsang atau melintang
Bayi besar ( BBL≥4,2 kg )
Plasenta previa
Disproporsi cevalo-pelvik ( ketidakseimbangan antar ukuran kepala
dan panggul)
Rupture uteri mengancam
Hydrocephalus
Primi muda atau tua
Partus dengan komplikasi
Panggul sempit
6
e. Komplikasi
Syok Hemoragi Retensio urinary Infeksi jalan kencing Distensi perut
Terbukanya luka operasi eviserasi f. Persiapan pasien
a) Status Kesehatan fisik Secara Umum
Sebelum dilakukan pembedahan, penting dilakukan pemeriksaan status kesehatan secara umum, meliputi identitas klien, riwayat penyakit, seperti kesehatan masa lalu, riwayat kesehatan keluarga, pemeriksaan fisik lengkap, status kardiovaskuler, status pernapasan, fungsi ginjal dan hepatic, fungsi endokrin, fungsi imunologi, dan lain-lain. Selain itu pasien harus istirahat yang cukup karena dengan istirahat dan tidur yang cukup pasien tidak akan mengalami stress fisik, tubuh lebih rileks, sehingga bagi pasien yang memiliki riwayat hipertensi, tekanan darahnya dapat stabil.
b) Status Nutrisi
Kebutuhan nutrisi ditentukan dengan mengukur tinggi badan dan berat badan, lipat kulit trisep, lingkar lengan atas, kadar protein darah (albumin dan globulin) dan keseimbangan nitrogen. Segala bentuk defenisi Nutrisi harus di koreksi sebelum pembedahan untuk memberikan protein yang cukup untuk perbaikan jaringan. Kondisi gizi buruk dapat mengakibatkan pasien mengalami berbagai komplikasi pasca operasi dan mengakibatkan pasien menjadi lebih lama dirawat di Rumah Sakit. Komplikasi yang paling sering terjadi adalah infeksi pasca operasi, dehisiensi (terlepasnya jahitan sehingga luka tidak bisa menyatu), demam dan penyembuhan luka yang lama. Pada kondisi yang serius pasien dapat mengalami sepsis yang bisa mengakibatkan kematian.
7
c) Keseimbangan Cairan Dan Elektrolit
Balance cairan perlu diperhatikan dalam kaitannya dengan input dan output cairan.Keseimbangan cairan dan elektrolit terkait erat dengan fungsi ginjal. Dimana ginjal berfungsi mengatur mekanisme asam basa dan ekskresi metabolit obat-obat anestesi. Jika fungsi ginjal baik maka operasi dapat dilakukan dengan baik. Namun jika ginjal mengalami gangguan seperti oliguri/anuria, nefritis akut maka operasi harus ditunda menunggu perbaikan fungsi ginjal.Kecuali pada kasus – kasus yang mengancam jiwa.
d) Kebersihan Lambung Dan Kolon
Lambung dan kolon harus dibersihkan terlebih dahulu. Intervensi keperawatan yang bisa diberikan adalah pasien dipuasakan dan dilakukan tindakan pengosongan lambung dan kolon dengan tindakan enema. Lamanya puasa berkisar antara 7 sampai 8 jam (biasanya puasa dilakukan mulai pukul 24.00 WIB). Tujuan dari pengosongan lambung dan kolon adalah menghindari kontaminasi feses ke area pembedahan sehingga menghindarkan terjadinya infeksi pasca pembedahan. Khusus pada pasien yang membutuhkan operasiCITO (segera) maka pengosongan lambung dapat dilakukan dengan cara pemasangan NGT (naso gastric tube)
e) Pencukuran daerah operasi
Ditujukan untuk menghindari terjadinya infeksi pada daerah yang dilakukan pembedahan. Daerah yang dilakukan pencukuran tergantung pada jenis operasi dan daerah yang akan dioperasi. Biasanya daerah sekitar alat kelamin ( pubis ) dilakukan pencukuran jika yang dilakukan operasi pada daerah sekitar perut dan paha. Misalnya appendioktomi, herniotomi, uretrolithiasis, operasi pemasangan plate pada fraktur femur, hemoroidektomi. Selain terkait daerah pembedahan pencukuran pada lengan juga dilakukan pada pemasangan infus sebelum pembedahan.
8
f) Personal Hygiene
Kebersihan tubuh pasien sangat penting untuk persiapan operasi karena tubuh yang kotor dapat merupakan sumber kuman dan dapat mengakibatkan infeksi pada daerah yang dioperasi.
g) Pengosongan kandung kemih
Dilakukan dengan pemasangan kateter. Selain untuk pengosongan isi bladder tindakan kateterisasi juga diperlukan untuk mengobservasi balance.
h) Persiapan Mental.
Persiapan mental merupakan hal yang tidak kalah pentingnya dalam proses persiapan operasi karena mental pasien yang tidak siap atau labil dapat berpengaruh terhadap kondisi fisiknya. Tindakan pembedahan merupakan ancaman potensial maupun aktual pada integritas seseorang yang dapat membangkitkan reaksi strees fisiologis maupun psikologis. (Barbara C. Long, 2005).
Persiapan mental yang dapat dilakukan kepada pasien diantaranya:
Memberikan penjelasan tentang indikasi operasi yang dilakukan demi keselamatan ibu dan janin.
Memberikan penjelasan tentang tindakan dan pembiusan yang akan dilakukan.
Mengorientasikan klien sebelum operasi kerungan bedah atau kamar operasi.
Memberi kesempatan kepada suami atau orang tua untuk mendampingi pasien di ruang tunggu sebelum operasi dimulai. Mengajak klien dan keluarga untuk berdo’a demi kelancaran
operasi yang kan dilakukan. i) Informed consent
Selain dilakukannya pemeriksaan penunjang terhadap pasien, hal lain yang sangat penting terkait dengan aspek hukum dan tanggung jawab dan tanggung gugat, yaitu Inform Consent. Baik pasien maupun keluarganya harus menyadari bahwa tindakan medis,
9
operasi sekecil apapun mempunyai resiko. Oleh karena itu setiap pasien yang akan menjalani tindakan medis wajib menuliskan surat pernyataan persetujuan dilakukan tindakan medis (pembedahan dan anastesi).
j) Persiapan Penunjang Pre-Op Sectio Caesarea
Persiapan penunjang merupakan bagian yang tidak dapat
dipisahkan dari tindakan pembedahan. Tanpa adanya hasil
pemeriksaan penunjang,maka dokter bedah tidak mungkin bisa
menentukan tindakan operasi yang harus dilakukan pada pasien.
Pemeriksaan penunjang yang dimaksud adalah berbagai
pemeriksaan radiologi, laboratorium maupun pemeriksaan lain seperti ECG (elektrocardiography) dan lain-lain.
Di bawah ini adalah berbagai jenis pemeriksaan penunjang yang
sering dilakukan pada pasien sebelum operasi (tidak semua jenis
pemeriksaan dilakukan pada pasien, namun tergantung pada jenis
penyakit dan operasi yang dijalani oleh pasien). Pemeriksaan penunjang antara lain :
a. Pemeriksaan Radiologi dan Diagnostik, seperti : foto thoraks,
abdomen, foto tulang, ( daerah fraktur ), USG ( Ultra Sono
Grafi ), CT scan ( computerized Tomography Scan ), MRI
( Magnetic Resonance Imagine ), BNO – IVP, Renogram,
Cystoscopy, Mammography, CIL (Colon In Loop), EKG, dan lain lain.
b. Pemeriksaan Laboratorium, berupa pemeriksaan darah :
hemoglobin, angka leukosit, Limfosit, LED ( laju endap darah ),
10
BT ( blooding time ), Ureum kreatinin, dll. Bisa juga dilakukan
pemeriksaan pada sumsum tulang jika penyakit terkait dengan kelainan darah.
c. Biopsi, yaitu tindakan sebelum operasi berupa pengambilan
bahan jaringan tubuh untuk memastikan penyakit pasien sebelum
operasi. Biopsi biasanya dilakukan untuk memastikan apakah ada tumor ganas / jinak atau hanya berupa infeksi kronis saja.
d. Pemeriksaan Kadar Gula Darah ( KGD ). Pemeriksaan KGD
dilakukan untuk mengetahui apakah kadar gula darah pasien
dalam batas normal atau tidak. Uji KGD biasanya dilakukan
dengan puasa 10 jam dan juga dilakukan pemeriksaan KGD 2 jam
PP ( Post Prandial ).
2. PLACENTA PREVIA
a. Pengertian
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir. Pada keadaan normal plasenta berada pada bagian atas uterus (Prawirohardjo, 2006).
Plasenta previa adalah plasenta yang letaknya abnormal yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir (FKUI, 2000).
Plasenta previa adalah plasenta yang ada didepan jalan lahir (prae = di depan ; vias = jalan). Jadi yang dimaksud A ( Menurut
11
Plasenta previa merupakan implantasi plasenta di bagian bawah sehingga menutupi ostium uteri internum, serta menimbulkan perdarahan saat pembentukan segmen bawah rahim. (Menurut Cunningham 2006).
Placenta Previa adalah keadaan dimana placenta berimplantasi pada tempat abnormal yakni pada segmen bawah rahim, sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan/ostium uteri internal (OUI). Pada plasenta pervia, jaringan plasenta tidak tertanam dalam korpus uteri jauh dari ostium internum servisis, tetapi terletak sangat dekat atau pada ostium internum tersebut.
b. Klasifiksi
Klasifikasi plasenta previa berdasarkan terabanya jaringan plasenta melalui pembukaan jalan lahir pada waktu atau derajat abnormalitas tertentu :
1. Plasenta previa totalis : bila ostium internum servisis seluruh pembukaan jalan lahir tertutup oleh plasenta.
2. Plasenta previa lateralis : ostium internum servisis bila hanya sebagian pembukaan jalan lahir tertutup oleh plasenta.
3. Plasenta previa marginalis : bila pinggir plasenta berada tepat pada pinggir pembukaan jalan lahir.
4. Plasenta previa letak rendah : bila plasenta berada 3-4 cm diatas pinggir pembukaan jalan lahir.
Derajat plasenta previa akan tergantung kepada luasnya ukuran dilatasi serviks saat dilakukan pemeriksaan. Perlu ditegaskan bahwa palpasi digital untuk mencoba memastikan hubungan yang selalu berubah antara tepi plasenta dan ostium internum ketika serviks berdilatasi, dapat memicu terjadinya perdarahan hebat
12
Gambar 2. Lokasi placenta previa c. Etiologi
Menurut Manuaba (2003), penyebab terjadinya plasenta previa diantaranya adalah mencakup :
a. Perdarahan (hemorrhaging). b. Usia lebih dari 35 tahun. c. Multiparitas.
d. Pengobatan infertilitas. e. Multiple gestation. f. Erythroblastosis.
g. Riwayat operasi/pembedahan uterus sebelumnya. h. Keguguran berulang.
i. Status sosial ekonomi yang rendah. j. Jarak antar kehamilan yang pendek. k. Merokok.
Penyebab plasenta previa secara pasti sulit ditentukan, tetapi ada beberapafaktor yang meningkatkan risiko terjadinya plasenta previa, misalnya bekasoperasi rahim (bekas sesar atau operasi mioma), sering mengalami infeksirahim (radang panggul), kehamilan ganda, pernah plasenta previa, atau kelainan bawaan rahim
d. Tanda dan gejala
Perdarahan tanpa nyeri.
Perdarahan berulang.
Warna perdarahan merah segar.
Adanya anemia dan renjatan yang sesuai dengan keluarnya darah.
13 Waktu terjadinya saat hamil.
His biasanya tidak ada.
Rasa tidak tegang (biasa) saat palpasi.
Denyut jantung janin ada.
Teraba jaringan plasenta pada periksa dalam vagina.
Penurunan kepala tidak masuk pintu atas panggul.
Presentasi mungkin abnormal.
Jadi Kejadian yang paling khas pada plasenta previa adalah pendarahan tanpa nyeri biasanya baru terlihat setelah trimester kedua atau sesudahnya. Namun demikian, banyak peristiwa abortus mungkin terjadi akaibat lokasi abnormal plasenta yang sedngan tumbuh. Penyebab pendarahan perlu ditegaskan kembali. Kalau plasenta terletak pada ostium internum, pembentukan segmen bawah uterus dan dilatasi ostium internum tanpa bias dielakkan akan mengakibatkan robekan pada tempat pelekantan plasenta yang diikuti oleh pendarahan dari pembuluh- pembuluh darah uterus. Pendarahan tersebut diperberat lagi dengan ketidakmampuan serabut- serabut otot miometrium segmen bawah uterus untuk mengadakan kontaksi dan retraksi agar bias menekan bembuluh darah yang rupture sebagaimana terjadi secara normal ketika terjadi pelepasan plasenta dari dalam uterus yang kosong pada kala tiga persalinan.
Akibat pelekatan yang abnormal seperti terlihat pada plasenta akreta, atau akibat daerah pelekatan yang sangat luas, maka proses perlekatan plasenta kadangkala terhalang dan kemudian dapat terjadi pendarahan yang banyak setelah bayi dilahirkan. Pendarahan dari tempat implantasi plasenta dalam segmen bahwa uterus dapat berlanjut setelah plasentah dilahirkan, mengingat segmen bahwa uterus lebih cendrung memiliki kemampuan kontraksi yang jelek dibandingkan korpus uteri. Sebagai akibatnya, pembuluh darah memintas segmen bahwa kurang mendapat kompresi. Pendarahan dapat terjadi pula akibat laserasi pada bagian bahwa uterus dan serviks yang rapuh, khususnya pada usaha untuk mengeluarkan plasenta yang melekat itu secara manual.
14
e. Diagnosa dan gambaran klinis a) Anamneses
Gejala pertama; perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu/trimester III
Sifat perdarahan; tanpa sebab, tanpa nyeri, berulang
Sebab perdarahan; placenta dan pembuluh darah yang robek;
terbentuknya SBR, terbukanya osteum/manspulasi
intravaginal/rectal.
Sedikit banyaknya perdarahan; tergantung besar atau kecilnya robekan pembuluh darah dan placenta.
b) Inspeksi
Dapat dilihat perdarahan pervaginam banyak atau sedikit.
Jika perdarahan lebih banyak; ibu tampak anemia. c) Palpasi abdomen
Janin sering belum cukup bulan; TFU masih rendah.
Sering dijumpai kesalahan letak
Bagian terbawah janin belum turun, apabila letak kepala biasanya kepala masih goyang/floating.
f. Komplikasi
Menurut Roeshadi (2004), kemungkinan komplikasi yang dapat ditimbulkan dari adanya plasenta previa adalah sebagai berikut :
a) Pada ibu dapat terjadi :
Perdarahan hingga syok akibat perdarahan
Anemia karena perdarahan
Plasentitis
Endometritis pasca persalinan b) Pada janin dapat terjadi :
Persalinan premature
Asfiksia berat g. Penatalaksanaan
a) Konservatif bila :
15
Perdarahan tidak ada atau tidak banyak (Hb masih dalam batas normal).
Tempat tinggal pasien dekat dengan rumah sakit (dapat menempuh perjalanan selama 15 menit).
Perawatan konservatif berupa :
Istirahat.
Memberikan hematinik dan spasmolitik untuk mengatasi anemia.
Memberikan antibiotik bila ada indikasii. Pemeriksaan USG, Hb, dan hematokrit.
Bila selama 3 hari tidak terjadi perdarahan setelah melakukan perawatan konservatif maka lakukan mobilisasi bertahap. Pasien dipulangkan bila tetap tidak ada perdarahan. Bila timbul perdarahan segera bawa ke rumah sakit dan tidak boleh melakukan senggama.
b) Penanganan aktif bila :
Perdarahan banyak tanpa memandang usia kehamilan.
Umur kehamilan 37 minggu atau lebih.
Anak mati
Penanganan aktif berupa :
Persalinan per vaginam. Persalinan per abdominal.
Penderita disiapkan untuk pemeriksaan dalam di atas meja operasi (double set up) yakni dalam keadaan siap operasi. Bila pada pemeriksaan dalam didapatkan :
Plasenta previa marginalis
Plasenta previa letak rendah
Plasenta lateralis atau marginalis dimana janin mati dan serviks sudah matang, kepala sudah masuk pintu atas panggul dan tidak
16
ada perdarahan atau hanya sedikit perdarahan maka lakukan amniotomi yang diikuti dengan drips oksitosin pada partus per vaginam bila gagal drips (sesuai dengan protap terminasi kehamilan). Bila terjadi perdarahan banyak, lakukan seksio sesar.
c) Penanganan (pasif)
Tiap perdarahan triwulan III yang lebih dari show harus segera dikirim ke Rumah sakit tanpa dilakukan suatu manipulasi/UT.
Apabila perdarahan sedikit, janin masih hidup, belum inpartus, kehamilan belum cukup 37 minggu/berat badan janin kurang dari 2.500 gram persalinan dapat ditunda
dengan istirahat, obat-obatan; spasmolitik,
progestin/progesterone, observasi teliti.
Siapkan darah untuk transfusi darah, kehamilan
dipertahankan setua mungkin supaya tidak prematur
Bila ada anemia; transfusi dan obat-obatan penambah darah. Penatalaksanaan kehamilan yang disertai komplikasi plasenta previa dan janin prematur tetapi tanpa perdarahan aktif, terdiri atas penundaan persalinan dengan menciptakan suasana yang memberikan keamanan sebesar-besarnyabagi ibu maupun janin. Perawatan di rumah sakit yang memungkinkan pengawasan ketat, pengurangan aktivitas fisik, penghindaran setiap manipulasi intravaginal dan tersedianya segera terapi yang tepat, merupakan tindakan yang ideal. Terapi yang diberikan mencangkup infus larutan elektrilit, tranfusi darah, persalinan sesarea dan perawatan neonatus oleh ahlinya sejak saat dilahirkan.
Pada penundaan persalinan, salah satu keuntungan yang kadang kala dapat diperoleh meskipun relatif terjadi kemudian dalam kehamilan, adalah migrasi plasenta yang cukup jauh dari serviks, sehingga plasenta previa tidak lagi menjadi permasalahn utama. Arias (1988) melaporkan hasil-hasil yang luar biasa pada cerclage
17
serviks yang dilakukan antara usia kehamilan 24 dan 30 minggu pada pasien perdarahan yang disebabkan oleh plasenta previa.
3. SOLUTIO PLACENTA
a. pengertian
Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta dengan implantasi normal sebelum waktunya pada kehamilan yang berusia diatas 28 minggu. (Manuaba dan Ida Bagus Gde. 2003).
Solusio plasenta atau abrupsio plasenta adalah pelepasan prematur dari
plasenta letak normal yang terjadi setelah usia kehamilan 22 minggu. ( buku ajar bidan, 2009, hal : 297)
Solusio plasenta adalah lepasnya plasenta sebelum waktunya, pada usia kehamilan 22 minggu atau dengan perkiraan berat janin lebih dari 500 gram. (Ida Bagus Gde Manuaba. 2007.)
Solusio plasenta (atau abruption plaseta) didefinisikan sebagai pemisahan premature plasenta yang implantasinya normal. (Leveno dan Kenneth J. 2009.)
Solutio Plasenta adalah lepasnya plasenta dengan implantasi normal sebelum waktunya pada kehamilan yang berusia di atas 28 minggu. (Arif Mansjoer. Kapita Selekta edisi 3 jilid 1, Media Aeskulapius. 2001).
b. Klasifikasi dan Macam Solutio Plasenta
Menurut Nita Norma ( tahun 2013 hal 213- 215 ) solusio plasenta di klasifikasikan menjadi beberapa tipe :
a) Berdasarkan gejala klinis yang ditimbulkan :
Kelas 0 : Asimptomatik. Diagnosa ditegakkan secara retrospektif dengan menemukan hematoma atau daerah yang mengalami pendesakan pada plasenta. Ruptur sinus marginal juga dimasukkan dalam kategori ini.
18
Kelas 1 : gejala klinis ringan dan terdapat pada hampir 48 % kasus. Gejala meliputi tidak ada perdarahan pervaginam sampai perdarahan pervaginam ringan, uterus sedikit tegang, tekanan darah dan denyut jantung maternal normal, tidak ada koagulopati dan tidak ditemukan tanda – tanda fetal distress.
Kelas 2 : gejala klinik sedang dan terdapat ± 27 % kasus. Perdarahan pervaginam bisa ada atau tidak ada, ketegangan uterus sedang sampai berat dengan kemungkinan kontraksi tetanik, takikardi maternal dengan perubahan ortostatik tekanan darah dan denyut jantung, terdapat fetal distress dan hipofibrinogenemi ( 150 – 250 mg/dl).
Kelas 3 : gejala berat dan terdapat pada hampir 24 % kasus, perdarahan pervaginam dari tidak ada sampai berat , uterus tetanik dan sangat nyeri, syok maternal, hipofibrinogemi ( < 150 mg/dl ), koagulopati serta kematian janin.
b) Berdasarkan ada tidaknya perdarahan pervaginam :
Solusio plasenta yang nyata / tampak ( revealed )
Terjadinya perdarahan pervaginam, gejala klinis sesuai dengan jumlah kehilangan darah, tidak terdapat ketegangan uterus, atau ringan.
Solusio plasenta yang tersembunyi ( concealed)
Tidak terdapat perdarahan pervaginam, uterus tegang dan hipertonus, sering terjadi fetal distres berat. Tipe ini sering disebut retroplasental.
Solusio plasenta tipe campuran ( mixed )
Terjadi perdarahan baik retroplasental atau pervaginam, uterus tetanik.
c) Berdasarakan jumlah perdarahan yang terjadi :
Solusio plasenta ringan : perdarahan pervaginam < 100 ml.
Solusio plasenta sedang : perdarahan pervaginam 100 – 500 ml, hipersensititas uterus atau peningkatan tonus, syok ringan, dapat terjadi fetal distres.
19
Solusio plasenta berat : perdarahan pervaginam luas > 500 ml, uterus tetanik, syok maternal sampai kematian janin dan koagulopati.
d) Berdasarkan luasnya plasenta yang terlepas dari uterus :
Solusio plasenta ringan : kurang dari ¼ bagian plasenta terlepas. Perdarahan kurang dari 250 ml.
Solusio plasenta sedang : plasenta yang terlepas ¼ - 2/3 bagian. Perdarahan < 1000 ml, uterus tegang, terdapat fetal distress akibat insufisiensi uteroplasenta.
Solusio plasenta berat : plasenta yang terlepas > 2/3 bagian, perdarahan > 1000 ml, terdapat fetal distress sampai dengan kematian janin, syok maternal koagulopati.
c. Etiologi
Etiologi solusio plasenta belum diketahui dengan jelas, namun diduga hal-hal tersebut dapat disebabkan karena beberapa keadaan tertentu dapat menyertainya. Adapun faktor predisposisinya antara lain :
Hipertensi dalam kehamilan (penyakit hipertensi menahun,
preeklamsi, eklamsia)
Multiparitas, dengan umur ibu yang tua ( < 20 atau > 35 tahun)
Tali pusat pendek
Defisiensi gizi, asam folat
Trauma abdomen mis: kecelakaan lalu lintas
Tekanan pada vena cava inferior
Merokok
Mengkonsumsi alkohol
Penyalahgunaan obat – obatan
d. phatofisiologi
Terjadinya solusio plasenta dipicu oleh perdarahan ke dalam desidua basalis yang kemudian terbelah dan meningkatkan lapisan tipis yang melekat pada mometrium sehingga terbentuk hematoma desidual yang
20
menyebabkan pelepasan, kompresi dan akhirnya penghancuran plasenta yang berdekatan dengan bagian tersebut.
Ruptur pembuluh arteri spiralis desidua menyebabkan hematoma retro plasenta yang akan memutuskan lebih banyak pembuluh darah, hingga pelepasan plasenta makin luas dan mencapai tepi plasenta, karena uterus tetap berdistensi dengan adanya janin, uterus tidak mampu berkontraksi optimal untuk menekan pembuluh darah tersebut. Selanjutnya darah yang mengalir keluar dapat melepaskan selaput ketuban.
e. Pathway
Trauma
Perdarahan ke dalam desidualbasalis Terbelah & meninggal lapisan tipis pada miometrium
Terbentuk hematoma desidual Penghancuran plasenta
Ruptur pembuluh arteri spinalis desidua Hematoma retroplasenta
Pelepasan plasenta lebih banyak Uterus tidak mampu berkontraksi optimal
Darah mengalir keluar dapat melepaskan selaput ketuban Syok hipovolemik
d. Manifestasi Klinis
Perdarahan pervaginam disertai rasa nyeri di perut yang terus menerus, warna darah merah kehitaman.
21
Rahim keras seperti papan dan nyeri dipegang karena isi rahim bertambah dengan darah yang berkumpul di belakang plasenta hingga rahim teregang (wooden uterus).
Palpasi janin sulit karena rahim keras
Fundus uteri makin lama makin naik
Auskultasi DJJ sering negatife
Kala uri pasien lebih buruk dari jumlah darah yang keluar
Sering terjadi renjatan (hipovolemik dan neurogenik)
Pasien kelihatan pucat, gelisah dan kesakitan
Keluhan dan gejala pada solusio plasenta dapat bervariasi cukup luas. Sebagai contoh, perdarahan eksternal dapat banyak sekali meskipun pelepasan plasenta belum begitu luas sehingga menimbulkan efek langsung pada janin, atau dapat juga terjadi perdarahan eksternal tidak ada, tetapi plasenta sudah terlepas seluruhnya dan janin meninggal sebagai akibat langsung dari keadaan ini.
Solusio plasenta dengan perdarahan tersembunyi mengandung
ancaman bahaya yang jauh lebih besar bagi ibu, hal ini bukan saja terjadi akibat kemungkinan koagulopati yang lebih tinggi, namunjuga akibat intensitas perdarahan yang tidak diketahui sehinga pemberian transfusi sering tidak memadai atau terlambat.
e. Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium: Hemoglobin, hematokrit, trombosit, waktu
protrombin, waktu pembekuan, waktu tromboplastin parsial, kadar fibrinogen, gen elektrolitplasenta. CBC, C T, BT, Elektrolit(bila perlu).
Keadaan janin: Kardiootokografi, Doppler, Laennec.
USG: Menilai letak plasenta, usia kehamilan dan keadaan janin secarakeseluruhan.
22
f. Penatalaksanaan
a) Harus dilakukan di rumah sakit dengan fasilitas operasi .
b) Sebelum dirujuk , anjurkan pasien untuk tirah baring total dengan menghadap ke kiri , tidak melakukan senggama , menghindari peningkatan tekanan rongga perut .
c) Pasang infus cairan Nacl fisiologi . Bila tidak memungkinkan, berikan cairan peroral .
d) Pantau tekanan darah & frekuensi nadi tiap 15 menit untuk mendeteksi adanya hipotensi / syk akibat perdarahan . pantau pula BJJ & pergerakan janin .
e) Bila terdapat renjatan , segera lakukan resusitasi cairan dan tranfusi darah , bila tidak teratasi , upayakan penyelamatan optimal dan bila teratsi perhatikan keadaan janin .
f) Setelah renjatan diatasi pertimbangkan seksio sesarea bila janin masih hidup atau persalinan pervaginam diperkirakan akan berlangsung lama . bila renjatan tidak dapat diatasi , upayakan tindakan penyelamatan optimal .
g) Setelah syok teratasi dan janin mati , lihat pembukaan . bila lebih dari 6 cm pecahkan ketuban lalu infus oksitosin . bila kurang dari 6 cm lakukan seksio sesarea .
h) Bila tidak terdapat renjatan dan usia gestasi kurang dari 37 minggu /taksiran berat janin kurang dari 2.500 gr . penganganan berdasarkan berat / ringannya penyakit yaitu :
Solusio plasenta ringan .
- Ekspektatif , bila ada perbaikan ( perdarahan berhenti , kontraksi uterus tidak ada , janin hidup ) dengan tirah baring atasi anemia , USG & KTG serial , lalu tunggu persalinan spontan .
- Aktif , bila ada perburukan ( perdarahan berlangsung terus , uterus berkontraksi , dapat mengancam ibu / janin ) usahakan partus pervaginam dengan amnintomi / infus oksitosin bila memungkinan . jika terus perdarahan skor
23
pelvik kurang dari 5 / ersalinan masih lama , lakukan seksi sesarea
Solusio plasenta sedang / berat . - Resusitasi cairan .
- Atasi anemia dengan pemberian tranfusi darah . - Partus pervaginam bila diperkirakan dapat berkurang
dalam 6 jam perabdominam bila tidak dapat renjatan , usia gestasi 37 minggu / lebih / taksiran berat janin 2.500 gr / lebih , pikirkan partus perabdominam bila persalinan pervaginam diperkirakan berlangsung lama
4. PENDARAHAN POST PARTUM
a. Pengertian
Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah persalinan berlangsung.
b. Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan perdarahan post partum adalah :
Grandemultipara
Jarak perasalinan pendek kurang dari 2 tahun
Persalinan yang dilakukan dengan tindakan : pertolongan kala uri sebelum waktunya, pertolongan persalinan oleh dukun, persalinan dengan tindakan paksa persalinan dengan narkosa.
c. Klasifikasi
Perdarahan postpartum dibagi menjadi perdarahan postpartum primer dan sekunder :
a) Perdarahan postpartum primer
Perdarahan postpartum primer terjadi dalam 24 jam pertama, penyebab utamanya Perdarahan postpartum primer adalah atonia uteri retensio plasenta, sisa plasenta dan robekan jalan lahir. Terbanyak dalam 2 jam pertama.
24
b) Perdarahan postpartum sekunder
Perdarahan postpartum sekunder terjadi setelah 24 jam pertama. Penyebab utama perdarahan postpartum sekunder adalah robekan jalan lahir dan sisa plasenta atau membran. (Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan & KB, hal. 295)
d. Tanda dan Gejala
a) Uterus tidak berkontraksi dan lembek.
Perdarahan segera setelah anak lahir disertai dengan penyulit seperti shyok, bekuan darah pada serviks atau posisi terlentang akan menghambat aliran darah keluar (atonia uteri).
b) Darah segar yang mengalir segera setelah bayi lahir, uterus berkontraksi dan keras, plasenta lengkap.
Hal ini disertai dengan penyulit seperti pucat, lemah dan menggigil (robekan jalan lahir).
c) Plasenta belum lahir setelah 30 menit, pendarahan segera, uterus berkontraksi dan keras.
Ditemukan penyulit seperti tali pusat putus akibat retraksi yang berlebihan, inversion uteri akibat tarikan dan terjadi pendarahan lanjutan (retensio plasenta)
d) Plasenta atau sebagian selaput (mengandung pembuluh darah)
Tidak lengkap, terjadi perndarahan segera. Disertai dengan penyulit seperti uterus berkontraksi tetapi tinggi fundus tidak berkurang (tertinggalnya sebagian plasenta atau res plasenta).
e. Persiapan pasien
Menjelaskan dan meminta persetujuan kepada pasien bahwa akan dilakukan suatu tindakan untuk menghentikan perdarahan. Memberikan posisi senyaman mungkin kepada pasien agar tidak
terlalu merasakan nyeri.
Jika pasien dalam kondisi tidak sadar, makan beritahu keluarga dan meminta peretujuan bahwa akan dilakukan suatu tindakan untuk menghentikan perdarahan
25
f. Prinsip-prinsip penatalaksanaan perdarahan postaprtum Prinsip-prisnip penatalaksanaan PPH menurut WHO dalam Modul Hemoragi Postpartum yakni :
Kecepatan
Keterampilan
Prioritas
g. Tujuan penatalaksanaan perdarahan postpartum
Tujuan penatalaksanaan perdarahan postpartum menurut WHO dalam Modul Hemoragi Postpartum ialah untuk mempertahankan kehidupan dan kesehatan maternal.
h. Prioritas & penatalaksanaan perarahan postpartum
a) Prioritas & penatalaksanaan perarahan postpartum menurut buku Modul Hemorragi Postpartum ialah :
b) Tentukan diagnosa
c) Agar perdarahan berhenti, uterus harus dibuat berkontraksi dengan masase uterus dan keluarkan bekuan darah.
d) Kosongkan kandung kemih ibu jika kandung kemih ibu penuuh, karena kandung kemih yang penuh dapat mengurangi kontraksi uterus.
e) Kaji kondisi pasien(denyut nadi, tekanan darah, warna kulit, kesadaran, tonus, uterus) dan perkirakan banyaknya darah yang keluar.
f) Perbaiki keadaan umum dengan memasang infus menggunakan cairan normal salin atau natrium laktat karena cairan tersebut dapat diberikan dengan cepat, maka volume, tekanan dan sirkulasi darah dapat pertahankan.
g) Ambil darah untuk pemeriksaan hemoglobin, golongand arah dan pencocokan silang.
h) Pada kasus syok parah, gunakan plasma ekspander atau transfusi darah yang tersedia. Keuntungan menggunakan plasma ekspander dibandingkan cairan IV lainnya adalah :
Plasma ekspander tetap berada dalam pembuluh darah (cairan lain dapat meresap ke jaringan)
26
Cairan ini menarik cairan lain dari jaringan ke pembuluh darah.
i) Kuretase oleh Dokter j) Pemberian uterotonik.
k) Jika ada indikasi bahwa mungkin terjadi infeksi yang diikuti dengan demam, menggigil, rabas vagina berbau busuk, segera berikan antibiotika spectrum luas : Benzilpenisilin 5 juta IU IV kemudian 2 juta IU setiap 6 jam +gentamisin 100 mg stat IM, kemudian 80 mg tiap 8 jam+metronidazol 400 atau 500mg secara oral setiap 8 jam. Atau – Ampisilin 1 g IV diikuti 500 mg secara IM setiap 6 jam+metronidazol 400 mg atau 500 mg secara oral setiap 8 jam Atau – Benzilpenisilin 5 juta IU IV kemudian 2 juta IU tiap 6 jam+gentamisin 100 mg stat IM lalu 80 gr tiap 6 jam. Atau – Benzilpenisilin 5 juta IU IV kemudian 2 juta IU tiap 6 jam+kloramfenikol 500 mg secara IV tiap 6 jam.
l) Jangan pernah meninggalkan pasien sendiri sampai : 1. Perdarahan telah terkendali
2. Kondisi umum lainnya bagus.
i. PEMERIKSAAN
1) Tenaga profesional perawat kesehatan yang terlatih akan : Menelusuri uterus dengan lembut
Mengeluarkan sisa plasenta pada uterus.
2) Pantau kondisi pasien secara seksama selama 24-48 jam, meliputi : Memeriksa bahwa uterus kenyal & berkontraksi dengan baik Darah yang hilang, suhu, denyut nadi & tekanan darah Kondisi umum (misalnya; kepucatan, tingkat kesadaran) Asupan cairan & haluaran urine
Melakukan pencatatan yang akurat.
3) Sediakan asuhan keperawatan yang baik, antara lain : Kenyamanan fisik & hygiene
Dukungan emosional Melakukan instruksi medis ,
27 5. PRE EKLAMSI/ EKLAMSI
a. Pengertian
Pre eklampsi adalah kondisi khusus dalam kehamilan ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan protein uria. Bisa berhubungan dengan kejang (eklamsia) dan gagal organ ganda pada ibu, sementara komplikasi pada janin meliputi retriksi pertumbuhan dan abrupsioplasenta (Sennan & Chappel, 2001)
Pre eklamsi ialah sekelompok penyulit yang timbul pada masa hamil, persalinan, nifas, dan ditandai adanya hipertensi, protein uriadan edema (Arshita Auliana 2007).
Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa pre eklamsi adalah suatu keadaan pada masa kehamilan yang ditandai dengan adanya peningkatan tekanan darah, protein uria dan adanya edema. Eklampsia merupakan kondisi lanjutan dari preeklampsia yang tidak teratasi dengan baik. Selain mengalami gejala preeklampsia, pada wanita yang terkena eklampsia juga sering mengalami kejang kejang. Eklampsia dapat menyebabkan koma atau bahkan kematian baik sebelum, saat atau setelah melahirkan.
Eklampsia berasal dari kata bahasa Yunani yang berarti “halilintar“ karena gejala eklampsia datang dengan mendadak dan menyebabkan suasana gawat dalam kebidanan. Eklampsia juga disebut sebuah komplikasi akut yang mengancam nyawa dari kehamilan ditandai dengan munculnya kejang tonik - klonik, biasanya pada pasien yang telah menderita preeklampsia. (Preeklamsia dan eklampsia secara kolektif disebut gangguan hipertensi kehamilan dan toksemia kehamilan.) Prawiroharjo 2005.
Eklampsia adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan atau masa nifas yang di tandai dengan kejang ( bukan timbul akibat kelainan saraf ) dan atau koma dimana sebelumnya sudah menimbulkan gejala pre eklampsia. (Ong Tjandra & John 2008 ).
28
b. Klasifikasi Pre-Eklampsia dan Eklampsia
Pre Eklamsia dibagi menjadi 2 golongan,yaitu :
a) Pre Eklamsia ringan, bila disertai keadaan sebagai berikut:
Tekanan darah 140/90 mmHg atau lebih yang diukur pada posisi berbaring terlentang atau kenaikan diastolik 15 mmHg atau lebih atau kenaikan sistolik 30 mmHg atau lebih..
Edema umum, kaki, jari tangan, dan muka atau kenaikan berat badan 1 kg atau lebih per minggu.
Proteinuria kuantitatif 0,3 gr atau lebih per liter, kwalitatif 1+ atau 2+ pada urin kateter atau midstream
b) Pre Eklamsi berat, bila disertai dengan keadaan sebagai berikut: Tekanan darah 160/110 mmHg atau lebih.
Proteinuria 5 gr atau lebih per liter.
Oliguria, yaitu jumlah urin kurang dari 500 cc per 24 jam.
Adanya gangguan serebral, gangguan visus, dan rasa nyeri di epigastrium.
Terdapat edema paru dan sianosis.
Eklampsia menjadi 3 bagian berdasarkan waktu terjadinya eklampsia, Yaitu :
1) Eklampsia gravidarum
Kejadian 50% sampai 60 %
Serangan terjadi dalam keadaan hamil
2) Eklampsia parturientum
Kejadian sekitar 30 % sampai 50 % Saat sedang inpartu
Batas dengan eklampsia gravidarum sukar di tentukan terutama saat mulai inpartu
3) Eklampsia puerperium
Kejadian jarang 10 %
29
Kejang – kejang pada eklampsia terdiri dari 4 tingkat : Stadium invasi ( awal atau aurora )
Mata terpaku dan terbuka tanpa melihat, kelopak mata dan tangan bergetar, kepala dipalingkan ke kanan atau kiri. Stadium ini berlangsung kira-kira 30 menit
Stadium kejang tonik
Seluruh otot badan jadi kaku, wajah kaku, tangan menggenggam dan kaki membengkok ke dalam, pernapasan ke dalam, pernapasan berhenti, muka mulai kelihatan sianosis, lidah dapat tergigit. Stadium ini berlangsung kira-kira 20-30nmenit
Stadium kejang klonik
Semua otot berkontraksi ulang-ulang waktu yang cepat, mulut terbuka dan tertutup. Keluar ludah berbusa dan lidah dapat digigit, mata melotot, muka kelihatan kongesti dan sianosis. Setelah berlangsung selama 1-2 menit kejang klonik berhenti dan penderita tidak sadar, menarik nafas seperti mendengkur. Stadium koma
Lamanya ketidaksadaran ( koma ) ini berlangsung selama beberapa menit sampai berjam-jam. Kadang-kadang antara kesadaran timbul serangan baru dan akhirnya ibu tetap dalam keadaan koma. Selama serangan tekanan darah meninggi, nadi cepat dan suhu naik sampai 40 celcius
c. Etiologi
Penyebab pasti dari kelainan ini masih belum diketahui, namun beberapa penelitian menyebutkan ada beberapa faktor yang dapat menunjang terjadinya preeklampsia dan eklampsia. Faktor faktor tersebut antara lain, gizi buruk, kegemukan dan gangguan aliran darah ke rahim
30
1. Pre eklamsi
Penyebab preeklamsi sampai sekarang belum di ketahui secara pasti,tapi pada penderita yang meninggal karena preeklamsia terdapat perubahan yang khas pada berbagai alat.Tapi kelainan yang menyertai penyakit ini adalah spasmus arteriole, retensi Na dan air dan coogulasi intravaskulaer. Walaupun vasospasmus mungkin bukan merupakan sebab primer penyakit ini, akan tetapi vasospasmus ini yang menimbulkan berbagai gejala yang menyertai preeklamsi.
a. Vasospasmus menyebabkan :
Hypertensi
Pada otak (sakit kepala, kejang)
Pada placenta (solution placentae, kematian janin)
Pada ginjal (oliguri, insuffisiensi)
Pada hati (icterus)
Pada retina (amourose)
b. Ada beberapa teori yang dapat menjelaskan tentang penyebab
preeklamsia yaitu
Bertambahnya frekuensi pada primigravida, kehamilan ganda, hidramnion, dan molahidatidosa
Bertambahnya frekuensi seiring makin tuanya kehamilan Dapat terjadinya perbaikan keadaan penderita dengan
kematian janin dalam uterus
Timbulnya hipertensi, edema, protein uria, kejang dan koma c. Factor Perdisposisi Preeklamsi
Molahidatidosa Diabetes melitus Kehamilan ganda Obesitas
31
2. Eklamsia
Eklampsia terjadi karena perdarahan dinding rahim berkurang sehingga
plasenta mengeluarkan zat-zat yang menyebabkan ischemia
uteroplasenta dan peningkatan tekanan darah. Terjadinya ischemia uteroplasenta dan hipertensi menimbulkan kejang atau sampai koma pada wanita hamil.
Pada eklampsia terjadi spasmus pembuluh darah disertai dengan retensi garam dan air. Pada biopsi ginjal ditemukan spasmus yang hebat dari arteriola glomerulus. Pada beberapa kasus lumen arteriola sedemikian sempitnya sehingga hanya dapat dilalui oleh satu sel darah merah. Jadi jika semua arteriola dalam tubuh mengalami spasmus, maka tekanan darah dengan sendirinya akan naik sebagai usaha untuk mengatasi kenaikan tekanan perifer agar oksigenisasi jaringan dapat dicukupi. Sedangkan kenaikan berat badan dan edema yang disebabkan penimbunan air yang berlebihan dalam ruangan interstisial belum diketahui sebabnya, mungkin disebabkan oleh retensi air dan garam,proteinuriamungkin disebabkan oleh spasmus Arteriola sehingga terjadi perubahan glomerulus.
Perubahan pada organ-organ: 1. Perubahan pada otak
Pada eklampsi, resistensi pembuluh darah meninggi, ini terjadi pula pada pembuluh darah otak. Edema terjadi pada otak yang dapat menimbulkan kelainan serebral dan kelainan pada visus. Bahkan pada keadaan lanjut dapat terjadi perdarahan.
2. Perubahan pada rahim
Aliran darah menurun ke plasenta menyebabkan gangguan plasenta, sehingga terjadi gangguan pertumbuhan janin dan karena kekurangan oksigen terjadi gawat janin. Pada pre-eklampsi dan eklampsi sering terjadi bahwa tonus rahim dan kepekaan terhadap rangsangan meningkat maka terjadilah partus prematurus.
32
3. Perubahan ada ginjal
Filtrasi glomerulus berkurang oleh karena aliran ke ginjal kurang. Hal ini menyebabkan filfrasi natrium melalui glomerulus menurun, sebagai akibatnya terjadilah retensi garam dan air. Filtrasi glomerulus dapat turun sampai 50% dari normal sehingga pada keadaan lanjut dapat terjadi oliguria dan anuria.
4. Perubahan pada paru-paru
Kematian wanita pada pre-eklampsi dan eklampsi biasanya disebabkan oleh edema paru. Ini disebabkan oleh adanya dekompensasi kordis. Bisa pula karena terjadinya aspires pnemonia. Kadang-kadang ditemukan abses paru.
5. Perubahan pada mata
Dapat ditemukan adanya edema retina spasmus pembuluh darah. Pada eklampsi dapat terjadi ablasio retina disebabkan edema intra-okuler dan hal ini adalah penderita berat yang merupakan salah satu indikasi untuk terminasi kehamilan. Suatu gejala lain yang dapat menunjukkan arah atau tanda dari pre-eklampsi berat akan terjadi eklampsi adalah adanya: skotoma, diplopia, dan ambliopia. Hal ini disebabkan perubahan peredaran darah dalam pusat penglihatan di korteks serebri atau dalam retina.
6. Perubahan pada keseimbangan air dan elektrolit
Pada pre-eklampsi berat dan pada eklampsi : kadar gula darah naik sementara asam laktat dan asam organik lainnya naik sehingga cadangan alkali akan turun. Keadaan ini biasanya disebabkan oleh kejang-kejang. Setelah konvulsi selesai zat-zat organik dioksidasi sehingga natrium dilepas lalu bereaksi dengan karbonik sehingga terbentuk bikarbonat natrikus. Dengan begitu cadangan alkali dapat kembali pulih normal.
d. Tanda dan gejala
Tanda Pre-Eklampsia
Selain bengkak pada kaki dan tangan, protein pada urine dan tekanan darah tinggi, gejala preeklampsia yang patut diwaspadai adalah :
33
Berat badan yang meningkat secara drastis akibat dari penimbunan cairan Nyeri perut
Sakit kepala yang berat
Perubahan dalam tubuh
pada refleks
Penurunan produksi kencing atau bahkan tidak kencing sama sekali
Ada darah pada air kencing
Pusing
Mual dan muntah yang berlebihan
Udem
Hipertensi
Proteinuria Pre-eklampsia ringan Tanda dan gejala :
Kenaikan tekanan darah sistole 140 mmHg sampai kurang dari 160 mmHg; diastole 90 mmHg sampai kurang dari 110 mmHg
Proteinuria : didapatkannya protein di dalam pemeriksaan urin (air seni)
Edema (penimbunan cairan) pada betis, perut, punggung, wajah atau tangan
Pre-eklampsia Berat
Pre eklampsia berat adalah suatu komplikasi kehamilan yang ditandai dengan timbulnya tekanan darah tinggi 160/110 mmHg atau lebih disertai proteinuria dan/atau edema pada kehamilan 20 minggu atau lebih. Tanda dan gejala pre-eklampsia berat :
Tekanan darah sistolik ? 160 mmHg
Tekanan darah diastolik ? 110 mmHg
Peningkatan kadar enzim hati dan atau ikterus (kuning)
Trombosit < 100.000/mm3
Oliguria (jumlah air seni < 400 ml / 24 jam) 6. Proteinuria (protein dalam air seni > 3 g / L)
34
Nyeri ulu hati
Gangguan penglihatan atau nyeri kepala bagian depan yang berat
Perdarahan di retina (bagian mata)
Edema (penimbunan cairan) pada paru
Koma
Tanda Eklampsia
Seluruh kejang eklamsia didahului dengan pre eklamsia. Eklamsi digolongkan menjadi kasus antepartum, intrapartum dan post partum, adapun tanda dan gejalanya sebagai berikut:
Eklamsia ringan
Peningkatan tekanan darah >140/90 mmHg
Keluarnya protein melalui urine (proteinuria) dengan hasil lab proteinuria kuantitatif (esbach) >=300mg/24 jam
Kenaikan berat badan lebih dari 1 kg seminggu
Bengkak kedua kaki, lengan dan kelopak mata Eklamsi berat
Tekanan darah 160/110 mmHg
Proteinuria kuantitatif > = 2 gr/24 jam
terdapat protein di dalam urine dalam jumlah yang signifikan
Trombosit kurang dari 100.000/mm3 e. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan :
Untuk menghentikan dan mencegah kejang
Mencegah dan mengatasi penyulit, khususnya krisis hipertensi
Sebagai penunjang untuk mencapai stabilisasi keadaan ibu
seoptimal mungkin
Mengakhiri kehamilan dengan trauma ibu seminimal mungkin
Pre-eklamsi ringan: :
Istirahat di tempat tidur masih merupakan terapi utama untuk penanganan preeklampsia
35
Tidak perlu segera diberikan obat anti hipertensi atau obat lainnya, tidak perlu dirawat kecuali tekanan darah meningkat terus (batas aman 140-150/90-100 mmHg
Pemberian luminal 1 sampai 2 x 30 mg/hari bila tidak bisa tidur
Pemberian asam asetilsalisilat (aspirin) 1 x 80 mg / hari
Bila tekanan darah tidak turun dianjurkan dirawat dan diberikan obat anti hipertensi: metildopa 3 x 125 mg/hari (maksimal 1500 mg/hari), atau nifedipin 3-8 x 5 –10 mg / hari, atau nifedipin retard 2-3 x 20 mg / hari atau pindolol 1-3 x 5 mg / hari 9 maks. 30 mg / hari
Diet rendah garam dan diuretika tidak perlu Jika maturitas janin masih lama, lanjutkan kehamilan, periksa setiap 1 minggu.
Indikasi rawat jika ada perburukan, tekanan darah tidak turun setelah rawat jalan, peningkatan berat badan melebihi 1 kg/minggu 2 kali berturut-turut, atau pasien menunjukkan preeklampsia berat.
Jika dalam perawatan tidak ada perbaikan, tatalaksana sebagai preeklampsia berat.
Jika ada perbaikan lanjutkan rawat jalan.
Pengakhiran kehamilan ditunggu sampai usia kehamilan 40 minggu, kecuali ditemukan pertumbuhan janin terhambat, gawat janin, solusio plasenta, eklampsia atau indikasi terminasi kehamilan lainnya.
Persalinan dalam preeklampsia ringan dapat dilakukan spontan atau dengan bantuan ekstraksi untuk mempercepat kala II.
Penatalaksanaan Pre-eklamsi berat :
Per-eklamsi berat kehamilan kurang 37 minggu:
a) Janin belum menunjukkan tanda-tanda maturitas paru-paru, dengan pemeriksaan shake dan rasio L/S maka penanganannya adalah sebagai
berikut:
Berkan suntikan sulfat magnesium dosis 8gr IM, kemudian disusul dengan injeksi tambahan 4 gr Im setiap 4 jam( selama tidak ada kontra dindikasi)
36
Jika ada perbaikan jalannya penyakit, pemberian sulfas magnesium dapat diteruskan lagi selama 24 jam sampai dicapai kriteria pre-eklamsia ringan (kecuali jika ada kontraindikasi)
Selanjutnya wanita dirawat diperiksa dan janin monitor, penimbangan berat badan seperti pre-eklamsi ringan sambil mengawasi timbul lagi gejala.
Jika dengan terapi diatas tidak ada perbaikan, dilakukan terminasi kehamilan: induksi partus atau cara tindakan lain, melihat keadaan. b) Jika pada pemeriksaan telah dijumpai tanda-tanda kematangan paru
janin, maka penatalaksan kasus sama seperti pada kehamilan di atas 37 minggu.
Pre-eklamsi berat kehamilan 37 minggu ke atas:
1. Penderita di rawat inap
Istirahat mutlak dan di tempatkan dalam kamar isolasi
Berikan diit rendah garam dan tinggi protein
Berikan suntikan sulfas magnesium 8 gr IM (4 gr bokong kanan dan 4 gr bokong kiri)
Suntikan dapat di ulang dengan dosis 4 gr setiap 4 jam
Syarat pemberian Mg So4 adalah: reflek patela (+), diurese 100cc dalam 4 jam yang lalu, respirasi 16 permenit dan harus tersedia antidotumnya: kalsium lukonas 10% ampul 10cc.
Infus detroksa 5 % dan ringer laktat
2. Obat antihipertensif: injeksi katapres 1 ampul IM dan selanjutnya
diberikan tablet katapres 3x½ tablet sehari
3. Diuretika tidak diberikan, kecuali terdapat edema umum, edema
paru dan kegagalan jantung kongesif. Untuk itu dapat diberikan IV lasix 1 ampul.
4. Segera setelah pemberian sulfas magnesium kedua, dilakukan
induksi dipakai oksitosin (pitosin atau sintosinon) 10 satuan dalam infus tetes.
37
5. Kala II harus dipersingkat dengan ekstrasi vakum dan forsep, jadi
wanita dilarang mengedan.
6. Jangan berikan methergin postpartum, kecuali terjadi pendarahan
disebsbkan atonia uteri.
7. Pemberian sulfas magnesium kalau tidak ada kontraindikasi,
diteruskan dosis 4 gr setiap 4 jam dalam 24jam post partum. 8. Bila ada indikasi obstetik dilakukan sectio cesaria.
Pengobatan Konservatif
Sama seperti pengobatan pre eklampsia berat kecuali bila timbul kejang-kejang lagi maka dapat diberikan obat anti kejang (MgSO4). Pengobatan Obstetrik
Sikap dasar : Semua kehamilan dengan eklampsia harus diakhiri
dengan atau tanpa memandang umur kehamilan dan keadaan janin
Bilamana diakhiri, maka kehamilan diakhiri bila sudah terjadi
stabilisasi (pemulihan) kondisi dan metabolisme ibu
Setelah persalinan, dilakukan pemantauan ketat untuk melihat tanda-tanda terjadinya eklampsia. 25% kasus eklampsia terjadi setelah persalinan, biasanya dalam waktu 2 – 4 hari pertama setelah persalinan. Tekanan darah biasanya tetap tinggi selama 6 – 8 minggu. Jika lebih dari 8 minggu tekanan darahnya tetap tinggi, kemungkinan penyebabnya tidak berhubungan dengan pre-eklampsia.
Pencegahan
Usaha pencegahan preklampsia dan eklampsia sudah lama dilakukan. Diantaranya dengan diet rendah garam dan kaya vitamin C. Selain itu, toxoperal (vitamin E,) beta caroten, minyak ikan (eicosapen tanoic acid), zink (seng), magnesium, diuretik, anti hipertensi, aspirin dosis rendah, dan kalium diyakini mampu mencegah terjadinya preklampsia dan eklampsia. Sayangnya upaya itu belum mewujudkan hasil yang menggembirakan. Belakangan juga diteliti manfaat penggunaan anti-oksidan seperti N. Acetyl Cystein yang diberikan bersama dengan vitamin A, B6, B12, C, E, dan berbagai mineral lainnya. Nampaknya,
38
upaya itu dapat menurunkan angka kejadian pre-eklampsia pada kasus risiko tinggi.
Pemeriksaan Penunjang
Pre Eklampsia
a) Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan darah lengkap dengan hapusan darah
Penurunan hemoglobin ( nilai rujukan atau kadar normal hemoglobin untuk wanita hamil adalah 12-14 gr% )
Hematokrit meningkat ( nilai rujukan 37 – 43 vol% ) Trombosit menurun ( nilai rujukan 150 – 450 ribu/mm3 ) b) Urinalisis
Ditemukan protein dalam urine. c) Pemeriksaan Fungsi hati
Bilirubin meningkat ( N= < 1 mg/dl ) LDH ( laktat dehidrogenase ) meningkat Aspartat aminomtransferase ( AST ) > 60 ul.
Serum Glutamat pirufat transaminase ( SGPT ) meningkat (N= 15-45 u/ml) Serum glutamat oxaloacetic trasaminase ( SGOT ) meningkat (N= <31 u/l ) Total protein serum menurun ( N= 6,7-8,7 g/dl )
d) Tes kimia darah
Asam urat meningkat ( N= 2,4-2,7 mg/dl ) e) Radiologi
Ultrasonografi
Ditemukan retardasi pertumbuhan janin intra uterus. Pernafasan intrauterus lambat, aktivitas janin lambat, dan volume cairan ketuban sedikit.
Kardiotografi
Diketahui denyut jantung janin lemah Eklampsia
Urine : Protein, reduksi, bilirubin, sedimen urin.
39 Prinsip penanganan preeklampsia:
1. Melindungi ibu dari efek peningkatan tekanan darah
2. Mencegah progresifitas penyakit menjadi eklampsia
3. Mengatasi atau menurunkan resiko janin (solusio plasenta, pertumbuhan janin
terhambat, hipoksia sampai kematian janin)
4. Melahirkan janin dengan cara yang paling aman dan cepat sesegera mungkin
setelah matur atau imatur jika diketahui bahwa resiko janin atau ibu akan lebih berat jika persalinan ditunda lebih lama.
Prinsip penanganan eklampsia:
Prinsip penataksanaan eklamsi sama dengan pre-eklamsi berat dengan tujuan menghentikan berulangnya serangan konvulsi dan mengakhiri kehamilan secepatnya dengan cara yang aman setelah keadaan ibu mengizinkan
1. Penderita eklamsia harus di rAwat inap di rumah sakit
2. Saat membawa ibu ke rumah sakit, berikan obat penenang untuk mencegah
kejang-kejang selama dalam perjalanan. Dalam hal ini dapat diberikan pethidin 100 mg atau luminal 200mg atau morfin 10mg.
3. Tujuan perawatan di rumah sakit;
Menghentikan konvulsi
Mengurangi vaso spasmus
Meningkatkan diuresis
Mencegah infeksi
Memberikan pengobatan yang tepat dan cepat
Terminasi kehamilan dilakukan setelah 4 jam serangan kejang terakhir
dengan tidak memperhitungkan tuannya kehamilan. 4. Sesampai di rumah sakit pertolongan pertama adalah:
Membersihkan dan melapangkan jalan pernapasan
Menghindari lidah tergigit
Pemberian oksigen
Pemasangan infus dekstrosa atau glukosa 10 %-20%-40%
Menjaga jangan terlalu trauma
40
5. Observasi ketat penderita:
Dalam kamar isolasi: tenang, lampu redup- tidak terang, jauh dari kebisingan dan rangsangan.
Dibuat daftar catatan yang dicatat selama 30 menit: tensi, nadi, respirasi, suhu badan, reflek, dan dieresis diukur. Kalau dapat dilakukan funduskopi sekali sehari. Juga dicatat kesadaran dan jumlah kejang.
Pemberian cairan disesuaikan dengan jumlah diuresis, pada umumnya 2 liter dalam 24 jam, periksa kadar protein urine 24 jam kuantitatif
41
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
Persalinan yang tidak ditangani dengan baik dapat menyebabkan proses persalinan tidak berjalan lancar sehingga lama persalinan lebih lama dari normal atau terjadi partus lama. Faktor-faktor yang mempengaruhi lamanya persalinan meliputi faktor ibu, faktor janin, dan faktor jalan lahir. Faktor ibu meliputi paritas, his dan usia. Faktor janin meliputi sikap, letak, malposisi dan malpresentasi, janin besar, dan kelainan kongenital seperti hidrosefalus. Sedangkan faktor jalan lahir meliputi panggul sempit, tumor pada pelvis, kelainan pada serviks dan vagina
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus atau vagina atau suatu histerotomi untuk melahirkan janin dari dalam rahim.
Placenta Previa adalah keadaan dimana placenta berimplantasi pada tempat abnormal yakni pada segmen bawah rahim, sehingga menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan/ostium uteri internal (OUI).
Solusio plasenta atau abrupsio plasenta adalah pelepasan prematur dari plasenta
letak normal yang terjadi setelah usia kehamilan 22 minggu. ( buku ajar bidan, 2009, hal : 297)
Pendarahan post partum Perdarahan postpartum adalah perdarahan yang terjadi dalam 24 jam setelah persalinan berlangsung
Pre eklampsi adalah kondisi khusus dalam kehamilan ditandai dengan peningkatan tekanan darah dan protein uria. Bisa berhubungan dengan kejang (eklamsia) dan gagal organ ganda pada ibu, sementara komplikasi pada janin meliputi retriksi pertumbuhan dan abrupsioplasenta (Sennan & Chappel, 2001) Eklampsia adalah kelainan pada masa kehamilan, dalam persalinan atau masa nifas yang di tandai dengan kejang ( bukan timbul akibat kelainan saraf ) dan atau koma dimana sebelumnya sudah menimbulkan gejala pre eklampsia. (Ong Tjandra & John 2008 ).
42 B. Saran
Diharapkan kepada mahasiswa dapat mempelajari dan memahami tentang
permasalahan yang dapat terjadi pada proses persalinan
Dalam bidang keperawatan, mempelajari suatu penyakit itu penting dan diharapkan
kepada mahasiswa mampu membuat konsep teoritis suatu permasalahan dalam persalinan serta persipan pasien yang akan dilakukan tindakan
Dalam penyusunan makalah kami menyadari bahwa makalah ini sangatlah kurang
dari kesempurnaan, maka dari itu kami mengaharapkan kritik dan saran yang membangun agar dalam penyusunan makalah selanjutnya dapat lebih baik
43
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M.E.1999.Rencana asuhan perawatan maternal/bayi.edisi 2.Jakarta :
EGC
Reeder,Martin dan grifin kontak.1997.Maternity Nursing: Family new born and women and helath care.8th edisi.Philadephia : Lippincot
Price, S.A.1999.Patofisiologis.edisi 4.Jakarta : EGC
Chapman, Vicky. (2006). Asuhan Kebidanan Persalinan & Kelahiran.Jakarta :EGC Himpunan Kedokteran Feto Maternal POGI. (2006). Pedoman Pengelolaan
Hipertensi dalam Kehamilan di Indonesia, edisi (2). Kelompok Kerja Penyusun
Prawirohardjo, S. (2008).Ilmu Kebidanan. Jakarta : YBP
44