PROFIL KEMISKINAN PROVINSI SUMATERA BARAT SEPTEMBER 2014
1. Perkembangan Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Barat, 2009 – September 2014
Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat pada September 2014 adalah 354.738 jiwa mengalami penurunan 6,45 persen dibandingkan kondisi Maret 2014 sebesar 379.196 jiwa. Lebih dari dua per tiga, tepatnya 69,41 persen, penduduk miskin tinggal di daerah perdesaan. Jadi sekitar 30,59 persen penduduk miskin tinggal di perkotaan. Tabel 1, menunjukkan bahwa 5,41 persen penduduk perkotaan dikategorikan sebagai penduduk miskin sedangkan di daerah perdesaan persentase penduduk miskin lebih tinggi dibanding daerah perkotaan yaitu sebesar 7,84 persen.
No. 05 /1 /13/Th. XVIII / 2 Januari 2015
Jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat pada September 2014 adalah 354.738 jiwa. Dibanding Maret 2014 (379.196 jiwa) turun sebanyak 24.458 jiwa. Menurut wilayahnya, perkotaan naik sebanyak 456 jiwa, sebaliknya jumlah penduduk miskin perdesaan mengalami penurunan sebanyak 24.914 jiwa.
Secara persentase, penduduk miskin turun sebesar 0,53 persen dari periode Maret 2014 ke September 2014 yaitu dari 7,41 persen menjadi 6,89 persen.
Garis Kemiskinan (GK) mengalami peningkatan dari Rp 349.656 per kapita per bulan pada Maret 2014, menjadi Rp 365.827 perkapita perbulan pada September 2014. GK di wilayah perkotaan pada September 2014 sebesar Rp 390.862 perkapita perbulan sedangkan di perdesaan sebesar Rp 349.824 perkapita perbulan.
Komponen terbesar pembentuk Garis Kemiskinan adalah Garis Kemiskinan Makanan dengan kontribusi 76,66 persen sedangkan Garis Kemiskinan Non Makanan memberikan kontribusi sebesar 23,34 persen.
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) turun menjadi 0,751 persen pada September 2014 dari 0,940 persen pada Maret tahun 2014.
0,00
Mar-09 Mar-10 Mar-11 Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14
Per
Secara keseluruhan persentase penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat mengalami penurunan dari 7,41 persen pada Maret 2014 menjadi 6,89 persen pada September 2014. Dilihat perkembangan menurut perdesaan dan perkotaan persentase penduduk miskin di daerah perdesaan mengalami perubahan relatif lebih tinggi dibandingkan daerah perkotaan. Penduduk miskin daerah perkotaan turun dari 5,43 persen pada Maret 2014 menjadi 5,41 persen pada September 2014 sedangkan di daerah perdesaan, persentase penduduk miskinnya juga mengalami penurunan dari 8,68 persen menjadi 7,84 persen. Perkembangan perubahan persentase dan jumlah penduduk miskin menurut daerah perdesaan dan perkotaan berturut-turut dapat dilihat pada Grafik 1 dan Grafik 2.
Tabel 1.
Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Barat Menurut Daerah, Maret dan September 2009-2014
Tahun Jumlah Penduduk Miskin (Jiwa) *) Persentase Penduduk Miskin (%)
Perkotaan Perdesaan Jumlah Perkotaan Perdesaan Jumlah
(1) (2) (3) (4) (5) (6) (7)
Sumber : Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Keterangan : *) Angka mulai Maret 2011 – Maret 2014 adalah revisi menggunakan penimbang hasil proyeksi penduduk
Grafik 1.
0
Mar-09 Mar-10 Mar-11 Sep-11 Mar-12 Sep-12 Mar-13 Sep-13 Mar-14 Sep-14
Ju
Jumlah Penduduk Miskin di Provinsi Sumatera Barat Menurut Daerah, Maret dan September 2009-2014
2. Perkembangan Penduduk Miskin Maret 2014 – September 2014
Informasi kemiskinan yang disajikan merupakan keadaan kemiskinan pada bulan Maret 2014 dan September 2014. Dari Maret 2014 ke September 2014 jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 456 jiwa sedangkan jumlah penduduk miskin perdesaan mengalami penurunan sebanyak 24,9 ribu jiwa. Perubahan tersebut mengakibatkan jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Barat mengalami penurunan sebanyak 24,5 ribu jiwa pada periode Maret 2014 ke September 2014.
3. Perubahan Garis Kemiskinan Maret 2014 – September 2014
Perubahan jumlah dan persentase penduduk miskin tidak akan terlepas dari perubahan nilai garis kemiskinan. Garis kemiskinan (GK) merupakan rata-rata pengeluaran per kapita perbulan yang digunakan untuk mengklasifikasikan penduduk kedalam golongan miskin atau tidak miskin.
Garis kemiskinan yang digunakan untuk menghitung penduduk miskin September 2014 adalah Rp. 365.827 (kapita/bulan). Peran komoditi makanan terhadap garis kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan komoditi non makanan. Pada bulan September 2014, sumbangan garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan sebesar 76,66 persen. Jika dibedakan menurut daerah perkotaan dan perdesaan maka sumbangan garis kemiskinan makanan terhadap garis kemiskinan di perdesaan sebesar 79,84 persen lebih besar dibandingkan daerah perkotaan sebesar 72,22 persen. Komposisi tersebut tidak jauh berbeda dangan kondisi Maret 2014.
Tabel 2.
Garis Kemiskinan, Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Menurut Daerah, Kondisi Maret dan September 2013-2014
Garis Kemiskinan (Rp/Kapita/Bln)
Sumber : Diolah dari data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas)
Keterangan : *) Angka revisi menggunakan penimbang hasil proyeksi penduduk
4. Indeks Kedalaman Kemiskinan dan Indeks Keparahan Kemiskinan
Tabel 3
Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) dan Indeks Keparahan Kemiskinan (P2), Maret dan September 2013-2014 (%)
Tahun Kota Desa Kota + Desa
P1
Maret 2013 0,999 1,019 1,011
September 2013 1,116 1,363 1,267
Maret 2014 0,654 1,122 0,940
September 2014 0,536 0,888 0,751
P2
Maret 2013 0,238 0,191 0,209
September 2013 0,292 0,313 0,305
Maret 2014 0,125 0,278 0,219
September 2014 0,096 0,181 0,148
Dari Tabel 3 terlihat bahwa Indeks Kedalaman Kemiskinan (P1) untuk Provinsi Sumatera Barat mengalami penurunan dari Maret 2014 ke September 2014. Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata pengeluaran per kapita perbulan penduduk miskin makin mendekati garis kemiskinan. Kondisi tersebut bersifat positif bagi upaya penghapusan kemiskinan. Penurunan indeks P1 ini terjadi baik di daerah perdesaan maupun perkotaan.
5. Penjelasan Teknis dan Sumber Data
a. Untuk mengukur kemiskinan, BPS menggunakan konsep kemampuan memenuhi kebutuhan dasar (basic needs approach). Dengan pendekatan ini, kemiskinan dipandang sebagai ketidakmampuan dari sisi ekonomi untuk memenuhi kebutuhan dasar makanan dan bukan makanan yang diukur dari sisi pengeluaran.Dengan pendekatan ini, dapat dihitung Headcount Index, yaitu persentase penduduk miskin terhadap total penduduk.
b. Metode yang digunakan adalah menghitung Garis Kemiskinan (GK), yang terdiri dari dua komponen yaitu Garis Kemiskinan Makanan (GKM) dan Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM). Penghitungan Garis Kemiskinan dilakukan secara terpisah untuk daerah perkotaan dan pedesaan. Penduduk miskin adalah penduduk yang memiliki rata-rata pengeluaran per kapita per bulan dibawah Garis Kemiskinan.
c. Garis Kemiskinan Makanan (GKM) merupakan nilai pengeluaran kebutuhan minimum makanan yang disetarakan dengan 2100 kilo kalori per kapita perhari. Paket komoditi kebutuhan dasar makanan diwakili oleh 52 jenis komoditi (padi-padian, umbi-umbian, ikan, daging, telur dan susu, sayuran, kacang-kacangan, buah-buahan, minyak dan lemak, dll).
d. Garis Kemiskinan Non Makanan (GKNM) adalah kebutuhan minimum untuk perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan. Paket komoditi kebutuhan dasar non-makanan diwakili oleh 51 jenis komoditi di perkotaan dan 47 jenis komoditi di pedesaan.