• Tidak ada hasil yang ditemukan

Boks1HasilQuickSurveyUMKMdiProvinsiBengkulu.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Boks1HasilQuickSurveyUMKMdiProvinsiBengkulu."

Copied!
6
0
0

Teks penuh

(1)

BOKS 1

HASIL QUICK SURVEY

DAMPAK KRISIS EKONOMI GLOBAL

TERHADAP KINERJA UMKM DI PROVINSI BENGKULU

Krisis keuangan global yang dipicu oleh krisis subprime mortgage di Amerika

Serikat memberikan dampak negatif terhadap kondisi ekonomi dan prospeknya di

berbagai negara termasuk Indonesia. Provinsi Bengkulu juga terkena imbas dari krisis ini

yang ditandai dengan melambatnya pertumbuhan ekonomi di triwulan I tahun 2009 dari

4,98% di triwulan sebelumnya (yoy) menjadi 4,06%. Selain itu, krisis ini juga berdampak

pada menurunnya harga komoditas primer seperti kelapa sawit dan karet.

Menurunnya harga jual komoditas perkebunan yang merupakan komoditas

andalan daerah tersebut dikhawatirkan dapat menurunkan produktivitas sektor UMKM.

Sementara peran UMKM cukup penting kontribusinya dalam perekonomian. Menurut

data BPS (2007), secara nasional peran UMKM dari sisi penciptaan PDB memberikan

kontribusi sebesar 53,60% dan dari sisi penyerapan tenaga kerja memberikan kontribusi

mencapai 92,46%. Atas dasar itulah maka Bank Indonesia melakukan quick survey untuk

mengetahui bagaimana dampak krisis ekonomi global yang sedang terjadi terhadap

kinerja UMKM.

Survei dilakukan dengan metode purposive random sampling kepada 25 pelaku

usaha mikro, kecil dan menengah yang terdapat di Kota Bengkulu, Kab. Bengkulu Utara,

Kab. Rejang Lebong dan Kab. Bengkulu Selatan. Responden terbagi atas 4 sektor yaitu (1)

pertanian termasuk subsektor perkebunan, peternakan, perikanan; (2) industri

pengolahan; (3) perdagangan, hotel dan restoran; serta (4) pengangkutan dan

komunikasi. Untuk mendapatkan gambaran yang lebih jelas mengenai profil responden,

berikut ini adalah karakteristik dari UMKM yang menjadi responden :

ƒ 96% responden telah beroperasi antara 4 tahun hingga lebih dari 10 tahun, hanya 4% yang baru beroperasi selama 1-3 tahun.

ƒ Responden sebagian besar tidak berbadan hukum (84%) atau merupakan perusahaan perseorangan, 8% merupakan koperasi dan sisanya 4% berbentuk Perseroan Terbatas (PT) dan CV.

(2)

hingga Rp2,5 miliar dan sisanya beromzet Rp2,5 miliar hingga Rp50 miliar pertahunnya.

ƒ 52% responden melakukan penjualan kepada konsumen langsung, 36% responden melakukan penjualan produknya ke perusahaan lainnya dan 8% responden mengirimkan produknya untuk di ekspor ke luar negeri melalui pengumpul. Hanya 4% responden menjual produknya ke konsumen lainnya seperti koperasi.

ƒ Dalam melakukan pembiayaan usaha, 37% responden memperoleh pembiayaan dari modal sendiri dan dalam persentase yang sama melakukan pinjaman ke lembaga non-bank. Sebanyak 21% responden mendapatkan pembiayaan dari pinjaman bank, berikutnya 3% responden mendapatkan pembiayaan dari pinjaman saudara/teman/rentenir, dan sisanya mendapatkan pembiayaan dari sumber lainnya seperti dari PUAP Hibah Departemen Pertanian.

A. Persepsi Terhadap Krisis Ekonomi Global

Berdasarkan hasil survei diketahui bahwa hampir seluruh responden mengetahui

adanya krisis ekonomi global. Dari responden yang telah mengetahui adanya krisis, 49%

menyatakan bahwa krisis telah dimulai sejak 4-6 bulan yang lalu, 38% menyatakan krisis

dimulai sejak 7-12 bulan yang lalu, dan sisanya menyatakan krisis telah dimulai lebih dari

satu tahun yang lalu.

Grafik 1. Periode Dimulainya Krisis Grafik 2. Rentang Waktu Krisis

4-6 Bulan Lalu 49% 7-12 Bulan Lalu 38%

> 1 Tahun Lalu 13%

1-2 Tahun Lagi 25%

> 2 Tahun Lagi 8% 1-6 Bulan Lagi 46% 7-12 Bulan Lagi 21%

Sebagian besar responden juga menunjukkan optimisme yang cukup tinggi bahwa

krisis akan segera berakhir. Hal ini terlihat dari besarnya responden (46%) yang

(3)

lainnya cukup pesimis dimana 25% responden menyatakan krisis akan berakhir dalam 1-2

tahun kedepan.

Selain itu dalam memandang krisis yang terjadi saat ini, 67% menyatakan bahwa

krisis yang terjadi saat ini memiliki dampak yang lebih kecil dibanding krisis yang terjadi di

tahun 1997. Sebanyak 29% responden menyatakan bahwa krisis saat ini lebih berdampak

dibanding krisis tahun 1997, dan sisanya menyatakan tidak tahu.

B. Dampak Krisis Ekonomi Global

Responden survei umumnya menyatakan telah terkena dampak krisis keuangan

global yang sedang terjadi. Hal ini terlihat dari 68% responden yang menyatakan terkena

dampak krisis. Responden yang tidak mengalami dampak krisis umumnya beralasan

bahwa harga produk mereka relatif masih stabil dan tidak mengalami penurunan yang

berarti. Selain itu, meskipun daya beli konsumen mereka mulai menurun namun

penjualan mereka masih ditolong dengan bertambahnya jumlah konsumen.

Bagi responden yang mengalami dampak krisis, besaran dampak krisis yang

mereka rasakan umumnya bersifat sedang dimana 65% responden yang terkena dampak

menyatakan hal tersebut. Sementara 20% responden mengalami dampak yang cukup

berat dan sisanya hanya berdampak ringan terhadap usaha responden.

Grafik 3. Terkena Dampak Krisis Grafik 4. Besarnya Dampak Krisis

Ya 68% Tidak

32%

15%

65%

20%

0% 10% 20% 30% 40% 50% 60% 70% 80%

Ringan Sedang Berat

Dalam hal pembiayaan, akses responden dalam melakukan pinjaman ke

perbankan saat ini dibanding dengan saat dimulainya krisis (Agustus 2008) relatif tetap.

Sebanyak 52% responden menyatakan hal tersebut sedangkan 43% responden justru

(4)

besar responden yang saat ini telah menjadi debitur menyatakan bahwa pada saat krisis

ini mereka belum mengalami kesulitan dalam melakukan pembayaran kredit. Hanya 29%

responden yang menyatakan mengalami kendala pembayaran kredit.

Pengaruh krisis keuangan atas perolehan omzet dan keuntungan responden

umumnya berbeda. Terdapat responden yang melaporkan terjadinya kenaikan omzet dan

keuntungan pasca krisis namun tidak sedikit yang menyatakan adanya penurunan.

Namun jika dirata-ratakan, sebagaimana tabel di bawah, omzet dan keuntungan

responden mengalami penurunan. Omzet menurun 4% dari rata-rata Rp374.486.544

menjadi Rp359.498.544 sedangkan keuntungan menurun 18% dari rata-rata

Rp63.728.202 menjadi Rp52.267.162. Hal ini dikonfirmasi oleh uji Wilcoxon yang

menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara omzet dan keuntungan UMKM

pada masa sebelum dan sesudah krisis. Penurunan omzet dan keuntungan umumnya

dialami oleh pengusaha yang bergerak di subsektor perkebunan yang disebabkan oleh

menurunnya harga komoditas kelapa sawit dan karet di saat krisis terjadi.

Tabel 1. Ringkasan Kondisi Keuangan, Kapasitas Produksi dan Tenaga Kerja Responden Sebelum dan Setelah Krisis

Rata-Rata

No. Keterangan

Sebelum Krisis Setelah Krisis

1. Omzet perbulan (Rp) 374.486.544 359.498.544

2. Keuntungan perbulan (Rp) 63.728.202 52.267.162

3. Kapasitas Produksi (%) 97 97

4. Jumlah Tenaga Kerja (orang) 16 19

Sebaliknya, rata-rata jumlah tenaga kerja yang digunakan responden pasca krisis

justru mengalami kenaikan. Jika sebelum krisis rata-rata tenaga kerja yang digunakan

berjumlah 16 orang maka setelah krisis meningkat menjadi 19 orang. Tercatat hanya satu

responden yang mengalami pengurangan tenaga kerja dikarenakan kontrak karyawan

yang tidak diperpanjang, sedangkan responden lainnya umumnya meningkat maupun

tetap. Adapun rata-rata kapasitas produksi responden sebelum maupun setelah krisis

adalah tetap yaitu sebesar 97%.

Pasca krisis, kondisi keuangan responden saat ini terbilang tetap. Sebanyak 48%

responden menyatakan bahwa kondisi keuangannya saat ini relatif tetap. Sedangkan

(5)

semakin ketat setelah terjadinya krisis ini. Selanjutnya 20% responden yang mengatakan

kondisi keuangan mereka saat ini justru semakin longgar.

C. Respon dan Ekspektasi

Respon yang dilakukan pelaku UMKM dalam menghadapi krisis keuangan yang

mereka hadapi umumnya adalah melakukan efisiensi dan mencari segmen pasar baru.

38% responden melakukan efisiensi usaha dan 28% responden berusaha meningkatkan

penjualan melalui pencarian pasar baru. Selain itu, para pelaku UMKM berusaha untuk

memaksimalkan produk yang dihasilkan dan meningkatkan servis penunjang. Responden

umumnya tidak mengambil respon pengurangan tenaga kerja sebagaimana terlihat

bahwa hanya 8% responden yang merencanakan pengurangan tenaga kerja dan

(6)

Gambar

Grafik 1. Periode Dimulainya Krisis
Grafik 3. Terkena Dampak Krisis
Tabel 1. Ringkasan Kondisi Keuangan, Kapasitas Produksi dan Tenaga Kerja Responden Sebelum dan Setelah Krisis

Referensi

Dokumen terkait

Hubungan desa Tongkoh sendiri dengan desa Lau Gendek adalah tidak lain atas hubungan tanah, karena marga Karo Sekali yang pertama sekali mendiami desa Lau Gendek sampai ke

3) Menunjuk Pejabat Eksekutif yang membawahi Fungsi Kepatuhan yang masih merangkap sebagai fungsi Manajemen Risiko sekaligus sebagai fungsi yang bertanggung jawab

Sistem pendukung keputusan kelayakan pemberian pinjaman kredit dengan metode Topsis ini dapat mempermudah dan sangat membantu dalam menyelesaikan persoalan yang

32 Maluku Kota Ambon INTI KARYA UTAMA Komplex Ruko Bt. Farm, Apt

bahwa berdasarkan Instruksi Menteri Dalam Negeri Republik Indonesia Nomor 1 Tahun 2020 tentang Pencegahan Penyebaran dan Percepatan Penanganan Corona Virus Disease

Faktor ini memiliki nilai terbesar dibandingkan dengan faktor kedua dan dapat ditarik kesimpulan bahwa faktor pertama ini merupakan faktor dominan yang

• #da juga orang batak sakit karena tarhirim +is $ seorang bapak menjanjikan akan memberi mainan buat anaknya, tetapi janji tersebut tidak ditepati. arena janji tersebut

Pasal 3 : Hasil rumusan dari anggota Tim Perumus Program Pelaksanaan Kegiatan 2001– 2002 Sangha Theravãda Indonesia, dan Rancangan Anggaran Kebutuhan Biaya Tahun 2001–2002,