• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Kerja Berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Penyerahan Sebagian Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain T1 312008001 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Hubungan Kerja Berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Penyerahan Sebagian Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain T1 312008001 BAB II"

Copied!
21
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Sesuai judul Bab ini yaitu tinjauan pustaka, berikut di bawah ini Penulis

mengemukakan bagaimana pustaka atau literatur menjawab pertanyaan dalam

perumusan masalah Penelitian dan Penulisan Karya Tulis ini sebagaimana telah

dikemukakan dalam Bab I. Adapun rumusan masalah tersebut adalah bagaimana

Hubungan Kerja berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan

Penyerahan Sebagian Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain? Melalui uraian

kepustakaan, diharapkan, Bab mengenai Tinjauan Kepustakaan ini akan memberikan

gambaran, menurut kepustakaan, perspektif tentang Perjanjian Kerja dan Penyerahan

Sebagian Pekerjaan kepada Perusahaan Lain, tentang bagaimana; misalnya, antara

lain, hakikat dari PKWT; hakikat dari Penyerahan Sebagian Pekerjaan kepada

Perusahaan Lain; apakah ada kemungkinan, menurut kepustakaan yang ditinjau dapat

dikemukakan bahwa sebetulnya PKWT dan Pemberian atau Penyerahan Sebagian

Pekerjaan kepada Perusahaan Lain tersebut pada hakikatnya adalah dua hal yang

mirip antara satu dengan lainnya,27 dan terutama dapat menggambarkan bagaimana

suatu pembenaran atau justifikasi mengenai apa yang Penulis kemukakan dalam Bab

I dan merupakan thesis sentence Penulis bahwa Hubungan Kerja Berdasarkan

(2)

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Penyerahan Sebagian Pekerjaan

Kepada Perusahaan Lain adalah suatu kontrak yang dapat dilihat sebagai berdiri

sendiri, sebagai suatu kesatuan, bukan hanya dua perjanjian yang berdiri

sendiri-sendiri, yaitu Hubungan Kerja Berdasarkan Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT)

saja; atau Hubungan Kerja Berdasarkan Perjanjian Penyerahan Sebagian Pekerjaan

Kepada Perusahaan Lain saja.28

2.1. Perikatan Suatu Sistem yang Terbuka

Perikatan dan perjanjian menunjuk pada dua hal yang berbeda tetapi menurut

Penulis apabila diteliti lebih mendalam maka perikatan itu sama dengan suatu

perjanjian. Perikatan adalah suatu istilah atau pernyataan yang bersifat abstrak, yang

menunjuk pada Hubungan Hukum dalam lapangan harta kekayaan antara dua atau

lebih orang atau pihak. Hubungan Hukum tersebut melahirkan kewajiban kepada

salah satu pihak yang terlibat dalam Hubungan Hukum tersebut.29

Perikatan sesuai dikte hukum (the dictate of the law) dalam KUHPerdata

diatur dalam Buku III KUHPerdata. Buku III KUHPerdata dipaksa oleh Hukum

supaya menganut sistem terbuka yang artinya bahwa dalam hukum perjanjian ada

kebebasan yang seluas-luasnya kepada masyarakat mengadakan perjanjian yang

28 Lihat Catatan Kaki No. 10, supra.

(3)

berisi apa saja, asal tidak melanggar ketertiban umum, kesusilaan dan

undang-undang.30

Eksistensi perjanjian yang juga adalah satu perikatan dapat ditemui

pengakuannya oleh ketentuan Pasal 1233 KUHPerdata yang menyatakan bahwa:

“Tiap-tiap perikatan dilahirkan, baik karena perjanjian baik karena

Undang-Undang.31 “Suatu perjanjian juga adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang

atau lebih mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih”. Dari rumusan

tersebut dapat disimpulkan bahwa suatu perjanjian adalah: suatu perbuatan, yang

dapat dilakukan satu orang (bisa juga lebih dari satu orang). Perbuatan tersebut adalah

perikatan diantara pihak-pihak yang mengucap janji (promises) tersebut.

Perikatan yang adalah undang-undang diatur dalam Pasal 1352 sampai Pasal

1380 KUHPerdata. Perikatan yang adalah undang-undang terbagi lagi menjadi

undang-undang saja dan undang-undang karena perbuatan orang. Perikatan yang

adalah perbuatan orang terdiri dari perbuatan yang menurut hukum dan perbuatan

yang melawan hukum. Perikatan yang adalah perbuatan yang sesuai dengan hukum

ada dua yaitu wakil tanpa kuasa (zaakwaarneming) diatur dalam Pasal 1354 sampai

Pasal 1358 KUHPerdata dan pembayaran tanpa hutang (onverschulddigde betaling)

diatur dalam Pasal 1359 sampai Pasal 1364 KUHPerdata. Sedangkan perikatan yang

adalah perbuatan yang tidak seturut dengan kehendak hukum adalah perbuatan

30 Diktat Christiana Tri Budhayati, SH, M.Hum, Hukum Perdata, hlm. 38. 31

(4)

melawan hukum (onrechtmatige daad) diatur dalam Pasal 1365 sampai Pasal 1380 KUHPerdata.

2.2. Sumber – Sumber Perikatan

Untuk memerjelas sumber-sumer perikatan sebagaimana dinyatakan dalam

KUHPerdata, maka berikut di bawah ini Penulis akan menggambarkan

sumber-sumber itu dalam suatu Bagan. Dimana dalam Bagan 1., ada perikatan yang

bersumber pada perjanjian dan juga ada perikatan yang bersumber pada

Undang-undang. Perikatan yang bersumber pada Undang-undang sebagaimana dapat dilihat

dalam bagan tersebut masih dibagi lagi menjadi perikatan yang bersumber pada

Undang-Undang karena perbuatan manusia dan perbuatan yang ditentukan oleh

Undang-Undang. Sedangkan perikatan yang bersumber pada Undang-Undang karena

perbuatan manusia dibagi lagi ke dalam perikatan yang bersumber pada perbuatan

manusia menurut hukum dan perbuatan melawan hukum.

Perlu Penulis kemukakan di sini bahwa yang Penulis maksudkan dengan

kata-kata “yang bersumber” adalah, maksud Penulis, “yang adalah” atau “yang identik”

atau “yang sama dengan”.

Artinya, contoh: Perikatan “yang bersumber” pada perjanjian seharusnya

dibaca dalam perspektif Ilmu Hukum sebagai Perikatan yang adalah perjanjian, atau

perikatan yang identik dengan Perjanjian atau Perikatan yang sama dengan

(5)

Bagan 1. Sumber-sumber perikatan.

2.2.1. Perjanjian Secara Umum

Perjanjian adalah suatu perbuatan dengan mana satu orang atau lebih

mengikatkan dirinya terhadap satu orang atau lebih lainnya.32 Dalam membuat

perjanjian, pada prinsipnya kedudukan antara para pihak yang mengadakan perjanjian

adalah sama dan seimbang. Artinya, ditinjau dari sudut pandang kaedah yang baru

saja dikemukakan di atas, maka kedudukan Pengusaha atau Pemberi Kerja dengan

Pekerja atau Buruh idealnya harus seimbang.

(6)

Apabila perjanjian pada umumnya tersebut dibandingkan dengan Perjanjian

Kerja, maka suatu Perjanjian Kerja adalah suatu perjanjian dimana pihak yang satu,

Pekerja atau Buruh, mengikatkan diri untuk bekerja pada pihak yang lain yaitu

Pemberi Kerja, selama waktu tertentu dengan menerima upah.33

Perjanjian Kerja dapat dikatakan sebagai bagian dari perjanjian pada

umumnya. Perjanjian pada umumnya sesuai dikte hukum (the dictate of the law)

diatur di dalam Buku III A KUHPerdata.

2.2.2. Asas-Asas Perjanjian Pada Umum

Seperti telah Penulis kemukakan di depan, perjanjian menganut sistem

terbuka yang nampak pada asas ini berada pada Pasal 1338 Ayat (1). “Semua

perjanjian yang dibuat secara sah berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang

membuatnya”.

Asas-asas perjanjian, yang harus diperhatikan dalam dalam membuat kontrak

adalah: Asas Kebebasan Berkontrak (freedom of contract). Suatu asas yang

memberikan kebebasan kepada para pihak untuk: membuat atau tidak membuat

perjanjian; mengadakan perjanjian dengan siapapun; menentukan isi perjanjian,

(7)

pelaksanaan, dan persyaratannya; menentukan bentuk perjanjian, yaitu tertulis atau

lisan34 yang sebetulnya tertulis di mata Yuris.

Asas Konsensualisme (concsensualism) berhubungan dengan saat lahirnya

suatu perjanjian yang mengandung arti bahwa perjanjian itu terjadi sejak saat

tercapainya kata sepakat antara pihak-pihak mengenai pokok perjanjian, mengenai

saat terjadinya kesepakatan dalam suatu perjanjian.

Asas Kepastian Hukum (pacta sunt servanda) perjanjian itu tidak dapat

ditarik kembali tanpa persetujuan dari pihak lain. Hal ini disebutkan dalam Pasal

1338 Ayat (2) KUHPerdata yaitu suatu perjanjian tidak dapat ditarik kembali selain

dengan sepakat kedua belah pihak, atau karena alasan-alasan yang oleh

undang-undang dinyatakan cukup untuk itu.

Asas iktikad baik (good faith) yaitu, subyektif, kejujuran seseorang dalam

melakukan suatu perbuatan hukum yaitu apa yang terletak pada sikap batin seseorang

dalam perbuatan hukum. Iktikad baik dalam arti subyektif ini diatur dalam Pasal 531

Buku II KUHPerdata. Namun, iktikad baik itu sebetulnya obyektif, yaitu pelaksanaan

suatu perjanjian harus didasarkan pada norma kepatutan dalam masyarakat. Hal ini

merupakan dikte hukum kepada Pasal 1338 Ayat (3) KUHPerdata, bahwa hakim

diberikan suatu kekuasaan untuk mengawasi pelaksanaan perjanjian agar jangan

sampai pelaksanaannya tersebut melanggar norma-norma kepatutan dan keadilan.

Kepatutan dimaksudkan agar jangan sampai pemenuhan kepentingan salah satu pihak

(8)

terdesak, harus adanya keseimbangan. Keadilan artinya bahwa kepastian untuk

mendapatkan apa yang telah diperjanjikan dengan memperhatikan norma-norma yang

berlaku.

Asas Kepribadian (personality) berhubungan dengan subyek yang terikat

dalam suatu perjanjian. Asas kepribadian dalam KUHPerdata diatur dalam Pasal 1340

Ayat (1) yang menyatakan bahwa suatu perjanjian hanya berlaku antara pihak yang

membuatnya. Pernyataan ini mengandung arti bahwa perjanjian yang dibuat oleh para

pihak hanya berlaku bagi mereka yang membuatnya. Ketentuan mengenai hal ini ada

pengecualiannya, sebagaimana tuntutan hukum kepada Pasal 1337 KUHPerdata

yaitu, dapat pula perjanjian diadakan untuk kepentingan pihak ketiga, bila suatu

perjanjian dibuat untuk diri sendiri, atau suatu pemberian kepada orang lain,

mengandung suatu syarat semacam itu. Pasal ini memberi pengertian bahwa

seseorang dapat terikat dalam perikatan untuk kepentingan pihak ketiga dengan suatu

syarat yang telah ditentukan. Sedangkan dalam Pasal 1338 KUHPerdata, tidak hanya

mengatur perjanjian untuk diri sendiri, tetapi juga untuk kepentingan ahli warisnya

dan untuk orang-orang yang memperoleh hak dari padanya.

2.2.3. Syarat-Syarat dalam Perjanjian Pada Umumnya

Pasal 1320 KUHPerdata telah diatur tentang syarat sahnya suatu perjanjian.

Syarat yang pertama, yaitu adanya kesepakatan kedua belah pihak. Sedangkan yang

dimaksud dengan kata sepakat adalah, kedua belah pihak yang membuat perjanjian

(9)

Dalam bentuknya, perjanjian itu berupa suatu rangkaian perkataan yang

mengandung janji-janji atau kesanggupan yang diucapkan atau ditulis. Hal yang

demikian itu adalah perikatan atau suatu perhubungan hukum antara dua orang atau

dua pihak. Pihak yang satu berhak menuntut suatu hal dari pihak yang lain, dan pihak

yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu. Sifat perjanjian seperti itu

adalah para pihak saling berjanji (exchange of promises).

Hubungan antara perikatan dan perjanjian adalah bahwa perjanjian itu

perikatan. Perjanjian adalah perikatan. Dalam perjanjian tidak boleh ada pihak yang

dipaksa oleh satu pihak untuk membuat perjanjian, disamping perjanjian itu juga

tidak boleh dibuat karena paksaan.

Sedangkan syarat kedua adalah kecakapan untuk melakukan perbuatan

hukum, atau asas cakap melakukan perbuatan hukum. Dalam hal ini yang

dimaksudkan dengan kecakapan adalah bahwa setiap orang yang hendak

mengikatkan diri ke dalam perjanjian itu adalah orang yang sudah dewasa dan sehat

pikirannya dan tidak berada di bawah pengampuan.

Sementara itu syarat ketiga adalah suatu hal tertentu. Sesuatu yang

diperjanjikan dalam suatu perjanjian haruslah suatu hal atau barang yang sudah cukup

jelas atau sudah tertentu. Misalnya saja, bahwa bagi pihak Pekerja, ia harus

melakukan pekerjaan yang bukan merupakan suatu pekerjaan utama (core business)

dari perusahaan si Pemberi Kerja. Lebih jauh, sudah ditentukan pula berapa harga

yang harus dibayar oleh si Pemberi Kerja atas upah yang harus diterima oleh si

(10)

Sedangkan syarat yang keempat adalah; adanya sebab yang halal. Suatu perjanjian yang tidak memakai suatu sebab atau kausa yang halal, atau dibuat dengan

sebab yang palsu atau terlarang, tidak mempunyai kekuatan hukum. Misalnya

perjanjian jual beli narkoba atau jual beli senjata gelap.35 Dalam penelitian, Penulis

menemukan, apabila keempat syarat dalam perjanjian pada umumnya sebagaimana

telah Penulis kemukakan di atas itu diperbandingkan dengan pengertian kerja, maka

sebetulnya tidak ada perbedaan yang mendasar; baik syarat dalam perjanjian pada

umumnya maupun syarat dalam Perjanjian Kerja. UU Ketenagakerjaan memuat

pernyataan bahwa Perjanjian Kerja dibuat atas dasar kesepakatan kedua belah pihak,

kemampuan atau kecakapan melakukan perbuatan hukum, adanya pekerjaan yang

diperjanjikan, dan pekerjaan yang diperjanjikan tidak bertentangan dengan ketertiban

umum, kesusilaan, dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.36

2.3. Perikatan yang Timbul Karena Undang-Undang dan Perbuatan Manusia

Perikatan yang timbul karena undang-undang dan perbuatan manusia terdiri

dalam tiga hal yaitu Perwakilan Sukarela (Zaakwarneming), Pembayaran yang Tidak

Terutang (onverschulddigde betaling), dan Perbuatan Melawan Hukum

(onrechtmatige daad).

35 Pasal 1335 KUHPerdata.

(11)

2.3.1. Perwakilan Sukarela (Zaakwarneming)

Perwakilan sukarela adalah suatu perbuatan dimana seseorang secara

sukarela menyediakan dirinya dengan maksud mengurus kepentingan orang lain

dengan sepengetahuan maupun tanpa sepengetahuan dari pihak yang diurus

kepentingannya.

Perwakilan sukarela dapat terjadi biasanya apabila yang diurus

kepentingannya itu tidak di tempat, sakit atau keadaan apapun dimana ia tidak dapat

melakukan sendiri kepentingannya.

Berdasarkan Pasal 1354 KUHPerdata jelas bahwa perwakilan sukarela

sebagai suatu perbuatan atau perikatan dapat terjadi tanpa sepengetahuan orang yang

diwakilinya, tetapi pada umumnya terjadi dengan sepengetahuannya. Syarat

perwakilan sukarela adalah, kepentingan yang diurus adalah kepentingan orang lain;

seorang wakil sukarela harus mengurus kepentingan orang yang diwakilinya secara

sukarela. Maksudnya adalah bahwa ia berbuat atas inisiatif sendiri bukan berdasarkan

kewajiban yang ditimbulkan oleh undang-undang atau persetujuan. Seorang wakil

sukarela harus mengetahui dan menghendaki dalam mengurus kepentingan orang

lain, serta harus terdapat keadaan yang sedemikian rupa yang membenarkan

inisiatifnya untuk bertindak sebagai wakil sukarela.

Perwakilan sukarela meliputi perbuatan nyata dan perbuatan hukum.

Sepanjang mengenai perbuatan nyata, perwakilan sukarela bagi kepentingan orang

yang tidak cakap atau tidak wenang jelas masih mungkin. Sedangkan jika mengenai

(12)

menurut sifatnya menurut ketentuan undang-undang tidak dilarang. Karena perikatan

itu adalah undang-undang, maka hak dan kewajiban pihak-pihak juga diatur oleh

undang-undang.

2.3.2. Pembayaran yang Tidak Terutang (onverschulddigde betaling)

Seseorang yang membayar tanpa adanya utang, berhak menuntut

kembali apa yang telah dibayarkan. Dan yang menerima tanpa hak

berkewajiban untuk mengembalikan. Hal ini sejalan dengan apa yang didikte oleh

hukum kepada Pasal 1359 KUHPerdata bahwa setiap pembayaran yang ditujukan

untuk melunasi suatu hutang tetapi ternyata tidak ada hutang, pembayaran

yang telah dilakukan itu dapat dituntut kembali. Pembayaran yang dilakukan itu

bukanlah bersifat sukarela namun karena ada kewajiban yang harus dipenuhi yaitu

utang yang harus dibayarkan secara sukarela.

Dalam perikatan pembayaran tanpa utang, tuntutan kembali atas pembayaran

yang telah dilakukan itu disebut conditio indebiti. Tuntutan semacam ini dapat

dilakukan badan-badan Pemerintah, misalnya pembayaran “pajak” yang kemudian

ternyata tidak ada pajak sebaliknya pemungutan liar, maka pihak yang telah

membayar bisa meminta kembali pembayaran tersebut melalui hakim.

2.3.3. Perbuatan Melawan Hukum (onrechtmatige daad)

Menurut ketentuan Pasal 1365 KUHPerdata: ”setiap perbuatan melawan

(13)

orang yang karena kesalahannya menyebabkan kerugian itu mengganti kerugian”.

Pasal tersebut jelas mengandung tuntutan hukum untuk menghukum unsur-unsur

perbuatan melawan hukum. Perbuatan tersebut harus tidak boleh melawan hukum;

harus tidak ada kesalahan; harus tidak ada kerugian yang ditimbulkan dan adanya

hubungan kausal antara perbuatan dan kerugian yang dapat dihukum.

Perbuatan melawan hukum yang ditujukan terhadap diri pribadi orang

lain dapat menimbulkan kerugian fisik atau pun kerugian nama baik (martabat).

Perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh organ badan hukum,

pertanggungjawabnya diatur oleh hukum pada Pasal 1365 KUHPerdata. Perbuatan

melawan hukum yang dilakukan oleh seorang wakil badan hukum yang mempunyai

hubungan kerja dengan badan hukum dapat dipertanggungjawabkan berdasarkan

Pasal 1367 KUHPerdata. Untuk perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh

organ yang mempunyai hubungan kerja dengan badan hukum pertanggungjawabnya

dapat dipilih antara Pasal 1365 KUHPerdata dan Pasal 1367 KUHPerdata.

2.4. Perjanjian Keagenan37

Keagenan memainkan peranan penting di dalam transaksi-transaksi komersial,

khususnya dalam perusahaan modern, yang menurut hukum, dianggap memiliki

pribadi dan dapat mengadakan transaksi atas namanya sendiri. Bahkan dengan

individu sekalipun, seringkali dianggap lebih mudah bila bertransaksi melalui pihak

perantara. Dengan demikian, banyak transaksi komersial sehari-hari yang dilakukan

37

(14)

melalui pihak perantara yang dalam hal ini bertindak dalam lingkup kewenangan

yang diberikan kepadanya baik secara tegas maupun tersirat namun tersurat. Pihak

yang bertindak atas nama pihak lainnya disebut agen dan akibat hukum dari tindakan

yang dilakukan oleh agen adalah pihak untuk siapa ia bertindak – yaitu prinsipal –

akan terikat oleh tindakannya tersebut dan dapat menimbulkan kewajiban hukum

kepada pihak ketiga yang berurusan dengan agennya. Dengan demikian, keagenan

dapat memperluas pihak yang harus melakukan perikatan.

Terhadap klasifikasi peraturan keagenan dalam Hukum yaitu, keagenan

sebagai bentuk perjanjian khusus dan keagenan sebagai lembaga pedagang perantara

selain komisioner dan makelar. Keagenan sebagai perjanjian khusus berarti bentuk

khusus dari perjanjian pemberian kuasa. Sebagai bentuk perjanjian khusus, maka

keagenan merupakan perjanjian bernama selain perjanjian khusus bernama lainnya

yang merupakan tuntutan hukum kepada KUHPerdata. Dengan demikian

ketentuan-ketentuan umum yang hanya merekam kembali dalam KUHPerdata dapat

diberlakukan terhadap keagenan.

Agency dalam hukum adalah suatu Hubungan Hukum atau perikatan dimana

satu pihak yaitu agen bertindak atas nama pihak lain, yaitu prinsipal dan pihak itu

tunduk pada pengawasan prinsipal. Sehingga hubungan antara agen dengan prinsipal

adalah fiduciary relationship. Prinsipal mengijinkan agen bertindak atas nama

prinsipal. Agen berada dibawah pengawasan prinsipal.38

(15)

Antara agency dengan pemberian kuasa terdapat persamaaan. Terjandinya, yaitu secara tegas adalah suatu perjajian atau secara diam-diam. Keagenan terdiri dari

yang umum (general) dan yang khusus (special). Keagenan diam-diam berarti

menjalankan kuasa yang telah diberikan atau tidak ada bantahan atau keberatan

terhadap suatu penyerahan kuasa.39

Adapun bentuk khusus dari perjanjian pemberian kuasa adalah sebagai

berikut: agen tunduk pada pengawasan prinsipalnya. Agen melakukan tugasnya

dengan diberi upah atau komisi. Sedangkan dalam pemberian kuasa, penerima kuasa

tidak selalu diberi upah walaupun dapat juga dilakukan dengan upah. Tanggung

jawab agen terbatas dari apa yang diberikan oleh prinsipalnya yang dituangkan dalam

perjanjian, termasuk pemberian hak substitusi. Dalam pemberian kuasa, dapat

dilakuakn hak substitusi dan tanggung jawabnya tergantung dari ada tidaknya hak

itu.40 Kekhususan pada keagenan tersebut, tidak menghilangkan prinsip dasar dari

perjanjian perwakilan ini yaitu hubungan saling berjanji antara kedua belah pihak

yang didasari dengan kesepakatan dan kepercayaan satu sama lain.

2.5. Perjanjian Kerja

Hakikat Perjanjian Kerja dapat ditelusuri dengan melihat definisi Perjanjian

Kerja sebagaimana diatur di dalam Undang-Undang No. 13 tahun 2003. Menurut UU

39 Pasal 1793 Ayat (2) KUHPerdata.

(16)

Ketenagakerjaan itu, Perjanjian Kerja adalah perjanjian antara Pekerja/Buruh dengan

Pengusaha atau Pemberi Kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak dan kewajiban

para pihak.

Ada juga kepustakaan yang menyatakan bahwa Perjanjian Kerja adalah

perjanjian antara seorang Pekerja dengan seorang Pemberi Kerja. Perjanjian mana

ditandai oleh ciri-ciri: adanya suatu upah atau gaji tertentu yang diperjanjikan dan

adanya suatu hubungan diperatas (dienturhouding) yaitu suatu hubungan berdasarkan

mana pihak yang satu (Pemberi Kerja) berhak memberikan perintah-perintah yang

harus ditaati oleh yang lain.41

Perjanjian Kerja dibuat secara tertulis ataupun lisan. Pada prinsipnya

Perjanjian Kerja dibuat secara tertulis. Namun, memerhatikan kondisi masyarakat

yang beragam, dimungkinkan Perjanjian Kerja dibuat secara lisan tetapi sebetulnya di

mata yuris adalah tertulis. Perjanjian Kerja yang dibuat secara tertulis dilaksanakan

sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Antara lain perjanjian

yang menjadi fokus kajian dan penulisan ini, yaitu Perjanjian Kerja Waktu Tertentu

dan Penyerahan Sebagian Pekerjaan kepada Perusahaan Lain.

Sedangkan definisi Perjanjian Kerja yang ditentukan oleh Penulis dalam

penelitian yaitu dalam UU Ketenagakerjaan adalah perjanjian antara Pekerja/Buruh

dengan Pengusaha atau Pemberi Kerja yang memuat syarat-syarat kerja, hak, dan

kewajiban para pihak.

41

(17)

Sedangkan menurut Pasal 1603 huruf (e) KUHPerdata, Perjanjian Kerja

berakhir demi hukum jika habis waktunya yang ditetapkan dalam perjanjian atau

peraturan-peraturan atau dalam peraturan perundang-undangan atau jika semuanya itu

tidak ada, menurut kebiasaan yang berlaku.

Dari pengertian Perjanjian Kerja tersebut, perjanjian kerja dibedakan menjadi

tiga, yaitu: Perjanjian Kerja waktu tertentu dimana sistem berlakunya ditentukan

menurut perjanjian, misalnya 1 tahun. Perjanjian ini pada umumnya42 diberlakukan

pada karyawan kontrak, dengan jangka waktu sepanjang kontrak tersebut. Perjanjian

Kerja Waktu Tertentu dimana sistem berlakunya ditentukan menurut kebiasaan.

Kepustakaan pada umumnya memberi ilustrasi, misalnya untuk proyek pembuatan

jalan dan pemetik teh, untuk kedua pekerjaan ini perjanjian dianggap berakhir, ketika

pekerjaan dinyatakan selesai. Perjanjian Kerja Waktu Tertentu dimana berlakunya

ditentukan menurut Undang-Undang. Misalnya untuk perusahaan asing, maka jangka

waktu perjanjian kerja sesuai dengan ketentuan tentang penempatan tenaga asing.

2.6. Perjanjian Pemborongan Pekerjaan

Pemborongan pekerjaan diatur dalam KUHPerdata Buku III Bab ke 6 (Pasal

1601 (b) dan Pasal 1604 sampai Pasal 1617).

Perjanjian pemborongan pekerjaan di mana pihak yang satu (pihak

pemborong) mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu pekerjaan bagi pihak

(18)

yang lain (pihak yang memborongkan) dengan menerima suatu harga yang

ditentukan.

Pemborongan kerja yang dalam bahasa Belanda disebut "aanneming van

werk" ialah persetujuan/perjanjian (overeenkomst), dengan mana pihak yang satu

yaitu pemborong (aannemer) mengikatkan diri untuk menyelenggarakan suatu

pekerjaan bagi pihak yang lain yang memborongkan (aanbesteder) dengan menerima

suatu harga (prijs) yang ditentukan.

Dalam kontrak pemborongan itu para pihak (yang memborongkan dan

pemborong) dapat menjanjikan: bahwa pemborong hanya akan melakukan pekerjaan

(arbeid) saja, atau bahwa pemborong selain dari melakukan pekerjaan akan

menyediakan bahannya (stof) juga.

Hal tersebut membawa akibat dalam pertanggungjawaban, yaitu pertama, jika

hasil pekerjaan yang bersangkutan musnah (vergaat), maka pemborong hanya

bertanggung jawab untuk/ karena kesalahannya saja. Sedangkan hal yang kedua, jika

hasil pekerjaan yang bersangkutan dengan cara bagaimanapun juga musnah sebelum

pekerjaan itu diserahkan kepada yang memborongkan, maka pemborong bertanggung

jawab atas segala kerugian, kecuali bila pihak yang memborongkan telah lalai untuk

menerima pekerjaan itu.

Pihak pemborong bertanggung jawab terhadap perbuatan dari para pekerja

yang ia suruh untuk melakukan pekerjaan borongan yang bersangkutan. Namun

(19)

pihak yang memborongkan pekerjaan kepadanya dan juga karena tuntutan hukum

dalam undang-undang.

Borongan pekerjaan berhenti dengan meninggalnya pemborong yang

bersangkutan, tanpa mengurangi kewajiban pihak yang memborongkan untuk

membayar kepada ahli waris pemborong harga pekerjaan yang telah dikerjakan dan

atau harga bahan yang telah disediakan oleh pemborong, dengan mana pihak yang

memborongkan memperoleh suatu manfaat.

Hubungan kerja adalah hubungan antara Pekerja dan Pemberi Kerja setelah

adanya perjanjian kerja, yaitu suatu perjanjian dimana pihak pertama, si Pekerja

mengikatkan dirinya pada pihak lain, si Pemberi Kerja untuk bekerja dengan

mendapat upah dan Pemberi Kerja menyatakan kesanggupan untuk mempekerjakan si

Pekerja dengan membayar upah.

Hubungan antara perusahaan pemakai jasa dengan perusahaan penyedia jasa

adalah terjadinya hubungan kerja dimana adanya suatu ikatan dengan timbulnya suatu

perjanjian.

Hal ini diatur dalam Pasal 66 Ayat (2) Undang-Undang Ketenagakerjaan No.

13 tahun 2003. Meskipun Pekerja tersebut bekerja pada perusahaan pemakai jasa atau

perusahaan yang memborongkan atau menyerahkan sebagian pekerjaan untuk

dikerjakan oleh si penerima pekerjaan, status dari Pekerja tersebut tetap sebagai

Pekerja perusahaan yang memborongkan pekerjaan atau perusahaan penyedia jasa.

Hak-hak yang wajib diterima oleh Pekerja tersebut juga harus dipenuhi oleh

(20)

Hubungan yang tercipta antara perusahaan pemakai jasa dengan Pekerja diatur

dalam Pasal 66 Ayat 4 Undang-Undang No. 13 tahun 2003 yang berbunyi “dalam hal

ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Ayat (1), Ayat (2) huruf (a), huruf (b), dan

huruf (d) serta Ayat (3) tidak terpenuhi, maka demi hukum status hubungan kerja

antara Pekerja/Buruh dan perusahaan penyedia jasa Pekerja/Buruh beralih menjadi

hubungan kerja antara Pekerja/Buruh dan perusahaan Pemberi pekerjaan”.

Sedangkan hubungan antara perusahaan pemakai jasa dengan Pekerja/Buruh

yang berasal dari perusahaan penyedia jasa atau perusahaan pemborong muncul

Pekerja harus tunduk pada peraturan yang ada dalam perusahaan tersebut sepanjang

pekerjaan itu ada, dan apabila terjadi kesalahan yang merugikan perusahaan pemakai

jasa atau perusahaan yang memborongkan pekerjaan tersebut, perusahaan tersebut

dapat menegur langsung pada Pekerja tersebut, begitu juga sebaliknya kepada

perusahaan pemakai jasa yang harus tunduk pada perjanjian yang telah disepakati

bersama.

2.7. Arti Penting Tinjauan Pustaka

Uraian yang Penulis ambil dari beberapa kepustakaan atau Tinjauan

Kepustakaan sebagaimana telah dikemukakan di atas tidak sama sekali menemukan

Pustaka yang membicarakan apa yang disebut sebagai hubungan Kerja Berdasarkan

Perjanjian Kerja Waktu Tertentu (PKWT) dan Penyerahan Sebagian Pekerjaan

Kepada Perusahaan Lain sebagai suatu kontrak atau suatu perjanjian yang berdiri

(21)

umumnya, Perjanjian Kerja, Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu, Perjanjian

Penyerahan Sebagian Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain (outsourcing), Perjanjian

Keagenan, Perjanjian Pemborongan Pekerjaan yang masing-masing merupakan

jenis-jenis perjanjian yang berdiri sendiri-sendiri.

Namun demikian, uraian tentang apa yang terdapat di dalam kepustakaan

mengenai hal-hal sebagaimana telah Penulis kemukakan di depan mempunyai arti

penting, dalam hal, mengarahkan suatu analisa yang pada akhirnya menghasilkan

suatu kesimpulan yang sesuai dengan thesis sentence Penulis, yaitu bahwa Hubungan

Kerja Berdasarkan Perjanjian Kerja untuk Waktu Tertentu (PKWT) dan Penyerahan

Sebagian Pekerjaan Kepada Perusahaan Lain adalah suatu kontrak sui generis

(hybrid) yang berdiri sendiri.

Hal itu akan Penulis kemukakan dalam Bab III, setelah menguraikan hasil

penelitian, baik terhadap peraturan perundang-undangan yang telah dikemukakan

dalam satuan amatan (Bab I)43 maupun Putusan Pengadilan.

Referensi

Dokumen terkait

Berdasarkan hasil penelitian diperoleh kesimpulan antara lain; (1) terdapat perbedaan peningkatan kemampuan penalaran antara mahasiswa yang belajar bahan ajar problem

Pada s Pada saat ses aat seseoran eorang beke g bekerja dengan komputer, misalnya sedang mengetik menggunakan rja dengan komputer, misalnya sedang mengetik menggunakan program MS

topological properties of this space. Some Characterization of tensor product are given.. Selanjutnya, disajikan beberapa permasalahan produk tensor.. ) merupakan ruang

Dan kejadian kedua yaitu pada hari Senin tanggal 18 November 2012 sekira jam 14.00 wib yang mana terdakwa memegang kedua- payudara saksi korban dan memarahi

Anugerah Mega Lestari untuk penjualan dan pembelian barang kena pajak telah dipungut PPN dan penyetoran terdapat selisih dari jumlah pajak masukan dan pajak keluaran yang

Hal ini sejalan dengan teori Bandura (1994) mengemukakan bahwa makin besar self-efficacy seseorang makin besar upaya, ketekunan, dan fleksibiltasnya. Dengan

Faktor Operasional dan Pemeliharaan Faktor operasional dan pemeliharaan memiliki nilai mean 3,63 (Kriteria Sangat Tinggi), terdapat 3 faktor di dalamnya yaitu menjaga dan

Sebagai anggota Organisasi Kerjasama Negara Islam (OKI), Indonesia termasuk dalam pengekspor produk fesyen Muslim terbesar ke-3 di dunia, saat ini pemerintah terus