SKRIPSI
Oleh
ACHMAD RISWANDA IMAWAN
NIM. C31212100
Universitas Islam Negeri Sunan Ampel
Fakultas Syariah dan Hukum
Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga Islam
Surabaya
i
DAFTAR ISI
Halaman
SAMPUL DALAM ... i
PERNYATAAN KEASLIAN ... ii
PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii
PENGESAHAN ... iv
MOTTO ... v
ABSTRAK ... vi
PERSEMBAHAN ... vii
KATA PENGANTAR ... viii
DAFTAR ISI ... x
DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 9
C. Rumusan Masalah ... 10
D. Kajian Pustaka ... 10
E. Tujuan Penelitian ... 13
F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 14
G. Definisi Operasional ... 14
H. Metode Penelitian ... 15
I. Sistematika Pembahasan ... 18
BAB II HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI MENURUT HUKUM ISLAM DAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA A. Hak dan Kewajiban Suami Isteri Menurut Hukum Islam ... 20
1. Pengertian Hak dan Kewajiban Suami Isteri ... 20
ii
BAB III KASUS GUGATAN KOMPENSASI MATERIIL ATAS NAFKAH BATIN DAN PANDANGAN HAKIM TERHADAP ISU TERSEBUT
A. Profil Pengadilan Agama Bondowoso ... 39
B. Deskripsi Putusan Hakim PA Bondowoso No. 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw Tentang Penolakan Gugatan Kompensasi Materiil Atas Nafkah Batin ... 42
C. Pertimbangan Hukum dan Dasar Pemikiran Hakim Pengadilan Agama Bondowoso Dalam Memeriksa Perkara No. 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw Tentang Penolakan Gugatan Kompensasi Materiil Atas Nafkah Batin... 53
BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PA BONDOWOSO NO 1869/PDT.G/2014/PA.BDW TENTANG PENOLAKAN GUGATAN KOMPENSASI MATERIIL ATAS NAFKAH BATIN A. Analisis Dasar Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Bondowoso Terhadap Putusan No. 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw Tentang Penolakan Gugatan Kompensasi Materiil Atas Nafkah Batin ... 65
B. Asnalisis Hukum Islam Terhadap Penolakan Hakim Pengadilan Agama Bondowoso Tentang Penolakan Gugatan Kompensasi Materiil Atas Nafkah Batin Pada Putusan Nomor 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw ... 69
BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 80
B. Saran ... 81
DAFTAR PUSTAKA ... 82
ABSTRAK
Skripsi yang berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan Hakim PA
Bondowoso No. 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw Tentang Penolakan Gugatan Kompensasi
Materiil Atas Nafkah Batin ” merupakan hasil penelitian studi pustaka pada putusan hakim Pengadilan Agama Bondowoso tentang penolakan gugatan kompensasi materiil atas nafkah batin yang bertujuan untuk menjawab permasalahan tentang bagaimana dasar pemikiran hakim Pengadilan Agama Bondowoso tentang gugatan kompensasi materiil atas nafkah batin. Dan bagaimana analisis hukum Islam terhadap ditolaknya gugatan kompensasi materiil atas nafkah batin dalam putusan no. 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw.
Data hasil penelitian dihimpun dengan menggunakan teknik wawancara dan analisis data secara deskriptif verifikatif melalui pola pikir deduktif yaitu mengemukakan dalil-dalil atau data-data yang bersifat umum yakni tentang hak dan kewajiban suami isteri namun lebih difokuskan pada nafkah batin kemudian ditarik pada permasalahan yang lebih bersifat khusus tentang gugatan kompensasi materiil atas nafkah batin tersebut dalam putusan No. 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw.
Setelah data terkumpul maka analisis dalam perkara ini adalah seorang isteri menuntut hak ganti rugi atas nafkah batin yang dilalaikan oleh suaminya dengan sejumlah uang. Gugatan isteri dalam hal ini tidak bisa dibenarkan sebagaimana dalam perkara No. 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw sebab nafkah batin merupakan suatu hal abstrak dan tidak mungkin dinilai dengan harta (uang). Dan akan sulit menetukan harga nafkah betin itu sendiri. Terlebih nafkah batin tidak bisa diukur secara kualitatif (kepuasan) maupun kuantitatif (frekuensi berhubungan suami isteri). Maka gugatan kompensasi nafkah batin yang diajukan oleh pihak isteri sudah sepatutnya untuk ditolak oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama Bondowoso. Namun perlu diketahui bahwa setiap hakim dalam memutuskan sebuah perkara mempunyai pertimbangan masing-masing.
1 BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada
setiap makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan.
Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah Swt., sebagai jalan bagi
makhluk-Nya untuk berkembangbiak, dan melestarikan hidupnya.1
Istilah pernikahan juga sering disebut dengan perkawinan. Dalam
bahasa Indonesia, “perkawinan” berasal dari kata “kawin”, yang menurut
bahasa artinya adalah membentuk keluarga dengan lawan jenis; melakukan
hubungan kelamin atau bersetubuh.2 Istilah kawin sebenarnya telah
digunakan secara umum untuk semua makhluk hidup yang dapat
berkembangbiak, seperti manusia, hewan dan tumbuhan, dan menunjukkan
proses generatif secara alami. Berbeda halnya dengan pernikahan, istilah ini
lazim digunakan pada manusia karena mengandung unsur keabsahan secara
hukum nasional, adat istiadat dan terutama menurut agama.3
Dalam Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa, Perkawinan
menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau
mi>tsa>qan ghali>dhan untuk menaati perintah Allah dan melakukannya
merupakan ibadah.4
1Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 6.
2Anonimous, Kamus Besar Bahas Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), 146.
3Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih…,7.
2
Pernikahan yang dilandasi dengan maksud dan tujuan yang jelas serta
baik akan berdampak pada langgengnya sebuah rumah tangga. Ikatan
pertama pembentukan rumah tangga telah dipatri oleh ijab kabul yang
dilakukan ketika akad nikah. Kalimat ijab kabul sangat mudah untuk
diucapkan oleh calon suami dan wali calon istri. Ijab kabul seperti ini oleh
Rasulullah Saw., disebut sebagai Khafifata>ni fi> Lisan Saqi>lata>ni fi>
al-Mi@za>n yang artinya adalah ringan untuk diucapkan oleh lidah, tetapi berat
pada timbangan.5 Hal ini dapat disimpulkan bahwa ijab kabul sangatlah
mudah untuk diucapkan, namun berat sekali dalam pelaksanaan
tanggungjawab yang mengikutinya.
Apabila akad nikah telah berlangsung dan sah memenuhi syarat dan
rukunnya maka akan menimbulkan akibat hukum. Didalam akibat hukum
tersebut adalah timbulnya hak dan kewajiban suami istri dalam keluarga.6Hak
adalah apa-apa yang diterima oleh seseorang dari orang lain, sedangkan,
kewajiban adalah apa yang mesti dilakukan seseorang terhadap orang
lain.7Dalam berumah tangga pasangan suami istri tentunya mempunyai
hubungan timbal balik yang disebut dengan pemenuhan hak dan kewajiban.
Adanya hak dan kewajiban antara suami dan istri dalam kehidupan
rumah tangga dapat dilihat dalam beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi.
Contoh dalam Al-Qur’an adalah pada surat Al-Baqarah ayat 228:
5Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer (Analisis
Yurisprudensi dengan Pendekatan Ushuliyah), (Jakarta: Kencana, 2004), 96.
6 Abdul Rahman Ghozali,Fiqh Munakahat,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2008),155.
Artinya: “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.8
Ayat ini menjelaskan bahwa istri mempunyai hak dan istri juga
mempunyai kewajiban. Kewajiban istri merupakan hak bagi suami. Meskipun
demikian, suami mempunyai kedudukan setingkat lebih tinggi, yaitu sebagai
kepala keluarga.
Dalam hadist juga diterangkan mengenai hak dan kewajiban yaitu
hadist yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr bin ‘Ash.
ُها ىلَص ِهللا ُلوُسَر َلاَق
؟َلْيللا ُموُقَ تَو َراَه نلا ُموُصَت َكنَأ ْرَ بْخُأ َََْأ ،ِهللا َدْبَع اَي :َملَسَو ِهْيَلَع
،اًقَح َكْيَلَع َكِدَسَِْ نِإَف ،َََْو ْمُقَو ،ْرِطْفَأَو ْمُص ،ْلَعْفَ ت َاَف :َلاَق ،ِهللا َلوُسَر اَي ىَلَ ب :ُتْلُ ق
نِإَو
َكْيَلَع َكِنْيَعِل
اًقَح َكْيَلَع َك ِجْوَزِل نِإَو ،اًقَح
Artinya: Rasulullah SAW bersabda : “Hai Abdullah, apakah tidak aku khabari
sesungguhnya kamu berpuasa pada siang hari dan beribadah pada
waktu malam ?” Aku menjawab : “Benar Ya Rasulullah”. Rasulullah
berkata : “Jangan kamu lakukan itu, berpuasalah dan berbuka,
beribadahlah dan tidur, sesungguhnya bagi tubuhmu ada hak atasmu, bagi dua matamu ada hak atasmu dan bagi isterimu ada hak
atasmu.” (H.R. Bukhari).9
Dari kedua dalil naqli diatas maka dijelaskan bahwa kewajiban suami
terhadap istri adalah hak yang harus didapatkan oleh istri dan kewajiban istri
terhadap suami adalah hak yang harus didapatkan oleh suami. Terkait dengan
masalah ini, Ibnu Thaimiyah berpendapat dalam kitabnya yaitu “Majmu al
8
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Terjemah Indonesia, (Jakarta: Sari Agung, 2002), 55.
4
Fatawa>” bahwa “Tidak ada hak yang lebih wajib untuk ditunaikan seorang
wanita setelah hak Allah dan Rasul-Nya daripada hak suami.”10
Dalam undang-undang No. 1 Tahun 1974 juga diatur tentang hak dan
kewajiban yaitu tertuang pada pasal 30 yang berbunyi : Suami isteri memikul
kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi
dasar dari susunan masyarakat. Pasal 30 ini juga dikuatkan dan diperjelas
oleh pasal 31 sampai pasal 34. Pada Kompilasi Hukum Islam juga sangat jelas
sekali dijelaskan tentang hak dan kewajiban suami istri yakni tertuang dalam
pasal 77 yang berbunyi sebagai berikut:
1. Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.
2. Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahirbathin yang satui kepada yang lain.
3. Suami isteri memikul kewajiban untuk mengasuh
danmemeliharaanak-anak mereka, baikmengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan agamanya. 4. Suami isteri wajib memelihara kehormatannya.
5. Jika suami atau isteri melalaikan kewjibannya masing-masing dapatmengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.11
Diantara kewajiban suami adalah memberikan nafkah kepada isteri
dan anak-anaknya baik itu berupa nafkah lahir maupun nafkah batin. Nafkah
merupakan kewajiban seorang suami kepada keluarganya sebagai bentuk rasa
pertanggungjawaban atas perkawinan yang dijalani. Hal ini sesuai firman
Allah Swt., dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 233:
10
Anwar Al Baaz dan Amir Al Jazzar,Kumpulan Fatwa Ibnu Taimiyah : Majmu Fatawa,
(Jakarta: Pustaka Azzam, 2015), 260. 11
Artinya: “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian”. 12
Selain itu hadist Rasulullah Saw., juga menegaskan kewajiban suami
dalam memberikan nafkah kepada istrinya, diantaranya hadist yang
diriwayatkan oleh Mu’awiyah al-Qusyairi.
ْنَأ َلاَق ِهْيَلَع اَنِدَحَأ ِةَجْوَز قَح اَم ِهللا َلوُسَر اَي ُتْلُ ق َلاَق ِيَِْْشُقْلا َةَيِواَعُم ْنَع
اَذِإ اَهَمِعْطُت
ِِ اِإ ْرُجْهَ ت َاَو ْحِبَقُ ت َاَو َهْجَوْلا ْبِرْضَت َاَو َتْبَسَتْكا ْوَأ َتْيَسَتْكا اَذِإ اََوُسْكَتَو َتْمِعَط
ِتْيَ بْلا
Artinya: Dari Mu’awiyah al Qusyairi Radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Aku bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah hak isteri salah seorang dari
kami yang menjadi kewajiban suaminya?” Beliau
menjawab,"Engkau memberi makan kepadanya, jika engkau makan. Engkau memberi pakaian kepadanya, jika engkau berpakaian. Janganlah engkau pukul wajahnya, janganlah engkau memburukkannya, dan janganlah engkau meninggalkannya kecuali
di dalam rumah”. (HR. Abu Daud)13
Nafkah dibagi menjadi dua macam yaitu nafkah lahir dan nafkah
batin. Nafkah lahir adalah sesuatu yang diberikan seseorang kepada isteri,
kerabat dan miliknya sebagai keperluan pokok bagi mereka. Keperluan pokok
tersebut seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal.14Sedangkan nafkah
batin adalah kebutuhan biologis dan psikologis seperti cinta, kasih sayang,
perhatian, perlindungan dan lain sebagainya yang konkretnya berupa
12
Departemen Agama RI, Al-Qur’an Terjemah Indonesia…, 54.
13 Abu Dawud Sulaiman, Sunan Abu Daud, (Darul Hadis, 2014) no. 2142
14
6
persetubuhan (sexual intercourse) yang harus dipenuhi oleh suami atas
isteri.15
Selain nafkah lahir, suami juga dituntut untuk mampu memberikan
nafkah batin kepada isteri. Islam telah mengatur tentang nafkah yang tidak
berbentuk materi, namun berbentuk kasih sayang dan perhatian yang tulus
dari pasangan suami isteri. Hal ini dijelaskan dalam al-Qur’an surat Ar-Ruu<m ayat 21, bahwa Allah menciptakan pria dan wanita untuk saling mencintai
dan menyayangi.
َْحَرَو ًةدَوَم ْمُكَنْ يَ ب َلَعَجَو اَهْ يَلِإ اوُنُكْسَتِل اًجاَوْزَأ ْمُكِسُفْ نَأ ْنِم ْمُكَل َقَلَخ ْنَأ ِهِتاَيآ ْنِمَو
ِِ نِإ ًة
َنوُركَفَ تَ ي مْوَقِل تاَيآ َكِلَذ
Artinya: “Dan di antara ayat-ayat-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa nyaman kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu mawadah dan rahmah. Sesungguh-nya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi
kaum yang berpikir” 16
Nafkah batin merupakan pemenuhan kebutuhan terutama biologis dan
psikologis, seperti cinta dan kasih sayang, perhatian, perlindungan dan lain
sebagainya, yang salah satu bentuk konkritnya berupa persetubuhan (sexual
intercourse). Sehingga kebanyakan masyarakat dan kasus-kasus terkait
dengan nafkah batin ketika menyebut kata nafkah batin maka biasanya
mereka merujuk pada hubungan seksual yang sah antara suami dan isteri.
Nafkah mempunyai peran penting dalam kelangsungan hidup berumah
tangga. Hal ini dikarenakan kenyataan bahwa terkadang persoalan nafkah
menjadi faktor utama dibalik kehancuran sebuah rumah tangga. Biasanya
15
Samsul Bahri, Mimbar Hukum, No 52, Nafkah Batin dan Kompensasi Materiilnya, 24
16
yang terjadi adalah suami telah mengabaikan kewajibanya sebagai kepala
rumah tangga. Konflik internal rumah tangga yang terkait dengan persoalan
hak dan kewajiban suami isteri termasuk didalamnya hak dan kewajiban
terkait ekonomi seringkali membuat salah satu pihak yang dalam hal ini
adalah isteri memiliki pilihan sulit. Pilihan sulit ini adalah untuk tetap
bertahan didalam rumah tangga tersebut atau pilihan lainya untuk berpisah
dengan cara bercerai dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama demi
menuntut haknya yang telah terabaikan. Indonesia dalam hal ini melalui
Kompilasi Hukum Islam pasal 77 ayat 5 telah menjamin hak kedua pasangan
baik itu suami maupun isteri. Didalam undang-undang tersebut dijelaskan
bahwa “Jika suami atau isteri melalaikan kewjibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama”.
Dalam hal ini ada banyak kasus dimana salah satu pasangan baik isteri
maupun suami ini mengajukan gugatan kompensasi materiil terhadap
kelalaian kewajiban salah satu pasangan. Beberapa gugatan didasarkan
kepada lalainya salah satu pasangan dalam menunaikan kewajiban yang
terkait dengan nafkah lahir atau nafkah yang berbentuk materiil. Akan tetapi
ada juga beberapa gugatan yang menuntut kompensasi materiil atas kelalaian
salah satu pasangan dalam hal ini biasanya adalah pihak suami atas nafkah
batin atau nafkah yang berbentuk moril.
Diantara kasus-kasus tersebut ada yang menarik yaitu kasus di
Bondowoso. Dalam kasus ini dijelaskan ada seorang istri yang dalam hal ini
8
adalah Tergugat pada tanggal 19 Agustus 2014 di Pengadilan Agama
Bondowoso. Hal ini dikarenakan rumah tangga Penggugat dan Tergugat
sudah tidak harmonis lagi sehingga sering terjadi perselisihan dan
pertengkaran. Salah satu alasan Penggugat melakukan gugatan adalah
dikarenakan Tergugat tidak memperhatikan Penggugat serta tidak melakukan
kewajibannya kepada Penggugat yakni hubungan layaknya suami isteri,
ternyata tidak melakukannya kewajiban tersebut Tergugat telah menjalin
hubungan cinta dengan perempuan lain bernama Dwi Sofiana, dan sekarang
Tergugat dengan perempuan tersebut telah satu rumah bahkan telah seperti
layaknya suami isteri, menurut informasi dari karyawan Tergugat bahwa
Tergugat telah nikah sirri dengan perempuan tersebut dan telah dikaruniai
seorang anak laki-laki.
Padahal Pernikahan Penggugat dan Tergugat telah berlangsung
selama sepuluh tahun dan dikaruniai lima orang anak yang masing-masing
berumur 12, 9, 8, 5 dan 2 tahun. Penggugat dan Tergugat telah berpisah
selama satu tahun tujuh bulan terhitung sejak bulan Mei 2013. Dalam
gugatanya tersebut Penggugat menuntut nafkah Ma>dhiyah sebesar Rp.
50.000,- per hari sejak Penggugat dan Tergugat berpisah sampai dengan
putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan Penggugat meminta nafkah
lima anak kepada tergugat masing-masing sebesar Rp. 500.000,- perbulan
sehingga berjumlah Rp.2.500.000,. Tidak hanya itu Penggugat dalam
gugatanya mengatakan bahwa Tergugat tidak pernah memberikan nafkah
menuntut ganti rugi nafkah batin berupa uang sebesar Rp. 500.000.000,-
(lima ratus juta rupiah).
Yang sangat menarik perhatian penulis adalah gugatan kompensasi
materiil atas lalainya pihak suami dalam nafkah batin tersebut. Dan yang
lebih menarik lagi disini adalah bahwa Pengadilan Agama Bondowoso
memutuskan untuk menolak gugatan tersebut. Kasus ini melahirkan beberapa
pertanyaan bagi penulis. Apakah yang menjadi dasar hakim menolak gugatan
tersebut, bagaimana sebenarnya hukum islam mengatur nafkah batin dan
seberapa jauh dan apasaja yang bisa di identifikasiakan sebagai hak dan
kewajiban suami isteri dalam Islam serta apakah juga hukum Islam membuka
ruang untuk memberikan kompensasi ketika nafkah batin tersebut tidak
terpenuhi. Pertanyaan-pertanyaan inilah yang ingin dijawab dan diteliti
penulis dalam skripsi ini.
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis membuat skripsi
berjudul: Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan Hakim Pa Bondowoso No.
1869/Pdt.G/2014/Pa.Bdw Tentang Penolakan Gugatan Kompensasi Materiil
Atas Nafkah Batin.
B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah
1. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang diuraikan penulis di atas, maka
10
a. Faktor-faktor yang melatar belakangi penolakan hakim atas gugatan
nafkah batin.
b. Tinjauan hukum Islam tentang gugatan kompensasi materiil atas
nafkah batin.
2. Batasan Masalah
Dari luasnya pembahasan mengenai gugatan kompensasi materiil
atas nafkah batin dalam identifikasi masalah tersebut, maka penulis
membatasi masalah dalam pembahasan ini:
a. Putusan Hakim PA Bondowoso no. 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw.
Tentang gugatan kompensasi materiil atas nafkah batin.
b. Penolakan hakim atas gugatan kompensasi materiil atas nafkah batin.
C. Rumusan Masalah
1. Bagaimana dasar pertimbangan Hakim PA Bondowoso. Tentang gugatan
kompensasi materiil atas nafkah batin?
2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap ditolaknya gugatan
kompensasi materiil atas nafkah batin dalam putusan no.
1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw?
D. Kajian Pustaka
Kajian pustaka bertujuan untuk memaparkan perbedaan mendasar antara
penelitian yang dilakukan dengan kajian atau penelitian yang pernah
terdapat beberapa karya ilmiyah yang berhubungan dengan kompensasi
materiil atas nafkah batin, di antaranya:
1. Skripsi tahun 2002 yang berjudul “Studi Analisis Hukum Islam Tentang Kompensasi Materiil Atas Nafkah Batin” Milik Ahmad Hamdi Mulyo
Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya, Fakultas Syari’ah, Jurusan Ahwal al-Syakhsiyyah. Bahasan utama dalam skripsi ini adalah tinjauan
hukum Islam dan perundang-undangan terhadap kompensasi nafkah batin
dan penentuan harga nafkah batin. Diketahui bahwa skripsi ini
menggunakan metode literatur. Dalam skripsi ini dijelaskan bahwa isteri
dapat mengajukan gugatan kompensasi materiil atas nafkah batin dengan
dua cara. Pertama adalah isteri mengajukan gugatan cerai dengan alasan
yang tertuang pada pasal 9 huruf (b) atau (c) PP No. 1 tahun 1975
sekaligus menuntut kompensasi atas nafkah yang tidak diterimanya.
Kedua, isteri mengjukan kompensasi atas nafkah batin sebagai gugatan
pokok. Gugatan ini dapat dikabulkan, karena untuk menolak gugatan
tersebut hakim tidak mempunyai alasan yang kuat.
2. Skripsi oleh Ana Nurul Hidayati tahun 2006 yang berjudul “Putusan PA
Bojonegoro Nomor :823/Pdt.G/2001/PA.Bjn. Tentang Tuntutan Isteri
Mengenai Ganti Rugi Untuk Nafkah Batin Dalam Perspektif Imam
Malik”. Skripsi ini merupakan hasil dari studi lapangan dan leteratur terhadap perspektif Imam Malik, tentang tuntutan Isteri mengenai ganti
rugi nafkah batin yang dikabulka oleh Hakim Pengadilan Agama
12
bahwa nafkah batin adalah kewajiban suami kepada isteri. Isteri tentu
akan dirugikan jika haknya tidak dipenuhi oleh suaminya. Namun hal
tersebut ternyata bertentangan dengan pendapat Imam Malik yang juga
didukung oleh Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal. Pendapat
tersebut adalah jika si suami tidak mampu memenuhi kewajibanya, maka
isteri hanya diberikan dua pilihan yaitu antara cerai gugat atau bertahan
melanjutkan rumah tangganya. Dan tidak ada sama sekali keterangan
tentang hak isteri untuk menuntut ganti rugi nafkah batin.
3. Skripsi yang ditulis oleh Moh. Thobib Dzikrul Hasan pada tahun 2011
dengan judul “Gugatan Rekompensi Mengenai Tuntutan Nafkah Batin Isteri Kepada Suaminya Pada Masa Berpisah (madliyah) Dalam Perkara
Cerai Talak (Studi Putusan PA. Lumajang Nomor:
1715/Pdt.G/2006/PA.Lmj)”. Bahasan utama dalam skripsi ini adalah
bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap gugatan rekompensasi
mengenai tuntutan nafkah batin kepada suaminya pada masa berpisah
(madliyah). Dalam perkara ini Hakim Pengadilan Agama Lumajang
menolak gugatan tersebut. Adapun alasan hakim dalam penolakan ini
adalah tidak ditemukan dasar hukum yang kuat untuk dijadikan rujukan
hakim dalam menyelesaikan perkara kaitanya dengan kompensasi nafkah
batin isteri dalam bentuk materiil.
Walaupun banyak penelitian terdahulu yang terkait dengan nafkah
batin, penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian yang lain. Adapun
1. Objek penelitian ini adalah putusan hakim di Pengadilan Agama
Bondowoso.
2. Gugatan isteri terhadap suami atas nafkah batin berbeda dengan
penelitian sebelumnya, sebab ini dilakukan pada masa isteri menggugat
suami untuk bercerai.
3. Dalam analisisnya, peneliti menggunakan kaidah-kaidah yang terdapat
dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia serta hukum
perkawinan Islam berdasarkan Kompilasi Hukum Islam, Al-Qur’an dan hadis-hadis.
4. Belum ada kajian yuridis dan hukum Islam yang membahas putusan PA
Bondowoso no. 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw. Tentang gugatan kompensasi
materiil atas nafkah batin.
E. Tujuan Penelitian
Berdasarkan rumusan masalah yang peneliti kaji dari penelitian ini,
maka penulisan penelitian ini bertujuan untuk:
1. Memahami dan mengetahui dasar pertimbangan Hakim PA Bondowoso
pada putusan no. 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw. Tentang gugatan kompensasi
materiil atas nafkah batin.
2. Menahami analisis hukum Islam terhadap gugatan kompensasi materiil
14
F. Kegunaan Hasil Penelitian
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sekurang-kurangnya
meliputi dua aspek, antara lain:
1. Aspek teoritis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih khazanah
keilmuan dan penelitian ini dapat dijadikan sebagai literatur dan referensi,
baik oleh peneliti selanjutnya, akademisi, maupun bagi pemerhati hukum
khususnya dalam hal hukum gugatan kompensasi materiil atas nafkah
batin.
2. Aspek Praktis
Dari segi praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pemahaman dan
kemanfaatan bagi hakim dan masyarakat dalam menelaah hukum gugatan
kompensasi materiil atas nafkah batin.
G. Definisi Operasional
Untuk mempermudah pemahaman pembaca dalam penulisan
penelitian ini, serta untuk menghindari kesalahpahaman, maka peneliti
menguraikan beberapa istilah, antara lain:
1. Nafkah batin: Adalah kebutuhan biologis dan psikologis seperti cinta,
kasih sayang, perhatian, perlindungan dan lain sebagainya yang
konkretnya berupa persetubuhan (sexual intercourse) yang harus dipenuhi
oleh suami atas isteri.17
2. Kompensasi materiil: terdiri dari dua kata yaitu kompensasi yang artinya
imbalan atau ganti rugi dan materiil yang artinya benda atau sesuatu yang
bersifat materi. Jadi kompensasi materiil adalah mengganti kerugian
dengan sejumlah materi, dalam hal ini adalah hak isteri (nafkah batin)
yang tidak diperoleh dari suami.
H. Metode Penelitian
Penulisan dan pembahasan penelitian ini menggunakan metode
penelitian yuridis deskriptif verifikatif melalui pola pikir deduktif yaitu
mengemukakan dalil-dalil atau data-data yang bersifat umum yakni
tentang hak dan kewajiban suami isteri namun lebih difokuskan pada
nafkah batin kemudian ditarik pada permasalahan yang lebih bersifat
khusus tentang gugatan kompensasi materiil atas nafkah batin tersebut
dalam putusan No. 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw.
1. Data Yang Dikumpulkan
Data yang dikumpulkan adalah sebagai berikut:
a. Data tentang dasar pertimbangan hakim melakukan penolakan
terhadap gugatan kompensasi marteriil atas nafkah batin dalam
putusan nomor 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw.
b. Data yuridis dan hukum Islam mengenai gugatan kompensasi materiil
atas nafkah batin.
2. Sumber Data
16
a. Sumber Data Sekunder
Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen
resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil
penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan peraturan
perundang-undangan.18 Sumber data sekunder dari penelitian ini
adalah:
1. Putusan Hakim PA Bondowoso nomor 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw.
2. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan
3. Kompilasi Hukum Islam
3. Teknik Pengumpulan Data
Adapun untuk memperoleh data yang akurat dan dibutuhkan oleh
peneliti sesuai dengan judul penelitian, maka dalam pengumpulan data
peneliti menggunakan satu metode yaitu metode Dokumentasi Menurut
Suharsimi Arikunto, dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang
artinya barang-barang tertulis.19 Dalam hal ini, peneliti mempunyai teks
putusan PA Bondowoso nomor 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw. Untuk
dokumen lainnya, akan peneliti kumpulkan dalam penelitian lebih lanjut.
18 Ibid., 106.
19 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rieneka
4. Teknik Pengolahan Data
Untuk mensistematisasikan data yang telah dikumpulkan dan
mempermudah peneliti dalam melakukan analisa data, maka peneliti
mengolah data tersebut melalui beberapa teknik, dalam hal ini data yang
diolah merupakan data yang telah terkumpul dari beberapa sumber adalah
sebagaimana berikut:20
a. Editing, yaitu mengedit data-data yang sudah dikumpulkan. Teknik
ini digunakan oleh peneliti untuk memeriksa atau mengecek sumber
data yang diperoleh melalui teknik pengumpulan data, dan
memperbaikinya apabila masih terdapat hal-hal yang salah.
b. Coding, yaitu pemberian kode dan pengkategorisasian data. Peneliti
menggunakan teknik ini untuk mengkategorisasikan sumber data yang
sudah dikumpulkan agar terdapat relevansi dengan pembahasan dalam
penelitian ini.
c. Organizing, yaitu mengorganisasikan atau mensistematisasikan
sumber data. Melalui teknik ini, peneliti mengelompokkan data-data
yang telah dikumpulkan dan disesuaikan dengan pembahasan yang
telah direncanakan sebelumnya mengenai gugatan kompensasi
materiil atas nafkah batin.
18
5. Teknik Analisis Data
Analisis data adalah proses mencari dan menyusun data secara
sistematis data yang diperoleh dari hasil studi pustaka, wawancara, dan
bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat
diinformasikan ke orang lain.21
Untuk menganalisa data-data yang telah dikumpulkan secara
keseluruhan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif
analisis yaitu peneliti mendeskriptifkan dan memaparkan data yang
diperoleh di PA Bondowoso. Lebih lanjut, digunakan pola pikir dedukif,
yaitu mengemukakan data yang besifat umum mengenai analisis putusan
PA Bondowoso nomor 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw., kemudian dianalisa
dengan paparan yang bersifat khusus mengenai hukum gugatan
kompensasi nafkah batin sesuai dengan analisis yuridis.
I. Sistematika Pembahasan
Agar lebih mudah memahami alur pemikiran dalam skripsi ini, maka
penulis membagi skripsi ini menjadi lima bab, yang saling berkaitan antara
bab satu dengan bab yang lainnya. Dari masing-masing diuraikan lagi
menjadi beberapa sub bab yang sesuai dengan judul babnya. Adapun
sistematika pembahasan dalam skripsi ini selengkapnya adalah sebagai
berikut:
Bab kesatu: Merupakan pendahuluan, membahas latar belakang
masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,
tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metodologi
penelitian, dan sistematika pembahasan.
Bab kedua: Merupakan bab yang bersifat kerangka konseptual, berupa
tinjauan umum mengenai penjabaran disiplin keilmuan terhadap penelitian.
Yakni mengenai pengertian hak dan kewajiban suami isteri, hak suami atas
isteri, hak isteri atas suami, hak dan kewajiban bersama suami dan isteri,
serta pembahasan lain yang berkaitan dengan judul.
Bab ketiga: Merupakan bab yang menguraikan data hasil penelitian,
yakni data dari Pengadilan Agama Bondowoso terkait penolakan hakim
tentang gugatan kompensasi materiil atas nafkah batin dalam perkara cerai
gugat nomor : 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw dan dasar hukum pertimbangan
hakim Pengadilan Agama Bondowoso mengenai perkara tersebut.
Bab keempat: Merupakan bab yang membahas analisis data. Dalam
bab ini membahas tentang dasar hukum penolakan hakim Pengadilan Agama
Bondowoso dalam gugatan kompensasi materiil atas nafkah batin yang
diajukan oleh pihak isteri kepada pihak suami dalam perkara nomor:
1869/Pdt.G/2014/PA/Bdw
Bab kelima: Merupakan bab penutup, berisi tentang kesimpulan dan
saran. Kesimpulan tersebut diperoleh setelah mengadakan analisis terhadap
data yang diperoleh, sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya, dan
20 BAB II
HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI MENURUT HUKUM ISLAM
A. Hak dan Kewajiban Suami Isteri Menurut Hukum Islam
1. Pengertian Hak dan Kewajiban Suami Isteri
Perkawinan adalah perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk
menempuh kehidupan rumah tangga. Sejak mengadakan perjanjian
melalui akad, kedua belah pihak telah terikat dan sejak itulah mereka
mempunyai kewajiban dan hak, yang tidak mereka miliki sebelumnya.1
Yang dimaksud dengan hak di sini adalah apa-apa yang diterima
oleh seseorang dari orang lain, sedangkan kewajiban adalah apa yang
mesti dilakukan seseorang terhadap orang lain. Kewajiban timbul karena
hak yang melekat pada subyek hukum.2
Sesudah pernikahan dilangsungkan, kedua belah pihak suami isteri
harus memahami hak dan kewajiban masing-masing. Hak bagi isteri
menjadi kewajiban bagi suami. Begitu pula, kewajiban suami menjadi hak
bagi isteri. Suatu hak belum pantas diterima sebelum kewajiban
dilaksanakan.3
Dalam Al-Quran dinyatakan oleh Allah SWT:
1 Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat 2, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2010), 11.
2 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2007),159.
Artinya: “Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. Dan tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Al-Baqarah: 228)4
2. Bentuk-bentuk Hak dan Kewajiban Suami Isteri
Segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah di dunia ini pasti
mempunyai hikmah yang terkandung didalamnya. Seperti halnya Allah
menciptakan manusia yang berlainan bentuk yaitu laki-laki dan
perempuan agar masing-masing saling membutuhkan dan saling
melengkapi sehingga kehidupan mereka senantiasa dapat berkembang.
Dalam membangun rumah tangga suami isteri harus sama-sama
menjalankan tanggungjawabnya masing-masing agar terwujud
ketentraman dan ketenangan hati sehingga sempurnalah kebahagiaan
hidup berumah tangga.5
Hak dan kewajiban suami isteri adalah hak isteri yang merupakan
kewajiban suami dan sebaliknya kewajiban suami yang menjadi hak
4 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Terjemah Indonesia, (Jakarta: Sari Agung, 2002), 64.
22
isteri.6 Menurut Sayyid Sabiq hak dan kewajiban isteri ada tiga bentuk,
yaitu:
a. Hak Isteri atas Suami
Hak isteri atas suami terdiri dari dua macam. Pertama, hak
finansial, yaitu mahar dan nafkah. Kedua hak nonfinansial, seperti hak
untuk diperlakukan secara adil (apabila sang suami menikahi perempuan
lebih dari satu orang) dan hak untuk tidak disengsarakan. 7
1. Hak yang bersifat materi
1) Mahar
Diantara bentuk pemeliharaan dan penghormatan Islam kepada
perempuan adalah dengan memberikan hak kepadanya untuk
memiliki.8 Hak-hak yang harus diterima oleh isteri, pada hakikatnya,
merupakan upaya Islam untuk mengangkat harkat dan martabat kaum
perempuan pada umumnya. Pada zaman dahulu, hak-hak perempuan
hampir tidak ada dan yang tampak hanyalah kewajiban. Hal ini karena
status perempuan dianggap sangat rendah dan hampir dianggap
sebagai sesuatu yang tidak berguna, seperti yang terjadi pada masa
jahiliyah di jazirah Arab dan hampir disemua negeri. Pandangan itu
boleh jadi disebabkan oleh situasi dan kondisi ketika itu yang
memerlukan kekuatan fisik untuk mempertahankan hidup.9
6 Beni Ahmad Saebani, Fikih Munakahat 2…, 11.
7 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 3, (Jakarta: Tinta Abadi Gemilang, 2013), 412.
8 Ibid., 412.
adalah pengakuan terhadapa segala sesuatu yang menjadi hak-haknya.
Sebagaimana dalam perkawinan bahwa hak yang pertama ditetapkan
oleh Islam adalah hak perempuan menerima mahar.
Mahar dalam bahasa Arab shadaq. Asalnya isim masdar dari
kata asdaqa, masdarnya ishdaq diambil dari kata shidqin (benar).
Dinamakan shadaq memberikan arti benar-benar cinta nikah dan
inilah yang pokok dalam kewajiban mahar atau maskawin.10
Pengertian mahar menurut syara’ adalah sesuatu yang wajib
sebab nikah atau bercampur atau keluputan yang dilakukan secara
paksa seperti menyusui dan ralat para saksi.11
Pemberian mahar dari suami kepada isteri adalah termasuk
keadilan dan keagungan hukum Islam. Sebagaimana firman Allah
Swt., dalam surat An-Nisa’ ayat 4:
Artinya: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”. (QS. An-Nisa’: 4)12
10 Abdul Aziz Muhammad Azam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat, (Jakarta:
Amzah, 2011), 174-175. 11 Ibid., 175.
24
Ayat tersebut ditunjukkan pada suami sebagaimana yang
dikatakan oleh Ibnu Abas, Qatadah, Ibnu Zaid, dan Ibnu Juraij.
Perintah pada ayat ini wajib dilaksanakan karena tidak ada bukti
(qarinah) yang memalingkan dari makna tersebut. Mahar wajib atas
suami terhadap isteri.13 Demikian juga firman Allah Swt:
Artinya: “Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban.” (QS. An-Nisa’: 24)14 Dalil sunnahnya adalah sabda Nabi kepada orang yang hendak
menikah15:
ْسِمَتْلِا
ْوَلَو
اًََاَخ
ْنِم
دْيِدَح
Artinya: Carilah walaupun cincin dari besi. (HR. Muslim)
Hadis ini menunjukkan kewajiban mahar sekalipun sesuatu
yang sedikit. Demikian juga tidak ada keterangan dari Nabi bahwa
beliau meninggalkan mahar pada suatu pernikahan. Andaikata mahar
tidak diwajibkan tentu Nabi pernah meninggalkannya walaupun sekali
dalam hidupnya yang menunjukkan tidak wajib akan tetap, beliau
tidak pernah meningalkanya, hal ini menunjukkan kewajibannya.16
Adapun ijma’ telah terjadi konsensus sejak masa kerasulan
beliau sampai sekarang atas disyariatkanya mahar dan wajib
hukumnya. Sedangkan kewajibannya sebab akad atau sebab
13 Abdul Aziz Muhammad Azam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat…, 176.
14 Departemen Agama RI, Al-Qur’an TerjemahIndonesia…, 148.
15 Abdul Aziz Muhammad Azam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat…, 176.
lebih shahih adalah sebab bercampur intim sesuai dengan turunnya
ayat.17
Sedangkan untuk kadar atau ukuran mahar para Fuqaha’
sepakat bahwa mahar tidak memiliki ukuran batas yang harus
dilakukan dan tidak noleh melebihinya. Sebagaimana fiman Allah
SWT:
Artinya: “Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, Maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang Dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata ? Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat.” (QS. An-Nisa’ :
20-21)18
2) Nafkah
Maksud dari nafkah dalam hal ini adalah penyediaan
kebutuhan isteri, seperti pakaian, makanan, tempat tinggal dan lain
sebagainya yang menjadi kebutuhan isteri.
17 Ibid,, 177.
26
Nafkah hanya diwajibkan atas suami, karena tuntutan akad
nikah dan karena keberlangsungan bersenang-senang sebagaimana
isteri wajib taat kepada suami, selalu menyertainya, mengatur rumah
tangga, dan mendidik anak-anaknya. Ia tertahan untuk melaksanakan
haknya, “Setiap orang yang tertahan untuk hak orang lain dan
manfaatnya, maka nafkahnya untuk orang yang menahan
karenanya”.19
Dalil diwajibkanya nafkah adalah firman Allah berikut ini:
Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf.” (QS. Al-Baqarah : 233)20
Ayat diatas mewajibkan nafkah secara sempurna bagi wanita
ber-iddah, lebih wajib lagi bagi istri yang tidak ditalak. Sedangkan
dalil sunnahnya adalah sabda Nabi Saw21:
ها ىلص ِهّللا ِلوُسَر َىَلَع ،َناَيْفُس َِِأ ُةَأَرْما ،َةَبْتُع ُتْنِب ٌدْنِ ْتَلَخَد :ْتَلاَق َةَشِئاَع ْنَع
ِةَقَفّ نلا َنِم ِِيِطْعُ ي َا ،ٌحيِحَش ٌلُجَر َناَيْفُس اَبَأ ّنإ ِهّللا َلوُسَر اَي :ْتَلاَقَ ف ،ملسو هيلع
ْنِم َكِلَذ ِِ ّيَلَع ْلَهَ ف ،ِهِمْلِع َِْْغِب ِهِلاَم ْنِم ُتْذَخَأ اَم ّاإ ،َِِّب يِفْكَيَو ِِيِفْكَي اَم
ِهّللا ُلوُسَر َلاَقَ ف ؟ حاَنُج
:ملسو هيلع ها ىلص
«
اَم ، ِفوُرْعَمْلاِب ِهِلاَم ْنِم يِذُخ
ِكيِنَب يِفْكَيَو ِكيِفْكَي
.»
)
هيلع قفتم
(
19 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 3…, 88.
20 Departemen Agama RI, Al-Qur’an TerjemahIndonesia…, 67.
‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan seorang laki -laki yang pelit (kikir), tidak memberikan nafkah kepadaku dengan nafkah yang mencukupi untukku dan anakku kecuali dari apa yang aku ambil dari hartanya tanpa
sepengetahuannya. Apakah aku berdosa karena hal itu.?’
Rasulullah SAW menjawab, ‘Ambillah dari hartanya dengan cara ‘ma’ruf’ apa yang cukup buatmu dan anakmu.’” (Muttafaqun ‘alaih).
Dalil ijma’ para ulama’ berpendapat yaitu Ibnu Qudamah
berkata:” Ahli ilmu sepakat wajibnya nafkah isteri atas suami jika
mereka telah berusia baligh, keculi istri yang nusyuz (meninggalkan
kewajiban sebagai isteri)”. Ibnu Mundzir dan yang lain berkata: ”Di
dalamnya ada pelajaran, bahwa wanita yang tertahan dan tercegah
beraktivitas dan bekerja, oleh suami wajib memberikan nafkah
padanya.”22
Adapun syarat-syarat seorang isteri agar mendapatkan nafkah
adalah sebagai berikut23:
a) Akad pernikahan yang dilakukan adalah sah.
b) Isteri menyerahkan dirinya kepada suami.
c) Isteri memungkinkan suami untuk menikmatinya.
d) Isteri tidak menolak untuk berpindah ke tempat manapun yang
dikehendaki oleh suami.
e) Keduanya meiliki kemampuan untuk menikmati hubungan suami
isteri.
28
Apabila salah satu dari syarat-syarat itu tidak terpenuhi maka
nafkah tidak wajib untuk diberikan.24
2. Hak yang bersifat nonmateri
Dalam bab dua ini secara luas memang membahas tentang
masalah hak dan kewajiban suami isteri. Namun sebenarnya penulis
lebih memfokuskanya pada masalah nafkah batin.
Selain ada hak isteri yang bersifat materi atau kebendaan, ada
hak isteri yang berupa nonmateri atau bukan bersifat kebendaan. Dan
inilah yang disebut dengan nafkah batin. Berikut adalah hak isteri
yang berupa nonmateri antara lain:
1) Bentuk-bentuk nafkah batin
a) Mempergauli isteri dengan baik
Kewajiban pertama seorang suami kepada isterinya ialah
memuliakan dan mempergaulinya dengan dengan baik,
menyediakan apa yang dapat ia sediakan untuk isterinya yang
akan dapat mengikat hatinya, memperhatikan dan bersabar apabila
ada yang tidak berkenan dihatinya.25 Hal ini sesuai dengan firman
Allah Swt :
24 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 3..433
Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaul lah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS. An-Nisa’ :19)26
Rasulullah bersabda27:
ْمِهِئاَسِنِل ْمُكُراَيِخ ْمُكُراَيِخَو ،اًقُلُخ ْمُهُ نَسْحَأ اًناَِْْإ َِْْنِمْؤُمْلا ُلَمْكَأ
Artinya: “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang
yang paling baik pekertinya dan sebaik-baik kamu adalah orang yang paling baik terhadap isterinya.” (HR. At-Tirmidzi)
b) Menjaga isteri
Disamping berkewajiban mempergauli isteri dengan baik,
suami juga wajib menjaga martabat dan kehormatan isterinya,
mencegah isterinya jangan sampai hina, jangan sampai isterinya
berkata jelek. Inilah kecemburuan yang disukai oleh Allah.
Rasulullah SAW bersabda28:
ِهْيَلَع ُها ىلَص ِِنلا َلاَقَ ف حِفَصُم َرْ يَغ ِفْيسلاِب ُهُتْ بَرَضَل ْ َِِأَرْما َعَم ًاُجَر ُتْيَأَر ْوَل
َملَسَو
:
ُهْنِم ُرَ يْغَأ اَنَأ دْعَس ِةَرْ يِغ ْنِم َنْوُ بَجْعَ تَأ
ِِِْم ُرَ يْغَأ ُهاَو
26 Departemen Agama RI, Al-Qur’an TerjemahIndonesia…, 146.
30
Artinya: “Sekiranya aku melihat seorang laki-laki bersama dengan
isteriku, niscaya akan kutebas ia dengan pedang,” ucapan
itu akhirnya sampai kepada Rasulullah. Lalu beliau
bersabda,”Apakah kalian merasa heran terhadap
kecemburuan Saad? Demi Allah, aku lebih cemburu
daripadanya, dan Allah lebih cemburu daripadaku.” (HR. Bukhari).
Apabila seorang laki-laki diwajibkan cemburu kepada
isterinya (jangan sampai diganggu pria lain), maka ia juga harus
adil dalam cemburunya, harus objektif, jangan berburuk sangka,
jangan keterlaluan mengikuti gerak-gerik isterinya dan tidak boleh
menghitung-hitung aib isterinya, semuanya itu justru akan
meruksakka hubungan suami isteri dan akan menghilangkan kasih
sayang. Rasulullah Saw bersabda29:
ِِْ ُةَرْ يِغْلا ُها بُُِ ِِْلا ُةَرْ يِغْلاَف ُها ُضُغْ بَ ي اَم اَهْ نِمَو ُها بُُِ اَم َةَرْ يِغْلا َنِم نِإ
ِةَبْ يرلا َِْْغ ِِْ ُةَرْ يِغْلا ُها ُضُغْ بَ ي ِِْلا ُةَرْ يِغْلاَو ِةَبْ يرلا
Artinya: “Cemburu itu ada yang disukai Allah dan ada yang
dimurkai Allah. Adapun cemburu yang disukai Allah yaitu cemburu karena ada kecurigaan, sedangkan cemburu yang dimurkai Allah ialah cemburu tanpa
adanya sebab yang mencurigakan.”(HR. Ahmad, Abu Daun dan An-Nasa’i)
c) Mencampuri isteri
Berbicara nafkah batin sudah tentu harus benar-benar
faham apa yang dimaksud dengannya. Jadi nafkah batin
merupakan pemenuhan kebutuhan terutama biologis dan
psikologis, seperti cinta dan kasih sayang, perhatian, perlindungan
(sexual intercourse). Sehingga dalam keseharian ketika disebut
nafkah batin, maka yang dimaksud justru hubungan sex.30
2) Pandangan Ulama’ mengenai nafkah batin
a) Imam Malik mengatakan wajib suami mengauli isterinya jika
tidak dalam keadaan mudharat . Jika suami tidak mau
mengauli isterinya maka dipisahkan saja keduanya.
Dipisahkan dalam artian cerai.31
b) Imam Syafi’i berkata: hukumnya tidak wajib, karena
mengumpuli isteri adalah hak seorang suami. Namun, bila
isteri menuntut hak nafkah batinnya maka solusinya adalah
perceraian.
c) Imam Abu Hanifah dan pengikutnya mengatakan, hendaknya
diperintah suami bermalam di sisi isterinya dan memandang
isterinya.32
d) Imam Ahmad bin Hanbal menetapkan bahwa mengumpuli
isteri itu dibatasi, sekurang-kurangnya sekali selama empat
bulan, karena Allah menetapkan sebagai hak bagi orang yang
meng-ila’ isterinya, demikian pula untuk lainya. Apabila seorang suami pergi meninggalkan isterinya dan tidak ada
halangan untuk pulang, maka Imam Ahmad berpendapat untuk
30 Samsul Bahri, Mimbar Hukum, No 52, Nafkah Batin dan Kompensasi Materiilnya, 24
31
Ibnu Hajar al-Asqalany, Fathul Barri, Maktabah Salafiyah, Juz. IX, 299 32
Ibnu al-Mulaqqan, al-Tauzhih li Syarh Jami’ al-Shahih, Wazarutul Auqaf wSyu-uniyah
32
membatasinya selama empat bulan, kemudian suami
diwajibkan untuk mencampurinya, apabila ia tidak mau pulang
maka hakim boleh menceraikannya, kecuali apabila pihak
isteri itu rela.33
e) Ibnu Hazm berpendapat bahwa mengumpuli isteri itu wajib,
sekurang-kurangnya sekali pada setiap kali suci dari haid kalau
suaminya sanggup. Apabila suami tidak melakukannya maka
dianggap maksiat, hal ini berdasarkan berdasarkan firman
Allah:
Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. Al-Baqarah: 222)34
f) Sofyan As-Tsauri mengatakan, apabila seorang isteri
mengadukan suaminya tidak mendatanginya, maka bagi
suaminya itu tiga hari dan isterinya itu satu hari. Artinya
33 Al-Hamdani, Risalah Nikah…167
isterinya sekali dalam empat malam.
g) Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa sepatutnya suami
menjimak istrinya pada setiap empat malam satu kali. Ini lebih
baik karena batas poligami adalah empat orang. Akan tetapi,
boleh diundurkan dari waktu tersebut, bahkan sangat bijaksana
kalau lebih dari satu kali dalam empat malam atau kurang dari
ini sesuai dengan kebutuhan istri dalam memenuhi keinginan
seksualnya. Hal ini karena menjaga kebutuhan seks istri
merupakan kewajiban suami, sekalipun tidak berarti ia harus
minta bersetubuh, sebab memang sulit untuk meminta yang
demikian dan memenuhinya.35
Pada waktu Umar bin Khatab menjabat sebagi khalifah suatu
ketika beliau pernah melakukan ronda malam, beliau berkeliling ke
kampung-kampung di Madinah, suatu ketika ia melewati sebuah rumah
yang ternyata orang didalamnya sedang meratap:
Malam memanjang, kiri kanan gelap gurita, lama kurasakan hidup
tanpa teman bercanda
Demi Allah kalau bukan karena takut kepada Allah yang Esa, pasti
terguncang ranjang ini kaki-kakinya.
Namun Tuhanku dan rasa malu telah menjagaku.
35
Imam Al-Ghazali, Adabun Nikah, penterjemah Abu Asma Anshari, Jakarta: Pustaka Panjimas,
34
Kumohon suamiku agar kendaraannya tak diinjak orang.
Umar bertanya tentang perempuan itu, dan beliau mendapat
jawaban bahwa perempuan itu ditinggalkan suaminya pergi berperang.
Perempuan itu diminta untuk datang kepada Umar dan suaminya
dipanggil pulang.
Setelah itu Umar datang menemui anaknya, Hafshah: Anakku,
sampai berapa lama seorang bersabar menanti suaminya? Hafshah
menjawab: Subhanallah, orang seperti engkau bertanya tentang hal
semacam itu kepada saya. Umar berkata: Kalaulah bukan untuk
kepentingan umat muslimin saya tidak menanyakannya kepadamu.
Hafshah menjawab: Lima atau enam bulan. Kemudian Umar menetapkan
bahwa waktu untuk berperang itu batasannya enam bulan, sebulan untuk
berangkat, empat bulan untuk menetap dan sebulan untuk berjalan
pulang.36
Dalam riwayat lain diterangkan bahwa seorang perempuan datang
mengadukan perihal suami yang tidak pernah menidurinya, siang
berpuasa, malam bertahajud. Umar menunjuk Ka’ab Al-Asadi untuk
menyelesaikan pengaduan perempuan tersebut. Kemudian Ka’ab
memerintahkan kepada suami perempuan itu:
“Bahwa Allah ‘Azza wa Jalla menghalalkan seorang laki-laki untuk kawin dengan dua, tiga, atau empat orang perempuan, maka tiga
malam dapat kamu pergunakan untuk mengabdi Tuhanmu.”
mengangkatnya sebagai hakim di negeri Bashrah.37
b. Hak Suami atas Isteri
Suami mempunyai beberapa hak yang menjadi kewajiban isteri
terhadap suaminya. Diantaranya adalah38 :
1) Taat kepada suami
Rasulullah telah menganjurkan kaum wanita agar patuh
kepada suami ereka, karena hal tersebut dapat membawa maslahat dan
kebaikan. Rasulullah telah menjadikan ridha suami sebagai penyebab
masuk surga. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Umi Salamah r.a.
bahwa Nabi bersabda:
اَهُجْوَزَو ْتَتاَم ةَأَرْما اََْأ
َةنَْْا ِتَلَخَد ضاَر اَهْ نَع
Artinya: “Di mana wanita yang mati sedang suaminya ridha dari padanya, maka ia masuk surga” (HR. Ibnu Majah dan At -Tirmidzi)
Beliau juga bersabda: Jika wanita sholat lima waktu, berpuasa
pada bulanya, memelihara farajnya, dan taat kepada suaminya, maka
dikatakan kepadanya:
اَََ َليِق ؛اَهَجْوَز ْتَعاَطَأَو ،اَهَجْرَ ف ْتَظِفَحَو ،اََرْهَش ْتَماَصَو ،اَهَسََْ ُةَأْرَمْلا ْتلَص اَذِإ
ِتْئِش ِةنَْْا ِباَوْ بَأ ِيَأ ْنِم َةنَْْا يِلُخْدا
Artinya: “Jika seorang wanita menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya; niscaya akan dikatakan padanya:
“Masuklah ke dalam surga dari pintu manapun yang kau
mau”. (HR. Ath-Thabrani dan Ahmad)
37 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 3., 190
36
2) Tidak durhaka kepada suami
Rasulullah telah memberi peringatan kepada kaum wanita
yang menyalahi kepada suaminya dalam sabda beliau:
َلاَق ُهْنَع ُهللا َيِضَر َةَرْ يَرُ َِِا ْنَع
:
َملَس َو ِهْيَلَع ُهللا ىلَص َِِنلا َلاَق
:
ُةَأْرَما ِتَتاَب اَذِإ
اَ
َع ِجْرَ ت َََح ،ِةَياَوِر َِِو ،َحِبصُت ََح ُةَكِئَاَمْلا اَهْ تَنَعَل اَهِجْوَز َشاَرِف ًةَرِج
Artinya: “Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Nabi
Saw., bersabda : Apabila seorang wanita menghindari tempat tidur suaminya pada malam hari, maka para malaikat
melaknatnya hingga pagi hari”. Dalam suatu riwayat yang lain disebutkan : “Sehingga dia kembali” (HR. Muttafaq Alaihi).
Rasulullah juga menjelaskan bahwa mayoritas sesuatu yang
memasukkan wanita ke dalam neraka adalah kedurhakaanya kepada
suami dan kekufuranya (tidak syukur) kepada kebaikan suami. Dari
Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Saw., bersabda: Aku melihat dalam
neraka, sesungguhnya mayoritas penghuninya adalah kaum wanita
mereka mengkufuri temanya. Jikalau masa berbuat baik kepada salah
satu di antara mereka kemudian ia melihat sesuatu dari engkau, ia
berkata: “Aku tidak melihat darimu suatu kebaikan sama sekali”
3) Memelihara kehormatan dan harta suami
Diantara hak suami atas isteri adalah tidak memasukkan
seseorang kedalam rumahnya melainkan dengan izin suaminya,
kesenangannya mengikuti kesenangan suami, jika suami membenci
seseorang karena kebenaran atau karena perintah syara’ maka sang
Berhiasnya isteri demi suami adalah salah satu hak yang
berhak didapatkan oleh suami. Setiap perhiasan yan terlihat semakin
indah akan membuat suami senang dan merasa cukup, tidak perlu
melakukannya dengan yang haram. Sesuatu yang tidak diragukan lagi
bahwa kecantikan bentuk wanita akan menambah kecintaan suami,
sedangkan melihat sesuatu apapun yang menimbulkan kebencian akan
mengurangi rasa cintanya. Oleh karena itu, selalu dianjurkan agar
suami tidak melihat isterinya dalam bentuk yang membencikan
sekiranya suami meminta izin isterinya sebelum berhubungan.
c. Hak Bersama Suami dan Isteri
1) Baik dalam berhubungan. Allah Swt., memerintahkan untuk
menjaga hubungan baik antara suami isteri. Mendorong
masing-masing dari keduanya untuk menyucikan jiwa, membersihkannya,
membersihkan iklim keluarga, dan membersihkan dari sesuatu
yang berhubungan dengan keduanya dari berbagai penghalang
yang mengeruhkan kesucian.39
2) Adanya kehalalan untuk melakukan hubungan suami isteri dan
menikmati pasangan. Kehalalan ini dimiliki bersama oleh
keduanya. Halal bagi suami untuk menikmati dari isterinya apa
yang halal dinikmati oleh sang isteri dari suaminya. Kenikmatan
38
ini merupakan hak bersama suami isteri dan tidak didapatkan,
kecuali dengan peran serta dari keduanya.
3) Adanya keharamn ikatan perbesanan. Maksud dari itu, sang isteri
haram bagi ayah dari sang suami, kakek-kakeknya, anak-anak
laki-lakinya, serta anak-anak laki-laki dari anak-anak laki-laki dan
anak perempuannya, sebagaimana sang suami haram bagi ibu dari
sang isteri, nenek-neneknya, serta anak-anak perempuan dari
anak-anak laki-laki dan anak-anak perempuannya.
4) Tetapnya pewarisan antara keduanya setelah akad terlaksana.
Apabila salah seorang dari keduanya meninggal seteah akad
terlaksana, maka pasangannya menjadi pewais baginya, meski
mereka belum melakukan percampuran.
5) Tetapnya nasab dari anak suamia yang sah.40
39
KASUS GUGATAN KOMPENSASI MATERIIL ATAS NAFKAH BATIN
DAN PANDANGAN HAKIM TERHADAP ISU TERSEBUT
A. Profil Pengadilan Agama Bondowoso
Pengadilan Agama Bondowoso merupakan suatu pengadilan tingkat
pertama yang menangani masalah hukum perdata Islam dan berada dibawah
kekuasaan Mahkamah Agung sesuai dengan keputusan presiden No. 21 tahun
2004.1
Berdasarkan UU No. 07 tahun 1989 jo UU No. 3 tahun 2006,2 bahwa
kekuasaan dan wewenang Peradilan Agama termasuk Pengadilan Agama
Bondowoso adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara antara
orang yang beragama Islam dalam bidang nikah, talak, rujuk, waris, wasiat,
hibah, shodaqoh dan ekonomi syari’ah.
Pengadilan Agama Bondowoso sebagai Pengadilan Agama kelas 1 B
berkedudukan di kabupaten Bondowoso, terletak di jalan Santawi No. 94 A
Bondowoso, Telpon (0332) 421862, Kode Pos 68213.
Wilayah Hukum Yuridis Pengadilan Agama Bondowoso meliputi 23
Kecamatan dengan jumlah desa mencapai 209. Jarak tempuh antara desa
dengan kantor Pengadilan Agama Bondowoso antara 1Km sampai dengan 20
Km lebih. Ongkos pemanggilan radius I (Rp.75.000,-), radius II (Rp.95.000,-)
1 Taufik Hamami, Kedudukan Dan Eksistensi Peradilan Agama Dalam Sistem Tata Hukum Di
Indonesia, (Jakarta: Alumni, 2003), 13.
2 Muchtar Rosyidi, Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan
40
dan radius III (Rp.115.000,-) ditentukan ketua pengadilan sesuai dengan
Surat Keputusan Ketua Pengadilan Agama Bondowoso Nomor
:W13A18/712/HK.05//SK/IV/2015 tanggal 6 April 2015.
Adapun kewenangan Pengadilan Agama, termasuk Pengadilan
Agama Bondowoso ini, sesuai dengan ketentuan Undang-undang No. 3
Tahun 2006 yang merupakan perubahan dari Undang-undang No. 7 Tahun
1989 tentang Peradilan Agama menjelaskan bahwa Peradilan Agama
mempunyai wewenang dalam menyelesaikan sengketa. Kewenangan tersebut
biasa disebut dengan kompetensi. Kompetensi Peradilan Agama terbagi
menjadi dua yakni:
a. Kompetensi Absolut
Kekuasaan absolut juga disebut dengan “atribusi kekuasaan”
artinya kekuasaan pengadilan yang berhubungan dengan jenis perkara
atau jenis pengadilan atau tingkatan pengadilan dalam perbedaannya
dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkat pengadilan lainya.
Pengadilan Agama berkuasa atas perkara perkawinan bagi mereka yang
beragama Islam, sedangkan bagi mereka yang beragama selain Islam
menjadi kekuasaan peradilan umum. Pengadilan Agama yang berkuasa
memeriksa dan mengadili perkara dalam tingkat pertama, tidak boleh
langsung berperkara di Pengadilan Tinggi Agama atau di Mahkamah
Agung.3 Secara umum fungsi dari kewenangan Peradilan Agama telah
ditentukan dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Pasal 49 yang
memutus dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara
o