• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PA BONDOWOSO No. 1869/Pdt.G/2014/PA.BDW TENTANG PENOLAKAN GUGATAN KOMPENSASI MATERIIL ATAS NAFKAH BATIN.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PA BONDOWOSO No. 1869/Pdt.G/2014/PA.BDW TENTANG PENOLAKAN GUGATAN KOMPENSASI MATERIIL ATAS NAFKAH BATIN."

Copied!
92
0
0

Teks penuh

(1)

SKRIPSI

Oleh

ACHMAD RISWANDA IMAWAN

NIM. C31212100

Universitas Islam Negeri Sunan Ampel

Fakultas Syariah dan Hukum

Jurusan Hukum Perdata Islam Prodi Hukum Keluarga Islam

Surabaya

(2)
(3)
(4)
(5)
(6)

i

DAFTAR ISI

Halaman

SAMPUL DALAM ... i

PERNYATAAN KEASLIAN ... ii

PERSETUJUAN PEMBIMBING ... iii

PENGESAHAN ... iv

MOTTO ... v

ABSTRAK ... vi

PERSEMBAHAN ... vii

KATA PENGANTAR ... viii

DAFTAR ISI ... x

DAFTAR TRANSLITERASI ... xiii

BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1

B. Identifikasi dan Batasan Masalah ... 9

C. Rumusan Masalah ... 10

D. Kajian Pustaka ... 10

E. Tujuan Penelitian ... 13

F. Kegunaan Hasil Penelitian ... 14

G. Definisi Operasional ... 14

H. Metode Penelitian ... 15

I. Sistematika Pembahasan ... 18

BAB II HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI MENURUT HUKUM ISLAM DAN PERUNDANG-UNDANGAN DI INDONESIA A. Hak dan Kewajiban Suami Isteri Menurut Hukum Islam ... 20

1. Pengertian Hak dan Kewajiban Suami Isteri ... 20

(7)

ii

BAB III KASUS GUGATAN KOMPENSASI MATERIIL ATAS NAFKAH BATIN DAN PANDANGAN HAKIM TERHADAP ISU TERSEBUT

A. Profil Pengadilan Agama Bondowoso ... 39

B. Deskripsi Putusan Hakim PA Bondowoso No. 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw Tentang Penolakan Gugatan Kompensasi Materiil Atas Nafkah Batin ... 42

C. Pertimbangan Hukum dan Dasar Pemikiran Hakim Pengadilan Agama Bondowoso Dalam Memeriksa Perkara No. 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw Tentang Penolakan Gugatan Kompensasi Materiil Atas Nafkah Batin... 53

BAB IV ANALISIS HUKUM ISLAM TERHADAP PUTUSAN HAKIM PA BONDOWOSO NO 1869/PDT.G/2014/PA.BDW TENTANG PENOLAKAN GUGATAN KOMPENSASI MATERIIL ATAS NAFKAH BATIN A. Analisis Dasar Pertimbangan Hakim Pengadilan Agama Bondowoso Terhadap Putusan No. 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw Tentang Penolakan Gugatan Kompensasi Materiil Atas Nafkah Batin ... 65

B. Asnalisis Hukum Islam Terhadap Penolakan Hakim Pengadilan Agama Bondowoso Tentang Penolakan Gugatan Kompensasi Materiil Atas Nafkah Batin Pada Putusan Nomor 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw ... 69

BAB V PENUTUP A. Kesimpulan ... 80

B. Saran ... 81

DAFTAR PUSTAKA ... 82

(8)

ABSTRAK

Skripsi yang berjudul “Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan Hakim PA

Bondowoso No. 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw Tentang Penolakan Gugatan Kompensasi

Materiil Atas Nafkah Batin ” merupakan hasil penelitian studi pustaka pada putusan hakim Pengadilan Agama Bondowoso tentang penolakan gugatan kompensasi materiil atas nafkah batin yang bertujuan untuk menjawab permasalahan tentang bagaimana dasar pemikiran hakim Pengadilan Agama Bondowoso tentang gugatan kompensasi materiil atas nafkah batin. Dan bagaimana analisis hukum Islam terhadap ditolaknya gugatan kompensasi materiil atas nafkah batin dalam putusan no. 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw.

Data hasil penelitian dihimpun dengan menggunakan teknik wawancara dan analisis data secara deskriptif verifikatif melalui pola pikir deduktif yaitu mengemukakan dalil-dalil atau data-data yang bersifat umum yakni tentang hak dan kewajiban suami isteri namun lebih difokuskan pada nafkah batin kemudian ditarik pada permasalahan yang lebih bersifat khusus tentang gugatan kompensasi materiil atas nafkah batin tersebut dalam putusan No. 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw.

Setelah data terkumpul maka analisis dalam perkara ini adalah seorang isteri menuntut hak ganti rugi atas nafkah batin yang dilalaikan oleh suaminya dengan sejumlah uang. Gugatan isteri dalam hal ini tidak bisa dibenarkan sebagaimana dalam perkara No. 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw sebab nafkah batin merupakan suatu hal abstrak dan tidak mungkin dinilai dengan harta (uang). Dan akan sulit menetukan harga nafkah betin itu sendiri. Terlebih nafkah batin tidak bisa diukur secara kualitatif (kepuasan) maupun kuantitatif (frekuensi berhubungan suami isteri). Maka gugatan kompensasi nafkah batin yang diajukan oleh pihak isteri sudah sepatutnya untuk ditolak oleh Majelis Hakim Pengadilan Agama Bondowoso. Namun perlu diketahui bahwa setiap hakim dalam memutuskan sebuah perkara mempunyai pertimbangan masing-masing.

(9)

1 BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Pernikahan merupakan sunnatullah yang umum dan berlaku pada

setiap makhluk-Nya, baik pada manusia, hewan, maupun tumbuh-tumbuhan.

Ia adalah suatu cara yang dipilih oleh Allah Swt., sebagai jalan bagi

makhluk-Nya untuk berkembangbiak, dan melestarikan hidupnya.1

Istilah pernikahan juga sering disebut dengan perkawinan. Dalam

bahasa Indonesia, “perkawinan” berasal dari kata “kawin”, yang menurut

bahasa artinya adalah membentuk keluarga dengan lawan jenis; melakukan

hubungan kelamin atau bersetubuh.2 Istilah kawin sebenarnya telah

digunakan secara umum untuk semua makhluk hidup yang dapat

berkembangbiak, seperti manusia, hewan dan tumbuhan, dan menunjukkan

proses generatif secara alami. Berbeda halnya dengan pernikahan, istilah ini

lazim digunakan pada manusia karena mengandung unsur keabsahan secara

hukum nasional, adat istiadat dan terutama menurut agama.3

Dalam Kompilasi Hukum Islam disebutkan bahwa, Perkawinan

menurut hukum Islam adalah pernikahan, yaitu akad yang sangat kuat atau

mi>tsa>qan ghali>dhan untuk menaati perintah Allah dan melakukannya

merupakan ibadah.4

1Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih Munakahat (Jakarta: Rajawali Pers, 2009), 6.

2Anonimous, Kamus Besar Bahas Indonesia (Jakarta: Balai Pustaka, 1994), 146.

3Tihami dan Sohari Sahrani, Fikih…,7.

(10)

2

Pernikahan yang dilandasi dengan maksud dan tujuan yang jelas serta

baik akan berdampak pada langgengnya sebuah rumah tangga. Ikatan

pertama pembentukan rumah tangga telah dipatri oleh ijab kabul yang

dilakukan ketika akad nikah. Kalimat ijab kabul sangat mudah untuk

diucapkan oleh calon suami dan wali calon istri. Ijab kabul seperti ini oleh

Rasulullah Saw., disebut sebagai Khafifata>ni fi> Lisan Saqi>lata>ni fi>

al-Mi@za>n yang artinya adalah ringan untuk diucapkan oleh lidah, tetapi berat

pada timbangan.5 Hal ini dapat disimpulkan bahwa ijab kabul sangatlah

mudah untuk diucapkan, namun berat sekali dalam pelaksanaan

tanggungjawab yang mengikutinya.

Apabila akad nikah telah berlangsung dan sah memenuhi syarat dan

rukunnya maka akan menimbulkan akibat hukum. Didalam akibat hukum

tersebut adalah timbulnya hak dan kewajiban suami istri dalam keluarga.6Hak

adalah apa-apa yang diterima oleh seseorang dari orang lain, sedangkan,

kewajiban adalah apa yang mesti dilakukan seseorang terhadap orang

lain.7Dalam berumah tangga pasangan suami istri tentunya mempunyai

hubungan timbal balik yang disebut dengan pemenuhan hak dan kewajiban.

Adanya hak dan kewajiban antara suami dan istri dalam kehidupan

rumah tangga dapat dilihat dalam beberapa ayat Al-Qur’an dan Hadits Nabi.

Contoh dalam Al-Qur’an adalah pada surat Al-Baqarah ayat 228:

5Satria Effendi M. Zein, Problematika Hukum Keluarga Islam Kontemporer (Analisis

Yurisprudensi dengan Pendekatan Ushuliyah), (Jakarta: Kencana, 2004), 96.

6 Abdul Rahman Ghozali,Fiqh Munakahat,(Jakarta: Kencana Prenada Media Group,2008),155.

(11)

               

Artinya: “Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”.8

Ayat ini menjelaskan bahwa istri mempunyai hak dan istri juga

mempunyai kewajiban. Kewajiban istri merupakan hak bagi suami. Meskipun

demikian, suami mempunyai kedudukan setingkat lebih tinggi, yaitu sebagai

kepala keluarga.

Dalam hadist juga diterangkan mengenai hak dan kewajiban yaitu

hadist yang diriwayatkan oleh Abdullah bin Amr bin ‘Ash.

ُها ىلَص ِهللا ُلوُسَر َلاَق

؟َلْيللا ُموُقَ تَو َراَه نلا ُموُصَت َكنَأ ْرَ بْخُأ َََْأ ،ِهللا َدْبَع اَي :َملَسَو ِهْيَلَع

،اًقَح َكْيَلَع َكِدَسَِْ نِإَف ،َََْو ْمُقَو ،ْرِطْفَأَو ْمُص ،ْلَعْفَ ت َاَف :َلاَق ،ِهللا َلوُسَر اَي ىَلَ ب :ُتْلُ ق

نِإَو

َكْيَلَع َكِنْيَعِل

اًقَح َكْيَلَع َك ِجْوَزِل نِإَو ،اًقَح

Artinya: Rasulullah SAW bersabda : “Hai Abdullah, apakah tidak aku khabari

sesungguhnya kamu berpuasa pada siang hari dan beribadah pada

waktu malam ?” Aku menjawab : “Benar Ya Rasulullah”. Rasulullah

berkata : “Jangan kamu lakukan itu, berpuasalah dan berbuka,

beribadahlah dan tidur, sesungguhnya bagi tubuhmu ada hak atasmu, bagi dua matamu ada hak atasmu dan bagi isterimu ada hak

atasmu.” (H.R. Bukhari).9

Dari kedua dalil naqli diatas maka dijelaskan bahwa kewajiban suami

terhadap istri adalah hak yang harus didapatkan oleh istri dan kewajiban istri

terhadap suami adalah hak yang harus didapatkan oleh suami. Terkait dengan

masalah ini, Ibnu Thaimiyah berpendapat dalam kitabnya yaitu “Majmu al

8

Departemen Agama RI, Al-Qur’an Terjemah Indonesia, (Jakarta: Sari Agung, 2002), 55.

(12)

4

Fatawa>” bahwa “Tidak ada hak yang lebih wajib untuk ditunaikan seorang

wanita setelah hak Allah dan Rasul-Nya daripada hak suami.”10

Dalam undang-undang No. 1 Tahun 1974 juga diatur tentang hak dan

kewajiban yaitu tertuang pada pasal 30 yang berbunyi : Suami isteri memikul

kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang menjadi sendi

dasar dari susunan masyarakat. Pasal 30 ini juga dikuatkan dan diperjelas

oleh pasal 31 sampai pasal 34. Pada Kompilasi Hukum Islam juga sangat jelas

sekali dijelaskan tentang hak dan kewajiban suami istri yakni tertuang dalam

pasal 77 yang berbunyi sebagai berikut:

1. Suami isteri memikul kewajiban yang luhur untuk menegakkan rumah tangga yang sakinah, mawaddah dan rahmah yang menjadi sendi dasar dari susunan masyarakat.

2. Suami isteri wajib saling cinta mencintai, hormat menghormati, setia dan memberi bantuan lahirbathin yang satui kepada yang lain.

3. Suami isteri memikul kewajiban untuk mengasuh

danmemeliharaanak-anak mereka, baikmengenai pertumbuhan jasmani, rohani maupun kecerdasannya dan pendidikan agamanya. 4. Suami isteri wajib memelihara kehormatannya.

5. Jika suami atau isteri melalaikan kewjibannya masing-masing dapatmengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama.11

Diantara kewajiban suami adalah memberikan nafkah kepada isteri

dan anak-anaknya baik itu berupa nafkah lahir maupun nafkah batin. Nafkah

merupakan kewajiban seorang suami kepada keluarganya sebagai bentuk rasa

pertanggungjawaban atas perkawinan yang dijalani. Hal ini sesuai firman

Allah Swt., dalam Al-Quran surat Al-Baqarah ayat 233:

10

Anwar Al Baaz dan Amir Al Jazzar,Kumpulan Fatwa Ibnu Taimiyah : Majmu Fatawa,

(Jakarta: Pustaka Azzam, 2015), 260. 11

(13)

                             

Artinya: “Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma'ruf. Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian”. 12

Selain itu hadist Rasulullah Saw., juga menegaskan kewajiban suami

dalam memberikan nafkah kepada istrinya, diantaranya hadist yang

diriwayatkan oleh Mu’awiyah al-Qusyairi.

ْنَأ َلاَق ِهْيَلَع اَنِدَحَأ ِةَجْوَز قَح اَم ِهللا َلوُسَر اَي ُتْلُ ق َلاَق ِيَِْْشُقْلا َةَيِواَعُم ْنَع

اَذِإ اَهَمِعْطُت

ِِ اِإ ْرُجْهَ ت َاَو ْحِبَقُ ت َاَو َهْجَوْلا ْبِرْضَت َاَو َتْبَسَتْكا ْوَأ َتْيَسَتْكا اَذِإ اََوُسْكَتَو َتْمِعَط

ِتْيَ بْلا

Artinya: Dari Mu’awiyah al Qusyairi Radhiyallahu 'anhu, dia berkata: Aku bertanya: “Wahai Rasulullah, apakah hak isteri salah seorang dari

kami yang menjadi kewajiban suaminya?” Beliau

menjawab,"Engkau memberi makan kepadanya, jika engkau makan. Engkau memberi pakaian kepadanya, jika engkau berpakaian. Janganlah engkau pukul wajahnya, janganlah engkau memburukkannya, dan janganlah engkau meninggalkannya kecuali

di dalam rumah”. (HR. Abu Daud)13

Nafkah dibagi menjadi dua macam yaitu nafkah lahir dan nafkah

batin. Nafkah lahir adalah sesuatu yang diberikan seseorang kepada isteri,

kerabat dan miliknya sebagai keperluan pokok bagi mereka. Keperluan pokok

tersebut seperti makanan, pakaian dan tempat tinggal.14Sedangkan nafkah

batin adalah kebutuhan biologis dan psikologis seperti cinta, kasih sayang,

perhatian, perlindungan dan lain sebagainya yang konkretnya berupa

12

Departemen Agama RI, Al-Qur’an Terjemah Indonesia…, 54.

13 Abu Dawud Sulaiman, Sunan Abu Daud, (Darul Hadis, 2014) no. 2142

14

(14)

6

persetubuhan (sexual intercourse) yang harus dipenuhi oleh suami atas

isteri.15

Selain nafkah lahir, suami juga dituntut untuk mampu memberikan

nafkah batin kepada isteri. Islam telah mengatur tentang nafkah yang tidak

berbentuk materi, namun berbentuk kasih sayang dan perhatian yang tulus

dari pasangan suami isteri. Hal ini dijelaskan dalam al-Qur’an surat Ar-Ruu<m ayat 21, bahwa Allah menciptakan pria dan wanita untuk saling mencintai

dan menyayangi.

َْحَرَو ًةدَوَم ْمُكَنْ يَ ب َلَعَجَو اَهْ يَلِإ اوُنُكْسَتِل اًجاَوْزَأ ْمُكِسُفْ نَأ ْنِم ْمُكَل َقَلَخ ْنَأ ِهِتاَيآ ْنِمَو

ِِ نِإ ًة

َنوُركَفَ تَ ي مْوَقِل تاَيآ َكِلَذ

Artinya: “Dan di antara ayat-ayat-Nya ialah Dia menciptakan untukmu istri-istri dari jenismu sendiri, supaya kamu merasa nyaman kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu mawadah dan rahmah. Sesungguh-nya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi

kaum yang berpikir” 16

Nafkah batin merupakan pemenuhan kebutuhan terutama biologis dan

psikologis, seperti cinta dan kasih sayang, perhatian, perlindungan dan lain

sebagainya, yang salah satu bentuk konkritnya berupa persetubuhan (sexual

intercourse). Sehingga kebanyakan masyarakat dan kasus-kasus terkait

dengan nafkah batin ketika menyebut kata nafkah batin maka biasanya

mereka merujuk pada hubungan seksual yang sah antara suami dan isteri.

Nafkah mempunyai peran penting dalam kelangsungan hidup berumah

tangga. Hal ini dikarenakan kenyataan bahwa terkadang persoalan nafkah

menjadi faktor utama dibalik kehancuran sebuah rumah tangga. Biasanya

15

Samsul Bahri, Mimbar Hukum, No 52, Nafkah Batin dan Kompensasi Materiilnya, 24

16

(15)

yang terjadi adalah suami telah mengabaikan kewajibanya sebagai kepala

rumah tangga. Konflik internal rumah tangga yang terkait dengan persoalan

hak dan kewajiban suami isteri termasuk didalamnya hak dan kewajiban

terkait ekonomi seringkali membuat salah satu pihak yang dalam hal ini

adalah isteri memiliki pilihan sulit. Pilihan sulit ini adalah untuk tetap

bertahan didalam rumah tangga tersebut atau pilihan lainya untuk berpisah

dengan cara bercerai dengan mengajukan gugatan ke Pengadilan Agama demi

menuntut haknya yang telah terabaikan. Indonesia dalam hal ini melalui

Kompilasi Hukum Islam pasal 77 ayat 5 telah menjamin hak kedua pasangan

baik itu suami maupun isteri. Didalam undang-undang tersebut dijelaskan

bahwa “Jika suami atau isteri melalaikan kewjibannya masing-masing dapat mengajukan gugatan kepada Pengadilan Agama”.

Dalam hal ini ada banyak kasus dimana salah satu pasangan baik isteri

maupun suami ini mengajukan gugatan kompensasi materiil terhadap

kelalaian kewajiban salah satu pasangan. Beberapa gugatan didasarkan

kepada lalainya salah satu pasangan dalam menunaikan kewajiban yang

terkait dengan nafkah lahir atau nafkah yang berbentuk materiil. Akan tetapi

ada juga beberapa gugatan yang menuntut kompensasi materiil atas kelalaian

salah satu pasangan dalam hal ini biasanya adalah pihak suami atas nafkah

batin atau nafkah yang berbentuk moril.

Diantara kasus-kasus tersebut ada yang menarik yaitu kasus di

Bondowoso. Dalam kasus ini dijelaskan ada seorang istri yang dalam hal ini

(16)

8

adalah Tergugat pada tanggal 19 Agustus 2014 di Pengadilan Agama

Bondowoso. Hal ini dikarenakan rumah tangga Penggugat dan Tergugat

sudah tidak harmonis lagi sehingga sering terjadi perselisihan dan

pertengkaran. Salah satu alasan Penggugat melakukan gugatan adalah

dikarenakan Tergugat tidak memperhatikan Penggugat serta tidak melakukan

kewajibannya kepada Penggugat yakni hubungan layaknya suami isteri,

ternyata tidak melakukannya kewajiban tersebut Tergugat telah menjalin

hubungan cinta dengan perempuan lain bernama Dwi Sofiana, dan sekarang

Tergugat dengan perempuan tersebut telah satu rumah bahkan telah seperti

layaknya suami isteri, menurut informasi dari karyawan Tergugat bahwa

Tergugat telah nikah sirri dengan perempuan tersebut dan telah dikaruniai

seorang anak laki-laki.

Padahal Pernikahan Penggugat dan Tergugat telah berlangsung

selama sepuluh tahun dan dikaruniai lima orang anak yang masing-masing

berumur 12, 9, 8, 5 dan 2 tahun. Penggugat dan Tergugat telah berpisah

selama satu tahun tujuh bulan terhitung sejak bulan Mei 2013. Dalam

gugatanya tersebut Penggugat menuntut nafkah Ma>dhiyah sebesar Rp.

50.000,- per hari sejak Penggugat dan Tergugat berpisah sampai dengan

putusan memperoleh kekuatan hukum tetap dan Penggugat meminta nafkah

lima anak kepada tergugat masing-masing sebesar Rp. 500.000,- perbulan

sehingga berjumlah Rp.2.500.000,. Tidak hanya itu Penggugat dalam

gugatanya mengatakan bahwa Tergugat tidak pernah memberikan nafkah

(17)

menuntut ganti rugi nafkah batin berupa uang sebesar Rp. 500.000.000,-

(lima ratus juta rupiah).

Yang sangat menarik perhatian penulis adalah gugatan kompensasi

materiil atas lalainya pihak suami dalam nafkah batin tersebut. Dan yang

lebih menarik lagi disini adalah bahwa Pengadilan Agama Bondowoso

memutuskan untuk menolak gugatan tersebut. Kasus ini melahirkan beberapa

pertanyaan bagi penulis. Apakah yang menjadi dasar hakim menolak gugatan

tersebut, bagaimana sebenarnya hukum islam mengatur nafkah batin dan

seberapa jauh dan apasaja yang bisa di identifikasiakan sebagai hak dan

kewajiban suami isteri dalam Islam serta apakah juga hukum Islam membuka

ruang untuk memberikan kompensasi ketika nafkah batin tersebut tidak

terpenuhi. Pertanyaan-pertanyaan inilah yang ingin dijawab dan diteliti

penulis dalam skripsi ini.

Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, penulis membuat skripsi

berjudul: Analisis Hukum Islam Terhadap Putusan Hakim Pa Bondowoso No.

1869/Pdt.G/2014/Pa.Bdw Tentang Penolakan Gugatan Kompensasi Materiil

Atas Nafkah Batin.

B. Identifikasi Masalah dan Batasan Masalah

1. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang yang diuraikan penulis di atas, maka

(18)

10

a. Faktor-faktor yang melatar belakangi penolakan hakim atas gugatan

nafkah batin.

b. Tinjauan hukum Islam tentang gugatan kompensasi materiil atas

nafkah batin.

2. Batasan Masalah

Dari luasnya pembahasan mengenai gugatan kompensasi materiil

atas nafkah batin dalam identifikasi masalah tersebut, maka penulis

membatasi masalah dalam pembahasan ini:

a. Putusan Hakim PA Bondowoso no. 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw.

Tentang gugatan kompensasi materiil atas nafkah batin.

b. Penolakan hakim atas gugatan kompensasi materiil atas nafkah batin.

C. Rumusan Masalah

1. Bagaimana dasar pertimbangan Hakim PA Bondowoso. Tentang gugatan

kompensasi materiil atas nafkah batin?

2. Bagaimana analisis hukum Islam terhadap ditolaknya gugatan

kompensasi materiil atas nafkah batin dalam putusan no.

1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw?

D. Kajian Pustaka

Kajian pustaka bertujuan untuk memaparkan perbedaan mendasar antara

penelitian yang dilakukan dengan kajian atau penelitian yang pernah

(19)

terdapat beberapa karya ilmiyah yang berhubungan dengan kompensasi

materiil atas nafkah batin, di antaranya:

1. Skripsi tahun 2002 yang berjudul “Studi Analisis Hukum Islam Tentang Kompensasi Materiil Atas Nafkah Batin” Milik Ahmad Hamdi Mulyo

Mahasiswa UIN Sunan Ampel Surabaya, Fakultas Syari’ah, Jurusan Ahwal al-Syakhsiyyah. Bahasan utama dalam skripsi ini adalah tinjauan

hukum Islam dan perundang-undangan terhadap kompensasi nafkah batin

dan penentuan harga nafkah batin. Diketahui bahwa skripsi ini

menggunakan metode literatur. Dalam skripsi ini dijelaskan bahwa isteri

dapat mengajukan gugatan kompensasi materiil atas nafkah batin dengan

dua cara. Pertama adalah isteri mengajukan gugatan cerai dengan alasan

yang tertuang pada pasal 9 huruf (b) atau (c) PP No. 1 tahun 1975

sekaligus menuntut kompensasi atas nafkah yang tidak diterimanya.

Kedua, isteri mengjukan kompensasi atas nafkah batin sebagai gugatan

pokok. Gugatan ini dapat dikabulkan, karena untuk menolak gugatan

tersebut hakim tidak mempunyai alasan yang kuat.

2. Skripsi oleh Ana Nurul Hidayati tahun 2006 yang berjudul “Putusan PA

Bojonegoro Nomor :823/Pdt.G/2001/PA.Bjn. Tentang Tuntutan Isteri

Mengenai Ganti Rugi Untuk Nafkah Batin Dalam Perspektif Imam

Malik”. Skripsi ini merupakan hasil dari studi lapangan dan leteratur terhadap perspektif Imam Malik, tentang tuntutan Isteri mengenai ganti

rugi nafkah batin yang dikabulka oleh Hakim Pengadilan Agama

(20)

12

bahwa nafkah batin adalah kewajiban suami kepada isteri. Isteri tentu

akan dirugikan jika haknya tidak dipenuhi oleh suaminya. Namun hal

tersebut ternyata bertentangan dengan pendapat Imam Malik yang juga

didukung oleh Imam Syafi’i dan Imam Ahmad bin Hanbal. Pendapat

tersebut adalah jika si suami tidak mampu memenuhi kewajibanya, maka

isteri hanya diberikan dua pilihan yaitu antara cerai gugat atau bertahan

melanjutkan rumah tangganya. Dan tidak ada sama sekali keterangan

tentang hak isteri untuk menuntut ganti rugi nafkah batin.

3. Skripsi yang ditulis oleh Moh. Thobib Dzikrul Hasan pada tahun 2011

dengan judul “Gugatan Rekompensi Mengenai Tuntutan Nafkah Batin Isteri Kepada Suaminya Pada Masa Berpisah (madliyah) Dalam Perkara

Cerai Talak (Studi Putusan PA. Lumajang Nomor:

1715/Pdt.G/2006/PA.Lmj)”. Bahasan utama dalam skripsi ini adalah

bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap gugatan rekompensasi

mengenai tuntutan nafkah batin kepada suaminya pada masa berpisah

(madliyah). Dalam perkara ini Hakim Pengadilan Agama Lumajang

menolak gugatan tersebut. Adapun alasan hakim dalam penolakan ini

adalah tidak ditemukan dasar hukum yang kuat untuk dijadikan rujukan

hakim dalam menyelesaikan perkara kaitanya dengan kompensasi nafkah

batin isteri dalam bentuk materiil.

Walaupun banyak penelitian terdahulu yang terkait dengan nafkah

batin, penelitian ini memiliki perbedaan dengan penelitian yang lain. Adapun

(21)

1. Objek penelitian ini adalah putusan hakim di Pengadilan Agama

Bondowoso.

2. Gugatan isteri terhadap suami atas nafkah batin berbeda dengan

penelitian sebelumnya, sebab ini dilakukan pada masa isteri menggugat

suami untuk bercerai.

3. Dalam analisisnya, peneliti menggunakan kaidah-kaidah yang terdapat

dalam hukum perkawinan yang berlaku di Indonesia serta hukum

perkawinan Islam berdasarkan Kompilasi Hukum Islam, Al-Qur’an dan hadis-hadis.

4. Belum ada kajian yuridis dan hukum Islam yang membahas putusan PA

Bondowoso no. 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw. Tentang gugatan kompensasi

materiil atas nafkah batin.

E. Tujuan Penelitian

Berdasarkan rumusan masalah yang peneliti kaji dari penelitian ini,

maka penulisan penelitian ini bertujuan untuk:

1. Memahami dan mengetahui dasar pertimbangan Hakim PA Bondowoso

pada putusan no. 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw. Tentang gugatan kompensasi

materiil atas nafkah batin.

2. Menahami analisis hukum Islam terhadap gugatan kompensasi materiil

(22)

14

F. Kegunaan Hasil Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sekurang-kurangnya

meliputi dua aspek, antara lain:

1. Aspek teoritis

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangsih khazanah

keilmuan dan penelitian ini dapat dijadikan sebagai literatur dan referensi,

baik oleh peneliti selanjutnya, akademisi, maupun bagi pemerhati hukum

khususnya dalam hal hukum gugatan kompensasi materiil atas nafkah

batin.

2. Aspek Praktis

Dari segi praktis, penelitian ini diharapkan dapat menjadi pemahaman dan

kemanfaatan bagi hakim dan masyarakat dalam menelaah hukum gugatan

kompensasi materiil atas nafkah batin.

G. Definisi Operasional

Untuk mempermudah pemahaman pembaca dalam penulisan

penelitian ini, serta untuk menghindari kesalahpahaman, maka peneliti

menguraikan beberapa istilah, antara lain:

1. Nafkah batin: Adalah kebutuhan biologis dan psikologis seperti cinta,

kasih sayang, perhatian, perlindungan dan lain sebagainya yang

konkretnya berupa persetubuhan (sexual intercourse) yang harus dipenuhi

oleh suami atas isteri.17

(23)

2. Kompensasi materiil: terdiri dari dua kata yaitu kompensasi yang artinya

imbalan atau ganti rugi dan materiil yang artinya benda atau sesuatu yang

bersifat materi. Jadi kompensasi materiil adalah mengganti kerugian

dengan sejumlah materi, dalam hal ini adalah hak isteri (nafkah batin)

yang tidak diperoleh dari suami.

H. Metode Penelitian

Penulisan dan pembahasan penelitian ini menggunakan metode

penelitian yuridis deskriptif verifikatif melalui pola pikir deduktif yaitu

mengemukakan dalil-dalil atau data-data yang bersifat umum yakni

tentang hak dan kewajiban suami isteri namun lebih difokuskan pada

nafkah batin kemudian ditarik pada permasalahan yang lebih bersifat

khusus tentang gugatan kompensasi materiil atas nafkah batin tersebut

dalam putusan No. 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw.

1. Data Yang Dikumpulkan

Data yang dikumpulkan adalah sebagai berikut:

a. Data tentang dasar pertimbangan hakim melakukan penolakan

terhadap gugatan kompensasi marteriil atas nafkah batin dalam

putusan nomor 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw.

b. Data yuridis dan hukum Islam mengenai gugatan kompensasi materiil

atas nafkah batin.

2. Sumber Data

(24)

16

a. Sumber Data Sekunder

Data sekunder, yaitu data yang diperoleh dari dokumen-dokumen

resmi, buku-buku yang berhubungan dengan objek penelitian, hasil

penelitian dalam bentuk laporan, skripsi, tesis, disertasi, dan peraturan

perundang-undangan.18 Sumber data sekunder dari penelitian ini

adalah:

1. Putusan Hakim PA Bondowoso nomor 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw.

2. Undang-undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

3. Kompilasi Hukum Islam

3. Teknik Pengumpulan Data

Adapun untuk memperoleh data yang akurat dan dibutuhkan oleh

peneliti sesuai dengan judul penelitian, maka dalam pengumpulan data

peneliti menggunakan satu metode yaitu metode Dokumentasi Menurut

Suharsimi Arikunto, dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang

artinya barang-barang tertulis.19 Dalam hal ini, peneliti mempunyai teks

putusan PA Bondowoso nomor 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw. Untuk

dokumen lainnya, akan peneliti kumpulkan dalam penelitian lebih lanjut.

18 Ibid., 106.

19 Suharsimi Arikunto, Prosedur Penelitian; Suatu Pendekatan Praktik, (Jakarta: PT Rieneka

(25)

4. Teknik Pengolahan Data

Untuk mensistematisasikan data yang telah dikumpulkan dan

mempermudah peneliti dalam melakukan analisa data, maka peneliti

mengolah data tersebut melalui beberapa teknik, dalam hal ini data yang

diolah merupakan data yang telah terkumpul dari beberapa sumber adalah

sebagaimana berikut:20

a. Editing, yaitu mengedit data-data yang sudah dikumpulkan. Teknik

ini digunakan oleh peneliti untuk memeriksa atau mengecek sumber

data yang diperoleh melalui teknik pengumpulan data, dan

memperbaikinya apabila masih terdapat hal-hal yang salah.

b. Coding, yaitu pemberian kode dan pengkategorisasian data. Peneliti

menggunakan teknik ini untuk mengkategorisasikan sumber data yang

sudah dikumpulkan agar terdapat relevansi dengan pembahasan dalam

penelitian ini.

c. Organizing, yaitu mengorganisasikan atau mensistematisasikan

sumber data. Melalui teknik ini, peneliti mengelompokkan data-data

yang telah dikumpulkan dan disesuaikan dengan pembahasan yang

telah direncanakan sebelumnya mengenai gugatan kompensasi

materiil atas nafkah batin.

(26)

18

5. Teknik Analisis Data

Analisis data adalah proses mencari dan menyusun data secara

sistematis data yang diperoleh dari hasil studi pustaka, wawancara, dan

bahan-bahan lain, sehingga dapat mudah dipahami, dan temuannya dapat

diinformasikan ke orang lain.21

Untuk menganalisa data-data yang telah dikumpulkan secara

keseluruhan dalam penelitian ini, peneliti menggunakan metode deskriptif

analisis yaitu peneliti mendeskriptifkan dan memaparkan data yang

diperoleh di PA Bondowoso. Lebih lanjut, digunakan pola pikir dedukif,

yaitu mengemukakan data yang besifat umum mengenai analisis putusan

PA Bondowoso nomor 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw., kemudian dianalisa

dengan paparan yang bersifat khusus mengenai hukum gugatan

kompensasi nafkah batin sesuai dengan analisis yuridis.

I. Sistematika Pembahasan

Agar lebih mudah memahami alur pemikiran dalam skripsi ini, maka

penulis membagi skripsi ini menjadi lima bab, yang saling berkaitan antara

bab satu dengan bab yang lainnya. Dari masing-masing diuraikan lagi

menjadi beberapa sub bab yang sesuai dengan judul babnya. Adapun

sistematika pembahasan dalam skripsi ini selengkapnya adalah sebagai

berikut:

(27)

Bab kesatu: Merupakan pendahuluan, membahas latar belakang

masalah, identifikasi dan batasan masalah, rumusan masalah, kajian pustaka,

tujuan penelitian, kegunaan hasil penelitian, definisi operasional, metodologi

penelitian, dan sistematika pembahasan.

Bab kedua: Merupakan bab yang bersifat kerangka konseptual, berupa

tinjauan umum mengenai penjabaran disiplin keilmuan terhadap penelitian.

Yakni mengenai pengertian hak dan kewajiban suami isteri, hak suami atas

isteri, hak isteri atas suami, hak dan kewajiban bersama suami dan isteri,

serta pembahasan lain yang berkaitan dengan judul.

Bab ketiga: Merupakan bab yang menguraikan data hasil penelitian,

yakni data dari Pengadilan Agama Bondowoso terkait penolakan hakim

tentang gugatan kompensasi materiil atas nafkah batin dalam perkara cerai

gugat nomor : 1869/Pdt.G/2014/PA.Bdw dan dasar hukum pertimbangan

hakim Pengadilan Agama Bondowoso mengenai perkara tersebut.

Bab keempat: Merupakan bab yang membahas analisis data. Dalam

bab ini membahas tentang dasar hukum penolakan hakim Pengadilan Agama

Bondowoso dalam gugatan kompensasi materiil atas nafkah batin yang

diajukan oleh pihak isteri kepada pihak suami dalam perkara nomor:

1869/Pdt.G/2014/PA/Bdw

Bab kelima: Merupakan bab penutup, berisi tentang kesimpulan dan

saran. Kesimpulan tersebut diperoleh setelah mengadakan analisis terhadap

data yang diperoleh, sebagaimana diuraikan pada bab sebelumnya, dan

(28)

20 BAB II

HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI MENURUT HUKUM ISLAM

A. Hak dan Kewajiban Suami Isteri Menurut Hukum Islam

1. Pengertian Hak dan Kewajiban Suami Isteri

Perkawinan adalah perjanjian antara laki-laki dan perempuan untuk

menempuh kehidupan rumah tangga. Sejak mengadakan perjanjian

melalui akad, kedua belah pihak telah terikat dan sejak itulah mereka

mempunyai kewajiban dan hak, yang tidak mereka miliki sebelumnya.1

Yang dimaksud dengan hak di sini adalah apa-apa yang diterima

oleh seseorang dari orang lain, sedangkan kewajiban adalah apa yang

mesti dilakukan seseorang terhadap orang lain. Kewajiban timbul karena

hak yang melekat pada subyek hukum.2

Sesudah pernikahan dilangsungkan, kedua belah pihak suami isteri

harus memahami hak dan kewajiban masing-masing. Hak bagi isteri

menjadi kewajiban bagi suami. Begitu pula, kewajiban suami menjadi hak

bagi isteri. Suatu hak belum pantas diterima sebelum kewajiban

dilaksanakan.3

Dalam Al-Quran dinyatakan oleh Allah SWT:

                                      

1 Beni Ahmad Saebani, Fiqh Munakahat 2, (Bandung : CV Pustaka Setia, 2010), 11.

2 Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, (Jakarta: Prenada Media, 2007),159.

(29)







Artinya: “Wanita-wanita yang ditalak handaklah menahan diri (menunggu) tiga kali quru'. Dan tidak boleh mereka Menyembunyikan apa yang diciptakan Allah dalam rahimnya, jika mereka beriman kepada Allah dan hari akhirat. Dan suami-suaminya berhak merujukinya dalam masa menanti itu, jika mereka (para suami) menghendaki ishlah. Dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi Para suami, mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana”. (QS. Al-Baqarah: 228)4

2. Bentuk-bentuk Hak dan Kewajiban Suami Isteri

Segala sesuatu yang diciptakan oleh Allah di dunia ini pasti

mempunyai hikmah yang terkandung didalamnya. Seperti halnya Allah

menciptakan manusia yang berlainan bentuk yaitu laki-laki dan

perempuan agar masing-masing saling membutuhkan dan saling

melengkapi sehingga kehidupan mereka senantiasa dapat berkembang.

Dalam membangun rumah tangga suami isteri harus sama-sama

menjalankan tanggungjawabnya masing-masing agar terwujud

ketentraman dan ketenangan hati sehingga sempurnalah kebahagiaan

hidup berumah tangga.5

Hak dan kewajiban suami isteri adalah hak isteri yang merupakan

kewajiban suami dan sebaliknya kewajiban suami yang menjadi hak

4 Departemen Agama RI, Al-Qur’an Terjemah Indonesia, (Jakarta: Sari Agung, 2002), 64.

(30)

22

isteri.6 Menurut Sayyid Sabiq hak dan kewajiban isteri ada tiga bentuk,

yaitu:

a. Hak Isteri atas Suami

Hak isteri atas suami terdiri dari dua macam. Pertama, hak

finansial, yaitu mahar dan nafkah. Kedua hak nonfinansial, seperti hak

untuk diperlakukan secara adil (apabila sang suami menikahi perempuan

lebih dari satu orang) dan hak untuk tidak disengsarakan. 7

1. Hak yang bersifat materi

1) Mahar

Diantara bentuk pemeliharaan dan penghormatan Islam kepada

perempuan adalah dengan memberikan hak kepadanya untuk

memiliki.8 Hak-hak yang harus diterima oleh isteri, pada hakikatnya,

merupakan upaya Islam untuk mengangkat harkat dan martabat kaum

perempuan pada umumnya. Pada zaman dahulu, hak-hak perempuan

hampir tidak ada dan yang tampak hanyalah kewajiban. Hal ini karena

status perempuan dianggap sangat rendah dan hampir dianggap

sebagai sesuatu yang tidak berguna, seperti yang terjadi pada masa

jahiliyah di jazirah Arab dan hampir disemua negeri. Pandangan itu

boleh jadi disebabkan oleh situasi dan kondisi ketika itu yang

memerlukan kekuatan fisik untuk mempertahankan hidup.9

6 Beni Ahmad Saebani, Fikih Munakahat 2…, 11.

7 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 3, (Jakarta: Tinta Abadi Gemilang, 2013), 412.

8 Ibid., 412.

(31)

adalah pengakuan terhadapa segala sesuatu yang menjadi hak-haknya.

Sebagaimana dalam perkawinan bahwa hak yang pertama ditetapkan

oleh Islam adalah hak perempuan menerima mahar.

Mahar dalam bahasa Arab shadaq. Asalnya isim masdar dari

kata asdaqa, masdarnya ishdaq diambil dari kata shidqin (benar).

Dinamakan shadaq memberikan arti benar-benar cinta nikah dan

inilah yang pokok dalam kewajiban mahar atau maskawin.10

Pengertian mahar menurut syara’ adalah sesuatu yang wajib

sebab nikah atau bercampur atau keluputan yang dilakukan secara

paksa seperti menyusui dan ralat para saksi.11

Pemberian mahar dari suami kepada isteri adalah termasuk

keadilan dan keagungan hukum Islam. Sebagaimana firman Allah

Swt., dalam surat An-Nisa’ ayat 4:

                   

Artinya: “Berikanlah maskawin (mahar) kepada wanita (yang kamu nikahi) sebagai pemberian dengan penuh kerelaan. Kemudian jika mereka menyerahkan kepada kamu sebagian dari maskawin itu dengan senang hati, maka makanlah (ambillah) pemberian itu (sebagai makanan) yang sedap lagi baik akibatnya”. (QS. An-Nisa’: 4)12

10 Abdul Aziz Muhammad Azam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat, (Jakarta:

Amzah, 2011), 174-175. 11 Ibid., 175.

(32)

24

Ayat tersebut ditunjukkan pada suami sebagaimana yang

dikatakan oleh Ibnu Abas, Qatadah, Ibnu Zaid, dan Ibnu Juraij.

Perintah pada ayat ini wajib dilaksanakan karena tidak ada bukti

(qarinah) yang memalingkan dari makna tersebut. Mahar wajib atas

suami terhadap isteri.13 Demikian juga firman Allah Swt:







 





Artinya: “Maka isteri-isteri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban.” (QS. An-Nisa’: 24)14 Dalil sunnahnya adalah sabda Nabi kepada orang yang hendak

menikah15:

ْسِمَتْلِا

ْوَلَو

اًََاَخ

ْنِم

دْيِدَح

Artinya: Carilah walaupun cincin dari besi. (HR. Muslim)

Hadis ini menunjukkan kewajiban mahar sekalipun sesuatu

yang sedikit. Demikian juga tidak ada keterangan dari Nabi bahwa

beliau meninggalkan mahar pada suatu pernikahan. Andaikata mahar

tidak diwajibkan tentu Nabi pernah meninggalkannya walaupun sekali

dalam hidupnya yang menunjukkan tidak wajib akan tetap, beliau

tidak pernah meningalkanya, hal ini menunjukkan kewajibannya.16

Adapun ijma’ telah terjadi konsensus sejak masa kerasulan

beliau sampai sekarang atas disyariatkanya mahar dan wajib

hukumnya. Sedangkan kewajibannya sebab akad atau sebab

13 Abdul Aziz Muhammad Azam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat, 176.

14 Departemen Agama RI, Al-Qur’an TerjemahIndonesia…, 148.

15 Abdul Aziz Muhammad Azam dan Abdul Wahhab Sayyed Hawwas, Fiqh Munakahat, 176.

(33)

lebih shahih adalah sebab bercampur intim sesuai dengan turunnya

ayat.17

Sedangkan untuk kadar atau ukuran mahar para Fuqaha’

sepakat bahwa mahar tidak memiliki ukuran batas yang harus

dilakukan dan tidak noleh melebihinya. Sebagaimana fiman Allah

SWT:                                           

Artinya: “Dan jika kamu ingin mengganti isterimu dengan isteri yang lain, sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak, Maka janganlah kamu mengambil kembali dari padanya barang sedikitpun. Apakah kamu akan mengambilnya kembali dengan jalan tuduhan yang Dusta dan dengan (menanggung) dosa yang nyata ? Bagaimana kamu akan mengambilnya kembali, Padahal sebagian kamu telah bergaul (bercampur) dengan yang lain sebagai suami-isteri. Dan mereka (isteri-isterimu) telah mengambil dari kamu Perjanjian yang kuat.” (QS. An-Nisa’ :

20-21)18

2) Nafkah

Maksud dari nafkah dalam hal ini adalah penyediaan

kebutuhan isteri, seperti pakaian, makanan, tempat tinggal dan lain

sebagainya yang menjadi kebutuhan isteri.

17 Ibid,, 177.

(34)

26

Nafkah hanya diwajibkan atas suami, karena tuntutan akad

nikah dan karena keberlangsungan bersenang-senang sebagaimana

isteri wajib taat kepada suami, selalu menyertainya, mengatur rumah

tangga, dan mendidik anak-anaknya. Ia tertahan untuk melaksanakan

haknya, “Setiap orang yang tertahan untuk hak orang lain dan

manfaatnya, maka nafkahnya untuk orang yang menahan

karenanya”.19

Dalil diwajibkanya nafkah adalah firman Allah berikut ini:

                      

Artinya: “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, Yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi Makan dan pakaian kepada Para ibu dengan cara ma'ruf.” (QS. Al-Baqarah : 233)20

Ayat diatas mewajibkan nafkah secara sempurna bagi wanita

ber-iddah, lebih wajib lagi bagi istri yang tidak ditalak. Sedangkan

dalil sunnahnya adalah sabda Nabi Saw21:

ها ىلص ِهّللا ِلوُسَر َىَلَع ،َناَيْفُس َِِأ ُةَأَرْما ،َةَبْتُع ُتْنِب ٌدْنِ ْتَلَخَد :ْتَلاَق َةَشِئاَع ْنَع

ِةَقَفّ نلا َنِم ِِيِطْعُ ي َا ،ٌحيِحَش ٌلُجَر َناَيْفُس اَبَأ ّنإ ِهّللا َلوُسَر اَي :ْتَلاَقَ ف ،ملسو هيلع

ْنِم َكِلَذ ِِ ّيَلَع ْلَهَ ف ،ِهِمْلِع َِْْغِب ِهِلاَم ْنِم ُتْذَخَأ اَم ّاإ ،َِِّب يِفْكَيَو ِِيِفْكَي اَم

ِهّللا ُلوُسَر َلاَقَ ف ؟ حاَنُج

:ملسو هيلع ها ىلص

«

اَم ، ِفوُرْعَمْلاِب ِهِلاَم ْنِم يِذُخ

ِكيِنَب يِفْكَيَو ِكيِفْكَي

)

هيلع قفتم

(

19 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah Jilid 3…, 88.

20 Departemen Agama RI, Al-Qur’an TerjemahIndonesia…, 67.

(35)

‘Wahai Rasulullah, sesungguhnya Abu Sufyan seorang laki -laki yang pelit (kikir), tidak memberikan nafkah kepadaku dengan nafkah yang mencukupi untukku dan anakku kecuali dari apa yang aku ambil dari hartanya tanpa

sepengetahuannya. Apakah aku berdosa karena hal itu.?’

Rasulullah SAW menjawab, ‘Ambillah dari hartanya dengan cara ‘ma’ruf’ apa yang cukup buatmu dan anakmu.’” (Muttafaqun ‘alaih).

Dalil ijma’ para ulama’ berpendapat yaitu Ibnu Qudamah

berkata:” Ahli ilmu sepakat wajibnya nafkah isteri atas suami jika

mereka telah berusia baligh, keculi istri yang nusyuz (meninggalkan

kewajiban sebagai isteri)”. Ibnu Mundzir dan yang lain berkata: ”Di

dalamnya ada pelajaran, bahwa wanita yang tertahan dan tercegah

beraktivitas dan bekerja, oleh suami wajib memberikan nafkah

padanya.”22

Adapun syarat-syarat seorang isteri agar mendapatkan nafkah

adalah sebagai berikut23:

a) Akad pernikahan yang dilakukan adalah sah.

b) Isteri menyerahkan dirinya kepada suami.

c) Isteri memungkinkan suami untuk menikmatinya.

d) Isteri tidak menolak untuk berpindah ke tempat manapun yang

dikehendaki oleh suami.

e) Keduanya meiliki kemampuan untuk menikmati hubungan suami

isteri.

(36)

28

Apabila salah satu dari syarat-syarat itu tidak terpenuhi maka

nafkah tidak wajib untuk diberikan.24

2. Hak yang bersifat nonmateri

Dalam bab dua ini secara luas memang membahas tentang

masalah hak dan kewajiban suami isteri. Namun sebenarnya penulis

lebih memfokuskanya pada masalah nafkah batin.

Selain ada hak isteri yang bersifat materi atau kebendaan, ada

hak isteri yang berupa nonmateri atau bukan bersifat kebendaan. Dan

inilah yang disebut dengan nafkah batin. Berikut adalah hak isteri

yang berupa nonmateri antara lain:

1) Bentuk-bentuk nafkah batin

a) Mempergauli isteri dengan baik

Kewajiban pertama seorang suami kepada isterinya ialah

memuliakan dan mempergaulinya dengan dengan baik,

menyediakan apa yang dapat ia sediakan untuk isterinya yang

akan dapat mengikat hatinya, memperhatikan dan bersabar apabila

ada yang tidak berkenan dihatinya.25 Hal ini sesuai dengan firman

Allah Swt :

                                  

24 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 3..433

(37)

 

Artinya: “Hai orang-orang yang beriman, tidak halal bagi kamu mempusakai wanita dengan jalan paksa dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang telah kamu berikan kepadanya, terkecuali bila mereka melakukan pekerjaan keji yang nyata. Dan bergaul lah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS. An-Nisa’ :19)26

Rasulullah bersabda27:

ْمِهِئاَسِنِل ْمُكُراَيِخ ْمُكُراَيِخَو ،اًقُلُخ ْمُهُ نَسْحَأ اًناَِْْإ َِْْنِمْؤُمْلا ُلَمْكَأ

Artinya: “Mukmin yang paling sempurna imannya adalah orang

yang paling baik pekertinya dan sebaik-baik kamu adalah orang yang paling baik terhadap isterinya.” (HR. At-Tirmidzi)

b) Menjaga isteri

Disamping berkewajiban mempergauli isteri dengan baik,

suami juga wajib menjaga martabat dan kehormatan isterinya,

mencegah isterinya jangan sampai hina, jangan sampai isterinya

berkata jelek. Inilah kecemburuan yang disukai oleh Allah.

Rasulullah SAW bersabda28:

ِهْيَلَع ُها ىلَص ِِنلا َلاَقَ ف حِفَصُم َرْ يَغ ِفْيسلاِب ُهُتْ بَرَضَل ْ َِِأَرْما َعَم ًاُجَر ُتْيَأَر ْوَل

َملَسَو

:

ُهْنِم ُرَ يْغَأ اَنَأ دْعَس ِةَرْ يِغ ْنِم َنْوُ بَجْعَ تَأ

ِِِْم ُرَ يْغَأ ُهاَو

26 Departemen Agama RI, Al-Qur’an TerjemahIndonesia…, 146.

(38)

30

Artinya: “Sekiranya aku melihat seorang laki-laki bersama dengan

isteriku, niscaya akan kutebas ia dengan pedang,” ucapan

itu akhirnya sampai kepada Rasulullah. Lalu beliau

bersabda,”Apakah kalian merasa heran terhadap

kecemburuan Saad? Demi Allah, aku lebih cemburu

daripadanya, dan Allah lebih cemburu daripadaku.” (HR. Bukhari).

Apabila seorang laki-laki diwajibkan cemburu kepada

isterinya (jangan sampai diganggu pria lain), maka ia juga harus

adil dalam cemburunya, harus objektif, jangan berburuk sangka,

jangan keterlaluan mengikuti gerak-gerik isterinya dan tidak boleh

menghitung-hitung aib isterinya, semuanya itu justru akan

meruksakka hubungan suami isteri dan akan menghilangkan kasih

sayang. Rasulullah Saw bersabda29:

ِِْ ُةَرْ يِغْلا ُها بُُِ ِِْلا ُةَرْ يِغْلاَف ُها ُضُغْ بَ ي اَم اَهْ نِمَو ُها بُُِ اَم َةَرْ يِغْلا َنِم نِإ

ِةَبْ يرلا َِْْغ ِِْ ُةَرْ يِغْلا ُها ُضُغْ بَ ي ِِْلا ُةَرْ يِغْلاَو ِةَبْ يرلا

Artinya: “Cemburu itu ada yang disukai Allah dan ada yang

dimurkai Allah. Adapun cemburu yang disukai Allah yaitu cemburu karena ada kecurigaan, sedangkan cemburu yang dimurkai Allah ialah cemburu tanpa

adanya sebab yang mencurigakan.”(HR. Ahmad, Abu Daun dan An-Nasa’i)

c) Mencampuri isteri

Berbicara nafkah batin sudah tentu harus benar-benar

faham apa yang dimaksud dengannya. Jadi nafkah batin

merupakan pemenuhan kebutuhan terutama biologis dan

psikologis, seperti cinta dan kasih sayang, perhatian, perlindungan

(39)

(sexual intercourse). Sehingga dalam keseharian ketika disebut

nafkah batin, maka yang dimaksud justru hubungan sex.30

2) Pandangan Ulama’ mengenai nafkah batin

a) Imam Malik mengatakan wajib suami mengauli isterinya jika

tidak dalam keadaan mudharat . Jika suami tidak mau

mengauli isterinya maka dipisahkan saja keduanya.

Dipisahkan dalam artian cerai.31

b) Imam Syafi’i berkata: hukumnya tidak wajib, karena

mengumpuli isteri adalah hak seorang suami. Namun, bila

isteri menuntut hak nafkah batinnya maka solusinya adalah

perceraian.

c) Imam Abu Hanifah dan pengikutnya mengatakan, hendaknya

diperintah suami bermalam di sisi isterinya dan memandang

isterinya.32

d) Imam Ahmad bin Hanbal menetapkan bahwa mengumpuli

isteri itu dibatasi, sekurang-kurangnya sekali selama empat

bulan, karena Allah menetapkan sebagai hak bagi orang yang

meng-ila’ isterinya, demikian pula untuk lainya. Apabila seorang suami pergi meninggalkan isterinya dan tidak ada

halangan untuk pulang, maka Imam Ahmad berpendapat untuk

30 Samsul Bahri, Mimbar Hukum, No 52, Nafkah Batin dan Kompensasi Materiilnya, 24

31

Ibnu Hajar al-Asqalany, Fathul Barri, Maktabah Salafiyah, Juz. IX, 299 32

Ibnu al-Mulaqqan, al-Tauzhih li Syarh Jami’ al-Shahih, Wazarutul Auqaf wSyu-uniyah

(40)

32

membatasinya selama empat bulan, kemudian suami

diwajibkan untuk mencampurinya, apabila ia tidak mau pulang

maka hakim boleh menceraikannya, kecuali apabila pihak

isteri itu rela.33

e) Ibnu Hazm berpendapat bahwa mengumpuli isteri itu wajib,

sekurang-kurangnya sekali pada setiap kali suci dari haid kalau

suaminya sanggup. Apabila suami tidak melakukannya maka

dianggap maksiat, hal ini berdasarkan berdasarkan firman

Allah:                                                

Artinya: “Mereka bertanya kepadamu tentang haidh. Katakanlah: "Haidh itu adalah suatu kotoran". Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haidh; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-orang yang mensucikan diri. (QS. Al-Baqarah: 222)34

f) Sofyan As-Tsauri mengatakan, apabila seorang isteri

mengadukan suaminya tidak mendatanginya, maka bagi

suaminya itu tiga hari dan isterinya itu satu hari. Artinya

33 Al-Hamdani, Risalah Nikah…167

(41)

isterinya sekali dalam empat malam.

g) Imam Al-Ghazali berpendapat bahwa sepatutnya suami

menjimak istrinya pada setiap empat malam satu kali. Ini lebih

baik karena batas poligami adalah empat orang. Akan tetapi,

boleh diundurkan dari waktu tersebut, bahkan sangat bijaksana

kalau lebih dari satu kali dalam empat malam atau kurang dari

ini sesuai dengan kebutuhan istri dalam memenuhi keinginan

seksualnya. Hal ini karena menjaga kebutuhan seks istri

merupakan kewajiban suami, sekalipun tidak berarti ia harus

minta bersetubuh, sebab memang sulit untuk meminta yang

demikian dan memenuhinya.35

Pada waktu Umar bin Khatab menjabat sebagi khalifah suatu

ketika beliau pernah melakukan ronda malam, beliau berkeliling ke

kampung-kampung di Madinah, suatu ketika ia melewati sebuah rumah

yang ternyata orang didalamnya sedang meratap:

Malam memanjang, kiri kanan gelap gurita, lama kurasakan hidup

tanpa teman bercanda

Demi Allah kalau bukan karena takut kepada Allah yang Esa, pasti

terguncang ranjang ini kaki-kakinya.

Namun Tuhanku dan rasa malu telah menjagaku.

35

Imam Al-Ghazali, Adabun Nikah, penterjemah Abu Asma Anshari, Jakarta: Pustaka Panjimas,

(42)

34

Kumohon suamiku agar kendaraannya tak diinjak orang.

Umar bertanya tentang perempuan itu, dan beliau mendapat

jawaban bahwa perempuan itu ditinggalkan suaminya pergi berperang.

Perempuan itu diminta untuk datang kepada Umar dan suaminya

dipanggil pulang.

Setelah itu Umar datang menemui anaknya, Hafshah: Anakku,

sampai berapa lama seorang bersabar menanti suaminya? Hafshah

menjawab: Subhanallah, orang seperti engkau bertanya tentang hal

semacam itu kepada saya. Umar berkata: Kalaulah bukan untuk

kepentingan umat muslimin saya tidak menanyakannya kepadamu.

Hafshah menjawab: Lima atau enam bulan. Kemudian Umar menetapkan

bahwa waktu untuk berperang itu batasannya enam bulan, sebulan untuk

berangkat, empat bulan untuk menetap dan sebulan untuk berjalan

pulang.36

Dalam riwayat lain diterangkan bahwa seorang perempuan datang

mengadukan perihal suami yang tidak pernah menidurinya, siang

berpuasa, malam bertahajud. Umar menunjuk Ka’ab Al-Asadi untuk

menyelesaikan pengaduan perempuan tersebut. Kemudian Ka’ab

memerintahkan kepada suami perempuan itu:

“Bahwa Allah ‘Azza wa Jalla menghalalkan seorang laki-laki untuk kawin dengan dua, tiga, atau empat orang perempuan, maka tiga

malam dapat kamu pergunakan untuk mengabdi Tuhanmu.”

(43)

mengangkatnya sebagai hakim di negeri Bashrah.37

b. Hak Suami atas Isteri

Suami mempunyai beberapa hak yang menjadi kewajiban isteri

terhadap suaminya. Diantaranya adalah38 :

1) Taat kepada suami

Rasulullah telah menganjurkan kaum wanita agar patuh

kepada suami ereka, karena hal tersebut dapat membawa maslahat dan

kebaikan. Rasulullah telah menjadikan ridha suami sebagai penyebab

masuk surga. Sebagaimana yang diriwayatkan dari Umi Salamah r.a.

bahwa Nabi bersabda:

اَهُجْوَزَو ْتَتاَم ةَأَرْما اََْأ

َةنَْْا ِتَلَخَد ضاَر اَهْ نَع

Artinya: “Di mana wanita yang mati sedang suaminya ridha dari padanya, maka ia masuk surga” (HR. Ibnu Majah dan At -Tirmidzi)

Beliau juga bersabda: Jika wanita sholat lima waktu, berpuasa

pada bulanya, memelihara farajnya, dan taat kepada suaminya, maka

dikatakan kepadanya:

اَََ َليِق ؛اَهَجْوَز ْتَعاَطَأَو ،اَهَجْرَ ف ْتَظِفَحَو ،اََرْهَش ْتَماَصَو ،اَهَسََْ ُةَأْرَمْلا ْتلَص اَذِإ

ِتْئِش ِةنَْْا ِباَوْ بَأ ِيَأ ْنِم َةنَْْا يِلُخْدا

Artinya: “Jika seorang wanita menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menjaga kemaluannya dan menaati suaminya; niscaya akan dikatakan padanya:

“Masuklah ke dalam surga dari pintu manapun yang kau

mau”. (HR. Ath-Thabrani dan Ahmad)

37 Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah 3., 190

(44)

36

2) Tidak durhaka kepada suami

Rasulullah telah memberi peringatan kepada kaum wanita

yang menyalahi kepada suaminya dalam sabda beliau:

َلاَق ُهْنَع ُهللا َيِضَر َةَرْ يَرُ َِِا ْنَع

:

َملَس َو ِهْيَلَع ُهللا ىلَص َِِنلا َلاَق

:

ُةَأْرَما ِتَتاَب اَذِإ

اَ

َع ِجْرَ ت َََح ،ِةَياَوِر َِِو ،َحِبصُت ََح ُةَكِئَاَمْلا اَهْ تَنَعَل اَهِجْوَز َشاَرِف ًةَرِج

Artinya: “Dari Abu Hurairah Radhiyallahu anhu, dia berkata, “Nabi

Saw., bersabda : Apabila seorang wanita menghindari tempat tidur suaminya pada malam hari, maka para malaikat

melaknatnya hingga pagi hari”. Dalam suatu riwayat yang lain disebutkan : “Sehingga dia kembali” (HR. Muttafaq Alaihi).

Rasulullah juga menjelaskan bahwa mayoritas sesuatu yang

memasukkan wanita ke dalam neraka adalah kedurhakaanya kepada

suami dan kekufuranya (tidak syukur) kepada kebaikan suami. Dari

Ibnu Abbas bahwa Rasulullah Saw., bersabda: Aku melihat dalam

neraka, sesungguhnya mayoritas penghuninya adalah kaum wanita

mereka mengkufuri temanya. Jikalau masa berbuat baik kepada salah

satu di antara mereka kemudian ia melihat sesuatu dari engkau, ia

berkata: “Aku tidak melihat darimu suatu kebaikan sama sekali”

3) Memelihara kehormatan dan harta suami

Diantara hak suami atas isteri adalah tidak memasukkan

seseorang kedalam rumahnya melainkan dengan izin suaminya,

kesenangannya mengikuti kesenangan suami, jika suami membenci

seseorang karena kebenaran atau karena perintah syara’ maka sang

(45)

Berhiasnya isteri demi suami adalah salah satu hak yang

berhak didapatkan oleh suami. Setiap perhiasan yan terlihat semakin

indah akan membuat suami senang dan merasa cukup, tidak perlu

melakukannya dengan yang haram. Sesuatu yang tidak diragukan lagi

bahwa kecantikan bentuk wanita akan menambah kecintaan suami,

sedangkan melihat sesuatu apapun yang menimbulkan kebencian akan

mengurangi rasa cintanya. Oleh karena itu, selalu dianjurkan agar

suami tidak melihat isterinya dalam bentuk yang membencikan

sekiranya suami meminta izin isterinya sebelum berhubungan.

c. Hak Bersama Suami dan Isteri

1) Baik dalam berhubungan. Allah Swt., memerintahkan untuk

menjaga hubungan baik antara suami isteri. Mendorong

masing-masing dari keduanya untuk menyucikan jiwa, membersihkannya,

membersihkan iklim keluarga, dan membersihkan dari sesuatu

yang berhubungan dengan keduanya dari berbagai penghalang

yang mengeruhkan kesucian.39

2) Adanya kehalalan untuk melakukan hubungan suami isteri dan

menikmati pasangan. Kehalalan ini dimiliki bersama oleh

keduanya. Halal bagi suami untuk menikmati dari isterinya apa

yang halal dinikmati oleh sang isteri dari suaminya. Kenikmatan

(46)

38

ini merupakan hak bersama suami isteri dan tidak didapatkan,

kecuali dengan peran serta dari keduanya.

3) Adanya keharamn ikatan perbesanan. Maksud dari itu, sang isteri

haram bagi ayah dari sang suami, kakek-kakeknya, anak-anak

laki-lakinya, serta anak-anak laki-laki dari anak-anak laki-laki dan

anak perempuannya, sebagaimana sang suami haram bagi ibu dari

sang isteri, nenek-neneknya, serta anak-anak perempuan dari

anak-anak laki-laki dan anak-anak perempuannya.

4) Tetapnya pewarisan antara keduanya setelah akad terlaksana.

Apabila salah seorang dari keduanya meninggal seteah akad

terlaksana, maka pasangannya menjadi pewais baginya, meski

mereka belum melakukan percampuran.

5) Tetapnya nasab dari anak suamia yang sah.40

(47)

39

KASUS GUGATAN KOMPENSASI MATERIIL ATAS NAFKAH BATIN

DAN PANDANGAN HAKIM TERHADAP ISU TERSEBUT

A. Profil Pengadilan Agama Bondowoso

Pengadilan Agama Bondowoso merupakan suatu pengadilan tingkat

pertama yang menangani masalah hukum perdata Islam dan berada dibawah

kekuasaan Mahkamah Agung sesuai dengan keputusan presiden No. 21 tahun

2004.1

Berdasarkan UU No. 07 tahun 1989 jo UU No. 3 tahun 2006,2 bahwa

kekuasaan dan wewenang Peradilan Agama termasuk Pengadilan Agama

Bondowoso adalah memeriksa, memutus, dan menyelesaikan perkara antara

orang yang beragama Islam dalam bidang nikah, talak, rujuk, waris, wasiat,

hibah, shodaqoh dan ekonomi syari’ah.

Pengadilan Agama Bondowoso sebagai Pengadilan Agama kelas 1 B

berkedudukan di kabupaten Bondowoso, terletak di jalan Santawi No. 94 A

Bondowoso, Telpon (0332) 421862, Kode Pos 68213.

Wilayah Hukum Yuridis Pengadilan Agama Bondowoso meliputi 23

Kecamatan dengan jumlah desa mencapai 209. Jarak tempuh antara desa

dengan kantor Pengadilan Agama Bondowoso antara 1Km sampai dengan 20

Km lebih. Ongkos pemanggilan radius I (Rp.75.000,-), radius II (Rp.95.000,-)

1 Taufik Hamami, Kedudukan Dan Eksistensi Peradilan Agama Dalam Sistem Tata Hukum Di

Indonesia, (Jakarta: Alumni, 2003), 13.

2 Muchtar Rosyidi, Undang-Undang Republik Indonesia No. 3 Tahun 2006 Tentang Perubahan

(48)

40

dan radius III (Rp.115.000,-) ditentukan ketua pengadilan sesuai dengan

Surat Keputusan Ketua Pengadilan Agama Bondowoso Nomor

:W13A18/712/HK.05//SK/IV/2015 tanggal 6 April 2015.

Adapun kewenangan Pengadilan Agama, termasuk Pengadilan

Agama Bondowoso ini, sesuai dengan ketentuan Undang-undang No. 3

Tahun 2006 yang merupakan perubahan dari Undang-undang No. 7 Tahun

1989 tentang Peradilan Agama menjelaskan bahwa Peradilan Agama

mempunyai wewenang dalam menyelesaikan sengketa. Kewenangan tersebut

biasa disebut dengan kompetensi. Kompetensi Peradilan Agama terbagi

menjadi dua yakni:

a. Kompetensi Absolut

Kekuasaan absolut juga disebut dengan “atribusi kekuasaan”

artinya kekuasaan pengadilan yang berhubungan dengan jenis perkara

atau jenis pengadilan atau tingkatan pengadilan dalam perbedaannya

dengan jenis perkara atau jenis pengadilan atau tingkat pengadilan lainya.

Pengadilan Agama berkuasa atas perkara perkawinan bagi mereka yang

beragama Islam, sedangkan bagi mereka yang beragama selain Islam

menjadi kekuasaan peradilan umum. Pengadilan Agama yang berkuasa

memeriksa dan mengadili perkara dalam tingkat pertama, tidak boleh

langsung berperkara di Pengadilan Tinggi Agama atau di Mahkamah

Agung.3 Secara umum fungsi dari kewenangan Peradilan Agama telah

ditentukan dalam Undang-undang Nomor 3 Tahun 2006 Pasal 49 yang

(49)

memutus dan menyelesaikan perkara ditingkat pertama antara

o

Referensi

Dokumen terkait

Pada kelompok kontrol (K) yang hanya diberi makanan dan minuman standar, kelompok perlakuan (P1) diberi makanan standar dan paparan asap kendaraan bermotor selama 8 jam/hari selama

Sedharmayanti (2003:147) menyatakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan

Bersadarkan distribusinya, Kridalaksana membagi afiks dalam beberapa jenis, yaitu (1) prefiks, adalah afiks yang ditambahkan di awal kata dasar, dalam proses

%DJLDQ SHQJDGDDQ PHQ\HUDKNDQ EDUDQJ EHVHUWD GRNXPHQ DVDO EDUDQJ GDQ VXUDW MDPLQDQ NHSDGD EDJLDQ SHQJLULPDQ XQWXN PHQJLULPNDQ EDUDQJ NHSDGD SHODQJJDQ %DJLDQ SHQJLULPDQ

Alasan menggunakan metode Naïve Bayes Classifier adalah karena metode Naïve Bayes Classifier merupakan penyederhanaan dari teorema Bayes, Teorema bayes itu sendiri merupakan

Jika terjadi keterlambatan pengembalian uang pemesanan maka pihak yang menyebabkan keterlambatan yaitu Penjamin Pelaksana Emisi Efek dan/atau Penjamin Emisi Efek atau

Keberagaman budaya itu merupakan kekayaan bangsa dan dapat kita lihat pada model Keberagaman budaya itu merupakan kekayaan bangsa dan dapat kita lihat pada

Pengaruh Tingkat Perputaran Kas, Perputaran Piutang dan Perputaran Persediaan Terhadap Profitabilitas (ROA) pada Perusahaan Industri Barang Konsumsi Subsektor Makanan