• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Jawa Menyiasati Globalisasi Studi Paguyuban Arso Tunggal Semarang D 902006011 BAB V

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Jawa Menyiasati Globalisasi Studi Paguyuban Arso Tunggal Semarang D 902006011 BAB V"

Copied!
36
0
0

Teks penuh

(1)

Bab Lima

Paguyuban Arso Tunggal

(Kelembagaan, Kegiatan, dan Aktor Sentral)

Kelembagaan

Paguyuban Arso Tunggal adalah komunitas yang terdiri dari orang-orang beragam profesi. Arso Tunggal bukan perkum-pulan kebatinan (seperti yang lazim ada dalam kajian-kajian tentang kejawèn), melainkan perkumpulan sosial-budaya yang menitikberatkan pada tiga kegiatan pokok, yaitu pengobatan, pertanian, dan budaya.

Pada awalnya nama paguyuban ini adalah Paguyuban Hati Kudus, yang dibentuk pada hari Jumat Kliwon, 25 Oktober 1985, hanya bergerak dalam konsultasi kesehatan. Penanganan masalah kesehatan dilakukan dengan berbagai ramuan Jawa dan pijat refleksi dengan menggunakan tangan. Pelayanan dilaku-kan hampir setiap sore hari sampai menjelang dinihari berikut-nya, di kompleks perumahan Plamongan Hijau Semarang.

(2)

Pada pertengahan Mei 1987 pelayanan jamu, yang semula di Jalan Mataram dipindah ke Jalan Medoho Raya, Semarang. Model jamu yang diberikan menjadi lebih praktis, dalam bentuk ramuan simplisia.1

Tahun 1988, karena perlunya kelembagaan untuk pengembangan peran dan fungsi pengabdian, dibentuklah Yayasan Arso Tunggal sebagai wadah pelayanan, pengembang-an jamu, budaya dpengembang-an kearifpengembang-an lokal Jawa secara konkret. Pembentukan Yayasan Arso Tunggal didasarkan pada akte notaris Robertus Widiyarso Kurniadi, 2 Desember 1988, dengan nomor register 442/1988/II.

Tahun l990, Arso Tunggal melakukan penulisan dan penyusunan peramuan kembali berbagai jamu paten, dalam arti paket jadi, yang dibutuhkan untuk pelayanan luar kota dan luar pulau, yang tidak dapat menggunakan sistem resep. Penulisan, peramuan, dan percobaan pada klien dimulai pada awal Mei dan selesai menjelang akhir tahun, masih dalam bentuk jamu sedu.

Tahun 1992, jamu sedu diganti dengan bentuk kapsul, menggunakan proses pengeringan dan penggilingan disertai

pengayakan, yang harus dilakukan dengan lebih cermat.

Dengan cara ini, kemungkinan masuknya serat tanaman obat ditekan sekecil mungkin.

Tahun 1994, Arso Tunggal mengembangkan budidaya organik dengan menggunakan pupuk substitusi sistemik daun serta pengembangan pestisida organik yang ramah lingkungan.

1 Simplisia adalah bahan alam yang digunakan sebagai bahan obat yang

(3)

Januari – Oktober 1995, paguyuban ini mengembangkan mikroba tanah. Mikroba tanah itu mampu menyuburkan kem-bali tanah yang jenuh dan menurun produktivitasnya karena pupuk anorganik dan berbagai pestisida. Produk yang dikem-bangkan antara lain mikroba tanah Nopkor, yang digunakan untuk tanah dan pembuatan kompos; Mofu dan Nopco untuk pembuatan pakan ternak dan pengobatan pada penyakit hewan dan ternak secara organik.

Tahun 1996 dan 1997, Arso Tunggal mengembangkan budidaya model terpadu antara pertanian dan peternakan secara organik rasional di kawasan Timor Timur (sekarang Timor Leste) dengan Pusat Latihan Wiraswasta Pertanian (Puslawita) yang berpusat di Dare. Menggunakan bahan-bahan, antara lain Nopkor dan Nopco, dikembangkan budidaya peternakan sapi perah, pembuatan keju, serta mikroba pengolah kopi. Bahan Lypotril dan Phomadelab digunakan sebagai pupuk sistemik daun untuk memacu pertumbuhan bunga dan buah kopi di kawasan ini, dalam kerangka peningkatan produktivitas.

Januari 1997, Arso Tunggal melakukan pembinaan pertanian organik rasional di kawasan lereng Merapi dengan nama Paguyuban Argo Sebo berpusat di Pakem, Sleman, Yogyakarta.

Tahun 2000, bekerja sama dengan Do School Sorong Papua, Arso Tunggal melakukan penyuluhan dan pembuatan pakan ternak, menggunakan Nopkor dan Nopco, dengan proses fermentasi dari hasil limbah pertanian yang ada, untuk peningkatan daya cerna terhadap pakan.

(4)

dan Bima Nusa Tenggara Barat (NTB). Model terpadu tersebut dilakukan dengan menerapkan sistem tumpangsari mengguna-kan udang dan bandeng, terutama menjelang musim kemarau dan penghujan, menggunakan Nopkor PSO untuk pengelolaan air tambak.

Mei 2002, paguyuban ini mengembangkan proses pem-buatan jamu dan minuman kesehatan secara biotik, yang di-kembangkan dari simplisia jamu paten 1990. Pengembangan proses pengolahan menggunakan berbagai substrat, nutrisi, dan faktor pengatur tumbuh mikro organisme, serta berbagai ke-anekaragaman hayati laut, dan susu sapi segar.

Penggunaan berbagai mikroba, dalam bentuk kultur campuran. Pengembangan pengobatan dan obat tradisional aliran Timur ini, terutama untuk penanganan kanker dan virus, secara proses in vitro2 melewati bio reaktor sederhana, untuk peningkatan daya serap, fungsi komprehensif, dan penghilangan efek samping, dengan memanfaatkan peran dari mikroba alami sebagai bio filter alamiah.

Oktober 2002, Arso Tunggal menggunakan pendekatan analisis laboratorium klinis bagi penderita, dikaitkan dengan pengembangan “obat jamu simplisia biotik” secara simultan, dengan kemampuan rehabilitasi terkait dengan dosis dan frekuensi penggunaan. Pencatatan dalam bentuk medical record

dilakukan untuk pengembangan ilmu pengobatan Timur yang terukur, untuk pengembangan ilmu kesehatan di masa menda-tang. Penanganan data laboratorium klinis ini bekerja sama

2 In vitro (dari bahasa Latin, berarti "di dalam kaca") adalah istilah yang

(5)

dengan Laboratorium Klinis Cito Pusat, Jalan Indraprasta, Semarang.

Mei 2005, pemindahan pusat kegiatan dari Jalan Medoho Raya ke gedung sekretariat dan pelayanan di Bulusan Selatan Raya Nomor 111 Tembalang, Semarang. Di tempat yang baru ini, dikembangkan pengamatan budaya dan olah meditasi, dilakukan secara rutin pada tiap hari Rabu, pengumpulan data dan penyimpanan data dengan lebih baik, terutama terkait dengan pengembangan “obat jamu biotik dan model terapi meditasi.”

Tanggal 12 Februari 2011, Arso Tunggal melakukan reorganisasi, dengan memperbarui akte pendirian di depan notaris Elly Ninaningsih, SH di Semarang. Selain mereorganisasi Dewan Pembina dan Dewan Pengurus, dilakukan pula penyesuaian asas dan tujuan lembaga dengan kemajuan dan tuntutan zaman.

Tujuan Arso Tunggal

1. Membantu negara, pemerintah, dan masyarakat luas, dalam menggunakan jamu dan ramuan tradisional berdasarkan kearifan lokal, untuk mengatasi masalah penyakit yang disebabkan oleh virus dan kanker. Bidang yang melakukan kegiatan terhadap masalah penyakit itu disebut Pusat Pengamatan Virus dan Kanker atau Research Center for Virus and Cancer

(RCVC);

(6)

3. Menambah pengetahuan, manfaat, pengolahan jamu dan ramuan tradisional, untuk menjaga kesehatan dari serangan penyakit, terutama yang disebabkan oleh virus dan kanker, serta memperkenalkan teknologi kepada masyarakat Indonesia agar bisa menikmati kesejahteraan;

4. Melakukan pengamatan intensif terhadap jamu dan ramuan tradisional sesuai dengan keanekaragaman hayati di Indonesia, yang pengolahannya diselaraskan dengan kemaju-an ilmu pengetahuan dan teknologi; 5. Membantu negara, pemerintah, dan masyarakat

dalam ke-giatan pertanian, yang secara tidak langsung berkaitan dengan penyediaan jamu dan ramuan tradisional untuk menjaga kesehatan masyarakat serta kelestarian lingkungan. Berbagai kegiatan yang dilaksanakan adalah pengamatan, pengembangan, dan penyuluhan di bidang pertanian, supaya mendapatkan pangan, pakan, dan lingkungan yang sehat dan lestari. Wujud kegiatan pertanian tersebut antara lain memberikan penyuluhan dalam hal pertanian organik, perkebunan organik, pelestarian hutan dan ekosistem, peternakan organik, perikanan organik. Kegiatan itu dilakukan oleh Pusat Pengamatan terhadap Sistem Teknologi Pertanian atau Center for

Agro-Technology Systems (CATS);

6. Membantu negara, pemerintah, dan masyarakat Indonesia, dalam pengamatan, pengembangan serta penyuluhan, untuk mendapatkan bibit lokal, sebagai bentuk konservasi keane-karagaman hayati menuju kemandirian budidaya dalam bidang pertanian yang alami dan lestari;

(7)

penyuluhan budi-daya pertanian secara organik, demi kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat Indonesia pada khususnya dan masyarakat dunia pada umumnya;

8. Membantu negara, pemerintah, dan masyarakat dalam melakukan pengamatan, pengembangan dan penyuluhan untuk menyediakan pangan yang sehat, aman, organik, serta memberikan penyuluhan untuk pengelolaan produk pascapanen sebelum diluncurkan di pasar lokal dan global;

9. Membantu negara, pemerintah, dan masyarakat da-lam kegiatan yang berkaitan dengan masalah budaya dan kearifan lokal yang disesuaikan dengan kemajuan peradaban.

Usaha-usaha Arso Tunggal

Untuk mencapai tujuan tersebut, Arso Tunggal menjalan-kan usaha-usaha sebagai berikut:

1. Meningkatkan pengetahuan agar masyarakat kembali ke alam untuk menjaga kesehatan secara holistik, dengan memanfaatkan bahan alami yang berupa jamu dan ramuan bio herbal organik, serta bahan pangan organik, yang dilengkapi dengan informasi, sistem budidaya, dan penggunaannya;

2. Menggalakkan penggunaan jamu dan ramuan bio herbal organik yang lebih alami dan memberikan informasi klinis yang berkaitan dengan masalah ke-sehatan, sesuai dengan dukungan dari sumber pangan organik;

(8)

Kegiatan-kegiatan

Bidang Pengobatan

Pengembangan bidang pengobatan berbasis kearifan lokal Jawa dilakukan oleh Arso Tunggal didasarkan pada dasar-dasar pemikiran sebagai berikut:

1. Ketidakpastian dan kecilnya harapan dengan pena-nganan pengobatan modern, aliran pengobatan medis model Barat yang tanpa kemajuan;

2. Ketakutan terhadap risiko pengobatan Barat, yang sangat rasional tanpa kearifan lokal, dibandingkan dengan model aliran Timur dengan menggunakan kearifan lokal yang sudah teruji;

3. Kegamangan para penderita penyakit karena keti-dakmampuan untuk melanjutkan pengobatan karena faktor biaya;

4. Keterbatasan pengobatan Barat dan keterbatasan pengobat-an Timur yang sangat tradisional. Oleh karena itu Yayasan Arso Tunggal memadukan kedua model pengobatan tersebut, demi kesejahteraan umat manusia;

(9)

kem-bali ke alam sebagai jalan keluar dari kebuntuan pengobatan yang ditimbulkan dari virus dan kanker; 6. Klien: Pasien Arso Tunggal terdiri dari: (a) Warga

negara Indonesia yang pernah dan masih berobat di luar negeri, antara lain dari Singapura, Malaysia, Jerman, dan Cina; (b) Pasien-pasien dari rumah sakit besar dalam negeri; (c) Pasien yang datang atas inisiatif sendiri;

7. Sasaran Kinerja:

(a) Bidang kesehatan kembali ke alam: Dengan konsep holistik kembali ke alam berdasarkan kearifan lokal, menuju dan menjawab tantangan global dalam bidang rehabilitasi dan penanganan penyakit karena virus dan kanker, secara mandiri dan murah;

(b) Pengembangan obat simplisia dari jamu secara biotik: (i) konservasi sumber daya alam yang ter-kait dengan keberadaan tanaman obat tradisional; (ii) memperhatikan pola dan model budidaya tanaman obat secara organik dan alami; (iii) proses pembibitan dan pengelolaan bibit untuk tanaman intensifikasi organik;

(c) Pengolahan pascapanen: (i) pengolahan bahan baku panen siap simpan yang baik secara kon-vensional; (ii) proses penyimpanan bahan baku; (iii) proses pendahuluan bahan baku siap proses; (d) Penyiapan bahan simplisia ramuan jamu herbal:

(10)

penambahan senyawa biomineral dan logam, yang diperlukan dalam sistem metabolistik tubuh terkait dengan nutrisi mikroba yang digunakan; (e) Pengolahan secara biotik: (i) seleksi jenis kultur

cam-puran mikroba, yang akan digunakan dalam proses, terkait dengan substrat; (ii) pembuatan biakan dari cam-puran mikroba yang sesuai dengan atmosfer setempat; (iii) pembuatan starter

yang digunakan, sesuai dengan peruntukan dan tipe fermentasi, dalam fase cair atau padat; (iv) proses pengendalian fermentasi, secara tepat guna dilakukan secara aseptis, dengan memperhatikan

co-factor tumbuh dan nutrisi, yang akan

digunakan terkait dengan hasil metabolit; (v) pengambilan hasil metabolit secara tepat guna, secara kualitas dan kuantitas;

(f) Pengolahan dan penyimpanan produk biotik: (i) penge-ringan kering angin sambil melanjutkan proses fermentasi; (ii) pengeringan dengan model

oven dan suhu sterilisasi sampai kering; (iii) pengolahan akhir dan penyimpanan; (iv) peng-gunaan kemasan dan gas isian dalam pengawetan bahan produk probiotik; (v) penggunaan dan pencatatan pengamatan klinis;

(11)

jenis obat baru, bila mengalami kegagalan, terutama terkait dengan keluhan klien;

(h) Pencatatan dan pengamatan perkembangan kesehatan untuk pengembangan: (i) pengumpulan dan pembuatan rangkuman untuk kemajuan sistem terapi kesehatan; (ii) penentuan stan-darisasi dari simplisia dan formulasi obat olahan biotik; (iii) pembinaan sistem publikasi hasil pengamatan penanganan secara lokal dan global terkait dengan kemajuan pengetahuan tentang kesehatan;

(12)

Bidang Pertanian

Pengembangan bidang pertanian dengan model budidaya organik dan alami berbasis budaya dan kearifan lokal Jawa dilakukan dengan dasar-dasar pemikiran sebagai berikut:

1. Kerusakan tanah yang sudah jenuh dengan pupuk anorganik menurunkan produktivitas lahan. Keru-sakan lahan itu disebabkan peningkatan penggunaan pupuk anorganik;

2. Makin tinggi tingkat keganasan serangan hama tanaman dan penyakit karena resistensi terhadap obat yang telah digunakan;

3. Tingginya residu bahan kimia dari pestisida dan obat-obatan dalam bahan pangan, yang memicu terjadinya kanker dan borosnya antioksidan dalam tubuh. Racun masuk sebagai residu, yang potensial mengganggu kesehatan dan rentan serangan penyakit, terutama disebabkan oleh virus pada manusia;

4. Kesadaran hidup sehat dan kembali ke alam, yang terkait dengan keberadaan pangan organik;

5. Tingginya biaya produksi budidaya pangan, yang harus dilakukan karena mahalnya harga pupuk, pakan ternak, dan obat-obatan;

6. Sistem Informasi: (a) Melalui penyuluhan dan pelatih-an, serta pembentukan kelompok; (b) Dorongan ke-mandirian terkait dengan bibit dan sarana budidaya; (c) Berorientasi kebutuhan pasar yang akan meng-gunakan produk; (d) Kerja sama dalam bidang pasar dan konsumen organik, dengan sistem informasi yang baik;

(13)

pengadaan bibit lokal serta sarana-prasarana pe-nunjang, budidaya organik yang murah dalam konsep paguyuban sedaerah dan iklim yang sama; (b) Kon-servasi plasma nuftah tanaman dan ternak, per-baikan lingkungan yang rusak dan kurang produktif; (c) Kepedulian terhadap alam dan lingkungan yang seimbang akan memberikan kesejahteraan dan ke-lestarian;

8. Konsep Dasar Budidaya Agro:

(14)

hutan, perkebunan tanaman industri dan kebun hortikultura, yang seimbang dengan keberadaan tanaman pangan semusim, dalam meng-hasilkan oksigen. Keseimbangan dalam penanaman ini akan mengurangi emisi karbon dan emisi panas, serta berlobang-nya lapisan ozon dan tingginya sinar ultra violet matahari, yang menyebabkan anomali iklim. Tingginya paparan sinar ultra violet akan meng-hancurkan kehidupan di atas bumi; (iv) Penyerapan dan penyimpanan energi matahari, selanjutnya akan menjadi energi organik, yang diperlukan seluruh kehidupan di atas bumi lewat proses asimilasi yang memadai;

(15)

dalam bentuk sarana penunjang, untuk mengatasi kerusakan dan ketimpangan lingkungan;

(d) Model budidaya pangan yang berkonsep pada kearifan lokal: (i) Konsep lumbung desa dalam wujud pengelolaan bibit, sarana pertanian/peternakan dan pengelolaan ekonomi rumah tangga, yang dilakukan secara terpadu dan mandiri. Kemandirian ini akan bertentangan dengan era produktivitas dalam program pengadaan pangan massal dengan menggunakan fasilitas padat modal dan teknolog anorganik; (ii) Model budidaya yang tidak monokultur, selalu di-sesuaikan dengan pranata musim dan tanda musim yang ada secara alami. Model budidaya yang kembali ke alam ini akan menghasilkan bahan pangan organik, yang aman bagi pengguna dari bahan asing dalam pangan, karena bebas dari pestisida atau obat lain yang akan mengganggu kesehatan bagi para pengguna produk pangan; (iii) Konsep ketahanaan pangan yang seharusnya dimulai dari bibit dan sarana pendukung dalam budidaya dapat dilakukan secara mandiri. Model budidaya ini akan sesuai dengan lingkungan dan memberi dampak kelestarian alam; (iv) Aspek lestari adalah realitas dari strata kehidupan yang dapat menyejah-terakan kehidupan umat manusia di atas bumi;

(16)

teknologi yang memadai dengan model SPOR; (iii) Potensi kawasan jamrud Katulistiwa sebagai lumbung pangan secara domestik dan global, dengan pengelolaan menyatu dengan alam sebagai salah satu unsur utama keberhasilan; (iv) Pengelolaan dan pengambilan sumber daya alam harus selalu ber-kesinambungan dan beraspek pada keseimbangan alam dan lingkungan sebagai usaha lestarinya budidaya penyediaan pangan;

(17)

akan menjadi pupuk kompos organik yang lebih ber-kualitas;

(18)

bersifat buatan dan cenderung boros antioksidan bisa menjadi pemicu bahan karsinogenik yang meng-ganggu kesehatan manusia; (ii) Penggunan bahan penyedap dan artifisial pengembang rasa dan warna buatan ditekan, dikembalikan ke sumber alami yang mempunyai nilai keamanan lebih terhadap kesehat-an manusia. Perlu dikembangkan makanan dalam kemas-an ykemas-ang awet dkemas-an amkemas-an bagi kesehatkemas-an;

(i) Penggunaan kemasan pangan yang dapat didaur ulang dan aman terhadap lingkungan serta meng-hemat sumber daya alam. Proses pengolahan ini akan memberikan aspek sosial dan ekonomi dalam kawas-an, yang berdampak pada penghematan devisa dan meningkatkan pendapatan negara: (i) Dengan meng-gunakan teknologi teradaptasi tepat guna, yang dapat dilakukan dan dikembangkan secara mandiri; (ii) Pengembangan wilayah dan kesem-patan kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat, serta memutus ketergantungan pada bahan olahan pangan dari luar; (iii) Pemilihan teknologi yang sederhana berdasarkan pengem-bangan kearifan lokal mampu dikembang-kan sesuai dengan kebutuhan, kompetitif, dan ramah lingkungan; (iv) Pengaturan tata ruang yang memadai, sehingga tidak menganggu aspek lingkungan dan budidaya;

(19)

yang dapat mendukung pemasaran dan produksi; (iii) Pengembangan sumber daya manusia dan sumber daya alam, yang terkait dengan keberadaan industri, guna memenuhi kebutuhan pasar, baik secara kualitas maupun kuantitas.

Bidang Budaya dan Kearifan Lokal Jawa

Beberapa konsep kajian yang dilakukan, adalah:

1. Meditasi untuk mencari jatidiri dalam bentuk proses mendengar suara nurani: (a) Bimbingan dasar dengan mengalihkan perhatian otak kiri menuju otak kanan, dari yang bersifat rasional menjadi spiritual; (b) Pe-ngembangan kinerja otak kanan agar mendengar suara nurani serta berusaha menyimpulkan dengan menggunakan otak kiri yang rasional dan operasional; (c) Pengontrolan kinerja otak kiri, yang merupakan kesadaran rasionalitas dengan menggunakan perasaan, yang berguna untuk pribadi dan orang lain; (d) Pengelolaan hasil meditasi dan konsentrasi berda-sarkan otak kanan untuk pengembangan pribadi secara profesional;

(20)

lebih intensif dan langsung; (e) Pengendalian diri dalam menanggapi kekuatan nurani dari proses meditasi yang mendalam secara pribadi, karena ketidakberdayaan menanggapi kehidupan nyata; 3. Penerapan meditasi untuk melihat jalan kehidupan

pribadi dan orang lain, demi kebaikan dunia: (a) Keberanian untuk menerima dan menjalankan segala perkara dan kehidupan, yang terjadi dalam bentuk baik dan buruk, dalam semua uraian nurani. Ke-beranian untuk berserah diri dan rendah hati, yang lebih mengutamakan keberanian dalam pengor-banan pribadi; (b) Penalaran kembali dengan berdasarkan otak kanan, yang diinformasikan dan ditransfor-masikan, bahwa seluruh kehidupan ini adalah sebuah keseimbangan. Hidup adalah keseimbangan antara jiwa dan raga, otak kanan dan otak kiri, yang selalu berjalan secara simultan, membuat manusia ber-bahagia sejati. Kedewasaan dalam berkorban dan berserah diri, terkait dengan perjalanan hidup dalam penerapan amanat nurani; (c) Pengembangan diri dengan meditasi dan olah nurani akan menumbuhkan sikap pribadi, dengan nilai sosial kemasyarakatan yang sangat tinggi, serta mempunyai tingkat peduli dan empati dalam wujud karya nyata; (d) Pengem-bangan sikap mengerti karena tingginya kadar suara nurani akan mendorong rasa toleransi;

(21)

defi-siensi gelombang listrik; (b) Dengan menolong, dalam arti memberi dan melayani, akan ada penambahan kekuatan dari alam yang memberikan gelombang meditasi pada orang lain. Konsep sederhananya adalah “yang memberi akan selalu akan menerima, supaya akan selalu tetap dapat memberi pada orang lain”; (c) Dengan konsep saling melayani, merupakan hasil dari dorongan proses meditasi, akan memberikan suara dan doronagn nurani kasih pada dunia dari Allah Sang Pengasih Sejati. Amanat kasih ini akan membuat berbagai perwahyuan dalam bidang pengetahuan, demi kelangsungan dan keselamatan umat manusia; (d) Dorongan untuk melayani sesama manusia akan menjadikan bumi selalu terpenuhi oleh kasih yang mendamaikan.

Aktor Sentral

Paguyuban Arso Tunggal didirikan oleh Djoko Murwono, dosen Fakultas Teknik Kimia Universitas Diponegoro Semarang, peneliti dan formulator bidang biokimia, yang sering bekerja sama dengan Universitas Nagoya Jepang. Obat-obatan alternatif maupun sarana produksi pertanian yang dimanfaatkan untuk gerakan sosial paguyuban ini merupakan hasil temuannya, baik secara individu maupun kolektif bersama koleganya di Jepang.

(22)

wawancara penulis dengan Djoko Murwono, anggota paguyub-an (baik garda maupun prajurit)3, dan referensi terkait.

Anak “Dhadhung Kepuntir”

Djoko Murwono dilahirkan pada tanggal 14 Oktober 1949 dari ayah Kusumo Maryono dan ibu Saminah. Ayahnya keturunan Hamengku Buwono II. Dari garis keturunan ayah mengalir dua aliran budaya; éyang putrinya seorang rangga

(asisten wedana) Madiun, éyang kakungnya adalah tokoh yang dulu mengembangkan pesantren terkenal di Ponorogo (Djoko keberatan nama pesantren itu disebut). Éyang kakungnya ke-mudian pindah ke Prawirodirjan, menjadi manggalaning yudha

(bidang pertahanan) Keraton Yogyakarta. Dari garis keturunan ibu, simbah kakungnya adalah keturunan Paku Buwono V.

Simbah putrinya menangani masalah keuangan Keraton

Sura-karta.4

Di lingkungan keraton, dia disebut sebagai anak

dha-dhung kepuntir. Secara harafiah, dhadhung kepuntir adalah tali

yang terbelit-belit, sehingga sangat sukar untuk diurai. Ung-kapan ini menggambarkan kondisi yang serba salah dan konflik

3 Garda adalah sebutan untuk anggota paguyuban, yang aktif dalam

pertemuan rutin Reboan (diselenggarakan setiap Hari Rabu, dari pukul 21.00 WIB sampai dengan 02.00 WIB dinihari Kamis) dan kegiatan-kegiatan lain di luar praktik pengobatan. Adapun prajurit adalah sebutan untuk anggota yang selain mengikuti pertemuan rutin Reboan dan kegiatan-kegiatan lain, juga aktif melakukan praktik pengobatan.

4 Djoko menyebut “éyang” kepada kakek dan neneknya dari garis keturunan

(23)

batin yang mendalam, karena posisi anak laki-laki dari ayah keturunan Keraton Yogyakarta dan ibu dari Keraton Surakarta berada dalam tarik-menarik pengaruh dua budaya dari dua keraton tersebut.

Konflik batin dalam diri Djoko Murwono bertambah lagi karena dirinya memeluk agama Katolik. Dia mengakui, masih ada kesan bahwa bangsawan Jawa itu harus Islam, sehingga dia dan keluarganya yang menganut Katolik pun “dibuang” dari lingkungan keraton. Djoko Murwono berada di dalam tarik-menarik budaya besar Jawa (Yogyakarta dan Surakarta) serta dua agama besar, Katolik dan Islam. Beberapa kali dia dicap sebagai Katolik yang Kejawèn, bahkan sebagai orang yang ingin membentuk agama lain. Kata Djoko:

Hamengku Buwono II itu kakek canggah saya. Sentot Prawirodirdjo5 masih terhitung sebagai kakek saya.

Maka, di Yogyakarta saya dicap sebagai ’bangsawan merah,’ karena seluruh keturunan Prawirodirdjo me -mang dicap sebagai bangsawan merah, dalam arti musuh Belanda. Ini menambah konflik batin dalam diri saya.

Sejak kecil, Djoko merasakan konflik batin dalam ke-luarga besarnya. Konflik batin itu justru membuat dia banyak belajar dan membentuk kepribadiannya.

Kalau pulang ke Surakarta ia “dicuci otak” habis-habisan tentang hal-hal yang berkaitan dengan kebiasaan, adat istiadat, nilai-nilai budaya Keraton Surakarta Hadiningrat. Sebaliknya,

5 Sentot Prawirodirdjo, nama lengkapnya Sentot Ali Basya Abdullah

(24)

kalau pulang ke Yogyakarta, ia mendapat “indoktrinasi” tentang kebiasaan, adat istiadat, dan nilai-nilai budaya Keraton Nga-yogyakarta Hadiningrat. “Persaingan” antara dua keraton, yang selama ini dikenal sebagai pusat budaya Jawa tersebut, memicu munculnya konflik batin dalam dirinya.

Dia mengaku tidak dapat “masuk” secara penuh ke dalam kehidupan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat karena ada darah Surakarta Hadiningrat mengalir dalam tubuhnya. Sebalik-nya, ia pun tidak bisa “masuk” secara penuh ke dalam ke-hidupan Keraton Surakarta Hadiningrat karena ada darah Yogyakarta yang juga mengalir dalam tubuhnya.

Perbedaan antara Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta tercermin dalam berbagai hal, antara lain cara berpakaian. Orang-orang Keraton Yogyakarta memakai surjan, orang-orang Keraton Surakarta mengenakan beskap. Surjan

menjadi ciri khas busana Keraton Yogyakarta, adapun beskap

adalah ciri khas busana Keraton Surakarta. Ikat kepala (udheng) pun berbeda; udheng Yogyakarta dilengkapi sinthingan (kain yang terburai), udheng Surakarta tidak dilengkapi sinthingan.

Tutup kepala (blangkon) dua keraton ini juga berbeda;

blangkon Yogyakarta dilengkapi mondholan (benda yang

menonjol di bagian belakang blangkon), blangkon Surakarta tidak. Corak batik pun berbeda. Corak batik Surakarta cen-derung lebih rumit dan halus, lebih banyak cecek dan ukelan, corak batik Yogyakarta lebih besar.

Dari segi kesenian dan kesusastraan juga terdapat perbe-daan antara Keraton Surakarta dan Keraton Yogyakarta. Bunyi

kecrèk (atau kepyak) wayang surakartanan: ‘’crèk-crèk,’’ bunyi

kecrèk (atau kepyak) wayang ngayogyakartanan: ‘’thing-thing,’’

(25)

Sentimen kewilayahan itu sebagai dampak dari perpecah-an Keraton Mataram menjadi dua, yaitu menjadi Keraton Surakarta Hadiningrat dan Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Perpecahan terjadi setelah Perjanjian Gianti sekitar tahun 1755.6

Sejak berusia delapan tahun, Djoko harus pindah ke Yogyakarta, dididik dan dibimbing oleh éyangnya dalam nilai-nilai Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat. Dia diajari adat istiadat dan budaya Keraton Yogyakarta secara penuh. Pertama kali diajari nembangmacapat, lalu membaca tulisan Jawa; mulai Jawa biasa, Jawa modern, sampai bahasa Kawi sebagai bahasa keraton. Ketika sudah dewasa, dia dibimbing membaca kitab dalam bahasa Jawa kuna dan menggambar di atas daun lontar.

Setelah itu, Djoko kecil pun diajari aturan memakai baju, tata cara, sopan santun (unggah-ungguh). Sopan santun dalam keraton itu misalnya memanggil orang yang lebih tua dan lebih

6 Soekanto dalam buku “Sekitar Jogjakarta 1755-1825” (Perdjandjian Gianti

(26)

terhormat harus dengan sebutan nak ndalem. Dengan orang yang tingkatannya lebih tinggi lagi, misalnya memiliki ke-dudukan sebagai raja, dengan sebutan sampéyan ndalem. Memanggil teman sejawat, dengan grade yang sama dengan sebutan mas, singkatan dari radèn mas, jadi yang muda atau tua selalu dipanggil mas. Bahasa yang digunakan ketika bercakap-cakap dengan orang yang lebih muda adalah bahasa Jawa ngoko

atau krama madya, dengan orang yang lebih tua menggunakan

bahasa Jawa krama inggil..

Dari keluarga ibunya, banyak orang ternama, antara lain Mr. Supomo (tokoh hukum nasional), Mr. Saharso (yang men-dirikan BRI pertama kali di Purwokerto). Pengacara pertama orang Jawa, Mr. Suwidji adalah pamannya. Kenyataan itu menjadi beban dan kecemburuan keluarga ayahnya. Ada per-saingan, yang menyebabkan Djoko Murwono merasa “terjepit” di tengah-tengah, menambah konflik batinnya.

Kalau ikut bapak, dia menjadi ndara Jogja: ndara

dha-plangan, senengané ngglembuk (senang membujuk). Kalau ikut

ibu menjadi ndara ukelan, lamis-lamisan; umuk.7 Jadi, ter-jadi pertengkaran keras dalam batinnya. Dia dicekoki wayang mataraman, tapi harus mendengarkan budaya surakartanan.

Menghadapi konflik batin tersebut, dia lebih memilih diam, menerapkan ajaran Jawa, yaitu dedalané guna lawan sek-ti, kudu andhap asor, wani ngalah dhuwur wekasané, tumungkula yèn sun didukani, palang disimpangi, ana catur

mungkur. Makna ungkapan tersebut adalah, bahwa jalan

7Dhaplangan adalah sebutan untuk gaya tarian Keraton Yogyakarta, yang

(27)

ju kehidupan yang bermanfaat adalah harus rendah hati, berani mengalah, menunduk kalau dimarahi, serta menghindari rintangan dan percekcokan.

Djoko mengaku, sebelum pindah ke Yogyakarta sering mendengar bisikan “aku sangkan paraning dumadi – yèn ibumu

ora tak pundhut kowé ora cedhak aku, kowé kudu nèng Yogya.”

(“Akulah sangkan paraning dumadi, kalau ibumu tidak Aku ‘ambil,’ maka kamu tidak dekat dengan-Ku. Kamu harus ke Yogyakarta”). Sejak saat itulah, Djoko merasa kehidupannya selalu didampingi oleh “Sang sangkan paraning dumadi.” Kalau merindukan Surakarta, ia biasa berjalan kaki dari Stasiun Kereta Api Lempuyangan Yogyakarta, menyusuri rel sampai Stasiun Balapan Surakarta. Perjalanan itu ia tempuh dalam waktu tujuh jam tanpa merasa lelah.

Sejak kecil dia sudah diberi anugerah berupa kemampun untuk mengetahui sesuatu yang akan terjadi (ngerti sakdurungé

winarah) atau waskita.8 Contoh, dia sudah mengetahui bahwa

8 Selama melakukan observasi partisipatif di Paguyuban Arso Tunggal,

(28)

simbah kakungnya akan meninggal. Di usia enam tahun, bahkan ia pun mengetahui ibunya akan meninggal. Waktu istrinya hamil, ia sudah mengetahui anaknya yang akan lahir itu laki-laki, kemudian langsung ia beri nama, meskipun masih dalam kandungan.

Menurut dia, sesungguhnya semua orang dapat ngerti

sakdurungé winarah, tinggal mau atau tidak, karena

kemampu-an itu berasal dari Allah. Orkemampu-ang tidak dapat melakukkemampu-an hal itu karena pengaruh duniawi, terbebani hal-hal yang bersifat duniawi, terbebani harta benda (kabotan kadonyan, kabotan

bandha).

Dalam perspektif Teori Habitus Pierre Bourdieu (Harker, 2005), riwayat Djoko Murwono tersebut menunjukkan relasi habitus dan ranah. Konflik batin yang berkecamuk dalam diri Djoko Murwono adalah habitus, adapun lingkungan sosialnya yang ditandai dengan beberapa perbedaan antara Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dan Keraton Surakarta Hadiningrat adalah ranah. Konflik batin (subjektif/habitus) yang ber-langsung berpuluh-puluh tahun dalam dirinya berelasi timbal-balik dengan kondisinya sebagai anak dhadhung kepuntir

karena benturan antarnilai-nilai budaya dua keraton (objek-tif/ranah).

(29)

Beberapa Komentar

Sebagian besar anggota Arso Tunggal menilai Djoko Murwono sebagai orang yang memiliki kelebihan, baik secara spiritual maupun intelektual. Djurianto Prabowo, sarjana pertanian yang menjadi anggota garda paguyuban ini, mengakui bahwa Djoko Murwono memiliki kelebihan spiritual sekaligus intelektualitas yang melebihi orang-orang kebanyakan. “Dia mampu menggabungkan dua kelebihan itu, sehingga pengeta-huannya di bidang spiritual bisa dikembangkan menjadi karya-karya nyata yang bermanfaat bagi kemanusiaan. Dia bisa meng-eksplorasi kearifan-kearifan lokal Jawa untuk dikembangkan ke dalam penelitian-penelitian ilmiah yang menghasilkan obat-obatan alternatif dan pertanian organik,” katanya.

Pertemuan Djurianto dengan Djoko Murwono berawal dari pertemanannya dengan Herujati yang sudah lebih dulu bergabung dengan Arso Tunggal sejak tahun 1980-an. Dari Herujati, dia mendapat cerita tentang pemikiran Djoko yang sering melawan arus, aneh-aneh, dan unik. Cerita yang mirip dia peroleh pula dari istrinya yang mengajar di Fakultas Teknologi Pertanian Unika Soegijapranata Semarang, tempat Djoko Murwono ketika itu juga mengajar. Kesan istrinya, Djoko Murwono orang pintar tapi agak kasar (kalau berbicara ceplas-ceplos dan sangat berterus terang).

“Ketika anak ketiga kami lahir banyak dibantu dengan obat-obat herbal dari Pak Djoko, dan saya merasa anak ini sehat, baik kondisinya. Tapi, waktu itu saya belum kontak langsung dengan Pak Djoko. Baru setelah itu, saya diajak Mas Herujati ke Plamongan (rumah Djoko Murwono), ngobrol ngalor-ngidul. Saya merasa orang ini punya komitmen serius untuk masyarakat petani dan membuat obat murah tapi efektif. Mulailah tahun 2002-an saya bergabung dengan Arso Tunggal,” kata

(30)

Tahun 2004, Djurianto mendapat kecelakaan yang me-nyebabkan gegar otak ringan. Saat itu, dia ditangani langsung oleh Djoko Murwono, selain juga mengonsumsi obat BIP dan albumin (nanas dicampur telur ayam kampung, dikocok, di-biarkan 10-15 menit, dicampur dengan stansol). Ternyata, kese-hatan dia cepat pulih.

“Pak Djoko itu kalau menjelaskan sesuatu, misalnya tentang kitab suci dan pengetahuan, bisa komprehensif. Biasa-nya, orang lain menjelaskan hal-hal semacam itu hanya dari disiplin ilmu mereka sendiri, tapi Pak Djoko itu lintas disiplin, misalnya menjelaskan tanah yang banyak dimasuki pupuk kimia, maka unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman menjadi kurang, NPK (nitrogen, pospat, kalium) tidak terserap. Akibat-nya, tanaman, padi, menjadi miskin kandungan P-Akibat-nya, padahal pospat diperlukan untuk proses metabolisme tubuh manusia.”

Eryono, prajurit Arso Tunggal di pos Ketapang Kaliman-tan, menjelaskan bahwa ia bergabung dengan paguyuban ini berawal dari kesembuhan penyakit kanker yang diderita anak-nya. Beberapa tahun yang lalu, anaknya dinyatakan terkena kanker dan harus dioperasi di Jakarta. Pada saat yang hampir bersamaan, ia mendapat informasi bahwa di Semarang ada Paguyuban Arso Tunggal yang mengadakan pengobatan alter-natif. Ia kemudian memutuskan untuk membawa anaknya itu ke Arso Tunggal. Setelah mendapat terapi dan minum obat dari paguyuban ini, ternyata anaknya sembuh. Sejak saat itu, Eryono bergabung dengan Arso Tunggal hingga menjadi prajurit seka-rang. Menurit Eryono, Djoko Murwono memiliki kelebihan, selain kelebihan di bidang spiritual juga kelebihan di bidang ilmu pengetahuan dan teknologi pengobatan dan pertanian.

(31)

kemanusiaan. Pada awalnya, menurut Subiyanto yang berga-bung dengan Arso Tunggal sejak tahun 1994 ini, kegiatan Djoko Murwono banyak bersifat olah kebatinan. Olah kebatinan itu, kemudian dikembangkan menjadi kegiatan yang bertujuan membantu masyarakat melalui pengobatan dan pertanian alternatif. “Banyak hal yang membuktikan, bahwa Pak Djoko memang memiliki kekuatan spiritual, namun kekuatan itu tidak berhenti pada sekadar krenteg atau karep, melainkan dilakukan ke dalam karya nyata,” katanya.

Romo Sebastian, romo yang melayani jemaat Gereja Katolik Gedangan, Semarang, dalam wawancara dengan penulis (4 Januari 2010) menyebut Djoko Murwono sebagai seorang intelektual. Romo yang pernah menulis kertas kerja tentang kegiatan pengobatan yang dilakukan Arso Tunggal melalui klinik Hati Kudus ini berpendapat, selain dilatarbelakangi budaya Jawa, Djoko juga dipengaruhi oleh nilai-nilai Katolik yang pernah diperoleh ketika belajar di seminari. Bagi dia, gerakan yang dilakukan Djoko lewat Paguyuban Arso Tunggal lebih bersifat intelektual daripada spiritual.

Menurut Romo Sebastian, kelemahan Djoko Murwono justru terletak pada pendiriannya yang sangat kuat dan keras, sehingga terkesan tidak mudah menerima pendapat orang lain. Dalam banyak hal, Djoko sangat teguh pada kebenaran yang ia yakini, sehingga kadang-kadang terkesan memaksakan kehen-dak.

(32)

karena itulah ia senang bekerja sama. “Bagi saya, yang penting mengikuti arahannya saja. Kita harus menghormati beliau sebagai orang yang sudah sepuh dan berpengalaman, meskipun dalam pelaksanaan, kami bisa saja melakukan modifikasi,” katanya.

Adapun sebagian besar mahasiswa Teknik Kimia Undip yang sedang mengikuti mata kuliah yang diampu Djoko Murwono (Matematika Kimia atau MTK dan Fenomena Perpindahan atau Fenper) maupun yang sudah lulus, juga menyebut Djoko sebagai dosen dengan tingkat intelektualitas tinggi. Sebagian di antara mereka bahkan menyebut Djoko jenius. Mahasiswa-mahasiswa tersebut mem-buat account

facebook “Ir. R.P. Djoko Murwono S.U. Fans Club,” sebagai

forum tukar-menukar pikiran, gagasan, dan bahkan kritikan dan sindiran terhadap Djoko, baik dalam wall maupun

discussion. Sampai 8 September 2010 pukul 23.00 WIB, anggota

account tersebut mencapai 501. Selain di facebook, komentar

tentang Djoko Murwono juga dapat dijumpai di blog. (lihat komentar-komentar tersebut di lampiran).

Gambar 1:

Djoko Murwono dan mahasiswanya.

(33)

Mengenai forum tersebut, Djoko menanggapi, “Bagi saya, forum semacam itu malah bagus. Itu forum demokratis. Mahasiswa silakan mau ngomong apa saja, saya tidak akan marah. Kalau ada yang berkomentar saya membodoh-bodohkan ya biar saja, agar mereka menjadi pinter.” Menurut dia, men-didik mahasiswa tidak sekadar mengajarkan untuk hafal suatu mata kuliah, melainkan harus mendidik mereka untuk mampu mencipta sesuatu. Untuk bisa mencipta, maka mahasiswa harus dilatih menjadi orang yang kritis dan account facebook itu salah satu forum yang memberi ruang agar mahasiswa berani kritis.

Pada tahun 1980-an, ketika berusia 30 tahun, Djoko merasa batinnya mulai “digoyang” oleh Tuhan Yang Maha Esa, yang selalu ia sapa dengan sebutan “Juragan.” Inti “goyangan” itu berupa permintaan agar dia meninggalkan hal-hal duniawi, memperdalam dan menitikberatkan pada hal-hal spiritual untuk menolong sesama manusia. Pada awalnya muncul keragu-raguan karena hal itu berarti hilangnya kebebasannya.

Pada saat itu, ketika undian berhadiah (lotere, perjudian) masih diperbolehkan di Indonesia, misalnya Nalo, Porkas, dan SDSB (Sumbangan Dana Sosial Berhadiah), banyak orang yang datang ke rumah Djoko Murwono, meminta ramalan nomor buntut. Pada awalnya, dia melayani permintaan orang-orang yang ingin menang judi tersebut.

“Tapi, saya kemudian dimarahi ‘Juragan’ mengapa ke-mampuan saya digunakan untuk itu,” katanya.

(34)

buwana, membuat dunia tersenyum, serasi, semarak, dan lebih bahagia.

Gambar 2:

Djoko Murwono di Padepokan Arso Tunggal, Jl Bulusan Selatan Raya Nomor 111, Semarang:

Kesimpulan

Paguyuban Arso Tunggal bukan perkumpulan kebatinan (seperti yang dikenal dalam gerakan kejawèn), melainkan perkumpulan sosial-budaya. Paguyuban ini menitikberatkan gerakan pada bidang pengobatan, pertanian, dan budaya, berbasis pada budaya dan kearifan lokal Jawa.

Secara garis besar, tujuan Arso Tunggal adalah membantu pemerintah, negara, dan masyarakat Indonesia dalam pengem-bangan bidang pengobatan dan pertanian yang berbasis budaya dan kearifan lokal Jawa. Untuk mencapai tujuan tersebut, paguyuban ini melakukan berbagai usaha sosial, edukasional, dan informasi, agar masyarakat kembali ke alam di bidang pengobatan dan pertanian, dalam rangka menjaga kesehatan secara holistik.

Di bidang pengobatan, usaha-usaha itu dilakukan dengan dasar-dasar pemikiran: ketidakpastian dalam pengobatan model

(35)

Barat yang sangat rasional dibandingkan dengan model pengobatan Timur (Jawa) yang sudah teruji; membantu pasien-pasien yang kurang mampu; memadukan pengobatan model Barat dan pengobatan model Timur (terutama untuk mengatasi kebuntuan pengobatan penyakit akibat virus dan kanker) demi kesejahteraan umat manusia.

Dasar pemikiran di bidang pertanian terutama terkait dengan penerapan sistem pertanian modern yang unorganik. Sistem modern tersebut menyebabkan kerusakan tanah, makin ganasnya serangan hama, tingginya biaya produksi budidaya pangan. Selain itu, sistem tersebut juga menurunkan kadar kesehatan umat manusia karena mengonsumsi bahan makanan yang sudah terkontaminasi oleh bahan-bahan kimia. Oleh sebab itu, Arso Tunggal berusaha mengajak pemerintah dan masyara-kat untuk kembali ke alam, ke budaya dan kearifan lokal Jawa.

Untuk menunjang kegiatan pengobatan dan pertanian tersebut, Arso Tunggal melakukan kajian-kajian, eksplorasi, serta pengembangan budaya dan kearifan lokal Jawa. Melalui pertemuan-pertemuan rutin dan kegiatan ritual, pada intinya kegiatan di bidang budaya itu bertujuan mengembalikan manusia pada budaya dan kearifan lokal untuk menangkal pengaruh budaya luar.

(36)

Ilmu budaya dan kearifan lokal Jawa yang diperoleh Djoko Murwono dari kakeknya di Keraton Yogyakarta, kemu-dian dipadukan dengan ilmu pengetahuan yang ia peroleh di bangku kuliah, terutama Ilmu Kimia, menghasilkan berbagai penemuan di bidang pengobatan dan pertanian. Berbagai penemuan itu kemudian ia kembangkan melalui Paguyuban Arso Tunggal.

Gambar

Gambar 1:
Gambar 2:

Referensi

Dokumen terkait

Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa dalam perusahaan, karyawan merupakan motor penggerak perusahaan bisa dikatakan bahwa manajer atau pimpinan perusahaan adalah orang

Nama paket pekerjaan : Rehabilitasi Ruang Kerja Camat Cilacap Utara Kabupaten Cilacap. Pagu Anggaran

Terkait dengan hal itu, pendidikan vokasi bidang Manufaktur yang menyiapkan tenaga kerja sektor industri, perlu me- review pembelajaran dan penilaian hasil belajar

Dalam Praktik Pengalaman Lapangan diminta untuk membuat beberapa laporan dan rencana mengajar agar rencana yang sudah di tetapkan dapat berjalan dengan

Hasil kegiatan ini memberikan penyadaran bahwa: (1) guru mata pelajaran produktif di SMK harus mampu membuat soal ujian dengan baik (valid, reliabel, dan efisien); (2) butir soal

Hasil analisa data dalam penelitian ini menunjukkan bahwa ada pengaruh yang sangat signifikan antara gaya dukungan keluarga terhadap kecenderungan post power syndrome pada pensiunan

Pekerjaan : Pembangunan Drainase Gunungtelu-Cidadap Kec.. Karangpucung Nama Perusahaan

Forsyth (1980) mengemukakan Relativisme adalah suatu sikap penolakan terhadap nilai-nilai moral yang absolut dalam mengarahkan perilaku. Dalam hal ini individu