• Tidak ada hasil yang ditemukan

Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Teori Van Hiele dengan Bruner Terhadap Hasil Belajar Matematika dengan Pokok Bahasan Geometri siswa Kelas V SD. T1 292008263 BAB II

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Institutional Repository | Satya Wacana Christian University: Perbedaan Teori Van Hiele dengan Bruner Terhadap Hasil Belajar Matematika dengan Pokok Bahasan Geometri siswa Kelas V SD. T1 292008263 BAB II"

Copied!
30
0
0

Teks penuh

(1)

BAB II

STUDI KEPUSTAKAAN 2.1. Pembahasan Teori

Dalam kajian pustaka ini, akan dibahas mengenai teori Van Hiele dan Bruner serta hasil belajar. Konsep dasar teori Van Hiele dan Bruner akan dibahas mengenai teori yang dikemukakan, kelemahan dan kelebihan kedua teori tersebut, dan implementasi pembelajaran matematika dengan pokok bahasan geometri, persamaan teori kedua teori Van Hiele dan Bruner.

2.2 Teori Van Hiele

Penelitian yang dilakukan Van Hiele melahirkan beberapa tahapan perkembangaan kognitif anak dalam memahami geometri.

2.2.1 Lima tahap pemahaman geometri

Ismail ( Nyimas Aisyah, 2008: 4-2 ) menyatakan bahwa terdapat 5 tahap pemahaman geometri menurut Van Hiele yaitu tahap pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi dan keakuraatan.

1. Tahap Pengenalan

Pada tahap ini siswa hanya baru mengenal bangun – bangun geometri. Pada tahap pengenalan anak belum dapat menyebutkan sifat – sifat dari bangun -bangun geometri yang dikenalnya. Untuk itu, guru harus tahu dan memahami karakteristik siswa pada tahap ini agar siswa dapat menerima informasi atau pengetahuannya melalui dengan pengertian bukan dari hafalan.

2. Tahap Analisis

Pada tahap ini siswa sudah dapat memahami sifat – sifat dari bangun geometri.

(2)

Pada tahap ini pemahaman siswa tentang geometri lebih meningkat lagi. Dimana siswa, lebih memahami hubungan antar geometri dengan geometri yang lainnya. Anak pada tahap ini sudah memahami urutan bangun – bangun geometri dan menarik kesimpulan secara deduktif tetapi masih tahap awal masih belum bisa memberika alasan.

4. Tahap Deduksi

Pada tahap ini siswa sudah dapat menarik kesimpulan secara deduktif. Pengambilan kesimpulan secara deduktif yaitu penarikan kesimpulan dari hal - hal yang bersifat khusus.

5. Tahap Keakuratan

Pada tahap ini siswa sudah memahami betapa pentingnya ketepatan dari prinsip – prinsip dasar yang melandai suatu pembuktian. Anak pada tahap ini memerlukan tahap berfikir yang kompleks dan rumit. Oleh karena itu, jarang atau hanya sedikit sekali anak yang sampai pada tahap berfikir ini.

Berdasarkan pendapat lima tahap pemahaman geometri dapat ditegaskan bahwa pemahaman geometri dalam pembelajaran matematika diatas terdapat 5 tahapan yang harus berurutan yaitu tahap pengenalan, analisis, pengurutan, deduksi dan keakuratan. Tahap pengenalan yaitu tahap dimana siswa mengenal geometri dan pada saat siswa menerima informasi pengetahuannya melalui pemahaman siswa dengan apa yang siswa lihat dan mengkomunikasikannya dengan menggunakan bahasa siswa. Tahap analisis adalah siswa mampu menyebutkan sifat – sifat dari geometri berdasarkan apa yang siswa lihat. Pada tahap pengurutan siswa sudah dapat mendeskripsikan secara deduktif tentang hubungan bangun satu dan yang lainnya. Tahap deduksi adalah tahap dimana siswa sudah dapat menarik kesimpulan dari apa yang siswa sebutkan pada tahap pengurutan. Sedangkan pada tahap keakuratan siswa sudah memahami prinsip – prinsip dasar suatu pembuktian.

(3)

materi pembelajaran dan metode penyusun yang apabila dikelola secara terpadu dapat mengakibatkan meningkatnya kemampuan berpikir anak kepada tahap yang lebih tinggi dari tahap yang sebelumnya. Bila dua orang yang mempunyai tahap berpikir berlainan satu sama lain, maka kedua orang itu tidak akan mengerti. Selain itu juga, guru biasanya tidak mengerti mengapa yang telah guru jelaskan kepada siswa, anak tersebut tidak memahaminya. Menurut Van Hiele, seorang anak yang yang berada pada tingkat yang lebih rendah tidak mungkin dapat mengerti atau memahami materi yang berada pada tingkat yang lebih tinggi dari anak tersebut. Kalaupun anak itu dipaksakan untuk memahaminya, anak itu baru bisa memahami melalui hafalan saja bukan melalui pengertian. Untuk mendapatkan hasil yang diinginkan yaitu anak memahami geometri dengan pengertian, kegiatan belajar anak harus disesuaikan dengan tingkat perkembangan anak atau disesuaikan dengan taraf berpikirnya. Dengan demikian anak dapat memperkaya pengalaman dan berpikirnya, selain itu sebagai persiapan untuk meningkatkan tahap berpikirnya kepada tahap yang lebih tinggi dari tahap sebelumnya. Dalam pembelajaran matematika khususnya geometri antara waktu , materi dan metode harus dikelola dengan sesuai atau ajeg. Dalam hal ini agar tujuan pembelajaran dapat tersampikn sesuai dengan waktu yang telah ditetapkan. Selain itu juga metode yang digunakan harus sesuai dengan tingkatan perkembangan kogniti siswa.

2.2.2 Fase – fase pembelajaran geometri

Menurut Ismail ( Nyimas Aisyah, 2008: 4-9 ) teori Van Hiele tidak hanya memuat tingkat-tingkat pemikiran geometri. Menurut Van Hiele, kenaikan dari tingat yang satu ke tingkat berikutnya tergantung sedikit pada kedewasaan biologis atau perkembangannya, dan tergantung lebih banyak kepada akibat pembelajarannya. Guru memegang peran penting dan istimewa untuk memperlancar kemajuan, terutama untuk memberi bimbingan karena siswa tidak akan mencapai kemajuan tanpa bantuan guru. Oleh karena itu, maka ditetapkan fase-fase pembelajaran yang menunjukkan tujuan belajar siswa dan peran guru dalam pembelajaran dalam mencapai tujuan itu.

(4)

1) fase informasi 2) fase orientasi 3) fase eksplisitasi 4) fase orientasi bebas 5) fase integrasi.

Setelah selesai fase kelima ini, maka tingkat pemikiran yang baru tentang topik itu dapat tercapai. Pada umumnya, hasil penelitian di Amerika Serikat dan negara lainnya menetapkan bahwa tingkat-tingkat dari Van Hiele berguna untuk menggambarkan perkembangan konsep geometri siswa.

1. Fase Informasi

Pada awal tingkat ini, guru dan siswa menggunakan tanya-jawab dan kegiatan tentang objek-objek yang dipelajari pada tahap berpikir siswa. Guru mengajukan pertanyaan kepada siswa sambil melakukan observasi. Tujuan dari kegiatan ini adalah: (1) guru mempelajari pengalaman awal yang dimiliki siswa tentang topik yang dibahas. (2) guru mempelajari petunjuk yang muncul dalam rangka menentukan pembelajaran selanjutnya yang akan diambil.

2. Fase Orientasi

Siswa menggali topik yang dipelajari melalui alat-alat yang dengan cermat telah disiapkan guru. Aktivitas ini akan berangsur-angsur menampakkan kepada siswa struktur yang memberi ciri-ciri sifat komponen dan hubungan antar komponen suatu bangun. Alat atau pun bahan dirancang menjadi tugas pendek sehingga dapat mendatangkan respon khusus.

3. Penjelasan

Berdasarkan pengalaman sebelumnya, siswa menyatakan pandangan yang muncul mengenai struktur yang diobservasi. Di samping itu, untuk membantu siswa menggunakan bahasa yang tepat dan akurat, guru memberi bantuan sesedikit mungkin. Hal tersebut berlangsung sampai sistem hubungan pada tahap berpikir mulai tampak nyata.

(5)

Siswa menghadapi tugas-tugas yang lebih kompleks berupa tugas yang memerlukan banyak langkah, tugas yang dilengkapi dengan banyak cara, dan tugas yang open-ended. Mereka memperoleh pengalaman dalam menemukan cara mereka sendiri, maupun dalam menyelesaikan tugas-tugas. Melalui orientasi di antara para siswa dalam bidang investigasi, banyak hubungan antar objek menjadi jelas.

5. Fase Integrasi

Siswa meninjau kembali dan meringkas apa yang telah dipelajari. Guru dapat membantu siswa dalam membuat sintesis ini dengan melengkapi survey secara global terhadap apa yang telah dipelajari. Hal ini penting, tetapi kesimpulan ini tidak menunjukkan sesuatu yang baru. Pada akhir fase kelima ini siswa mencapai tahap berpikir yang baru. Siswa siap untuk mengulangi fase-fase belajar pada tahap sebelumnya.

Dari fase – fase pembelajaran geometri dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran guru berperan penting dan istimewa dalam proses pencapaian tujuan pembelajaran dengan kemajuan pembelajaran dengan memberi bimbingan kepada siswa. fase – fase pembelajaran tersebut meliputi fase informasi, orientasi, penjelasan orientasi bebas dan integrasi. Kegiatan belajar mengajar yang mengacu pada fase-fase pembelajaran teori Van Hiele. Kegiatan belajar di sini dimaksudkan untuk meningkatkan tahap berpikir siswa dari 0 (visualisasi), level 1 ( Analisis ), level 2 ( Deduksi informal ), level 3 ( Deduksi ), dan level 4 ( Ketepatan ). Teori yang dikemukakan Van Hiele lebih mengkhususkan pembelajaran geometri saja. Jadi, guru dapat mengambil manfaat dari tahapan perkembangan kognitif anak menurut Van Hiele agar pembelajaran geometri dapat sesuai dengan perkembangan kognitif anak mulai dari tingkat kesukaran materi geometrinya, yaitu dari yang paling mudah sampai tingkat yang paling rumit dan kompleks. ( Jhon A. Van De Walle, 2006 : 151)

(6)

geometri ini, Van Hiele mengkhususkan teori untuk siswa dalam pemahaman geometri saja.

Berikut adalah upaya meningkatkan tahapan berpikir siswa dalam pembelajaran geometri yang berdasarkan model Van Hiele :

1. Level 0 ( Visualisasi )

Siswa pada tahapan awal ini mengenal dan menamakan bentuk berdasarkan karakteristik luas dan tampilan dari bentuk apa yang dilihat berdasarkan pendekatan perwujudan akan bentuk. Siswa pada tahap 0 mampu membuat pengukuran dan bahkan berbicara tentang sifat bentuk, tetapi sifat – sifat tersebut tidak pisah dari wujud yang sebenarnya.

Siswa pada tahapan ini memilih dan mengklasifikasikan bentuk berdasarkan wujud tampilannya dimana siswa mampu meninjau apakah bentuk – bentuk tersebut serupa atau berbeda dengan mengelompokkannya berdasarkan bentuknya. Penekanan pada level ini terdapat pada bentuk – bentuk yang diamati, dirasakan, dibentuk, dipisahkan, atau menggunakan beberapa cara oleh siswa.

2. Level 1 ( Analisis)

Objek – objek pemikiran pada level 1 berupa kelompok – kelompok bentuk bukan kelompok individual. Siswa pada tahap tingkatan ini dapat menyatakan semua bentuk dalam golongan selain bentuk satuannya.

Pada tingkatan ini, para siswa mulai mengerti bahwa sebuah kumpulan bentuk tergolong serupa berdasarkan sifat. Agar siswa dapat meningkatkan pemikirannya, pada tahap ini siswa dapat diberikan suatu kegiatan yang dapat menggali pengetahuan siswa dan meningkatkan kemampuan berfikirnya sebanyak – banyaknya berdasarkan apa yang mereka tahu.

3. Level 2 ( Deduksi Informasi )

Siswa pada tingkat 2 akan dapat mengikuti dan mengapresiasi pendapat – pendapat informal berdasarkan bukti – bukti apa yang siswa lihat dengan cara mengobservasi.

(7)

sifat bentuk. Dalam pikiran logis terdapat logika dalam berpikir yang berperan membuktikan benar salahnya suatu keilmiahan apa yang dilihat siswa.

4. Level 3 ( Deduksi )

Pada tingkat 3 siswa mampu meneliti dengan pemikiran yang mereka miliki melalui dugaan mengenai hubungan antar subjek yang dipelajari dengan yang lain untuk menentukan benar atau salahnya pemikiran yang siswa miliki.

Untuk mengetahui apakah dugaan yang dimiliki tersebut dapat diterima siswa melakukan analisis pendapat informal dimana pada tingkatan ini siswa mulai menghargai kebutuhan dari sistem logika yang berdasarkan asumsi yang ada dan melakukan pengamatan yang disertai pertanyaan abstrak tentang topik yang dibahas dan membuat kesimpulan.

5. Level 4 ( Ketepatan )

Pada tingkatan teratas ini, objek perhatian adalah sistem dasarnya sendiri bukan hanya penyimpulannya dalam sistem. Terdapat sebuah apersiasi akan perbedaan dan hubungan antara berbagai sistem dasar.

2.2.3 Kekurangan dan Kelebihan Konsep Dasar Teori Van Hiele 2.2.3.1 Kekurangan Konsep Dasar Teori Van Hiele

Konsep dasar teori Van Hiele yang dikemukan dalam pembelajaran memiliki kekurangan yaitu

1. Keterbatasan waktu dalam fase-fase pembelajaran matematika, karena dalam fase pembelajaran matematika menurut Van Hiele harus mencakup dalam peningkatan tahap berfikir siswa.

2. Teori yang dikemukakan oleh Van Hiele hanya mengkhususkan teori tentang fase pembelajarann matematika dengan pokok bahasan geometri.

2.2.3.2 Kelebihan Konsep Dasar Teori Van Hiele

Konsep dasar teori Van Hiele yang dikemukan dalam pembelajaran memiliki kelebihan yaitu:

(8)

2. Pada fase-fase pembelajaran matematika yang guru sajikan harus memiliki tujuan untuk meningkatkan tahap berfikir siswa sesuai dengan tahapan berfikir siswa.

2.3. Teori Bruner

2.3.1 Konsep dan Dasar Teori Bruner

Bruner menyatakan belajar merupakan suatu proses aktif yang memungkinkan manusia untuk menemukan hal-hal baru di luar informasi yang diberikan kepada dirinya. Ada tiga proses kognitif yang terjadi dalam belajar, yaitu (1) proses perolehan informasi baru, (2) proses mentransformasikan informasi yang diterima dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Perolehan informasi baru dapat terjadi melalui kegiatan membaca, mendengarkan penjelasan guru mengenai materi yang diajarkan atau mendengarkan audiovisual dan lain-lain. Sedangkan proses transformasi pengetahuan merupakan suatu proses bagaimana kita memperlakukan pengetahuan yang sudah diterima agar sesuai dengan kebutuhan. Informasi yang diterima dianalisis, diproses atau diubah menjadi konsep yang lebih abstrak agar suatu saat dapat dimanfaatkan.

Menurut proses kognitif penulis menyimpulkan bahwa belajar menurut Bruner adalah suatu proses kegiatan dimana dalam kegiatannya memungkinkan siswa melakukan penemuan terhadap konsep atau struktur materi pelajaran yang akan dipelajari. Dalam kegiatan pembelajaran ini siswa harus terlibat aktif dalam proses kegiatan pembelajaran. Kegiatan pembelajaran terjadi melalui proses kognitif siswa yang terdapat 3 proses kognitif siswa yaitu (1) proses perolehan informasi baru, (2) proses mentransformasikan informasi yang diterima dan (3) menguji relevansi dan ketepatan pengetahuan. Perolehan informasi baru dapat terjadi melalui kegiatan membaca, mendengarkan penjelasan guru mengenai materi yang diajarkan atau mendengarkan audiovisual dan lain-lain. Sedangkan proses transformasi pengetahuan merupakan suatu proses bagaimana kita memperlakukan pengetahuan yang sudah diterima agar sesuai dengan kebutuhan. Informasi yang diterima dianalisis, diproses atau diubah menjadi konsep yang lebih abstrak agar suatu saat dapat dimanfaatkan.

(9)

terdapat di dalam materi yang dipelajari, serta mencari hubungan antara konsep-konsep dan struktur-struktur matematika itu. Siswa harus dapat menemukan keteraturan dengan cara mengotak-atik bahan-bahan yang berhubungan dengan keteraturan intuitif yang sudah dimiliki siswa. Dengan demikian siswa harus terlibat aktif mentalnya agar dapat mengenal konsep dan struktur yang tercakup dalam bahan yang sedang dibicarakan, anak akan memahami materi yang harus dikuasainya itu. Ini menunjukkan bahwa materi yang mempunyai suatu pola atau struktur tertentu akan lebih mudah dipahami dan diingat anak. Dalam setiap kesempatan, pembelajaran matematika hendaknya dimulai dengan pengenalan masalah yang sesuai dengan situasi (contextual problem). Dengan mengajukan masalah kontekstual, peserta didik secara bertahap dibimbing untuk menguasai konsep matematika. Untuk meningkatkan keefektifan pembelajaran, sekolah diharapkan menggunakan teknologi informasi dan komunikasi seperti komputer, alat peraga, atau media lainnya.

Menurut Hudoyo ( Nyimas Aisyah. 2008: 1-5 ) berdasarkan pendapat Bruner tentang belajar matematika dapat ditegaskan belajar matematika adalah belajar mengenai konsep, struktur, hubungan antar konsep matematika yang ada didalam materi yang akan dipelajari. Dalam proses pembelajaran siswa belajar menemukan dengan cara mengotak-atik bahan yang berhubungan dengan materi tersebut dengan belajar penemuan siswa dapat menemukan sendiri konsep dan struktur yang dipelajari dengan apa yang diciptakan guru dalam proses pembelajarannya dimana guru terlibat aktif dalam memecahkan masalah matematika yang dibuat oleh guru.

(10)

menggunakan alat peraga yang dapat diotak-atik dan dilihat siswa dalam memahami konsep matematika.

Dengan demikian agar pembelajaran dapat mengembangkan keterampilan intelektual anak dalam mempelajari sesuatu pengetahuan (misalnya suatu konsep matematika), maka materi pelajaran perlu disajikan dengan memperhatikan tahap perkembangan kognitif / pengetahuan anak agar pengetahuan itu dapat diinternalisasi dalam pikiran (struktur kognitif) orang tersebut. Proses internalisasi akan terjadi secara sungguh-sungguh (yang berarti proses belajar terjadi secara optimal) jika pengetahuan yang dipelajari itu dipelajari dalam tiga model tahapan yaitu model tahap enaktif, model ikonik dan model tahap simbolik.

Bila dikaji ketiga model penyajian yang dikenal dengan teori Belajar Bruner dapat diuraikan sebagai berikut:

1. Model Tahap Enaktif

Dalam tahap ini penyajian yang dilakukan melalui tindakan anak secara langsung terlibat dalam memanipulasi (mengotak-atik) objek. Pada tahap ini anak belajar sesuatu pengetahuan di mana pengetahuan itu dipelajari secara aktif, dengan menggunakan benda-benda konkret atau menggunakan situasi yang nyata, pada penyajian ini anak tanpa menggunakan imajinasinya atau kata-kata. Ia akan memahami sesuatu dari berbuat atau melakukan sesuatu.

2. Model Tahap Ikonik

(11)

sebagai suatu media berpikir. Kemudian seseorang mencapai masa transisi dan menggunakan penyajian ikonik yang didasarkan pada pengindraan kepenyajian simbolik yang didasarkan pada berpikir abstrak.

3. Model Tahap Simbolis

Dalam tahap ini bahasa adalah pola dasar simbolik, anak memanipulasi simbol-simbol atau lambang-lambang objek tertentu. Anak tidak lagi terikat dengan objek-objek seperti pada tahap sebelumnya. Anak pada tahap ini sudah mampumenggunakan notasi tanpa ketergantungan terhadap objek riil. Pada tahap simbolikini, pembelajaran direpresentasikan dalam bentuk simbol-simbol abstrak (abstractsymbols), yaitu simbol-simbol arbiter yang dipakai berdasarkan kesepakatan orang-orang dalam bidang yang bersangkutan, baik simbol-simbol verbal (misalnya huruf-huruf, kata-kata, kalimat-kalimat), lambang-lambang matematika, maupun lambang-lambang abstrak yang lain.

Berdasarkan penyajian pembelajaran dapat disimpulkan bahwa penyajian belajar Bruner memiliki tujuan yaitu untuk mengembangkan keterampilan intelektual anak. Model pembelajarannya adalah tahap enaktif, ikonik dan simbolis.

2.3.2 Kekurangan dan Kelebihan Konsep Dasar Teori Bruner 2.3.2.1 Kekurangan Konsep Dasar Teori Bruner

Konsep dasar teori Bruner yang dikemukan dalam pembelajaran memiliki kekurangan yaitu:

1.Tidak semua pokok bahasan matematika dapat dirancang melakukan penemuan.

2. Dalam fase pembelajarannya tidak terdapat tahapan peningkatan berfikir siswa.

2.3.2.2 Kelebihan Konsep Dasar Teori Bruner

(12)

1. Kegiatan belajar melakukan penemuan terhadap konsep dan struktur materi pelajaran

2. Terdapat model penyajian pembelajaran pada konsep dasar teori Bruner 3. Implementasi pembelajarannya tergantung oleh guru yang menciptakan

kegiatan pembelajarannya

4. Tujuan pembelajaran yaitu untuk mengembangkan keterampilan intelektual anak.

2.4 Impelementasi Teori Belajar Van Hiele dan Bruner Dalam Pembelajaran Geometri

2.4.1 Impelementasi Teori Belajar Van Hiele

Berikut adalah implementasi pembelajaran matematika khususnya bangun datar dengan pokok bahasan sifat – sifat segitiga, persegi dan persegi panjang berdasarkan fase pembelajaran Van Hiele :

Tabel 2.1 Impelementasi Teori Belajar Van Hiele NO FASE PEMBELAJARAN

VAN HIELE

KEGIATAN PEMBELAJARAN

KEGIATAN

1. Fase Informasi Eksplorasi Guru bertanya kepada

siswa ‘ siapa yang pernah melihat ubin pada lantai? ‘ kemudian ‘ apa bentuknya?’

2. Fase orientasi Elaborasi • Guru memperlihatkan

(13)

dan menanyakan fungsi dari benda tersebut

• Guru menentukan materi pelajaran yaitu “ Sifat – sifat bangun datar ”

3. Fase penjelasan • Guru menentukan

masalah matematika yaitu :

1.Apa saja sifat – sifat persegi

2.Apa saja sifat – sifat persegi panjang 3.Apa perbedaan persegi

dan persegi panjang berdasarkan sifatnya?

• Siswa membuat dugaan sementara terhadap masalah matematika yang telah disajikan oeh guru.

4. Fase orientasi bebas • Guru meminta siswa

membentuk kelompok untuk menjawab masalah matematika yang telah ada

(14)

diskusi kelompok

• Siswa

mempresentasikan

hasil kerja

kelompoknya

• Siswa membahas hasil kerja kelompoknya

5. Fase Integrasi • Siswa membuat

kesimpulan dari hasil kerja kelompok

• Guru menegaskan kembali kesimpulan siswa

2.4.2 Implementasi teori Bruner

Implementasi pembelajaran teori Bruner ini tergantung oleh guru yang menciptakan kegiatan pembelajarannya. Sebab itu, peran guru sangat penting dalam kegiatan pembelajaran. Berikut adalah contoh implementasi penerapan teori Bruner dalam pembelajaran :

Tabel 2.2 Implementasi teori Bruner No Fase Pembelajaran

Bruner

Kegiatan Pebelajaran

(15)

1 Enaktif Elaborasi • Guru memperlihatkan penggaris segitiga, kertas biru( berbentuk persegi panjang ) dan mainan ular tangga.

2 Ikonik • Guru meminta siswa

menggambar bidang penggaris segitiga, kertas biru( berbentuk persegi panjang ) dan mainan ular tangga.

• Guru memperlihatkan gambar bidang datar penggaris segitiga, kertas biru( berbentuk persegi panjang ) dan mainan ular tangga.

• Guru bertanya kepada siswa gambar apa yang guru perlihatkan dan bagaimana bentuknya.

3 Simbolik • Guru menentukan materi

pelajaran yaitu “ Sifat – sifat bangun datar ”

• Guru menentukan masalah matematika yaitu :

1. Apa saja sifat – sifat persegi

(16)

persegi panjang

3. Apa perbedaan persegi dan persegi panjang berdasarkan sifatnya?

• Siswa diminta membuat dugaan sementara

• Guru meminta siswa membentuk kelompok untuk menjawab masalah matematika yang telah ada

• Siswa melakukan diskusi kelompok

• Siswa mempresentasikan hasil kerja kelompoknya

• Siswa membahas hasil kerja kelompoknya

• Siswa membuat kesimpulan dari hasil kerja kelompok

• Guru menegaskan kembali kesimpulan siswa.

2.5. Persamaan Teori Van Hiele dan Bruner

Teori Bruner dan Van Hiele memiliki persamaan dan perbedaan dalam pembelajarannya. Perbedaan kedua teori tersebut berdasarkan tahapan pembelajarannya adalah sebagai berikut:

Tabel 2.3 Persamaan Teori Van Hiele dan Bruner

(17)

Van Hiele Bruner

1

Setiap tahapan pembelajaran mengandung tingkat pemikiran geometris menurut Van Hiele

Proses pembelajaran yang disajikan berupa belajar penemuan.

2

Isi dan metode pembelajaran harus berdasarkan aktivitas – aktivitas yang sesuai dengan tingkat berpikir siswa.

Isi dan metode pembelajaran harus berdasarkan pengalaman dan melakukan eksperien.

3

Prinsip pembelajarannya adalah siswa harus berpartisipasi aktif dengan konsep dan prinsip tahapan tingkat pemikiran Van Hiele.

Prinsip pembelajarannya adalah siswa harus berpartisipasi aktif dengan berdasarkan tingkat berpikir siswa melalui fase – fase pembelajaran Bruner.

4

Media yang terdapat pada materi pembelajaran disajikan melalui serangkaian gambar-gambar

Media yang terdapat pada materi pembelajarannya adalah harus berupa benda – benda nyata yang terdapat disekitar lingkungan siswa pada fase awal perkembangan kognitif siswa.

(18)

2.6. Hasil Belajar

Horward Kingsley ( Nana Sudjana,2011: 22 ) membagi hasil belajar menjadi 3 macam yaitu keterampilan dan kebiasaan, pengetahuan dan pengertian, serta sikap dan cita – cita. Sedangkan Gagne membagi 5 kategori yaitu :

1. Ranah Kognitif

a. Tipe hasil belajar : pengetahuan

Istilah pengetahuan dimaksudkan sebagai terjemahan dari kata knowledge dalam taksonomi bloom. Sekalipun demikian. Maknanya tidak sepenuhnya tepat sebab dalam istilah tersebut termasuk pula pengetahuan faktual disamping pengetahuan hafalan atau untuk dingat seperti rumus, batasan, definisi. Istilah, pasal dalam undang- undang, nama-nama tokoh, nama-nama kota. Dilihat dari segi proses segi belajar, istilah-istilah tersebut memang perlu dihafal dan diingat agar dapat dikuasai sebagai dasar bagi pegetahuan atau pemahaman konsep lainnya.

Ada beberapa cara untuk dapat mengingat dan menyimpannya dalam ingatan seperti teknik memo, jembatan keledai, mengurutkan kejadian, membuat singkaatan yang bermakna. Tipe hasil belajar pengetahuan termasuk kognitif tingkat rendah yang paling rendah. Namun, tipe hasil belajar ini menjadi prasyarat bagi pemahaman. Hal ini berlaku bagi semua bidang studi, baik bidang matematika, pengetahuan alam, ilmu sosial, maupun bahasa. Misalanya hafal suatu rumus akan menyebabkan paaham bagaimana menggunakan rumus tersebut ; hafal kata-kata akan memudahkan untuk membuat kalimat.

Menyususn intem tes pengetahuan hafalan

(19)

dipakai untuk mengungkapkan aspek pengetahuan adalah adalah tipe melengkapi, tipe isian, dan tipe benar salah. Karena lebih mudah menyusunnya, orang banyak memilih tipe benar salah.

Karena kurang dipersiapkan dengan baik, banyak intem yang ditulis secara tergesa-gesa sehingga terperosok kedalam pengungkapan pengetahuan hafalan saja. Aspek yang ditayangkan biasanya fakta-fakta sperti nama orang, tempat,teori, rumus, istilah batasan, atau hokum. Siswa hanya dituntut kesanggupan mengingatnya sehingga jawabannya mudah ditebak.

b. Tipe hasil belajar : Pemahaman

Tipe hasil belajar yang lebih tinggi dari pada pengetahuan adalah pemahaman. Misalnya menjelaskan dengan susunan kalimatnya sediri sesuai yang dibaca atau didengarnya, memberi contoh lain dari yang telah dicontohkan, atau menggunakan petunjuk penerapan pada kasus lain. Dalam Taksonomi Bloom, kesangupan memahami setingakt lebih tinggi dari pada pengetahuan. Namun, tidaklah berarti bahwa pengetahuan tidak perlu ditanyaakan sebab, untuk dapat memahami, perlu terlebih dahulu mengetahui atau mengenal.

(20)

membantu ramalan tentang konsekuensi atau dapat memeperluas presepsi dalam arti waktu, dimensi, kasus , ataupun masalahnya.

Menyusun item tes pemahaman

Karakteristik soal-soal pemehaman sangat mudah dikenal. Misalnya mengungkapkan tema, topic, atau masaaalah yang sama dengan yang pernah di pelajari atau diajarkan, tetapi materinya berbeda. Mengungkapkan tentang sesuatu bahasa sendiri dengan simbol tertentu termasuk kedalam pemahaman terjemahan. Dapat menghubungkan antara unsure dari keseluruhan pesan suatu karangan termasuk kedalam pemahaman penafsiran. Item ekstrapolasi mengungkapkan kemampuan dibalik pesan yang tertulis dalam suatu keterangan atau tulisan.

c. Tipe hasil belajar : Aplikasi

Aplikasi adalah pengunaan abstrksi pada situasi kongkret atau situasi khusus. Abstraksi tersebut mungkin berupa ide, teori, atau petunjuk teknis. Menerapkan abstraksi kedalam situasi baru tersebut aplikasi. Mengulang-ulang menerapkan pada situasi lama akan beralih menjadi pengetahuan hafalan atau keterampilan. Sesuatu situasi akan tetap dilihat sebagai sesuatu baru bila tetap menjadi proses pemecahan masalah. Kecuali itu, ada satu unsur lagi yang perlu masuk, yaitu abstraksi tersebut perlu berupa prinsip atau generalisasi., yakni sesuatu yang umum sifatnya untuk diterapkan pada situasi khusus.

Mengetes aplikasi

Bloom membedakan delapan tipe aplikasi yang akan dibahas satu persatu dalam rangka menyusun intem tes tentang aplikasi

(21)

2) Dapat menyusun kembali problemanya sehingga dapat menetapkan prinsip atau generalisasi mana yang sesuai.

3) Dapat memberikan spesipikasi batas- batas relevansi suatu prinsip atau generalisasi.

4) Dapat mengenal hal-hal khusus yang terpampang darri prinsip dan generalisasi.

5) Dapat menjelaskan suatu gejala baru berdasarkan prinsip dan generalisasi tertentu. Banyak yang dipakai adalah melihat hubungan sebab- akibat. Bentuk lain adalah dapat menanyakan tentang proses terjadinya atau kondisi yang mungkin berperan bagi terjadinya gejala . 6) Dapat meramalkan sesuatu yang akan terjadi berdasarkan prinsip dan

generalisasi tertentu. Dasar untuk membuat ramalan diharapkan dapat ditunjukan berdasarkan perubahan kualitatif, mungkin pula berdasarkan perubahan kuantitatif.

7) Dapat menentukan tindakan atau keputusan tertentu dalam menghadapi situasi baru dengan menggunakan prinsip dan generalisasi yang relevan. Kemampuan aplikasi tipe ini lebih banyak diperlukan oleh ahli-ahli ilmu sosial dan para pembuat keputusan.

8) Dapat menjelaskan alasan menggunakan prinsip dan generalisasi bagi situasi baru yang dihadapi.

d. Tipe hasil belajar : Analisis

Analisis adalah usaha memilah suatu intergritas menjadi unsur-unsur atau bagian- bagian sehinga jelas hierarkinya dan atau susunannya. Analisis merupakan kecakapan yang kompleks, yang memanfaatkan kecakapan dari ketiga tipe sebelumnya. Dengan analisis diharapkan seseorang mempunyai pemahaman yang komprehensif dan dapat memeilahkan intregritas menjadi bagian-bagian yang tetap terpadu untuk beberapa hal untuk memahami prosesnya, untuk hal lain memahami cara kerjanya, untuk hl lain lagi memahami sistematiknya.

(22)

Untuk membuat intem tes kecakapan analisis perlu mengenal barbagai kecakapan yang termasuk klasifikasi analisis, yakni:

1) Dapat mengklasifikasikan kata-kata, frase-frase, atau pertanyaan-pertanyaan dengan menggunakan kriteria analitik tertentu.

2) Dapat meramalkan sifat-sifat kusus tertentu yang tidak dapat disebutkan secara jalas.

3) Dapat meramalkan kualitas, asumsi, atau kondisi yang implisit atau yang perlu ada berdasarka kriteria dan hubungan materinya.

4) Dapat mengetengahkan pola, tata, atau pengaturan materi dengan menggunakan kriteria seperti relevansi, sebab- akibat dan peruntutan. 5) Dapat mengenal organisasi, prinsip- prinsip organisasi, dan pola-pola

materi yang dihadapinya.

6) Dapat meramalkan sudut pandangan, kerangka acuan, dan tujuan materia yang dihadapinya.

e. Tipe hasil belajar : Sintesis

Penyatuan unsur-unsur atau bagian-bagian kedalam bentuk menyeluruh disebut sintesis. Berpikir berdasar pengetahuan hafalan, berfikir pemahaman, berfikir aplikasi, dan berfikir analisis dapat di pandang sebagai berfikir konfergen satu tingkat lebih rendah dari pada berpikir divergen. Dalam berfikir konvergen, pemecahan atau jawabannya akan sudah diketahui berdasarkan yang sudah dikenalnya. Berfikir sintesis adalah berfikir divergen. Dalam berfikir divergen pemecahan atau jawabannya belum dapat di pastikan. Mensintesiskan unit-unit terbesar tidak sama dengan mengumpulkan kedalam suatu kelompok besar. Mengartikan analisis seebagai memecah intergritas menjadi bagian-bagian dan sintesis sebagai menyatukan unsure-unsur menjadi intergritas perlu secara hati-hati dan penuh telaah.

(23)

kemampuan sintesis, orang mungkin menemukan hubungan kasual atau urutan tertentu, atau menemukan abstrksinya atau operasionalnya.

Mengetes kecakapan sitesis

Kecakapan sintesis dapat diklasifikasikan kedalam beberapa tipe, kecakapan sintesis yang pertama adalah kemampuan menemukan hubungan yang unik. Artinya, menemukan hubungan antara unit-unit yang tidak berarti dengan menambahkan satu unsure tertentu, unit-unit tidak menjadi sangat berharga. Termasuk kedalam kecakapan ini adalah kemapuan mengomunikasikan gagasan, perasaan, dan pengalaman dalam bentuk tulisan, gambar, simbol ilmiah, dan yang lainnya.

Kecakapan sintesis yang kedua ialah kemampuan menyusun rencana atau langkah-langkah operasi dari suatu tugas atau problem yang diketengahkan. Dalam rapat bermunculan berbagai hal. Seseorang anggota rapat mengusulkan langkah-langkah urutan atau tahapan pembahasan dan penyelasaian. Hal ini merupakan usaha sintesis tipe kedua.

Kecakapan sintesis yang ketiga ialah kemampuan mengapstraksikan sejumlah besar gejala, data, dan hasil observasi menjadi terarah, propotsional, hipotesis, skema, model, atau bentuk-bentuk lain.

f. Tipe hasil belajar : Evaluasi

(24)

Mengembangkan kemampuan evaluasi penting bagi kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Mampu memberikan evaluasi tentang kebijakan mengenai kesempatan belajar, kesempatan kerja, dapat mengembangkan partisipasi secara tanggung jawabnya sebagai warga Negara. Mengembangkan kemampuan evaluasi yang dilandasi pemahaman, aplikasi, analisis, dan sintesis akan mempertinggimutu evaluasinya.

Mengetes kecakapan evaluasi

Kecakapan evaluasi seseorang setidak-tidaknya dapat dikategorikan kedalam enam tipe:

1) Dapat memberikan evaluasi tentang ketepatan suatu karya atau dokumen 2) Dapat memberikan evaluasi satu sama lain antara asumsi, evidensi, dan

kesimpulan, juga keajengan logika dan organisasinya, dengan kecakapan ini diharapkan seseorang mampu mengenal bagian-bagian serta keterpaduannya.

3) Dapat memahami serta sudut pandang yang di pakai orang dalam mengambil suatu keputusan.

4) Dapat mengevaluasi suatu karya dengan membandingkannya dengan karya lain yang relevan.

5) Dapat mengevaluasi suatu karya dengan menggunakan kriteria yang telah ditetapkan.

6) Dapat memberikan evaluasi tentang suatu karya dengan menggunakan sejumlah kriteria yang ekplisit.

Hasil belajar seseorang objek evaluasi tidak hanya bidang kognitif, tetapi juga hasil belajar belajar bidang afektif dan psikomotorik. Untuk melengkapi bahan kajian penilaian hasil belajar kognitif, berikut ini dijelaskan tipe hasil belajar afektif dan psikomotorik.

a. Ranah afektif.

(25)

afektif kurang mendapat perhatian dari guru. Para guru lebihbanyak menilai ranah kognitif semata-mata. Tipe hasil belajar afektif tampak pada siswa pada berbagai tingkah laku seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru teman sekelas, kebiasaan belajar, dan hubungan sosial.

Sekalipun bahan pelajaran berisi ranah kognitif , ranah afektif harus menjadi bagian integral dari bahan tersebut, dan harus tampak pada proses belajarhasil belajar yang dicapai oleh siswa. Oleh sebab itu penting dinilai hasil-hasilnya.

Ada beberapa jenis kategori ranah afektif sebagai hasil belajar kategori dimulai dari tingkat yang dasar atau sederhana sampai tingkat yang kompleks. 1. Reciving/ attending, yakni semacam kepekaan dalam menerima

rangsangan (stimulasi) dari luar yang dating kepada siswa dalam bentuk masalah, situasi,gejala, dll. Dalam tipe ini termasuk kesadaran, keinginnan untuk memberikan stimulus, kontrol, dan seleksi rangsangan dari luar.

2. Responding atau jawaban, yakni reaksi yang diberikan oleh seseorang terhadap stimulasi yang dating dari luar. Hal ini mencakup ketepatan reaksi, perasaan, kepuasan dalam menjawab stimulus dari luar yang akan dating kepada dirinya.

3. Valuing (penilaian) berkenaan nilai dan kepercaan terhadap gejala atau stimulus tadi. Dalam evaluasi ini termasuk didalamnya kesediaan menerima nilai, latar belakang, atau pengalaman untuk menerima nilai tersebut.

4. Organisasi, yakni pengembangan dari nilai kesuatu sistem organisasi, termasuk hubungan nilai dari satu nilai dengan nilai yang lain, pemantapan, dan prioritas nilai yang telah dimilikinya, yang termasuk kedalam organisasi ialah konsep tentang nilai, organisasi sistem nilai, dll. 5. Karakteristik nilai atau internalisasi nilai, yakni kepaduan semua sistem

(26)

b.Ranah psikomotoris

Hasi belajar psikomotoris tampak dalam bentuk keterampilan (skill) dan kemampuan bertindak individu. Ada enam tingkatan keterampilan, yakni : 1. Gerakan reflek ( keterampilan pada gerakan yang tidak sadar ); 2. Keterampilan pada gerakan-gerakan dasar;

3. Kemampuan preseptual, termasuk di dalamnya membedakan visual, membedakan auditif, motoris, dan lain-lain.

4. Kemampuan dibidang fisisk, misalnya kekuatan, keharmonisan, dan ketepatan.

5. Gerakan-gerakan skill, mulai dari keterampilan sederhana sampai pada keterampilan yang kompleks;

6. Kemampuan yang berkenaan dengan komunikasi non-decursive seperti gerakan ekspresif dan interpreaktif.

Dari kajian dalam Nana Sudjana tahun 2011 halaman 22-31 dapat disimpulkan bahwa klasifikasi hasil belajar terdapat 3 ranah yaitu ranah kognitif, afektif dan psikomotorik. Ranah kognitif adalah ranah yang memiliki 6 tipe yaitu tipe pngetahuan, pemahaman, aplikasi, analisis, sintetis dan evaluasi. Ranah afektif adalah ranah yang berkenaan dengan sikap dan nilai seseorang yang mengalami perubahan setelah melalui proses belajar dan prilaku dalam perubahan tersebut seperti perhatiannya terhadap pelajaran, disiplin, motivasi belajar, menghargai guru dan teman dikelas, kebiasaan belajar dan hubungan sosial. Ranah psikomotorik adalah ranah yang tampak pada tingkah laku siswa atau respon siswa pada saat proses pembelajaran berlangsung.

2.7 Pengertian Geometri

(27)

hubungannya dengan yang lain. Sedangkan objek geometri adalah benda pikir yang berasal dari benda nyata yang diabstraksikan dan diidialisasikan.

2.7.1 Hakekat Belajar Geometri

Dalam belajar matematika terutama tentang geometri terdapat fase-fase pembelajaran tersebut adalah:

1. Fase informasi

Pada tahap ini guru dapat menggali pengetahuan siswa melalui tanya-jawab dan kegiatan mengamati benda – benda langsung atau nyata mengenai geometri kegiatan ini guru mengajukan pertanyaan sambil memperlihatkan gambar objeknya. Tujuan dari kegiatan ini adalah:

o Guru dapat mengukur pemahaman dan pengalaman siswa.

o Guru dapat merancang pembelajaran yang akan dibahas pada pembelajaran berikutnya.

2. Fase Orientasi

Melalui media gambar bangun datar atau geometri yang telah disiapkan oleh guru. Siswa dapat menyebutkan ciri-ciri dan sifat bangun datar tersebut, serta hubungan antar bangun datar tersebut.

3. Fase Eksplisitasi

Dalam melakukan pengamatan siswa melakukan penjelasan menggunakan bahasanya sendiri. Pada tahap ini guru membantu siswa untuk menggunakan bahasa yang tepat melalui pertanyaan berupa tanya jawab yang sesuai dengan topik pelajaran.

4. Fase Orientasi bebas

(28)

5. Fase Integrasi.

Siswa meringkas apa yang telah dipelajari. Sedangkan guru membantu siswa dalam meringkas apa yang telah pelajari.

Dari kajian hakekat belajar geometri dapat disimpulkan bahwa dalam pembelajaran guru berperan penting dan istimewa dalam proses pencapaian tujuan pembelajaran dengan kemajuan pembelajaran dengan memberi bimbingan kepada siswa. fase – fase pembelaran tersebut meliputi fase informasi, orientasi, penjelasan orientasi bebas dan integrasi.

2.8. Kajian Hasil Penelitian yang Relevan

Penelitian tentang teori Van Hiele dan Bruner sebelumnya pernah diuji atau diteliti oleh beberapa orang. Penelitian ini relevan oleh Abdussakir. 2011. PEMBELAJARAN GEOMETRI SESUAI TEORI VAN HIELE untuk membantu mengatasi kesulitan siswa dalam mempelajari geometri diperlukan suatu strategi, metode dan bahkan teori pembelajaran yang sesuai. Salah satu metode yang telah dipercaya dapat membangun pemahaman siswa dalam belajar geometri adalah penerapan teori van Hiele. Hal ini senada dengan beberapa hasil penelitian yang telah membuktikan bahwa penerapan teori van Hiele memberikan dampak yang positif dalam pembelajaran geometri. Suatu karakteristik tingkat berpikir van Hiele adalah bahwa kecepatan untuk berpindah dari suatu tingkat ke tingkat berikutnya lebih banyak dipengaruhi oleh aktivitas dalam pembelajaran. Sedangkan penelitian berbasis Brunner ini. Riwayatno, Tr. 2011. Pengaruh Penggunaan Pembelajaran Model Bruner Terhadap Hasil Beajar Matematika Dikelas V SDN 02 Gemawang Kecamatan Gemawang Kabupaten Temanggung Semester II Tahun Pelajaran 2010./2011. Dari hasil penelitian yang dilakukan bahwa model pembelajaran bruner berpenaruh positif terhadap hasil belajar matematika siswa.

2.9. Kerangka Berpikir

(29)

teori yang dipilih harus sesuai dan cocok serta harus disesuaikan dengan kebutuhan siswa, terutama dalam penyampaian materi matematika. Sebab dalam pelajaran matematika menggunakan penalaran pada pola dan sifat, serta melakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti, atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika serta memiliki sikap menghargai kegunaan matematika dalam kehidupan, yaitu memiliki rasa ingin tahu, perhatian, dan minat dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan masalah. Dalam model pembelajaran teacher center sudah dianggap biasa bahkan cendrung membuat siswa merasa bosan dan kurang aktif dalam mengikuti proses belajar mengajar. Melalui konsep dasar teori Van Hiele ini lah penulis gunakan untuk melakukan penelitian dalam upaya meningkatkan hasil belajar matematika terutama dalam materi geometri.

Penelitian yang dilakukan penulis di SDN Mangunsari 02 dan SDN Dukuh 03 Salatiga. Penelitian ini dilakukan di kelas V. Dimana di SDN Mangunsari 02 Salatiga perlakuan yang diberikan melalui teori Van Hiele sedangkan SDN Dukuh 03 Salatiga perlakuan yang diberikan melalui teori Bruner.

Bagan Kerangka Berfikir Penelitian

2.10. Hipotesis

Berdasarkan uraian kerangka berfikir. Penulis mengajukan hipotesis dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :

Kelas kontrol Kelas eksperimen

Membandingkan hasil tes

Kegiatan pembelajaran menggunakan teori konsep

dasar teori Brunner Kegiatan pembelajaran menggunakan

teori konsep dasar teori Van Hiele

Tes

(30)

Gambar

grafik yang dilakukan anak,  berhubungan dengan mental yang merupakan gambaran
Tabel 2.1  Impelementasi Teori Belajar Van Hiele
Tabel 2.2  Implementasi teori Bruner
gambar bidang
+3

Referensi

Dokumen terkait

Tidaklah menjadi hal yang mustahil jika seorang remaja korban perkosaan yang mengalami trauma sekali pun mampu mengadakan penyesuaian sosial dengan baik, karena banyak

Diumumkan kepada seluruh masyarakat luas bahwa Dinas Kelautan Perikanan dan Pengelola Sumberdaya Kawasan Segara Anakan (DKP2SKSA) Kabupaten Cilacap akan. melaksanakan Pengadaan

GUNUNG TIGA tidak melampirkan softcopy jaminan penawaran. 4

Menurut Kerlinger (2000) rancangan penelitian adalah rencana dan struktur penyelidikan yang disusun sedemikian rupa sehingga peneliti dapat memperoleh jawaban untuk

Kreativitas adalah kemampuan untuk menciptakan sesuatu yang baru dari hal- hal sebelumnya sudah ada menjadi sesuatu yang bermakna dan bermanfaat, dan hasil itu bukan suatu rangkuman

Kegiatan Pengadaan Peralatan Laboratorium Air, Udara dan Tanah. No NAMA

c. Tahun Terbit, Tempat Pelaksanaan : 2075, Pendidikan Teknik Boga dan Busana. Alamat Repository PT/ : http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/penelitia web prosiding

Subjek Retribusi Pasar Grosir dan/ atau Pertokoan adalah orang pribadi atau Badan yang menggunakan/ menikmati pelayanan penyediaan fasilitas pasar grosir berbagai