• Tidak ada hasil yang ditemukan

B1J010051 12.

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "B1J010051 12."

Copied!
3
0
0

Teks penuh

(1)

3

II.

TELAAH PUSTAKA

Mangrove merupakan suatu komunitas vegetasi pantai tropis yang didominasi

oleh beberapa spesies pepohonan yang khas atau semak yang memiliki kemampuan

untuk tumbuh di lingkungan laut (Nybakken, 1992). Hutan mangrove adalah tipe

hutan yang terdapat di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh

pasang surut air laut. Ekosistem mangrove menempati lahan pantai zona pasang

surut, laguna estuaria dan endapan lumpur. Ekosistem mangrove memiliki tiga sifat,

pertama bersifat kompleks, karena di dalam hutan mangrove dan perairan di

bawahnya, terdapat habitat berbagai satwa dan biota perairan, kedua dinamis, karena

hutan mangrove dapat terus berkembang serta mengalami suksesi sesuai dengan

perubahan tempat tumbuh dan ketiga labil, karena mudah sekali rusak dan sulit untuk

pulih kembali (Nugroho et al., 1991).

Mangrove merupakan ekosistem unik dengan fungsi yang unik didalam

lingkungan hidupnya. Karena adanya pengaruh laut dan daratan, di kawasan

mangrove terjadi interaksi kompleks antara sifat fisika dan sifat biologi (Arief,

2003). Menurut Istomo (1992) ciri khusus habitat vegetasi mangrove adalah keadaan

tanah yang berlumpur atau berpasir, salinitas, penggenangan, pasang surut, dan

terdapat kandungan oksigen tanah. Untuk itu vegetasi mangrove akan beradaptasi

melalui perubahan dan ciri khusus fisiologi, morfologis, fenologi, fisiognomi, dan

komposisi struktur vegetasinya. Ekosistem hutan mangrove dengan sifatnya yang

khas dan kompleks menyebabkan hanya organisme tertentu saja yang mampu

bertahan dan berkembang. Kenyataan ini menunjukkan keanekaragaman jenis fauna

hutan mangrove yang berafinitas laut kecil, tetapi kepadatan masing-masing jenis

umunya besar (Kartawinata et al., 1979).

Respon mangrove terhadap naiknya muka air laut akan bervariasi menurut

lokasi dan akan bergantung pada laju kenaikan muka air laut dan ketersediaan

sedimen sebagai media tempat tumbuhnya mangrove (Woodroffe, 1999).

Peningkatan muka air laut akan menyebabkan zona mangrove pinggir laut (seaward mangrove) semakin lama dan dalam tergenang air pasang yang dapat menyebabkan kematian mangrove. Faktor yang mengontrol sebaran hutan mangrove adalah

tersedianya habitat yang cocok untuk setiap jenis mangrove dan adanya pasang surut.

Gerakan air tinggi, salinitas, sedimentasi dan erosi merupakan dampak langsung

maupun tidak langsung dari pasang surut air laut yang memiliki peranan terhadap

(2)

4

perkembangan hutan mangrove maupun perairan disekitarnya. Pasang surut air laut

diketahui berperan dalam penyebaran biji, daya tumbuh biji, namun kurang berperan

terhadap kehidupan pohon yang sudah dewasa (Budiman & Suhardjono , 1992).

Mangrove tersebar dari kawasan Indonesia dan malaysia, ke barat hingga India

dan Afrika Timur, serta ke timur hingga Amerika dan Afrika Barat. Penyebaran

mangrove ke timur diikuti penyebaran ke utara hingga Jepang dan ke selatan hingga

Selandia Baru (Setyawan et al., 2003). Pada masa lalu ekosistem mangrove sangat melimpah di pantai utara Jawa mulai dari Banten hingga Jepara, “cekungan” antara Pati dan Rembang, serta delta Solo-Brantas. Di pantai selatan ekosistem ini tumbuh

di Teluk Grajakan, Pulau Sempu, Segara Anakan, dan Ujung Kulon (Whitten et al.,

2000).

Periode waktu Kala holosen adalah suatu skala dalam waktu geologi yang

berlangsung antara 10.000 tahun yang lalu hingga sekarang. Kala Holosen ditandai

oleh penyusutan yang cepat daerah es di benua Eropa dan Amerika, kenaikan yang

cepat dari muka air laut, perubahan iklim, dan ekspansi kehidupan manusia ke segala

penjuru dunia (Verstappen, 1994). Awal periode holosen juga ditandai kenaikan suhu

pada rentang waktu yang sangat singkat, namun suhu bumi kembali menurun

menjelang paruh kedua holosen. Memasuki awal paruh kedua suhu bumi kembali

meningkat. Peningkatan ini diperkirakan merupakan suhu bumi maksimum terakhir

holosen sebelum berfluktuasi kembali beberapa kali untuk mencapai kondisi suhu

bumi saat ini sejak 12.360 tahun yang lalu. Mekanisme yang dapat diamati dan

dipercaya sebagai penyebab fluktuasi adalah proses glasial-deglasial. Akibat proses

tersebut kondisi bumi suatu saat menjadi lebih panas dan lembab, sedangkan disaat

yang lain menjadi lebih dingin dan kering. Fluktuasi telah mempengaruhi berbagai

aspek kehidupan di bumi. Keterkaitan erat terjadinya perubahan iklim dengan saat

kepunahan atau kemunculan species-species baru baik dari jenis tumbuhan maupun

hewan (Yulianto & Sukapti, 1998). Sisa muka laut purba di Indonesia bagian barat

khususnya di sekeliling laut Cina Selatan yang telah dikatakan lebih tinggi terhadap

muka laut sekarang telah banyak meninggalkan beberapa situs. Situs-situs tersebut

merupakan peninggalan proses laut terhadap daratan dimasa lampau, diantaranya

pematang pantai purba yang banyak dijumpai di Pulau Natuna (Suyarso, 2009).

Palinologi merupakan ilmu tentang polen, spora dan palinomorf, baik yang

masih hidup ataupun yang sudah memfosil (Morley, 1990). Palinomorf merupakan

kelompok bentuk alami dan berdinding organik yang diamati setelah melalui proses

(3)

5

preparasi secara palinologi, diantaranya berupa polen, spora, foraminifera test lining

serta dynocyst. Palinomorf secara umum mencakup tiga sub kelompok besar yang

pertama, sporomorf (polen, spora dan spora jamur), kedua zoomorf (foraminifera test

lining, chitinozoa dan scelodont) serta ketiga fitoplankton (dynocysts, meroplankton,

Acritarch, Rhodofita, Cyanobakteria) (Tyson, 1995). Polen merupakan gametofit

jantan pada tumbuhan gymnospermae dan angiospermae, sedang spora biasanya

dihasilkan tumbuhan non vaskular seperti alga, jamur, lumut serta tumbuhan

vaskular tingkat rendah yaitu paku-pakuan, melalui pembelahan meiosis, sel induk

mikrospora membelah manjadi empat sel haploid yang disebut mikrospora atau

sering disebut sebagai butir polen (serbuk sari) dan spora (Kapp, 1969).

Polen dan spora merupakan sumber data palinologi yang dapat diterapkan,

karena pertama polen dan spora terdapat melimpah dan dapat terawetkan dalam

sedimen serta jumlahnya dapat dihitung sehingga menghasilkan suatu spektrum,

kedua polen dan spora resisten terhadap kerusakan baik oleh asam, kadar garam,

temperatur dan tekanan lain sehingga dapat tereservasi pada berbagai keadaan, ketiga

dapat diidentifikasi dengan mikroskop sehingga secara taksonomi dapat diketahui,

keempat berukuran kecil dan melimpah sehingga hanya diperlukan sedikit sedimen

sebagai sampel yang memadai, dan kelima berasal dari tumbuhan yang membentuk

vegetasi suatu area sehingga polen dan spora dapat digunakan untuk merekonstruksi

vegetasi baik lokal maupun regional yang berada disekeliling lingkungan

pengendapannya (Moore & Webb, 1978).

Polen dan spora berasal dari tumbuhan yang membentuk vegetasi pada suatu

wilayah atau daerah sehingga dapat digunakan untuk merekonstruksi vegetasi yang

berada disekelilingnya. Serbuk sari (polen) dan atau spora dari tumbuhan mangrove

yang tumbuh di kawasan tersebut baik pada masa sekarang maupun masa lampau

dan telah terendapkan dalam sedimen berupa fosil, merupakan bukti palinologi yang

sangat penting (Suedy et al., 2006). Fosil polen juga digunakan untuk mengetahui

sejarah flora dan vegetasi daerah Bumiayu kala plistosen (Setijadi et al., 2005).

Perubahan lingkungan masa holosen daerah Rawa Danau-Jawa Barat (Yulianto et al.,

2005). Keanekaragaman flora hutan mangrove pantai utara Jawa, serta prediksi

dinamika vegetasi, perubahan muka air laut serta perubahan iklim pada derah pesisir

(Ellison, 2008). Bioprediksi perubahan iklim menggunakan fosil polen dan spora

pada kala pliosen di daerah Banyumas (Setijadi et al., 2011).

Referensi

Dokumen terkait

Meskipun kelompok ini mengalami inflasi, namun ada beberapa komoditas yang menghambat laju inflasi seperti ikan tongkol yang mengalami penurunan harga sebesar

Berkaitan dengan keamanan sediaan ekstrak tumbuhan yang digunakan dalam pengaplikasian insektisida botani, adanya gejala fitotoksik yang terjadi pada tanaman perlu

mengoperasikan aplikasi INLIS. Keterbatasan pemahaman pada sistem ini sangat berimplikasi pada kinerja perpustakaan. Pustakawan dan pemustaka bahkan belum dapat menikmati

Setelah dilakukan penelitian dan selanjutnya dilakukana analisis data guna memperoleh dan dapat menjelaskan keadaan atau kondisi sebenarnya sesuai dengan data yang

Berdasarkan penjelasan hasil penelitian dan pembahasan yang telah dibahas pada bab sebelumnya, maka dapat disimpulkan bahwa Motivasi berprestasi guru TK se-

Dengan demikian, sistem mawah tipe dua tidak hanya memberikan proporsi penerimaan pendapatan yang tertinggi dalam hubungan kerjasama petani, namun juga

Kesemutan atau parestesia biasanya berupa sensasi rasa dingin atau panas di suatu bagian tubuh tertentu, dan parestesia terjadi jika dingin atau panas di suatu bagian

- Pengarahan : melaksanakan pengarahan kepada semua karyawan yang terlibat di dalam departemen produksi untuk dapat melaksanakan intruksi proses produksi dengan tepat