• Tidak ada hasil yang ditemukan

krisis ekonomi terhadap ketahanan pangan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "krisis ekonomi terhadap ketahanan pangan"

Copied!
11
0
0

Teks penuh

(1)

DAMPAK KRISIS EKONOMI

TERHADAP KETAHANAN

PANGAN MASYARAKAT

(2)

Kata pengantar

Dengan ini kami mencari tugas yang di beri

judul dampak ekonomi terhadap ketahanan

pangan masyarakat dengan ada nya yang saya

bahas adalah tentang perdagangan yang di

sekitar masyarakat sekitar dan bagai mana

cara mengatasi perekonomian dan perdaganan

di indonesia dan selain itu di jelaskan

dampak-dampak ekonomi terhadap ketauan pangan di

masyarakat dan bila mana kita harus lbh

(3)

Pada kondisi sebelum krisis, sebagian besar

rumahtangga ( 100 % di kota dan 68 % di desa) dapat

memenuhi kebutuhan pangannya. Kasus tidak

terpenuhi kebutuhan pangan sebelum krisis hanya

terjadi di desa. Namun kategori “kebutuhan pangan”

yang dimaksud lebih terfokus pada pemenuhan

pangan pokok yaitu beras. Kecenderungan ini

menunjukkan betapa kuatnya peran beras sebagai

pangan pokok, sehingga menjadi indikator pemenuhan

kebutuhan pangan. Sejak krisis ekonomi, jumlah

rumahtangga yang terpenuhi kebutuhan pangannya

menurun, dari 100 persen menjadi 91 persen di kota

dan dari 68 persen menjadi 30 persen di desa.

(4)

 Analisis profil rumahtangga berpendapatan rendah ini

menggunakan data sekunder dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas). Definisi rumahtangga berpendapatan rendah yang digunakan dalam penelitian ini adalah

rumahtangga atau penduduk yang tingkat pendapatannya (diproksi dengan pengeluaran) kurang dari atau lebih

rendah dari batas garis kemiskinan. Batas garis

kemiskinan yang digunakan BPS tahun 1996 untuk

daerah kota dan desa di Propinsi NTB masing-masing Rp 33918/kapita/bulan dan Rp 25586/kapita/bulan. Dengan menggunakan batas tersebut, proporsi penduduk atau

rumahtangga berpendapatan rendah di daerah kota (15,5 %) relatif lebih besar dari pada di daerah pedesaan (13,3 %).

(5)

Struktur Pendapatan Rumahtangga

 Salah satu tujuan pembangunan (ekonomi) nasional adalah

untuk meningkatkan kesejahteraan penduduk, dimana tingkat pendapatan per kapita dapat dijadikan salah satu indikatornya. Pada tingkat mikro, pendapatan per kapita penduduk dapat diperoleh dari membagi total pendapatan rumahtangga (dari berbagai sumber) dengan jumlah

anggota rumahtangga.

 Data yang tersaji pada Tabel 1 menunjukkan bahwa

rata-rata tingkat pendapatan penduduk berpendapatan rendah di daerah kota lebih tinggi dari pada penduduk desa. Pada

tahun 1996 rata-rata pendapatan penduduk berpendapatan rendah di kota sekitar Rp 28 ribu/kapita/bulan, sedangkan di desa hanya Rp 22 ribu/kapita/bulan

(6)

Uraian

Wilayah

Desa

Tingkat pendapatan (Rp/kapita/bulan)

28.286 21.869

Sumber pendapatan (%) 1. Pertanian

Sumber pendapatan rumahtangga dapat berasal dari sektor pertanian (dalam arti luas) dan non pertanian. Dalam Susenas 1996, pengelompokkan sumber pendapatan rumahtangga dibagi dalam 10 kelompok. Untuk penyederhaan dalam pembahasan ini sumber pendapatan rumahtangga dikelompokkan menjadi lima seperti pada Tabel 1. Untuk daerah pedesaan, sumber pendapatan terbesar bagi rumahtangga berpendapatan rendah berasal

(7)

No. Kelompok pangan Desa

1 Padi-padian 45,52 56,02 2 Umbi-umbian 0,84 0,93 3 Ikan 6,89 5,52 4 Daging 2,97 0,79 5 Telur dan susu 2,11 1,43 6 Sayuran 9,37 8,88 7 Kacang-kacangan 4,22 2,35 8 Buah-buahan 3,07 1,68 9 Minyak dan lemak 3,57 4,63 10 Bahan minuman 4,85 4,72 11 Bumbu 1,98 2,84 12 Konsumsi lainnya 0,97 0,52 13

Makanan dan

minuman jadi 9,21 5,74 14 Minuman beralkohol 0,03 0,02 15 Tembakau dan rokok 4,89 3,92

(8)

No Kelompok Pengeluaran Desa

1 Perumahan dan fasilitas RT 61,55 56,22 2 Barang dan jasa 23,32 20,38 3

Pakaian, alas kaki & tutup

kepala 10,75 14,73 4 Barang-barang tahan lama 1,85 5,73 5 Pajak dan asuransi 1,37 1,84 6

Keperluan pesta dan

upacara 1,16 1,1

(9)

Analisis dampak krisis ekonomi terhadap ketahanan pangan dalam bahasan ini menggunakan data primer. Hasilnya adalah seperti

diuraikan di bawah ini.

Karakteristik Rumahtangga

Rata-rata usia kepala keluarga baik di desa maupun di kota

berusia di atas 40 tahun, sedangkan usia istri berkisar antara 32-38 tahun. Tingkat pendidikan suami dan istri relatif rendah,

berkisar antar 2,2 – 3,6 tahun dan pada umumnya tingkat pendidikan di kota lebih tinggi dibandingkan di desa. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi kemampuan suami/istri untuk mengerti pentingnya makanan bergizi untuk anggota keluarganya. Dengan tingkat pendidikan yang rendah, kemampuan mengadopsi informasi menjadi tidak maksimal. Sehingga di lokasi penelitian banyak ditemukan kasus gizi buruk dan banyak terjadi pola

makanan tradisional yang kurang mengutamakan aspek gizi.

(10)

Ketahanan Pangan Rumahtangga

 Di lokasi penelitian, pada umumnya masyarakat baik di desa maupun

di kota tidak menyimpan bahan pangan pokok (80 %). Mereka

cenderung membeli pangan pokok (beras) setiap mempunyai uang dan bersifat harian. Kecenderungan ini juga terjadi di pedesaan, yang sebagian besar kepala keluarga bekerja di sektor pertanian.

Fenomena ini menunjukkan bahwa rumahtanga berpendapatan rendah sangat rentan terhadap perubahan harga pangan.

 Apabila mereka menyimpan bahan pangan maka komoditi yang

disimpan terbatas pada padi yang diperoleh dari hasil panen atau upah buruh panen dalam bentuk beras maupun gabah dan disimpan di dalam rumah dengan menggunakan karung atau gentong. Masih banyaknya petani yang tidak menyimpan bahan pangan bukan

semata-mata karena panen yang kurang berhasil, tetapi lebih karena keinginan mendapatkan uang tunai segera setelah panen untuk

berbagai keperluan mendesak

(11)

No Kelompok pangan Desa

1 Padi-padian 48,4 52,5 2 Umbi-umbian 0 1

3 Ikan 10,3 7,4

4 Daging 4,5 1,3

5 Telur dan susu 1,3 0,8 6 Sayuran 9,2 11,3 7 Kacang-kacangan 6,6 1,9 8 Buah-buahan 3 2,4 9 Minyak dan lemak 4 3,8 10 Bahan minuman 5,3 4,8

11 Bumbu 3,4 4,3

12 Konsumsi lainnya 1,6 1 13 Makanan dan minuman jadi 0,1 0,6 14 Minuman beralkohol 0 0 15 Tembakau dan rokok 2,4 7,1

Referensi

Dokumen terkait

Melakukan analisa pressure buildup test dengan metode Horner untuk mendapatkan nilai tekanan reservoir awal, skin dan effisiensi aliran sumur SGC-X untuk

Sebagai dasar hukum pengadaan tanah untuk pembangunan jalan di desa Gemawang, Kecamanatan Jambu dapat didasarkan pada Pasal 23 Keppres No 55 Tahun 1993 yang menyatakan bahwa

Teknik Normalisasi digunakan untuk menghilangkan beberapa group elemen yang berulang, berikut ini adalah langkah- langkah normalisasi yang dilakukan dalam

Hasil penelitian menunjukkan bahwa masih banyak problem-problem yang dialami guru dan siswa pada saat proses belajar mengajar siswa di MINU Curungrejo, seperti : kurangnya minat

Tabel 3.4 Hasil pengukuran arus pada Gedung Kuliah 1 Jurusan Teknik Sipil Politeknik Negeri Sriwijaya Hari Rabu Tanggal 27 Mei 2015

Adapun tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui konduktivitas panas papan partikel sekam padi berpengikat resin dengan berbagai komposisi campuran, serta

Tempat ini akan menjadi tempat pendidikan bagi anak-anak jalanan, dimana mereka akan mendapatkan pendidikan ilmu pengetahuan, agama dan juga pengembangan

Berdasarkan latar belakang dan kajian relevan yang telah dipaparkan, masalah yang akan dibahas adalah bagaimanakah cara pengungkapan makna aspektualitas BMDS pada